• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERKAITAN INTENSITAS CAHAYA, SUHU DAN KELEMBAPAN PADA INTERVAL WAKTU SATU JAM DI DAERAH BAWAH CURUG SIGEY ALIRAN SUNGAI CIBEUREUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KETERKAITAN INTENSITAS CAHAYA, SUHU DAN KELEMBAPAN PADA INTERVAL WAKTU SATU JAM DI DAERAH BAWAH CURUG SIGEY ALIRAN SUNGAI CIBEUREUM"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

KETERKAITAN INTENSITAS CAHAYA, SUHU DAN KELEMBAPAN PADA INTERVAL WAKTU SATU JAM DI DAERAH BAWAH CURUG SIGEY

ALIRAN SUNGAI CIBEUREUM LAPORAN

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekologi Umum Dosen pengampu:

Drs. H. Yusuf Hilmi Adisendjaja, M.Sc. Drs. Amprasto, M.Si

Tina Safaria , M.Si Rini Solihat, M.Si

oleh: Kelompok 4B

Achmad Tuqo Syadidbillah 1307725

Eka Astuti 1306081

Elawati 1305963

Siti Amirah Makarim 1304946 Tira Tahnia 1306499 Zahra Fadhilah 1304190

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2016

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Lingkungan sekitar menyimpan banyak fenomena yang unik dan menarik untuk dipelajari keteraturannya sehingga dapat dimanfaatkan untuk dijadikan salah satu tempat penelitian untuk mendapat fenomena yang berkaitan dengan faktor-faktor klimatik ekologi. Klimatik merupakan kondisi cuaca yang terjadi secara terus menerus sehingga menghasilkan sebuah pola keteraturan cuaca atau kondisi iklim suatu tempat atau daerah pada waktu tertentu. Contoh faktor klimatik yakni suhu, Kelembapan, intensitas cahaya, kecepatan angin dan tekanan udara. Faktor-faktor tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain.

Di sebelah barat dekat kampus Universitas Pendidikan Indonesia terdapat curug yang bernama Curug Sigey. Curug ini berada di dekat pemukiman warga. Sama seperti curug lainnya, curug ini memiliki daerah atas dan bawah. Untuk penelitian mengenai faktor klimatik, kami memilih daerah bawah curug. Daerah bawah curug dipilih karena memiliki intensitas cahayanya yang berbeda dengan daerah lain di sekitaran curug. Selain itu, daerah bawah curug mudah dijangkau dan mudah dilakukan penelitian karena terdapat tempat yang cukup rata permukaannya. Saat pengambilan data, diambil satu titik terdekat curug yaitu di salah satu sisi curug yang dekat dengan tebing. Hal ini dilakukan sebagai upaya mendapatkan hasil pengukuran yang akurat sesuai dengan yang diharapkan. Data yang diperoleh dapat mewakili kondisi curug secara keseluruhan.

Kondisi suatu lingkungan (terutama dilihat dari segi klimatik) akan bervariasi jika diukur pada waktu tertentu. Dari variasi tersebut akan terlihat pola perubahan dan keterkaitan antar faktor klimatik. Kondisi klimatik dapat berubah dalam interval waktu 1 jam (Oyekale, Bolaji, Olowa 2009). Untuk mengetahui terjadinya perubahan, dilakukan pengukuran setiap 1 jam sekali selama 6 jam. Setiap satu kali pengukuran dilakukan tiga kali pengulangan. Hasil untuk setiap pengukuran adalah rata-rata dari pengukuran tersebut. Terjadinya perubahan tersebut akibat adanya pengaruh waktu. Dari pola perubahan-perubahan yang terjadi dapat diketahui keterkaitan antar faktor klimatik, apakah sebanding atau berbanding terbalik.

