• Tidak ada hasil yang ditemukan

137119110-Files-indowebster-com-Fisika-Batuan-Prof-Sismanto.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "137119110-Files-indowebster-com-Fisika-Batuan-Prof-Sismanto.pdf"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS GADJAH MADA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI GEOFISIKA

HANDOUT KULIAH

FISIKA BATUAN

OLEH :

Prof. Dr. Sismanto

YOGYAKARTA

2012

(2)

1

Fisika Batuan

Oleh Sismanto

I. Pendahuluan

Informasi tentang struktur bawah permukaan menjadi jelas karena adanya data seismik yang telah dimanfaatkan oleh ahli-ahli eksplorasi lebih dari empat puluh tahun terakhir. Ribuan sumur-sumur minyak dan gas bumi telah diketemukan di dunia ini, dan jasa metode seismik dalam penemuan itu tidak dapat diabaikan. Walaupun terdapat keterbatasan-keterbatasan di dalam metode seismik, terutama tentang resolusi data seismik, namun para ahli mulai ramai berusaha untuk memeras informasi-informasi data seismik yang lebih rinci dari pada sekedar struktur dan strata seperti yang selama ini dimanfaatkan. Informasi-informasi yang dimaksud adalah parameter-parameter petrofisika dari batuan reservoar yang berada di bawah permukaan. Untuk mendapatkan informasi tersebut metode konvensional yang sering dilakukan adalah melalui pengambilan inti pengeboran (coring) dan data log.

Parameter-parameter petrofisika batuan reservoar yang dicari oleh para ahli perminyakan diantaranya adalah porositas, permeabilitas, saturasi air (fluida), densitas, volume, tekanan dan temperatur. Dapat dipahami bahwa nilai-nilai parameter reservoar tersebut mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap bentuk dan perilaku gelombang seismik yang melalui reservoar tersebut yang terekam oleh detektor di permukaan (Dutta dan Ode, 1979a; Dutta dan Ode, 1979b; Smith dan Gidlow, 1987; Akbar, dkk., 1993; Best, dkk., 1994; Sheriff dan Geldart, 1995; Santoso, dkk. 1995; Santoso, dkk., 1999).

Teknologi seismik yang kini telah berkembang begitu pesat mengarah pada seismik lithologi dan petrofisika yang mampu menghasilkan informasi-informasi yang lebih detil dan akurat, sehingga seringkali data-data seismik masa lalu diproses ulang untuk dikaji lebih mendalam. Data seismik permukaan telah digunakan se-optimal mungkin untuk memperkirakan karakter lithologi suatu jenis batuan reservoar bawah permukaan, seperti kandungan fluida, porositas, permeabilitas beserta sifat-sifat fisikanya untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi migas secara efektif dan efisien.

Perkembangan penelitian dan pengujian laboratorium yang banyak dilakukan para pakar baik secara analitis teoritis (Stoll 1974; McCann dan McCann, 1985; de la

(3)

2 Cruz dan Spanos, 1985; Gibson dan Toksoz, 1990; Turgut, 2000) maupun empiris lapangan ( Rafavich dkk., 1984; Klimentos, 1991; Best, dkk., 1994; Huang, dkk., 1996; Munadi, 1998; Schön, 1998; Saar dan Manga, 1999) menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara besaran-besaran petrofisika reservoar terhadap parameter-parameter inelastis dan elastis gelombang seismik seperti koefisien atenuasi, faktor kualitas, amplitudo (koefisien refleksi), frekuensi dan kecepatan (Best dan Sams, 1997; Best, 1997; Knight, dkk., 1998; Carcione dan Seriani, 1998; Assefa, dkk., 1999; Dunn, dkk., 1999).

Nilai parameter gelombang yang dapat diukur ternyata sangat bergantung pada nilai dari tetapan elastisitas batuan. Ini menunjukkan bahwa nilai parameter petrofisika batuan pada hakekatnya adalah wujud lain dari tetapan elatisitas batuan, dan tetapan elastisitas batuan inilah yang memberikan pengaruh langsung terhadap bentuk dan tingkah laku gelombang seismik yang terekam dipermukaan.

Studi pemodelan numerik untuk memvisualisasikan perilaku perambatan gelombang dalam medium berpori tersaturasi fluida telah banyak pula dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh-pengaruh besaran petrofisika reservoar terhadap kecepatan, frekuensi dan amplitudo gelombang seperti yang dilakukan oleh Turgut dan Yamamoto, (1988), Hassanzadeh (1991), Mavko, dkk., (1998), Keller, dkk, (1999) dan lainnya. Rumusan dasar dan model yang digunakan untuk menurunkan persamaan - persamaan perambatan gelombang serta kombinasinya banyak menggunakan model Biot (Domenico, 1977), Geertsma dan Smit, (1961), White, (1975; 1986), Gassmann (Berryman dan Milton, 1991), dan Squirt Model (Dvorkin, dkk., 1994; Dvorkin, dkk., 1995).

Pengkajian tersebut di atas sangat banyak manfaat informasinya terutama dalam geoteknik yang mana pengaruh dari saturasi air dan tekanan pori pada kekuatan batuan dan modulus elastisitas. Hal ini sangat perlu diketahui lebih dini didalam merancang pembuatan bangunan-bangunan besar atau bertingkat. Di dalam industri migas efek perubahan bulk kompresibilitas, porositas, kejenuhan fluida, permeabilitas dari batuan sedimen sangat diperlukan dalam interpretasi data seismik dan perhitungan cadangan migas yang dapat diambil.

Kajian penghitungan inversi permeabilitas berangkat dari pemodelan maju perambatan gelombang seismik di dalam medium berpori yang tersaturasi fluida dalam konfigurasi profil seismik vertikal (VSP)) dimana Turgut dan Yamamoto, (1988) telah memasukkan dalam model mediumnya faktor kualitas Q atau atenuasi,

(4)

3 porositas dan permeabilitas. Kemudian Turgut dan Yamamoto, (1990) menghitung parameter reservoar tersebut dengan simulasi numerik dan uji data riil di laboratorium pada frekuensi orde kiloherzt dengan menggunakan gelombang ultra sonik. Model seismogram sintetik yang dibuat Turgut dan Yamamoto, (1988) menggunakan metode Ganley, (1981) dalam 1 dimensi.

Dalam kajian ini, penulis menggunakan pemodelan maju Ganley, (1981) dan mengkombinasikan faktor disipasi energi gelombangnya antara yang digunakan oleh Ganley dan Turgut-Yamamoto untuk pembuatan seismogram sintetik. Konfigurasi yang digunakan adalah VSP (vertical seismic profiling) dan HSP (horizontal seismic profiling) dan direalisasikan dalam pendekatan 1 dimensi (1D) secara analitik dan 2 dimensi (2D) melalui pendekatan beda hingga. Dengan demikian diharapkan pengaruh parameter-parameter reservoar seperti porositas, permeabilitas dan akan dapat dilihat langsung secara visual pada bentuk gelombang dan kecepatannya.

Pemodelan maju dibuat dalam konfigurasi HSP dengan tujuan untuk menguji metode estimasi permeabilitas dengan struktur sesederhana mungkin, karena sasaran kajian ini bukan untuk mengkaji pengaruh struktur. Sasaran lain dari pemodelan sederhana ini adalah untuk melihat pengaruh-pengaruh paramater reservoar terhadap amplitudo dan kecepatan gelombang seismik terhadap jarak secara parsial. Selain itu seismogram sintetik 1D juga dimaksudkan untuk menguji validitas metode inversi permeabilitas yang dikembangkan, sedangkan seismogram sintetik 2D digunakan untuk mengkaji pengaruh perubahan parameter reservoar tehadap kecepatan. Metode inversi yang telah diketahui karakterisasinya diterapkan pada data riil sebagai ujicoba kelayakan. Kejenuhan air dapat juga dilakukan dengan menggunakan data empiris yang diperoleh oleh Munadi, (1998), setelah ditentukan parameter porositas, rasio poisson dan kecepatan gelombang P.

Seismogram sintetik VSP digunakan untuk membandingkan sifat-sifat pengaruh medium yang menggunakan persamaan gelombang akustik/ elastik, inelastik dan poroelastik.

II. Parameter Petrofisis Reservoar

Pada dasarnya semua sifat-sifat fisis batuan reservoar dipengaruhi oleh struktur mikro pori. Namun demikian tidak semua informasi parameter fisis mikro dapat diukur secara langsung, seperti porositas, permeabilitas, tekanan kapiler dan lain

(5)

4 sebagainya. Pengukuran dapat dilakukan dengan cara mengukur besaran fisis lain dan kemudian dihitung melalui hubungan-hubungan yang melibatkan parameter mikro tersebut. Beberapa parameter petrofisis yang dominan mempengaruhi kecepatan gelombang seismik seperti, densitas, permeabiltas, saturasi air, dan porositas akan diulas secara singkat.

