• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggantian Rumput...Dery Reizky Pratama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Penggantian Rumput...Dery Reizky Pratama"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGANTIAN RUMPUT LAPANG DENGAN LIMBAH

PENYULINGAN DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi) PADA RANSUM SAPI POTONG TERHADAP KECERNAAN

BAHAN KERING DAN KECERNAAN BAHAN ORGANIK (IN VITRO)

EFFECT OF REPLACEMENT GRASS FIELD WITH DISTILATED GELAM LEAVES (Melaleuca cajuputi) WASTE IN CATTLE FEED TO DRY

MATTER AND ORGANIC MATTER DIGESTIBILITY (IN VITRO)

Dery Reizky Pratama*, Iman Hernaman**dan Ujang Hidayat Tanuwira**

*Alumni Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran

**Staff Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, Universitas

PadjadjaranFakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

1Email : deryreizky@gmail.com

ABSTRACT

The purpose of this research is to find out the impact of grass field replacement with distilated cajuputi (gelam leaves) waste in cattle feed to dry matter and organic matter digestibility (in vitro). This research used experimental method with completely randomized design. There were four treatments in this research: P0 (cattle feed without distilated gelam leaves waste), P1 (20% of distilated gelam leaves waste were added into the cattle feed), P2 (30% of distilated gelam leaves waste were added into the cattle feed), P3 (40% of distilated gelam leaves waste were added into the cattle feed), and P4 (60% of distilated gelam leaves waste were added into the cattle feed). The variable measured in this research was dry matter and organic matter digestibility. Analysis of variance were used to analyse the data and Duncan Multiple Range Test were used to find out the difference between the treatment results. The result showed that the use of distilated gelam leaves waste has an impact to dry matter and organic matter digestibility (P<0,05). Replacement of grass field with 40% distilated gelam leaves waste added to cattle feed showed the higher value for dry matter and organic matter digestibility.

Keywords: Cajuputi, digestibility, dry matter, organic matter, rumen, in vitro technique ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggantian rumput lapang oleh limbah penyulingan daun kayu putih (Melaleuca cajuputi) pada ransum sapi potong terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik (in vitro). Penelitian menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian dilakukan dengan 4 perlakuan, yaitu : P0 (ransum tidak ditambahkan limbah penyulingan daun kayu putih), P1 (20% limbah PDKP pada ransum), P2 (30% limbah PDKP pada ransum), P3 (40% limbah PDKP pada ransum) dan P4 (60% limbah PDKP pada ransum). Peubah yang diukur adalah kecernaan bahan kering dan bahan organik. Data diuji menggunakan analisis sidik ragam dan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan uji berganda duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan limbah PDKP berpengaruh nyata terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik cairan (P<0,05). Penggantian rumput lapang oleh limbah penyulingan daun kayu putih level 40% pada ransum memberikan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik yang paling tinggi.

(2)

PENDAHULUAN

Ketersediaan pakan hijauan di Indonesia terkendala oleh musim yaitu pada saat musim hujan melimpah sedangkan pada saat musim kemarau relatif terbatas. Pada saat ini hijauan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan ruminansia diperoleh dari rumput lapangan dan limbah pertanian yang ketersediaannya terbatas terutama pada musim kemarau.

Di daerah penghasil sapi, umumnya penyediaan pakan sangat bergantung pada rumput lapang yang hanya terdapat di lahan sekitarnya. Penyediaan rumput lapang yang terbatas pada musim kemarau merupakan masalah utama. Untuk mengatasi hal tersebut sangat diperlukan bahan pakan pengganti rumput yang dapat memenuhi kebutuhan nutrient bagi ternak. Salah satu bahan pakan alternatif sebagai pengganti rumput dengan ketersediaan yang cukup melimpah yaitu limbah penyulingan daun kayu putih.

Limbah penyulingan daun kayu putih (PDKP) merupakan salah satu hasil industri non kayu yang diperoleh dari proses penyulingan daun kayu putih. Limbah penyulingan daun kayu putih menghasilkan limbah padat dan limbah cair. Limbah padat terdiri atas daun dan ranting kayu putih (Guntur, 2011). Sampai saat ini penggunaan limbah penyulingan daun kayu putih hanya sekitar 50% yang dimanfaatkan sebagai pembuatan briket bahan bakar uap (Bastiyah, dkk. 2004).

