Indikasi Mikrofosil terhadap Paleoenvironment Marini Mawaddah
1 Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Abstrak
Pemahaman mengenai paleorekonstruksi perubahan lingkungan dapat dilakukan dengan pendekatan melalui mikrofosil Diatom, Radiolaria dan Calcareous Alga. Mikrofosil tersebut dapat dijadikan indikator
paleorekonstruksi perubahan lingkungan disebabkan karena jumlahnya yang sangat melimpah baik pada habitat perairan payau,perairan tawar serta laut dalam, anatomi tubuhnya dapat tersimpan dalam kurun waktu yang sangat lama di dalam sedimen,mudah dalam mengidentifikasi sampel, sifat nya yang sensitif terhadap perubahan lingkungan, dapat mengetahui kualitas perairan masa lampau dan memprediksi kualitas perairan masa depan.
Keywords : Diatom, Radiolaria, Calcareous Alga dan paleorekonstruksi perubahan lingkungan
1. Pendahuluan
Sekarang ini dunia sedang mengalami perubahan iklim yang sangat ekstrem. Naiknya suhu bumi yanng menyebabkan kemarau
berkepanjangan, kadar CO2 yang melimpah dibandingkan O2
dikarenakan banyak pohon yang ditebang serta perubahan elevasi muka air laut yang telah berjalan sepanjang waktu. Agar pengaruh negatif perubahan lingkungan ini tidak berkepanjangan maka dari itu diperlukan data parameter lingkungan berupa makhluk hidup yang pernah hidup beberapa juta tahun yang lalu. Mikrofosil dapat dijadikan bioindikator adanya perubahan lingkungan dimasa lampau hingga masa sekarang. Salah satu mikrofosil yang digunakan yaitu Diatom, Radiolaria dan Calcareous Alga. Paleorekonstruksi perubahan lingkungan merupakan kegiatan reka ulang kondisi masa lalu berdasarkan sisa organisme yang tersimpan dalam lapisan sedimen,
sehingga mencerminkan kondisi lingkungan perairan pada saat
organisme tersebut diendapkan.. Dalam melakukan paleorekonstruksi, salah satu pendekatan yang dilakukan adalah dengan mempelajari fosil baik dengan ukuran makro maupun ukuran mikro. Tetapi yang lebih sering digunakan dan merupakan salah satu yang paling banyak menyimpan kejadian – kejadian pada masa lampau adalah fosil berukuran mikro.
Mikrofosil berupa Diatom, Radiolaria dan Calcareous Alga yang dijadikan sebagai rekonstruksi perubahan lingkungan merupakan organisme yang resisten terhadap erosi, tidak mengalami disintegrasi, kelimpahanannya yang banyak ditemukan di perairan, serta sifatnya yang sensitif terhadap setiap perubahan lingkungan. Untuk memahami lebih dalam akan di jelaskan karakteristik masing-masing dari Diatom, Radiolaria dan Calcareous Alga.
1.1 Diatom
Diatom merupakan jenis mikrofosil yang paling sering ditemui, untuk saat ini ada lebih dari 10000 spesies diatom (Round et al, 2000). Diatom merupakan algae bersel tunggal, dinding selnya dilapisi oleh silica. Arsitektur dan anatomi dinding sel diatom yang terbuat dari silika memungkinkan untuk tersimpan dalam jangka waktu yang sangat lama didalam sedimen. Diatom akan semakin berkembang bila air memiliki kadar silikon yang tinggi, namun diatom masih tetap dapat tumbuh di perairan yang miskin akan silikon.
Berdasarkan karakteristiknya diatom merupakan bioindikator yang handal untuk mengidentifikasi kualitas perairan. Keunggulannya yaitu populasinya yang bervariasi, dapat dijumpai pada semua permukaan substrat, beberapa spesiesnya sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan dll (Soeprobowati et al. 2000). Selain itu, diatom telah digunakan sebagai paleorekonsruksi perubahan lingkungan. Pada awalnya kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan foraminifera yang bagian tubuhnya terdiri dari karbonat. Namun,
habitatnya hanya dijumpai pada perairan payau dan sulit di implementasikan untuk perairan tawar.
Mikroalga ini diketahui memiliki tipe heteromorphy, yaitu perbedaan morfologi dalam satu spesies akibat respon terhadap perubahan lingkungan. Perubahan kondisi lingkungan akan mendorong
perubahan bentuk morfologi diatom, terutama perubahan morfologi valve (Hastle and Syvertsen, 1997).
Contoh bentuk diatom yang dapat diamati dibawah mikroskop :
Beberapa contoh dari bentuk-bentuk Centrales dan Pennales: A. Rhizosolenia bergonii (pennate), B. Nitzschia sp (pennate), C. Pseudoeunotia doliolus (pennate), D. Roperia tesselata var Ovata (centric),
E. Nitzschia marina (pennate), F. Nitzschia bicapitata (pennate), G. Triceratium cinnamomeum (centric), H. Hemidiscus cuneiformis (centric),
I. Coscinodiscus nodulifer (centric)
1.2 Radiolaria
Radiolaria berasal dari bahasa latin radiolus, artinya sinar kecil (little ray), dan merupakan anggota dari Filum Protozoa yang hanya
ditemukan di perairan laut. Radiolaria berdinding silika yang dapat memfosil, dan habitatnya hanya berada
pada laut dalam (Haslett, 2002), rapuh dan tidak mempunyai kamar, ukuran radiolaria pada umumnya100 μ (0,01 mm). Radiolaria dapat dijadikan sebagai bioindikator paleorekonstruksi perubahan
lingkuungan dikarenakan radiolaria memiliki catatan evolusi yang sangat lengkap. Fosil-fosil radiolaria diketahui dari Phanerozoic sampai saat ini (600 juta tahun). Penelitian radiolaria pada sedimen
laut dalam telah banyak digunakan untuk kepentingan rekonstruksi sejarah lautan selama 40 tahun yang lalu (Hays et al, 1965).
