Gali Wulansari, Calon Ners
yang Juara Taekwondo di Ajang
Internasional
UNAIR NEWS – Menjadi mahasiswa yang sekaligus memiliki
prestasi merupakan sebuah kebanggaan tersendiri. Selain untuk keharuman pribadinya, tentu saja prestasi itu juga bisa berimbas dan dipersembahkan untuk nama baik lembaga atau sekolah yang menaunginya.
Ini pula yang kini dirasakan Gali Wulansari. Mahasiswa program studi Pendidikan Ners, Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga ini berhasil mengukir namanya dengan memperoleh medali emas dalam kejuaraan Kyorogi Taekwondo Senior Putri, pada kejuaraan Magupura Internasional Championship 2017, di Kerobokan, Bali, belum lama ini.
Ditemui unair.news pekan lalu (10/3), mahasiswa pendidikan ners angkatan 2015 ini mengaku prestasinya ini bukan merupakan hasil instan. Ia telah menekuni olahraga full body contact ini sejak masih SD (2006) yang dikenalkan ayahnya yang juga seorang atlet taekwondo. Karena itu Gali tidak kaget ketika tiap hari Minggu para atlet taekwondo wajib berlatih untuk menantiasa menjaga berstamina dan setiap saat siap bertanding. “Saya berlatih taekwondo sejak 2006 saat masih SD. Ayah yang mengenalkan, karena ayah juga seorang atlet taekwondo,” kata Gali.
Gadis kelahiran Lamongan, 28 September 1997 ini tidak menyangka akan menyabet Juara I dalam event Magupura internasional di Bali itu. Ini adalah buah manis yang luar biasa dari perjuangannya berlatih setiap hari. Ia yakin bahwa hasil tidak akan menipu proses yang benar. Ditambah dukungan dari orang tua dan coach, itulah bekal utama Gali bisa juara.
Calon perawat ini mengaku tidak ada trik khusus untuk bisa tampil sebagai kampiun di kejuaraan itu. Hanya ia berkorban untuk berlatih keras. Apalagi ia lebih memilih latihan pada malam hari.
”Jam latihan saya malam. Terkadang sampai rumah sudah jam 23.00. Jadi kalau kejuaraan kurang satu minggu (H- seminggu) saya latihan intensif setiap hari. Jadi harus ada kerjasama yang baik antara tim dan coach,” tutur Gali.
Bagi Gali Wulansari, menjadi seorang atlet taekwondo tidak menggangu mekanisme belajarnya di kampus, bahkan tugas-tugas perkuliahannya pun berjalan lancar. Bahkan dari taekwondo ini ia mendapat keluarga baru. Dapat merasakan suka duka dalam kehidupan dan berjuang bersama, mendapat ilmu yang sangat berharga untuk bela diri.
“Saat di atas matras juga mengajarkan kepada saya untuk berpikir cerdas dan berani mengambil keputusan. Karena jika salah mengambil langkah akibatnya bisa fatal,” katanya.
Ia mengaku, awalnya merasa tak mampu untuk bertanding di ajang internasional itu. Namun berkat dukungan pelatih serta semangat dan doa dari kedua orang tua, Gali pun menatap mantap. Bahkan berani membuat target: harus pulang dengan membawa hasil yang memuaskan untuk orang-orang tercintanya. ”Orang tua mendukung lahir-batin, namun ada yang kekhawatir kalau saya cidera, itu biasa. Apalagi even ini relatif jauh dan orang tua tidak bisa ikut mendampingi. Jadi ya bagaimana saya memastikan orang tua bahwa saya bisa dan akan baik-baik saja,” kata Gali yakin.
