• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Melaksanakan nikah adalah ibadah 1, maka tuntunan, aturan, syarat, dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Melaksanakan nikah adalah ibadah 1, maka tuntunan, aturan, syarat, dan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Melaksanakan nikah adalah ibadah1, maka tuntunan, aturan, syarat, dan rukunnya yang merupakan rambu-rambu syar’i harus diperhatikan untuk keabsahannya.

Salah satu rukun nikah adalah wali, di mana di antara rukun-rukun lainnya wali lebih komplek dan luas pembahasannya di kalangan fuqaha

Komplek dan luasnya pembicaraan tentang wali dalam pernikahan 2 terbias dalam pembicaraan keabsahan nikah tanpa wali, dalam hal ini pendapat Abu Hanifah adalah pendapat yang paling berbeda di antara fuqaha, termasuk Asy-Syafi’i bahkan jumhur ulama

Pendapat Abu Hanifah dan pendapat Asy-Syafi’i dalam hal wali nikah merupakan fenomena yang mengemuka dari berbagai perbedaan antara keduanya meliputi hal-hal seperti :

Kewenangan ; wali yang memiliki kewenangan dan hak ijbar (otoritas) dalam pelaksanaan akad nikah atau calon mempelai perempuan terutama calon mempelai perempuan yang berstatus janda.

1 Kompilasi Hukum Islam Pasal 2 menyebutkan “Perkawinan menurut hukum Islam

adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau misaqan galizan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah

2 Penulis menggunakan istilah pernikahan merupakan terjemahan dari kata حكني - حكن. yang

(2)

2

Janda ; yang berhak menikahkan (melaksanakan akad nikah) perempuan berstatus janda apakah dirinya tanpa seizin wali atau boleh menikahkan dirinya dengan seizin wali, atau tidak boleh sama sekali tanpa wali.

Perawan ; semua perempuan yang belum pernah menikah (sekalipun hilang keperawanannya dengan sebab selain nikah) dianggap perawan, dan perempuan yang sudah cukup umur bahkan cenderung tua, rasyidah (cakap) tapi karena belum berpengalaman dengan urusan pernikahan juga tetap dikategorikan perawan.

Isytirot (di syaratkan) ; wali merupakan salah satu syarat sah nikah, atau hanya izinnya saja yang diperlukan, atau hanya mustahab (sebaiknya), bahkan tidak dibutuhkan sama sekali.

Isti’mar (mendapat perintah) ; jika wali akan menikahkan perempuan janda (di bawah perwaliannya) apakah harus mendapatkan perintah dari perempuan tersebut atau cukup minta izinnya saja. Perintah tersebut berupa kata-kata, atau cukup dengan isyarat.

Isti’zan (mendapat izin) ; jika wali akan menikahkan perempuan perawan apakah harus mendapatkan izin dari perempuan tersebut atau tidak perlu karena wali mempunyai hak ijbar. Izin yang diberikan perawan kepada walinya apakah cukup dengan sukut (diam) atau harus dengan kata-kata.

Wali perempuan ; perempuan dewasa, rasyidah, khuriyah (merdeka) apakah boleh menikahkan dirinya sendiri dan perempuan lainnya atau tidak boleh. Kafa’ah (kecocokan) ; jika perempuan menikahkan dirinya atas perempuan lainnya dengan dasar adanya kecocokan apakah tidak perlu seizizn wali atau tetap dengan izin wali.

(3)

3

Mahar misil ; jika seorang perempuan dinikahi oleh seorang laki-laki dengan mahar misil yang disepakati oleh perempuan tersebut apa juga memerlukan pertimbangan dan izin walinya.

Wali mujbir ; yang menjadi wali mujbir (wali yang memiliki otoritas) apakah hanyalah ayah, atau juga kakek, hakim, dan orang yang mendapat wasiat dari ayah. Dan berlaku untuk perawan meskipun cukup umur, dewasa, dan rasyidah (cakap) atau hanya untuk perawan yang belum cukup umur. Dan banyak lagi perbedaan-perbedaan pendapat keduanya (Hanafiyah dan Syafi’iyah), terlebih dalam metode istimbat (pengambilan hukum) keduanya dalam masalah wali nikah.