Seperti yang telah dipahami bahwa, bagian ruang dari suatu massa batuan sering disebut sebagai pori. Terdapat tiga sifat fisis yang berhubungan dengan ruang/ pori ini, yaitu

a. Porositas, merupakan perbandingan antara volume semua ruang (termasuk pori, rekahan (fracture), retakan (cracks), celah, lubang, dll) terhadap volume total suatu massa batuan atau medium.

b. Permukaan internal spesifik, adalah besarnya luas permukaan pori yang berkaitan dengan volume pori atau massa batuan. Permukaan ini menggambarkan morphologi-dalam permukaan pori dan mengontrol efek antarmuka pada batas antara butiran penyusun massa batuan dengan cairan yang mengisi pori.

c. Permeabilitas, adalah kemampuan untuk meloloskan cairan melalui pori-pori yang ada.

Terdapat hubungan yang jelas antara parameter-parameter tersebut, walaupun setiap sifat-sifat fisis batuan independen terhadap yang lain. Hubungan tersebut dapat diturunkan secara analitik teoritis, misal seperti yang disampaikan oleh Thompson (Schön, 1998) maupun secara empiris eksperimental, misalnya seperti yang diungkap oleh (Sen, dkk., 1990). Namun demikian terdapat tiga hal yang penting dari ketiga parameter tersebut di atas (Schön, 1998), yaitu

a. Bahwa ketiga parameter tersebut merupakan sifat dasar dari setiap karakterisasi reservoar, termasuk juga gerakan fluida dan prosesnya juga masalah kontaminasi dan lingkungan yang ditimbulkannya.

b. Permeabilitas nampaknya menjadi sifat fisis yang terpenting dan tersulit ditentukan untuk semua masalah reservoar. Karena parameter inilah yang mengontrol suatu batuan reservoar dapat menghantarkan atau mengalirkan fluida atau tidak.

c. Porositas secara khusus adalah besaran yang paling banyak mempengaruhi sifat-sifat fisis batuan lainnya, seperti kecepatan gelombang elastik, kelistrikan,

(6)

5 konduktivitas panas dan lain sebagainya. Hal ini juga berarti bahwa permukaan internal spesifik dan yang berhubungan dengan efek antarmuka akan mempunyai pengaruh yang kuat juga terhadap parameter-parameter fisis tersebut.

1. Porositas

Seperti yang telah disampaikan di atas bahwa, porositas adalah perbandingan antara volume ruang pori vp terhadap volume total atau volume bulk v dari massa

batuan yang secara matematis dituliskan sebagai,

v v v vp m     1 (2.1)

dengan vm adalah volume batuan bagian padatnya.

Porositas adalah besaran yang tidak berdimensi dan sering dinyatakan dalam

bagian (fraction) atau persen. Porositas merupakan hasil proses geologis, fisis dan kimiawi selama dalam proses pembentukan batuan tersebut maupun pada tahap setelah pembentukan, sehingga dapat menimbulkan porositas primer maupun porositas sekunder. Secara petrographi asal mula pembentukan porositas dapat dibedakan menjadi,

1. Porositas intergranular, yaitu ruang pori yang terbentuk antar butiran partikel atau fragmen material klastik akibat batuan yang memiliki kemas lepas (looses packing), terkompaksi atau tersementasi.

2. Porositas intragranular atau interkristalin, terbentuk akibat adanya shrinking ( lenyapnya butiran akibat reaksi kimia ) atau kontraksi butiran.

3. Porositas rekahan, diakibatkan oleh adanya proses mekanik atau proses kimiawi secara parsial terhadap batuan yang masiv pada awalnya, seperti batu gamping. Porositas jenis ini merupakan porositas sekunder.

4. Porositas vugular, adalah porositas yang dibentuk oleh organisme dan bersamaan dengan terjadinya proses/ reaksi kimia pada tahapan selanjutnya. Porositas ini merupakan jenis porositas primer dan sekunder.

Jenis dan derajad koneksi (hubungan) antar pori (interconnection) adalah suatu hal yang tidak mudah diklasifikasikan, karena geometri bentuknya sangat komplek. Pori-pori dapat saja berhubungan seluruhnya atau sebagian terisolasi satu sama lainnya. Oleh karena itu untuk keperluan teknis didefinisikan beberapa pengertian porositas sebagai berikut (Schön, 1998);

(7)

6 1. Porositas total tot , adalah porositas yang berkaitan dengan semua ruang pori, lubang, retakan dan lainnya. Porositas total merupakan jumlahan dari porositas primer dan porositas sekunder.

2. Porositas interkoneksi, adalah porositas yang hanya berkaitan dengan ruang yang saling berhubungan saja. Ruang pori-pori dipandang saling berhubungan bila dapat mengalirkan arus listrik atau fluida di antara dinding-dinding pori tersebut. Perbedaan porositas total dengan porositas interkoneksi dapat diberikan contoh dengan batu pumice. Pumice mempunyai porositas total 50 %, tetapi porositas interkoneksinya 0 %, karena pori-pori yang ada masing-masing terisolasi sehingga tidak membentuk suatu kanal untuk mengalirkan fluida. 3. Porositas potensial, adalah bagian dari porositas interkoneksi yang mempunyai

diameter saluran koneksi cukup besar untuk meloloskan/ mengalirkan fluida. Porositas potensial ini memiliki batas diameter minimum agar dapat berfungsi sebagai saluran koneksi (> 50 m untuk minyak, dan > 5 m untuk gas). 4. Porositas efektif, adalah porositas yang tersedia untuk fluida dapat bergerak

bebas. Porositas ini yang sering digunakan dalam analisis log.

Secara umum porositas pada batuan diperoleh urut-urutan porositas yang semakin mengecil pada batuan berikut ini,

 sedimen laut berpori tinggi

 sedimen yang takterkompasi (menurun dari clay-silt-sand-gravel)

 batu pasir

 batuan karbonat (batu gamping – dolomit)

 anhydrit

 sebagian batuan beku dan jenis-jenis batuan masive lainnya.

Nilai porositas juga bergantung dari kemas (packing) butir partikelnya. Untuk butir berbentuk bola yang terkemas dalam kubus berbeda dengan yang terkemas dalam bentuk hexagonal. Bentuk kemas tersebut sering digunakan untuk memodelkan batu pasir yang takterkompaksi. Perhitungan porositas dengan asumsi butir berbentuk bola teratur dalam suatu kubus akan menghasilkan porositas sebesar,

4764 , 0 6 1 ) . 2 ( 1 1 3 3 3 4            r r v v v v kubus bola kubus pori kubus (2.2)

(8)

7 2. Porositas terhadap ukuran butir

Sifat geometri butiran akan mempengaruhi porositas, seperti,

1. ukuran butir, dengan semakin kecilnya ukuran butir, porositasnya akan semakin besar, seperti yang diperlihatkan pada Tabel II.1.

2. distribusi dan pemilahan ukuran butir (sorti), dengan naiknya sorti pada umumnya porositas ikut naik. Pada sedimen yang sortinya jelek, ruang antar butiran dengan diameter yang besar akan diisi oleh butiran-butiran lain yang lebih kecil.

3. bentuk butiran, porositas cenderung naik pada butiran yang berbentuk bola atau butiran yang membulat hingga ke bentuk butiran yang menyudut.

Tabel II.1. Pengaruh diameter butiran terhadap porositas (Schön, 1998) Jenis sedimen Diameter butiran rata-rata

(mm) Densitas (g/cm3) Porositas (%) Sand (coarse), (fine), (very fine) Silty sand Sandy silt Silt Sand-silt-clay Clayey silt Silty clay 0,5285 0,1638 0,0988 0,0529 0,0340 0,0237 0,0177 0,0071 0,0022 2,034 1,962 1,878 1,783 1,769 1,740 1,575 1,489 1,480 38,6 44,5 48,5 54,2 54,7 56,2 66,3 71,6 73,0

3. Pengaruh proses diagenesa, kedalaman dan tekanan

Diindikasikan bahwa tahapan berikut mengakibatkan menurunnya porositas intergranular yaitu

(9)

8 1. Kemas (packing), mengakibatkan partikel-partikel sedimen yang lepas terkumpul menempati posisi yang lebih stabil dibawah tekanan beban material di atasnya (overburden) yang bertambah besar sesuai dengan kedalamannya. 2. Kompaksi, menyebabkan porositas menurun akibat deformasi butiran karena

proses mekanik dan sebagian kimiawi di bawah tekanan overburden (beban) yang bertambah besar. Titik-titik kontak antar butir secara gradual berubah bentuknya dari titik singgung atau datar menjadi bentuk cekung-cembung. 3. Sementasi, proses pengendapan materi-materi yang terurai pada permukaan

batuan bebas, khususnya di sekitar daerah kontak, masih mengalami pengurangan ruang pori akibat tekanan yang meningkat terus.

