• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Nanas (Ananas Comosus L. Merr) untuk Penurunan Kadar Kafein dan Perbaikan Citarasa Kopi (Coffea Sp) dalam Pembuatan Kopi Bubuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemanfaatan Nanas (Ananas Comosus L. Merr) untuk Penurunan Kadar Kafein dan Perbaikan Citarasa Kopi (Coffea Sp) dalam Pembuatan Kopi Bubuk"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

265 Pemanfaatan Nanas (Ananas Comosus L. Merr) – Oktadina, F.D., dkk

Pemanfaatan Nanas (Ananas Comosus L. Merr) untuk

Penurunan Kadar Kafein dan Perbaikan Citarasa Kopi

(Coffea Sp) dalam Pembuatan Kopi Bubuk

Fiona Drefin Oktadina, Bambang Dwi Argo, M. Bagus Hermanto

Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi kopi (Coffea sp) dengan konsentrasi nanas (Ananas comosus (L) Merr.) terhadap kadar kafein dan citarasa kopi bubuk. Penelitian ini menggunakan dua faktor, faktor yang pertama yaitu konsentrasi nanas 40 dan 80 %, faktor yang kedua yaitu lama fermentasi 24, 36, dan 48 jam. Hasil perlakuan dibandingkan dengan data kontrol sebagai acuan penelitian. Kopi bubuk yang dihasilkan dianalisa kadar kafein (%), kadar air (%), kadar abu (%), dan uji organoleptik (citarasa dan aroma) oleh panelis ahli di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember. Hasil analisa menunjukkan bahwa nilai perlakuan terbaik terdapat pada lama fermentasi kopi 36 jam dan konsentrasi nanas 40 %. Perlakuan ini menghasilkan kadar kafein 1,15%, kadar air 5,32±0,05%, kadar abu 5,62±0,01%, dan uji organoleptik (citarasa dan aroma) 74,50 dengan notes Acidity, Good Body. Hasil kadar kafein dan uji organoleptik (citarasa dan aroma) ini menunjukkan bahwa enzim bromelin yang terdapat pada nanas mampu menurunkan kadar kafein. Sehingga dengan kadar kafein yang rendah menghasilkan citarasa dan aroma yang baik dari pada kontrol.

Kata Kunci: Kafein, Kopi, Nanas, Kontrol

The Use of Pineapple (Ananas comosus L. Merr) for

Reducing the Caffeine Content and Improving the Coffee

(Coffea sp) Flavour in Coffee Powder Production

ABSTRACT

This research aims to study the influence of coffee (Coffea sp) fermentation period with concentration of the pineapple (Ananas comosus (L.) Merr.) against caffeine content and the taste of coffee powder. This study uses two factors, the first factor was the concentration of 40 and 80 % of pineapple, the second factor was fermentation period of 24, 36, and 48 hours. Results of treatment compared to the control data as a reference for research. The resulting coffee powder analyzed caffeine content (%), moisture content (%), ash content (%), and the organoleptic (flavor and aroma) by expert panelists at the Research Center for Coffee and Cocoa Jember. Results of analysis showed that the best treatment value was at 36 hours coffee fermentation and 40 % pineapple concentrate. This treatment produces 1.15% caffeine levels, water content of 5.32±0.05%, ash content of 5.61±0.01%, and organoleptic (flavor and aroma) of 74,50 with notes Acidity, Good Body. The caffeine content and organoleptic (flavor and aroma) shows that the enzyme bromelin contained in pineapples were able to decrease the levels of caffeine. There for a low caffeine level produces better flavor and aroma compared to the control.

(2)

266 Pemanfaatan Nanas (Ananas Comosus L. Merr) – Oktadina, F.D., dkk

PENDAHULUAN

Kopi (Coffea sp) merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh di Indonesia. Beberapa varietas kopi diantaranya kopi arabika, kopi robusta dan kopi liberika. Kopi berasal dari benua Afrika (Armansyah, 2010). Pada era tahun 1990-an Indonesia pernah menjadi negara pengekspor kopi 3 terbesar didunia setelah Brazil dan Columbia. Mengingat kopi di Indonesia menjadi komoditas ekspor terbesar dari hasil perkebunan.

Daging buah kopi memiliki 2 bagian, dimana bagian luar yang lebih keras dan tebal sifatnya seperti gel atau lendir mengandung 85% air dalam bentuk terikat dan bagian dalamnya bersifat koloid hidrofilik yang terdiri dari ±80% pectin dan ±20% gula (Ruth, 2011). Didalam kopi memiliki dua inti yang sering didapatkan yaitu Kafein dan Kafeol. Secara umum kopi beras mengandung air, gula, lemak, selulosa, kafein dan abu.

