• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Pembelajaran 8. Prebiotik dan Antibiotik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Proses Pembelajaran 8. Prebiotik dan Antibiotik"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Proses Pembelajaran 8.

Prebiotik dan Antibiotik

Pada kegiatan belajar ini anda akan mempelajari tentang prebiotik dan antibiotik. Prebiotik banyak digunakan untuk menggantikan penggunaan antibiotik. Dengan pengetahuaan ini maka mahasiswa akan lebih mudah memahami mekanisme kerja prebiotik dan antibiotik, manfaat dan penggunaannya dalam pakan ternak.

2.1. Sejarah dan pengertian prebiotik

Istilah prebiotik pertama kali diperkenalkan dan didefenisikan oleh Gibson dan Roberfroid pada tahun 1995. Saat itu prebiotik didefenisikan sebagai fraksi makanan atau pakan yang tidak dapat tercerna dan memberikan dampak positif pada inangnya dengan cara menstimulasi pertumbuhan bakteri yang bermanfaat atau menghambat perkembangan bakteri yang patogen. Dari defenisi tersebut ada 4 kriteria yang melatari sebuah produk dapat dikategorikan sebagai prebiotik:

1. Fraksi pakan atau substrat tersebut harus tidak tercerna atau terhidrolisis dibagian awal saluran pencernaan.

2. Substrat tersebut hanya dapat mengstimulasi perkembangan satu atau beberapa bakteri yang yang bermanfaat atau menghambat perkembangan satu atau beberapa bakteri patogen

3. Substrat tersebut dapat merubah komposisi mikroba saluran pencernaan menjadi lebih sehat dan baik.

4. Substrat tersebut dapat menyebabkan kondisi fisik saluran pencernaan, terutama permukaan usus dan saluran pencernaan menjadi tetap sehat.

Walaupun terminologi prebiotik baru dikenal pada tahun 1995, aplikasi penggunaan prebiotik sudah lama dikenal di kalangan ilmuwan. Pada tahun 1921, Retger dan Cheplin melakukan penelitian pada manusia yang mengkonsumsi karbohidrat tertentu dan menemukan dalam saluran pencernaannya banyak mengandung Lactobacillus. Pada tahun 1950 an, Gyorgy dan koleganya memperkenalkan terminologi “bifidus faktor”, dimana mereka menemukan bahwa substrat bifidogenik dapat merangsang pertumbuhan Bifidobakteri seperti Lactobacillus bifidus. Bifidogenik substrat banyak terdapat pada air susu ibu dan kolostrum. Pada tahun 1960an peneliti

(2)

meyakini bahwa bifidogenik substrat yang terdapat pada air susu ibu adalah dari golongan karbohidrat, terutama oligosakarida.

Pada fase awal penggunaan prebiotik, substrat – substrat yang digunakan diperuntukkan untuk meningkatkan populasi bakteri yang bermanfaat seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium, belum berkaitan dengan bakteri - bakteri pathogen. Dua bakteri yang bermanfaat tersebut banyak digunakan sebagai probiotik. Karena itu penggunaan istilah prebiotik di fase fase awal banyak berkaitan dengan probiotik.

Pada tahun 1970an peneliti – peneliti dari negara jepang melakukan penelitian dibidang karbohidrat dengan menggunakan karbohidrat yang tidak dapat tercerna seperti: fruktooligosakarida, galaktooligosakarida dan laktulose untuk mengstimulasi pertumbuhan mikroba usus. Pada tahun 1980an dan 1990an penggunaan probiotik dengan menggunakan mikroba hidup sedang meningkat untuk memodifikasi mikroba saluran pencernaan. Berbeda dengan penggunaan probiotik, penggunaan prebiotik dimaksudkan untuk memodifikasi mikroba rumen melalui peningkatan populasi bakteri yang bermanfaat dan menghambat perkembangan bakteri patogen.

Pada awal tahun 2000an defenisi prebiotik diperbaharui oleh Gibson dkk (2004). Prebiotik didefenisikan sebagai substrat yang harus memiliki kemampuan; (1) bertahan dari proses hydrolysis oleh enzim dan hydrolysis asam lambung; (2) bertahan dari fermentasi mikroba saluran pencernaan dan (3) dapat mengstimulasi perkembangan bakteri yang dapat menyebabkan peningkatan kesehatan.

Food Agricultural Organization atau FAO melaksanakan sebuah pertemuan pada tahun 2008 untuk mendefenisikan ulang tentang prebiotik.Komisi panel yang terbentuk saat itu mendefenisikan bahwa prebiotik adalah komponen bahan pakan yang tidak tercerna yang dapat meningkatkan kesehatan ternak inang dengan mempengaruhi populasi mikroba dalam saluran pencernaan. Pada defenisi ini, aspek fermentasi dalam produk prebiotik dihilangkan. Karena itu, defenisi ini mendapatkan banyak tanggapan karena salah satunya tidak memasukkan antibiotik sebagai salah satu komponen fraksi pakan. Pada tahun 2010, Gibson dkk mendefenisikan secara lebih ketat tentang prebiotik. Gibson mendefenisikan bahwa prebiotik adalah bahan pakan yang difermentasi secara selektif dan menghasilkan perubahan komposisi dan aktifitas mikroba dalam saluran pencernaan agar dapat bermanfaat bagi kesehatan ternak inang.

(3)

Pada tahun 2015 Bindels dkk mengusulkan defenisi baru tentang prebiotik. Usulan defenisi itu adalah bahwa prebiotik adalah komponen yang tidak tercerna, melalui proses metabolisme oleh mikroba dalm saluran pencernaan dan mempengaruhi komposisi dan aktifitas bakteri dalam saluran pencernaan yang memberikan manfaat positif bagi ternak inangnya.

Dari berbagai defenisi tersebut, prebiotik sesungguhnya bukan satu satunya substrat yang mempengaruhi perkembangan mikroba. Kriteria yang menyangkut pemanfaatan secara selektif kemudian membedakan prebiotik dengan substrat lain. Karena itu defenisi yang lebih akurat dan tegas dibutuhkan untuk memperjelas apakah sebuah substrat baru dapat dikategorikan sebagai prebiotik. Hal ini penting karena, pemahaman awal tentang istilah prebiotik berkaitan dengan

Lactobacilus dan Bifidobacteria dan ini dianggap sebagai bifidogenesis atau efek prebiotik.

Penelitian – penelitian awal tentang kondisi ekologis hanya didaarkan pada metode kultur yang dianggap tidak cukup representatif untuk mengetahui kompleksitas perubahan mikroba akibat dari penggunaan prebiotik. Metode berbasis molekuler telah dikembangkan untuk mengetahui spektrum yang lebih luas dari species mikroba mikroba yang dapat meanfaatkan substrat prebiotik melalui fermentasi atau mekanisme metabolik yang lain.Karena itu telah diakui bahwa pengaruh prebiotik lebih luas dari hanya sekedar mikroba Bifidobacteria atau

Lactobacillus.

Asam lemak rantai pendek seperti acetat, propionat dan butirat serta beberapa komponen lain juga memiliki manfaat positif bagi kesehatan. Jika pengaruh yang ditimbulkan dari substrat tersebut bersifat terukur untuk kesehatan inangnya, itu juga dapat dikategorikan sebagai dampak prebiotik. Untuk dapat membuktikan sebuah substrat atau produk dapat dikategorikan sebagai prebiotik, produk tersebut harus dapat membuktikan dia digunakan secara selektif oleh mikroba. Sebagai contoh jika ada sebuah substrat atau produk dapat meningkat secara langsung populasi mikroba yang memproduksi propionat, maka produk tersebut dapat dikategorikan sebagai prebiotik (Lihat Gambar 2.1) atau jika ada sebuah substrat dapat meningkatkan populasi mikroba tertentu dan mikroba tersebut dapat memproduksi metabolite yang dapat merangsang produksi propionat oleh mikroba lain. Skema tentang pengertian probiotik dalam membedakan dengan produk lain dapat dilihat dalam skema dibawah.

(4)

Gambar. 2.1 Jenis prebiotik

Sebuah substrat tidak dapat disebut prebiotik jika secara bersamaan dapat memproduksi gas. Karena substrat yang dapat meningkatkan populasi mikroba yang memproduksi gas seperti bakteri Clostridium tidak dapat dikategorikan sebagai prebiotik. Dari berbagai defenisi dan pengertian tentang prebiotik diatas, pada hakekatnya, defenisi defenisi tersebut membatasi pada aspek interaksi antara prebiotik dan mikroba di saluran pencernaan. Karena itu defenisi prebiotik dapat diringkaskan sebagai berikut:

1. Prebiotik adalah substrat yang secara selektif dimanfaatkan oleh mikroba untuk tujuan kesehatan.

2. Walaupun kebanyak prebiotik dimanfaatkan melalui proses konsumsi secara oral, prebiotik dapat juga dimasukkan langsung ke tempat dimana mikroba tersebut hidup, seperti dalam saluran vagina atau di permukaan kulit.

3. Manfaat kesehatan dari prebiotik terus berkembang; beberapa manfaat penggunaan prebiotik adalah: (a) manfaat untuk saluran pencernaan seperti: penghambatan perkembangan populasi bakteri patogen dan stimulasi sistim kekebalan. (b) untuk metabolisme kardio seperti: pengurangan kandungan lemak darah dan pengaruh terhadap resistensi insulin. (c) untuk kesehatan mental seperti: produk metabolik yang mempengaruhi fungsi otak, energi dan daya ingat. (d) untuk fungsi tulang seperti ketersediaan mineral.