Ketiga proses tahapan tersebut mengakibatkan pengurangan porositas secara taklinier terhadap tekanan overburden (p) atau beban material di atas sebagai fungsi kedalaman (z). Pendekatan bentuk persamaan takliniernya dapat berupa,

a. Logaritmik p A p z A z o o ln ) ( ln ) ( 2 1         (2.3) o adalah porositas awal pada z = 0 atau p = 0, A1 dan A2 adalah tetapan yang

ditentukan secara empiris dan bergantung pada kompresibilitas batuan. b. Exponensial p B o z B o e p e z 2 1 . ) ( . ) (         (2.4)

Faktor B1 dan B2 identik dengan A1 dan A2 pada bentuk logaritmik.

Untuk batuan sedimen di Russia sampai kedalaman 3 km sesuai dengan persamaan, z o e z) . 0,45 (    , (2.5)

dengan z dalam km (Schön, 1998) dan dirumuskan pula hubungan porositas batupasir dari Yugoslavia dengan porositas awal 0,496 sebagai,

z

e z) 0,496 . 0,556

(  

 , (2.6)

demikian pula hubungan yang sama, untuk yang melibatkan kandungan clay dalam bentuk,

p o C (1-C) Φ Φ . . ) (p   eD , (2.7)

(10)

9 dengan C dan D diperoleh secara empiris, nilai C akan mengecil dengan bertambahnya kandungan clay. Schön, (1998) merangkum beberapa persamaan yang serupa lainnya untuk batupasir dan batulempung dalam Tabel II.2.

Tabel II.2. Hubungan Porositas terhadap Kedalaman untuk Batupasir dan Batulempung dari Laut Utara (Schön, 1998).

No. Sedimen Persamaan hubungan

1. Batupasir 0,49.exp( 2,7.10 4. ) z     2. Batupasir 4 8 2 . 10 . 604 , 2 . 10 . 719 , 2 728 , 0   z  z   3. Batulempung 0,803.exp( 5,1.10 4. ) z     4. Batulempung 2 3 2 ) 1 ln( . 10 . 4 , 5 ) 1 ln( . 10 . 3 , 4 803 , 0         z z 5. Batulempung 4 8 2 . 10 . 604 , 2 . 10 . 34 , 2 803 , 0   z  z  

4. Permukaan internal spesifik (Specific internal surface)

Porositas berkaitan dengan volume ruang (pori, retakan, lubang dan lain sebagainya) batuan, sedangkan permukaan internal spesifik S merupakan luasan permukaan ruang-ruang tersebut yang berhubungan dengan volume total batuan (Stot),

volume pori (Spor), volume partikel/matrik padatnya (Sm) dan massa kering batuan

(Sma).

Parameter-parameter tersebut berhubungan melalui persamaan berikut,

m por tot S S S . (1). , (2.8) m m ma ρ S S  , (2.9)

dengan m adalah densitas material matrik padatnya.

Permukaan internal spesifik Spor identik dengan kapilaritas rata-rata, dengan

satuan untuk Stot, Spor, dan Sm adalah 3 2

m m

= m-1, pada umumnya yang sering digunakan adalah m-1, dan Sm adalah m2/g atau m2/kg.

Permukaan internal spesifik ini sangat bergantung pada bentuk dan ukuran pori, struktur mikro dan morphologi antarmuka antara matrik-pori. Pada umumnya permukaan internal spesifik akan bertambah besar dengan mengecilnya pori atau

(11)

10 ukuran butir partikel padatnya. Keberadaan partikel yang lebih halus seperti clay, karbonat dan mineral lainnya pada permukaan pori juga akan menaikan nilai permukaan internal, karena ia akan menimbulkan jenis struktur permukaan baru.

5. Permeabilitas

Permeabilitas merupakan sifat batuan berpori yang mengalirkan fluida melalui ruang-ruang pori. Permeabilitas bergantung pada porositas, dimensi dan geometri ruang pori sehingga dapat merupakan sebuah tensor. Henry Darcy menemukan hubungan dasar untuk suatu aliran laminer fluida viskos yang melalui batuan berpori sebagai,

p η k

u . (2.10)

dengan u adalah volume densitas aliran atau volume fluida yang mengalir persatuan luas, sering disebut juga sebagai kecepatan filtrasi. p adalah tekanan fluida,  adalah viskositas dinamik dan k adalah permeabilitas batuan. Untuk menyatakan permeabilitasnya persamaan (2.10) dituliskan kembali sebagai,

p u η k    (2.11)

Persamaan (2.11) berlaku untuk kondisi isotrop dan aliran fluida laminer. Pada batuan anisotrop permeabilitasnya harus diperhitungkan sebagai tensor (Schön, 1998). Jika suatu batuan berpori dan permeabel mengalirkan dua jenis fluida, misal air sebagai fluida basah dan minyak sebagai fluida takbasah, maka terdapat permeabilitas relatif yang didefinisikan sebagai perbandingan antara permeabilitas efektif dari masing-masing fluida terhadap permeabilitas batuan absolutnya.

Satuan permeabilitas dalam SI adalah m2 atau lazimnya m2. Dalam industri dan keperluan teknis sering dinyatakan dalam Darcy (d) yang didefiniskan sebagai berikut;

1 d artinya suatu batuan dapat meloloskan fluida yang mempunyai viskositas 1 cP (sentiPoise) dengan kecepatan filtrasi 1 cm/s pada gradien tekanan 1 atm/cm. Satuan yang sering digunakan adalah milidarcy (mD), sedangkan konversi mD ke SI adalah 1 d = 0,9869 m2 = 0,9869 x 10-12 m2 sehingga, 1 m2 =1,0133 d, atau untuk keperluan praktis 1 d  1 m2. Untuk reservoar migas yang tergolong bagus bila mempunyai nilai permeabilitas k 100 md = 0,1 d (Gueguen dan Palciauskas, 1994).

(12)

11 Di dalam hidrologi, aliran fluidanya selalu air, sehingga gradien tekanan fluida diperoleh dari beda tinggi h antara beda dua jarak l. Maka dalam kajian hidrologi persamaan (2.11) dituliskan kembali dalam bentuk,

l h k u f Δ  (2.12)

dengan kf disebut sebagai koefisien permeabilitas hydrolik atau konduktivitas yang

mempunyai dimensi kecepatan (cm/s). Persamaan (2.12) tersebut berlaku hanya pada medium yang berisi air, artinya untuk viskositas dan densitas fluida tetap. Dengan pengertian tersebut, satuan permeabilitas k mempunyai faktor konversi dengan kf sebagai, 1 md  10-6 cm/s = 10-8 m/s, atau 1 m/s  105 d. Untuk aquifer (reservoar yang berisi air) yang tergolong bagus mempunyai permeabilitas  1 d. Contoh permeabilitas beberapa batuan sedimen taktermampatkan diberikan pada Tabel II.3.

Tabel II.3. Permeabilitas batuan sedimen taktermampatkan (Schön, 1998).

Jenis Batuan kf(m/s) k (d) Gravel (bersih) 10-2 ... 10-1 103 ... 104 Batupasir (kasar)  10-3  102 Batupasir (medium) 10-4 ... 10-3 101 ... 102 Batupasir (halus) 10-4 ... 10-5 10-1 ... 100 Batupasir (silty) 10-5 ... 10-7 10-2 ... 100 Silt (clayey) 10-6 ... 10-9 10-4 ... 10-1 Clay < 10-9 < 10-4 6. Densitas batuan

Densitas merupakan sifat fisis batuan yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap parameter fisis lainnya dari beberapa jenis batuan. Densitas  didefinisikan sebagai perbandingan massa m terhadap volume v suatu batuan, ditulis

v m

ρ (2.13)

Dalam SI densitas mempunyai satuan kg/m3. Karena batuan bersifat heterogen, maka diperlukan pengertian-pengertian densitas khusus yang berkaitan dengan komponen-komponen materi penyusun yang membentuk suatu batuan. Sehingga dikenal adanya

(13)

12 - densitas bulk, yaitu densitas rata-rata dari suatu batuan volume batuan (termasuk juga di dalamnya adanya pori, lubang dan lainnya). Sebagai contoh untuk batu pasir mempunyai bulk densitas batu pasir.

- densitas individu dari komponen batuan, misal densitas mineral kuarsa. - densitas rata-rata dari materi matrik padat suatu batuan, misal densitas

matrik karbonat (tanpa pori-pori), dan

- densitas fluida yang mengisi pori rata-rata, misalnya densitas air pori.

Hasil pengukuran densitas dengan gamma-gamma log, densitas (gg) diukur

berdasarkan hamburan Compton. Densitas ini berkaitan dengan densitas pada persamaan (2.13) yang telah dimanipulasi menjadi,

A Z gg .2.