Perbedaan antara limbah PDKP dengan rumput lapang adalah pada kandungan serat kasar (SK) dan protein kasarnya (PK). Limbah PDKP mengandung SK 21,59% dan PK 12,86%, sedangkan rumput lapang mengandung SK 21,87% dan PK 11,26% (Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, 2014). Limbah PDKP mengandung protein kasar lebih tinggi dan serat kasar lebih rendah dibandingkan dengan rumput lapang, maka limbah PDKP berpotensi untuk dijadikan pakan alternatif pengganti rumput lapang.

Faktor pembatas penggunaan limbah PDKP untuk pakan adalah adanya kandungan sineol yang merupakan senyawa antimikroba (Noor dan Anto, 2014). Senyawa sineol diduga masih dapat mengganggu proses fermentasi oleh mikroba rumen yang akhirnya mempengaruhi tingkat kecernaan ransum.

Sineol merupakan salah satu senyawa triterpenoid, dimana triterpenoid terekstrak pada pelarut heksana, etil aseton, dan etanol. Sineol berfungsi sebagai antibakteri. Dilaporkan

(3)

bahwa lengkuas yang mengandung sineol berupa etilasetat memiliki aktivitas penghambatan tertinggi terhadap pertumbuhan S.aureus, B.cereus, dan E.coli pada pH 4 sampai 5, namun pada pH yang tinggi, aktivitasnya semakin berkurang (Adolf, dkk., 2006).

Seiring dengan proses penyulingan minyak kayu putih menjadi limbah PDKP, maka kandungan lemak kasar terus berkurang dari 19,21% menjadi 3,3%. Kandungan minyaknya sudah berkurang yang akan diikuti oleh menurunya kandungan sineol, sehingga dapat dikatakan bahwa sifat antimikroba pada sineollimbah PDKP dimungkinkan telah berkurang. Bahkan pada penelitian Ana, dkk (2014) menunjukkan bahwa penggunaan daun kayu putih segar pada tingkat 100% sebagai pengganti rumput lapang tidak mempengaruhi nilai kecernaan kayu putih, tercermin dari nilai KCBK dan KCBO sebesar 58,35 dan 52,38%.

Kecernaan merupakan tingkat kemampuan pemanfaatan zat makanan suatu pakan oleh ternak. Kecernaan digunakan untuk mengukur sejauh mana pakan yang dikonsumsi oleh ternak dapat dimanfaatkan secara optimal. Salah satu kriteria pakan yang baik adalah kecernaan yang tinggi, karena semakin tinggi nilai kecernaan maka semakin tinggi pula penyerapan zat-zat makanan yang terjadi, walaupun suatu pakan memiliki nilai zat makanan yang tinggi tetapi tingkat kecernaanya rendah maka pemanfaatannya tidak akan optimal. Perhitungan kecernaan zat makanan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara pakan yang dikonsumsi dengan pakan yang diekresikan dalam feses (Tilman dkk., 1991).

MATERI DAN METODE Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran.

Materi Penelitian

Materi penelitian merupakan susunan bahan pakan yang digunakan untuk menyusun ransum percobaan terdiri atas hijauan berupa rumput lapang dan limbah penyulingan daun kayu putih serta konsentrat yang tersusun atas dedak halus, gaplek, onggok, tetes tebu, pollard, bungkil kelapa, dan CaCO3. Cairan rumen yang digunakan dalam penelitian diambil

(4)

dari rumah pemotongan hewan Ciroyom, Bandung. Cairan rumen ini diambil dari rumen sapi potong.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima perlakuan. Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali, sehingga didapat dua puluh unit percobaan dan untuk peletakan setiap perlakuan dilakukan pengacakan data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam, dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan.

Prosedur Analisis InVitro

Prosedur pengujian secara in vitro berpedoman kepada metode Tilley dan Terry (1963). Pengukuran nilai kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik diukur dengan menggunakan metode Tilley dan Terry (1963).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

Kecernaan bahan kering diukur untuk mengetahui jumlah nutrien yang diserap tubuh, dengan menggunakan analisis dan jumlah bahan kering yang dikonsumsi dan yang disekresikan dapat dihitung dan selisihnya adalah jumlah yang dapat dicerna (Tilman dkk., 1991). Kecernaan bahan kering yang tinggi pada ternak ruminansia menunjukan tingginya zat nutrisi yang dicerna terutama oleh mikroba rumen. Hasil penelitian mengenai pengaruh penggantian rumput lapang dengan limbah penyulingan kayu putih terhadap kecernaan bahan kering (KCBK) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan Nilai Kecernaan Bahan Kering Hasil Penelitian