Serat Pakan Pemanfaatan substrat secara

selektif oleh mikroba

Prebiotik

Substrat yang mempengaruhi Pertumbuhan mikroba Kurang terfermentasi Penolic dan Pitokimia Vitamin CLA & PUFA Probiotik Protein & lemak Oligosakarides;

MOS, FOS, GOS, XOS Oligosakarida susu manusia Probiotik Antibiotik Mudah terfermentasi

Keterangan: CLA: asam lemak terkonyugasi; PUFA: Asam lemak

poliunsaturasi; MOS: mannan oligosakarida; FOS: fructooligosakarida; GOS: galaktooligosakarida; XOS: xylooligosakarida

(5)

4. Prebiotik dimaknai sebagai substrat karbohidrat, akan tetapi substrat lain selain karbohidrat seperti poliphenol dan asam lemak polyunsaturasi dalam beberapa hal dapat berfungsi sebagai prebiotik.

2.2. Jenis Jenis prebiotik

Seperti dijelaskan diatas bahwa prebiotik adalah substansi yang tidak tercerna dalam saluran pencernaan karena ketidak adaan enzim enzim pencerna substrat tersebut dan biasanya dari golongan karbohidrat, akan tetapi prebiotik bukanlah bersinonim dengan serat makanan atau pakan. Hal ini karena beberapa serat makanan atau pakan tidak dapat meningkatkan populasi bakteri yang bermanfaat seperti cellulosa. Beberapa karbohidrat yang memiliki peran prebiotik adalah dari golongan oligosakarida.

Karbohidrat di alam hadir dalam bentuk monosakarida, disakarida, oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida adalah sakarida atau gula yang berbentuk tunggal seperti: glukosa, mannosa, xylosa, galaktosa dan masih banyak yang lain. Disakarida didefenisikan sebagai dua gugus gula yang saling terikat, seperti: maltosa dan celobiosa. Oligosakarida adalah gugus gula yang terdiri dari 3 gugus gula sampai 10 gugus gula yang saling berikatan. Penamaan oligosakarida bergantung gugus gula pembentuknya. Apabila gugus gula pembentuknya adalah mannosa maka disebut mannooligosakarida dan jika gugus gula pembentuknya adalah galaktosa maka disebut galaktooligosakarida. Polisakarida adalah unit – unit monosakarida yang saling terikat dengan minimal 10 unit monosakarida.

a. Mannan-oligosakarida dan karbohidrat berbasis manosa

Mannan-oligosakarida adalah karbohidrat berbasis mannose. Di alam karbohidrat berbasis mannosa baik berupa oligosakarida atau polisakarida banyak terdapat pada tanaman. Sebagai oligomer atau polimer, mannosa diikat baik oleh ikatan alfa atau beta. Mannan murni didefenisikan sebagai polimer mannosa dimana kandungan manosa lebih dari 95%. Keberadaan gula yang lain didalam rantai caban akan merubah nama polimernya. Apabila terdapat gula yang lain dirantia cabang, misalnya galaktosa, pada gugus rantai manosa maka akan diberinama galaktomannan.

Mannan di alam terdapat pada beberapa tanaman seperti tanaman legum, tanaman palma dan yeast atau ragi. Pada tanaman legum gugus mannosa diikat dengan ikatana beta 1-4 dan dicabangnya terdapat unit galaktosa. Mannan pada tanaman legum banyak terdapat pada guar

(6)

gum, locus bean dan kacang kedele. Mannan pada yeast atau ragi, gugus mannosanya diikat oleh ikatan alpha 1-6, dimana pada rantai cabangnya diikat dengan ikatan alpha, 1-2 dan 1-3. Sedangkan pada tanaman palma, seperti ivory nut, kurma, kelapa sawit dan kelapa, gugus mannosanya diikat dengan ikatan beta 1-4 dan hanya sedikit unit glaktosa dirantai cabangnya. Mannan yang terdapat pada semua tanaman tersebut baik yang homopolimer (mannan) maupun yang heteropolimer (galaktomannan atau glukomannan) tidak dapat tercerna oleh manusia dan ternak monogastrik karena ketidak adaan enzim dalam saluran pencernaan.

Dalam 2 dekade terakhir ini, penggunaan karbohidrat polisakarida yang tidak tercerna sebagai feed aditif untuk ternak monogastrik terutama unggas banyak diteliti oleh para ilmuan. Beta mannan pada tanaman legum diyakini sebagai antinutrisi, karena itu keberadaanya dalam pakan akan menurunkan kualitas pakan. Mannan atau mannooligosakarida dari tanaman yeast dipercayai dapat berfungsi sebagai pronutrisi, karena itu penggunaanya dalam pakan akan dapat meningkatkan kualitas pakan. Penelitian terbaru menunjukkan mannan yang berasal dari tanaman palma terutama, dari tanaman kelapa, kelapa sawit dan salak dapat berfungsi sebagai feed aditif atau pronutris yang sama beiknya dengan mannooligosakarida yang bersala dari ragi (Saccharomyces sereviceae).

Penggunaan mannan dan mannan oligosakarida sebagai feed aditif mulai diperkenalkan di tahun 1980an. Oyofo et al. (1989) menemumakan bahwa mannosa dapat menghambat kolonizasi mikroba pathogen, seperti: Salmonella typhimurium pada saluran pencernaan broiler melalui proses aglutinasi. Aglutinasi bakteri patogen oleh mannanoligosakarida telah terbukti baik melalui metode invitro ataupun invivo. Kecepatan aglutinasi mannanoligosakarida terhadap bakteri patogen menjadi penting dipertimbangkan karena dapat menyebabkan bakteri patogen tersebut akan segera melekat pada dinding usus jika mannoologosakarida lambat mengaglutinasi bakteri patogen

b. Fruktooligosakarida

Fruktooligosakarida (FOS) adalah oligosakarida yang disusun oleh glukosa yang terikat dengan fruktosa dengan ikatan beta 1-2 yang tidak dapat dicerna oleh manusia atau ternak monogastrik. FOS dapat berupa: inulin (merupakan polimer dari fructosa) dan oligofrumosa.FOS merupakan kelompok oligosakarida yang dapat diekstraksi dari inulin.

(7)

Di alam karbohidrat ini FOS) banyak terdapat pada tanaman asparagus, bawang merah, bawang putih, gandum dan rye. Bawang adalah tanaman yang banyak mengandung FOS berkisar 25-40% dari bahan kering. Dalam saluran pencernaan manusia atau ternak monogastrik, FOS mengalam proses fermentasi dan terbentuk laktat, asam lemak rantai pendek (acetat, propionat dan butirat).

FOS di yakini dapat merangsang pertumbuhan bakteri yang bermanfaat dan menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Ini dapat dilakukan melalui proses, menurunkan pH dan menekan aktifitas enzimatik bakteri.

c. Galktooligosakarida

Galaktooligosakarida adalah grup karbohidrat yang terdiri dari unit galktosa dan unit glukosa yang saling berikatan. Karbohidrat ini banyak terdapat pada air susu ibu dan susu sapi. Inilah yang menyebabkan anak bayi yang mengkonsumsi air susu ibu tidak mudah diserang oleh bakteri patogen dalam saluran pencernaanya. Banyak penelitian membuktikan bahwa pemberian galaktooligosakarida dapat merangsang pertumbuhan bakteri yang bermanfaat seperti: bifidobacteria dan lactobacillus.

Galaktooligosakarida dianggap stabil baik pada temperatur yang tinggi maupun pada kondisi yang asam. Hal ini menyebabkan karbohidrat ini dapat ditambahkan pada berbagai jenis makanan atau pakan. Pada makanan manusia, banyak ditemukan produk komersial susu yang telah ditambahkan dengan produk galaktooligosakarida.

d. Pecticoligosakarida

Pectin adalah karbohydrat kompleks yang kaya akan asam galakturonik. Karbohidrat ini banyak terdapat pada tanaman – tanaman tingkat tinggi, seperti pada kulit jeruk dan tanaman salak.

2.3. Mekanisme kerja prebiotik

Penggunaan prebiotik dalam pakan ternak dimaksudkan untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan dengan mekanisme sebagai berikut:

1. Meningkatkan populasi bakteri yang bermanfaat seperti Lactobacillus dan bifdobacteria. Mekanisme peningkatan poulasi bakteri yang bermanfaat ini melalui penyediaan sumber

(8)

nutrisi dan energi. Ini berarti bahwa prebiotik yang digunakan akan dimanfaatkan oleh mikroba yang bermanfaat sumbagai sumber nutrisi. Peningkatan sumber nutrisi ini akan dapat meningkatkan populasi bakteri yang bermanfaat didalam saluran pencernaan. Penelitian yang dilakukan oleh Casas et al. (1993) mengindikasikan bahwa unggas yang diberi lactose akan meningkatkan populasi bakteri yang bermanfaat (Lactobacillus

reuteri). Beberapa prebiotik yang dapat meningkatkan populasi bakteri yang bermanfaat

dapat dilihat Pada Tabel di bawah ini.