Kandungan kafein yang terdapat pada kopi robusta sedikit lebih tinggi dibandingkan kopi arabika, sebaliknya jenis arabika lebih banyak zat gula dan minyak atsiri (Spilane, 1990). Dalam pembentukan flavor, senyawa yang berperan penting adalah gula, senyawa volatil, trigonellin, asam amino, dan peptida. Sementara itu rasa dan seduhannya dipengaruhi oleh asam karboksilat dan asam fenolat. Kandungan dan sifat gula didalam kopi sangat penting dalam pembentukan flavor (citarasa) dan pewarnaan selama penyangraian (Lusi, 2001). Selain itu, kopi mengandung tanin. Tanin merupakan senyawa polifenol yang dapat ditemui pada setiap tanaman yang letak dan jumlahnya berbeda-beda (Winarno, 1981). Senyawa tanin dapat menyebabkan rasa sepet pada buah dan menyebabkan pencoklatan pada bahan (Meyer, 1973).

Pada proses penurunan kafein dengan cara pengolahan basah prinsip fermentasi adalah peruraian senyawa-senyawa yang terkandung di dalam lapisan lendir oleh mikroba alami dan dibantu dengan oksigen dari udara. Selama proses fermentasi, akan terjadi pemecahan komponen lapisan lendir (protopektin dan gula) dengan dihasilkannya asam-asam dan alkohol. Proses fermentasi yang terlalu lama akan menghasilkan kopi beras yang berbau apek karena terjadi pemecahan komponen isi lembaga (Ciptadi dan Nasution, 1985). Bagian terpenting dari lapisan lendir ini adalah komponen protopektin yaitu suatu material kompleks yang tidak larut dari daging buah. Material inilah yang terpecah dalam proses fermentasi. Ada yang berpendapat bahwa terjadinya pemecahan lendir adalah sebagai akibat bekerjanya suatu enzim yang terdapat dalam buah kopi. Enzim ini termasuk sejenis katalase yang akan memecah protopektin dalam buah kopi. Kemudian dalam proses fermentasi maka terjadi pemecahan gula. Gula merupakan senyawa yang larut dalam air. Dengan adanya tahap pencucian akan menyebabkan kehilangan kandungan gula. Proses ini terjadi sewaktu perendaman dalam bak pengumpul dan pemisahan buah. Gula merupakan substrat bagi mikroorganisme. Bakteri pemecah gula ini bekerja 5 sampai 24 jam dalam proses fermentasi. Sebagai hasil proses pemecahan gula adalah asam laktat dan asam asetat dengan kadar asam laktat yang lebih besar.

Pada akhir fermentasi asam laktat akan dikonsumsi oleh bakteri terjadi kenaikan pH lagi. Asam-asam lain yang dihasilkan dari proses fermentasi ini adalah etanol, asam butirat dan propionat. Menurut Sulistyowati (2002), bahwa dengan fermentasi yang lama akan menyebabkan keasaman kopi meningkat karena terbentuknya asam-asam alifatik. Apabila fermentasi diperpanjang, terjadi perubahan komposisi kimia biji kopi dimana asam-asam alifatik akan berubah menjadi esterester asam karboksilat yang dapat menyebabkan cacat dan cita rasa busuk. Kafein adalah zat perangsang syaraf yang sangat penting dalam bidang farmasi dan kedokteran. Kafeol merupakan salah satu zat pembentuk citarasa dan aroma. Secara umum, kualitas organoleptik kopi terutama ditentukan oleh proses penyangraian akhir setelah tercapainya mutu biji kopi yang memenuhi persyaratan.

Setiap daerah yang ditumbuhi tanaman kopi memiliki komposisi kimia yang berbeda menurut cara pengolahan dan lingkungan tumbuhnya kopi. Jenis kopi arabika dan robusta banyak tumbuh di seluruh wilayah Indonesia. Pengolahan kopi yang sering diproduksi adalah hasil kopi instan, kopi celup dan kopi bubuk. Ada 2 cara pengolahan kopi yaitu dilakukan dengan pengolahan basah dan pengolahan kering.