(3)

Adapun faktor klimatik utama yang akan diamati yakni faktor intensitas cahaya. Faktor utama tersebut diamati untuk mendapatkan keterkaitan dengan faktor klimatik lainnya seperti suhu dan Kelembapan di daerah bawah Curug Sigey. 1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan diselesaikan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana keterkaitan intensitas cahaya, suhu dan kelembapan pada interval waktu satu jam yang di daerah bawah Curug Sigey aliran sungai Cibeureum?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui keterkaitan intensitas cahaya, suhu dan kelembapan pada interval waktu satu di daerah bawah Curug Sigey aliran sungai Cibeureum.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan informasi tentang keterkaitan intensitas cahaya, suhu dan kelembapan pada interval waktu satu jam di daerah bawah Curug Sigey aliran sungai Cibeureum.

1.5 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana keadaan intensitas cahaya pada interval waktu satu jam di daerah bawah Curug Sigey aliran sungai Cibeureum?

2. Bagaimana keadaan suhu pada interval waktu satu jam di daerah bawah Curug Sigey aliran sungai Cibeureum?

3. Bagaimana keadaan kelembapan pada interval waktu satu jam di daerah bawah Curug Sigey aliran sungai Cibeureum?

1.6 Batasan Masalah

Pengamatan yang kami lakukan dibatasi yaitu hanya daerah bawah Curug Sigey aliran sungai Cibeureum yang kami jadikan daerah pengukuran untuk pengambilan data. Kami juga hanya mengukur intensitas cahaya, suhu, dan kelembapan. Selain itu, kami hanya mengukur faktor klimatik tersebut dalam 1 hari yakni pada pukul 07.30-12.30, pada interval waktu 1 jam.

1.7 Hipotesis

H1 = Terdapat keterkaitan antara intensitas cahaya, suhu dan kelembapan H0 = Tidak Terdapat keterkaitan antara intensitas cahaya, suhu dan kelembapan

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Keberadaan fenomena biosfer merupakan fungsi dari kondisi lingkungan di sekitarnya. Karena kondisi iklim dan tanah di permukaan bumi sangat beragam, maka beragam pula persebaran flora dan fauna. Pada bagian awal telah dikemukakan bahwa tidak seluruh wilayah di muka bumi dapat dihuni oleh makhluk hidup. Berdasarkan hasil penelaahan kondisi fisik wilayah, diperkirakan hanya sekitar 1/550 bagian dari muka bumi yang berpotensi sebagai lingkungan hidup. Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan flora dan fauna di muka bumi lain adalah faktor klimatik (iklim) (Katharine, 2015).

2.1 Faktor Klimatik

Iklim merupakan sintesis kejadian cuaca selama kurun waktu yang panjang, yang secara statistik cukup dapat dipakai untuk menunjukkan nilai statistik yang berbeda dengan keadaan pada setiap saatnya (World Climate Conference, 1979). Iklim juga dapat didefinisikan sebagai peluang statistik berbagai keadaan atmosfer, antara lain suhu, tekanan, angin, Kelembapan, yang terjadi di suatu daerah selama kurun waktu yang panjang (Gibbs, 1987) (LAPAN).

Iklim terdiri atas suhu udara, tekanan udara, kelembapan udara, angin, dan intensitas sinar matahari. Perbedaan temperatur pada suatu wilayah dipengaruhi oleh letak lintang (latitude) selatan dan utara dan ketinggian suatu tempat. Faktor klimatik yaitu faktor iklim yang meliputi suhu, sinar matahari, kelembapan, angin, dan curah hujan (Katharine, 2015).

2.1.1 Intensitas Cahaya

Cahaya dalam sehari- hari adalah cahaya yang mempunyai panjang gelombang antara 400-70mu. Cahaya terdiri atas beberapa macam yaitu warna merah 750- 626 mu, orange 626 - 595 mu, kuning 595 - 574 mu, hijau 574 - 490 mu, biru 490 ± 435 mu, violet 435-400 mu.

Cahaya dengan panjang gelombang yang dimaksud disebut sebagai visible light/visible spectrum. Diluar ini terdapat infra red dan ultra violet. Cahaya sebagai sumber energi terutama untuk vegetasi, mempunyai tiga faktor penting, yaitu intensitas, kualitas, fotoperiodesitasnya, seperti halnya faktor temperatur, cahaya bervariasi dalam intensitas dan lama waktu bercahaya.

