• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perempuan Dalam Arus Politik Lokal. Dedek Kusnadi. IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perempuan Dalam Arus Politik Lokal. Dedek Kusnadi. IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

206

Perempuan Dalam Arus Politik Lokal

Dedek Kusnadi

IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia

ABSTRAK

Tulisan ini menggambarkan faktor yang mempengaruhi kemunculan anggota legislatif perempuan Kota Jambi yang berimplikasi pada keterlibatan politiknya di Parlemen. Penelitian ini merupkan sebuah riset deskriptif yang bersifat eksploratif dalam menggambarkan secara detail keadaan atau fenomena sosial, dimana melibatkan peneliti sendiri sebagai intrumen pengumpul data. Teknik yang dilakukan melalui observasi dan wawancara mendalam terhadap semua legislator perempuan (7 orang) yang ada di DPRD Kota Jambi. Adapun hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa semua legislator perempuan berasal dari keluarga yang memiliki kedudukan sosial yang tinggi dalam masyarakat, baik sebagai bangsawan lokal maupun sebagai keluarga politisi. Tingginya kedudukan sosial ini, diikuti dengan meningkatnya status ekonomi, sehingga menjadi wadah efektif bagi proses sosialisasi secara berkelanjutan, mulai dari dalam keluarga, sampai melewati berbagai jenjang pendidikan, pekerjaan yang digeluti, dan berbagai organisasi sosial-politik, keagamaan serta media massa. Para legislator perempuan yang telah tersosialisasi dengan baik dan berhasil, mampu menggapai kedudukan yang setara dengan laki-laki dalam berbagai lingkungan pekerjaan, lembaga dan organisasi berdasarkan kesadaran, kapabilitas dan kompetensi yang dibutuhkan. Akhirnya faktor-faktor tersebut mencapai tingkatan optimal, ketika terbuka ruang politik yaitu jaminan kuota minimal 30 % bagi caleg perempuan berdasarkan Undang-Undang yang direspons oleh Partai Politik. Dengan demikian, legislator perempuan mampu tampil dan menunjukkan diri bahwa partisipasi politik mereka bukan sesuatu yang prematur atau masih pada tingkat awal dalam realitas politik tetapi aktif dan kontinyu atau memiliki keterlibatan politik (political engagement) yang sanggup mewarnai proses demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Jambi.

Kata-kata kunci: legislator perempuan

Pendahuluan

Kesetaraan hak antara perempuan dan laki-laki dalam bidang politik di Indonesia sampai saat ini masih tergolong rendah. Hal ini ditandai dengan tidak seimbangnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif yang relatif sangat rendah jika dibandingkan dengan jumlah pemilih perempuan Indonesia yang pada tahun 1999 mencapai 57 %. Rendahnya partisipasi perempuan dalam kegiatan politik dan kesempatan untuk turut serta dalam pengambilan kebijakan pada tingkat nasional maupun daerah, dapat dilihat dari sedikitnya keikutsertaan perempuan sebagai anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD Provinsi, kabupaten/kota maupun keberadaan perempuan dalam kabinet yang sejajar dengan birokrasi.

Kenyataan tersebut akhirnya mendorong kaum perempuan melalui organisasi kemasyarakatan, LSM dan kelompok-kelompok akademisi yang peduli terhadap perempuan, untuk menyuarakan

(2)

207

pentingnya akses bagi perempuan untuk duduk di lembaga legislatif dengan memperjuangkan kuota 30%. Undang-undang No.12 tahun 2003 tentang pemilihan umum Anggota DPR, DPD dan DPRD pasal 65 ayat (1) yang menyebutkan : “setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%”. Walaupun pasal ini tidak mengikat bagi partai politik karena tidak ada sanksi hukumnya, namun yang lebih penting untuk dicermati bahwa adanya jaminan hukum bagi calon legislatif perempuan untuk memenuhi kuota 30 % sebagai mana yang dijelaskan dalam UU tersebut.

Tindakan khusus sementara (affirmative action) ini, telah menghasilkan kemajuan yang cukup berarti bagi perempuan untuk terlibat dalam dunia politik. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan jumlah perempuan sebagai anggota di lembaga legislatif periode 2004-2009, DPR-RI 61 orang (11,09%), anggota DPD (21,09%) dari total seluruh anggota dan untuk tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia rata-rata mencapai 10%.

Tabel. 1

Presentase Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Menurut Jenis Kelamin Periode Tahun 1999-2004, 2004-2009, DAN 2009-2014

NO Jenis Kelamin 1999-2004 2004-2009 2009-2014

1. Laki-laki 91,0% 89.3% 82,4%

2. Perempuan 9,0% 10,7% 17,6%

Sumber : website KPU RI

Jika melihat dari tabel diatas ini menunjukkan keterwakilan perempuan dari periode keperiode mengalami peningkatan, bahkan apabila kita melihat perkembangan dari periode 1999-2004 s.d 2009-2014 kenaikannya cukup signifikan yaitu mencapai 17,6 persen, peningkatan jumlah keterlibatan perempuan di lembaga legislatif ini juga terjadi dibeberapa wilayah di Indonesia, namun perlu disadari bahwa peningkatan keterlibatan perempuan di lembaga legislatif sebagain besar belum mendekati kuota 30 % sebagaimana yang telah diamanahkan oleh UU No.12 tahun 2003 tentang pemilihan umum.