Tabel 2.2.1. Pengaruh prebiotik terhadap populasi bakteri

Prebiotik Mikroba

Inulin (rantai panjang) - Meningkatkan Bifidobacteria -Sedikit meningkatkan Clostridia Inulin - Meningkatkan Bifidobacteria

- Menurunkan Enterococci dan Enterobacteria

Galaktooligosakarida (GOS)

-Meningkatkan Bifidobacteria dan

Lactobacillus

- Menurunkan Bacteriodes dan Clostridia Fruktooligosakarida (FOS) -Meningkatkan Bifidobacteria dan Lactobacillus -Menurunkan Bacteriodes, Clostridia dan Fusobacteria Isomaltooligosakarida

(IMO)

- Meningkatkan Bifidobacteria

Lactulose - Meningkatkan Bifidobacteria dan Lactobacillus - Menurunkan Coliforms Xylooligasakarida (XOS) - Meningkatkan Bifidobacteria dan Bacteriodes - Menurunkan Lactobacillus Mannooligosakarida (MOS) - Meningkatkan Bifidobacterai dan Lactobacillus

- Menurunkan populasi E. coli, Salmonella dan Clostridia

(9)

2. Menekan populasi bakteri patogen seperti bakteri Escherichia coli, Streptococus,

Clostridium dan Salmonella. Hal ini karena ada sekelompok bakteri, terutama bekteri

gram negatif, yang menggunakan lectin yang terdapat dipermukaan celnya untuk mengikat mannan yang terdapat pada epitel cel saluran pencernaan (Lihat gambar di bawah). Perlekatan antara manosa berbasis karbohidrat yang terdapat dalam saluran pencernaan akan memungkinkan bakteri patogen dapat melakukan kolonisasi dan kemudian berkembang biak.

Penyediaan mannooligosakarida dalam pakan akan menyebabkan bakteri patogen (E. coli dan Salmonella) yang memiliki lektin mengikat manosa yang terdapat pada pakan dalam bentuk MOS. Ini akan menghambat perlekatan bakteri patogen dengan permukaan saluran pencernaan. Kekuatan perlekatan antara bakteri dengan permukaan cel di saluran pencernaan bergantung pada komposisi reseptor. Mannosida memiliki kemampuan yang lebih kuat dalam mengikat bakteri dibandingkan dengan D- mannosa. Ini membuktikan bahwa karbohidrat berbasis mannosa dalam bentuk oligosakarida akan lebih efektif mengikat bakteri patogen seperti E. coli dan Salmonella. Perlekatan bakteri patogen dengan MOS akan menyebakan bakteri tersebut dibuang bersamaan dengan pembuangan feces. Hal ini karena MOS tidak dapat dicerna dalam saluran pencernaan monogastrik.

Penelitian – penelitian yang menggunakan MOS untuk menekan populasi bakteri patogen terutama E. coli dan Salmonella spp telah banyak dilakukan. Penggunaan MOS yang berasal dari ragi Saccharomyces sereviceae menunjukkan hasil yang menggembirakan. Spring et al. (2000) meneliti unggas yang berumur 1 hari ketika ditempatkan dalam kandang isolasi selama penelitian dan diberi pakan yang mengandung MOS dan tanpa MOS yang ditantang dengan Salmonella typhimurium pada hari ke 3 dan dipelihara selama 10 hari. Mereka menemukan bahwa konsentrasi bakteri tersebut 25 kali lebih besar pada unggas yang tidak diberi prebiotik MOS. Oyofo et al. (1989) melakukan penelitian secara in-vitro untuk mengetahui pengaruh mannosa terhadap kolonisasi S.

typhimirium pada ternak unggas dan menemukan bahwa populasi bakteri patogen

tersebut menurun secara drastis. Oyofo dkk juga melakukan penelitian secara in-vivo dan menemukan hasil yang sama.

Mekanisme lain dalam penghambatan populasi bakteri patogen melalu produk yang dihasilkan dari proses fermentasi berupa asam lemak berantai pendek seperti: asam

(10)

asetat, asam propionat dan asam butirat. Produksi asam lemak ini dapat menurunkan pH dan akhirnya menghambat populasi bakteri patogen. Ini karena penurunan pH dapat mengurangi degradasi peptida yang dapat terbentuknya komponen beracun seperti ammonia.

2.4. Manfaat prebiotik pada ternak

Penggunaan prebiotik pada ternak dalam 3 dekade terakhir ini cukup meningkat. Penggunaan prebiotik terbesar diberikan pada ternak unggas. Hal ini karena selain industri perunggasan sudah berkembang dengan sangat baik, juga karena prebiotik dianggap memberikan manfaat maksimal pada ternak monogastrik dibandingkan dengan ternak ruminansia. Beberapa manfaat penggunaan prebiotik pada ternak adalah:

a. Menjaga kesehatan saluran pencernaan

Penggunaan prebiotik bagi peningkatan saluran pencernaan dapat ditunjukan dari kondisi saluran pencernaan yang sehat. Kondisi terlihat dengan mengamati populasi bakteri baik itu bakteri pathogen maupun bakteri yang bermanfaat serta kondisi fisik saluran pencernaan baik itu vili vili usus halus maupun sel goblet yang terdapat dalam saluran pencernaan. Pada kondisi ternak yang ditantang dengan bakteri patogen manfaat penggunaan prebiotik dapat diamati melalui proporsi populasi bakteri yang bermanfaat dan bakteri pathogen serta menghasilkan produk fermentasi yang dapat menjaga kondisi pH saluran pencernaan.

Penggunaan prebiotik dianggap efektif dalam menurunkan populasi bakteri patogen (Salmonella spp dan E. Coli) seperti pada kasus penggunaan MOS dan meningkatkan bakteri bermanfaat (Bifidobacateria dan Lactobacillus) seperti pada penggunaan FOS. Penelitian dari Kim et al. (2011) mengindikasikan bahwa pakan yang disuplementasi dengan FOS dan MOS menyebabkan terjadinya perubahan populasi bakteri C. Perfringens dan E. coli pada ileum dan caecum ayam yang dipelihara selama 28 hari. Fernandez et al. (2002) juga melaporkan bahwa MOS secara efektif dapat menekan populasi bakteri S. Enteritidis. Evaluasi penggunaan beberapa prebiotik dalam hubungannya dengan populasi mikroba dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

Tabel 2.4.1. Pengaruh prebiotik terhadap populasi bakteri

Bakteri Konsentrasi (log CFU/g BK)

(11)

Di ileum C. perfringens 4,8 5,2 5,3 5,3 Bifidobacteria 10,4 10,6 10,6 10,7 Lactobacillus 9,4 9,5 10,1 9,6 Aerotolerant anaerobs 10,5 10,4 10,5 10,4 E. coli 6,3 6,2 6,4 6,2 Coliforms 6,7 6,6 7,2 6,7 Di Feces C. perfringens 4,7 4,7 4,5 5,2 Bifidobacteria 10,9 11,1 10,8 10,9 Lactobacillus 9,3 9,8 10,3 10,2 Aerotolerant anaerobs 10,6 10,7 10,6 10,6 E. coli 6,0 5,9 5,8 6,0 Coliforms 6,3 6,5 6,5 6,6

Penelitian tentang prebiotik dalam menjaga kondisi kesehatan salauran pencernaan telah dibuktikan oleh banyak peneliti. Ferket 2002) meneliti tentang kondisi vili – vili di jejnum pada ternak unggas yang dipelihara selama 14 hari. Pemberian MOS pada ransum unggas dapat mengurangi kedalaman kripta sehingga rasio antara tinggi vili – vili dan kedalaman kripta menjadi lebih besar. Iji et al. (2001) menyatakan bahwa terjadi peningkatan vili – vili usus halus akibat dari penambahan prebiotik MOS dan peningkatan kandungan beberapa enzim dalam saluran pencernaan. Kepadatan cell goblet juga meningkat karena penambahan MOS dalam pakan unggas. Meningkatnya kepadatan cell goblet ini akan menyebabkan meningkatnya pertahanan dari saluran pencernaan terhadap bakteri pathogen. Ini dapat terjadi karena adanya kemampuan salauran pencernaan terutama permukaan saluran pencernaan berupa mucus untuk menutupi permukaan dari epithel saluran pencernaan. Produksi mucus dalam saluran pencernaan sebagai indikasi dari jumlah cel goblet. Kondisi ini merupakan pertahanan pertama disaluran pencernaan sehingga tidak terjadi infeksi. Savage et al. (1997) menemukan bahwa jumlah cel goblet meningkat di duodenal loop (wilayah duodenum) dan didaerah Meckels diverticulum (batas antara jejenum dan ileum) pada ternak unggas yang berumur 8 minggu.

Tabel 2.4.2. Pengaruh perbiotik terhadap saluran pencernaan

Parameter Kontrol MOS

Tinggi vili (µm) 905 823

Kedalaman Kripta (µm) 104 86

Tebal otot usus 163 128

Jumlah cel goblet/vili 104 137

(12)

b. Meningkatkan imunitas

Penggunaan prebiotik pada ternak dapat meningkatkan sistim kekebalan tubuh ternak yang ditandai dengan meningkatnya produksi imunoglobulin baik IgA, IgG dan IgM. Penelitian pada ternak kuda menunjukkan bahwa pemberia MOS dapat meningkatkan konsentrasi IgM dan IgG yang dipelihara selama 56 hari.