Ulangan Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 ………%... 1 63,79 64,03 67,17 69,58 54,20 2 61,27 64,65 67,59 69,75 52,80 3 62,38 65,20 66,83 68,59 55,10 4 62,43 65,51 67,06 68,36 52,09 Rataan 62,47 64,85 67,16 69,07 53,55

(5)

Keterangan:

P0= 60% Rumput Lapang + 0% Limbah PDKP + 40% Konsentrat

P1= 40% Rumput Lapang + 20% Limbah PDKP + 40% Konsentrat

P2= 30% Rumput Lapang + 30% Limbah PDKP + 40% Konsentrat

P3= 20% Rumput Lapang + 40% Limbah PDKP + 40% Konsentrat

P4= 0% Rumput Lapang + 60% Limbah PDKP + 40% Konsentrat

Berdasarkan Tabel 1. Kecernaan bahan kering limbah penyulingan daun kayu putih pada berbagai perlakuan memiliki rataan antara 53,55% dan 69,07%. Kecernaan bahan kering terendah diperoleh pada perlakuan P4 yaitu pada perlakuan 60% limbah PDKP. Nilai Kecernaan tertinggi yaitu 69,07% diperoleh pada perlakuan P3 (40% limbah PDKP).Nilai tersebut masih dalam kisaran normal sesuai dengan pernyataan Schneider dan Flatt (1975) bahwa kecernaan bahan kering normal berkisar antara 50,7-59,7%. Sejalan juga dengan penelitian Ana dkk., (2014) kecernaan bahan kering daun kayu putih (Malaleuca cajuputi) berkisar 37,88-58,35 %.

Untuk mengetahui sampai seberapa jauh mana pengaruh perlakuan terhadap kecernaan bahan kering dilakukan analisis ragam yang disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan data yang dihasilkan analisis ragam, menunjukan bahwa penggantian rumput dengan limbah PDKP memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kecernaan bahan kering. Artinya diantara pelakuan terdapat perbedaan yang nyata. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara perlakuan maka dilakukan analisis lanjutan dengan uji Jarak Berganda Duncan dengan hasil seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Signifikansi Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering dengan Uji Jarak Berganda Duncan

Perlakuan Rataan KCBK (%) Signifikansi 0,05*

P4 53,55 a

P0 62,47 b

P1 64,85 c

P2 67,16 d

P3 69,07 e

Keterangan :Huruf yang berbeda ke arah kolom siginifikan menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Berdasarkan Tabel 2. kecernaan bahan kering ransum tertinggi pada perlakuan penggunaan limbah PDKP 40% dan terendah pada penggunaan limbah PDKP dalam ransum

(6)

60%. Meningkatnya kecernaan bahan kering ransum pada penggunaan PDKP 20%, 30%, dan 40% menunjukan bahwa tanin dalam limbah PDKP masih dapat ditoleransi oleh mikroba rumen, apabila penggunaan limbah PDKP digunakan sampai 60% zat aktif tersebut menurunkan kecernaan. Penyulingan merupakan sebuah proses yang melibatkan pemanasan, sehingga panas yang mengenai limbah PDKP akan merusak dan melunakan sebagian senyawa yang ada di limbah tersebut sehingga memudahkan bakteri rumen dalam mendegradasi bahan tersebut. Namun demikian, diduga ada beberapa senyawa tidak banyak mengalami kerusakan diantaranya tanin yang terdapat dalam limbah PDKP (Amin, 2010). Dengan demikian penambahan limbah PDKP sampai 60% akan terjadi akumulasi tannin yang memiliki kemampuan dalam mengikat protein. Akibatnya protein menjadi sulit dicerna oleh mikroba menjadi NH3, senyawa tersebut dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba.