Benar saja. Semua impiannya terwujud. Perjuangan Gali sungguh tidak sia-sia. Ibaratnya, “hasil itu tidak akan mengkhianati usaha”, seperti kata para bijak. Kini Gali Wulansari merasa bangga, bahwa ia menjadi salah satu aset Universitas Airlangga yang dapat menambah pundi-pundi prestasi untuk kampus yang dicintainya. (*)
Penulis: Ainul Fitriyah Editor: Bambang Bes
Teliti Politik dari Mata
Psikologi,
Amanda
Raih
Cumlaude
UNAIR NEWS – Keadaan politik bisa dikaji dengan beragam kajian
ilmu, salah satunya ilmu psikologi. Hal tersebut dibuktikan oleh Rr. Amanda Pasca Rini. Bermula saat ia melihat banyaknya tindakan agresivitas yang sering terjadi di seluruh pelosok Indonesia pada saat Pemilihan Umum (Pemilu), ia meneliti keadaan politik tersebut melalui sudut pandang psikologi.
Dengan disertasi yang berjudul “Pengaruh Private Conformity, Fanatisme, Group Self Esteem, dan Kepatuhan Pada Otoritas Terhadap Agresivitas Partisan Parpol”, perempuan yang akrab disapa Amanda ini dinyatakan lulus program doktor di Fakultas Psikologi UNAIR dengan predikat cumlaude, setelah mampu menjawab berbagai sanggahan pada sidang terbuka pada Jumat, (6/1).
Terkait penelitiannya, Amanda mengatakan bahwa tahun 2004 merupakan awal kebangkitan bagi Indonesia menuju negara demokratis. Seharusnya, Indonesia menjadi lebih baik karena adanya Pemilu, sehingga masyarakat dapat memilih langsung pemimpin yang mereka percayai. Namun, acap kali partai politik (parpol) yang kalah dalam proses pemilu justru akan menyerang kubu lawan yang memenangkan Pemilu. Berangkat dari latar belakang itulah, Amanda mencoba mencari jalan keluar dari persoalan yang ada.
“Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Pemilihan Legislatif (Pileg), maupun Pemilihan Presiden (Pilpres) sering diwarnai agresivitas. Mereka saling memukul, merusak fasilitas umum, dan lainnya. Ini membuat saya ingin menganalisis apa yang membuat mereka menjadi agresif,” jelasnya.
Butuh waktu selama 9 semester sebelum akhirnya Amanda berhasil menjadi lulusan doktor ke-12 di Fakultas Psikologi UNAIR. Perjalanan Amanda dalam menyelesaikan pendidikannya tentu saja tidaklah mudah. Karena selain kuliah S-3, Amanda juga menjadi pengajar di Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus Surabaya (UNTAG), Reviewer di Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), dan Pengurus di Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Jatim.
Kendati banyaknya kegiatan yang harus diselesaikannya, hal tersebut tak menjadi persoalan baginya, karena ia selalu berkomunikasi dan berkoordinasi dengan orang-orang yang selalu mendukungnya. Sehingga kendala tersebut bukanlah penghalang baginya untuk menyelesaikan studi.(*)
Penulis : Pradita Desyanti Editor : Dilan Salsabila
Deny Dedy, Saudara Kembar
yang Raih Medali Bersama di
PIMNAS
UNAIR NEWS – Terlahir menjadi saudara kembar merupakan salah
satu anugerah tersendiri dari Tuhan. Selain memiliki paras wajah yang sama, M. Dedy Bastomi atau yang akrab disapa Dedy dan M. Deny Basri atau yang akrab disapa Deny memiliki beragam
keunikan yang sama pula. Dua saudara kembar yang sama-sama menempuh pendidikan di Diploma 3 Otomasi Sistem Informasi tersebut, kini tengah berlaga dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-29 di Institut Pertanian Bogor (IPB).
Saat ditemui di lokasi PIMNAS, Dedy menjelaskan, triknya untuk bisa melaju ke ajang tahunan tersebut yakni mau belajar dari pengalaman. Sempat lolos ajang PIMNAS di Kendari pada tahun lalu, Dedy merasa banyak pelajaran yang bisa diterapkan untuk bisa lolos bersama saudara kembar dan rekan-rekannya di ajang PIMNAS kali ini.
“Intinya agar lulus bareng, ya belajar dari pengalaman tahun lalu. Lihat judul yang disukai juri dan tahu potensi teman yang bisa diajak kerja sama,” paparnya.
Tidak jauh beda dengan kakaknya, Deny juga memiliki cerita tersendiri tentang proses menuju PIMNAS kali ini. Dari 12 proposal PKM yang diajukan, 3 diantaranya dinyatakan lulus ke PIMNAS. Hal tersebut merupakan bekal dan pengalaman tersendiri bagi Deny.