Pada ternak unggas, penggunaan MOS dapat memperngaruhi sistim kekebalan tubuh unggas dengan cara menstimulasi sekresi protein yang mengikat mannosa oleh hati. Protein ini dapat mengikat bakteri yang kemudian merangsang sistim kekebalan. Mikroba di saluran pencernaan akan mempengaruhi cell goblet untuk melepas komponen bioaktif yang akan mengaktifasi sistim kekebalan. Pemberian MOS pada unggas dapt meningkatkan plasma IgG dan IgA pada empedu. Peningkatan IgA pada mukosa saluran pencernaan menyebabkan agen bakteri pathogen menjadi labil terhadap aksi phagocyt oleh lymphocyt.

Pemberian MOS pada unggas yang ditantang dengan S. Typhimurium terhadap kasus demam dan kelenjar limpa dilaporkan oleh Ferket et al. (2002). Penantangan dengan bakteri S.

Typhimurium dapat menyebabkan kenaikan temperatur tubuh sekitar 0.25oC 8 jam setelah injeksi.

Penelitian yang dilakukan oleh Fitryani (2009) menunjukkan bahwa ketika ternak unggas ditantang dengan E.coli dalam air minum selam 1 minggu, pertambahan bobot badan unggas terpengaruh dan kandungan air feces meningkat sebesar 17% dan kasus diare terjadi. Penambahan polisakarida berbasis manosa dari bungkil kelapa dapat mencegah pengaruh negatif dari penantangan E. coli dan kasus diare dapat dihentikan. Akan tetapi, konsentrasi imunoglobulin A (IgA) dalam darah tidak berpengaruh.

c. Meningingkatkan Pertumbuhan an produksi ternak

Penggunaan prebiotik pada ternak dapat meningkatkan pertambahan bobot badan, konversi pakan dan bobot karkas broiler. Peningkatkan performans ini dapat terjadi karena kecernaan nutrisi baik asam amino maupun mineral ikut meningkat akibat dari penambahan prebiotik dalam pakan. Penambhan MOS dalam pakan dapat menekan kandung lemak abdominal. Penambahan oligofruktosa dan inulin dalam pakan meningkatkan kandungan calcium dan posfor dalam tulang tibia. Penambahan prebiotik pada ternak unggas juga dapat

(13)

meningkatkan produksi telur, meningkatkan level calcium darah, ketebalan kerabang telur dan kekuatan kerabang telur (Chen and Chen, 2004).

Mannan juga memiliki manfaat yang hampir sama dengan mannanoligosakarida hal ini karena adanya gugus mannosa yang dapat mengikat bakteri patogen. Penelitian yang dilakukan oleh Yamin (2010) mengindikasikan bahwa penambahan 0.05% mannan yang diperoleh melalui ekstraksi dengan menggunakan NaOH dapat meningkatkan pertambahan bobot badan 7% dan efisiensi penggunaan ransum sebesar 12% (lihat Tabel 2.4.3). Kecernaan pakan juga meningkat sebesar 2,5% serta dapat menurunkan kadar air feces.

Tabel 2.4.3. Pengaruh prebiotik terhadap performans Parameter Peningkatan (%) Bobot badan Konsumsi pakan FCR Kecernaan pakan Kadar air feces pH caeca Lemak abdominal + 7,4 +6,0 -12 +2,5 -5,5 -6,8 -6,1 Daftar Pustaka

Bindels, L. B., Delzenne, N. M, Cani, P. D., and Walter, J. (2015). Towards a more comprehensive concept for prebiotics. Nat. Rev. Gastroenterol. Hepatol., 12: 303 – 310. Chen Y.C., Chen T.C. (2004). Mineral utilization in layers as influenced by dietary oligofructose

and inulin. International Journal of Poultry Science., 3: 442-445.

Dimitroglou, A. And E. Ringo, (2014). Prebiotics in Finfish: An update. DOI: 10.1002/9781118897263.ch7.

Edens, F. W. (2003). An alternative for antibiotic use in poultry. Rev. Bras. Cienc. Avic. 5: 75 – 97.

Ferket, P. R., (2002). Use of oligosaccharides and gut modifiers as replacements for dietary antibiotics. Proc. 63rd, Minnesota Nutrition confrence, Spetember 17 -18, Eagan, MN, pp: 169-182.

Fernandez, F., Hinton, M and Van Gils, B. (2002). Dietary mannan oligosaccharydes and their effct on chicken caecal microflora in relation to Salmonella enteritis colonization, Avian Pathology, 31: 49 – 58.

Fitryani, (2009). Ekstrak beta mannan dari bungkil kelapa (Cocos nucifera L) sebagai pengganti beta mannan komersial dan antibiotik untuk meningkatkan kesehatan ayam broiler. Thesis, Universitas Tadulako, Indonesia.

(14)

Gibson G. R., Probert, H. M., Loo, J. V., Rastall, R. A., and Roberfroit, M. B. (2004). Dietary modulation of human colonic microbiota: updating the concept of prebiotics. Nutrition Research Review, 17: 259 – 275.

Gibson, G. R., and Roberfroid, M. B. (1995). Dietary modulation of human colonic microbiota: Introducing the concept of prebiotics. Journal of Nutrition, 125: 1401 – 1412.

Gibson G.R., R. Hutkins, M.E. Sanders, S.L. Prescott, R.A. Reimer, S.J. Salminen, K. Scott, C. Stanton, K.S. Swanson, P.D. Cani and G. Reid. (2017).The International Scientific Association for probiotics (ISAPP) consensus statement on the defenition and scope of prebiotics. Nature reviews. Doi:10.1038/nrgastro.2017.75. http:www.nature/nrgastro. Gyorgy, P., Mello, M. I., Torres, F. E., and Barnes, L. A. (1953). Growth promotion in rats by

crude concentrates of the bifidus factor. Proc. Soc. Exp. Biol. Med., 84: 464 – 467.

Iji, P.A., A. A. Saiki and D. R. Tivey, (2001) Intestinal stucture and function of broilers chickens on diets supplemented with mannan oligosaccharides. J. Sci. Food. Agric. 81: 1138-1192. Kim C. H., Shin K. S., Woo K. C. Paik I. K., and (2009). Effect of dietary oligosaccharides on

the performance, intestinal microflora and serum immunoglobulin contents in laying hens. Korean Journal of Poultry Science, 36: 125 - 31

Metchnikoff, E. (1907). Essais optimistes. Paris. The prolongation of life. Optimistic studies. Translated and edited by P. Chalmers Mitchell, London.

Nurmi, E. and Rantala, M. 1973. New aspects of Salmonella infection in broiler production, Nature, 241: 210 - 211

O’Bryan, C.A., Pak, D., Crandall, P.G., Lee, S.O and Ricke, S.C. (2013). The role of prebiotics and probiotics in human health. Journal of Probiotics and Health, 1: 108. DOI: 10.4172/2329-8901.1000108.

Oyofo, B. A., Droleskey, R. E., Norman, J. O., Mollenhauer, H. H., Ziprin, R. L., Corrier, D. E and Deloach, J. R. (1989). Inhibition by mannose of invitro colonization of chicken small intestine by Salmonella Typhimurium. Poultry Science, 68: 1351 – 1356.

Retger, L. F., and Cheplin, H. A. (1921). The transformation of the intestinal flora, with special reference to the implantation of Bacillus aciddophilus. Yale University Press, New Haven, CT.

Sridevi, V., Sumathi, V., M. Guru Prasad and Satish Kumar, M. (2014). Fructooligosaccharides – type prebiotic: A review. Journal of Pharmacy research, 8: 321-330.

Savage, T. F., E. I. Zakrzewska and J. R. Andreasen Jr. (1997). The effects of feeding mannan oligosccharides supplemented diets to poults on performance and morphology of the small intestine, Poultry Science, 76 (Suppl 1): 39.

Slavin, J. (2013). Fibre and prebiotics: Mechanisms and health benefits. Nutrients, 5: 1417-1435. Spring, P., Wenk, C., Dawson, K. A. And Newman, K. E. (2000). The effect of dietary

mannooligosaccharides on cecal parameters and the concentrations of enteric bacteria in the ceca of Salmonella-challenged broiler chicks. Poultry Science, 79: 205 – 211.

Sundu, B., Kumar, A. And Dingle, J. (2006). Palm kernel meal in broiler diets: effect on chicken performance and health. World’s Poultry Science Journal, 62:316-325.

(15)

Sundu, B. U. Hatta and A.S. Chaudhry. (2012) Potential use of beta mannan from copra meal as a feed additive for broilers, World”s Poultry Science Journal, 68: 707-716.

Sundu, B., S. Bahry and R. Dien (2015). Palm kernel polysaccharides as a feed additive for broilers. International Journal of Poultry Science, 14: 316-325

Sundu, B dan Damry, H. B. (2008). Ekstrak beta mannan dari kelapa sebagai pengganti antibiotik untuk unggas. Laporan penelitian Fundamental, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia. Yamin, M. (2010). Pengaruh bentuk fisik ransum yang mengandung beberapa pronutrisi terhadap

performans ayam pedaging. Thesis, Universitas Tadulako, Indonesia.