Tanin merupakan senyawa fenolik yang larut dalam air (Haslam, 1989). Tanin yang terdapat pada limbah PDKP menyebar larut dalam cairan rumen dan berikatan dengan protein bahan pakan. Pembentukan tannin-protein melalui kondensasi, tidak dapat dihidrolisa atau tidak terhidrolisa di dalam rumen. Hal ini sejalan dengan pendapat Min dkk., (2000) bahwa kehadiran tanin dalam rumen berpengaruh negatif terhadap kecernaan dengan menurunkan kemampuan degradasi mikroba rumen dan pelarutan protein. Tanin juga dapat membentuk ikatan kompleks dengan protein dan zat makanan lainnya, dengan protein endogen dan dengan enzim-enzim pencernaan. Penyerapan tanin dan hasil hidrolisanya dapat meracuni ternak dan mengganggu fungsi saluran pencernaan karena tannin dapat melukai saluran pencernaan (Prince dkk., 1980). Lebih lanjut dijelaskan bahwa tanin dapat menonnaktifkan enzim-enzim yang menghasilkan oleh mikroba dan dapat juga menimbulkan keracunan bagi mikroba. Sesuai pendapat Crampton dan Harris (1969) bahwa kecernaan makanan bergantung pada aktifitas mikroorganisme rumen karena mikroorganisme rumen berperan dalam proses fermentasi, sedangkan aktivitas mikroorganisme rumen dipengaruhi oleh zat-zat makanan yang terdapat dalam bahan makanan.

(7)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan antara lain (1) tingkat pemberian ransum, (2) spesies hewan, (3) kandungan lignin dalam makanan, (4) defisiensi zat makanan, (6) pengaruh gangguan pencernaan (Lubis, 1952; Tillman dkk., 1991).

Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Organik

Nutrien yang terkandung dalam bahan organik terdiri atas lemak, protein kasar, serat kasar, dan BETN (Kamal, 1994). Data kecernaan bahan organik ransum penelitian beserta ulangannya disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Kecernaan Bahan Organik Limbah Penyulingan Daun Kayu Putih

Ulangan Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 ………%... 1 64,86 67,47 70,78 71,11 62,73 2 62,54 66,18 69,76 72,80 64,03 3 64,39 66,25 70,60 72,18 63,50 4 63,40 67,44 70,12 73,37 62,26 Rataan 63,80 66,83 70,32 72,36 63,13

Rataan nilai kecernaan bahan organik pada semua perlakuan yaitu P0 = 63,80%, P1 =

66,83%, P2 = 70,32%, P3 = 72,36%, P4 = 63,13%. Dari data tersebut nilai kecernaan bahan

organik terendah adalah P4 = 63,13%, sedangkan nilai kecernaan bahan organik tertinggi

adalah P3 = 72,36%. Berdasarkan hasil analisis ragam, menunjukkan bahwa penggunaan

Limbah PDKP sebagai pengganti rumput lapang memberi pengaruh terhadap kecernaan bahan organik (P<0,05). Kemudian untuk mengetahui perbedaan pengaruh antar perlakuan maka dilakukan analisis lanjut dengan uji Jarak Berganda Duncan yang tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Signifikasi Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernan Bahan Organik dengan Uji Jarak Berganda

Perlakuan Rataan KCBO (%) Signifikasi

P4 63,13 a

P0 63,80 a

P1 66,83 b

P2 70,32 c

P3 72,36 d

(8)

Tabel 4. memperlihatkan bahwa pada kecernaan bahan organik ransum perlakuan P0 sampai P3 berturut-turut meningkat, sedangkan pada perlakuan P4 mengalami penurunan. Tingkat kecernaan bahan organik pada ransum yang terdiri atas rumput lapang, limbah PDKP, dan konsentrat memiliki pola yang sama dengan kecernaan bahan kering. Sebanding dengan pernyataan Sutardi (1981) bahwa peningkatan kecernaan bahan kering sejalan dengan meningkatnya kecernaan bahan organik, karena sebagian besar komponen bahan kering terdiri atas bahan organik sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendah kecernaan bahan keringakan mempengaruhi juga tinggi rendahnya kecernaan bahan organik.

Seperti halnya pada kecernaan bahan kering, peningkatan kecernaan bahan organik pada perlakuan penambahan limbah PDKP disebabkan oleh kualitas zat makanan yang terkandung dalam limbah PDKP. Limbah PDKP memiliki kandungan zat makanan yang lebih baik dibandingkan dengan rumput lapang seperti kandungan protein kasar (12,90%). Protein kasar yang tinggi pada limbah PDKP akan dimanfaatkan oleh mikroba rumen untuk tumbuh dan berkembang. Mikroba rumen tersebut akan berperan di dalam proses fermentasi bahan-bahan organik lainnya seperti BETN, serat kasar, protein kasar, lemak kasar dan vitamin menjadi asam lemak terbang dan ammonia.