Kondisi riil DPRD Kota Jambi keterwakilan perempuan yang berhasil duduk di kursi DPRD belum mencapi 30 % sebagaimana ketentuan UUD yang ada, dalam pemilu legislatif 2014 dari 45 kursi anggota DPRD caleg perempuan DPRD Kota Jambi hanya berhasil menduduki 8 kursi.1 jumlah keterwakilan perempuan di DPRD Kota Jambi pileg 2014 mengalami peningkatan jika dibandingkan pemilu legislatif 2009 dimana dari 45 kuris anggota DPRD hanya 4 kursi yang berhasil diduduki di DPRD Kota Jambi.2

1 Laporan KPUD Kota Jambi, Pemilihan Legislatif periode 2009 s.d 2014, diterbitkan oleh KPUD Kota

Jambi, nama-nama caleg perempuan Kota Jambi yang berhasil duduk dikursi legislatif untuk periode 2014 s.d 2017, yaitu; Yeni Sinaga (PDIP), Nyimas Mazniati (Hanura). Markonah (PAN), Syofni Herawati (PKB), Maria Magdalena (PDIP), Nulli Kurniasih (Demokrat), Hj Hendriani dan Ernawati (Golkar),

2 Nama-nama caleg perempuan Kota Jambi yang berhasil duduk dikursi legislatif untuk periode 2019 s.d

(3)

208

Jika melihat dari sisi kuantitas, peningkatan jumlah legislator perempuan Kota Jambi merupakan suatu hal patut dibanggakan, dalam konteks ini dapat dilihat bahwa akses politik perempuan Kota Jambi semakin terbuka lebar, kemudian kesadaran politik perempuan Kota Jambi semakin meningkat seiring dengan banyaknya hak-hak perempuan yang perlu untuk diperjuangkan. Namun sisi lain dapat dilihat bahwa terjadinya peningkatan jumlah perempuan dalam lembaga legislatif, terkadang tidak sendirinya menghasilkan perubahan yang berarti bagi kehidupan perempuan dalam masyarakat saat ini. Perempuan masih mengalami kendala, baik kultural maupun struktural. Kendala kultural terkait dengan masih kentalnya budaya patriarki dalam masyarakat yang menempatkan pola dan peran sosial yang berbeda untuk laki-laki dan perempuan. Sosialisasi nilai-nilai kultural tersebut diatas membuat perempuan kurang percaya diri untuk terjun dalam dunia politik. Kendala ini kemudian diperkuat oleh suatu persepsi yang keliru dari kaum perempuan sendiri tentang pengertian politik sebagai sesuatu yang buruk, kotor, penuh kelicikan, kekerasan dan intimidasi (yang pada umumnya dibentuk oleh pengalaman dan cara berpolitik laki-laki). Kehidupan perempuan yang banyak ditampilkan di media massa tentang gagalnya rumah tangga karena dia bekerja atau berpolitik turut memperkecil keberanian perempuan untuk terjun ke arena politik.

Kendala struktural dapat dilihat dari berbagai bidang sosial ekonomi yang meliputi kurangnya pendidikan, kemiskinan, dan lemahnya sumber keuangan yang memadai, beban ganda yang harus mereka sandang akibat kebijakan dan undang-undang perkawinan yang menempatkan perempuan pada posisi yang dilematis antara keluarga dan sikap profesionalnya dalam pekerjaan dan karir. Kekerasan terhadap perempuan khususnya dalam rumah tangga juga menyebabkan akses perempuan sangat terbatas dalam memasuki arena politik. Akibatnya terjadi maskulinisasi politik dimana laki-laki mendominasi arena dan proses-proses politik sedangkan perempuan masih sulit terlibat dalam arena ini.

Keterlibatan perempuan dalam politik dipengaruhi oleh partisipasi aktif dan berinteraksi dengan partai politik yang menjadi wadah untuk menyalurkan aspirasi dan mengembangkan potensi atau kemampuannya dan juga merupakan kendaraan politik untuk menuju ke posisi di legislatif. Menurut Undang-Undang No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik, yang dimaksud dengan partai politik adalah: ”Organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga Negara RI secara sukarela, atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilu”.

Berangkat dari beberapa pemaparan tersebut tulisan ini mencoba mengkaji tentang keterlibatan perempuan dalam politik, dimana dalam tulisan ini melihat faktor yang mempengaruhi kemunculan anggota legislatif perempuan Kota Jambi yang berimplikasi pada keterlibatan politiknya di Parlemen.

Pembahasan

Tinjauan Teoritis Tentang Representasi Politik Kaum Perempuan di Parlemen.

Representasi politik perempuan dalam parlemen di Indonesia diwujudkan dengan keberadaan perempuan pada lembaga legislatif baik di tingkat nasional (DPR, MPR, DPD) maupun di tingkat daerah (DPRD). Namun demikian, melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003, representasi

(4)

209

politik perempuan dalam parlemen di Indonesia secara formal dilakukan dengan adanya sistem kuota.

Sistem kuota pada dasarnya meletakkan persentase minimum bagi kedua jenis kelamin yakni laki- laki dan perempuan, untuk memastikan adanya keseimbangan posisi dan peran gender dari keduanya dalam dunia politik, atau khususnya dalam pembuatan dan pengambilan keputusan. Ini berarti dengan adanya kuota berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003, diharapkan keterwakilan perempuan di berbagai lembaga legislatif baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah dapat diakomodasi baik dalam hal jumlah maupun kualitas perempuan itu sendiri. Peningkatan jumlah masih menjadi titik berat dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tersebut karena dari sisi jumlah saja perempuan di legislatif masih sangat terbatas dan tidak representatif.

