• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA FESES SAPI POTONG SEBELUM DAN SESUDAH PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS PADA DIGESTER FIXED-DOME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA FESES SAPI POTONG SEBELUM DAN SESUDAH PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS PADA DIGESTER FIXED-DOME"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 1 IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA FESES SAPI POTONG SEBELUM DAN

SESUDAH PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS PADA DIGESTER

FIXED-DOME

IDENTIFICATION OF PROTOZOA IN BEEF CATTLE FECES BEFORE AND AFTER THE FORMATION PROCESS OF BIOGAS AT DIGESTER

FIXED-DOME

Nuricha Verninda*, Yuli Astuti Hidayati , Deden Zamzam Badruzzaman. Universitas Padjadjaran

*Alumni Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran e-mail : cverninda@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian tentang Identifikasi Protozoa pada Feses Sapi Potong Sebelum dan Sesudah Proses Pembentukan Biogas pada Digester Fixed-Dome telah dilaksanakan pada bulan Maret 2015 di Unit Pengkajian dan Pengolahan Limbah (UPPL) Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah dan jenis protozoa sebelum dan sesudah proses pembuatan biogas dengan digester fixed-dome. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja karena nantinya sludge hasil biogas akan digunakan sebagi pupuk yang berkaitan dengan keamanan lingkungan. Sampel yang diambil berjumlah 3 kali pengulangan sehingga untuk menganalisis menggunakan analisis data sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah protozoa sebelum dan sesudah pembentukan biogas. Jumlah persentase penurunan protozoa sebesar 86,11 %. Rata-rata penurunan jumlah protozoa yaitu di awal 60±24,83 EPG menjadi 8,33±4,714 EPG dan jenis protozoa yang teridentifikasi adalah genus Eimeria sp pada sebelum maupun sesudah pembuatan biogas.

Kata kunci : Limbah ternak, Biogas, Protozoa, Eimeria sp

ABSTRACT

Research on identification of protozoa in beef cattle feces before and after the formation process of biogas at digester fixed-dome was carried out in the month of march 2015 in unit for the assessment and waste processing (UPPL) The Faculty of Animal Husbandry Universitas Padjadjaran .This research aims to understand the number and type of protozoa before and after the formation process of biogas with digester fixed-dome .This study used descriptive method. The research areas was selected deliberately because the results of sludge biogas will be used later as a fertilizer which relating to the environment .Samples taken 3 times repetition so used simplify method .The research results showed there were a decline in the number of protozoa before and after the formation process of biogas. The number of the decreased percentage protozoa is 86,11 %. The average decrease in the number of protozoa in the early 60±24,83 EPG and became to 8,33±4,714 EPG in the end and

(2)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 2 then a type of an identified is a genus of protozoa Eimeria sp on before and after the formation process of biogas.

Keyword : Waste of cattle, Biogas, Protozoa, Eimeria sp PENDAHULUAN

Usaha peternakan sapi potong mempunyai prospek untuk dikembangkan karena tingginya permintaan akan produk daging. Namun demikian, sebagaimana usaha lainnya usaha peternakan sapi potong juga menghasilkan limbah ternak terutama feses yang dapat menjadi sumber pencemaran apabila tidak dikelola dengan baik. Peternak umumnya menangani limbah ternak dengan cara menumpuk di sekitar kandang atau membuangnya ke sungai. Jika dipandang dari sisi kesehatan, hal ini akan menimbulkan masalah pencemaran lingkungan yang dapat mengganggu kehidupan masyarakat di sekitar peternakan. Berkenaan dengan hal tersebut, maka diperlukan upaya yang tepat untuk mengatasi limbah feses sapi potong.

Salah satu cara penanganan feses tersebut adalah dengan menjadikannya bahan baku untuk pembuatan biogas. Biogas adalah campuran gas yang dihasilkan dari penguraian bahan-bahan organik oleh mikroba anaerob. Pada umumnya biogas terdiri atas gas metana (CH4),

gas karbondioksida (CO2), gas hidrogen

(H2), dan gas-gas lainnya dalam jumlah

sedikit. Pembentukan biogas meliputi tiga tahap yaitu, tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik.