  (2.14)

dengan Z adalah nomer atom dan A massa atom.

Untuk densitas batuan berpori, maka sebagian volumenya adalah volume pori yang dinyatakan dalam porositas , sehingga densitas bulknya merupakan jumlahan dari densitas matrik materi padatnya m dan densitas pori p, ditulis sebagai

p

m

 (1). . (2.15)

Apabila di dalam pori berisi fluida, maka diperlukan parameter lain untuk menyatakan fluida tersebut yaitu dengan derajad kejenuhan (saturasi). Saturasi suatu fluida Sf adalah perbandingan antara volume fluida vf tersebut terhadap volume pori

totalnya vp, yaitu p f f v v S  (2.16)

Dengan demikian, berarti bahwa saturasi air adalah Sw=vw/vp, dan saturasi gas adalah Sg=vg/vp. Batuan yang berisi gas dan air akan mempunyai densitas gabungan ketiga

materi tersebut, yaitu materi matrik padat, fluida dan gas. Berdasarkan persamaan (2.15) densitasnya dapat dituliskan sebagai,

w w w g

m SS

 (1).  . (1 ). (2.17) Densitas fluida dan gas sangat dikontrol oleh komposisi kimiawinya, suhu dan tekanan. Pada umumnya densitas ini membesar terhadap tekanan dan mengecil terhadap suhu.

(14)

13 Batzle dan Wang, (1992) menurunkan persamaan densitas sebagai fungsi suhu, tekanan dan kosentrasi NaCl secara empiris untuk air dan brine (air yang mengandung larutan NaCl) dalam bentuk polinomial, yaitu

) . . 002 , 0 . 333 , 0 . . 10 . 3 , 1 . . 016 . 0 . . 2 . 489 . 00175 , 0 . 3 , 3 . 80 ( 10 1 2 2 3 5 . 2 3 2 6 p T p p T p T p T p T T T w               (2.18) dan

0,668 0,44. 10 . ( , , )

. 6 tanNaCl w C C f p T C laru       (2.19) dengan ) . . 47 . 13 . 3300 . 3 80 .( . . 2400 . 300 ) , , (pT C p pC T T C p pC f        (2.20)

dengan T adalah suhu (oC), p adalah tekanan (MPa), dan C adalah fraksi berat NaCl. Minyak bumi merupakan fluida rantai carbon dari yang ringan (jumlah carbon rendah) sampai ke yang berat. Pada kondisi kamar densitas minyak bumi sekitar 0,5 g/cm3 sampai lebih dari 1 g/cm3, untuk minyak yang sering diproduksi densitasnya sekitar 0,7 – 0,8 g/cm3.

Batzle dan Wang, (1992) merumuskan hubungan antara densitas minyak yang bergantung pada tekanan dan suhu dalam bentuk polinomial berikut,

4 1,175

1 ) 78 , 17 ( 10 . 81 , 3 972 , 0 ). ( ) (T   p   T    , (2.21) dengan p p p p) o (0,00277. 1,71.10 7. 3)( 1,15)2 3,49.10 4 (          . (2.22) Densitas bulk batuan sangat bergantung pada komposisi mineral penyusun batuan dan jumlah pori atau ruang rekahan dan material pengisinya. Di dalam batuan beku dan kebanyakan batuan metamorf jumlah pori-pori relatif kecil dan dapat diabaikan. Tetapi untuk batuan sedimen pada umumnya mempunyai ruang pori yang cukup untuk terisi fluida dan gas.

Hubungan analitik sederhana antara densitas batuan terhadap kedalaman posisi batuan dirumuskan sebagai,

o o z z A z z) ( ) .ln (    , (2.23)

dengan z adalah posisi kedalaman sesungguhnya, zo adalah nilai posisi kedalaman di

atasnya dari lapisan yang dipandang sebagai referensi, sedangkan A adalah faktor tetapan yang berkaitan dengan kompresibilitas yang ditentukan secara empiris. Namun

(15)

14 persamaan (2.23) tidak mempunyai nilai asymptotik, persamaan lain yang mempunyai nilai asymptotik (Schön, 1998) adalah,



( ) ( )

.exp( . ) ) ( ) . exp( 1 . ) ( ) ( ) ( ) ( z B z z z z B z z z z o m m o m o                 , (2.24)

dengan zo adalah nilai kedalaman bagian atas dari lapisan yang akan dihitung

densitasnya, zm adalah kedalaman maksimum batuan sedimen tersebut dan B adalah

nilai yang ditentukan secara empiris yang berkaitan dengan kompresibilitas. Hubungan empiris lain antara densitas batupasir dan batusilt terhadap kedalaman adalah, ) . 846 , 0 exp( . 244 , 1 72 , 2 ) (z    z

, (2.25)

dengan dalam g/cm3 dan z dalam km.

III. Hubungan antar Paremeter Reservoar

1. Permeabilitas terhadap porositas dan permukaan internal

Secara empiris diperoleh hubungan bahwa nilai permeabilitas akan bertambah besar dengan naiknya nilai porositas, begitu pula bahwa permeabilitas akan naik dengan membesarnya ukuran butir, seperti halnya pada batuan sedimen yang takterkompasi dari ukuran clay sampai gravel. Tetapi nilai permeabilitas akan mengecil dengan adanya kompaksi dan sementasi. Hal ini terjadi karena adanya pengurangan porositas dan jari-jari pori.

Hubungan permeabilitas batuan yang taktermampatkan terhadap ukuran diameter butir d, secara empiris dirumuskan oleh Schopper (Schön, 1998) sebagai

d k 2,1007 2,221.log

log   (2.26)

dengan k dalam (md) dan d dalam (m).

Untuk koefisien pemeabilitas hydrolik, Hanzen (Schön, 1998), merumuskan sebagai, 2 . 100 m f d k  (2.27) dan Terzaghi(Schön, 1998),         1 . 200 w2 f d k (2.28)

(16)

15 dengan dm dan dw adalah diameter rata-rata dan diameter efektif butiran dalam (mm)

yang diperoleh dari kurva distribusi ukuran butir. Berg (Schön, 1998) merumuskan dalam bentuk lain hubungan antara permeabilitas terhadap diameter butir sebagai,

   6 5,1 2 1,385 . . 10 . 1 , 5 d e k (2.29)

dengan  adalah faktor pemilah (sorti) yang disebut sebagai persen deviasi (P = P90 - P10), k dalam d, dan d dalam mm.

Iverson dan Satchwell, (Schön, 1998) menurunkan korelasi multidimensi antara permeabilitas terhadap parameter petrofisis dan petrographi (porositas dan diameter rata-rata ukuran butir) dengan menggunakan core dari batupasir Tensleep (Wyoming, USA), sebagai

d s f k d s v s B s B B B d k             1 2.10 3. 2 4. . .10 2 2 (2.30) dengan k (md), d (mm), s adalah standard deviasi dari rata-rata ukuran butir, sk adalah

koefisien kemencengan (skewness), vf adalah fraksi berat bagian yang halus, dan B

adalah koefisient yang diperoleh secara empiris dengan B1 = 0,05408, B2 = 0,05714, B3

= 0,7020, dan B4 = -0,09427. Berdasarkan data core pula di laboratorium Sen, dkk.,

(1990) memperoleh hubungan permeabilitas dengan porositas dan luas permukaan internal pori, sebagai

08 . 2 59 , 6 . . 10    m por S k (2.31)

dengan koefisien regresi R = 0,90, dan m adalah exponen Archi yang nilainya diperoleh dari hubungan m= 2,9 – 1,8s, dengan s adalah faktor kebulatan butiran sedimen yang nilainya sekitar (0,5 – 1), k (md) dan Spor permukaan internal (m).

Geometri ruang pori juga menentukan permeabilitas dan gaya-gaya kapiler. Gaya kapiler ini mengontrol tekanan muka air pada sistem pipa kapilernya dan sudut kontak antara air dan butiran padatnya. Air yang dalam kondisi seperti ini disebut sebagai “irreducible water” , yaitu air yang tidak dapat dipindahkan/berpindah oleh

gaya-gaya yang bekerja pada fluida di dalam sejumlah pori-pori tersebut. Saturasi air

reducible water Sw,irr cenderung membesar pada batuan yang mempunyai permeabilitas rendah, dimana sistem pipa kapilaritasnya halus (Schön, 1998). Berdasarkan pengertian tersebut, beberapa persamaan empiris dapat diturunkan oleh,

(17)

16 Tixier (Schön, 1998) 2 , 3 . 250        irr w S k (2.32) Timur (Schön, 1998) 2 , 25 , 2 100        irr w S k (2.33) dan Coates-Dumanoir (Schön, 1998) 2 , 4 300         w irr w w S w k (2.34) dengan w adalah parameter textural yang berkaitan dengan exponen sementasi dan saturasi m dan n pada hukum Archi (w m n). Secara umum Schlumberger, (1989) meringkas persamaan-persamaan tersebut kedalam satu bentuk,

c irr w b S a k , Φ  (2.35)

dengan a, b, dan c nilai-nilai yang ditentukan secara empiris (a = 0,136, b = 4,4, dan c

= 2, jika k dalam (md)).

