• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

RPP SOSIOLOGI TP 2009/2010

1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Satuan Pendidikan : SMA NEGERI 1 BATANGHARI Mata Pelajaran : SOSIOLOGI

Kelas / semester : XII IPS / 1 Pertemuan ke : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 Alokasi waktu : 21 x 45 menit

Standar kompetensi : Memahami dampak perubahan sosial

Kompetensi dasar : Menjelaskan proses perubahan sosial di masyarakat Indikator :  Mendeskripsikan konsep perubahan sosial

 Mendeskripsikan bentuk-bentuk perubahan sosial

 Mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial dan kebudayaan

 Mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi jalannya proses perubahan sosial

A. Tujuan Pembelajaran

1. Siswa dapat menjelaskan konsep perubahan sosial

2. Siswa dapat mendeskripsikan bentuk-bentuk perubahan sosial

3. Siswa dapat mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan dan memengaruhi perubahan sosial B. Materi Pokok / Pembelajaran

Perubahan sosial dan kebudayaan C. Metode Pembelajaran

Diskusi kelompok, ceramah

D. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 1

1. Kegiatan Awal (10’)

 Memulai kegiatan belajar dengan menampilkan foto-foto yang memperlihatkan keadaan tempo dulu untuk menggugah memori siswa tentang keadaan di masa lampau

 Menginformasikan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator serta materi pokok yang akan dipelajari di kelas XII

 Menginformasikan tujuan pembelajaran untuk pertemuan kali ini 2. Kegiatan Inti (115’)

 Mengkaji literatur untuk menemukan tahap-tahap konsep perubahan sosial: A. Pengantar

Setiap masyarakat manusia pasti mengalami perubahan, yang dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan yang lambat sekali, tetapi ada juga yang berjalan dengan cepat. Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya.

Para sosiolog pernah mengadakan klasifikasi antara mesyarakat-masyarakat statis dan dinamis. Masyarakat yang statis dimaksudkan masyarakat yang sedikit sekali mengalami perubahan dan berjalan lambat. Masyarakat yang dinamis adalah masyarakat-masyarakat yang mengalami berbagai perubahan yang cepat. Jadi setiap masyarakat pada suatu masa dapat dianggap sebagai masyarakat yang statis. Sementara itu, pada masyarakat lainnya, dianggap sebagai masyarakat yang dinamis.

B. Definisi

Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya, timbulnya pengorganisasian buruh dalam masyarakat kapitalis telah menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan antara buruh dengan majikan dan seterusnya menyebabkan perubahan-perubahan dalam organisasi ekonomi dan politik.

(2)

RPP SOSIOLOGI TP 2009/2010

2

William F Ogburn mengemukakan ruang lingkup perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun yang immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur-unsur-unsur immaterial.

Selo Soemardjan: perubahan sosial adalah perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.

Samuel Koening: perubahan sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia yang terjadi karena sebab-sebab intern maupun sebab-sebab ekstern.

Mac Iver lebih suka membedakan antara utilitarian elements dengan cultural elements yang didasarkan pada kepentingan-kepentingan manusia yang primer dan sekunder. Semua kegiatan dan ciptaan manusia dapat diklasifikasikan ke dalam kedua kategori tersebut di atas. Sebuah laptop, alat pencetak, atau sistem keuangan, merupakan utilitarian elements karena benda-benda tersebut tidak langsung memenuhi kebutuhan manusia, tetapi dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Utilitarian elements disebutnya civilization. Artinya, semua mekanisme dan organisasi yang dibuat manusia dalam upaya menguasai kondisi-kondisi kehidupannya, termasuk di dalamnya sistem-sistem organisasi sosial, teknik dan alat-alat material. Pesawat telepon, rel kereta api, sekolah, hukum dan seterusnya dimasukukkan dalam golongan tersebut.

Cultural Elements menurut Mac Iver adalah ekspresi jiwa yang terwujud dalam cara-cara hidup dan berpikir, pergaulan hidup, seni kesusastraan, agama, rekreasi dan hiburan. Sebuah novel, drama, potret, film, permainan, filsafat dan sebagainya termasuk culture, karena hal itu secara langsung memenuhi kebutuhan manusia. Dengan pernyataan itu, Mac Iver mengeluarkan unsur materiil dari ruang lingkup culture.

C. Hubungan antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan

Teori-teori mengenai perubahan-perubahan masyarakat sering mempersoalkan perbedaan antara perubahan-perubahan sosial dengan perubahan-perubahan kebudayaan. Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya, yaitu: kesenian, ilmu pengatahuan, teknologi, filsafat dan seterusnya, bahkan perubahan dalam-perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial. Sebagai contoh dikemukakannya perubahan pada logat bahasa Aria setelah terpisah dari induknya. Akan tetapi, perubahan tersebut tidak memengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Perubahan-perubahan tersebut lebih merupakan perubahan kebudayaan ketimbang perubahan sosial.

Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas. Apabila diambil definisi kebudayaan dari Taylor yang mengatakan bahwa kebudayaan adalah suatu kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat, perubahan kebudayaan merupakan setiap perubahan dari unsur-unsur tersebut.

Sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari, acap kali tidak mudah untuk menentukan letak garis pemisah antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan karena tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan yang tidak terjelma dalam suatu masyarakat. Dengan demikian walaupun secara teoritis dan analitis pemisahan antara pengertian-pengertian tersebut dapat dirumuskan, di dalam kehidupan nyata, garis pemisah tersebut sukar dapat dipertahankan. Hal yang jelas adalah perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan mempunyai satu aspek yang sama, yaitu keduanya bersangkut-paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Contoh berikut ini menunjukkan bahwa ada perubahan kebudayaan yang tidak menyebabkan terjadinya perubahan sosial, sebaliknya perubahan sosial adapula yang disebabkan oleh perubahan kebudayaan. Perubahan-perubahan dalam model pakaian dan kesenian dapat terjadi tanpa memengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan atau sistem sosial. Namun, sukar pula dibayangkan terjadinya perubahan-perubahan sosial tanpa didahului oleh suatu perubahan-perubahan kebudayaan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti keluarga, hak milik dan politik tidak akan mengalami perubahan apa pun bila tidak didahului oleh suatu perubahan fundemental dalam kebudayaan. Suatu perubahan sosial dalam bidang kehidupan tertentu tidak mungkin berhenti pada satu titik karena perubahan di bidang lain akan segera mengikutinya. Ini disebabkan karena struktur lembaga-lembaga kemasyarakatan sifatnya jalin menjalin. Apabila suatu negara mengubah undang-undang dasarnya atau bentuk pemerintahannya, perubahan yang kemudian terjadi tidak hanya terbatas pada lembaga-lembaga politik saja.

Pada dewasa ini proses-proses pada perubahan-perubahan sosial dapat diketahui dari adanya ciri-ciri tertentu, yaitu sebagai berikut:

1. Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya karena setiap masyarakat mengalami perubahan yang terjadi secara lambat atau secara cepat.

(3)

RPP SOSIOLOGI TP 2009/2010

3

2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu, akan diikuti dengan

perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya. Karena lembaga-lembaga sosial tadi sifatnya interdependen, maka sulit sekali untuk mengisolasi perubahan pada lembaga-lembaga sosial tertentu saja. Proses awal dan proses-proses selanjutnya merupakan suatu mata rantai.

3. Perubahan-perubahan sosial yang cepat biasanya mengakibatkan disorganisasi yang bersifat sementara karena berada di dalam proses penyesuaian diri. disorganisasi ini akan diikuti oleh suatu reorganisasi yang mencakup pemantapan kaidah-kaidah dan nilai-nilai lain yang baru.

4. Perubahan-perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang spiritual saja karena kedua bidang tersebut mempunyai kaitan timbal balik yang sangat kuat.