(3)

267 Pemanfaatan Nanas (Ananas Comosus L. Merr) – Oktadina, F.D., dkk

Pengolahan basah ini dilakukan dengan cara memfermentasikan kopi dengan kurun waktu 24-36 jam (Sulistyowati, 2002). Dimana tujuan fermentasi ini dilakukan untuk melepaskan lendir yang berasal dari kulit tanduk kopi. Sedangkan pengolahan kering dilakukan dengan cara mengeringkan buah kopi secara berkala untuk menghilangkan lendir. Proses pengolah basah ini akan menghasilkan citarasa yang lebih baik dari pada pengolahan kopi yang lain (Israyanti, 2011). Pada proses fermentasi kopi dengan menggunakan air, biasanya banyak dilakukan dengan merendam kopi dengan air kurang dari 72 jam dengan cara mengganti air rendaman secara berkala. Namun, merendam dengan air hanya mampu untuk melepaskan lendir secara perlahan.

Nanas (Ananas comosus L. Merr) mengandung enzim yang mampu mempercepat proses pelepasan lendir pada saat proses fermentasi. Enzim yang terkandung didalam buah nanas yaitu enzim bromelin. Enzim ini mampu memecahkan senyawa protein dan gel. Sehingga enzim bromelin mampu menurunkan kadar kafein kopi menjadi lebih rendah. Selain itu enzim bromelin mampu mempercepat waktu fermentasi pembuatan tempe dan mampu melunakkan daging sembelih.

BAHAN DAN METODE

Bahan yang digunakan dalam pembuatan kopi bubuk fermentasi yaitu, buah kopi jenis Robusta, nanas, dan air. Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan kopi bubuk fermentasi ini meliputi kompor, penggorengan, bak, parut, timbangan, penumbuk, tampah, gelas ukur, pengaduk kayu, kertas saring, gelas ukur, tanur pengabuan,oven,parut, enlemeyer, dan cawan.

Metode yang digunakan adalah metode empiris hasil observasi dengan teknik studi laboratorium dan analisis deskriptif kuantitatif (ADK) untuk memberikan informasi tentang atribut yang diberikan oleh panelis ahli dalam proses pengujian organoleptik (citarasa dan aroma). Pada penelitian ini terdapat dua faktor perlakuan. Faktor pertama lama fermentasi (24, 36, dan 48 jam), dan faktor kedua konsentrasi nanas (40 dan 80 %). Hasilnya akan dibandingkan dengan hasil kontrol. Metode analisis deskripttif kuantitatif (ADK) akan memberikan uraian yang cukup bagi hasil perlakuan penelitian yang diperoleh setelah dilakukan uji organoleptik (citarasa dan aroma) dimana atribut dari uji organoleptik berasal dari 10 panelis ahli (Cardelli dan Labuza, 2001 dalam Rita, 2012).

Perlakuan awal pada penelitian ini adalah proses pengeringan buah kopi agar kulit luar lebih lunak. Kopi yang kulit luarnya telah sedikit mengkerut ditumbuk hingga kulit luar buah kopi terlepas dan dicuci dari lendirnya. Kopi yang bersih dikeringkan dengan panas matahari selama 2-3 hari. Biji kopi yang telah mengering dibersihkan dari kulit ari dan jadilah biji beras kopi. Seperempat hasil biji beras kopi digunakan sebagai kontrol perlakuan. Proses selanjutnya yaitu menimbang kopi dan nanas. Masing-masing kopi ditimbang 250 gram. Sedangkan nanas 40 dan 80 %. Nanas yang telah diparut dicampurkan pada biji kopi dan ditambahkan 100 ml air agar parutan nanas merata. Biji kopi fermentasi nanas selanjutnya dicuci, disaring dan dikeringkan dengan panas matahari ±2-3jam. Biji kopi fermentasi yang kering disangrai selama 25 menit dan didinginkan sejenak untuk mendapatkan citarasa dan aroma yang baik. Hasil sangraian dihaluskan dengan saringan 50 mesh dan jadilah kopi bubuk. Kopi bubuk yang sudah jadi kemudian dilakukan pengujian yaitu meliputi kadar kafein (%), kadar air (%), kadar abu (%), dan uji organoleptik (citarasa dan aroma)

(4)

268 Pemanfaatan Nanas (Ananas Comosus L. Merr) – Oktadina, F.D., dkk

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Kafein

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar kafein pada perlakuan kopi yang difermentasikan dengan nanas mengalami perubahan dan mengalami penurunan kadar kafein. Kadar kafein kontrol 2,27% lebih tinggi dibandingkan dengan kadar kafein pada penelitian ini.