2. Permeabilitas terhadap kedalaman dan tekanan

Permeabilitas sebagai fungsi tekanan dapat didekati dengan persamaan (Schön, 1998),          eff k p A oe k k (2.36)

dengan peff adalah tekanan efektif, ko adalah permeabilitas pada tekanan nol, dan Ak

adalah koefisien kompaksi permeabilitas yang merupakan perwujudan dari ketergantungan tekanan dari permeabilitas dan modulus deformasi. Untuk batuan yang mempunyai retakan atau rekahan, permeabilitasnya mengecil secara taklinier dengan bertambahnya tekanan sebagai hasil dari penutupan celah, misal sebagai

3 20 1 ) (          z z z k , (2.37)

(18)

17 3. Hubungan k, , dan S berdasarkan model teoritis

Carman, (1956) menyusun model sederhana untuk mengungkapkan proses aliran fluida di dalam batuan berpori dengan sebuah model tabung kapiler sebagai kanal. Kanal tersebut panjangnya l, jari-jari r berada di dalam kubus dengan panjang sisi L. Dengan menggunakan hukum aliran rata-rata Hagen-Poiseulle dan persamaan Darcy diperoleh nilai permeabilitas sebagai,

2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 . . ) 1 .( 2 . . 2 . . 2 8 T S T S T S T r k m tot por          (2.38)

dengan T adalah tortusitas (= l/L). Persamaan di atas diturunkan untuk irisan kanal yang berupa lingkaran, untuk jenis irisan kanal yang lain, misal persegi, segi-empat, segi-tiga, ataupun silinder, persamaan (2.38) dimodifikasi oleh Kozeny-Carman dengan menambahkan faktor , sehingga persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai,

2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 . . ) 1 ( . . 4 T S T S T S T r k m tot por hyd               (2.39)

jari-jari kapiler diganti dengan jari-jari hydrolik rhyd untuk bentuk irisan kanal yang

tidak lingkaran yang besarnya adalah

basah yang pori keliling mengalir untuk normal kanal irisan luas . 2   hyd r (2.40)

Sehingga untuk bentuk lingkaran diperoleh rhyd = 2. (r2/2r) = r. Sedangkan nilai

faktor  untuk berbagai bentuk irisan diberikan pada Tabel II.4.

Tabel II.4. Faktor bentuk irisan kanal (Schön, 1998).

No Bentuk irisan kanal 

1. Lingkaran 2,0

2. Ellip, sumbu a dan b, bila a/b = 2 a/b = 10 a/b = 50 2,13 2,45 2,96 3. Persegi 1,78

4. Persegi panjang dengan sisi a dan b, bila a/b = 2 a/b = 10 a/b =  1,94 2,65 3,0 5. Segitiga samasisi 1,67

(19)

18 Untuk keperluan karakterisasi reservoar Georgi dan Menger, (Schön, 1998) menyederha-nakan persamaan Kozeny-Carman menjadi,

2 3 2 2 2 2 3 ) 1 ( . 1 . . ) 1 (        C T S k m  , (2.41)

dengan Cχ.Sm.T yang adalah parameter spesifik batuan FZI (flow zone

indicator) dan mengkarakterisasikan hubungan permeabilitas dengan porositas batuan. Nilai ini konstan dalam satuan hydrolik yang sama, tetapi akan bervariasi dari satuan ke satuan yang lain.

Persamaan Kozeny-Carman tersebut didasarkan pada model yang sederhana, dan hanya melibatkan pengaruh yang dominan seperti jari-jari pori, geometri pori yang diwujudkan dalam permukaan internal, dan porositas.

Suatu konsep pendekatan lain adalah dengan memandang bahwa lintasan aliran fluida mempunyai lintasan yang sama dengan lintasan aliran listrik, maka dapat dihubungkan antara permeabilitas dengan faktor fomasi F sebagai,

por S F k . 1 1   (2.42)

dimana faktor formasi F merupakan perbandingan antara resistivitas batuan tersaturasi air o terhadap resistivitas air asin (brine) w, yaitu

m w o F    1   (2.43) dengan m adalah exponen Archi yang besarnya ditentukan secara empiris (biasanya m

= 1,8 – 2,0 ). Beberapa nilai m untuk batupasir diberikan di bawah ini (Schön, 1998)

 Batupasir yang taktermampatkan m = 1,3

 Batupasir yang kurang tersementasi m = 1,4 – 1,5

 Batupasir yang tersementasi m = 1,5 – 1,7

 Batupasir yang cukup tersementasi m = 1,8 – 1,9

 Batupasir yang sangat tersementasi m = 2,0 – 2,2

Jika diplot hubungan antara permeabilitas k terhadap faktor formasi, Katsube dan Hume, (1987) memperoleh rumusan sebagai,

u

aF

k   (2.44)

dengan a dan u adalah koefisien yang diperoleh secara empiris. Misal untuk batupasir Bunter (Northwest Lancashire, Inggris) diperoleh persamaan

88 , 5 1119   F kf , (2.45)

(20)

19 dan untuk batu granit (Minesota, USA)

22 , 2 7 10 . 51 , 2   F k . (2.46)

Pape, (Schön, 1998) megjeneralisasi persamaan Kozeny-Carman menjadi, 1085 , 3 3 , 475         o por q S F k (2.47)

dengan k dalam (md), Spor dalam (m-1) dan qo adalah faktor lithologi. Spor dapat ditentukan dengan metode fisik, stereografis, pengukuran NMR (nuclear magnetic resonance), pengukuran konduktivitas listrik, atau spektroskopi sinar gamma alamiah (Schön, 1998). Pendekatan estimasi permeabilitas dari model mineralogi dilakukan dengan memodifikasi sifat geometri pori pada persamaan Kozeny-Carman dengan jumlah unsur-unsur mineral dalam bentuk,

           i i iM B f e A k . ) 1 ( 2 3 , (2.48)

dengan Mi adalah fraksi berat setiap komponen mineral, Bi adalah parameter yang

nilainya tertentu pada setiap mineral, misal kuarsa (0,1), feldspar (1), calcite (-2,5), kaolinit (-4,5), illite (-5,5) dan smectite (-7,5). Af menggambarkan kematangan tekstur

sedimen yang besarnya bergantung pada kandungan maksimum feldspar Fmax yang

dirumuskan oleh persamaan,

max . 2 9 , 4 F Af   (2.49)

Dari persamaan-persamaan di atas, bahwasanya pengaruh distribusi ukuran butir, bentuk butir, morphologi pori, koneksitas pori, dan efek antarmuka telah diabaikan. Hal ini membuat para ahli lainnya berfikir untuk membuat model dan konsep-konsep yang lebih baik dan realistis, seperti adanya model sphagetti yang merupakan sekelompok tabung-tabung kapiler yang tersebar paralel, model network

dengan distribusi statistik dari irisan kanal, geometri pori, panjang kanal pori dan konfigurasi jaringan kanal pori, model yang berdasarkan teori percolasi (resapan), dan model hole pigeon yang menggunakan pendekatan dimensi fraktal (Schön, 1998).

(21)

20 1. Sifat elastisitas batuan

Teori elastisitas merupakan dasar dari perambatan gelombang. Tensor stress (tegangan) ik dan tensor strain (regangan) ik dihubungkan oleh persamaan yang

menyatakan suatu medium, yang secara ideal dilukiskan dalam bentuk hukum Hooke,

lm lm ik

ik C ε

ζ, (2.50)

dengan Cik,lmadalah matrik tensor elastisitas (stiffness). Persamaan (2.50) dalam

bentuk lain sering dinyatakan sebagai

lm lm ik

ik S ζ

ε, (2.51)

dengan Sik,lmadalah matrik tensor komplaen (compliance tensor). Tensor C atau S

merupakan tensor yang memiliki ranking 4, sehingga mempunyai 81 komponen yang saling lepas (independent). Tetapi karena elastisitas, stress dan strain memiliki sifat simetri, ml ki ml ik lm ki lm ik C C C C ,,,, (2.52) dan Cik,lmClm,ik (2.53) maka komponen yang saling lepas menyusut menjadi 21, ini merupakan jumlah maksimum parameter elastisitas yang dapat dimiliki oleh sebarang medium (Mavko, dkk., 1998). Sifat-sifat kesimetrian elastisitas menentukan jumlah komponen tensor yang saling lepas, seperti untuk kelas simetri triklinik (21), orthorhombik (9), trigonal (6), hexagonal (5), kubik (3), dan isotropik (2). Beberapa contoh matrik tensor elastisitas sebagai berikut,

Isotropik,                      44 44 44 11 12 12 12 11 12 12 12 11 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . c c c c c c c c c c c c Cisotrop , c12 c112.c44 dengan c112, c12, c44 .