Antibiotik

Pengertian dan Sejarah antibiotik

Istilah antibiotik pertama kali diperkenalkan oleh Selman Waksman pada tahun 1941. Secara terminologi, antibiotik berasal dari dua akar kata, yakni anti dan biotik. Anti berarti melawan dan biotik berarti hidup atau kehidupan. Secara umum antibiotik diterjemahkan sebagai substansi kimia yang diproduksi oleh mikroorganisme yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan mikroorganisme, terutama mikroorganisme yang berbahaya (pathogen). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ikut memodifikasi pengertian antibiotik dimana antibiotik tidak hanya dimaknai sebagai produk mikroorganisme, tetapi juga sebagai produk sintetis yang mirip dengan produk asli, dan dengan konsentrasi rendah dapat membunuh atau menghambat perkembangan mikroorganisme pathogen. Awalnya semua antibiotik berasal dari alam seperti penicillin, tetracycline dan macrolides. Akan tetapi, perkembangan teknologi menyebabkan antibiotik dapat dibuat dan bersifat sintetis seperti: sulfaantibiotik, quinolones dan oxazolidinones. Antibiotik biasanya adalah molekul dengan berat yang lebih kecil sekitar 2000 dalton dan tidak membahayakan bagi inangnya (host).

Meskipun terminologi antibiotik baru dikenal pada tahun 1940an, penggunaan antibiotik sesungguhnya telah dimulai sejak zaman Mesir dan Yunani kuno. Saat itu pengobatan banyak dilakukan dengan menggunakan tanaman dan jamur yang berfungsi sebagai obat. Besar kemungkinan jamur – jamur yang digunakan sebagai obat mengnadung produk antibiotik. Kajian tentang antibiotik, sesungguhnya, telah dimulai sekitar akhir abad ke 17 dengan munculnya teory bahwa bakteri adalah penyebab beberapa penyakit. Teori ini kemudian memunculkan upaya untuk mencari obat atau bahan kimia tertentu yang dapat membunuh bakteri penyebab penyakit. Akhirnya, dengan kajian yang terus menurus, antibiotik kemudian ditemukan. Pada akhir 1800an, Ernest Duchesne, ahli fisika Perancis, mengatakan bahwa jamur tertentu, terutama jamur

(16)

penicilium (Gambar 1 dan 2), dapat membunuh bakteri. Akan tetapi, hingga akhir hayatnya, dia tidak berhasil menemukan zat pembunuh bakteri tersebut dari jamur Penicilium. Pada awal 1920an Alexander Fleming dari laboratoriumnya di London juga mencatat bahwa zat – zat yang terdapat pada air mata manusia memiliki kemampuan untuk membunuh bakteri. Temuan ini, oleh Alexander Fleming, disebut lysozyme. Inilah antibiotik pertama yang ditemukan dan berasal dari manusia.

Karena antibiotik tersebut berasal dari air mata manusia, maka sulit diproduksi secara masal. Sejarah kemudian mencatat antibiotik yang dapat diproduksi secara masal juga ditemukan juga oleh Alexander Fleming. Temuan Antibiotik ini sesungguhnya ditemukan tanpa sengaja pada tahun 1928. Saat itu Alexander fleming sedang meneliti tentang bakteri Streptococcus

Aureus. Ketika sedang membiakkan bakteri tersebut pada plate agar yang tidak ditutup, ternyata

biakannya terkontaminasi dengan jamur. Menariknya, wilayah dimana terjadinya kontaminasi, tidak ditumbuhi oleh bakteri tersebut. Dia yakin bahwa jamur tersebut pasti mengsekresikan substansi atau zat tertentu untuk membunuh bakteri. Dengan mengestrak zat tersebut dari jamur, Alexander Fleming dapat melihat pengaruh langsung dari zat tersebut terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus. Jamur yang mengkontaminasi plate agar tersebut adalah jamur Penicilium dan produk hasil ekstraksi dari jamur tersebut kemudian diberi nama Penicillin. Temuan ini menjadi temuan besar dalam dunia kesehatan manusia. Albert Schaltz, kemudian pada tahun 1941 juga menemukan antibiotik streptomycine.

Walaupun temuan Penicilin tersebut masih berupa extract kasar karena Alexander Fleming belum dapat melakukan isolasi dan pemurnian serta belum melakukan uji lapangan baik diuji pada ternak maupun pada manusia. Akibat perang dunia II dimana manusia banyak yang terluka dan membutuhkan obat dalam jumlah besar. Howard Welter Florey diakhir tahun 1930an kemudian melakukan pemurnian dan sekaligus menguji hasil pemurnian produk tersebut baik pada ternak maupun manusia. Awalnya penggunaan penicillin hanya ditujukan buat tentara yang terluka akibat perang dan penicillin hanya diproduksi dalam skala kecil dimana jamur hanya dibiakkan didalam botol glas. Pengujian klinis dilakukan saat terjadi kebakaran di Boston dimana cukup banyak korban yang menderita akibat kebakaran tersebut. Biasanya, saat itu korban kebakaran berat akan mengalami kematian akibat infeksi bakteri. Penggunaan penicillin pada korban kebakaran tersebut menyebabkan korban sembuh dari luka bakar. Pada tahun 1940an

(17)

penicillin telah dapat diproduksi secara besar besaran hasil penelitian bersama antara ilmuan Inggris dan Amerika Serikat. Pada saat itu, jamur penicilium tidak lagi dibiakkan didalam botol glas tetapi dibiakkan dalam fermentor yang besar.

Sejarah penemuan antibiotik terbesar terjadi di sekitar tahun 1940an hingga 1950an, setelah itu temuan tentang antibiotik tidak sepesat pada kurun periode tersebut. Hal ini karena produksi untuk antibiotik yang baru akan memakan biaya yang besar dan waktu yang panjang. Produksi antibiotik mesti dimulai dari identifikasi mikroba, proses screening dan identifikasi produk yang dihasilkan, isolasi dan pemurnian serta uji lapang untuk menentukan keampuhan produk antibiotik tersebut. Karena sudah cukup banyak antibiotik yang telah ditemukan, maka tidak menutup kemungkinan antibiotik yang ditemukan sesungguhnya berasal dari zat yang sama dari yang sudah ditemukan. Setelah itu, proses perbanyakan bakteri dalam skala besar dilakukan untuk mendapatkan produk antibiotik dalam jumlah banyak.

Walaupun pada awalnya antibiotik ditemukan berasal dari jamur, tapi sebagian besar antibiotik yang diproduksi sekarang berasal dari bakteri. Sesungguhnya antibiotik dibuat oleh mikroorganisme, baik jamur atau bakteri, untuk fungsi membunuh mikroorganisme kompetitor. Bakteri yang paling banyak memproduksi antibiotik adalah dari golongan actinomycetes (Bakteri yang terdapat ditanah). Sekitar 2.500 jenis bakteri ini yang telah diidentifikasi memproduksi antibiotik, antara lain, 2250 jenis dapat memproduksi streptothricin, 125 untuk streptomycine dan 40 jenis untuk tetracycline.

3.2. Jenis dan Mekanisme kerja antibiotik

Antibiotik diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerja antibiotik, (ada yang bersifat baktericidal dan ada yang bersifat bakteriostatik). Klasifikasi antibiotik (Tabel 3.2.1) dapat juga didasarkan pada struktur kimia dan aksinya (cephalospirin atau macrolides) serta spektrum kerjanya (spektrum kecil dan spektrum luas). Antibiotik yang bersifat baktericidal adalah antibiotik yang dapat masuk kedalam cell bakteri dan kemudian membunuh bakteri tersebut, sedangkan antibiotik yang bersifat bakteriostatik adalah antibiotik yang tidak dapat membunuh bakteri tetapi memperlambat pertumbuhan bakteri. Beberapa klas bakteri yang bersifat baktericidal adalah dari klas aminoglycosides, beta lactams dan fluoroquinolones sedangkan antibiotik yang bersifat bakteriostatik berasal dari klas: aminocyclitols, lincosamides, macrolides, sulfonamides, tetracycline dan phenycol. Antibiotik yang berspektrum kecil adalah antibiotik

(18)

yang hanya dapat membunuh beberapa species bakteri atau hanya satu jenis bakteri sementara antibiotik yang berspektrum luas dapat membunuh bakteri dengan beragam species.