Adanya perbedaan pendapat disekitar wali nikah dan perempuan dibawah perwaliannya karena banyaknya pendapat bahwa wali dan calon mempelai perempuan mempunyai hak yang bersekutu antara keduanya. Salah satunya tidak bisa berdiri sendiri (menggunakan) haknya tanpa yang lainnya, tetapi memerlukan pernyataan keridloan keduanya 3

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pada latar belakang tersebut diatas maka perumusan masalah dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kedudukan wali nikah menurut pendapat Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i?

2. Bagaimana metode istimbath yang dipakai oleh Abu Hanifah dan As-Syafi’i dalam pengambilan hukum tentang wali nikah ?

3 Mustofa Muhammad Salabi, Ahkam Usrah fi Islam, (Beirut : Daar an-Nahdhoh

(4)

4

C. TUJUAN DAN URGENSI PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah :

a. Untuk mendeskripsikan bagaimana kedudukan wali nikah menurut Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i

b. Untuk mencermati segi-segi perbedaan pendapat keduanya serta alasan-alasan yang di jadikan dasar pendapatnya

c. Untuk mendeskripsikan metode istimbat yang di pakai oleh Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i dalam menggali hukum tentang wali nikah dan mencermatinya filosofis

2. Urgensi Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

a. Sebagai kontribusi positif bagi upaya menumbuh kembangkan kesadaran umat Islam akan pentingnya penelaahan secara cermat terhadap masalah fiqh klasik yang merupakan hasil ijtihad masa lampau, dan diharapkan ditemukan prinsip hukum Islam untuk mengantisipasi masalah kontemporer

b. Pada perkembangan selanjutnya, masalah-masalah dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang dapat membantu umat Islam memecahkan persoalan-persoalan wali dalam nikah

c. Dalam kaitannya dengan konteks hukum keluarga, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dalam rangka menelusuri secara normatif terhadap hukum yang telah ada dan

(5)

5

terbingkai dalam pemikiran hukum fiqh, lebih khusus masalah perwalian dalam nikah

d. Harapan selanjutnya adalah dapat menjadi stimulasi bagi pengembangan pemikiran hukum Islam4 (fiqh) di Indonesia

D. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan model library research dengan klasifikasi dari hasil penelusuran, pengkajian, dan penelaahan terhadap sumber data yang telah ditetapkan. Sumber data tersebut adalah :

a. Sumber Data Primer

Sumber data ini meliputi bahan yang secara langsung berhubungan dengan pokok-pokok masalah yang menjadi topik penelitian tentang kedudukan wali nikah menurut Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i. Data primer meliputi kitab fikih Hanafi ( al-Jami’ as-Sagir dan al-Ikhtiyar lita’lil al-Mukhtar) dan fikih Syafi’i (al-Um dan I’anat al-Talibin ) yang berhubungan dengan wali dalam pernikahan dan juga pendapat-pendapat ulama mazhab, jumhur ulama

b. Sumber Data Sekunder

Yang dimaksud dengan data sekunder adalah data yang tidak secara langsung berkaitan dengan pokok-pokok masalah dalam penelitian ini.

4 Berbicara tentang fiqh di Indonesia dimaksudkan adalah fiqh Indonesia yang diharapkan

bisa dipedomani oleh masyarakat, karena secara substansional telah menjadi hukum positif yang berlaku dan diakui keberadaannya (Ahmad Rofiq, Hukum Perdata...hlm.21). Fiqh yang selama ini tidak positif telah ditransformasikan menjadi hukum positif yang berlaku dan mengikat seluruh umat Islam di Indonesia, Kompilasi Hukum Islam diharapkan akan lebih mudah diterima oleh masyarakat Islam Indonesia karena digali dari tradisi-tradisi bangsa Indonesia (Amiur Nuruddin, Azhari Ahamd Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta : Kencana, 2006) hlm.35

(6)

6

Bahan-bahan ini diharapkan dapat menunjang dan melengkapi serta memperjelas data-data primer. Data sekunder diperoleh dari Kitab al-fiqh ‘Ala al-Mazahib al-‘Arba’ati dan Ahkam al-Usrah fi al-Islam serta buku-buku yang berkaitan dengan hukum munakahat, ushul fiqh, psikologi sosial, filsafat, sirah, sosiologi, Undang-undang, Peraturan Pemerintah RI, Peraturan Menteri Agama dan lain sebagainya

c. Sumber Data Tertier

Data tertier adalah bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap data primer maupun data sekunder yaitu berupa kamus-kamus hukum, dan ensiklopedi dibidang hukum