“Ini bisa menambah pengalaman dan memberikan yang terbaik saat kita mau lulus,” tuturnya bangga.
Meski sudah dua kali berlaga dalam ajang PIMNAS, keduanya juga tidak luput dari banyak kesulitan yang harus dihadapi, terlebih keduanya kini tengah menempuh semester akhir.
“Kemarin waktu mau camp persiapan PIMNAS di trawas, Deny belum sidang. Jadi selepas camp ya ngebut untuk segera sidang,” kenang Dedy.
Selain itu, keduanya juga kerap bersilang pendapat saat menyusun dan menggagas ide yang akan diajukan pada proposal PKM. Meski demikian, bagi mereka rasa pengertian lah yang harus diutamakan saat beda pendapat.
tambah ribut. Ya harus saling pengertian,” terang Deny.
Kakak beradik yang juga mahasiswa penerima bantuan pendidikan bidikmisi tersebut, bertekad merampungkan yudisium selepas PIMNAS berlangsung. Selain itu, tekad untuk alih jenis ke jenjang S1 pun sudah masuk dalam rencana ke depan.
“Alhamdulillah sudah sidang, tinggal yudisium,” pungkas Dedy diamini oleh adiknya.
Raih Medali
Pada PIMNAS kali ini, adik kakak tersebut tergabung dalam sebuah kelompok PKM-T dengan judul “Sistem Segmentasi Citra Sebagai Pengukuran Tendensi dan Stability Volume Busa pada Foaming Test Pelumas di Laboratorium PT.Pertamina Lubricants Gresik Berbasis Borland Delphi 7”. Deny, Dedy dan Kelompok PKM-nya berhasil mendapatkan medali perak di kategori presentasi. Sedangkan di kategori poster, mereka berhasil meraih medali perunggu.
Medali yang mereka raih juga turut mengantarkan UNAIR menduduki peringkat 3 dari 145 Perguruan Tinggi se-Indonesia yang mengikuti PIMNAS. Peringkat UNAIR pada PIMNAS kali ini meningkat dibandingkan PIMNAS tahun sebelumnya yang meraih peringkat 4. (*)
Penulis: Nuri Hermawan Editor : Dilan Salsabila
Marliana Lulus Terbaik S-3
FST UNAIR
UNAIR NEWS – Melihat kondisi wilayah di Kalimantan Timur yang
endemik Malaria, maka bertepatan dengan tugas studi S-3 dari beasiswa PPDN (Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri) Kemenristek Dikti, Eva Marliana mengangkat topik tersebut menjadi bahan disertasinya. Disertasi itu kemudian menunjang Dr. Eva Marliana lulus sebagai wisudawan terbaik S-3 Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga (UNAIR) dengan IPK 3.96, nyaris sempurna.
Mayoritas penduduk suku Dayak di Kaltim masih memanfaatkan sumber daya alam sebagai obat tradisional. Karenanya topik disertasinya ini bertujuan untuk mengembangkan potensi daerah Kaltim melalui tumbuhan Macaranga sebagai obat herbal. Disertasi Eva itu berjudul “Hubungan Struktur Senyawa Flavonoid Macaranga Kalimantan terhadap Aktivitas Antioksidan dan Antiplasmodial”.
IPK yang tinggi tersebut diakui tak lepas dari kerja keras dan kedisiplinan yang ia bangun sehari-hari. Apalagi budaya ilmiah dan kerja keras itu sudah tertanam kuat di FST UNAIR. Hal inilah yang ingin ia adopsi dan terapkan di Universitas Mulawarman, tempat Eva bekerja.
“Semangat mahasiswa dan dosen menjadi motivasi dalam kuliah ini. Mahasiswa disini pantang menyerah walau beban tugasnya tiada henti,” jelas ibu dua anak ini.