Untuk suatu medium komponen tensor elastisitasnya dapat dinyatakan dalam tetapan Lame  dan , dan parameter elastisitas lainnya dapat dinyatakan dalam kedua parameter saling lepas tersebut.

(22)

21 Hexagonal,                      66 44 44 33 13 13 13 11 12 13 12 11 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . c c c c c c c c c c c c Chex , Orthorhombik,                      66 55 44 33 13 13 13 12 12 13 12 11 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . c c c c c c c c c c c c Cortho .

Untuk material isotrop hanya terdapat dua komponen saling lepas, sehingga hubungan stress-strain menjadi sederhana, yaitu

ik mm mm ik ik      , 2 (2.54)

dengan δik,mm adalah simbol kronecker yang bernilai 0, bila indek ik mm, dan

bernilai 1, bila ik = mm. Persamaan (2.54) sering dinyatakan dalam bentuk lain yaitu,

   ik ik ikmm E (1 , 1    (2.55) dengan ζααζxxζyyζzz,

 adalah poisson rasio yang didefinisikan sebagai

zz xx ε ε

pada stress uniaxial (xx yy xz xy yz 0), dan E adalah modulus Young yang didefinisikan sebagai

zz zz ε ζ

pada stress uniaxial. Sedangkan modulus geser  didefinisikan sebagai

ik ik

 

2 dengan indek i  k. Sementara itu, parameter elastisitas lainnya, seperti modulus bulk K atau sering disebut sebagai modulus kompresi C ( = 1/K ) atau kompresibilitas didefinisikan sebagai perbandingan stress hidrostatik terhadap volume strain, yaitu     3  K (2.56) dengan εααεxxεyyεzz.

(23)

22 Modulus gelombang kompresi, M dinyatakan sebagai perbandingan stress axial terhadap strain axial, pada kondisi strain uniaxial, ditulis

zz zz ε ζ

M  , pada kondisi xx yy xy xz yz 0 (2.57) Semua modulus tersebut di atas mempunyai satuan gaya/satuan luas (N/m2), kecuali poisson rasio yang tidak berdimensi. Hubungan antar modulus untuk medium isotrop dan elastik, diberikan pada Tabel II.5.

Tabel II.5. Hubungan antar parameter elastisitas dalam material isotrop (Mavko, dkk., 1998). K E   M  3 / 2        2 3 _ ) ( 2      2 _ _     K K K 3 9 _    K 3  2 3K 3(K)/2 _    K K 3 9 K2/3 ) 3 ( 2 2 3     K K K4/3 _ ) 3 ( 3 E E    _ ) 3 ( 2 E E      1 2  E E E      3 4 _    3 1    (1 )(12 ) _ _    2 2 1 ) 2 1 ( 3 ) 1 ( 2      2(1)    2 1 2  _    2 1 2 2   _ _ 3K(12)    1 3K _     1 1 3K   2 2 2 1 3   K ) 2 1 ( 3   E _ ) 2 1 )( 1 (      E _ ) 2 1 )( 1 ( ) 1 (       E ) 2 2  E

Parameter-parameter tersebut berkaitan dengan kecepatan gelombang P dan S dalam persamaan, , 2     M Vp    (2.58) . ρ μ Vs  (2.59)

Sehingga masing-masing parameter elastisitas dapat dinyatakan dalam fungsi kecepatan gelombang P dan S melalui substitusi kedua persamaan tersebut.

(24)

23 Terdapat dua hal yang penting yang dapat ditarik dari perilaku hubungan stress-strain batuan, yaitu

1. Modulus elastik atau komponen tensor elastisitas bergantung pada stress, sehingga hubungan stress-strain adalah taklinier.

2. Batuan adalah material yang secara ideal tidak elastik sempurna, tidak isotrop, dan tidak homogen, sehingga asumsi komponen tensor menjadi dua (isotrop) atau tiga (kubik) yang saling lepas merupakan pendekatan untuk menyerderhanakan persamaan metematisnya yang komplek.

Sifat-sifat elastisitas mineral penyusun batuan sangat dikontrol oleh unsur kimiawinya melalui sistem ikatan dan struktur mineralnya, selain dipengaruhi oleh tekanan dan suhu. Untuk mengkarakterisasikan sifat-sifat elastik batuan tersebut, parameter-parameter modulus sering digunakan, walaupun secara prinsip hanya berlaku untuk medium isotrop. Jika dianggap unsur-unsur atau mineral-mineral penyusun batuan mempunyai arah sumbu kristal yang terdistribusi secara statistik adalah dominan, maka dapat dianggap batuan tersebut sebagai medium quasi-isotrop atau isotrop dalam skala makro, sehingga parameter modulusnya disebut sebagai

modulus efektif atau modulus makroskopik. Dengan kata lain, suatu batuan yang tidak homogen dapat digantikan dengan batuan yang bersifat homogen efektif atau ekivalen, jika dimensi unsur-unsur lokalnya yang menyebabkan adanya ketidakhomogenan, seperti pori, ukuran butir, retakan, adalah lebih kecil dibanding dengan pajang gelombang yang terpendek dari suatu gelombang yang digunakan untuk menyelidiki modulus efektif tersebut. Batuan yang demikian disebut sebagai homogen makroskopik (Schön, 1998).

Berbagai usaha untuk menentukan modulus elastisitas efektif secara teoritis analitik telah banyak dilakukan para ahli, diantaranya dengan metode perhitungan langsung model monokristal yang dikembangkan oleh Voigt dan Reuss, (Schön, 1998). Metode upper and lower bound dari Hashin dan Strikman, (Mavko, dkk.,1998), metode Average Hill, atau metode Self Consistent (Schön, 1998; Mavko, dkk., 1998). Sifat elastisitas mineral penyusun batuan secara empiris diberikan oleh Dortman dan Magid, (Schön, 1998) dalam hubungan kecepatan gelombang P sebagai,

0,5( 26) 0,2(20 )

exp . 75 , 5 A p m V     (2.60)

dengan  adalah densitas (g/cm3) dan kecepatan gelombang Vp dalam km/s, serta mA

(25)

24 direkomendasikan untuk mineral-mineral penyusun batuan yang memiliki densitas kurang dari 4.103 kg/m3.

Ruang pori, rekahan atau celah pada batuan biasanya berisi gas/udara, fluida atau campuran keduanya. Pada umumnya modulus elastisitas gas dan fluida lebih rendah daripada modulus mineral atau materi padatnya. Kompresibilitas atau modulus bulk sering digunakan untuk mencirikan keberadaan fluida dan gas melalui sifat-sifat elastisitas materi tersebut. Karena modulus geser  = 0 di dalam fluida, maka kecepatan gelombang kompresi di dalam fluida dapat dinyatakan dalam modulus bulk

Kf sebagai, , , f f f p ρ K V  (2.61)

dengan indek f menyatakan fluida yang mengisi ruang pori, dan tidak terdapat gelombang S. Sedangkan kecepatan rambat gelombang elastik kompresi di dalam gas yang dapat dipandang sebagai proses adiabatik dituliskan sebagai,

ρ p γ ρ K V ad gas p,   (2.62)

dengan Kad adalah modulus bulk adiabatik dan  adalah perbandingan panas spesifik

pada tekanan tetap terhadap volume tetap (  = cp/cv ), dan p adalah tekanan gas.

Sedangkan hubungan empiris antara kecepatan gelombang kompresi dalam air yang melibatkan suhu T (oC), tekanan p (kp/cm2  0,1 MPa) dan kosentrasi kandungan garam NaCl, C (%) (Schön, 1998) adalah sebagai berikut,

p C T T Vair 1410 4,21 0,037 0,114 0,18 2      . (2.63)

Untuk kecepatan gelombang P di dalam minyak dirumuskan oleh Batzle dan Wang, (1992) sebagai, pT p T V o o oil                          2 1 2 1 1 08 , 1 12 , 4 0115 , 0 64 , 4 7 , 3 1 6 , 2 2096   (2.64) o adalah densitas minyak yang diukur pada suhu 15,6 oC dan tekanan 1 atm.

Jika ruang pori-pori berisi keduanya (fluida dan gas) yang dikenal dengan

partial saturation, maka efeknya terhadap elastisitas batuan akan bergantung pada, a. sifat elastisitas dan densitas,

(26)

25 c. distribusinya di dalam ruang pori, serta efek gaya-gaya pada bidang

batas.