Komposisi senyawa kimia pada limbah PDKP seperti sineol, saponin, dan tannin, memungkinkan akan mempengaruhi penggunaannya sebagai pakan ruminansia dan akan mempengaruhi jumlah mikroba rumen. Hal ini sejalan dengan pernyataan Frutos dkk., (2000) yang menyatakan bahwa pengaruh negatif tanin terhadap kecernaan bahan organik pakan lebih signifikan terhadap protein dibandingkan dengan komponen-komponen lainnya. Ternyata senyawa kimia tersebut terlihat efeknya terhadap kecernaan bahan organik, karena pada level 60% limbah PDKP pada ransum kecernaan organiknya paling kecil diantara perlakuan penggunaan limbah PDKP. Sesuai dengan yang disampaikan Anggorodi (1994) dan Tilman dkk., (1991) dimana perbedaan kecernaan suatu ransum disebabkan oleh zat antinutrisi pada bahan pakan penyusunan ransum.

Kecernaan bahan organik pakan akan mengalami penurunan dengan penambahan tanin, penjelasan hal itu sama halnya dengan berkurangnya produksi gas, yaitu tanin

(9)

berinteraksi dan menghambat proses degradasi protein dan serat (Makkar, 2003). Kecernaan bahan organik dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, yaitu kandungan serat kasar dan kandungan mineral dari bahan makanan (Gatenby, 1986). Faktor lain yang mempengaruhi kecernaan bahan organik yaitu aktivitas mikroba dan populasi mikroba dalam rumen, meningkatnya aktivitas mikroba dan populasi mikroba dalam rumen dapat meningkatkan kecernaan bahan organik (Bata, 2008).

KESIMPULAN

1) Penggantian rumput lapang oleh limbah penyulingan daun kayu putih pada ransum sapi potong berpengaruh terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik.

2) Penggantian rumput lapang oleh limbah penyulingan daun kayu putih pada level 40 % ransum sapi potong memberikan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik yang paling tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Adolf, J.N.P., Styfani, G., dan P. Raffi. 2006. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga (L).Swartz) Terhadap Bakteri Patogen Serta Stabilitasnya pada Pemanasan dan pH. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan Vol.4, No.1.

Amin, N. M. 2010. Percent Composition and Phytochemical Screening of Malelauca cajuputi Powell Esential Oil. Bachelor of Science (Hons.) Chemistry Faculty of Applied Sciences University Teknology Mara. Malaysia.

Ana, W., Taufikurahman, S.H. Limin, I.R. Hernaman, and R. Manurung. 2014. The Potential of Gelam Leaves (Melaleuca cajuputi Powell) as Cattle Feed. Pakistan Journal of Nutrition 13 (6): 348-350, 2014.

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia. Jakarta.

Bastiyah, D.Z., Ari, S., dan Wiryanto. 2004. Seleksi dan Identifikasi Isolat Cendawan Selulolitik dan Lignoselulolitik dari Limbah Penyulingan Daun Kayu Putih (Melaleuca leucadendron L. ) dari KPH Gundih, Kabupaten Grobogan. Biofarmasi 2 (1): 24-28, ISSN: 1693-2242.

(10)

Bata, M. 2008. Pengaruh Molases Pada Amoniasi Jerami Padi Menggunakan Urea Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik In Vitro. Jurnal Agripet, 8 (2): 15-20.

Crampton, E. W. and L. E. Harris. 1969. Applied Animal Nutrition. W. H. Freeman and Company. San Francisco.

Frutos, P., G. Hervas, F. J. Gilraldez, M. Fernandez and A. R. Mantecon. 2000. Digestive Utilization of Quebracho-Treated Soybean Meals in Sheep. J. Agric. Sci. 134: 101-108.

Gatenby, R.M. 1986. Sheep Production and the Tropics and Subtropics. Longman Inc. New York. USA. Hal 60:11.

Guntur, J. P., dan A. N. Hidayat. 2011. Pemanfaatan Limbah Daun dan Ranting Penyulingan Minyak Kayu Putih (Malaleuca cajuputi Powell) untuk Pembuatan Arang Aktif. Jurnal Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak I. Laboratorium Makanan Ternak Jurusan Nutrisi Makanan

Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Lubis, D.A. 1952. Ilmu Makanan Ternak. Yayasan Pembangunan. Jakarta.