Gambar 1. Histogram Kadar Kafein (%) Akibat Perlakuan dari Lama Fermentasi Kopi dan Konsentrasi Nanas

Besarnya kadar kafein dalam kontrol menunjukkan bahwa kopi jenis robusta memiliki kadar kafein lebih tinggi dibandingkan dengan kopi jenis arabika (Clarke dan Macrae, 1987). Pengolahan basah dengan cara merendam kopi selama 36-40 jam menghasilkan kadar kafein yang rendah. Menurunnya kandungan kafein didalam kopi dikarenakan adanya pengaruh enzim bromelin dari nanas. Spesifikasi enzim bromelin pada nanas terhadap substratnya teramat tinggi dalam mempercepat reaksi kimia tanpa produk samping (Lehninger, 1982). Kopi dengan rendah kafein selain menghasilkan citarasa dan aroma yang baik juga lebih baik dikonsumsi karena dengan mengkonsumsi kopi rendah kafein akan dapat menstimulasi sistem saraf, sehingga akan memperbaiki mood, memperlama konsentrasi dan menghalau rasa lelah. Sebaliknya dengan dosis tinggi akan mengakibatkan insomnia, nervous, meningkatkan detak jantung dan tekanan darah (Erna, 2012).

Pada penelitian ini mengalami penurunan kadar kafein. Pada gambar 1 menunjukkan kadar kafein terendah sebesar 1,15% pada perlakuan konsentrasi nanas 40 % dan lama fermentasi 36 jam, sedangkan kadar kafein tertinggi pada perlakuan penelitian ini sebesar 1,9% pada perlakuan konsentrasi nanas 40 % dan lama fermentasi 24 jam. Proses fermentasi dengan nanas mengakibatkan menurunnya kandungan kafein. Spesifikasi enzim bromelin pada nanas terhadap substratnya teramat tinggi dalam mempercepat reaksi kimia tanpa produk samping (Lehninger, 1982). Dengan demikian enzim bromelin dapat digunakan sebagai substitusi bagi enzim sejenis lain, selain enzim bromelin banyak digunakan untuk menghidrolisa protein dan menggumpalkan susu. Bromelin yang terkandung pada buah nanas mampu menghancurkan sejenis protein dan menghambat pembentukan gel untuk gelatin. Sedangkan kafein memiliki sifat yang mirip dengan protein. Hal ini yang membuktikan bahwa enzim bromelin pada nanas mampu memecahkan senyawa pada kopi, sehingga kafein pada kopi bubuk dapat terpecahkan dengan waktu perendaman yang tepat.

Beberapa komponen penyusun dalam merangsang rasa pada kopi yaitu kafein, trigonil dan asam khlorogenat. Dimana asam khlorogenat merupakan komponen yang menjadikan kopi asam ketika disedu. Viani dan Hotman (1974) menyatakan bahwa untuk mendapatkan flavor yang optimum, maka komponen tersebut dalam biji kopi harus lebih besar dari 1 %, karena komponen tersebut merupakan prekursor aroma pada kopi dengan adanya proses penyangraian

1.9 1.15 1.73 1.59 1.27 1.32 2.27 0 0.5 1 1.5 2 2.5 24 36 48 kontrol K ad ar K af e in ( % )

Lama Fermentasi (Jam)

(5)

269 Pemanfaatan Nanas (Ananas Comosus L. Merr) – Oktadina, F.D., dkk

akan dihasilkan senyawa-senyawa volatile. Pada kondisi penyangraian 200- 205oC selama 30 menit menghasilkan komponen kimia yang erat hubungannya dengan aroma seduhan kopi yang dihasilkan (Rizzi dan Sanders, 1996).

Kadar Air

Pada masing-masing jenis kopi, kopi mempunyai beberapa kandungan yang terdapat didalamnya. Kopi mengandung air, abu, kafein, gula, lemak dan selulosa. Pada penelitian dilakukan uji kadar air dan kadar abu juga selain kadar kafein, agar dapat dianalisa berapa besar air yang terikat didalam kopi hasil fermentasi dengan konsentrasi nanas.

Menurut Departemen Kesehatan Gizi RI (2000), menyatakan bahwa hampir semua bagian daging nanas mengandung 85,3 % air dari tiap 100 gram nanas. Sedangkan kopi mengandung 11,23 % air didalamnya, sehingga ketika proses fermentasi kadar air dalam nanas larut pada biji kopi, sehingga pada hasil pengujian menghasilkan nilai kadar air yang cukup tinggi. Kadar air yang dihasilkan merupakan proses terikatnya dan masuknnya air yang terdapat pada masing-masing komponen, sehingga air dapat diserap oleh pori-pori kopi ketika proses fermentasi berlangsung.