Efek gaya-gaya tersebut pada bidang batas secara alami sangat komplek, karena menyangkut geometri ruang pori dan sifat kebasahannya (wettability). Domenico, (1976, 1977) merumuskan yang hanya mempertimbangkan dua faktor a dan b di atas dalam bentuk kompresibilitas efektif C ( = 1/K ) dari campuran gas-air sebagai,

gas air air air eff S C S C C  . (1 ). (2.65) dan gas air air air eff C S C S C  1 1 (2.66)

dengan Sair adalah saturasi air, Cair adalah kompresibilitas air dan Cgas adalah

kompresibilitas gas.

2. Kecepatan gelombang elastik dalam batuan beku

Dalam batuan beku, kecepatan gelombang elastik dikontrol oleh komposisi densitas mineralnya. Kenyataan ini dapat diilustrasikan dengan kolerasi antara kecepatan gelombang P terhadap kandungan SiO2 di dalam batuan beku. Kuarsa dicirikan oleh kecepatan yang relatif rendah, sehingga batuan-batuan yang bersifat asam (banyak mengandung mineral SiO2) akan mempunyai kecepatan yang lebih rendah daripada batuan yang bersifat basa. Birch, (1961) memberikan hubungan dasar dengan dua parameter empiris a dan b dalam bentuk,

ρ b a

Vp   . (2.67)

Untuk batuan magmatik diperoleh,

98 , 0 . 76 , 2  

p V (2.68)

 dalam g/cm3 dan Vp dalam km/s.

Untuk batuan plutonik, seperti granit, diorit dan gabro memberikan hubungan empiris (Schön, 1998) sebagai, 06 , 0 ) 48 , 1 66 , 1 ( 03 , 0 ) 73 , 6 36 , 4 (         s p V V (2.69)

untuk batuan vulkanik,

22 , 0 ) 02 , 1 46 , 1 ( 18 , 0 ) 37 , 2 81 , 2 (         s p V V (2,70)

(27)

26 dan untuk batuan metamorfik,

22 , 0 ) 62 , 1 70 , 1 ( 37 , 0 ) 93 , 6 41 , 4 (         s p V V (2.71)

3. Ketergantungan kecepatan terhadap porositas dan retakan

Sifat-sifat fisis batuan akan dipengaruhi secara signifikan oleh porositas dan retakan mikro pada tekanan rendah. Secara umum, jika batuan magmatik atau batuan metamorfik yang mengandung pori, retakan atau rekahan, ia akan mempunyai kecepatan yang lebih rendah daripada batuan yang sama dalam keadaan utuh. Untuk batu gabro hubungan kecepatan Vp (km/s) terhadap porositas c (%) secara empiris dapat diberikan sebagai,

c p

V 7,1210,227 pada tekanan 10 MPa, (2.72)

c p

V 8,2270,253 pada tekanan 1000 Mpa. (2.73) Ketergantungan kecepatan terhadap tekanan pada umumnya mempunyai hubungan yang taklinier, yaitu pada daerah tekanan tinggi perubahan kecepatan lebih kecil daripada di daerah tekanan rendah. Perubahan kecepatan selama mengalami pembebanan tekanan akan mempunyai lintasan garis perubahan yang irreversible sebagian atau dikenal dengan hysterisis kecepatan pada daerah tekanan rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya proses penutupan retakan mikro yang tidak dapat dikembalikan seperti semula (Schön, 1998).

4. Kecepatan gelombang elastik di dalam batuan sedimen

Secara komposisi mineral, batuan sedimen akan mempunyai efek yang kuat terhadap kecepatan, akibat adanya pengaruh modulus elastisitas efektif batuan yang peka akan ukuran butir, pori, ikatan butiran, sementasi dan kondisi kontak antar butiran. Banyak berbagai jenis batuan klastik sangat dipengaruhi oleh porositas, kecuali batuan hasil penguapan seperti halite, sylvite, gypsum dan lainnya yang secara umum bebas ruang pori, sehingga variasi kecepatannya hanya bergantung pada tekanan atau kedalaman. Sifat-sifat elastisitas batuan klastik berpori (seperti batupasir, batulempung) dan karbonat (misal batugamping, dolomit) pada dasarnya dikontrol oleh komposisi matrik dan porositasnya. Komposisi matrik juga mempengaruhi kondisi kontak, sementasi dan ikatan butiran tersebut.

(28)

27 Persamaan empiris yang sering digunakan antara hubungan kecepatan terhadap porositas untuk batuan taktermampatkan (unconsolidated) berupa,

f m

p V V

V (1)2  (2.74)

dengan Vp kecepatan gelombang P dalam batuan sedimen berpori yang tersaturasi

fluida, Vm adalah kecepatan gelombang di dalam butiran matriknya dan Vf kecepatan

gelombang di dalam fluida pori. Bentuk taklinier yang lain, dicontohkan oleh Gardner, dkk., (1974) yang berupa 4 108  p V (2.75)

dengan kecepatan dalam km/s dan densitas dalam g/cm3 dan seperti yang telah diuraikan di depan bahwasanya densitas sangat bergantung pada porositas.

Clay di dalam batuan kerap menimbulkan masalah tersendiri, karena dengan adanya clay sebagian ruang pori akan diisi olehnya, sehingga akan mengurangi kecepatan dan modulus elastisitas. Terdapat banyak hubungan empiris yang mengungkap kecepatan sebagai fungsi porositas dan kandungan clay, seperti yang diturunkan oleh Tosaya dan Nur, (1982) sebagai berikut,

C s km V C s km V s p 1 , 2 3 , 6 7 , 3 ) / ( 4 , 2 6 , 8 8 , 5 ) / (         (2.76) dengan porositas  dan kandungan clay C dinyatakan dalam fraksi volume.

Castagna, dkk., (1985), berdasarkan data log, secara empiris menghubungkan kecepatan dengan porositas dan kandungan clay pada kondisi tersaturasi air. Untuk shaley-sand diperoleh C s km V C s km V s p 04 , 2 07 , 7 89 , 3 ) / ( 21 , 2 42 , 9 81 , 5 ) / (         (2.77) dengan porositas  dan kandungan clay C dinyatakan dalam fraksi volume. Begitu pula Han, dkk., (1986) merumuskan hal yang sejenis untuk berbagai tekanan dari 5 MPa – 40 MPa berdasarkan sampel sandstone dari Gulf coast, dengan porositas 3 – 30 % dan kandungan clay 0 - 55 %, yang hasilnya disajikan pada Tabel II. 6. berikut,

Tabel II. 6. Hubungan empiris persamaan Han, dkk., (1986) antara kecepatan ultrasonik Vp dan Vs (km/s) terhadap porositas dan kandungan clay (%).

Clean

sandstone, (10

(29)

28 Tersaturasi air, 40 Mpa Shaly sandstone, (70 sampel), 40 MPa 30 MPa 20 MPa 10 MPa 5 MPa Dry 40 Mpa C Vp 5,596,932,18 C Vp 5,556,962,18 C Vp 5,496,942,17 C Vp 5,397,082,13 C Vp 5,267,082,02 C Vp 5,416,352,87 C Vs 3,524,911,89 C Vs 3,474,841,87 C Vs 3,394,731,81 C Vs 3,294,731,74 C Vs 3,164,771,64 C Vs 3,574,571,83

5. Pengaruh fluida pori dan saturasi terhadap kecepatan

Terisinya ruang pori oleh fluida, gas maupun campurannya mempengaruhi kecepatan gelombang elastik yang efeknya berbeda. Pertama akan memberikan efek perubahan sifat-sifat ealstisitas seperti, modulus bulk, poisson rasio, densitas pori pada seluruh sistem batuan/ sistem efektif. Kedua akan memberikan perubahan mikro pada kondisi kontak partikel butiran dan efek interaksi phase gas-fluid-padatan (misal, tegangan kapilaritas) dan efek antarmuka padatan-fluida. Pada umumnya kecepatan gelombang kompresi akan bertambah dengan terisinya ruang pori oleh fluida (Vudara < V kerosen < Vair).

Bulk modulus efektif merupakan parameter elastisitas yang peka terhadap keberadaan fluida dalam pori, maka banyak para ahli mengkaji hubungan-hubungan bulk modulus ini terhadap parameter-parameter reservoar, seperti Geertsma, (1961) merumuskan secara empiris untuk bulk modulus batu yang kering (dry rock) Kdry

terhadap porositas antara 0 <  < 0,3 dalam bentuk ) 50 1 ( 1 1 o dry K K (2.78)

(30)

29 Gambar II.1. Kecepatan gelombang P dan S dalam batupasir Boise sebagai fungsi tekanan untuk ruang pori yang tersaturasi udara, kerosen dan air brine (jenuh garam NaCl) (Schön, (1998).