Argumen yang digunakan dalam penggunaan sistem kuota ini adalah untuk mengatasi masalah ketidaksetaraan atau ketidakadilan gender akibat dari undang-undang atau hukum dan budaya yang bias gender. Sebaliknya pada saat bersamaan, bagi pihak yang menentangnya, argumennya adalah sistem kuota pada dasarnya tidak memiliki basis hukum yang kuat alias tidak konstitusional. Belum lagi pernyataan yang mengatakan bahwa sistem kuota bertentangan dengan hak asasi manusia, dan bahkan merendahkan kemampuan kalangan perempuan itu sendiri. Menurut mereka ini hanya akan melahirkan stigma negatif bahwa kedudukan perempuan dalam lembaga parlemen atau partai politik bukan karena kemampuannya sendiri tapi akibat diberlakukannya sistem kuota.3 Berdasarkan argumen ini, menunjukkan bahwa sistem kuota itu sendiri masih menimbulkan pro dan kontra dimana banyak sekali yang mendukung, namun banyak pula yang menentangnya. Keberadaan sistem kuota walaupun mampu meningkatkan kuantitas keterwakilan perempuan di parlemen, namun dapat juga menimbulan stigma negatif terhadap perempuan itu sendiri. Ini berarti bahwa dengan sistem kuota, representasi perempuan lebih didasarkan pada sisi kuantitas dan bukannya pada sisi kualitas. Ini juga berarti bahwa kualitas perempuan belum menjadi titik berat utama dalam sistem kuota, sehingga cenderung menimbulkan stigma negatif terhadap perempuan yang duduk di legislatif bukanlah karena kualitas, tetapi lebih sebagai pemenuhan kuantitas semata.

Namun demikian, kuota perempuan dalam undang-undang pemilihan umum merupakan sarana atau salah satu pintu bagi upaya membuka halangan yang selama ini dihadapi perempuan untuk berpartisipasi dalam bidang politik. Ini adalah perjuangan yang harus diisi dan ditindaklanjuti. Ketentuan inipun bersifat jangka panjang. Keberhasilan memasukkan klausul ini dalam undang-undang pemilu menjadi dorongan positif untuk perjuangan perempuan di arena politik.

Keberhasilan dalam mendorong sistem kuota ini dianggap sebagai pembuka dalam representasi politik perempuan di legislatif. Pemenuhan dan pelaksanaan undang-undang ini diharapkan dapat membawa hal positif bagi perempuan, minimal mampu untuk mengisi kuantitas keterwakilannya di legislatif dengan secara perlahan menghilangkan stigma negatif yang menimpa perempuan di legislatif, terutama terkait dengan kualitas perempuan itu sendiri.

3 Wijaksana, WB., Politik dan Keterwakilan Perempuan, (Jakarta: Jurnal Perempuan untuk Pencerahan dan

(5)

210

Dalam kancah politik, meskipun partai politik dapat menominasikan 30% perempuan, belum tentu hasil akhir akan didapatkan anggota legislatif perempuan sebanyak 30% karena hal itu akan tergantung pemilih dan tergantung kualifikasi caleg perempuan dan bagaimana parpol mengakomodasinya. Partai politik mempunyai tugas berat untuk mencari dan menyiapkan kader perempuan yang layak dinominasikan. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah parpol berlomba memberikan insentif bagi perempuan agar mau bergabung dalam partai.

Program seperti memberlakukan tindakan affirmatif untuk perempuan dalam kepengurusan partai di berbagai tingkatan, mengalokasikan anggaran pendidikan politik bagi perempuan, perekrutan caleg perempuan, serta menominasikannya dalam daftar calon tetap legislatif adalah alternatif dari insentif yang perlu dipikirkan oleh partai politik.4

Perekrutan perempuan di tingkat partai politik ini menjadi sarana penting guna meningkatkan kualitas perempuan di legislatif. Di tingkat partai, perempuan yang berkualitas dapat duduk di kepengurusan partai atau dalam struktur organisasi partai dimana perempuan mempunyai hak untuk mengambil keputusan.

Dengan demikian, partai dapat menjadi sarana bagi perempuan untuk dapat meningkatkan kemampuannya terutama dalam kulaitasnya melalui berbagai bidang kepengurusan di partai politik dan juga dalam pengambilan keputusan dalam kepengurusan partai. Gagasan bagi peningkatan representasi perempuan dalam politik diperlukan untuk merubah prioritas politik dengan agenda-agenda politik tradisional yang dikenal selama ini. Perempuan, karena pengalaman hidup yang mereka jalani, memiliki nilai dan pandangan yang khas yang hanya dimiliki dan bisa dirasakan oleh perempuan seperti kepedulian pada isu kesejahteraan keluarga, pendidikan, kesehatan, anti kekerasan, selain perempuan lebih kurang berminat untuk terlibat pada politik dan konfrontasi.