Gambar 2. Histogram Kadar Air (%) Akibat Perlakuan dari Lama Fermentasi Kopi dan Konsentrasi Nanas

Pada kontrol kandungan kadar air yang dihasilkan sebesar 1,84 ± 0,02 %, sedangkan kadar air yang sangat tinggi dari data hasil pengujian ini terjadi pada kopi dengan konsentrasi nanas sebanyak 80 % (T1) dengan lama fermentasi 24 jam (N2) yaitu sebesar 5,51 ± 1,09 %, untuk kadar air terendah terdapat pada kopi konsentrasi nanas sebanyak 40 % (T3) dengan lama fermentasi 48 jam (N3) yaitu sebesar 4,70 ± 0,05 %. Meskipun pada perlakuan penelitian ini cukup tinggi dibandingkan kontrol, hasil penelitian ini masih dapat ditolerir, karena nilai (max) untuk standar mutu kopi bubuk SNI 01-3542-2004, sebesar 7 %. Dari hasil uji analisa tersebut maka, pengaruh banyaknya kadungan kadar air yang terdapat dalam nanas memberikan perubahan pada hasil perlakuan untuk kadar air pada proses fermentasi kopi.

Kandungan yang terdapat didalam kopi salah satunya kadar air merupakan kandungan terbesar pula setelah kafein. Sehingga dalam menurunkan kafein kopi bubuk perlu dilakukan cara yang tepat, agar terjadi keseimbangan pada akhirnya. Namun untuk proses fermentasi yang dihasilkan pada penelitian ini berpengaruh terhadap tingginya jumlah kadar air yang larut didalam kopi. Sehingga didapatkan bahwa tingginya kadar air berpengaruh pula terhadap tingginya kadar kafein yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena dalam beras kopi komponen satu dengan komponen yang lainnya berpengaruh dan berkaitan, ini disebabkan karena pengaruh selama proses pengolahan.

Kadar air tinggi berpotensi terhadap umur simpan kopi bubuk. Namun hal ini dapat diminimalisasikan dengan cara pengolahan yang lebih baik lagi. Untuk kadar air yang rendah menghasilkan komponen lain yang tinggi. Terbukti bahwa kontrol yang tidak mengalami proses fermentasi menghasilkan kadar air yang rendah namun memiliki kafein yang tinggi. Sedangkan

0 1 2 3 4 5 6 7 24 36 48 kontrol K ada r A ir ( % )

Lama Fermentasi (Jam)

(6)

270 Pemanfaatan Nanas (Ananas Comosus L. Merr) – Oktadina, F.D., dkk

hasil perlakuan penelitian ini dengan menurunnya kafein maka menghasilkan kadar air yang lebih tinggi.

Kadar Abu

Kadar abu merupakan jumlah mineral yang terdapat pada bahan, dimana mineral-mineral yang terdapat pada kopi adalah potasium, kalium, kalsium, magnesium, dan mineral-mineral non-logam yaitu fosfor dan sulfur (Clarke dan Macrae, 1985). Kadar abu yang tinggi dikarenakan kandungan mineral yang tinggi, selain itu kotoran dan sisa kulit ari juga dapat mempengaruhi kadar abu yang terkandung dalam biji kopi (Erna, 2012).

Gambar 3. Histogram Kadar Abu (%) Akibat Perlakuan dari Lama Fermentasi Kopi dan Konsentrasi Nanas

Pada diagram diatas terdapat perubahan kadar abu dari hasil proses fermentasi kopi, dimana pada kode perlakuan N2T1 yaitu konsentrasi nanas 80 % (N2) dengan lama fermentasi 24 jam (T1), mengalami peningkatan yang sangat signifikan sebesar 4,34±1,01%. Sedangkan pada perlakuan N1T2 dan N1T1 yaitu dengan konsentrasi nanas 40 % (N1) dan lama feremntasi 36 jam (T2) serta konsentrasi nanas 40 % (N1) dengan lama fermentasi 24 jam (T1) memilki kadar abu yang sedikit lebih rendah yaitu 5,62 ± 0,01% dan 4,69 ± 0,01% dibandingkan dengan kontrol, dimana kadar abu dari kontrol sebesar 5,64±0,02%.