5. Secara tipologis, perubahan-perubahan sosial dapat dikategorikan sebagai berikut.

a. Social process: the circulation of various rewards, facilities, and personnel in an existing structure. b. Segmentation: the proliferation of structural units that do not differ qualitatively from existing

units

c. Structural change: the emerge of qualitatively new complexes of roles and organization

d. Changes in group structure: the shifts in the composition of groups, the level of consciousness of group dan the relations among the groups in society

3. Kegiatan Akhir (10’)

 Memberi postest kepada siswa secara lisan untuk menggugah ingatan siswa terahadap materi pelajaran  Menunjuk beberapa orang siswa untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajar

Pertemuan 2

1. Kegiatan Awal (10’)

 Memulai kegiatan belajar dengan membaca absen untuk mengecek kehadiran siswa

 Memberikan pertanyaan kepada siswa tentang materi pelajaran yang lalu untuk mengulang kembali materi yang telah diajarkan

 Menginformasikan tujuan pembelajaran untuk pertemuan kali ini yaitu mengkaji tentang teori-teori perubahan sosial

2. Kegiatan Inti (115’)

 Mengkaji literatur untuk menemukan Hukum tiga tahap (Auguste Comte)

Hukum tiga tahap merupakan usaha Comte untuk menjelaskan kemajuan evolusioner umat manusia dari masa primitif sampai ke peradaban Prancis abad kesembilan belas yang sangat maju. hukum ini menyatakan bahwa masyarakat-masyarakat (umat manusia) berkembang melalui tiga tahap utama. Tahap-tahap ini ditentukan menurut cara berpikir yang dominan: teologis, metafisik dan positif.

Comte menjelaskan hukum tiga tahap sebagai berikut:

Bahwa setiap konsepsi kita yang paling maju, setiap cabang pengetahuan kita, berturut-turut melewati tiga kondisi teoretis yang berbeda: teologis atau fiktif; metafisik atau abstrak; ilmiah atau positif. Dengan kata lain, pikiran manusia pada dasarnya dalam perkembangannya, menggunakan tiga metode berfilsafat yang karakternya sangat berbeda malah bertentangan. Yang pertama merupakan titik tolak yang harus ada dalam pemahaman manusia; yang kedua hanya suatu keadaan peralihan; dan yang ketiga adalah pemahaman keadaannya yang pasti dan tak tergoyahkan.

Dalam fase teologis, akal budi manusia, yang mencari kodrat dasar manusia, yakni sebab pertama dan sebab akhir (asal dan tujuan) dari segala akibat (pengetahuan absolut) mengandaikan bahwa semua gejala dihasilkan oleh tindakan langsung dari hal-hal supernatural. Dalam fase metafisik, yang hanya merupakan suatu bentuk lain dari yang pertama, akal budi mengandaikan bukan hal supernatural, melainkan kekuatan-kekuatan abstrak, hal-hal yang benar-benar nyata melekat pada semua benda (abstraktsi-abstaksi yang dipersonifikasikan), dan yang mampu menghasilkan semua gejala. Dalam fase terakhir, yakni fase positif, akal budi sudah meninggalkan pencarian yang sia-sia terhadap pengertian-perngertian absolut, asal dan tujuan alam semesta, serta sebab-sebab gejala, dan memusatkan perhatiannya pada studi tentang hukum-hukumnya, yakni hubungan-hubungan urutan dan persamaannya yang tidak berubah. Penalaran dan pengamatan, digabungkan secara tepat, merupakan sarana-sarana pengetahuan ini.

Untuk menggambarkan perbedaan yang ditekankan Comte, bayangkanlah bahwa kita mau menjelaskan suatu gejala alam seperti angin taufan. Dalam tahap teologis, gejala serupa itu akan dijelaskan sebagai hasil tindakan langsung dari seorang Dewa angin atau Tuhan. Dalam tahap metafisik gejala yang sama itu akan dijelaskan sebagai manifestasi dari suatu hukum alam yang tidak dapat diubah. Dalam tahap positif angin taufan itu akan dijelaskan sebagai hasil dari suatu kombinasi tertentu dari tekanan-tekanan udara,

(4)

RPP SOSIOLOGI TP 2009/2010

4

kecepatan angin, kelembaban, dan suhu – semua variabel yang dapat diukur, yang berubah terus menerus dan berinteraksi menghasilkan angin taufan itu.

Tahap teologis merupakan periode yang paling lama dalam sejarah manusia, dan untuk analisa yang lebih terperinci, Comte membaginya ke dalam periode fetisisme, politeisme dan monoteisme. Fetisisme, bentuk pikiran yang dominan dalam masyarakat primitif, meliputi kepercayaan bahwa semua benda memiliki kelengkapan kekuatan hidupnya sendiri. Akhirnya fetisisme ini diganti dengan kepercayaan akan sejumlah hal-hal supernatural yang meskipun berbeda dari benda-benda alam, namun terus mengontrol semua gejala alam. Begitu pikiran manusia terus maju, kepercayaan akan banyak Dewa itu diganti dengan kepercayaan akan Satu Yang Tertinggi. Katolisisme di abad pertengahan memperlihatkan puncak tahap monoteisme.

Tahap metafisik terutama merupakan tahap transisi antara tahap teologis dan positif. tahap ini ditandai oleh satu kepercayaan akan hukum-hukum alam yang asasi yang dapat ditemukan dengan akal budi. Satu manifesasi yang serupa dari semangat ini dinyatakan dalam Declaration of Independence: “Kita menganggap kebenaran ini jelas dari dirinya sendiri…. “ gagasan bahwa ada kebenaran tertentu yang asasi mengenai hukum alam yang jelas dengan sendirinya menurut pikiran manusia, sangat mendasar dalam cara berpikir metafisik.

Tahap positif ditandai oleh kepercayaan akan data empiris sebagai sumber pengetahuan terakhir. Tetapi pengetahuan selalu sementara sifatnya, tidak mutlak; semangat positivisme memperlihatkan suatu keterbukaan terus menerus terhadap data baru atas dasar mana pengetahuan dapat ditinjau kembali dan diperluas. Akal budi penting seperti dalam periode metafisik, tetapi harus dipimpin oleh data empiris. Analisa rasional mengenai data empris akhirnya akan memungkinkan manusia untuk memperoleh hukum-hukum, tetapi hukum-hukum dilihat sebagai uniformitas empiris daripada kemutlakan metafisik.

3. Kegiatan Akhir (10’)

 Memberikan pertanyaan postes tentang materi yang telah dipelajari

 Menunjuk beberapa orang siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran pada pertemuan ini Pertemuan 3

1. Kegiatan Awal (115’)

 Memulai kegiatan belajar dengan membaca absen untuk mengecek kehadiran siswa

 Memberikan pertanyaan kepada siswa tentang materi pelajaran yang lalu yaitu tentang perubahan sosial menurut teori tiga tahap Auguste Comte

 Menginformasikan tujuan pembelajaran untuk pertemuan kali ini yaitu mengkaji tentang Teori siklus menurut Sorokin

2. Kegiatan Inti (70’)

 Mengkaji Perubahan sosial menurut Teori siklus Pitirim Sorokin

Kalau Comte mengusulkan suatu model linear yang berkulminasi pada munculnya masyarakat positivis, Sorokin mengembangkan model siklus perubahan sosial; artinya, dia yakin bahwa tahap-tahap sejarah cenderung berulang dalam kaitannya dengan mentalitas budaya yang dominan, tanpa membayangkan suatu tahap akhir yang final. Tetapi siklus-siklus ini tidak sekedar pelipat gandaan saja; sebaliknya ada banyak variasi dalam bentuk-bentuknya yang khusus, dimana tema-tema budaya yang luas dinyatakan. Setiap tahap sejarah masyarakat memperlihatkan beberapa unsur yang kembali berulang (artinya, pengulangan tahap yang terdahulu) dan ada beberapa daripadanya yang unik. Sorokin mengacu pada pola-pola perubahan budaya jangka panjang yang bersifat “berulang-berubah”. Penekanan Sorokin pada berulangnya tema-tema dasar dimaksudkan untuk menolak gagasan bahwa perubahan sejarah dapat dilihat sebagai suatu proses linear yang meliputi gerak dalam satu arah saja; dalam hal ini Sorokin berbeda dari Comte yang percaya akan kemajuan yang mantap dalam perkembangan intelektual manusia.