Selain pemenuhan terhadap kuota yang ditetapkan oleh undang-undang, penting bagi perempuan juga untuk memiliki pemahaman dan perjuangan dalam masalah-masalah yang terkait perempuan. Pemahaman dan perjuangan terhadap masalah-masalah yang terkait dengan perempuan inipun menjadi satu bidang penting bagi perempuan untuk dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas perempuan di parlemen.

Mobillitas jaringan kerja antar organisasi-organisasi masyarakat, terutama organisasi perempuan menjadi penting untuk dilakukan. Selama ini, kurang adanya dukungan dari organisasi perempuan dan organisasi masyarakat lainnya. Begitu juga dengan media massa yang tidak tertarik untuk mempublikasikan tokoh-tokoh perempuan (perempuan potensial) yang akan duduk di legislatif. Bahkan partai politik dimana perempuan menjadi anggotanya pun, masih sangat lemah dalam memberikan dukungan, terutama dukungan untuk pendanaan dan akses lainnya yang diperlukan oleh perempuan sebagai calon legislatif. Untuk membiayai kampanye, misalnya. Dalam hal melakukan kampanye, ketersediaan dana pendukung menjadi kebutuhan signifikan yang harus dipenuhi. Dukungan pendanaan ini sulit diperoleh secara pribadi karena kandidat perempuan tidak punya cukup dana untuk kampanye, dan tidak mungkin mengharapkan dukungan dana dari suami.

4 Ani Soetjipto, Kuota 30% Perempuan : Langkah Awal bagi Partisipasi Politik Perempuan di Indonesia,

(6)

211

Bahkan partainya sendiri belum tentu mengalokasikan dana kampanye, khusus untuk kandidatnya yang perempuan.

Dalam memperjuangkan dan memmbela hak-hak perempuan inilah, maka perlunya dilakukan kerjasama antar calon legislatif perempuan dan organisasi perempuan. Kerjasama ini harus dibangun secara formal, karena organisasi adalah institusi formal dan menjadi legislatif juga jabatan politik formal. Di sinilah perlunya dilakukan pengorganisasian dan mobilitas jaringan antar organisasiorganisasi perempuan, juga organisasi masyarakat yang berkepentingan luas lainnya, misalnya serikat buruh, serikat tani, serikat nelayan, dan lain- lain. Hubungan ini harus dibangun secara terorganisir.5

Berdasarkan pada pemahaman tentang representasi politik perempuan ini, maka dapat dikatakan bahwa representasi politik perempuan di Indonesia dapat dilihat dari adanya pemenuhan kuota 30% dalam daftar calon anggota legislatif dan juga dalam keanggotaan legislatif itu sendiri. Jadi, dalam hal ini, representasi politik perempuan dapat dikatakan berhasil dalam parlemen jika dapat mencapai pemenuhan kuota 30% dalam daftar calon anggota legislatif dan juga dalam parlemen di daerah.

Tinjauan Teoritis Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Perempuan.

Keterlibatan politik (political engagement atau political involvement) adalah sebuah konsep yang dipakai untuk menggambarkan partisipasi aktif dan kontinyu dengan kualitas dan tingkat intensitas yang tinggi dalam berpolitik. Sedangkan partisipasi dipandang memiliki spektrum yang sangat luas dengan kualitas dan tingkat intensitas yang rendah. Namun untuk memperoleh gambaran tentang keterlibatan politik perempuan, digunakan banyak teori partisipasi politik yang berdekatan dengan konsep keterlibatan tersebut.

Partisipasi politik menurut Mc Closky adalah kegiatan-kegiatan sekuler dari warga masyarakat untuk mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum.6 Tingkatan partisipasi dalam suatu sistem politik tercermin dalam berbagai wujud, seperti menduduki jabatan politik atau administratif, mencari jabatan politik atau administratif, menjadi anggota aktif suatu organisasi politik, menjadi anggota pasif suatu organisasi politik, menjadi anggota aktif suatu organisasi semi politik, menjadi anggota pasif suatu organisasi semi politik, partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi partisipasi dalam diskusi politik informal, minat umum dalam politik, tidak apatis terhadap kegiatan politik dan sebagainya.7

Sementara itu, peran-peran yang diambil dalam melakukan kegiatan politik adalah sebagai berikut.

a. Sebagai pengamat: menghadiri rapat umum, menjadi anggota lelompok kepentingan, berusaha meyakinkan orang, memberikan suara dalam pemilu, mendiskusikan masalah politik dan memberi perhatian pada perkembangan politik.

5 Lely Zailani, Kerjasama Strategis Organisasi Massa Perempuan dan Calon LegislatiPerempuan, Beranda,

International IDEA.

6 Miriam Budiarjo, Pengantar Ilmu Politik, (Jakarta: Penerbit PT Gramedia, Jakarta 1981), hal 1

(7)

212

b. Sebagai partisan: menjadi petugas kampanye, aktif dalam partai politik atau kelompok kepentingan dan aktif dalam proyek-proyek sosial.

c. Sebagai aktivis: menjadi pejabat umum, menjadi pejabat partai sepenuh waktu dan modal pimpinan kelompok kepentingan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik seseorang, ialah kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah (sistem politik). Yang dimaksud dengan kesadaran politik adalah kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Hal ini menyangkut pengetahuan seseorang tentang lingkungan masyarakat dan politik tempat dia hidup, yang dimaksud dengan sikap dan kepercayaan terhadap pemerintah ialah penilaian seseorang terhadap pemerintah, apakah ia menilai pemerintah dapat dipercaya serta dipengaruhi atau tidak.8

Selanjutnya menurut Ramlan Surbakti, tinggi rendahnya kedua faktor tersebut, dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti status sosial, dan status ekonomi, afiliasi politik orang tua dan pengalaman berorganisasi. Yang dimaksud dengan status sosial ialah kedudukan seseorang dalam masyarakat karena keturunan, pendidikan dan pekerjaan. Status ialah kedudukan seseorang dalam pelapisan masyarakat berdasarkan pemilikan kekayaan. Seseorang yang memiliki status sosial dan status ekonomi yang tinggi diperkirakan tidak hanya memiliki pengetahuan politik, tetapi juga mempunyai minat dan perhatian pada politik, serta sikap dan kepercayaan pemerintah.

Berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Milbrath, bahwa faktor utama yang mendorong orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik. Pertama, karena adanya perangsang sehingga orang mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. Kedua, karena faktor karakteristik pribadi seseorang. Orang yang berwatak sosial, yang mempunyai kepedulian besar terhadap problem sosial, politik, ekonomi dan lain-lainnya. Ketiga, faktor karakteristik seseorang menyangkut status sosial ekonomi, kelompok ras, etnis dan agama. Bagaimanapun lingkungan sosial ikut mempengaruhi persepsi, sikap dan perilaku seseorang.Keempat, faktor situasi atau lingkungan politik itu sendiri.9 Intensitas partisipasi politik dipengaruhi juga oleh faktor-faktor pendapatan, pendidikan, status sosial dan sistem komunikasi masyarakat yang bersangkutan serta ras, jenis kelamin, umur, tempat tinggal dan situasi.

Sedangkan Djohermansah menyatakan dalam soal intensitas, umumnya partisipasi politik aktivis lebih tinggi dari pada warga negara biasa. Pria lebih banyak berpartisipasi dalam kegiatan politik dari pada wanita, demikian pula orang yang berumur dibanding yang masih muda, orang yang sudah dengan yang belum kawin, orang yang berpendapatan tinggi dengan yang berpenghasilan rendah, orang yang berpendidikan baik dengan yang berpendidikan kurang, orang yang berstatus sosial tinggi dengan yang berstatus sosial rendah, orang yang tinggal di kota dengan yang menetap di desa dan sebagainya.10

8 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik,( Jakarta: PT Gramedia, 1992) Hal 144

9 Ibid ….Hal 156

10 Djohermansyah Johan, Strategi Pengembangan Partisipasi Politik Masyarakat, (Jakarta: IIP, 1996)

(8)

213

Faktor yang Melatar Belakangi Kemunculan Legislator Perempuan Kota Jambi dalam Pileg 2014

Kemunculan legislator perempuan di Kota Jambi dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun studi ini difokuskan pada dua, faktor internal, yaitu sosialisasi yang dialami selama hidup (pendekatan psikologis) dan struktur sosial yang mengandung kenyataan obyektif tentang berbagai norma yang mengikat individu legislator (pendekatan sosiologis). Faktor-faktor ini sulit terwujud jika tidak didukung sebuah faktor eksternal yaitu terbukanya ruang politik bagi warga negara, khususnya kaum perempuan yang selama ini termarginalkan (pendekatan kebijakan Pemerintah dan Parpol). Di antara ketiga faktor ini, mungkin ada yang lebih dominan namun ketiganya dapat saja memberikan kontribusi yang signifikan dalam mempengaruhi kemunculan seorang legislator perempuan di Kota Jambi.

Faktor Sosialisasi Politik

Pilihan untuk terjun dalam dunia politik sekaligus menjadi legislator perempuan adalah cerminan dari orientasi politik yang terbentuk dalam waktu yang panjang dan rumit melalui proses sosialisasi politik. Sebagai individu, seseorang memiliki pengalaman yang mempengaruhi perilaku politiknya, baik ketika masih berada di tengah keluarga, pada saat mengenyam pendidikan, maupun ketika terjun aktif dalam organisasi politik. Demikian juga media massa turut perperan sebagai agen sosialisasi politik yang sangat efektif dewasa ini. Berdasarkan pemikiran ini, maka akan digambarkan sosialisasi politik yang dialami oleh para legislator perempuan di Kota Jambi.

Pertama, Sosialisasi Politik Dalam Kehidupan Keluarga, sosialisasi politik dalam keluarga juga

mempengaruhi kepekaan politik para pemimpin perempuan yang secara tidak langsung mempersiapkannya untuk terjun ke dunia politik. Indira Gandhi, Benazir Bhuto, Cory Aquino, Aung San Suu Kyi, dan Megawati Sukarnoputri dibesarkan dalam keluarga yang aktif terlibat politik di negara masing-masing. Jika dicermati, para pemimpin perempuan tersebut berasal dari kaum elite di negara masing-masing. Paling tidak dari kalangan menengah- atas. Hal ini mempengaruhi tingkat pendidikan dan sosialisasi politik mereka. Para legislator perempuan Kota Jambi mengakui bahwa Agen pertama dan utama yang mengajar dan menularkan berbagai nilai kepada anak-anak adalah orang tua, keluarga atau orang-orang terdekat dalam proses sosislisasi politik. Setelah berkeluarga, seorang istri pun mendapatkan sosialisasi yang efektif dari suami dan keluarganya.