2. Metode Analisa Data

Karena sifatnya adalah library research, maka pokok utamanya adalah kepustakaan yaitu kitab-kitab fiqh karya fuqaha, kajian-kajian ushul fiqh dengan pendekatan hermenetik (hermeneutika method) diharapkan dapat mendialogkan teks lama dengan konteks kekinian, tidak pasif, tetapi aktif dan inovatif antara warisan masa lalu dan masa sekarang5, oleh karena itu Ibn Taymiyah mengatakan bahwa dalam proses penafsiran harus diperhatikan tiga hal, (1) siapa yang mengatakan, (2) kepada siapa diturunkan, (3) ditujukan kepada siapa 6

Penelitian ini menggunakan metode content analysis yakni penelitian teks sebagai analisis muatan. Teks dapat diteliti secara kuantitatif menggunakan metode komparatif. Hal ini dilakukan guna mengungkapkan

5 Sahiraon Syamsudin, Hermeneutika Al-Qur’an Mazhab Yogya (Yogya : Islamika, 2003)

hlm. 59

(7)

7

muatan sebuah teks secara obyektif. Dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan masalah wali nikah juga digunakan pendekatan dengan Asbab an-Nuzul, sebagaimana dikatakan oleh Al-Wahidi tidak mungkin (sesorang) memahami tafsir ayat tanpa mengetahui kisahnya dan sebab-sebab turunnya7. Pendekatan-pendekatan ini sebagai upaya memahami fakta secara obyektif selanjutnya menganalisa dan mengkontruksikan secara cermat sehingga bisa memperoleh hasil yang nyata.

E. TINJAUAN PUSTAKA

Pembahasan tentang pernikahan secara umum adalah bukan merupakan kajian yang baru, bahkan merupakan syari’at yang sudah tua sejak keberadaan manusia itu sendiri. Karenanya literatur hukum (fiqh) tentang pernikahan dengan berbagai corak dan ragam dalam bingkai fiqh munakahat, telah banyak ulama yang menulisnya namun sifatnya umum. Masalah perwalian dalam nikah dengan cara komparasi pendapat ulama mazhab belum banyak yang membahasnya secara komprehensif, terinci dan terfokus

Karya-karya para pemerhati hukum dari berbagai kalangan seperti fuqoha, peneliti, dan pengkaji ternyata telah banyak memberikan kontribusi terhadap hazanah keilmuan secara umum dan hukum keluarga pada khususnya. Berbagai penelitian menyoroti hukum pernikahan dengan berbagai macam tinjauan ibarat suatu kesatuan yang saling memenuhi dan melengkapi, tidak ada suatu yang baru dalam kajian hukum. Namun setidaknya faktor pema’naan

7Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalli, Lubab al-Nuqul fi Asbab an-Nuzul

(8)

8

yang menjadikan teks-teks, ilmu pengetahuan serta peradaban yang telah ada menjadi lebih hidup. Bahkan al-Qur’an adalah teks yang diam dan hanya manusialah yang membuatnya hidup dan berbicara 8

Kajian sebelumnya yang telah ditulis oleh beberapa peneliti yaitu, sebuah tesis yang berjudul “Peranan Wali Nikah Dalam Perkawinan Dan Pengaruh Psikologis Adanya Wali Nikah Dalam Perkawinan Menurut KHI”, didalam tesis ini Etty Murtiningdyah menjelaskan tentang dampak pengaruh psikologi seorang wali nikah dalam kehidupan rumah tangga bagi perempuan dibawah perwaliannya, karena pengucap akan ijab qabul merupakan lambang penyerahan tugas orang tua (wali) kepada seorang laki sebagai suaminya. Dalam bukunya Hukum Perkawinan Nasional, Sudarsono menyoroti masalah perkawinan menurut hukum dan perundang-undangan perkawinan nasional yang mengakomodir berbagi sistem (perkawinan) adat dan cara perkawinan masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah muslim. Dalam membahas masalah syarat-syarat dan rukun nikah, yang diantaranya adalah wali dibahasnya wali menurut pendapat mazahib al-‘arba’ (mazhab Syafi’i, Maliki, Hambali, dan Hanafi). Namun tidak mendasarkannya pada nash al-Qur’an maupun hadis apalagi metode istimbathnya