(5)

Di daerah tropis dengan instensitas yang tnggi fotooksidasi lebih kecil dibandingkan di daerah sedang karena itu fotorespirasinya lebih cepat. Hal ini mengakibatkan sintesis protein kurang. Kualitas cahaya berpengaruh berbeda terhadapa proses-proses fisiologi tanaman. Tiap proses fisiologi di dalam respon terhadap kualitas cahaya juga berbeda-beda sehingga dalam menganalisis komposisi cahaya untu tiap-tiap proses fisiologi tersebut sangat sukar. Tiap-tiap spesies tanaman juga mempunyai tanggapan yang berbeda-beda terhadap tiap kualitas cahaya.

Panjang gelombang distribusinya dari-sore berbeda. Pada pagi hari kebanyakan panjang gelombang pendek berkurang dan semakin sore panjang gelombang pendek berkurang dan panjang gelombang panjang bertambah. Oleh karena itu fotosintesis paling efektif sesudah siang hari. Fotoperiodesitas yaitu panjangnya penyinaran matahari pada siang hari.

2.1.2 Suhu dan Sinar Matahari

Sumber panas bagi bumi dan planet-planet lainnya dalam sistem tata surya (solar system) adalah energi matahari. Tinggi rendahnya intensitas penyinaran matahari bergantung pada sudut datang sinar matahari, letak lintang, jarak atau lokasi daratan terhadap laut, ketinggian tempat, dan penutupan lahan oleh vegetasi. Intensitas penyinaran matahari di suatu wilayah dengan wilayah lain lainnya berbeda- beda. Hal ini mengakibatkan suhu udara di setiap wilayah berbeda-beda.

Kondisi suhu udara sangat berpengaruh terhadap kehidupan tumbuhan dan hewan. Jenis spesies tertentu memiliki persyaratan terhadap suhu lingkungan yang ideal atau suhu optimum bagi kehidupannya. Batas suhu maksimum dan minimum bagi persyaratan tumbuh tanaman dan hewan dinamakan toleransi spesies terhadap suhu.

Bagi tumbuh-tumbuhan, suhu merupakan faktor pengontrol persebarannya sesuai dengan letak lintang dan ketinggian tempat. Oleh karena itu, penamaan habitat tumbuhan biasanya sama dengan nama-nama wilayah lintang bumi, seperti vegetasi hutan hujan tropis dan vegetasi lintang sedang. Wilayah-wilayah yang memiliki suhu udara yang tidak terlalu dingin atau tidak terlalu panas merupakan habitat yang sangat sesuai bagi kehidupan

(6)

sebagian besar organisme, baik tumbuhan, hewan, maupun manusia. Kondisi suhu yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah merupakan salah satu penghalang dalam kehidupan makhluk hidup.

2.1.3 Kelembapan Udara

Kelembapan udara menunjukkan banyaknya uap air yang terkandung dalam udara. Kelembapan berpengaruh langsung terhadap kehidupan tumbuhan (flora). Ada tumbuhan yang sangat sesuai hidup di daerah kering, di daerah lembap, bahkan terdapat pula jenis tumbuhan yang hanya hidup di wilayah-wilayah yang sangat basah.

(7)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pelaksanaan Penelitian

Hari/Tanggal : Sabtu, 27 Februari 2016 Waktu : 07.30-12.30 WIB Tempat : Curug Sigey Bandung 3.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan bersifat kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian deskriptif karena hanya mendeskripsikan suatu keadaaan beberapa faktor klimatik di Curug Sigey. Kami juga tidak melakukan suatu pengendalian perlakuan untuk memanipulasi objek penelitian dan tanpa disertai dengan control

3.3 Teknik Sampling

Teknik sampling penelitian ini adalah Purposive Sampling dengan jenis

Judgment Sampling dimana sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti. Kondisi

ekosistem telah ditentukan peneliti untuk kemudian dilakukan pengukuran terhadap faktor-faktor abiotik yang ingin diketahui.