Kedua, Sosialisasi Politik Melalui Pendidikan, Orang yang terpelajar lebih sadar akan pengaruh

pendidikan terhadap kehidupan mereka, lebih memperhatikan kehidupan politik, memperoleh lebih banyak informasi tentang proses-proses politik, dan lebih kompoten dalam tingkah laku politiknya. Untuk itu para legislator perempuan mengakui sangat besar pengaruh pendidikan, baik formal maupun informal terhadap pembentukan karakter mereka sejak masa kecil, para legislator perempuan mengungkapkan bahwa pendidikan formal maupun informal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seorang legislator dalam menjalankan aktifitas mereka sebagai penyambung lidah masyarakat di Parlemen.

Ketiga, Sosialisasi Politik di Lingkungan Organisasi, Keterlibatan seorang legislator perempuan

juga dipengaruhi oleh latar belakang organisasi social yang digelutinya. Nilai, sikap dan kepribadiannya akan ditransmisikan pada lingkungan barunya yakni partai politik yang sesuai dengan aliran atau ikatan primordialnya, dalam konteks ini para legislator perempuan Kota Jambi

(9)

214

menyadari bahwa organisasi sosial politik sangat mempengaruhi proses kampanye yang mereka lakukan dalam memperkenalkan diri kepada masyarakat, kemudian mereka menyatakan bahwa organisasi menjadi wadah mereka dalam mengenal dunia politik serta semakin mengutkan kepekaan mereka terhadap kondisi masyarakat.

Keempat, Sosialisasi Politik Melalui Media Massa, Sarana lain yang cukup berpengaruh

terhadap perempuan dalam sosialisasi politik adalah media massa. Setelah bergulirnya reformasi, banyak media cetak dan TV swasta yang aktif mengkampanyekan isu jender serta bagaimana memaksimalkan keterwakilan politik perempuan dalam arena percaturan politik yang mulai marak di Daerah. Agen ini dinilai para legislator perempuan Kota Jambi sangat lah efektif, bahkan dapat menggantikan peran keluarga dalam proses sosialisasi politik yang mereka alami.

Faktor Kedudukan Sosial dalam Masyarakat

Selain faktor sosialisasi, kedudukan social dalam masyarakat berpengaruh terhadap kemunculan legislator perempuan di Kota Jambi. Keputusan para legislator perempuan untuk terjun ke düa politik dipengaruhi oleh kedudukan sosial keluarga, baik dalam masyarakat tradisional maupun dalam masyarakat yang semakin modern. Selain itu juga ditentukan oleh kedudukan para legislator dalam kelompok sosial yang menghargai pendidikan dan kedudukannya dalam lingkungan pekerjaan dan berbagai organisasi sosial, politik dan keagamaan. Adapun unsur-unsur dalam kedudukan sosial dalam masyarakat dilihat dari berbagai bentuk persfektif.

Pertama, Kedudukan Sosial Keluarga, Budaya patriarkhi sangat erat kaitannya dengan faktor

pertalian keluraga dan martyrdom. Peluang seorang perempuan untuk memegang tampuk pimpinan politik akan lebih besar apabila memiliki hubungan keluarga dengan seorang pemimpin politik laki-laki terkemuka. Peluang ini menjadi lebih besar dengan kematian pemimpin atau tokoh politik laki-laki tersebut yang kemudian dianggap wafat sebagai martir. Martyrdom biasanya dikaitkan dengan kematian seorang tokoh politik karena pembunuhan (assassination). Hal ini dialami oleh hampir semua perempuan pemimpin politik di Asia Selatan dan Tenggara.

Kedudukan elit local di Kota Jambi ini semakin menguat seiring dilaksanakannya desentralisasi politik di tingkat lokal. Para elit lokal memperoleh medium untuk mengokohkan kembali kekuasaannya karena perannya sangat sentral sebagai vote-getter dalam pelaksanaan pemilu dan pemilihan kepala daerah secara langsung (pilkada). Relasi bangsawan lokal dengan birokrasi dan partai politik bersifat mutualisme, artinya dapat saling memanfaatkan untuk tetap exist. Dalam posisi inilah, elit lokal di Kota Jambi melalui pertalian saudara dapat menjadi penentu kemunculan para legislator perempuan di Kota Jambi.

Kedua, Tingkat Pendidikan dan Kedudukan dalam Kelompok Sosial, dalam masyarakat Kota

Jambi yang menjadi lokasi penelitian dan tempat tinggal para legislator perempuan, masyarakat mulai menghargai individu dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi. Demikian juga dalam lembaga-lembaga modern seperti partai politik, pendidikan formal S1 menjadi syarat yang ditentukan banyak partai politik dalam rekrutmen caleg. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang caleg, semakin tinggi nilai jual di parpol karena akan menambah reputasi parpol tersebut. Untuk menjadi seorang legislator, dituntut memiliki banyak kemampuan oleh karena tidak ada

(10)

215

sekolah khusus menjadi legislator. Peran DPRD dalam menampung aspirasi masyarakat dan merumuskannya dalam berbagai kebijakan publik menuntut kemampuan yang berasal dari tingkat pendidikan yang memadai. Selain pendidikan formal, beberapa legislator perempuan memiliki latar belakang pendidikan non formal yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas di atas. Secara umum para legislator perempuan Kota Jambi mengakui bahwa tingkat pendidikan yang semakin tinggi sangat berpengaruh dan mendukung kemunculan dan aktivitas mereka di dunia politik.