Tipe-tipe Mentalitas Budaya

Menurut Sorokin, kunci untuk memahami suatu supersistem budaya yang terintegrasi adalah mentalitas budaya-nya. Konsep ini mengacu pada pandangan dunia (world view) dasar yang merupakan landasan sistem sosio-budaya. Pandangan dunia yang asasi dari suatu sistem sosio-budaya merupakan jawaban yang diberikan atas pertanyaan mengenai hakikat kenyataan terakhir. Ada tiga jawaban logis yang mungkin terhadap pertanyaan filosofis dasar itu. Pertama adalah bahwa kenyataan akhir itu seluruhnya dari dunia materil yang kita alami dengan indera. Yang lainnya adalah bahwa kenyataan akhir itu terdiri dari suatu dunia atau tingat keberadaan yang melampaui dunia materil ini: artinya kenyataan akhir itu bersifat transenden dan tidak dapat ditangkap sepenuhnya dengan indera kita. Jawaban ketiga yang

(5)

RPP SOSIOLOGI TP 2009/2010

5

mungkin adalah antara kedua ekstrem dan keadaan itu, yang secara sederhana berarti bahwa kenyataan itu mencakup dunia materil dan dunia transenden.

Sehubungan dengan pertanyaan ini ada beberapa pertanyaan tambahan yang menyangkut kodrat manusia dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Secara hakiki, pertanyaan-pertanyaan ini harus mencakup apakah kebutuhan-kebutuhan dasar manusia itu bersifat fisik atau spiritual; luasnya kebutuhan yang seharusnya dipenuhi; dan apakah pemenuhan kebutuhan manusia itu harus mencakup penyesuaian diri (sehingga kebutuhan itu sendiri dikurangi) atau penyesuaian lingkungan (sehinggat kebutuhan itu dapat dipenuhi).

Atas dasar itu, Sorokin menyebutan tiga mentalitas budaya dan beberapa tipe-tipe kecil yang merupakan dasar untuk ketiga supersistem sosio-budaya yang berbeda-beda

itu.

1. Kebudayaan Ideasional

Tipe ini mempunyai dasar berpikir (premis) bahwa kenyataan akhir itu bersifat nonmateril, transenden dan tidak dapat ditangkap dengan indera. Dunia ini dilihat sebagai suatu ilusi, sementera dan tergantung pada dunia transenden, atau sebagai aspek kenyataan yang tidak sempurna dan tidak lengkap. Kenyataan akhir merupakan dunia Ilahi, atau suatu konsepsi lainnya mengenai ada yang kekal dan tidak materil. Tingkat ini dipecah kedalam beberapa bagian:

a. Kebudayaan ideasional asketik. Mentalitas ini memperlihatkan suatu ikatan tanggung jawab untuk mengurangi sebanyak mungkin kebutuhan materil manusia supaya mudah diserap ke dalam dunia transenden

b. Kebudayaan ideasional aktif. Selain untuk mengurangi kebutuhan inderawi, tipe ini berusaha mengubah dunia materil supaya selaras dengan dunia transenden

2. Kebudayaan Inderawi (sensate culture)

Tipe ini didasarkan pada pemikiran pokok bahwa dunia materil yang kita alami dengan indera kita merupakan satu-satunya kenyataan yang ada. Eksistensi kenyataan transenden disangkal. Mentalitas ini dapat dibagi sebagai berikut:

a. Kebudayaan inderawi aktif. Kebudayaan ini mendorong usaha aktif dan giat untuk meningkatkan sebanyak mungkin pemenuhan kebutuhan materil dengan mengubah dunia fisik ini sedemikian, sehingga menghasilkan sumber-sumber kepuasan dan kesenangan manusia. Mentalitas ini mendasari pertumbuhan teknologi dan kemajuan-kemajuan ilmiah serta kedokteran.

b. Kebudayaan inderawi pasif. Mentalitas inderawi pasif meliputi hasrat untuk mengalami kesenangan-kesenangan hidup inderawi setinggi-tingginya. Sorokin menggambarkan pendekatan ini sebagai suatu “eksploitasi parasit”, dengan motto, “makan, minum dan kawinlah, karena besok kita mati”. Mengejar kenikmatan tidak dipengaruhi oleh suatu tujuan jangka panjang apa pun. c. Kebudayaan inderawi sinis. Dalam hal tujuan-tujuan utama, mentalitas ini serupa dengan

kebudayaan inderawi pasif, kecuali bahwa mengejar tujuan-tujuan inderawi/jasmaniah dibenarkan oleh rasionalisasi ideasional. Dengan kata lain, mentalitas ini memperlihatkan secara mendasar usaha yang bersifat munafik (hipokrit) untuk membenarkan pencapaian tujuan materialistis atau inderawi dengan menunjukkan sistem nilai transenden yang pada dasarnya tidak diterimanya. 3. Kebudayaan campuran

Kategori ini mengandung penegasan terhadap dasar berpikir (premis) mentalitas ideasional dan inderawi. Ada dua tipe dasar yang terdapat dalam mentalitas kebudayaan campuran ini:

a. Kebudayaan Idealistis. Kebudayaan ini terdiri dari suatu campuran organis dari mentalitas ideasional dan inderawi, sehingga keduanya dapat dilihat sebgai pengertian-pengertian yang sahih mengenai aspek-aspek tertentu dari kenyataan akhir. Dengan kata lain, dasar berpikir kedua tipe mentalitas itu secara sistematis dan logis saling berhubungan.

b. Kebudayaan ideasional tiruan (Pseudo ideasional culture). Tipe ini khususnya didominasi oleh pendekatan inderawi, tetapi unsur-unsur ideasioal hidup secara berdampingan dengan inderawi, sebagai suatu perspektif yang saling berlawanan. Tidak seperti tipe a di atas, kedua perspektif yang saling berlawanan ini tidak terintegrasi secara sistematis, kecuali sekedar hidup berdampingan sejajar satu sama lain.

Siklus-siklus utama dalam Sejarah Barat

Bagian terbesar dari empat jilid buku Sorokin yang berjudul Social dan Culture Dynamics, meliputi suatu tinjauan sejarah Barat dari Yunani kuno sampai abad kedua puluh dipandang dari sudut turun-naiknya mentalitas-mentalitas budaya dasar dari satu tahap sejarah ke tahap berikutnya. Mentalitas budaya yang dominan dalam suatu tahap sejarah ditentukan dengan mengidentifikasi tema-tema utama yang mendasar, yang tercermin dalam pelbagai bidang kreativitas budaya dan tindakan manusia yang penting. Analisa Sorokin pada dasarnya mencakup pengklasifikasian karya-karya budaya atau peristiwa-peristiwa sejarah yang utama menurut macam-macam tipe (atau subtipe) mentalitas budaya seperti yang kita lihat

(6)

RPP SOSIOLOGI TP 2009/2010

6

di depan, menghitung jumlah bagian-bagiannya yang diklasifikasi dalam masing-masing kategori menurut cara di atas, dan mencatat perubahan-perubahan yang proporsional dalam kategori-kategori yang dominan itu dari satu periode ke periode berikutnya.