3.4 Pengumpulan Data

1. Dokumentasi letak daerah pengukuran 2. Data hasil pengukuran faktor klimatik 3. Studi literatur

3.5 Alat dan Bahan

Adapun alat yang diperlukan untuk penelitian diantaranya:

No Nama Alat Gambar Alat

1. Lux Meter

Gambar Lux Meter (Dokumentasi pribadi, 2016)

(8)

2. Thermohygrometer

Gambar Hygrometer (Dokumentasi pribadi, 2016)

3. Alat Tulis

Gambar alat tulis (Hendra, 2013)

4. Kamera

Gambar kamera (Fitri, 2012)

3.6 Cara Kerja

1. Mengukur Intensitas Cahaya

Tekan tombol “ON/OFF” ke arah ON

Pilih kisaran range yang akan diukur (2.000 lux, 20.000 lux

atau 200.000 lux) pada tombol range

Arahkan sensor cahaya dengan menggunakan tangan pada permukaan daerah yang akan

diukur intensitas cahayanya Lihat hasil

pengukuran pada layar panel

(9)

2. Mengukur Suhu dan Kelembapan Udara Tekan tombol

POWER agak lama

Arahkan sensor yang ada pada alat thermohygrometer digital

dengan menggunakan tangan pada permukaan daerah yang

akan diukur suhu dan kelembabannya Lihat hasil

pengukuran pada layar panel.

(10)

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

Tabel 4.1. Analisis Data Kelembapan

Kelembapan Mean 74.75 Standard Error 2.42377 Median 71.45 Mode 66.9 Standard Deviation 10.2832 Sample Variance 105.744 Kurtosis -1.6396 Skewness 0.38182 Range 26.7 Minimum 63.4 Maximum 90.1 Sum 1345.5 Count 18 Largest(1) 90.1 Smallest(1) 63.4 Confidence Level(95.0%) 5.11371

Grafik 4.1 Hasil Kelembapan per Perubahan Waktu

Pada grafik perubahan kelembapan menunjukkan penurunan kelembapan pada setiap jam. Penurunan kelembapan

pada setiap jam relatif sama

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 2 3 4 5 6

(11)

Tabel 4.2. Analisis Data Suhu Grafik 4.2 Hasil Pengamatan Suhu per Perbahan Waktu

Pada grafik perubahan suhu menunjukkan kenaikkan suhu pada setiap jam. Kenaikan suhu pada setiap jam relative sama.

Suhu Mean 23.5722 Standard Error 0.40534 Median 23.8 Mode 22 Standard Deviation 1.71971 Sample Variance 2.95742 Kurtosis -1.76 Skewness -0.1891 Range 4.5 Minimum 21.1 Maximum 25.6 Sum 424.3 Count 18 Largest(1) 25.6 Smallest(1) 21.1 Confidence Level(95.0%) 0.85519 0 5 10 15 20 25 30 1 2 3 4 5 6

(12)

Tabel 4.3 Analisis Data Intensitas Cahaya Intensitas Cahaya Mean 1325.722222 Standard Error 245.624159 Median 914.5 Standard Deviation 1042.095051 Sample Variance 1085962.095 Kurtosis 0.272435629 Skewness 1.183814543 Range 3061 Minimum 364 Maximum 3425 Sum 23863 Count 18 Largest(1) 3425 Smallest(1) 364 Confidence Level(95.0%) 518.221677

Grafik 4.3 Perubahan Intensitas Cahaya per Perubahan Waktu

Pada grafik perubahan intensitas cahaya menunjukkan kenaikkan intensitas cahaya pada setiap jam. Kenaikkan tertinggi terjadi

pada jam ke-6

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 1 2 3 4 5 6

(13)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Penafsiran Data Hasil Pengukuran

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah kami lakukan, hasil menunjukkan bahwa intensitas cahaya mengalami peningkatan setiap interval waktu 1 jam pengukuran. Pada pengukuran pertama yakni pada pukul 07.30 WIB didapat pengukuran intensitas cahaya sebesar 393,67 lux, Selang 1 jam kemudian, yakni pukul 08.30 WIB terjadi peningkatan intensitas cahaya sebesar 145,66 lux menjadi 539, 33 lux, Pukul 09.30 WIB intesitas cahaya mengalami kenaikan sebesar 855,34 lux menjadi 1394,67 lux. Pukul 10.30 WIB intensitas cahaya mengalami kenaikan sebesar 212,66 lux menjadi 1607,33 lux, dan pada pengukuran terakhir pada pukul 12.30 WIB yaitu pengamatan terakhir, intensitas cahaya mengalami kenaikan sebesar 3350,67 lux menjadi 6700 lux. Kenaikan intensitas cahaya matahari seiring dengan perubahan posisi bumi terhadap matahari. Kondisi ini pun di dukung dengan cuaca cerah pada saat pengamatan. Hal tersebut mendukung akurasi data yang kami dapatkan. Intensitas cahaya juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya keadaan awan.