Feses sapi potong yang digunakan dalam pembentukan biogas berasal dari sisa proses pencernaan pakan yang dapat mengandung berbagai macam mikroba, salah satunya adalah protozoa. Protozoa merupakan mikroba yang sebagian besar bersifat anaerob dikarenakan perkembangan

protozoa tidak membutuhkan oksigen. Dalam pembentukan biogas, protozoa dianggap berperan dalam tahap fermentasi karena adanya persamaan proses pada fermentasi anaerob pembentukan CH4 di dalam rumen sapi

potong dan fermentasi anaerob pembentukan CH4 di dalam digester.

Selain itu, di khawatirkan terdapat juga jenis protozoa yang bersifat patogen pada lumpur sisa biogas (sludge), yang biasa digunakan sebagai pupuk organik. Pupuk organik yang mengandung protozoa patogen apabila digunakan dapat mengakibatkan penyakit.

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel feses sapi potong dan sludge (4 gram/sampel), aquades ( 1 ½ liter ), alkohol, eosin ( 1 ml ), gula jenuh bj 1,2 ( 1 kg ), tissue.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat biogas tipe fixed dome, botol penyimpan ( 600 ml ), kertas label,cooling box,gelas plastik,gelas ukur, saringan, osse, pipet tetes, mikroskop, kamar hitung whitlock, kamera digital, alat tulis. Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan analisis laboratorium. Pengujian protozoa aerob. ditabulasi dalam bentuk tabel disertai dengan persentase penurunan. Uji yang dilakukan pada sampel adalah sebagai berikut:

Pemeriksaan Kuantitatif Protozoa, Pemeriksaan kuantitatif diperlukan untuk menentukan jumlah protozoa pada feses sapi potong dengan

(3)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 3 menggunakan metode whitlock.

Pengujian dilakukan di Laboratorium Parasitologi Balai Pengujian dan Penyidikan Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Cikole Lembang Jawa Barat.

Identifikasi Protozoa, Pengujian bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya protozoa dalam feses sapi potong. Dilakukan identifikasi protozoa morfologi, struktur dan ukuran dari hasil pengamatan yang disesuaikan dengan literatur. Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Balai Pengujian dan Penyidikan Penyakit Hewan Kesmavet Cikole Lembang.

Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan di dua titik yaitu feses segar (awal) dan lumpur sisa (sludge) pembuatan biogas (akhir). Pengambilan sampel dilakukan triple (tiga kali). kemudian dihomogenisasi dalam botol penampung,ditutup rapat dan diberi label, sampel dibawa dengan menggunakan cooling box dari tempat pengambilan sampel.

Identifikasi dan Penghitungan Jenis Protozoa

Sampel feses sapi potong dan sludge diambil sebanyak 10 gram kemudian tambahkan Eosin 1 ml. Sampel di timbang sebanyak 4 gram, lalu dimasukkan pada botol sampel dengan corong dan saringan. Masukkan sampel pada kamar hitung Whitlock menggunakan pipet dua kamar hitung per sampel, kemudian mencari protozoa di dalam sampel lalu diidentifikasi dengan membandingkan dan mengacu pada literatur yang ada. Amati dibawah mikroskop dengan pembesaran 4 X 10. Lakukan perhitungan EPG (Egg Per gram) dengan rumus :

( ) ( ) ( )

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah protozoa yang terdapat pada feses sapi potong sebelum dan sesudah proses pembuatan biogas dengan digester fixed-dome tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Protozoa Pada Feses Sapi Potong Sebelum dan Sesudah Pembentukan Biogas pada Digester Fixed-Dome.