Ketiga, Pekerjaan dan Kedudukan dalam Kelompok Sosial, dalam masyarakat modern,

pembagian kerja semakin mengutamakan spesialisasi dan menuntut kapasitas dan kompetensi. Perempuan dapat berkarir dan mencapai kedudukan tertinggi di semua bidang pekerjaan. Dengan latar belakang status sosial dan ekonomi yang tinggi seperti dijelaskan di atas, para legislator perempuan Kota Jambi dapat meraih banyak hal, termasuk kedudukan yang tinggi dalam bidang pekerjaan tertentu dalam masyarakat, sehingga dengan kedudukan ini, memudahkan kemunculan sebagian besar perempuan menjadi legislator.

Keempat, Kedudukan dalam Organisasi Politik, Kedudukan dalam sebuah organisasi politik,

khususnya partai politik memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kemunculan kaum legislator perempuan di Kota Jambi, dimana Kedudukan legislator perempuan dalam struktur sosial melalui aktifitas organisasi sosial ditengah-tengah masyarakat membawa dampak positif bagi para legislator perempuan di Kota Jambi dalam memperkenalkan diri kepada masyarakat. Track record dalam organisasi sosial para calon legislatif perempuan kota Jambi menjadi pedoman awal bagi masyarakat dalam memilih para legislator perempuan untuk duduk di legislatif Kota Jambi.

Terbukanya Ruang Bagi Keterlibatan Politik Perempuan

Menguatnya isu jender seiring berpindahnya fokus politik ke daerah-daerah, membuka peluang bagi keterlibatan politik perempuan. Peluang ini dijamin oleh Undang-Undang No 12 Tahun 2002 tentang partai politik, khususnya pasal 13 ayat (3) yang menuntut diperhatikannya kesetaraan dan keadilan jender dalam rekrutmen kepengurusan partai politik disetiap tingkatan dalam pemilihan secara demokratis. Terbukanya ruang bagi kaum perempuan ini dikuatkan lagi dengan amanat UU pemilu 2003 yang mencantumkan kuota 30 persen bagi keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Aturan ini menjadi dasar bagi diakomodasinya caleg perempuan oleh semua partai politik pada pemilu 2004.

Sehingga dalam tulisan ini menyimpulkan terbukanya ruangan bagi caleg perempuan Kota Jambi tersebut dilihat dari dua hal: Pertama, kuota 30 persen yang diamanahkan oleh UU untuk mendorong partai politik maupun caleg perempuan ikut berpartisipasi dalam pemilu. Kedua, terbukanya ruang dalam partai politik untuk mengakomodir para caleg-caleg perempuan untuk ikut berkompetisi duduk di parlemen dalam rangka memperjuangkan hak-hak politik kaum perempuan.

(11)

216

Alur Pemikiran Pengaruh Sosialisasi Politik, Struktur Sosial (Kedudukan Sosial dalam Masyarakat) dan Kebijakan Pemerintah serta Partai Politik Terhadap Kemunculan Anggota Legislatif Perempuan yang berimplikasi terhadap Keterlibatan Politiknya

Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka diambil suatu kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara soisialisasi politik, struktur social (Kedudukan Sosial dalam Masyarakat) dan terbukanya ruang politik terhadap kemunculan anggota legislatif perempuan yang berimplikasi pada munculnya legislator perempuan Kota Jambi serta keterlibatan mereka dalam dunia politik.

(12)

217

Berdasarkan gambaran dan uraian yang telah disampaikan maka dapat dianalisa beberapa faktor yang melatar belakangi kemunculan legislator perempuan di Kota Jambi pada pileg 2014.

Pertama, sebagian besar legislator perempuan memiliki kedudukan sosial yang tinggi dalam

masyarakat, baik sebagai tokoh masyarakat maupun sebagai keluarga politisi. Dengan tingginya kedudukan sosial yang biasanya diikuti dengan meningkatnya status ekonomi, memungkinkan legislator perempuan untuk sejak dini melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini berpengaruh pada tingginya tingkat kesadaran tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara, yaitu pengetahuan tentang konteks sosial politik masyarakat (faktor kesadaran politik) dan meningkatnya kemampuan untuk menilai sebuah pemerintahan sebagai gejala sosial yang dapat dipercaya dan diterima atau tidak. (faktor sikap dan kepercayaan terhadap pemerintah). Faktor-faktor ini, berimplikasi pada pilihan pekerjaannya, jaringan dan komunikasi sosial yang dibangun para legislator perempuan dan kesadaran untuk muncul dan terlibat dalam arena politik serta berbagai organisasi sosial politik dan keagamaan.

Kedua, kemunculan legislator perempuan di Kota Jambi pada awalnya dipengaruhi oleh faktor

struktur sosial berdasarkan kedudukan sosial keluarga, baik secara kultural, sosial-politik dan ekonomi. Namun kemudian tersosialisasi dengan baik dalam keluarga, lembaga pendidikan, berbagai organisasi sosial politik dan keagamaan serta media massa. Mereka juga memiliki kedudukan yang setara dengan laki-laki dalam berbagai lingkungan pekerjaan dan organisasi sosial politik dan keagamaan sehingga memiliki kesadaran, kapabilitas dan kompetensi untuk tampil sebagai anggota Dewan yang terhormat mewakili masyarakatnya yang penuh dinamika dalam proses perubahan sosial.