Sebagai contoh, Sorokin menganalisa fluktuasi dalam sistem-sistem kebenaran dan pengetahuan setelah ada pembobotan yang memadai untuk mencerminkan tingkat-tingkat pengaruh yang berbeda-beda dari penulis lain sebagai berikut:

Kebenaran atas dasar kepercayaan yang dinyatakan dalam rasionalisme keagamaan atau ideasional, sampai sekitar tahun 460 sebelum masehi, menurut sistem indikator kami mencapai 90% dari semua sistem kebenaran. Hanya sesudah tahun 460 sebelum masehi kebenaran inderawi (empirisisme) mulai naik dan tumbuh dengan fluktuasi kecil. kebenaran ini masih terhitung kuat sampai tahun 20 sebelum masehi dan menurun sampai sekitar tahun 160 setelah masehi. Kemudian mulai hidup lagi dan tetap termasuk tinggi sampai sekitar tahu 480 sesudah masehi. Sesudah tahun itu sangat mundur dan sesudah tahun 540 sesudah masehi hilang dan tenggelam oleh munculnya kebenaran kepercayaan Kristiani. 3. Kegiatan Akhir (10’)

 Mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang telah diajarkan

 Meminta beberapa orang siswa untuk menyimpulkan materi pembelajaran. Pertemuan 4

1. Kegiatan Awal (10’)

 Memulai kegiatan belajar dengan membaca absen untuk mengecek kehadiran siswa

 Memberikan pertanyaan kepada siswa tentang materi pelajaran yang lalu untuk mengulang kembali materi yang telah diajarkan

Menginformasikan tujuan pembelajaran untuk pertemuan kali ini yaitu teori Cultural lag dari William F Ogburn

2. Kegiatan Inti (115’)

 Mengkaji literatur untuk menemukan perubahan materil dan non materil  Perkembangan teknologi dan ketertinggalan budaya

Konsep ketertinggalan budaya dikemukakan oleh William F Ogburn. Konsep ini mengacu pada kecenderungan dari kebiasaan-kebiasaan sosial dan pola-pola organisasi sosial yang tertinggal di belakang (lag behind) perubahan dalam kebudayaan materil. Akibatnya adalah bahwa perubahan sosial selalu ditandai oleh ketegangan antara kebudayaan materil dan nonmateril.

Jelas hal ini bertentangan dengan Comte dan Sorokin. Bagi Ogburn, segi yang paling penting dari perubahan sosial adalah kemajuan dalam kebudayaan materil, termasuk penemuan-penemuan dan perkembangan teknologi; sedangkan Comte dan Sorokin menekankan perubahan dalam bentuk-bentuk pengetahuan atau pandangan dunia sebagai rangsangan utama untuk perubahan sosial, di mana perubahan dalam kebudayaan materil mencerminkan perubahan dalam aspek-aspek kebudayaan nonmateril.

Pola-pola perilaku nyata memperlihatkan suatu tingkat keteraturan yang tinggi, karena orang cenderung meniru perilaku orang lain dan mengulang pola-pola perilakunya sendiri terus menerus, khususnya yang berhasil. Kumpulan pola-pola perilaku yang mapan dari sebagian besar penduduk dan saling ketergantungan perilaku-perilaku yang dibakukan ini antara pelbagai bagian masyarakat membentuk kenyataan sosial atau kenyataan budaya. Meskipun perubahan-perubahan ini benar-benar terjadi sebagai akibat dari penemuan dan inovasi sewaktu-waktu, Ogburn menekankan adanya kecenderungan yang luas untuk menolak perubahan itu, baik karena kebiasaan maupun karena keuntungan lain yang diakibatkan karena mempertahankan kebiasaan-kebiasaan yang sudah mapan.

Penemuan dan inovasi paling sering terjadi dalam dunia kebudayaan materil. Perubahan-perubahan ini terbentang mulai dari penemuan-penemuan awal seperti roda dan perkakas sampai ke komputer dan satelit-satelit komunikasi. Kebudayaan nonmateril seperti – kebiasaan, tata cara, pola organisasi sosial – akhirnya harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan dalam kebudayaan materil tetapi karena adanya pelbagai sumber yang menolak perubahan, proses penyesuaian itu selalu ketinggalan di belakang perubahan-perubahan dalam kebudayaan materil. Hasilnya adalah ketegangan antara kebudayaan materil dan kebudayaan nonmateril.

Perubahan-perubahan dalam kebudayaan materil sudah terjadi dari masa ke masa dalam sejarah, tetapi derap perubahan menjadi sangat cepat karena datangnya Revolusi Industri dan tekanan yang terus-menerus pada perkembangan teknologi. Jadi kebudayaan nonmateril tidak mampu “mengejar”, karena kecepatan perubahan dalam kebudayaan materil terus-menerus melaju. Hasilnya adalah suatu

(7)

RPP SOSIOLOGI TP 2009/2010

7

ketegangan yang terus meningkat antara kebudayaan materil dan yang beradaptasi atau kebudayaan nonmateril. Banyak masalah sosial zaman sekarang dapat ditelusuri pada kegagalan kebiasaan-kebiasaan sosial dan pola-pola institusional untuk mengikuti kemajuan tekonologi dalam kebudayaan materil. Ogburn mencoba menjelaskan ketegangan-ketegangan yang dalam institusi keluarga. Ketika perubahan terjadi, banyak fungsi tradisional dalam keluarga diambil alih oleh institusi-institusi lainnya yang membatasi keluarga pada tugas mempertahankan ikatan antara anggota keluarga dan memberikan kebahagiaan individu. Tetapi melaksanakan tugas-tugas ini tidaklah mudah, karena kurangnya fungsi-fungsi lain yang mengikat dan bertambahnya tekanan pada individualisme dalam lingkungan kota.  Model-model perubahan linear dan siklus

Konflik dasar antara teori perubahan budaya linear dan teori siklus dapat dianalisa dengan menggunakan distingsi antara kebudayaan nonmateril dan yang materil. Kalau kita meneliti perubahan-perubahan kebudayaan materil sejak awal Revolusi Industri, kita dapat memberikan satu penjelasan mengenai satu model linear. Untuk mendukung alasan itu, kita mencatat perkembangan yang mantap dalam penemuan-penemuan dan inovasi-inovasi teknologi yang dikembangkan dalam beberapa ratus tahun terakhir ini.

Sejumlah contoh mengenai akibat-akibat dari kemajuan materialistik dapat dikemukakan. Kita sudah mencatat kecepatan dan jangkauan metode-metode komunikasi dan transportasi yang semakin meningkat. Kita juga mencatat berkurangnya penggunaan tenaga manusia dalam produksi materil, bertambahnya sejumlah produk yang berguna untuk membuat hidup ini lebih mudah dan lebih dinikmati oleh semakin banyak kelompok penduduk dalam masyarakat kita, serta penyempurnaan yang terus-menerus dalam produktivitas pertanian atau bertambah panjangnya kehidupan. Singkatnya, kemajuan materil atau teknologi kelihatannya mengikuti satu pola linear. Namun kenyataan bahwa di masa lampau hal itu mengikuti satu pola linear tidak menjamin bahwa akan terus-menerus demikian di masa yang akan datang. Perkembangan-perkembangan masa kini, seperti terkurasnya sumber-sumber energi yang tersedia, atau polusi lingkungan menandakan bahwa mungkin ada batas-batasnya juga pola kemajuan materialistik yang tanpa batas ini.

Kalau kita meneliti perubahan kebudayaan nonmateril, maka apa yang berlaku untuk kemajuan linear sangat kurang meyakinkan. Biasanya orang mengmukakan kritik bahwa kendati semua kemajuan materialistik yang sekarang kita nikmati banyak kebiasaan dan tata cara yang terdapat dalam hubungan antarkelompk atau antarbangsa, pada dasarnya sama saja dengn yang sudah ada bertahun-tahun. Kita tidak lagi menggunakan pentung atau busur dan panah untuk berperang; kita menggunakan bom atau peluru, namun dinamika-dinamika psikologis dan sosiologis yang mendasari hubungan-hubungan antarkelompok atau antarpribadi masih memperlihatkan permusuhan satu sama lain.

Bagaimana kita menjelaskan kurangnya kemajuan dalam dunia kebudayaan nonmateril itu? Schneider mengemukakan bahwa kebudayaan selalu melapisi kenyataan fisik dan biologis yang terdapat di bawahnya, dan karena itu perkembangannya pasti terikat oleh batas-batas yang diberikan oleh kenyataan itu. Akibatnya adalah bahwa, terlepas dari seberapa luas jangkauan variasi yang mungkin diperlihatkan oleh sistem-sistem budaya dalam ruang dan waktu, tidak mungkin kiranya setiap sistem kebudayaan apa pun dapat terus berkembang hanya dalam satu arah tanpa batas; sebaliknya sistem budaya hanya dapat berkembang pada tingkat di mana dia memperlihatkan keseimbangannya dengan kenyataan fisik atau biologis. Misalnya, tercapainya impian akan satu komunitas universal umat manusia, terhambat sebagiannya oleh keterbatasan-keterbatasan pengertian manusia serta rasa perasaannya. Orang akan menemukan bahwa hampir tidak mungkin, karena keterbatasan logistik dan waktu, untuk mempertahankan hubungan-hubungan yang merupakan syarat bagi suatu komunitas yang sejati yang beranggotakan jutaan individu itu. Keterbatasan ini tetap ada betapa pun majunya teknologi komunikasi modern.