Ulangan Jumlah Protozoa (EPG) Persentase

Penurunan (%) Sebelum Sesudah 1 45 15 66,67 % 2 40 5 87,5% 3 95 5 94,73% Jumlah 180 25 Rata-rata 60 ±24,83 8,33 ± 4,714 86,11 %

(4)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 4 Tabel 1 menunjukan bahwa hasil

pengamatan jumlah awal protozoa pada sampel ulangan 1,2, dan 3 mengalami penurunan jumlah pada sebelum pembentukan biogas sampai sesudah pembentukan biogas. Rata-rata protozoa pada feses sapi potong sebelum dimasukan digester berjumlah 180 EPG dan sesudah keluar dari digester sebesar 25 EPG. Hal ini terlihat jelas pada persentase penurunan yaitu pada sampel ulangan ke 1 penurunan jumlah protozoa mencapai 66,67 %, pada sampel ke 2 penurunan jumlah protozoa sebesar 87,5%, dan pada sampel ulangan ke 3 penurunan jumlah protozoa mencapai 94,73 %. Ulangan sampel ke 3 ini merupakan sampel yang paling besar, sedangkan sampel yang paling rendah mengalami penurunan jumlah protozoa yaitu terdapat pada ulangan sampel ke 2. Dengan rata-rata penurunan keseluruhan sampel sebesar 86, 11% .Rata-rata jumlah protozoa pada sampel sebelum dan sesudah proses pembentukan biogas mengalami penurunan yaitu dari 60 ±24,83 EPG menjadi 8,33 ± 4,714 EPG. Hubungan antara simpangan baku dan rata-rata adalah semakin kecil simpangan baku, maka makin dekat nilai-nilai data pada rata-rata. Sebaliknya semakin besar simpangan baku, semakin menjauh nilai-nilai data dari rata-ratanya. Dari hasil yang didapatkan terlihat simpangan baku akhir memiliki nilai yang kecil di bandingkan dengan awal hal ini di sebabkan terjadinya penurunan jumlah protozoa pada hasil akhir. Hal ini sejalan dengan pendapat Soulsby E.J.L ( 1982) yang mengemukakan bahwa protozoa jenis Eimeria sp merupakan parasit yang bersifat obligat yang dimana hidupnya mutlak sebagai parasit, jadi untuk kelangsungan hidupnya mutlak memerlukan hospes dan apabila tanpa hospes akan mati.

Koefisien variasi merupakan perbandingan antara deviasi standar dengan rata-rata yg dinyatakan dalam persen yang digunakan untuk mengetahui keseragaman dari serangkaian data. Semakin kecil nilai koefisien variasi berarti data yg ada semakin seragam dan sebaliknya jika nilainya semakin besar. Koefisien variasi pada sampel awal menunjukan hasil yang lebih kecil dari sampel akhir pembentukan biogas, hal ini berarti data awal memiliki jumlah penyebaran data yang merata dibandingkan dengan data akhir pembentukan biogas. Hal ini terjadi akibat penurunan protozoa yang drastis sehingga data akhir nilai koefesiennya lebih besar.

Sejalan dengan pernyataan Kurihara, dkk (1978) yang menjelaskan bahwa Protozoa membutuhkan suhu untuk tumbuh antara 16-25°C, dengan suhu maksimumnya antara 36-40°C. Adapun pH (derajat keasaman ideal) untuk proses metabolismenya adalah antara pH 6-8. Sedangkan umumnya digester anaerob skala kecil, yang sering terdapat disekitar kita bekerja pada suhu bakteri mesophilic dengan suhu antara 25ºC- 37ºC. Derajat keasaman (pH) mempunyai efek terhadap aktivasi mikroba, pH yang ideal antara 6,6 dan 7,6. Bila pH lebih kecil atau lebih besar maka akan mempunyai sifat toksik terhadap bakteri metanogenik. Bila proses sudah berjalan menuju pembentukan biogas, pH berkisar 7-7,8. Hampir semua anggota sporozoa adalah parasit, sehingga makanan diambil secara langsung dari hospesnya. Eimeria sp pun kehilangan nutrisi dari hospes tersebut karena sudah tidak berada di dalam hospes. Ookista bersifat tidak infektif ketika keluar bersama feses, karena tidak mengandung sporozoit (ookista tidak berporulasi). Setelah beberapa hari / minggu (tergantung jenisnya) di luar tubuh