Kenaikan ini sejalan dengan suhu yang mengalami kenaikan pula pada setiap interval waktu 1 jam yang dimulai pukul 07.30 suhu sebesar 21,170C. Selang 1 jam kemudian, yakni pukul 08.30 WIB terjadi peningkatan suhu sebesar 0,830C Menjadi 220C. Pukul 09.30 WIB suhu mengalami kenaikan sebesar 0,80C menjadi sebesar 22,80C. Pukul 10.30 WIB suhu mengalami kenaikan sebesar 2,10C menjadi 24,90C. Pukul 11.30 WIB suhu mengalami kenaikan sebesar 0,130C menjadi 25,030C. Pada pukul 12.30 WIB yaitu pengamatan terakhir, suhu mengalami kenaikan sebesar 0,50C. Hal ini dikarenakan posisi matahari yang semakin naik. Peningkatan suhu yang paling besar terjadi pada pukul 10.30 WIB, Suhu tertinggi yakni pukul 12.30 WIB dikarenakan matahari tepat berada di atas kepala.

Namun, berbeda halnya dengan kelembapan cahaya yang mengalami penurunan seiring dengan interval waktu setiap jamnya. Pada pengukuran pertama yakni pada pukul 07.30 WIB didapat kelembapan sebesar 89,77%. Selang 1 jam kemudian, yakni pukul 08.30 WIB terjadi sebesar 4,32 % menjadi 85,45%. Pukul 09.30 WIB kelembapan mengalami penurunan sebesar 8,72 % menjadi 76,73%. Pukul 10.30

(14)

WIB kelembapan mengalami penururnan sebesar 9,86 % menjadi 66,87 %. Pukul 11.30 WIB kelembapan mengalami penururnan sebesar 0,94 % menjadi 65,93 %. Pukul 12.30 WIB yaitu pengamatan terakhir, kelembapan mengalami penururnan sebesar 2 % menjadi 63,93 %.

Ketiga faktor tersebut saling berkaitan. Intensitas cahaya berbanding lurus dengan suhu namun berbanding terbalik dengan kelembapan. Semakin tinggi intensitas cahaya, maka semakin tinggi pula suhu suatu tempat, dan semakin rendahlah tingkat kelembapan tersebut.

5.2 Analisis Data Hasil Pengukuran

Uji yang kami gunakan untuk mengolah data hasil pengamatan adalah uji korelasi, karena kami ingin melihat ada tidaknya ketekaitan antara perubahan waktu terhadap perubahan kelembapan, suhu, dan intensitas cahaya. Uji yang kami gunakan adalah uji kenormalan menggunakan uji liliefors dan uji korelasi spearman. Uji liliefors digunakan karena banyaknya data kurang dari 20. Setelah data dianalisis menggunakan uji liliefors didapati data tidak normal, maka dapat disimpulkan bahwa data tidak parametrik, sehingga uji yang digunakan selanjutnya adalah uji korelasi spearman. Dalam uji korelasi spearman data tidak perlu normal dan data yang dipergunakan pun bisa berupa data ordinal dan tidak perlu interval. Namun, pada kasus penelitian kami, karena datanya tidak normal, maka uji korelasi spearman ini dapat digunakan meskipun data yang kami peroleh terkait kelembapan, suhu, dan intensitas cahaya merupakan data interval.