Sebagai seorang ibu, ia harus mampu untuk memberi motivasi dan menjadi sosok inspirator dalam pembentukan karakter bagi anaknya. Selain itu, motivasi terbesar yang ia peroleh yaitu keinginan untuk memberikan kado terindah kepada kedua orang tuanya. Sebab, kata Eva, orang tuanya berharap putrinya ini dapat menyelesaikan pendidikan setinggi-tingginya, walau kedua
orang tua itu hanya lulusan Sekolah Dasar.
Eva terlahir dari keluarga militer. Tentu, karakter disiplin tertanam sejak kecil. Ia telah banyak melahirkan berbagai prestasi sejak SD, misalnya selalu menjadi juara kelas sejak SD hingga SMA. Selain itu aktif dalam ekstra kurikuler Pramuka, menjadi Ketua OSIS di SMP, Pelajar Teladan SMP se-Kotamadya Padang, Juara atletik lari 100 m dan 200 m mewakili Kota Padang di tingkat Provinsi Sumatera Barat. Ia juga pernah dijuluki sebagai “Eva kecil si komandan upacara”.
Selain menjadi akademisi di UNMUL, tugas seorang ibu dan isteri merupakan tugas utama yang wajib dilaksanakan. Setiap Jumat, ia harus pulang dari Samarinda ke Nganjuk, dan satu bulan sekali harus ke Malang. Aktivitas ini rutin ia lakukan demi terkontrolnya pendidikan kedua anaknya. (*)
Penulis: Disih Sugianti
Editor: Binti Quryatul Masruroh
Doktor Ari Prasetyo, Dosen
FEB yang Gigih Promosikan
Kajian Sumber Daya Insani
UNAIR NEWS – Dr. Ari Prasetyo SE., MSi. adalah salah satu
akademisi yang “lahir” dari Departemeni Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNAIR. Namun saat ini, alumnus SMAN 9 Surabaya ini dipercaya menjadi Wakil Dekan III Fakultas Vokasi. Selain akrab dengan bidang ekonomi dan manajemen, lelaki yang berdomisili di kawasan Wonokromo, Surabaya, ini juga mendalami kajian Islam. Kepakarannya adalah di bidang manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) dan Kepemimpinan Islam.
Secara spesifik, Ari menyebut ini sebagai ranah Sumber Daya (SD) Insani.
Dijelaskan pria yang aktif di CIEBERD (Center for Islamic Economics and Business Resource Development) UNAIR tersebut, secara umum prospek ekonomi Islam cukup gemilang. Terebih, dalam perkembangannya, bidang ini melahirkan sub-sub yang sangat beragam. Contohnya, keuangan syariah, kewirausahaan, SD Insani, dan lain sebangsanya. Tiap sub tadi, membangun wawasan keilmuan yang sinergis dan saling melengkapi sebagai kesatuan cabang ilmu ekonomi yang komprehensif.
Saat ditanya soal kepemimpinan Islam yang selama ini dia eksplorasi dan sampaikan pada para mahasiswa sebagai bahan perkuliahan, Ari berdalih, cakupan sektor ini amat luas. Tidak terpaku pada satu agama saja. Benar, yang dijadikan teladan utama adalah Nabi Muhammad sebagai sosok pemimpin paripurna dalam Islam. Namun, gaya kepemimpinan tokoh-tokoh lain, baik yang beragama Islam maupun non-Islam, juga dikaji dengan mendalam. Hitler, Mussolini, hingga Saddam Hussein, tak luput dari pembahasan. Semua itu kemudian dikomparasikan dengan kriteria pemimpin ideal.
Model kepemimpinan Nabi Muhammad juga dijelaskannya dengan detail dan tidak satu aspek semata. Misalnya, diketahui dari sejarah, kata Ari, Nabi Muhammad adalah sosok yang demokratis sekaligus otoriter. Maksudnya, di sejumlah kondisi, bersikap demokratis, dan dalam kondisi lain, otoriter. Yang harus diperhatikan adalah bagaimana pemimpin seharusnya bersikap dalam kondisi-kondisi tertentu.
“Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari sosok Nabi Muhammad,” ungkap dia.
Kepemimpinan Islam tidak hanya membahas tentang leadership di level negara. Namun juga, di ranah perusahaan, lembaga, bahkan di tingkat rumah tangga. Artinya, topik tesebut menyentuh semua elemen kehidupan sehari-hari.