(5)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 5 hospesnya ookista akan berkembang

sehingga dihasilkan sporozoit. Bentuk ini adalah ookista yang berporulasi yang nantinya infektif pada hospes selanjutnya. Kondisi inilah yang ikut berpengaruh terhadap penurunan protozoa pada sampel tersebut.

Genus Eimeria umumnya

mengalami perkembangan siklus hidup secara lengkap di dalam dan di luar tubuh induk semangnya. Siklus hidup ini dikenal dengan tiga stadium yaitu stadium skizogoni, gametogoni, dan sporogoni. Ookista ini akan keluar dari tubuh bersama feses dan membentuk sporokista, masing-masing sporokista berisi dua sporozoit. Jika ookista yang telah bersporulasi tersebut tertelan maka terjadi infeksi. Ookista yang ada akan mengalami sporulasi dalam waktu 24-48 jam dalam suhu kamar sampai terbentuk sporokista. Waktu yang

dibutuhkan untuk siklus hidup Eimeria sp sangat bervariasi,berkisar antara 1-5 hari. Temperatur optimum untuk sporulasi yaitu diantara 29 dan 30ºC tetapi untuk menginfeksi, kelembaban harus tinggi dan memiliki tekanan oksigen yang cukup (Marquardt dkk, 1960) Ookista aka selama 26 minggu (Long, 1973).

Kelembaban pada penampung sludge juga dapat berpengaruh terhadap masih adanya Eimeria yang ditemukan sesudah proses pembentukan biogas. Hal ini juga sejalan dengan penyataan Gordon (1977) yang menyebutkan bahwa ookista dapat bersporulasi tergantung dari pH, temperatur dan kelembaban. Sporulasi terjadi 1-2 hari pada kondisi optimum 25-32ºC dengan pH > 5,9.

Tabel 2. Identifikasi Protozoa Pada Feses Sapi Potong Sebelum dan Sesudah Proses Pembuatan Biogas pada Digester Fixed-Dome.

Ulangan Jenis Protozoa

Sebelum Sesudah

1 Eimeria sp Eimeria sp 2 Eimeria sp Eimeria sp 3 Eimeria sp Eimeria sp

Hasil identifikasi jenis protozoa yang terdapat pada feses sapi potong sebelum dan sesudah proses pembuatan biogas dengan digester fixed-dome terlihat pada Tabel 2. Jenis yang ditemukan adalah Eimeria sp. Infeksi Eimeria sp sendiri ini berawal dari tertelannya ookista Eimeria sp yang telah mengalami sporulasi. Feses sapi yang di ambil berasal dari peternakan rakyat di dusun Cinengang Desa Cileles Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang yang dikandangkan dalam rangka penggemukan berumur 1-2 tahun. Pada peternakan rakyat ini, terdapat tumbuhan semak dan saluran

air yang ada di sekitar kandang,faktor lainnya yang mendukung penyebaran Eimeria yaitu kondisi pemeliharaan sapi potong yang kurang higienis, seperti kandang yang terlalu sempit sehingga memudahkan tertularnya Eimeria dari satu sapi ke sapi lainnya dan pemberian hijauan yang telah tercemar oleh Eimeria sp yang diambil dekat dengan rawa-rawa atau semak. hal ini sejalan dengan pernyataan Ribeiro dkk (2000) yang menyebutkan bahwa faktor lainnya yang mendukung penyebaran Eimeria sp yaitu lingkungan dan karakteristik manajemen dari peternakan.