Ketiga, terbukanya ruang bagi keterlibatan politik kaum perempuan adalah sebuah fenomena yang

muncul karena tuntutan reformasi.Political will dan political commitment dari pemerintah dan partai politik dengan membuat kebijakan yang jelas adalah respons positif yang merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi kemunculan legislator perempuan di panggung politik Provinsi Jambi khususnya Kota Jambi.

Penutup

Dengan memadukan berbagai faktor sebagai unsur yang sama-sama memberikan kontribusi dalam mempengaruhi kemunculan dan keterlibatan politik legislator perempuan di Kota Jambi, dapat disimpulkan bahwa terdapat saling mendukung di antara faktor struktur sosial, sosialisasi, dan terbukanya ruang yang diatur secara jelas dalam berbagai kebijakan pemerintah dan partai politik. Namun jika dikedepankan prinsip berpikir identitas dan otentisitas, khususnya terhadap elit lokal di Kota Jambi dalam hal ini mereka merupakan aktivis/elit parpol, elit ekonomi yang menempatkan sebagian besar kerabatnya sebagai legislator perempuan, struktur sosial dapat dipandang sebagai dasar sedangkan sosialisasi memegang peranan penting serta menjadi faktor dominan yang dapat mempengaruhi kemunculan legislator perempuan.

Para ahli Antropologi Politik mengidentifikasi empat alasan utama mengapa politik kekerabatan lebih disukai elit-elit politik di suatu negara. Keempat alasan ini berkaitan dengan aspek emosionalitas, yaitu kepercayaan, loyalitas, solidaritas, dan proteksi. (Eisenstadt dan Roniger (1984) dalam Amich Alhumami, Kompas, Jumat, 23 Januari 2004. Fenomena munculnya legislator perempuan pada awalnya dapat dianalisis dari perspektif ini. Semua legislator perempuan berada dalam keluarga yang memiliki kedudukan sosial yang tinggi dalam masyarakat,

(13)

218

baik sebagai bangsawan lokal maupun sebagai keluarga politisi. Tingginya kedudukan sosial ini biasanya diikuti dengan meningkatnya status ekonomi, sehingga menjadi wadah efektif bagi proses sosialisasi secara berkelanjutan, mulai dari dalam keluarga, melewati berbagai jenjang pendidikan, pekerjaan dan berbagai organisasi sosial-politik dan keagamaan serta media massa. Para legislator perempuan yang telah tersosialisasi dengan baik dan berhasil, mampu menggapai kedudukan yang setara dengan laki-laki dalam berbagai lingkungan pekerjaan, lembaga dan organisasi berdasarkan kesadaran, kapabilitas dan kompetensi yang dibutuhkan. Akhirnya faktor-faktor di atas dapat mencapai taraf yang optimal, ketika terbuka ruang bagi keterlibatan politik kaum perempuan yang diatur dengan jelas melalui kebijakan pemerintah dan partai politik. Dengan demikian, legislator perempuan mampu tampil dan menunjukkan diri bahwa partisipasi politik mereka bukan sesuatu yang prematur atau masih pada tingkat awal dalam realitas politik tetapi aktif dan kontinyu atau memiliki keterlibatan politik (political engagement) yang sanggup mewarnai proses demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Jambi khususnya Kota Jambi.

Rujukan

Budiarjo, Miriam, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta: Penerbit PT Gramedia, Jakarta 1981

Laporan KPUD Kota Jambi, Pemilihan Legislatif periode 2009 s.d 2014, diterbitkan oleh KPUD Kota Jambi, 2014.

Johan, Djohermansyah, Strategi Pengembangan Partisipasi Politik Masyarakat, Jakarta: IIP, 1996

Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia, 1992.

Soetjipto, Ani, Kuota 30% Perempuan : Langkah Awal bagi Partisipasi Politik Perempuan di Indonesia, (Jakarta: Jurnal Ilmu Politik No. 19 Tahun 2003.

Wijaksana, WB., Politik dan Keterwakilan Perempuan, Jakarta: Jurnal Perempuan untuk Pencerahan dan Kesetaraan, No. 34, 2004.

Zailani, Lely, Kerjasama Strategis Organisasi Massa Perempuan dan Calon LegislatiPerempuan, Beranda, International IDEA.

Referensi

Dokumen terkait

bisa mendaftar di sini, asal punya akta empat dan yang penting memang sedang ada lowongan,“ lanjut Anshori yang mengajar di sana sejak tahun 1993 silam. Sebagian besar guru PNS

return saham pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Apakah pengumuman right issue berpengaruh signifikan

Tanaman pelonggok hebat yang memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap logam, yang berpotensi untuk digunakan dalam upaya pembersihan tanah tercemar logam karena tanaman tersebut

Dampak pembelajaran dari model ini adalah: sikap positif terhadap belajar, pemahaman secara mendalam, keterampilan penerapan pengetahuan yang variative dimana peserta

Keindahan alam di Tana Toraja tidak hanya sebagai sumber inspirasi dari warna ukiran, tetapi juga berbagai bentuk yang telah disederhanakan pada ragam hias.. Selain itu

This study was aimed to investigate the effects of application of organic fertilizers in the form of green manure Arachis pintoi and farmyard manures (chicken dung, cow dung and

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang banyak membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup maupun