Berikut kenampakan radilaria di bawah mikroskop :
Radiolaria
1.3 Calcareous Alga
Calcareous Alga merupakan alga yang mengalami proses pengapuran sehingga organisme ini dapat memfosil pada lapisan sedimen laut dengan jangka waktu yang lama. Salah satu jenisnya yaitu Coralline Alga merupakan kelompok alga merah yang didnding selnya tersusun oleh deposit kapur. Coralline Alga dapat dijadikan sebagai penanda terjadinya perubahan lingkungan pada masa lampau.
Bentuk coralline alga yang dilihat dari bawah mikroskop :
Carooline Alga
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini yaitu menggunakan data sekunder yang diperoleh dari penelitian
(Soeprobowati dan Hadisusanto,2009), (Soeprobowati et al. 2011), (Wahyudi, 2001). Data yang diperoleh dari beberapa penelitian tersebut, kemudian akan di tarik kesimpulan mengenai aplikasi mikrofosil Diatom, Radiolaria dan Calacareous Alga untuk
paleorekonstruksi perubahan lingkungan dari masa lampau hingga masa sekarang.
3. Hasil dan Pembahasan
Mikrofosil yang berasal dari sedimen laut dalam sangat cocok untuk melakukan rekonstruksi perubahan lingkungan. Dengan syarat, mikrofosil tersebut terdeposisi dalam sedimen laut tanpa mengalami disintegrasi sehingga anatomi tubuh mikrofosil mudah untuk diamati. Salah satu alasan sedimen laut dalam yang dipilih dikarenakan pada zona tersebut tidak terjadi pengaruh transportasi material sehingga tidak akan mengacaukan informasi yang terekam pada microfosil nya. Sedimen laut dalam merupakan hasil pengendapan kontinyu dan tak terganggu yang memberikan rekaman kondisi lingkungan secara terus menerus (Seibold & Berger, 1996).
Berdasarkan hasil analisis, perubahan lingkungan yang terjadi mempengaruhi morfologi tubuh diatom sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan kondisi habitat. Bentuk variasi morfologi yang diamati, yaitu ukuran frustule yang cenderung menjadi lebih panjang atau menjadi lebih pendek yang diduga disebabkan oleh ketersediaan nutrien di perairan. Dalam memperoleh nutrient yang cukup dari lingkungan, diatom melakukan adaptasi dengan melebarkan valve dan memperkecil panjang sel. Round and Mann (1990), menyatakan bahwa pengaruh tingginya tekanan akan menyebabkan diatom yang berbentuk tabung seperti Synedra, Niztschia dan Thalassionema, ukuran selnya akan menjadi lebih besar, perluasan ini akan meningkatkan volume sel. Sedangkan pada penelitian Radiolaria, terjadi perubahan lingkungan pada laut dalam baik berupa suhu air, salinitas dan nutrien-nutrien yang terkandung pada lingkungan tersebut. begitu pula pada calcareous alga.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pendahuluan dan pembahasan mengenai mikrofosil sebagai tanda terjadinya perubahan lingkungan yaitu sebagai berikut :
1. Mikrofosil berupa Diatom, Radiolaria dan Calcareous Alga yang dijadikan sebagai rekonstruksi perubahan lingkungan merupakan organisme yang resisten terhadap erosi, tidak mengalami disintegrasi, kelimpahanannya yang banyak ditemukan di perairan, serta sifatnya yang sensitif terhadap setiap perubahan lingkungan.
2. Paleorekonstruksi perubahan lingkungan merupakan kegiatan reka ulang kondisi masa lalu berdasarkan sisa organisme yang tersimpan dalam lapisan sedimen, sehingga mencerminkan kondisi lingkungan perairan pada saat organisme tersebut diendapkan.
3. Diatom habitatnya berada di perairan payau sampai tawar, sedangkan Radiolaria habitatnya berada pada laut dalam. 4. Setiap terjadi perubahan lingkungan, pada mikrofosil ditandai
adanya perubahan anatomi atau morfologi tubuhnya sebagai bentuk adaptasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wahyudi, (2001) Penentuan Umur Sedimen Laut dan Paleo-Temperatur Air Permukaan Laut Berdasarkan Perubahan Rasio Isotop 18O/16O Dalam Foraminifera. Vol. 5
2. Soeprobowati, R.T dan Hadisusanto, S (2009) Diatom danPaleolimnologi: Studi Komparasi Perjalanan Sejarah Danau Lac Saint-Augustine Quebeq-City, Canada dan Danau Rawa Pening,Indonesia. Vol 14
3. Rogers, J dan Deckker, Patrick (2007) Radiolaria as a reflection of environmental conditions in the eastern and southern sectors of the Indian Ocean: A new statistical approach
4. Hollis, C. J and Neil, H.L (2005) Sedimentary record of radiolarian biogeography, offshore eastern New Zealand. Vol 39
5. Fitri,Wiya E. (2010) Jenis-Jenis dan Variasi Morfologi Diatom.
6. Darlan, Yudi dan Dewi, Kresna T (2008) Partikel Mikroskopis Dasar Laut