Tabel 3.2.1. Klas, sumber biologis dan spektrum kerja beberapa antibiotik. Klass Kimia Contoh Sumber biologis Spektrum kerja Beta-lactams Penicillin G,

Cephalothin

Penicillium notatum &

Cephalosporium Bakteri Gram (+)

Semisynthetic penicillin

Ampicillin, Amoxycillin

Penicillium notatum &

Cephalosporium Bakteri Gram (+) dan (-)

Monobactams Aztreonam Chromobacter violaceum Bakteri Gram (+) dan (-) Carboxypenems Imipenem Streptomyces cattleya Bakteri Gram (+) dan (-) Aminoglycosides Streptomycin Streptomyces griseus Bakteri Gram (+) dan (-) Aminoglycosides Gentamicin Micromonospora species Bakteri Gram (+) dan (-)

(Pseudomonas) Glycopeptides Vancomycin Streptomyces orientales Bakteri Gram (+),

Staphylococcus aureus Lincomycins Clindamycin Streptomyces lincolnensis Bakteri Gram (+) dan (-)

(anaerobic Bacteroides) Polypeptides Polymyxin Bacillus polymyxa Bakteri gram (-) Polypeptides Bacitracin Bacillus subtilis Bakteri Gram (+) Polyenes Amphotericin Streptomyces nodosus Fungi

Polyenes Nystatin Streptomyces noursei Fungi (Candida) Rifamycins Rifampicin Streptomyces mediterranei Bakteri Gram (+) dan (-)

Mycobacterium tuberculosis Tetracyclines Tetracycline Streptomyces species Gram (+) dan Gram (-),

Rickettsias Semisynthetic

tetracycline Doxycycline Streptomyces species

Bakteri Gram (+) dan (-), Rickettsias Ehrlichia, Borrelia Chloramphenicol Chloramphenicol Streptomyces venezuelae Bakteri Gram (+) dan (-)

Graph 3.2 menunjukkan bahwa pemberian antibiotik yang bersifat bakteriocidal akan mengurangi populasi bakteri yang hidup dengan cara membunuh bakteri tersebut, tidak hanya bakteri pathogen tetapi bakteri lain yang mempunyai mekanisme sistim pertahanan hidup yang sama. Pemberian antibiotik yang bersifat bakteriostatik hanya akan menghambat populasi bakteri pathogen dan bakteri lainnya dengan cara antibiotik masuk kedalam dinding tubuh bakteri dan menghambat proses perkembangbiakannya. Penggunaan dua jenis antibiotik ini pada akhirnya memiliki tujuan yang sama yakni mengurangi populasi bakteri pathogen dalam jangka panjang.

(19)

Graph 3.2. Pengaruh antibiotik terhadap populasi bakteri

Mekanisme kerja antibiotik sangat beragam dengan menyerang dan mengganggu baik dinding cell bakteri maupun citoplasma dan DNA/RNA (Gambar 3.2.1 dan 3.2.2). Antibiotik dari golongan beta lactam, seperti penicilline, fluctoxacilline, amphicilline dan methicilline, memiliki mekanisme kerja dengan cara menghambat bakteri membentuk dinding cel yang menyebabkan bakteri mati akibat proses lysis yang terjadi. Antibiotik seperti: streptomycine, gentamycine, kanamycine dan hetromycine, mengikat sub-unit ribosoma bakteri sehingga menghambat bakteri untuk membuat protein baru. Antibiotik tetracycline, doxocycline dan oxytetracycline bekerja pada ribosoma bakteri dengan menghambat pembentukan protein. Antibiotik vancomycine, telavancine dan decaplanine mengambat pembentukan dinding cel bakteri. Antibiotik quinolones menghambat enzim pada bakteri baik DNA gyrase maupun enzyme topoisomerase sehingga DNA tidak dapat diperbanyak selama pembelahan cel sedangkan antibiotik daptomycine berfungsi menghancurkan cel membran bakteri.

3.3. Manfaat Antibiotik Bagi ternak

Antibiotik secara tradisional telah digunakan untuk dua tujuan utama yakni untuk fungsi therapi (pengobatan) dan sub-teraphi (pencegahan terhadap penyakit). Penggunaan antibiotik untuk fungsi pengobatan telah lama digunakan yakni sejak ditemukan penicilin oleh Alexander Flemming. Untuk fungsi subteraphi, penggunaan antibiotik dilakukan dengan maksud agar ternak selalu dalam keadaan sehat sehingga pertumbuhannya bisa maksimal. Terminologi yang sering digunakan untuk fungsi sub-teraphi ini adalah antibiotik sebagai perangsang tumbuh (antibiotik growth promotant). Penggunaan antibiotik sebagai perangsang tumbuh untuk ternak mulai dilakukan sekitar 60 tahun lalu ketika Stokstad dan Jukes menambahkan residue cholorotetracycline kedalam pakan unggas dalam bentuk mycelia kering hasil dari budidaya Streptomycine aurofaciens dengan tujuan untuk penambahan vitamin B 12. Hasilnya,

(20)

pertumbuhan ternak unggas menjadi jauh lebih baik yang melebihi dari hanya sekedar penambahan vitamin B 12 yang kemudian diidentifikasi bahwa pertumbuhan yang cepat disebabkan oleh residu aktifitas antibiotik yang kemudian dikenal dengan nama auromycine(chlortetracycline) selain vitamin B 12. Jadi penggunaan antibiotik sebagai perangsang tumbuh juga ditemukan secara tidak sengaja. Sejak saat itu, penggunaan antibiotik menjadi bagian penting dari industri pakan ternak. Setelah mendapatkan persetujuan penggunaanya oleh Administrasi Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat tentang fungsi perangsang tumbuhnya, penggunaan antibiotik dalam pakan ternak tidak perlu lagi memerlukan resep dari dokter hewan. Setelah itu, negara – negara di Eropa juga ikut melegalkan penggunaan antibiotik sebagai feed supplement untuk fungsi pertumbuhan.

Pada beberapa dekade terakhir, penggunaan antibiotik meningkat baik untuk tujuan pengobatan maupun untuk fungsi merangsang pertumbuhan ternak. Untuk fungsi pengobatan, penggunaan antibiotik biasanya diberikan dengan dosis yang relatif tinggi untuk waktu yang singkat sedangkan penggunaan antibiotik untuk fungsi perangsang tumbuh diberikan dalam dosis yang kecil tetapi dalam jangka waktu yang lebih lama dan biasanya diberikan dalam pakan ternak.

Sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 1946 menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik pada pakan untuk tujuan sub-terapi atau pencegahan penyakit dapat meningkatkan perumbuhan dan efisiensi penggunaan pakan. Sejak saat itu penggunaan antibiotik dalam pakan dalam jumlah tertentu mulai diaplikasikan. Pada peternakan modern, penggunaan antibiotik mulai menjadi sesuatu yang menentukan keberhasilan ternak dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ternak. Mekanisme peningkatan produksi ternak dapat dilakukan dengan beragam modus operandi. Tabel 1. Menunjukkan peran antibiotik dalam meningkatkan produksi ternak.

Tabel 3.3.1. Peran antibiotik terhadap ternak

Pengaruh physiologis Pengaruh nutrisi Pengaruh metabolik Kemampuan

penyerapan nutrisi meningkat

Absorpsi nutrisi meningkat Produksi gas dan toxin dalam saluran pencernaan menurun Kandunga air faeces

menurun

Energi dan protein untuk pertumbuhan meningkat

Sintesis protein di hati meningkat

Stress menurun Energi yang terbuat dalam saluran pencernaan menurun

Pengeluaran dan oksidasi lemak menurun

(21)

Studi mengenai antibiotik menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan pakan, meningkatkan kecernaan dan keseragaman tumbuh ternak. Penelitian yang dilakukan oleh Sundu dkk (2016) menunjukkan bahwa penambahan antibiotik avilamycin dalam ransum broiler dapat meningkatkan bobot badan ayam dari 917 g menjadi 1006 g pada umur 4 minggu. Peningkatan bobot badan ayam ini disebabkan karena terjadinya peningkatan kecernaan pakan dari 75% menjadi 79%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ferket et al. (2002) mengindikasikan bahwa penggunaan antibiotik bambermycins dan virginiamycin meningkatkan bobot badan kalkun pada umur 12 minggu dari 7,8 kg menjadi 8,17 kg. Efisiensi penggunaan pakan juga meningkat akibat dari penambahan antibiotik virginiamycin. Peningkatan bobot badan ini, salah satunya disebabkan oleh menurunnya populasi bakteri patogen, terutama bakteri Clostridium perfringens yang terdapat di saluran pencernaan ayam broiler. Penurunan populasi mikroba juga dapat bermanfaat dengan berkurangnya persaingan penggunaan nutrisi antara mikroba dan ternak (Ferket, 1991).

Rosen (1995) mereview 12.153 penelitian yang berkaitan dengan penggunaan antibiotik sebagai perangsang tumbuh. Dia menemukan bahwa penggunaan antibiotik dari ribuan penelitian tersebut, 72% memberikan hasil yang baik. Karena itu, penggunaan antibiotik sangat bermanfaat baik untuk pertumbuhan ternak maupun untuk tujuan kesehatan dalam upaya untuk mengurangi kematian ternak.

A. Kontroversi penggunaan antibiotik

Sejak penelitian SWANN dipublikasikan pada tahun 1969 tentang dampak negatif dari penggunaan antibiotik dalam pakan ternak sebagai perangsang tumbuh, kritik terhadap penggunaan antibiotik semakin ramai didiskusikan, baik pada level ilmiah maupun diskusi politik. Walaupun telah lama diyakini bahwa antibiotik sebagai perangsang tumbuh memberikan hasil yang baik bagi ternak dan peternak, penggunaan antibiotik saat ini berada dalam kondisi perdebatan. Cukup banyak ahli yang berpendapat bahwa penggunaan antibiotik yang tidak terkontrol akan memunculkan dampak negatif.