Selain mengajar di sejumlah subjek mata kuliah, Ari Prasetyo juga aktif berorganisasi. Dia kerap melakukan penelitian dan publikasi ilmiah. Termasuk, melaksanakan pengabdian masyarakat. Semua dilakukan demi mengimplementasikan semangat Tri Dharma Perguruan Tinggi. Sejumlah publikasi yang pernah ditulisnya antara lain, berjudul Sikap Mahasiswa Atas Penayangan Iklan Produk Melalui Internet (ECommerce)dan Pengaruhnya Terhadap Keputusan Pembelian Produk serta Pengelolaan Keuangan Negara dalam Konsep Epistimologi Islam (Islamic Finance National Seminar). Ari pun sering memberi pelatihan pada kalangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Mengingat, sektor riil tersebut memiliki peran sentral dalam pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur.
Penulis: Rio F. Rachman
Editor: Defrina Sukma Satiti
Hikmah dari Pelatihan Bahasa
Inggris, Defi Lulus Terbaik
Vokasi
UNAIR NEWS – Salah satu pengalaman menarik yang pernah
dirasakan Defi Ika Suwandari, A.Md selama kuliah di Universitas Airlangga adalah ketika mengikuti pelatihan Bahasa Inggris di Pusat Bahasa. Pelatihan itu merupakan bagian dari kegiatan pengembangan mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi. Selama pelatihan itu Defi dan peserta lain menerima materi tentang persiapan TOEFL (Test of English as a Foreign Language). Lalu bersama mahasiswa UNAIR penerima Bidikmisi lainnya, ia diajak mempelajari tentang structure, listening, dan reading.
“Saat saya mengikuti training Bahasa Inggris itu, saya bertemu banyak teman dari jurusan lain di tiap semesternya. Saya merasa training ini sangat bermanfaat, mengingat sekarang saya bekerja di lingkungan yang sering bertemu dengan pasien asing,” tutur Defi.
Dari situlah, Defi menganggap pelatihan Bahasa Inggris itu banyak memberi manfaat terhadap pekerjaannya sekarang. Meski baru resmi diwisuda periode Desember 2016, alumnus prodi Teknik Kesehatan Gigi Fakultas Vokasi ini sudah bekerja sebagai laboran di salah satu laboratorium kesehatan gigi di Bali, selama sekitar tiga bulan.
“Saya dipercaya untuk bekerja di departemen keramik, dan beberapa kali melakukan tugas yang mengharuskan adanya interaksi langsung dengan pasien,” ujarnya.
Peraih IPK 3,74 ini mengaku seperti belajar dari nol karena faktanya kehidupan di lingkungan kerja sangat berbeda dengan proses belajar di kampus. Tapi Alhamdulillah karena selalu diberi kepercayaan dan tantangan, sehingga membuatnya lebih percaya diri.
Ketika prodi tersebut masih berada dalam manajemen Fakultas Kedokteran Gigi, ia bergabung dengan Unit Kegiatan Fakultas (UKF) Tari Saman. Sebagai penari, ia dan kawan-kawan UKF sudah pernah tampil di berbagai acara, baik di fakultas, universitas, bahkan sampai keluar kampus. Termasuk ke sejumlah seminar nasional dan beberapa event swasta lain.
Selain itu ia juga aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa TKG dan pernah bergabung dalam sejumlah kepanitiaan di FKG. “Beberapa kali saya sempat aktif dalam beberapa kepanitiaan di FKG seperti PPKMB serta seminar. Memasuki semester III dan IV, saya mulai aktif di HIMA TKG dan sempat ikut dalam kegiatan program pengenalan mahasiswa baru Fakultas Vokasi,” cerita Defi.
menjadi bagian dari keluarga alumni sivitas akademika. Baginya, ada banyak ilmu, wawasan, pengalaman baru, dan banyak bertemu dengan orang-orang hebat. Selain melanjutkan karirnya sebagai laboran, ia berharap dapat melanjutkan studi ke jenjang sarjana. (*)
Penulis: Defrina Sukma Satiti Editor: Dilan Salsabila
Cerita
Leidy
Rumbiak,
Mahasiswa FKG yang Mewakili
Papua Barat dalam Ajang
Puteri Indonesia
UNAIR NEWS – Menjadi seorang Puteri Indonesia merupakan impian
sejak kecil seorang Leidy Herlin Rumbiak, calon dokter gigi muda Universitas Airlangga (UNAIR). Leidy, sapaan akrabnya, adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) UNAIR tahun angkatan 2015. Betapa bahagianya Leidy karena salah satu mimpinya itu berjalan jadi nyata.