(6)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 6 Jenis protozoa pada sampel

sebelum dan sesudah pembentukan biogas menunjukan jenis yang sama tetapi berkurang drastis hal ini dikarenakan ketika masuk ke dalam digester tidak terdapat cukup oksigen untuk seluruh Eimeria sp bersporulasi ,karena menurut Marquardt dkk (1960) temperatur optimum untuk sporulasi yaitu diantara 29 dan 30ºC tetapi untuk bersporulasi, kelembaban harus tinggi dan memiliki oksigen yang cukup. Sedangkan didalam digester yang bersifat anaerob, oksigen yang terkandung hanya sedikit 0,1-0,5% (Nurhasanah dkk, 2008) Sehingga terjadi pengurangan jumlah protozoa hasil sesudah keluaran dari biogas yang biasa disebut dengan sludge.

Hal yang dapat diambil dari pengurangan jumlah protozoa ini adalah pembuatan biogas dapat menyebabkan penurunan jumlah dari protozoa yang menyebabkan masalah terhadap lingkungan khususnya untuk class Sporozoa. Hal ini sejalan dengan Levine (1985) yang mengungkapkan bahwa hampir semua anggota sporozoa adalah parasit, sehingga makanan diambil secara langsung dari hospesnya.

Berdasarkan hasil identifikasi semua sampel mengandung protozoa Eimeria sp dengan bentuk, ukuran, dan struktur bagian dalam yang sama. Terlihat lapisan dinding sel dan isi sel. Bentuk yang ditemukan yaitu bulat, lonjong, dan menyerupai telur hal ini sejalan dengan pendapat Wenyon (1965) yang mencirikan genus Eimeria dalam bentuk ookista dengan bentuk bulat, elipsoidal, atau seperti ovoid. Protozoa genus Eimeria sp ini merupakan protozoa yang bersifat parasitik yang sesuai dengan pendapat levine (1985) yaitu protozoa parasitik yang dapat ditemukan di saluran cerna hewan ternak antara lain pada sapi (Bos taurus): genus Giardia, Acanthamoeba,

Entamoeba, Cryptosporidium, Eimeria, Buetschlia,Buxtonella,Charonina, Dasytricha,Diplodinium, Diploplastron, Endoplastron,Eudiplodinium,Isotricha, Metadinium,Ophryoscolex,

Ostracodinium dan Polyplastro.

Genus Eimeria merupakan anggota famili Eimeriidae yang memiliki banyak variasi spesies hal ini sependapat dengan Levine (1988) yang menyatakan terdapat 1162 spesies Eimeria yang telah ditemukan pada berbagai hewan. Dinding ookista tersusun dari satu atau dua lapis dan mungkin dibatasi selaput. Pada hasil pengamatan juga terlihat protozoa memiliki isi berjumlah 4 buah yang disebut sporokista. Keberadaan sporokista menunjukkan ookista sudah bersporulasi. Perkembangan atau sporulasi Eimeria sp berada di luar tubuh inang. Sporulasi dapat terjadi pada suhu kamar (25- C) 24-48 jam dengan kelembaban dan oksigen yang cukup (Tampubolon 2004). Kemungkinan yang dapat terjadi bahwa feses sempat berada di dalam suhu ruang selama waktu antara pengambilan feses dan penyimpanan feses, hal ini dikarenakan sebelum di lakukan pengujian sampel yang akan di gunakan di simpan pada suhu ruang laboraturium terlebih dahulu.

Eimeria sp yang di tampilkan pada ilustrasi 4 ini bentuk morfologinya adalah Oligotrichs yang mempunyai silia sekitar mulut umumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna hal ini sesuai dengan pernyataan Arora (1989). Protozoa yang mempunyai sinonim coccidia ini merupakan parasit di saluran pencernaan pada baik hewan berdarah panas maupun hewan berdarah dingin. Semua hewan ternak rentan terhadap infeksi Eimeria sp. Morgan dan Hawkins (1955) menyatakan setidaknya terdapat 12 spesies Eimeria sp. pada sapi. Ukuran bervariasi yaitu

(7)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 7 panjang 9-54 μm dan lebar 8-34 μm.