Schneider juga mengemukakan bahwa faktor-faktor fisik dan biologis tidak harus merupakan hambatan mutlak yang tidak dapat diubah. Melalui teknologi, manusia dapat mengatasi banyak hambatan yang muncul dari kenyataan fisik atau biologis. Dari awal penggunaan alat-alat primitif sampai ke perkembangan sistem-sistem mempertahankan hidup yang sangat terperinci, manusia telah berulang kali memperlihatkan bahwa mereka tidak sepenuhnya terikat oleh sifat biologis atau lingkungan fisiknya. Walaupun demikian, pembatasan-pembatasan fisik dan biologis mempunyai peranan juga dimana sistem budaya itu harus berkembang.

Tambahan pula, karena mentalitas budaya yang dominan dalam tahap-tahap yang berbeda sering saling berlawanan, perkembangan satu mentalitas akan sedikit bergantung pada menghancurkan mentalitas yang berlawanan dengannya. Jadi, tidak seperti dunia kebudayaan materil, dunia kebudayaan nonmateril tidak memperlihatkan derajat pola akumulasi yang sama dalam satu arah yang matap dan tidak terganggu.

(8)

RPP SOSIOLOGI TP 2009/2010

8

3. Kegiatan Akhir (10’)

 Mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang telah diajarkan

 Meminta beberapa orang siswa untuk menyimpulkan materi pembelajaran. Pertemuan 5

1. Kegiatan Awal (10’)

 Memberikan kesempatan kepada siswa membaca materi pelajaran pada pertemuan yang lalu  Memberikan beberapa pertanyaan untuk mengulang materi yang telah diajarkan

 Menginformasikan tujuan pembelajaran untuk pertemuan kali ini yaitu beberapa bentuk perubahan sosial dan kebudayaan

2. Kegiatan Inti (115’)

 Mengkaji beberapa bentuk perubahan sosial dan kebudayaan 1. Perubahan Lambat dan perubahan cepat

Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu lama, dan rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat dinamakan evolusi. Perubahan pada evolusi terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan, dan kondisi-kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Ada bermacam-macam teori tentang evolusi, yang pada umumnya dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori sebagai berikut:

a. Unilinear theories of evolution

Teori ini pada pokoknya berpendapat bahwa manusia dan masyarakat (termasuk kebudayaannya) mengalami perkembangan sesuai dengan tahap-tahap tertentu, bermula dari bentuk yang sederhana, kemudian bentuk yang kompleks sampai pada tahap yang sempurna. Pelopor teori ini adalah Auguste Comte.

b. Universal theory of evolution

Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidaklah perlu melalui tahap-tahap tertetu yang tetap. Teori ini mengemukakan bahwa kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi yang tertentu. Prinsip-prinsip teori ini diuraikan oleh Herbert Spencer yang antara lain mengatakan bahwa masyarakat merupakan hasil perkembangan dari kelompok homogen ke kelompok yang heterogen baik sifat maupun susunannya.

c. Multilined theories of evolution

Teori ini lebih menekankan pada penelitian-penelitian terhadap tahap-tahap pekembangan tertentu dalam evolusi masyarakat, misalnya, mengadakan penelitian perihal pengaruh perubahan sistem pencaharian dari sistem berburu ke pertanian, terhadap sistem kekeluargaan dalam masyarakat yang bersangkutan dan seterusnya

Sementara itu, perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung dengan cepat dan menyangkut dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat (yaitu lembaga-lembaga kemasyarakat) dinamakan revolusi. Unsur-unsur pokok revolusi adanya perubahan yang cepat dan perubahan tersebut mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan-perubahan yang terjadi dapat direncanakan terlebih dahulu atau tanpa rencana. Ukuran kecepatan suatu perubahan yang dinakan revolusi, sebenarnya bersifat relatif karena revolusi dapat memakan waktu yang lama.

Misalnya revolusi industri di Inggris, di mana perubahan-perubahan terjadi dari tahap produksi tanpa mesin menuju ke tahap produksi menggunakan mesin. Perubahan tersebut dianggap cepat karena mengubah sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat, seperti sistem kekeluargaan, hubungan antara buruh dengan majikan dan seterusnya.

2. Perubahan kecil dan perubahan besar

Agak sulit untuk merumuskan masing-masing pengertian tersebut di atas karena batas-batas pembedaannya agak relatif. Sebagai pegangan dapatlah dikatakan bahwa perubahan-perubahan kecil merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. Perubahan mode pakaian misalnya, tak akan membawa pengaruh apa-apa bagi masyarakat secara keseluruhan karena tidak mengakibatkan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sebaliknya proses industrialisasi yang berlangsung pada masyarakat agraris, misalnya merupakan perubahan ang akan mebawa pengaruh besar pada masyarakat. Pelbagai lembaga kemasyarakatan akan ikut terpengaruh misalnya hubungan kerja, sistem milik tanah, hubungan kekeluargaan, stratifikasi masyarakat dan seterusnya.

(9)

RPP SOSIOLOGI TP 2009/2010

9

3. Perubahan yang dikehendaki atau perubahan yang direncanakan dan perubahan yang tidak

dikehendaki atau tidak direncanakan

Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki perubahan dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan.

Agent of change memimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosial. Dalam melaksanakannya, agent of change langsung tersangkut dalam tekanan-tekanan untuk mengadakan perubahan. Bahkan mungkin menyiapkan pula perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Suatu perubahan yang dikehendaki atau yang direncanakan selalu berada di bawah pengendalian serta pengawasan agent of change tersebut. Cara-cara memengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu dinamakan perencanaan sosial (social planning).

Perubahan sosial yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan masyarakat. Apabila perubahan yang tidak dikehendaki tersebut berlangsung bersamaan dengan suatu perubahan yang dikehendaki, perubahan tersebut mungkin mempunyai pengaruh yang besarnya terhadap perubahan-perubahan yang dikehendaki. Dengan demikian, keadaan tersebut tidak mungkin diubah tanpa mendapat halangan-halangan dari masyarakat itu sendiri. Atau dengan kata lain, perubahan yang dikehendaki diterima oleh masyarakat dengan cara mengadakan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada atau dengan cara membetuk yang baru. Sering kali terjadi perubahan yang dikehendaki bekerja sama dengan perubahan yang tidak dikehendaki dan kedua proses tersebut saling memengaruhi.

3. Kegiatan Akhir (10’)

 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan tentang materi yang telah diajarkan

 Menunjuk beberapa orang siswa untuk memberikan kesimpulan materi yang telah diajarkan Pertemuan 6

1. Kegiatan Awal (10’)

 Memberikan kesempatan kepada siswa membaca materi pelajaran pada pertemuan yang lalu  Memberikan beberapa pertanyaan untuk mengulang materi yang telah diajarkan

 Menginformasikan tujuan pembelajaran untuk pertemuan kali ini yaitu faktor-faktor yang menyebabkan perubahan kebudayaan dan faktor-faktor yang memengaruhi jalannya perubahan sosial

2. Kegiatan Inti (115’)

 Mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial: 1. Bertambah atau berkurangnya penduduk

Pertambahan penduduk yang sangat cepat di pulau Jawa menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, terutama lembaga-lembaga kemasyarakatannya. Misal, orang lantas mengenal hak milik individu atas tanah, sewa tanah, gadai tanah, bagi hasil dan seterusnya yang sebelumnya tidak dikenal.

Berkurangnya penduduk mungkin disebabkan berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dari daerah ke daerah lain (misalnya transmigrasi). Perpindahan penduduk mengakibatkan kekosongan, misalnya dalam bidang pembagian kerja dan stratifikasi sosial, yang memengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan.

2. Penemuan-penemuan baru

Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama disebut dengan inovasi atau innovation. Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya unsur kebudayaan baru yang tersebar ke lain-lain bagian masyarakat, dan cara-cara unsur kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan.

Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan menjadi discovery dan invention. Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan yang baru, baik berupa alat, ataupun yang berupa gagasan yang diciptakan oleh seorang individu atau serangkaian ciptaan para individu. Discovery baru menjadi invention kalau masyarakat sudah mengakui, menerima serta menerapkan penemuan baru itu. Sering kali proses dari discovery sampai ke invention membutuhkan suatu rangkaian penciptaan. Penemuan mobil, misalnya, dimulai dari usaha seorang Austria, yaitu S.

(10)

RPP SOSIOLOGI TP 2009/2010

10

Marcus (1857) yang membuat motor gas yang pertama. Sebetulnya sistem motor gas tersebut juga

merupakan suatu hasil dari rangkaian ide yang telah dikembangkan sebelum Marcus. Sungguhpun demikian, Marcuslah yang telah membulatkan penemuan tesebut, dan yang untuk pertama kali menghubungkan motor gas dengan sebuah kereta sehingga dapat berjalan tanpa ditarik seekor kuda. Itulah saatnya mobil menjadi suatu discovery.

Jadi, 30 tahun kemudian sesudah suatu rangkaian sumbangan dari sekian banyak pencipta lain yang menambah perbaikan mobil tersebut, barulah sebuah mobil dapat mencapai suatu bentuk sehingga dapat dipakai sebagai alat pengangkutan oleh manusia dengan cukup praktis dan aman. Bentuk mobil semacam itu yang mendapat paten di Amerika Serikat 1911 dapat disebut sebagai permulaan dari kendaraan mobil yang pada masa sekarang menjadi salah satu alat yang amat penting dalam kehidupan masyarakat manusia. Dengan tercapainya bentuk tersebut, kendaraan mobil menjadi suatu invention.

Pada saat menjadi invention, proses inovasi belum selesai. Sungguhpun kira-kira sesudah 1911 produksi mobil dimulai, mobil masih belum dikenal oleh seluruh masyarakat. Penyebaran alat pengangkutan tersebut masih harus disebarluaskan kepada khalayak ramai. Selain itu biaya produksi mobil demikian tingginya sehingga hanya suatu golongan kecil saja yang dapat membelinya. Satu persoalan lain yang juga harus dihadapi adalah apakah masyarakat sudah siap menerimanya karena misalnya diperlukan pembuatan jalan-jalan raya yang baru. Seluruh proses tersebut merupakan rangkaian proses inovasi dari sebuah mobil.

Penemuan-penemuan baru dalam kebudayaan jasmaniah atau kebendaan menunjukkan adanya berbagai macam pengaruh pada masyarakat. Pertama-tama, pengaruh suatu penemuan baru tidak hanya terbatas pada satu bidang tertentu saja, tetapi ia sering kali meluas ke bidang-bidang yang lainnya. Misalnya penemuan radio menyebabkan perubahan-perubahan dalam lembaga kemasyarakatan seperti pendidikan, agama, pemerintahan, rekreasi dan seterusnya.

Kemungkinan lain adalah perubahan-perubahan yang menjalar dari satu lembaga kemasyarakatan ke lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Penemuan baru kapal terbang membawa pengaruh pada metode peperangan, yang kemudian kian memperdalam perbedaan antara negara-negara besar dengan negara-negara kecil.

Beberapa jenis penemuan baru dapat pula mengakibatkan satu jenis perubahan sebagai berikut. Misalnya penemuan mobil, kereta api, telepon dan sebagainya menyebabkan tumbuhnya lebih banyak pusat kehidupan di daerah pinggiran kota yang dinamakan suburb.

3. Pertentangan (conflict) masyarakat

Pertentangan masyarakat mungkin pula menjadi sebab terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan. Pertentangan-pertentangan mungkin terjadi antara individu-individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. Umumnya masyarakat tradisional di Indonesia bersifat kolektif. Segala kegiatan didasarkan pada kepentingan masyarakat. Tidak jarang timbul pertentangan antara kepentingan individu dengan kepentingan kelompoknya.

4. Terjadinya pemberontakan atau revolusi

Revolusi yang meletus pada Oktober 1917 di Rusia telah menyulut terjadinya perubahan-perubahan besar Negara Rusia yang mula-mula mempunyai bentuk kerajaan absolut berubah menjadi diktator proletariat yang dilandaskan pada doktrin Marxis. Segenap lembaga kemasyarakatan, mulai dari bentuk negara sampai keluarga batih, mengalami perubahan-perubahan yang mendasar.

Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri, antara lain sebagai berikut:

a. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia

Terjadinya gempa bumi, topan, banjir dan lain-lain mungkin menyebabkan masyarakat-masyarakat yang mendiami daerah-daerah tersebut terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya.

b. Peperangan

c. Pengaruh kebudayaan lain

Apabila sebab-sebab perubahan bersumber pada masyarakat lain, itu mungkin terjadi karena kebudayaan dari masyarakat lin melancarkan pengaruhnya. Hubungan yang dilakukan secara fisik antara dua masyarakat mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbal balik. Artinya, masing-masing masyarakat memengaruhi masyarakat lainnya, tetapi juga menerima pengaruh dari masyarakat yang lain itu.

Namun apabila hubungan tersebut berjalan melalui alat-alat komunikasi massa, ada kemungkinan pengaruh itu hanya datang dari satu pihak saja, yaitu dari masyarakat pengguna alat-alat komunikasi tersebut. Sementara itu, pihak lain hanya menerima pengaruh tanpa mempunyai kesempatan memberikan pengaruh balik. Apabila pengaruh dari masyarakat tersebut diterima tidak karena paksaan, hasilnya dinamakan demonstration effect.

(11)

RPP SOSIOLOGI TP 2009/2010

11

Di dalam pertemuan dua kebudayaan tidak selalu akan terjadi proses saling memengaruhi. Kadangkala pertemuan dua kebudayaan yang seimbang akan saling menolak. Keadaan semacam itu dinamakan cultural animosity. Namun, apabila salah satu dari dua kebudayaan yang bertemu mempunyai taraf teknologi yang lebih tinggi, maka yang terjadi adalah proses imitasi, yaitu peniruan terhadap unsur-unsur kebudayaan lain.

 Mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi jalannya perubahan sosial: 1. Faktor-faktor yang mendorong jalannya proses perubahan

a. Kontak dengan kebudayaan lain

Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah diffusion. Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu kepada individu lain, dan dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Dengan proses tersebut, manusia mampu menghimpun penemuan-penemuan baru yang telah dihasilkan.

Ada dua tipe difusi, yaitu pertama difusi intramasyarakat dan kedua difusi antarmasyarakat. Difusi intramasyarakat terpengaruh oleh beberapa faktor misalnya:

1) Suatu pengakuan bahwa unsur yang baru tersebut mempunyai kegunaan

2) Ada tidaknya unsur-unsur kebudayaan yang memengaruhi diterimanya atau tidak diterimanya unsur-unsur yang baru

3) Unsur baru yang berlawanan dengan fungsi unsur lama, kemungkinan besar tidak akan diterima

4) Kedudukan dan peranan sosial dari individu yang menemukan sesuatu yang baru tadi akan memengaruhi apakah hasil penemuannya itu dengan mudah diterima atau tidak

5) Pemerintah dapat membatasi proses difusi tersebut

Difusi antarmasyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor pula, yaitu antara lain: 1) Adanya kontak antara masyarakat-masyarakat tersebut

2) Kemampuan untuk mendemonstrasikan kemanfaatan penemuan baru tersebut 3) Pengakuan akan kegunaan penemuan baru tersebut

4) Ada tidaknya unsur-unsur kebudayaan yang menyaingi unsut-unsur penemuan baru tersebut 5) Peranan masyarakat yang menyebarkan penemuan baru di dunia ini

6) Paksaan dapat juga dipergunakan untuk menerima suatu penemuan baru b. Sistem pendidikan formal yang maju

Pendidikan memberikan aneka macam kemampuan kepada individu. Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru dan juga bagaimana cara berpikir secara ilmiah.

c. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju

Apabila sikap tersebut melembaga dalam masyarakat, masyarakat merupakan pendorong bagi usaha-usaha penemuan baru.

d. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation), yang bukan merupakan delik

e. Sistem pelapisan sosial yang terbuka

Sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertikal yang luas atau berarti memberi kesempatan kepada para individu untuk maju atas dasar kemampuan sendiri.

f. Penduduk yang heterogen

g. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu h. Orientasi ke masa depan

i. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya 2. Faktor-faktor yang menghalangi terjadinya perubahan

a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat c. Sikap masyarakat yang sangat tradisional

d. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau vested interest e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan

f. Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap yang tertutup g. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis

h. Adat atau kebiasaan

i. Nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin dapat diperbaiki 3. Kegiatan Akhir (10’)

 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan tentang materi yang telah diajarkan

(12)

RPP SOSIOLOGI TP 2009/2010

12

 Menunjuk beberapa orang siswa untuk memberikan kesimpulan materi yang telah diajarkan

Pertemuan 7

1. Kegiatan Awal (10’)

 Memberikan kesempatan kepada siswa membaca materi pelajaran pada pertemuan yang lalu  Memberikan beberapa pertanyaan untuk mengulang materi yang telah diajarkan

 Menginformasikan tujuan pembelajaran untuk pertemuan kali ini yaitu proses perubahan sosial dan kebudayaan, arah perubahan dan modernisasi

2. Kegiatan Inti (115’)

 Mengkaji proses-proses perubahan sosial dan kebudayaan: 1. Penyesuaian masyarakat terhadap perubahan

Keserasian atau harmoni dalam masyarakat (social equilibrium) merupakan keadaan yang diidam-idamkan setiap masyarakat. Keserasian masyarakat dimaksudkan sebagai suatu keadaan di mana lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pokok benar-benar berfungsi dan saling mengisi. Setiap kali terjadi gangguan terhadap keadaan keserasian, masyarakat dapat menolaknya atau mengubah susunan lembaga-lembaga kemasyarakatannya dengan maksud menerima unsur yang baru.

Adakala unsur-unsur baru dan lama yang bertentangan secara bersamaan memengaruhi norma-norma dan nilai-nilai yang kemudian berpengaruh pula pada warga masyaraat. Itu berarti adanya gangguan yang kontinu terhadap keserasian masyarakat. Keadaan tersebut berarti bahwa ketegangan-ketegangan serta kekecewaan di antara para warga tidak mempunyai saluran pemecahan. Apabila ketidakserasian dapat dipulihkan kembali setelah terjadi suatu perubahan, keadaan tersebut dinamakan penyesuaian (adjusment). Bila sebaliknya yang terjadi, maka dinamakan ketidakpenyesuaian sosial (maladjustment)

2. Saluran-saluran perubahan sosial dan kebudayaan

Saluran-saluran perubahan sosial dan kebudayaan (channel of change) merupakan saluran-saluran yang dilalui oleh suatu proses perubahan. Umumnya saluran-saluran tersebut adalah lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam bidang pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama dan seterusnya.

3. Disorganisasi (disintegrasi) dan reorganisasi (reintegrasi)

Disorganisasi atau disintegrasi dapat dirumuskan sebagai suatu proses pudarnya norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat karena perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sementara itu, reorganisasi atau reintegrasi adalah suatu proses pembentukan norma-norma dan nilai-nilai baru agar serasi dengan lembaga kemasyarakatan yang telah mengalami perubahan.

Tahap reorganisasi dilaksanakan apabila norma-norma dan nilai-nilai yang baru telah melembaga dalam diri warga masyarakat. Berhasil atau tidaknya proses pelembagaan tersebut dalam masyarakat mengikuti formula sebagai berikut. Efektifitas menanam merupakan hasil positif penggunaan tenaga manusia, alat, organisasi dan metode di dalam menanamkan lembaga baru. Semakin besar kemampuan tenaga manusia, alat-alat yang dipakai dan sistem penanaman sesuai dengan kebudayaan masyarakat makin besar pula hasil yang dapat dicapai oleh usaha penanaman lembaga baru itu.

Akan tetapi, setiap usaha untuk menanam sesuatu unsur yang baru pasti akan mengalami reaksi dari beberapa golongan masyarakat yang merasa dirugikan. Kekuatan menentang masyarakat, itu mempunyai pengaruh negatif terhadap kemungkinan berhasilnya proses pelembagaan. Dengan demikian, jelaslah bahwa apabila efektivitas menanam kecil, sedangkan kekuatan menentang masyarakat besar, kemungkinan suksesnya proses pelembagaan menjadi kecil atau bahkan hilang sama sekali. Sebaliknya apabila efektivitas menanam besar dan kekuatan menentang masyarakat kecil, jalannya proses pelembagaan menjadi lancar.

Gambaran mengenai disorganisasi dan reorganisasi dalam masyarakat pernah digambarkan oleh William I Thomas dan Florian Znaniecki dalam karya klasiknya The Polish Peasant in Europe and America. Khusus tentang disorganisasi dan reorganisasi, mereka membentangkan pengaruh dari suatu masyarakat yang tradisional dan masyarakat yang modern terhadap jiwa para anggotanya. Watak atau jiwa seseorang paling tidak merupakan pencerminan kebudayaan masyarakat.

Pada masyarakat-masyarakat tradisional, aktivitas seseorang sepenuhnya berada di bawah kepentingan masyarakatnya. Segala sesuatu didasarkan pada tradisi dan setiap usaha untuk mengubah satu unsur saja. Itu berarti bahwa sedang ada usaha untuk mengubah struktur masyarakat seluruhnya. Struktur dianggap sesuatu yang suci, tak dapat diubah-ubah dengan drastis dan berjalan lambat sekali. Perubahan dari suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat yang modern akan mengakibatkan pula perubahan dalam jiwa setiap anggota masyarakat.

(13)

RPP SOSIOLOGI TP 2009/2010

13

Thomas dan Znaniecki menggambarkan betapa para petani Polandia yang pindah dari Eropa ke Amerika mengalami disorganisasi karena di tempat asalnya, mereka merupakan bagian dari masyarakat yang tradisional dan di Amerika mereka berhadapan dengan masyarakat modern yang mempunyai pola kehidupan yang berbeda. Timbullah disorganisasi, misalnya dalam keluarga batih. Orang tua di Eropa mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap anak-anaknya, tetapi di Amerika kekuasaan tadi menjadi pudar dan melemah. Dan dalam reorganisasi, timbullah norma-norma baru yang mengatur hubungan antara orang tua dengan anak-anak.

Mengkaji arah perubahan (Direction of Change)

Apabila seseorang mempelajari perubahan masyarakat, perlu pula diketahui ke arah mana perubahan dalam masyarakat itu bergerak. Hal yang jelas adalah perubahan bergerak meninggalkan faktor yang diubah. Akan tetapi, setelah meninggalkan faktor itu, mungkin perubahan itu bergerak kepada sesuatu bentuk yang sama sekali baru, mungkin pula bergerak ke arah suatu bentuk yang sudah ada di dalam waktu yang lampau. Usaha-usaha masyarakat Indonesia yang bergerak ke arah modernisasi dalam pemerintahan, angkatan bersenjata, pendidikan dan industrialisasi yang disertai dengan usaha untuk menemukan kembali kepribadian bangsa Indonesia merupakan contoh kedua arah yang berlangsung pada waktu yang sama dalam masyarakat kita. Guna memperoleh gambaran jelas mengenai arah perubahan akan diberikan suatu contoh yang diambil dari Social Changes in Yogyakarta.

Jauh sebelum orang Belanda datang ke Indonesia, orang Jawa telah mempunyai lembaga-lembaga pendidikan tradisionalnya. Dalam cerita-cerita wayang, sering diceritakan bahwa guru yang bijaksana, mengumpulkan kaum muda sebagai cantriknya di tempat kediamannya serta mengajarkan kepada mereka bagaimana caranya untuk dapat hidup sebagai warga masyarakat yang baik. Cantrik-cantrik tersebut hidup bersama-sama dengan guru mereka dalam pondok-pondok, di mana mereka bekerja untuk kelangsungan hidupnya dan kehidupan gurunya, sambil menerima ajaran-ajaran sang guru di sela-sela pekerjaan sehari-hari. Sistem tersebut berlangsung berabad-abad lamaya, baik waktu pengaruh Hindu, Buddha maupun Islam masuk hingga kini.