Pada umumnya, ketika batuan dikenai tekanan, seperti usikan dari gelombang seismik, maka akan menimbulkan peningkatan tekanan pori yang dilawan oleh sifat elastik batuan. Pada frekuensi rendah Gassmann, (1951) dan Biot, (1962) merumuskan secara teoritis meramalkan akan adanya kenaikan modulus bulk sesaat akibat usikan gelombang tersebut yang diwujudkan dalam persamaaan

dry f o f dry o dry sat o sat μ μ K K K K K K K K K       sat Φ, ) ( (2.79)

dengan, Kdry= modulus bulk efektif batuan kering (dry rock) sat

K = modulus bulk efektif batuan dengan fluida pori Ko= modulus bulk mineral penyusun batuan

Kf= modulus bulk fluida pori  = porositas

dry = modulus geser efektif batuan kering

sat = modulus geser efektif batuan dengan fluida porinya.

Persamaan tersebut, menganggap bahwa modulus mineral dan ruang pori secara statistik homogen dan isotrop tanpa mempertimbangkan geometry pori, dan

(31)

30 berlaku hanya pada frekuensi rendah (< 100 Hz). Untuk frekuensi yang lebih tinggi, misal pada log sonik ( 104 Hz) dan pada pengukuran di laboratorium (( 106 Hz) kurang bagus (Mavko, dkk., 1998).

Untuk keperluan praktis persamaan Gassmann dapat dilinierisasi oleh Mavko dan Mukerji, (1995) menjadi bentuk yang lebih sederhana melalui persamaan Reuss average, yaitu ) ( ) ( R R R Gassmann K K Δ Φ Φ Φ Φ Δ  (2.80)

dengan KGassmannKsat2 Ksat1yang merupakan perubahan modulus bulk batuan yang tersaturasi antara dua fluida pori (termasuk gas) yang diramalkan Gassmann.

) ( R R

K Φ

Δ

adalah selisih modulus bulk antara dua fluida tersebut yang ditentukan dari titik potong porositas dalam kurva metode Reuss average. Karena modulus fluida pori biasanya lebih kecil daripada modulus mineral, nilai modulus dari metode Reuss dapat didekati sebagai R f f R o R o f R R K K K K K K         ) 1 ( ) ( (2.81)

Sehingga bentuk linier persamaan Gassmann dapat didekati oleh persamaan,

f R f Gassmann K K K    ) 2 ( (2.82)

Murphy, Schwartz, dan Hornby, (Mavko, dkk., 1998) merumuskan persamaan Gassmann dalam bentuk hubungan kecepatan gelombang P dan gelombang S dalam batuan yang tersaturasi fluida Vp,sat dan Vs,sat yang berbentuk,

3 4 2 , ,              dry p sat s sat p K K V V (2.83) dengan 2 2 1 1 o dry o f o dry p K K K K K K K              (2.84)

(32)

31 Wyllie (Schön, 1998), memberikan hubungan empiris sederhana untuk kecepatan gelombang P dengan porositas dalam batuan sedimen yang secara mineralogi relatif seragam, tersaturasi fluida dan memiliki tekanan efektif tinggi, dan dinyatakan dalam bentuk,

o f p V V V      1 1 (2.85) dengan Vo adalah kecepatan gelombang di dalam mineral, Vf adalah kecepatan

gelombang di dalam fluida dan Vp kecepatan gelombang di dalam batuan yang

tersaturasi fluida tersebut. Persamaan tersebut dikenal dengan time average equation. Raymer, dkk., (1980) memperbaiki perumusan empiris Wyllie dengan bentuk,

V (1)2Vo Vf, untuk  < 37 % (2.86) dan o o f V V V         1 1 2 2 , untuk  > 47 % (2.87) Untuk porositas yang ada di antara 37 % – 47 %, diberikan persamaan interpolasinya sebagai, 47 37 1 10 , 0 37 , 0 1 10 , 0 47 , 0 1 V V V       (2.88)

dengan V37 dan V47 adalah kecepatan yang dihitung dari rumus pada porositas 37 %

dan 47 % di atas.

Biot, (1956a; 1956b) menurunkan rumusan-rumusan secara teoritis untuk memperkirakan ketergantungan kecepatan gelombang elastik terhadap frekuensi gelombangnya di dalam batuan yang tersaturasi fluida dengan menggunakan sifat-sifat elastisitas batuan. Perumusannya menyangkut mekanisme viskositas dan interaksi inersial antara fluida pori dengan mineral matriknya dalam batuan. Biot memberikan dua penyelesaian untuk gelompang P yang disebut sebagai gelombang cepat dan gelombang lambat dan satu untuk gelombang S. Gelombang cepat adalah gelombang badan kompresi yang identik dengan gelombang P seperti yang dapat diukur di laboratorium maupun di lapangan. Sedangkan gelombang lambatnya merupakan gelombang yang disipasi energi tinggi di dalam medium padat dan fluida, sehingga tidak dapat ditangkap dengan alat biasa seperti yang sering digunakan di lapangan maupun di laboratorium (Mavko, dkk., 1998). Secara lengkap penjabaran dan pembahasan persamaan Biot diberikan pada bab III.

(33)

32 Pendekatan penyelesaian kecepatan gelombang P dari persamaan Biot pada frekuensi tinggi diberikan oleh Geertsma dan Smit, (1961) yaitu

2 1 1 1 1 1 , ) ) 1 ( ) 2 1 )( 1 ( 3 4 ) 1 ( ) 1 ( 1                                             f o o fr o fr o fr f K K K K K K K K fr fr f o p K V        (2.89) Geerstma dan Smit (1961), juga mengkaji persamaan Biot dari frekuensi rendah hingga menengah untuk memprediksi hubungan ketergantungan kecepatan terhadap frekuensi dalam batuan yang tersaturasi fluida, hasilnya dinyatakan sebagai,

2 2 2 2 4 4 2 ) ( ) ( f f o f f o p c c V V V V V      (2.90)

Vp adalah kecepatan gelombang P dalam batuan tersaturasi, Vo adalah kecepatan

gelombang P pada frekuensi rendah Biot-Gassmann, V adalah kecepatan gelombang P pada batas frekuensi tinggi Biot, f adalah frekuensi gelombang, fc adalah frekuensi

refrensi Biot yang menentukan batas frekuensi rendah, bila f << fc dan batas frekuensi

tinggi jika f >> fc yang diberikan oleh persamaan

p f c k f   2   (2.91)

dari persamaan (2.90) dan (2.91) dapat diperoleh nilai permeabilitas yang bergantung pada frekuensi dan kecepatan gelombang P, sebagai

4 2 2 2 2 4 1 2 o o p p p V V V V V V f k      



(2.92)

Nilai permeabilitas inilah yang digunakan untuk membuat pemodelan seismogram sintetik yang melibatkan parameter reservoar.

6. Hubungan Vp-Vs

Hubungan Vp-Vs merupakan sarana untuk mencirikan suatu reservoar,

penentuan lithologi melalui data sonik, keberadaan retakan dan fluida pori data melalui data seismik (AVO). Kandungan informasi di dalam hubungan Vp-Vsdapat di

Gambar

Tabel II.1. Pengaruh diameter butiran terhadap porositas (Schön, 1998)  Jenis sedimen  Diameter butiran rata-rata
Tabel  II.2.  Hubungan  Porositas  terhadap  Kedalaman  untuk  Batupasir  dan  Batulempung dari Laut Utara (Schön, 1998)
Tabel II.4. Faktor bentuk irisan kanal (Schön, 1998).
Tabel II.7. Koefisien polinomial hubungan V p -V s  Castagna, dkk., (1993) dengan  koefisien regresi dan lithologi batuannya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari pembahasan yang telah dideskripsikan diatas, maka dapat diambil kesimpulan Hotel Wisata di Manado yang mengambil tema Implementasi Konsep T aman Gantung Babylonia

keaksaraan agar warga bebas dari buta aksara dan bisa melanjutkan pendidikan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan keaksaraan menjadi salah

Dari table tersebut dapat dijelaskan bahwa secara bersama-sama, ke 5 variable independen (yaitu: kualitas dosen (X1), metode perkuliahan (X2), kondisi dan suasana ruang kuliah

Sampai tulisan sekapur sirih ini ditulis , Saya juga tidak dapat menjawab dengan pasti maksud hal itu karena tidak ada sumber yang menyatakan kedua hal tersebut.. Oleh

Penelitian ini bertujuan untuk membuat peringkat dari praktik GSCM yang cocok untuk diterapkan di sektor konstruksi dengan kriteria peningkatan kinerja lingkungan, kinerja

Pada mulanya, pouw yang direndam dalam air akan dituangkan ke sejenis tikar (lihat idiah ) dengan memijak-mijaknya untuk mengasingkan tepungnya (iaitu tepung sagu yang

Tanulmányunkban a páros módon történő lekérdezések elemzésének egy módsze- rét, a diadikus adatelemzést vetettük össze a hagyományosnak tekinthető statisztikai