Pada penelitian tidak di lakukan pengukuran dari protozoa itu sendiri hal ini dikarenakan kurangnya alat yang mengumpuni penelitian.

Hasil sludge yang akan di gunakan sebagai pupuk sebaiknya di buat menjadi kompos. Hal ini di karenakan, masih terdapatnya jenis Eimeria sp walaupun dalam jumlah sedikit akan tetapi dapat berkembang lagi apabila tidak ditangani dengan baik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Long (1973) yang menyatakan bahwa o minggu dan juga pendapat Jonsson, H. (2004) yang menyatakan bahwa kompos pada minggu ke-1 dan ke-2 akan mulai bekerja sehingga suhu mencapai 60-70ºC. (Pada suhu sekitar 65 derajat Celsius selama 3-4 hari, Mikogroorganisme patogen seperti protozoa akan mati).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Jenis Jumlah protozoa sebelum dan

sesudah pembentukan biogas mengalami penurunan sebesar 86,11% dengan rata-rata penurunan jumlah protozoa sebesar 60 ± 24,83 EPG sebelum pembuatan biogas dan sesudahnya menjadi 8,33 ± 4,714 EPG.

2. Jenis protozoa yang teridentifikasi adalah genus Eimeria sp pada sebelum maupun sesudah pembuatan biogas.

SARAN

Hasil sludge yang akan di gunakan sebagai pupuk sebaiknya di buat menjadi kompos karena masih adanya Eimeria sp dalam jumlah yang sedikit.

Mikrorganisme patogen seperti protozoa akan mati pada suhu sekitar 65ºC selama 3-4 hari.

DAFTAR PUSTAKA

Abbasi, Tasnem. S.A. Abbasi, dan S.M. Tauseef. 2012. Biogas Energy. Springer New York Dordrecht Heidelberg. London.

Abdulgani, I.K.,1988. Seluk Beluk Mengenai Kotoran Sapi Serta Manfaat Praktisnya. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Arora. S.P. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Budiyanto, Krisno. 2011. Tipologi

Pendayagunaan Kotoran Sapi dalam Upaya Mendukung Pertanian Organik di Desa Sumbersari Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Jurnal GAMMA Vol 1. No.7, 42-49

Cheng T.C. 1973. General Parasitology. Florida. Academic Press, Inc

Demirel, B dan Yenigun, 0. 2002. Two-phase anaerobic Digestion Process : a Review. Journal of Chemical Technology, and biotechnology 77.

Djumali, Manguneidjaja dan Ani Suryani. 1994. Teknologi Bioproses. Penebar Swadaya. Jakarta.

Duncan, LB. and K. W. Prasse .1977. Veterinary Laboratory Medicine. Clinical Pathology. First edition.

(8)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 8 The Iowa State University Press,

Ames Iowa, USA.

Farida E. 2000. Pengaruh Penggunaan Feses Sapi dan Campuran Limbah Organik Lain Sebagai Pakan atau Media Produksi Kokon dan Biomassa Cacing Tanah Eisenia foetida savigry. Skripsi Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. IPB, Bogor. Fontenot, J.P., W. Smith, and A.L.

Sutton. 1983. Alternatif Utilization of Animal Waste. J.Anim.Sci.57.

Gandahusada, S., Herry D.I, Wita Pribadi. 1998. Parasitologi Kedokteran Edisi III. FKUI. Jakarta.

Gijzen, H.J. 1987. Anaerobic Digestion of CellulosticWaste by Rumen-Derived Process. Den Haag : Koninklijke Bibliotheek.

Gordon, R. F. 1977. Poultry Diseases. Bailliere Tindal. London.

Hadi, N. 1980. Gas Bio Sebagai Bahan Bakar. Lemigas. Cepu

Haryati, T. 2006. Biogas : Limbah Peternakan Yang Menjadi Sumber Energi Alternatif. Balai Penelitian Ternak. Wartazoa Vol 16.