Awalnya, ia mengetahui bahwa ada pemilihan finalis Puteri Indonesia 2017 di tiap-tiap provinsi. Karena rasa cinta Leidy terhadap kota kelahirannya, ia ingin mewakili daerahnya untuk bisa maju mewakili Papua Barat dalam ajang pemilihan Puteri Indonesia 2017.
Namun Leidy sempat khawatir. Sebab tak terbayang betapa berat perjuangannya bila ia harus pulang ke tanah kelahirannya hanya untuk mendaftarkan diri. Jarak tempuh Surabaya ke Papua dan sebaliknya, menjadi tantangan bagi dirinya. Terlebih, Leidy
adalah seorang mahasiswa yang tak mungkin meninggalkan aktivitas perkuliahannya untuk waktu yang lumayan lama.
Namun, nampaknya angin segar menghampiri gadis berusia 19 tahun ini. Yayasan Puteri Indonesia membuka audisi di Jakarta untuk mewakili beberapa provinsi. Salah satunya adalah provinsi Papua Barat.
“Awalnya saya tahunya harus daftar di provinsi masing-masing. Namun waktu saya lihat di akun Instagram bahwa di Jakarta juga di buka pendaftaran,” ungkap gadis kelahiran Jayapura ini.
Akhirnya, ia mulai memantapkan hatinya untuk menjadi perwakilan Papua Barat dalam ajang Puteri Indonesia 2017. Leidy segera mengunduh formulir dan melengkapi seluruh berkas yang menjadi syarat pendaftaran.
Pada tanggal 3 Februari lalu, Leidy melakukan seleksi wawancara melalui media sosial. Tiga hari kemudian, Senin (6/2), Leidy mengikuti audisi di Jakarta. Malam harinya, panitia mengumumkan bahwa dirinya lolos menjadi Puteri Indonesia Papua Barat 2017.
“Senang rasanya perjuangan saya tidak sia-sia,” ungkap Leidy dengan mata berbinar-binar.
Ditanya soal motivasi, Leidy ingin membuktikan bahwa Papua memiliki sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu bersaing di ajang penganugerahan baik tingkat nasional dan internasional. Meski tak berhasil terpilih menjadi Puteri Indonesia 2017, setidaknya Leidy berhasil mengantongi penghargaan lainnya. Leidy terpilih menjadi Puteri Indonesia Favorit Media Sosial Wilayah Papua.
Sebelum berkuliah, gadis berkulit sawo matang itu memiliki banyak pengalaman sejak menimba ilmu di sekolah menengah atas. Leidy pernah menjadi mayoret SMA Negeri I Manokwari, juara I Lomba Fashion Show Busana Kasual, dan 6 Besar Finalis Duta Mahasiswa FKG UNAIR.
Kini, mahasiswa yang pernah menjadi Finalis Duta FKG UNAIR ini merasa dirinya harus tetap berjuang untuk mewujudkan cita-citanya yang lain. “Saya tidak lantas berbangga diri, namun saya tetap harus berjuang untuk semua impian saya,” tandasnya. Penulis: Ainul Fitriyah
Editor: Defrina Sukma S
Berkat Karya Ilmiah, Dwi
Cahyani
Jadi
Wisudawan
Berprestasi FIB UNAIR
UNAIR NEWS – Dwi Cahyani Octavianti, alumnus program studi S-1
Sastra Inggris, berhasil merebut satu gelar simbul keaktifan di kampus, yaitu wisudawan berprestasi dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga pada wisuda Maret 2017. Kegemarannya pada dunia tulis menulis ilmiah membuat perempuan kelahiran Tulungagung ini sering memenangkan kompetisi di bidang ini.