5.2.1 Pengolahan Data secara Statistika

5.2.1.1 Uji Normalitas (Liliefors) Untuk Intensitas Cahaya

Tabel 5.1 Analisis Kenormalan Intensitas Cahaya Menggunakan Uji Liliefors

Variabel Zi F(zi) S(zi) F(zi) - S(zi)

364 -0.923 0.178 0.045 0.133

367 -0.920 0.179 0.091 0.088

450 -0.840 0.200 0.136 0.064

(15)

580 -0.716 0.237 0.227 0.010 504 -0.789 0.215 0.273 0.058 1473 0.141 0.556 0.318 0.238 1599 0.262 0.603 0.364 0.240 1112 -0.205 0.419 0.409 0.010 1654 0.315 0.624 0.455 0.169 1657 0.318 0.625 0.500 0.125 1511 0.178 0.571 0.545 0.025 3350 1.943 0.974 0.591 0.383 3273 1.869 0.969 0.636 0.333 3425 2.014 0.978 0.682 0.296 717 -0.584 0.280 0.727 0.448 712 -0.589 0.278 0.773 0.495 581 -0.715 0.237 0.818 0.581

Tabel 5.2 Hasil Uji Liliefors untuk Intestitas Cahaya Uji Normalitas Liliefors

Liliefors Hitung 0.194 Derajat Kepercayaan 0.050

Liliefors 0.886

Liliefors Tabel 0.089

Kesimpulan Tidak Normal

Dikarenakan data intensitas cahaya tidak normal, dapat disimpulkan bahwa data yang diperoleh tidak parametrik, maka uji korelasi yang selanjutnya digunakan adalah uji

korelasi non-parametrik yaitu uji korelasi spearman. 5.2.1.2 Uji Korelasi Spearman

Taraf signifikansi yang digunakan adalah 0.05

1. Terdapat keterkaitan perubahan waktu pengamatan terhadap perubahan intensitas cahaya di salah satu titik Curug Sigey?

(16)

2. Terdapat keterkaitan perubahan waktu pengamatan terhadap perubahan suhu di salah satu titik Curug Sigey?

3. Terdapat keterkaitan perubahan waktu pengamatan terhadap perubahan kelembapan di salah satu titik Curug Sigey?

Hipotesis:

H1 : Terdapat keterkaitan antara intensitas cahaya, suhu dan kelembapan H0 : Tidak terdapat keterkaitan antara intensitas cahaya, suhu dan kelembapan

Taraf korelasi dari -1,0,+1

Koefesien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefesien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Jika koefesien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefesien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan menjadi rendah dan berlaku sebaliknya. Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel penulis memberikan kriteria sebagai berikut (Sarwono:2006):

 0 : Tidak terdapat korelasi antara dua variabel

 >0 – 0,25 : Korelasi sangat lemah

 >0,25 – 0,5 : Korelasi cukup

 >0,5 – 0,75 : Korelasi kuat

 >0,75 – 0,99 : Korelasi sangat kuat

(17)

Tabel 5.4 Hasil Uji Korelasi

Jam Ke- Intensitas Cahaya Suhu Kelembapan

1 393.67 21.17 89.77 2 539.33 22 85.45 3 1394.67 22.8 76.73 4 1607.33 24.9 66.87 5 3349.33 25.03 65.93 6 6700 25.53 63.93 Korelasi 0.9 0.9 -0.9

- Keterkaitan (korelasi) perubahan waktu terhadap perubahan intensitas cahaya adalah = 0.9, korelasi sangat kuat

- Keterkaitan (korelasi) perubahan waktu terhadap perubahan suhu adalah = 0.9, korelasi sangat kuat

- Keterkaitan (korelasi) perubahan waktu terhadap perubahan kelembapan adalah = -0.9, korelasi (negatif) sangat kuat

Maka Ho ditolak dan H1 diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perubahan waktu pengamatan signifikan berkorelasi sangat kuat terhadap perubahan suhu dan kelembapan udara di salah satu titik Curug Sigey

(18)

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari hasil pengukuran yang telah didapat menandakan bahwa keterkaitan dari faktor klimatik yakni intensitas cahaya berbanding lurus dengan suhu, yang berarti jika intensitas cahaya naik maka suhu pun akan mengalami kenaikan. Berbeda halnya dengan kelembapan, hubungannya dengan intensitas cahaya berbanding terbalik.sehingga jika intensitas cahaya naik maka kelembapan turun.