Hungate, R E. 1966. The Rumen and Its Microbes. Academic Press, New york.

Jonsson, H., A.R. Stinzing, B. Vinneras, dan E. Salomon, 2004. Guidelines on the Use of Urine and faeces in Crop Production. EcoSanRes., 1-35

Krier, Julius. P and Baker, John. R. 1991. Parasitic Protozoa. Chichester : John Wiley & Sons Vol 3.

Kuniyal, J.C., S.C.R. Vishvakarma, dan G.S. Singh, 2004. Changing crop biodiversity and resource use effi ciency of traditional versus introduced crops in the cold desert of the northwestern Indian Himalaya: a case of Lahaul valley. Biodiversity and Conservation 13 (7): 1271-1304. Kurihara, Y.,T. Takechi and F. Shibata.1978. Relationship Between Bacteria and Cilliate Protozoa In The Rumen Of Sheep Fed on Purified Diet. J.Agric.Sci 90.

Levine, N. D. 1995. Protozoologi Veteriner. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

.1985. Protozoologi Veteriner. Soekardono, penerjemah; Brotowidjoyo, editor. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Veterinary Protozoology. .1978. Parasitologi

Veteriner. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Long, P. L,. 1973. Pathology and

Pathogenicity

of

Coccidial

Infections. In The Coccidia ( D. M. Hammond and P.L. Long, eds). University Park Press, Baltimore

Marquardt, W.C., Senger, C.M., and Seghetti, L. 1960. The Effect of Physical and Chemical Agents On The Oocyst of Eimeria

(9)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 9 zuernii ( Protozoa, Coccidia).

J.Protozool 7;186-189.

.1960. Some Problem Of Host Oocyst and Parasite Interactions In The Coccidia. J.Protozool 23:287-290.

Melse, Roland dan Maikel Timmerman. 2009. Sustainable Intensive Livestock Production Demands Manure and Exhaust Air Treatment Technologies. Jurnal Science Direct Bioresource Technology 100 (2009) 5506 – 5511.

Meynell, P. J. 1976. Methane : Planning a Digester. Prism Press, Great Britain.

Nurhasanah Ana, Teguh Wikan Widodo, Ahmad Asari, Elita

Rahmarestia. 2008.

Perkembangan Digester Biogas Di Indonesia (Studi Kasus di Jawa Barat dan Jawa Tengah). Litbang Deptan.

Preston dan Leng. 1987.Management and Feeding of Buffalo. VikasPubl House put. New Delhi .

Reginsson K, Ritcher SH. 1997. Coccidia of the Genus Eimeria in Sheep in Iceland. Icel. Agr. Aci. Vol 11: 99-106.

Ribeiro AG, Langoni H, Jerez JA, Leite DS, Ferreira F, Jrez ZA. 2000. Identification of Enteropathogens from Buffalo Calves with and without diarrhea in the Ribeira Valley. State of St. Paulo, Brazil. Braz. J. Vet. Res. Anim. Sci. Vol 37(2).

Saragih, Budiman R. 2010. Analisis Potensi Biogas Untuk Menghasilkan Energi Listrik dan Termal pada Gedung Komersil di Daerah Perkotaan (Studi Kasus pada Mal Metropolitan Bekasi). Tesis, Program Magister Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Depok

Sihombing, DTH. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor.

Soulsby, E.J.L (1982). Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. 7thEd. Bailliere Tindal London.

Sri, Dwiastuti dan Puguh Karyanto. 2003. Keanekaragaman dan Klasifikasi Hewan I. Surakarta: UNS Press.

Sudiarto. 2008. Pengelolaan Limbah Peternakan Terpadu dan Agribisnis yang Berwawasan Lingkungan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Universitas Padjajaran Bandung.