Buku Hukum Perdata Islam, Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih karya Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan lebih berkonsentrasi pada perkembangan konseptual hukum perdata Islam di Indonesia yang pada bagiannya berbicara rukun dan syarat perkawinan perspektif fikih yang dalam hal ini mengutip pendapat ulama Syafi’iyyah dan

8 Nashr Hamid Abu Zaid mengutip kata-kata sahabat Ali ra (sebagaimana dikutip oleh

Abu Yasid dalam Nalar dan Wahyu, Interrelasi Dalam Proses Pembentukan Syari’ah (Jakarta : Erlangga, 2002) hlm 69

(9)

9

Malikiyah tentang kedudukan wali dan syarat-syaratnya. Juga dibahas tentang kedudukan wali menurut perspektif Kompilasi Hukum Islam

Selanjutnya, dalam buku Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, Asrorun Ni’am Sholeh menfokuskan kajiannya pada masalah dalam perspektif fikih, yang meliputi aturan hukum sebelum pernikahan, syarat dan rukunnya. Buku ini menganalisa fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang pernikahan dalam hukum keluarga

Ada segi kesamaan pada pembahasan dibagian buku-buku tersebut diatas yakni perkawinan dari berbagai pandangan, fikih, Kompilasi Hukum Islam, dan Hukum Perundang-undangan. Pada kajian tesis ini penulis terfokus pada kedudukan wali nikah yang mengkomperasikan pendapat Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i dan metode penggalian hukum dari keluarga

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Secara keseluruhan tesis ini, penulis kelompokkan kedalam lima yang dijabarkan dalam pokok-pokok bahasan sebagai berikut :

Bab pertama adalah bab pendahuluan yang didalamnya mencakup beberapa paparan yaitu : latar belakang masalah yang menguraikan abstraksi yang melatar belakangi ide penulisan tersebut, rumusan masalah, tujuan dan urgensi penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan

Bab kedua, menggambarkan secara umum tentang urgensi wali nikah yang didalamnya mencakup arti, hikmah, dan hukum pernikahan, pelaksanaan

(10)

10

aqad nikah, rukun nikah, aturan hukum sebelum pernikahan, akad nikah, serta arti dan syarat wali

Bab ketiga secara khusus akan membahas tentang kedudukan wali menurut Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i yang meliputi biografi singkat Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i serta manhaj keduanya, dasar-dasar hukum perwalian yang berisi kedudukan wali menurut Hanafiyah dan Syafi’iyah, serta yang dapat diambil dari pendapat keduanya. Metode istimbath juga berada pada pembahasan bab ini.

Bab keempat merupakan bagian yang mengkaji tentang wali nikah dalam perundang-undangan dengan bahasan perspektif Undang-undang No 1 Th 1974 dan KHI, perwalian dalam qanun dibeberapa Negara Muslim serta batasan usia nikah

Bab kelima merupakan bagian penutup dari rangkaian uraian pembahasan dan analisis yang mencakup kesimpulan, saran dan penutup

Referensi

Dokumen terkait

Kutipan di atas menunjukan bahwa Imam Abu Hanifah dalam melakukan istinbath hukum berpegang kepada sumber dalail yang sistematis namun dalam penggunaan qiyas

Upaya yang penulis teliti dalam mengurangi dampak kecemasan yang dialami oleh pasien kanker payudara tersebut adalah dengan memberikan terapi psikoreligius zikir dan

Kant merumuskan pandangannya dalam tiga prinsip, yaitu (1) supaya suatu tindakan mempunyai nilai moral, tindakan itu harus dijalankan berdasarkan kewajiban; (2) nilai moral dari

Untuk semua lagu wajib, pola alat nya seperti yang ada di partitur, harus sesuai dan jangan ada improvisassi, KECUALI untuk lagu wajib pilihan boleh diubah... boleh

Ir. Budi Eka Prasetya Ir. Adrianus Rulianto Utomo, MP.. Laporan Praktek Kerja Industri Pengolahan Pangan di Perusahaan Pembekuan Ikan PT. Inti Luhur Fuja Abadi,

Dalam Undang-undang perkawinan secara eksplisit tidak diatur tentang perwalian nikah, hanya dalam pasal 26 ayat (1) dinyatakan : “Perkawinan yang dilangsungkan dimuka

Sementara menurut Imam asy-Syafi`i jumlah takbir pada rakaat pertama dalam salat `Id adalah 8 kali takbir termasuk takbiratul ihram dan pada rakaat kedua

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa tidak terlepas dari partisipasi dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis tidak lupa pula