Dwi mengaku, ada tiga pencapaian yang luar biasa selama berkuliah. Pertama, ia pernah menyabet juara III Lomba Karya Tulis Tingkat Nasional Dinas Kehutanan Povinsi Jawa Timur tahun 2013. Kedua, ketika mendapat kabar bahwa paper yang ia tulis diterima di sebuah konferensi internasional di Hamburg, Jerman, tahun 2016. Ketiga, penghargaan sebagai wisudawan berprestasi UNAIR, saat ini.
“Pencapaian ini saya persembahkan untuk ibu yang selalu berjuang untuk mimpi-mimpi yang selama ini beliau luapkan dalam setiap doanya,” tutur Dwi bersyukur.
Perjuangan untuk berangkat ke Jerman pun menjadi cerita menarik baginya. Dwi dan anggota tim kesulitan dalam hal pendanaan. Namun, karena tekadnya sudah bulat, ia mencari dana dengan usahanya sendiri.
“Tiga bulan sebelum berangkat, paper kami dinyatakan lolos oleh panitia. Saya memulai bekerja sedari merias teman-teman yang wisuda, saya juga menjadi trainer outbond (pelatih mancakrida), memberikan les privat, hingga berjualan makanan dan minuman di acara seminar LPDP,” tutur Dewi.
“Saat itu yang ada di pikiran saya hanyalah berangkat ke Jerman, walau saya hanya tidur dua sampai tiga jam sehari, bagi saya, kelelahan itu terbayar ketika benar-benar sudah sampai di benua biru,” ungkapnya. Nah, seusai lulus ini Dwi ingin untuk mendapat beasiswa dan melanjutkan kuliah S-2 ke luar negeri. (*)
Penulis: Ainul Fitriyah Editor: D. Sukma Satiti
Berjuang Ekstra Selesaikan
Penelitian, Roisah Lulus
Terbaik S2 Farmasi
UNAIR NEWS – “Saya butuh perjuangan yang benar-benar sangat
ekstra untuk menyelesaikan penelitian yang akan saya gunakan untuk tesis ini, karena saat itu saya sedang hamil,” tutur Roisah Nawatila, ketika ditemui UNAIR NEWS terkait tentang perjuangannya dalam menyelesaikan tesis studinya pada jenjang S-2 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
Dengan perjuangannya itu, Roisah akhirnya meraih reward maksimal dan dinyatakan sebagai wisudawan terbaik S-2 Fakultas Farmasi. Padahal, ia mengaku pikirannya sempat terbebani ketika menyelesaikan tesis dalam kondisi hamil besar.
Menjelang seminar terbuka dan sidang akhir tesis, kandungannya bahkan mengalami kontraksi. Akibatnya, terpaksa ia memundurkan jadwal sidang demi kelahiran buah hatinya. Perjuangannya pun tak berhenti sampai disitu. Usai melahirkan, Roisah membawa serta bayinya yang baru berumur dua minggu itu untuk mengurus keperluan sidang akhir tesisnya.
Baginya, ujian tak berhenti disitu. Pada saat penelitian pun, di tengah-tengah ia melakukan uji disolusi terhadap sampel, listrik laboratorium juga sempat padam. “Karena lampunya padam, ya akhirnya saya harus mengulang lagi uji disolusi itu dari awal. Beruntungnya pula, ada sisa sampel yang bisa saya gunakan,” tandasnya dengan nada lega.
Perjuangannya yang maha berat tersebut akhirnya berhasil ia tuntaskan. Tesisnya yang berjudul “Pembentukan Kokristal Asikovir Menggunakan Koformen Nikotinamida yang dibuat dengan Metode Penguapan Pelarut dengan Variasi Pelarut” berhasil dirampungkan dan memperoleh hasil maksimal, yakni Indeks Prestasi Kumulatif hampir sempurnya, yaitu 3,93.