6.2 Saran

Dalam setiap penelitian klimatik, selain dilakukan secara meruang, akan lebih baik jika dilakukan secara mewaktu juga. Karena iklim yang diamati dalam satu hari bisa berubah-ubah. Selain itu, penentuan titik sampling bisa disesuaikan dengan rona lingkungannya, yaitu homogen atau heterogen.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Katharine, Jacob. (2015). “Climatic Change”. [Online]. Tersedia: http://link.springer.com/journal/10584 [ 19 Februari 2016]

Anonim. (2010). “Faktor yang Mempengaruhi Persebaran Lingkungan Makhluk

Hidup”. [Online]. Tersedia:

http://id.shvoong.com/exact- sciences/biology/1881934-faktor-yang-mempengaruhi-persebaran-makhluk/#ixzz1oabjBvJJ [ 19 Februari 2016]

(20)

LAMPIRAN

Data Mentah Hasil Pengukuran Intensitas Cahaya, Suhu, Kelembapan

Waktu Pengamatan ke-1 Kelembapan (%) Suhu(⁰C) Intensitas cahaya (Lux) 07.30 90.10 21.30 364.00 07.33 89.90 21.10 367.00 07.35 89.30 21.10 450.00 Total 269.30 63.50 1181.00 Rata-rata 89.77 21.17 393.67 Waktu Pengamatan ke-2 Kelembapan (%) Suhu(⁰C) Intensitas cahaya (Lux) 08.30 84,90 22.00 534.00 08.33 85.10 22.00 580.00 08.35 85.80 22.00 504.00 Total 170.90 66.00 1618.00 Rata-rata 85.45 22.00 539.33 Waktu Pengamatan ke-3 Kelembapan (%) Suhu(⁰C) Intensitas cahaya (Lux) 09.30 75.80 22.80 1473.00 09.33 76.60 23.00 1599.00 09.35 77.80 22.60 1112.00 Total 230.20 68.40 4184.00 Rata-rata 76.73 22.80 1394.67 Waktu Pengamatan ke-4 Kelembapan (%) Suhu(⁰C) Intensitas cahaya (Lux) 10.30 66.60 25.10 1654.00 10.33 66.90 25.00 1657.00 10.35 67.10 24.60 1511.00 Total 200.60 74.70 4822.00 Rata-rata 66.87 24.90 1607.33

(21)

Waktu Pengamatan ke-5 Kelembapan (%0) Suhu(⁰C) Intensitas cahaya (Lux) 11.30 64.80 24.80 3350.00 11.33 66.90 24.90 3273.00 11.35 66.10 25.40 3425.00 Total 197.80 75.10 10048.00 Rata-rata 65.93 25.03 3349.33 Waktu Pengamatan ke-6 Kelembapan (%0) Suhu(⁰C) Intensitas cahaya (Lux) 12.30 63.40 25.60 7170.00 12.33 63.40 25.60 7120.00 12.35 65.00 25.40 5810.00 Total 191.80 76.60 2010.00 Rata-rata 63.93 25.53 6700.00

(22)

DOKUMENTASI

Lokasi

Gambar 1. Curug Sigey (Dokumentasi pribadi, 2016)

Titik sampling

Gambar 2. Sisi Curug (Dokumentasi pribadi, 2016)

(23)

Pengukuran ke- Waktu (WIB) Gambar 1 07.30 2 08.30 3 09.30

(24)

4 10.30

5 11.30

Gambar

Gambar Lux Meter  (Dokumentasi pribadi, 2016)
Gambar Hygrometer  (Dokumentasi pribadi, 2016)
Tabel 4.1. Analisis Data Kelembapan  Kelembapan  Mean  74.75  Standard Error  2.42377  Median  71.45  Mode  66.9  Standard Deviation  10.2832  Sample Variance  105.744  Kurtosis  -1.6396  Skewness  0.38182  Range  26.7  Minimum  63.4  Maximum  90.1  Sum  1
Tabel 4.2. Analisis Data Suhu   Grafik 4.2 Hasil Pengamatan Suhu per Perbahan Waktu
+6

Referensi

Dokumen terkait