Ada dua dampak negatif yang sering didiskusikan dalam perdebatan ilmiah. Pertama, antibiotik, adalah substansi kimia yang dapat diserap oleh tubuh melalui vili – vili usus halus. Hasil penyerapan ini akan disimpan dalam organ tertentu baik di

(22)

daging, terutama dihati. Akumulasi dari antibiotik dalam jaringan tubuh dapat menyebabkan alergi dan keracunan. Kedua penggunaan antibiotik sebagai perangsang tumbuh dalam jangka panjang akan dapat mengakibatkan munculnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Bakteri yang resisten ini akan berbahaya jika bersifat pathogen terhadap manusia. Karena itu, WHO pada tahun 1997 dan Uni Eropa tahun 1998 mengatakan bahwa issu tentang penggunaan antibiotik dalam pakan ternak sebagai issu kesehatan publik.

Pelarangan penggunaan antibiotik untuk tujuan kesehatan publik tidak akan berhasil, bahkan akan memunculkan masalah, jika tidak ditemukan alternatif pengganti yang aman. Karena itu, pelarangan penggunaan antibiotik dibeberapa negara harus ditindak lanjuti dengan anjuran penggunaan feed aditif pengganti antibiotik sehingga dampak negatif baik kepada kesehatan publik dan kesehatan ternak dapat diminimalkan.

B. Residu antibiotik pada produk hewani

Penggunaan antibiotik baik langsung melalui kontaminasi ke produk ternak baik itu daging, telur atau susu, maaupun tidak langsung melalui penggunaan antibiotik untuk pengobatan atau untuk fungsi terapi melalui penambahan dalam pakan ternak dapat terakumulasi pada produk ternak. Kontaminasi produk ternak, pada akhirnya produk tersebut akan dikonsumsi oleh manusia. Ini berdampak pada konsumsi antibiotik yang tidak langsung oleh manusia melalui produk ternak.

Penelitian pada ternak unggas membuktikan bahwa terjadi absorpsi antibiotik melalui saluran pencernaan unggas dan kemudian disimpan dalam berbagai organ tubuh unggas. Penelitian pada ternak kalkun yang berumur 8 minggu dengan bobot 2.9-5.2 kg yang diberi pakan selama satu minggu yang mengandung antibiotik avilamycin dengan konsentrasi 150 mg/kg pakan menyebabkan beberapa organ terbukti mengandung avilamycin. Kandungan avilamycin ditemukan di hati sebesar 67,6-195 Ug/kg jaringan, 37,3-105 Ug/kg jaringan di kulit dan 28 Ug/kg jaringan di otot atau daging. Penelitian pada ayam broiler yang berumur 2 minggu dengan bobot badan 339-541 gram yang diberi pakan secara ad-libitum dengan kandungan antibiotik

(23)

avilamycin sebesar 150 mg/kg pakan selama 21 hari menunjukan bahwa kandungan avilamycin juga ditemukan pada berbagai organ seperti: hati, ginjal, daging dan lemak.

Dampak dari pada konsumsi produk hewani yang mengandung antibiotik sangat berbahaya bagi kesehatan dan sangat beragam akibat dari akumulasi antibiotik dalam jaringan tubuh manusia akibat konsumsi produk hewani yang mengandung antibiotik. Antibiotik yang mengandung sulfa, misalnya: sulphametazine, dalam jangka panjang dapat menyebabkan kanker, sedangkan antibiotik penicilin dapat menyebabkan alergi. Secara umum dampak yang ditimbulkan dari konsumsi antibiotik melalui produk hewani adalah:

- Transfer bakteri yang resisten terhadap antibiotik - Mempengaruhi sisitim kekebalan tubuh

- Kanker - Mutasi gen

- Dikeracunan di hati

- Keracunan di bone marrow (organ yang memproduksi sistim kekebalan tubuh pada manusia)

- Masalah reproduksi - Alergi

Tabel 3.3.2 Batas residue maksimum (Ug/kg)

No Antibiotik Batas toleransi

1 Benzyl penicillin 4 2 Ampicillin 4 3 Amoxycillin 4 4 Oxacillin 30 5 Cloxacillin 30 6 Dicloxacillin 30 7 Tetracycline 100 8 Oxytetracycline 100 9 Chlortetracycline 100 10 Streptomycine 200 11 Dihydrostreptomycine 200 12 Gentamycine 200 13 Neomycine 100 14 Sulphonamides 100 15 Trimethoprime 50 16 Spiramycin 200 17 Tylosin 50 18 Erythromycine 50 19 Quinalones 75 20 Polymyxine 50 21 Ceftiofur 100 22 Cefquinome 20

(24)

C. Resitensi terhadap antibiotik

Bakteri mahluk hidup yang mudah beradaptasi, salah satu sebabnya karena waktu hidupnya yang relatif pendek sekitar 5 sampai 20 menit untuk beberap spesies dan memiliki kemampuan untuk pertukaran dan pemindahan gen walaupun dari species bakteri yang berbeda. Penggunaan antibiotik mungkin dapat membunuh seluruh atau sebagian besar bakteri akan tetapi akan sebagian kecil dapat bertahan hidup. Bakteri yang dapat bertahan hidup ini akan berkembang dan membentuk koloni bakteri yang resiten terhadap antibiotik tertentu.

Ada beberapa mekanisme yang dilakukan oleh bakteri untuk dapat bertahan hidup dan selanjutnya menjadi resitent. Pertama, bakteri akan melakukan modifikasi terhadap dinding cel bakteri sehingga antibiotik tidak dapat masuk kedalam sel untuk membunuh bakteri. Ini dilakukan dengan merubah protein pada dinding cel. Bakteri MRSA (bakteri Streptococcus

aureus yang resisten terhadap meticilline) melakukan hal ini untuk menjadi resistent. Jika

antibiotik dapat masuk menembus dinding cel bakteri maka bakteri melakukan upaya yang kedua yakni dengan cara memproduksi enzyme tertentu sehingga antibiotik yang masuk dapat dinetralkan atau dihancurkan sehingga tidak dapat membunuh bakteri tersebut.

Table 3.3.3. Perkembangan antibiotik yang telah reisten No Antibiotik Tahun

dikembangkan

Tahun Resistensi ditemukan

1 Sulfonamides 1930an 1940an

2 Penicillin 1943 1946 3 Streptomycin 1943 1959 4 Chloramphenicol 1947 1959 5 Tetracycline 1948 1953 6 Erythromycin 1952 1988 7 Vancomycin 1956 1988 8 Methicillin 1960 1961 9 Ampicillin 1961 1973

10 Cephalosporins 1960an 1960an

Bakteri yang resistent terhadap penicilline memproduksi penicillinase atau biasa disebut beta lactamase untuk menghancurkan penicilline. Contoh lain untuk ini adalah bakteri memproduksi enzyme acetyl transferase untuk menghancurkan antibiotik chloramphenicol dengan cara memindahkan grup acetyl pada antibiotik dan memecah molekul antibiotik. Ketiga, bakteri melakukan mutasi akibat faktor luar yang kemudian menyebabkan bakteri menjadi kebal atau resisten terhadap antibiotik. Keempat, bakteri merubah target molekul. Bakteri yang resistent

(25)

terhadap trymethoprium antibiotik merubah enzyme target di tubuhnya sehingga berbeda dengan bakteri lain dari spesies yang sama sehingga antibiotik menjadi tidak mengenal targetnya. Kelima, bakteri segera mengeluarkan bakteri yang masuk kedalam tubuhnya lebih cepat dari antibiotik masuk kedalam tubuh bakteri. Keenam, Bakteri melakukan proses by-pass. Antibiotik sulphonamides bekerja dengan cara menghambat bakteri memperoduksi molekul tertentu untuk syntesis DNA. Bakteri yang resisten terhadap antibiotik ini melakukan proses by-pass dengan cara mengsyntesis DNA tanpa membutuhkan molekul prekusor tertentu.

Jadi sesungguhnya yang menyebabkan bakteri menjadi resisten bukan karena antibiotik tetapi antibiotik dapat merangsang bakteri untuk menjadi resisten. Resistensi bakteri terhadap antibiotik adalah akibat dari adanya perubahan gen. Karena itu, ketika bakteri telah menjadi resisten maka bakteri yang resisten tersebut dapat memindahkan materi genetik dalam bentuk plasmid kepada bakteri lain. Proses proses pemindahan plasmid ini dapat dilakukan dengan berbagai mekanisme aksi. Pertama, kontak langsung antara bakteri yang resiten dengan yang belum resisten akan menyebabkan bakteri yang belum resisten menjadi resisten. Kontak langsung itu dapat berupa kontak antar cilia dari bakteri. Kedua melalui media cair. Bakteri yang resisten dapat melepaskan plasmidnya pada mesi cair dan kemudian plasmid tersebut akan masuk ke bakteri lain yang bersentuhan dengan plasmid tersebut. Ini akan menyebabkan bakteri tersebut menjadi resisten. Ketiga, melalui inveksi virus. Virus dapat menyerang bakteri dan kemudian kita virus tersebut berpindah menyerang bakteri yang lain, besar kemungkinan virus tersebut juga membawa plasmid dari bakteri yang resisten kepada bakteri yang baru diinfeksi dan ini akan menyebabkan bakteri tersebut menjadi resisten.