Roisah mengaku tak ada kiat-kiat secara khusus untuk menjadi lulusan yang terbaik ini. “Yang terpenting adalah pantang menyerah, selalu berpikir positif, dan percaya bahwa nothing is impossible. Yang penting aku percaya bahwa aku bisa,” kisah Roisah Nawatila, bangga. (*)
Penulis: Akhmad Janni Editor: Defrina Sukma S.
Pengembangan Kajian Virologi
Merupakan Kebutuhan Nasional
UNAIR NEWS – Berbicara mengenai penyakit zoonosis (menular
dari hewan ke manusia, atau sebaliknya), yang disebabkan oleh virus, tak dapat dilepaskan dari bidang Ilmu Virologi. Salah satu pakar di bidang Ilmu Virologi adalah Prof. Dr. drh Suwarno, M.Si, Wakil Dekan III Fakultas Kedokteran Hewan UNAIR.
Suwarno merupakan produk asli didikan Airlangga. Pasalnya, jenjang Sarjana, Magister, dan Doktoral, dia tempuh di UNAIR. Setelah lulus S3 pada 2005, Suwarno dikukuhkan menjadi Guru Besar di bidang Ilmu Virologi dan Imunologi Fakultas Kedokteran Hewan pada 2014.
Puluhan penelitian telah dilakukan oleh Suwarno. Bahkan, karena getol dalam penelitiannya terkait bidang Ilmu Virologi, Suwarno mendapatkan julukan “Dokter Rabies”. Pasalnya, penyakit zoonosis seperti Rabies dan Avian Influenza sudah menjadi objek utama dalam berbagai penelitiannya.
Walaupun konsentrasi utama umumnya berupa kajian virus pada hewan, namun tidak menutup kemungkinan, virus yang ada pada manusia layaknya Demam Berdarah dan Japanese Enchepalities juga menjadi bagian dari penelitian.
“Hampir semua penyakit itu penyebabnya adalah virus. Makanya, ilmu yang kami geluti sangat bermanfaat bagi masyarakat dan juga pemerintah, termasuk di bidang penanggulangan Avian Influenza,” kata dia.
Yang jelas, semua yang dilakukannya adalah bentuk sumbangsih pada negara. Diharapkan, kerugian akibat wabah atau bala penyakit di Indonesia dapat terus berkurang berkat semakin banyaknya penelitian yang solutif.
Penelitian Suwarno telah menghasilkan beberapa produk dalam bentuk kit diagnostik. Salah satu produknya diberi nama “ONRAW-IB-Varian”. ONRAW diambil dari nama panggilannya yang dibaca terbalik. ONRAW merupakan kit diagnostik untuk infeksi Bronchitis Varian yang mulai diproduksi pada 2014.
Sedangkan untuk penangkal Rabies, Suwarno menciptakan Kit Diagnostik ELIVE Tua Rabies pada 2013 dan Seed Vaksin Rabies, SWN-JOL-007 yang diproduksi oleh PT Sanbe Farma pada 2012. Sit vaksin rabies tersebut dibuat untuk penanganan khusus hewan yang berisiko menimbulkan Rabies. Misalnya, Anjing, Kucing, dan Kera.
Suwarno juga aktif dalam publikasi internasional. Beberapa judul di antaranya, “Homology and Phylogenetic Analysis of Nucleotide Sequence of Omp2a Gene of Brucella abortus Local Isolates. Journal of Veternary Advances” yang dirilis pada 2014, dan “Production and Characterization Egg Yolk Derived Anti-Hemaglutinin Antibody (IgY) as immunoterapy Agent on the Chicken Infected by Avian influenza A/H5N1 Virus. Journal of Veterinary Advances” yang dipublikasikan pada 2013.
Berkat penelitian dan pengabdiannya pada masyarakat, Guru Besar FKH sejak tahun 2014 tersebut memeroleh beragam penghargaan. Di antaranya, peringkat III tingkat nasional dengan produk kit miliknya bernama ELISA Avian Influenza, diberikan oleh Ditjen Dikti pada 2013. Selain itu, Suwarno juga merupakan dosen berprestasi baik di tingkat FKH UNAIR, dan dianggap sebagai dosen yang sukses melaksanakan pengabdian masyarakat yang aplikatif. (*)
Penulis: Dilan Salsabila Editor: Rio F. Rachman