Menurut Samson (1980), buah nanas mengandung sedikitnya 0,5 % kadar abu. Selain konsentrasi nanas yang mempengaruhi terhadap tingginya kadar abu, yang mempengaruhi dari hasil data ini adalah jenis kopi yang digunakan, karena setiap kopi memiliki tingkat kadar abu yang berbeda. Lamanya waktu kerja enzim juga mempengaruhi keaktifannya. Karena kecepatan katalis enzim akan meningkat dengan lamanya waktu reaksi (Ferdiansyah, 2005). Hasil analisa kadar abu yang dihasilkan sedikit lebih tinggi dibandingkan syarat mutu kopi bubuk dimanamsyarat dari kadar abu yang diizinkan adalah sebesar 5 % (Standar Perindustrian Indonesia, 1972).

Uji Organoleptik (Citarasa dan Aroma)

Selain uji kimia kopi, dilakukan uji organoleptik. Kopi memiliki 2 kandungan yang populer yaitu kafein dan kafeol. Kafeol merupakan kandungan yang berkaitan dengan citarasa dan aroma kopi bubuk. Sehingga penelitian ini perlu dilakukan uji organoleptik agar dapat diketahui baik dan buruknya kopi bubuk hasil fermentasi. Pengujian organoleptik ini dilakukan oleh 10 panelis ahli. 0 1 2 3 4 5 6 24 36 48 kontrol K ad ar A b u ( % )

Lama Fermentasi (Jam)

(7)

271 Pemanfaatan Nanas (Ananas Comosus L. Merr) – Oktadina, F.D., dkk

Gambar 4. Histogram Uji Organoleptik (%) Akibat Perlakuan dari Lama Fermentasi Kopi dan Konsentrasi Nanas

Diagram diatas merupakan nilai total yaitu bentuk respon dari 10 panelisahli dalam menilai citarasa dan aroma yang dihasilkan oleh masing-masing perlakuan (Puslit Koka, 2013). Dari hasil rerata citarasa dan aroma pada pengujian organoleptik diatas, maka terdapat beberapa atribut pendukung dalam memberikan nilai. Beberapa faktor pendukung dalam analisa meliputi aftertaste,salt/acid,bitter/sweet,mouthfeel/body, balance dan overall. Data tersebut membuktikan khualitas dari citarasa dan aroma yang dihasilkan.

Hasil analisa menunjukkan nilai respon terbaik pada perlakuan N1T2 dari konsentrasi nanas 40 % (N1) dan lama fermentasi 36 jam (T2), dengan total nilai dari responden/panelis ahli sebesar 74,50. Sedangkan respon terbaik lainnya adalah pada perlakuan konsentrasi nanas 40 % gram (N1) dan lama fermentasi 24 jam (T1) dengan total nilai 73,75. Namun nilai dari perlakuan ini sedikit menurun pada analisa salt/acid, bitter/sweet, dan balance. Sedangkan overall nilai yang direspon panelis sama dengan analisa N1T2.Perbandingan total nilai yang didapatkan jauh lebih baik dibandingkan dengan nilai pada kontrol yaitu 70,00 dengan notes no acidy, flat.Meskipun dari uji organoleptik nilai yang dihasilkan belum mencapai pada nilai terbaik yang ditentukan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, tetapi respon para panelis terhadap atribut yang dibuat untuk mencapai hasil analisa lebih baik dari pada kontrol. Menurut SNI 01-3542-2004 disimpulkan bahwa kopi dengan cara pengolahan basah dan lama fermentasi 24–36 jam memiliki ciri khas yang baik dengan skor 7–8. Sehingga hasil penelitian yang dihasilkan sudah memenuhi kategori dari standar SNI.

Pada pengujian organoleptik (citarasa dan aroma) ini terdapat notes, dimana menurut Usman (2012), notes tersebut adalah bentuk dari pengaruh citarasa dan aroma terhadap lama penyangraian. Hasil dari proses penyangraian terdapatnya aroma volatile terutama terbentuk bila biji kopi difermentasi dengan baik pada waktu tertentu. Keasaman (acidity) dan rasa pahit (bitterness) terbentuk dari komponen non volatil dalam kopi. Asam klorogenat merupakan salah satu komponen kimia kopi yang terdekomposisi bertahap seiring dengan pembentukan aroma volatile dan senyawa polimer. Sedangkan kafein penyumbang rasa pahit pada kopi bubuk. Tujuan dari penyangraian tersebut adalah untuk mengurangi kadar air, menimbulkan perubahan warna, dan pembentukan aroma spesifik.