Kasus – kasus bakteri yang resisten terhadap antibiotik telah banyak dilaporkan oleh para peneliti. Laporan tentang resistensi bakteri pertama kali dilaporkan pada tahun 1940an akibat penggunaan antibiotik dari klas sulfa. Pada tahun 1946, bakteri yang resisten terhadap penicilin juga telah dipublikasikan. Laporan lain di tahun 1951 dari Starr dan Reynolds tentang bakteri yang resisten terhadap streptomycine. Sejak saat itu laporan tentang bakteri yang resisten terhadap antibiotik semakin banyak dipublikasikan. Penggunaan antibiotik avoparcin dalam pakan ternak di eropa telah menyebabkan terbentuknya bakteri enterecoccus yang resisten terhadap antibiotik. Penggunaan antibiotik tylosin dalam pakan ternak juga telah menyebabkan munculnya bakteri streptococcus dan staphylococcus yang resisten terhadap erytthromycin.

(26)

Sejak diizinkan penggunaan antibiotik fluoroquinolones pada ternak untuk tujuan pengobatan di Belanda, Spanyol dan Amerika Serikat, penggunaan antibiotik ini memunculkan bakteri

Campylobakter yang resisten terhadap fluoroquinolones baik pada ternak maupun pada manusia.

Kasus ini menunjukkan bahwa bakteri yang resisten terhadap antibiotik yang digunakan pada ternak dapat berpindah menyerang manusia. Laporan pada tahun 1998 mengungkapkan bahwa infeksi yang disebabkan oleh bakteri Campylobakter jejuni yang menyerang manusia meningkat dari 1% di tahun 1992 menjadi 10% di tahun 1998. Kasus resistensi terhadap satu jenis antibiotik dapat berkembang menjadi resisten terhadap beberapa antibiotik. Di Amerika serikat dan Inggris, bakteri Salmonella typhimurium type 104 telah berkembang menjadi resisten terhadap beberapa antibiotik seperti ampicilin, chloramphenicol, streptomycin, sulfonamides dan tetracycline.

Melihat banyaknya kasus tentang bakteri yang resisten terhadap antibiotik, pada tahun 1969, ide tentang pelarangan penggunaan antibiotik dalam pakan ternak sebagai perangsang tumbuh mulai didiskusikan. Negara pertama yang melakukan pelarangan terhadap penggunaan antibiotik sebagai perangsang tumbuh adalah negara Swedia pada tahun 1986. Pada tahun 1993, di Inggris ditemukan bakteri enterococus yang resisten terhadap antibiotik dari golongan Glycopeptida. Kondisi ini sangat ironis karena di Inggris telah dilarang menggunakan antibiotik dari golongan tersebut baik untuk pengobatan pada ternak (Aaresterup, 2003; 1995). Pada tahun 1995 juga ditemukan bakteri enterococus yang resisten terhadap antibiotik Avoparcin. Karena itu pada tahun 1995, penggunaan Avoparcin dilarang digunakan di Denmark. Pada tahun 1997 pelarangan penggunaan Avoparcin menyebar keseluruh daratan Uni Eropa. Pada January 2008, Denmark kembali melarang penggunaan virginiamycin (WHO, 2003). Pada tahun 1999, kelompok antibiotik sebagai perangsang tumbuh yang sama kelasnya dengan antibiotik yang digunakan oleh manusia juga dilarang di Uni Eropa; antibiotik tersebut antara lain: tylosin, spiramycin, bacitracin dan virginiamycin serta Olaquindox dan carbadox. Pelarangan penggunaan antibiotik sebagai perangsang tumbuh di Eropa sejak tahun 2006 telah memuculkan banyak pro dan kontra tentang masalah efisiensi produksi ternak, kesehatan ternak, keamanan serta harga produk ternak. WHO mengungkapkan bahwa pelarangan tersebut sangat bermanfaat dalam mengurangi populasi bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Ini akan mengurangi ancaman terhadap kesehatan masyarakat.

(27)

Intisari

Anti biotik dan prebiotik adalah feed aditif yang sering digunakan untuk menjaga kesehatan ternak. Antibiotik adalah feed aditif yang berfungsi menghambat dan membunuh bakteri atau mikroba yang berbahaya. Akan tetapi, penggunaannya dapat memunculkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik tertentu. Prebiotik dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan bakteri yang bermanfaat dan menhambat pertumbahan bakteri yang berbahaya.

Evaluasi

1. Apa yang dimaksud dengan antibiotik? 2. Apa yang dimaksud dengan prebiotik?

3. Mengapa sekarang banyak kontroversi penggunaan antibiotik? 4. Bagaimana mekanisme kerja prebiotik?

Daftar Pustaka

Aerestrup, F. M. (1995). Occurence of glycopeptide resistance among Enterococcus faecium isolates from conventional and ecological poultry farms. Microb. Drug Resist., 1: 255 – 257.

Aerestrup, F. M. (2003). Effects of termination of AGP use on antimicrobial resistance in food animals; pages: 6-11 in working papers for the WHO international review panels evaluation WHO, Geneva, Switzerland.

Castanon, J.I.R., 2007. History of the use of Antibiotic as growth promoters in Ueropean Poultry feeds. Poultry Science, 6: 2466-2471.

Clardy, J., Fisbach, M., adn Currie, C., 2009. The natural history of antibiotics. Current Biology, 19: 437-441.

Dibner, J.J., and Richards, J.D., 2005. Antibiotic growth promoters in Agriculture: Hystory and Mode of action. Poultry Science, 84: 634-643.

Doyle, M.E., 2001. Alternatives to Antibiotic Use for Growth Promotion in Animal Husbandry. Food Research Institute, University of Wiconsin, Madison, USA.

Ferket, P. R. (1991). Effect of diet on gut microflora of Poultry. Zootechnica, 7: 44-49.

Ferket, P. R., C. W. Parks and J. L. Grimes, (2002). Benefits of dietary antibitic and mannooligosaccharides supplementation for poultry In: Proc. Multi-State Poult. Feeding and Nutr. Conf., Indianapolis,Indiana USA. May 14-16, p: 22

Nisha, A.R., 2008. Antibiotic residue – A global health hazard. Veterinary world, 1: 375-377. SCAN report, (1999). Opinion of the scientific steering committee on antimicrobial resistance.

(28)

Sun, X., A. McElroy, K. E. Web, A. E. Sefton and C. Novak, (2005). Broiler performance and intestinal alterations when fed drug free diets. Poultry Science, 84: 1294 – 1302.

Sundu, B., Hatta, U., and Chaudhry, A.S., (2012) Potential use of beta mannan from copra meal as a feed additive for broilers. World’s Poultry Science Journal, 65: 481-491.

Sundu, B dan Damry, H.B., (2008). Ekstrak beta mannan dari kelapa sebagai pengganti antibiotik untuk unggas. Laporan penelitian Fundamental, Untad, palu.

Sundu, B., Kumar, A. And Dingle, J. (2006). Palm kernel meal in broiler diets: its effect on chicken performance and health. World’s Poultry Science Journal , 62:316-325.

Swann, M. M., 1969. Report of join committee on the use of antibiotic in animal husbandry and veterinary medicine. HMSO, London.

WHO, 2009. Evaluation of certain veterinary drug residues in Food. Seventieth report of the Join FAO/WHO expert Comittee on Feed Additives. World Health Organization, Geneva, Switzerland.

Woodward, S. A., R. H. Harms, R. D. Miles, D. M. Janky and N. Ruiz, (1988). Research note: Influence of virginiamycin on yield of broilers fed four levels of energy. Poultry Science, 67: 1222 – 1224.

Gambar

Tabel 2.2.1. Pengaruh prebiotik terhadap populasi bakteri
Tabel 2.4.2. Pengaruh perbiotik terhadap saluran pencernaan
Tabel 2.4.3. Pengaruh prebiotik terhadap performans  Parameter  Peningkatan  (%)  Bobot badan  Konsumsi pakan  FCR  Kecernaan pakan  Kadar air feces  pH caeca  Lemak abdominal  + 7,4 +6,0 -12 +2,5 -5,5 -6,8 -6,1  Daftar Pustaka
Tabel 3.2.1. Klas, sumber biologis dan spektrum kerja beberapa antibiotik.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Yang bertanda tangan dibawah ini saya, Izzah Isti’adzah, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: PRAKTIK PENERAPAN NILAI-NILAI ISLAM DALAM PRAKTIK MANAJEMEN SUMBER

Penurunan kualitas air Sungai Cisadane pada akhirnya akan menurunkan fungsi dan nilai ekosistem Sungai Cisadane bagi manusia dan hidupan liar yang ada di dalam

Berdasarkan simpulan hasil penelitian di atas, maka dapat dikemukakan beberapa saran yang dapat diberikan adalah dengan terbuktinya pengaruh problem solving

Capaian Pembelajaran : KK3: Mampu menganalisis dan menerapkan teori, konsep, pendekatan dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia; serta menghasilkan desain

Hasil penelitian ini menggunakan metode fuzzy tsukamoto agar dapat diimplementasikan kepada sebuah perusahaan untuk menentukan penyeleksian calon karyawan dengan

Tujuan penciptaan program dokumenter “Manusia Pasir” ini yakni dapat menciptakan sebuah program televisi dengan format program dokumenter berjudul “Manusia Pasir” yang

memiliki motivasi tinggi. Seorang siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi cenderung untuk selalu berusaha mencapai apa yang diinginkan walaupun mengalami hambatan

Permasalahan yang dihadapi CV Banua adalah keterbatasan ruang gudang sehingga penumpukan dan peletakan material (bahan baku) yang digunakan sebagai bahan utama dan asesoris-