Sugi Rahayu, Dyah Purwaningsih, dan Pujianto. 2009. Pemanfaatan Kotoran Ternak Sapi Sebagai Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan Beserta Aspek Sosio Kulturalnya. Inotek, Volume 13 Nomor 2 .Universitas Negeri Yogyakarta

Sutarno, Feris Firdaus. 2007. Analisis Prestasi Produksi Biogas (CH4) dari Polyethilene Biodigester Berbahan Baku Limbah Ternak

(10)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 10 Sapi. LOGIKA, Vol. 4, No. 1,

Januari 2007. ISSN: 1410-2315. Suzuki, K., W. Takeshi and V. Lam.

2001. Consentrasion and Cristallization of Phosphate, Ammonium and Minerals in The Effluent of Bio-gas Digesters in The Mekong Delta, Vietnam. Jircan and Cantho Vietnam. Tampubolon, M.P. 2004. Protozoologi.

Bogor : Pusat Studi Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor.

. 1992 .Penuntun Laboratorium Protozoologi. Bogor : Pusat Studi Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor.

Taylor, M.A., R.L. Coop dan R.L. Wall. 2007. Veterinary Parasitology. 3rd ed. Blackwell Publishing Ltd. Oxford : 798

Wenyon CM. 1965. Protozoology. Volume ke-2. New York. Hafner Publishing

Company.

Yusminah, Hala. Biologi Umum 2. Makassar: UIN Alauidin Press, 2007.

(11)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 11 LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING DAN PERNYATAAN PENULIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Nuricha Verninda NPM : 200110110294

Judul Artikel : Identifikasi Protozoa pada Feses Sapi Potong Sebelum dan Sesudah Proses Pembentukan Biogas pada Digester Fixed-Dome.

Menyatakan bahwa artikel ini merupakan hasil penelitian penulis, data dan tulisan ini bukan hasil karya orang lain, ditulis dengan kaidah-kaidah ilmiah dan belum pernah dipublikasikan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya, tanpa tekanan dari pihak manapun. Penulis bersedia menanggung konsekuensi hukum apabila ditemukan kesalahan dalam pernyatan ini.

Dibuat di Jatinangor, Juni 2015 Penulis,

(Nuricha Verninda)

Mengetahui,

Pembimbing Utama,

(Dr. Ir. Yuli Astuti Hidayati, M.P) Pembimbing Anggota,

Gambar

Tabel  1.  Jumlah  Protozoa  Pada  Feses  Sapi  Potong  Sebelum  dan  Sesudah  Pembentukan Biogas pada Digester Fixed-Dome
Tabel  2.  Identifikasi  Protozoa  Pada  Feses  Sapi  Potong  Sebelum  dan  Sesudah  Proses Pembuatan Biogas pada Digester Fixed-Dome

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penulis memilih game edukasi untuk memperkenalkan rumah adat yang ada di Indonesia karena dengan game edukasi maka remaja pun tidak akan merasa bosan karena game

Namun karena penghasilan mereka yang pas-pasan sehingga usaha ternak dilakukan seadanya yang ditandai dengan perkandangan yang dibuat seadanya dari kayu, kemiringan lantai

Hasil penelitian ini adalah data aplikasi pengolahan dalam penjualan ini merupakan salah satu solusi yang tepat untuk mengatasi masalah yang ada seperti koleksi

Layanan kesehatan yang inklusif adalah layanan kesehatan yang dapat diakses oleh semua anggota masyarakat tanpa hambatan berarti. Artinya, jika ada anggota masyarakat yang

Desy Nur Hidayah Siswantini. HUBUNGAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM LINGKUNGAN KELUARGA DENGAN PEMBENTUKAN SIKAP SOSIAL REMAJA DI KELURAHAN JERUK, KECAMATAN MIRI

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar

Beberapa tujuan dari perencanaan pengembangan wilayah yang berkaitan langsung dengan perencanaan penggunaan lahan yaitu, mengidentifikasi wilayah perencanaan secara