Proses perendangan atau penyangraian dapat dibedakan menjadi 3 yaitu penyangraian ringan (Light Roast) kisaran suhu yang dihasilkan 193-1990C dengan berat turun sebesar 12 %, penyangraian sedang (Medium Roast) kisaran suhu yang dihasilkan 2040C berat turun sebesar 14%, dan penyangraian berat (Dark Roast) kisaran suhu penyangraian 213-2210C berat turun sebesar 16 % (Dimas, 2012).Proses penyangraian berlangsung 5-30 menit (Ridwansyah, 2003). Notes dari perlakuan N1T2 adalah acidity, hal ini terjadi karena asam yang ditimbulkan akibat fermentasi. Akan tetapi bila pengolahan cara basah dilakukan dengan lebih baik lagi, maka akan mendapatkan hasilbody lebih tinggi (good body).

64 66 68 70 72 74 76 24 36 48 Kontrol Fi n al S co re

Lama Fermentasi (Jam)

(8)

272 Pemanfaatan Nanas (Ananas Comosus L. Merr) – Oktadina, F.D., dkk

Pada proses penyangraian biji kopi merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam biji kopi dengan perlakuan panas. Jadi semakin lama penyangraian sebenarnya semakin mendapatkan citarasa kopi yang baik, karena pahit yang dihasilkan dapat menghilangkan rasa asam akibat fermentasi. Namun apabila terlalu lama penyangraian akan terjadi karamelisasi (Ciptadi dan Nasution, 1985).

Perbandingan Hasil Penelitian dengan Metode Lain

Pada penelitian terdahulu dengan judul penelitian Mempelajari Proses Pengolahan Kopi Bubuk (Coffea cannephora) Alternatif dengan Menggunakan Suhu dan Tekanan Rendah (Lusi, 2001), dengan menggunakan suhu pengeringan yang tinggi didapatkan kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang lain dengan judul penelitian Kajian Sifat Kimia Fisik dan Organoleptik Kopi Robusta (Coffea cannephora), Kayu Manis (Cinnamomun burmanii) dan Campurannya (Miftakhur, 2009) dimana dengan kopi campuran kayu manis dan daun kayu manis kadar air 5,2%. Pada penelitian sekarang hasil kadar air yang diperoleh sebesar 5,32±0,05%, dimana kadar airnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan pada campuran kopi dengan kayu manis menghasilkan kafein yang lebih tinggi yaitu 2-3% jika dibandingkan dengan kopi hasil fermentasi dengan nanas sebesar 1,15%. Masing-masing pembanding penelitian ini, tidak melakukan uji kadar abu, jadi tidak bisa dilihat prosentase kandungan mineral yang dihasilkan pada masing-masing metode. Pengujian citarasa pada pembanding penelitian ini semua menggunakan panelis umum, jadi atribut yang didapatkan belum bisa dipastikan sesuai apabila dibandingkan dengan hasil analisa yang diperoleh dari para penalis ahli.

Pada penelitian ini membuktikan bahwa berhasil atau tidaknya dalam menganalisa kandungan didalam kopi terutama kafein dan kafeol bergantung dari proses pengolahan yang benar dan baik serta bergantung pada kandungan biji kopi tersebut. Karena masing-masing wilayah dapat menghasilkan komponen kopi yang berbeda. Penelitian ini menghasilkan kadar kafein yang lebih rendah dibandingkan dengan pembanding penelitian yang lain. Namun kadar air pada penelitian ini cukup signifikan perbedaannya dengan kontrol, hal ini berkaitan dengan lama pengeringan dan suhu yang digunakan. Pada penelitian yang lain proses pengeringannya menggunakan alat, sedangkan pada penelitian ini proses pengeringan berlangsung dengan panas sinar matahari. Sedangkan untuk uji citarasa penelitian ini lebih baik karena diujikan oleh para panelis ahli yang memberikan respon pada hasil analisa berupa kolom atribut penginderaan.

SIMPULAN

P

erlakuan N1T2 merupakan hasi

l terbaik dengan kadar kafein 1,

15%,

sehingga

dapat disimpulkan bahwa kandungan bromelin nanas mampu menurunkan kadar kafein kopi. Kadar kafein hasil fermentasi nanas menghasilkan kadar kafein lebih rendah dibandingkan dengan kadar kafein kontrol sebesar 2,27%.

P

erlakuan N1T2 mendapat respon terbaik dari panelis ahli pada uji organoleptik (citarasa dan aroma) sebesar 74,50 dengan notesAcidity, good body.