Makkar, H. S. 2003. Effects and Fate of Tannins in Ruminant Animals, Adaptation to Tannin and Strategies to Overcome Detrimental Effects of Feeding Tannin-Rich Feeds. Small Rum. Res. 49: 241-256.

Min, R., Aulia, A.M.P., Siti, S., Andriyanto, Soeripto, dan P. Unang. 2010. Bioprospeksi Ekstrak Jahe Gajah Sebagai Anti-CRD: Kajian Aktivitas Antibakteri terhadap Mycoplasma galliseptikum dan E. coli In Vitr. Jurnalllmu Pertanian Indonesia Vol.15No.1.

Noor, K. K. dan R. Anto 2014. Potensi Pengembangan Industri Minyak Kayuputih. Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor.ISBN : 978-979-3819-41-9.

Prince, M. L., A. E. Hagerman and L. G. Butler. 1980. Tannnin Content of Cowpeas, Chispeas, Pegeons and Mung beans. J. Agric. Food. Chem. 28: 459-461

Schneider, B. H and W. P. Flatt. 1975. Evaluation of Feed Trough Digestibility. The University of Georgia, Athens, G.A.

Sutardi. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor.

(11)

Tilley, J.M.A. and R.A. Terry. 1963. A Two Stage Technique for the In vitro Digestion of Forage Crops. The Grassland Research Institute, Hurley, Berks.

Tilman, A.D, H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

(12)

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING DAN PERNYATAAN PENULIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : DERY REIZKY PRATAMA

NPM : 200110110081

Judul Artikel : PENGARUH PENGGANTIAN RUMPUT LAPANG DENGAN LIMBAH PENYULINGAN DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi) PADA RANSUM SAPI POTONG TERHADAP

KECERNAAN BAHAN KERING DAN KECERNAAN BAHAN ORGANIK (IN VITRO)

Menyatakan bahwa artikel ini merupakan hasil penelitian penulis, data dan tulisan ini bukan hasil karya orang lain, ditulis dengan kaidah-kaidah ilmiah dan belum pernah dipublikasikan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya, tanpa tekanan dari pihak manapun. Penulis bersedia menanggung konsekuensi hukum apabila ditemukan kesalahan dalam pernyatan ini.

Dibuat di Jatinangor, Juni 2015 Penulis,

(Dery Reizky Pratama) Mengetahui,

Prof. Dr. Ir. H. Ujang Hidayat Tanuwiria, M.Si Pembimbing Utama

Dr. Ir. Iman Hernaman, M.Si Pembimbing Anggota

(13)

Gambar

Tabel 1.  Rataan Nilai Kecernaan Bahan Kering Hasil Penelitian
Tabel 2. Signifikansi Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan  Kering dengan  Uji Jarak Berganda Duncan
Tabel 3.  Nilai Kecernaan Bahan Organik Limbah Penyulingan Daun Kayu Putih

Referensi

Dokumen terkait

Penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang sedalam-dalamnya, karena atas berkat dan hikmat-Nya, penulis dapat menyajikan tulisan skripsi yang

Penelitian tersebut dijelaskan bahwa faktor yang menyebabkan mahasiswa menghabiskan banyak waktunya untuk menggunakan internet secara berlebihan adalah kurangnya

Aspek filosofis sajrone antologi geguritan iki yaiku arupa kawicaksanan Jawa. Geguritan- geguritane Ardini ditulis kanthi nyurasa filosofis banget. Antologi geguritan LILW iki

Perawat yang bertugas dalam penemuan pneumonia balita di Kota Pekalongan sebagian besar yang memiliki persepsi tentang kemampuan dan ketrampilan baik 70%,

Dalam upaya pengembangan dan mengantisipasi penyebab tidak berfungsinya Terminal Induk Kota Bekasi maka dapat dilakukan beberapa upaya yang diperoleh dari Matriks

Partisipasi fisik adalah partisipasi masyarakat (orang tua) dalam bentuk menyelenggarakan usaha- usaha pendidikan, seperti mendirikan dan menyelenggarakan usaha-usaha

Pokemon GO apabila dilihat dari sisi ekonomis atau potensi market, dapat meningkatkan penjualan dengan cara pemilik usaha bekerjasama dengan pihak Niantic untuk

Bagi Carlos Moya, proses pengoperasian keyakinan evaluatif ini hanya mungkin terjadi jika lima kondisi utama terpenuhi, yakni (1) kemampuan Si A menghubungkan nilai yang