DAFTAR PUSTAKA

Armansyah M., 2010. Mempelajari Minuman Formulasi Dari Kombinasi Bubuk Kakao

Dengan Jahe Instan. Teknologi Pertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Cardelli, C.Labuza, T.P. 2001. Application of Weinbull Hazard Analysis to the Determination of the Shelf life of Roasted and Ground Coffe. Lebensm-Wiss.u.Technologi 34:273-278.

Ciptadi, W dan Nasution, M.Z. 1985. Pengolahan Kopi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(9)

273 Pemanfaatan Nanas (Ananas Comosus L. Merr) – Oktadina, F.D., dkk

Clarke, R. J. And Macrae, R. 1985. Coffee Technology (Volume 2). Elsevier Applied Science, London and New York.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan I. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Direktorat Pengawas Obat Tradisional.

Erna C. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan dan Karakteristik Fitokimia pada Kopi Luwak Arabika dan Pengaruhnya terhadap Tekanan Darah Tikus Normal dan Tikus Hipertensi. Tesis. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Farmasi. Universitas Indonesia.

Ferdiansyah, V.2005. Pemanfaatan Kitosan Dari Cangkang Udang Sebagai Matriks Penyangga Pada Imobilisasi Enzimprotase. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.

Lehninger Albert, 1993. Dasar-dasar Biokimia.Alih bahasa Meggy Thenawijaya Penerbit Erlangga. Jakarta.

Lusi I, S. 2001. Mempelajari proses pengolahan kopi Bubuk (Coffea canephora) Alternatif dengan Menggunakan Suhu dan Tekanan Rendah. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Meyer. 1973. Food Chemistry. Spinger-Verlag, Berlin, Heidelberg.

Miftakhur, R. 2009. Kajian Sifat Kimia Fisik dan Organoleptik Kopi Robusta (Coffea

cannephora), Kayu Manis (Cinnamomun burmanii) dan Campurannya. Fakultas

Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Mulawarman. Samarinda. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. 2013. Metode Pengujian Citarasa Kopi. Puslit Koka.

Jember.

Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Rizzi GP, Sanders RA.1996.Mechanism of Pyridine Formation From Trigonelline under Coffee Roasting Conditions. Didalam Taylor AJ, Mattram DS. Flavour Science Recent Development. The Royal Society of Chemistry Information Service, UK.

Ruth, E V S. 2011. Artikel Ilmu Bahan Makanan Bahan Penyegar Kopi. Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro.

Standar Nasional Indonesia. 2004. Biji Kopi. SNI 01-3542-2004

Sulistyowati dan Sumartono.2002. Metode Uji Cita Rasa Kopi. Materi Pelatihan Uji Cita Rasa Kopi : 19-21 Februari 2002. Pusat Penelitian kopi dan Kakao Indonesia, Jember.

Gambar

Gambar 1. Histogram Kadar Kafein (%) Akibat Perlakuan dari   Lama Fermentasi Kopi dan Konsentrasi Nanas
Gambar 2. Histogram Kadar Air (%) Akibat Perlakuan dari   Lama Fermentasi Kopi dan Konsentrasi Nanas
Gambar 3. Histogram Kadar Abu (%) Akibat Perlakuan dari   Lama Fermentasi Kopi dan Konsentrasi Nanas
Gambar 4. Histogram Uji Organoleptik (%) Akibat Perlakuan dari   Lama Fermentasi Kopi dan Konsentrasi Nanas

Referensi

Dokumen terkait

Namun demikian, itu bukan hal yang mustahil untuk dilakukan, selain melalui upaya-upaya mandiri bersama, juga dengan tidak segan menimba pengalaman dari negara-negara

[r]

b) Observasi atau pengamatan, adalah teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. c) Angket, adalah sejumlah

(amfetamin,sabu). OD terjadi karena toleransi maka perlu dosis yang lebih besar, atau karena sudah lama berhenti pakai, lalu memakai lagi dengan dosis yang

Metode penelitian dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap tanda dan gejala serangan hama penggerek batang, penghitungan jumlah bibit di persemaian yang

Sikap yang terbentuk pada diri seseorang dibentuk oleh komponen-komponen tertentu. Komponen sikap tersebut berupa 1) komponen kognitif, Unsur ini terdiri dari keyakinan

- Pekerjaan Pintu (Mekanikal - Elektrikal / ME) Pembaruan Aset Rusak Berat - Bangunan Sipil. Tahun rehabilitasi/perbaikan besar

Interaksi antara mikroorganisme dengan organisme lain dimana satu jenis dapat diuntungkan dan jenis lain tidak dirugikan, hubungan interaksi semacam ini disebut