Dengan masuknya pengaruh Islam, para guru dinamakan Kiai, sedangkan pondok-pondok tersebut dinamakan pesantren yang artinya adalah tempat para santri (yaitu orang-orang yang mendalami ajaran-ajaran agama Islam). Banyak yang berguru pada para Kiai tersebut untuk mempelajari dan memperdalam ajaran agama Islam.

Akhir-akhir ini, banyak sekolah yang didirikan oleh lembaga-lembaga agama Islam di mana para siswa juga mendapatkan pelajaran mengenai hal-hal yang berhubungan dengan soal keduniawian. Sistem pendidikan yang demikian di Daerah Istimewa Yogyakarta tidak mengalami perubahan yang mencolok, kecuali para santri kemudian diperkenankan mengikuti pelajaran-pelajaran pada sekolah biasa di pagi hari. Seterusnya para siswa meminta agar diajarkan lebih banyak mengenai hal-hal yang menyangkut soal-soal kediawian, seperti sejarah, ilmu bumi, ilmu pasti, ilmu alam dan sebagainya supaya menyamai pelajaran-pelajaran yang diberikan pada sekolah-sekolah biasa.

 Mengkaji tentang modernisasi

Modernisasi mungkin merupakan persoalan menarik yang dewasa ini merupakan gejala umum di dunia ini. Kebanyakan masyarakat di dunia dewasa ini terkait pada jaringan modernisasi, baik yang baru memasukinya, maupun yang sedang meneruskan tradisi modernisasi. Secara historis, modernisasi merupakan suatu proses perubahan yang menuju pada tipe sistem-sistem soial, ekonomi, dan politik yang telah berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke-17 sampai 19. Sistem sosial yang baru ini kemudian menyebar ke negara-negara Eropa lainnya serta juga ke negara-negara Amerika Selatan, Asia, dan Afrika.

Pada dasarnya pengertian modernisasi mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri negara-negara barata yang stabil. Karakteristik umum modernisasi yang menyangkut aspek-aspek sosio-demografis masyarakat dan aspek-aspek sosio-demografis digambarkan dengan istilah gerak sosial (social mobility). Artinya suatu proses unsur-unsur sosial ekonomis dan psikologis mulai menunjukkan peluang-peluang ke arah pola-pola baru melalui sosialisasi dan pola-pola perilaku. Perwujudannya adalah aspek-aspek kehidupan modern seperti misalnya mekanisasi, mass media yang teratur, urbanisasi, peningkatan pendapatan perkapita dan sebagainya.

Modernisasi pada hakikatnya mancakup bidang-bidang yang sangat banyak. Syarat-syarat suatu modernisasi adalah sebagai berikut:

1. Cara berpikir yang ilmiah yang melembaga dalam kelas penguasa maupun masyarakat 2. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi

3. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teraur dan terpusat pada suatu lembaga atau badan tertentu

(14)

RPP SOSIOLOGI TP 2009/2010

14

4. Penciptaan iklim yang favorable dari masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaan

alat-alat komunikasi massa.

5. Tingkat organisasi yang tinggi, di satu pihak berarti disiplin, sedangkan di lain pihak berarti pengurangan kemerdekaan

6. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial (social planning) 3. Kegiatan Akhir (10’)

 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan tentang materi yang telah diajarkan

 Menunjuk beberapa orang siswa untuk memberikan kesimpulan materi yang telah diajarkan E. Alat, bahan dan sumber belajar

 Wikipedia ensiklopedi, Sosiologi suatu pengantar (Soerjono Seokanto), Sosiologi (Paul B Horton dan Charles L Hunt)

 Sumber dari artikel, internet dan bahan lain yang relevan F. Penilaian

a. Jenis tagihan : soal esai

1. Apa yang kamu ketahui tentang perubahan sosial budaya? 2. Jelaskan faktor-faktor pendorong perubahan sosial

3. Apa pendapat Auguste Comte tentang perubahan masyarakat? 4. Jelaskan konsep cultural lag dari William F Ogburn!

5. Apa yang kamu ketahui tentang cultural animosity? b. Bentuk instrumen : uraian

Muara Bulian, 21 Juli 2009

Mengetahui

Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran

Nuriwan Bhakti, S.Pd Hefri Asra Omika, S.Sos

(15)

RPP SOSIOLOGI TP 2009/2010

15

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Satuan Pendidikan : SMA NEGERI 1 BATANGHARI Mata Pelajaran : SOSIOLOGI

Kelas / semester : XII IPS/ 1 Pertemuan ke : 8, 9

Alokasi waktu : 6 x 45 menit

Standar kompetensi : Memahami lembaga sosial

Kompetensi dasar : Mendeskripsikan hakekat lembaga sosial Indikator :  Mendeskripsikan pengertian lembaga sosial

 Mendeskripsikan unsur lembaga sosial  Mendeskripsikan fungsi lembaga sosial A. Tujuan Pembelajaran

1. Siswa dapat menjelaskan pengertian lembaga

2. Siswa dapat menjelaskan unsur dan fungsi lembaga sosial B. Materi Pokok / Pembelajaran

 Lembaga sosial C. Metode Pembelajaran

Studi pustaka, ceramah, tugas mandiri dan diskusi kelompok

D. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 8

1. Kegiatan Awal (10’)

 Mempersiapkan siswa dengan membaca absen

 Memotivasi siswa untuk mengetahui lebih lanjut peran dan fungsi lembaga dengan menceritakan kisah “duel kehormatan”. Duel kehormatan adalah perkelahian satu lawan satu karena merasa atau memang sungguh-sungguh dihina atau diremehkan. Praktek seperti itu, yang sangat dipermudah oleh model pakaian sehari-hari yang dilengkapi sebilah pedang, tampaknya telah tersebar dari Italia ke seluruh benua Eropa sejak akhir abad kelimabelas. Pada waktu itu, Italia adalah pusat keahlian memainkan pedang secara profesional. Dan setelah duel kehormatan tersebar luas, berduyun-duyunlah para bangsawan Eropa ke Milan untuk mempelajari sabetan-sabetan rahasia dari para jago anggar. Orang bisa berkelahi hanya karena alasan yang sangat remeh dan seringkali pada awalnya tidak ada saksi. Namun, setelah kerahasiaan tadi sering disalah gunakan (misalnya, serangan secara tiba-tiba), maka segeralah menjadi lazim orang yang berduel disertai oleh teman-temannya. Kemudian teman-teman ini pun ikut juga berkelahi untuk membuktikan kesetiaannya kepada temannya.

2. Kegiatan Inti (115’)

 Mengkaji konsep lembaga sosial

Lembaga adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting, atau secara formal, sekumpulan kebiasaan dan tata kelakuan yang berkisar pada suatu kegiatan pokok manusia.

Lembaga dan asosiasi

Berikut ini adalah perbedaan antara lembaga dan asosiasi. Lembaga perbankan merupakan prosedur yang dibakukan untuk mengelola transaksi keuangan tertentu; bankir adalah orang yang memimpin transaksi tersebut; bank adalah sekelompok bankir yang terorganisasi (bersama-sama para karyawannya). Yang perlu kita ingat hanyalah bahwa lembaga selalu merupakan sistem gagasan dan perilaku yang teorganisasi. Setiap lembaga mempunyai asosiasinya, dan melalui asosiasi itulah norma-norma lembaga dilaksanakan.

 Mengkaji perkembangan lembaga Proses Pelembagaan

Pelembagaan (institutionalization) terdiri dari penetapan norma-norma yang pasti yang menentukan posisi status dan fungsi peranan untuk perilaku. Suatu norma merupakan sekelompok harapan perilaku. Pelembagaan mencakup penggantian perilaku spontan atau eksperimental dengan perilaku yang diharapkan, dipolakan, teratur dan dapat diramalkan. Suatu debat kusir di warung kopi

(16)

RPP SOSIOLOGI TP 2009/2010

16

bukanlah perilaku yang melembaga; sedang suatu pertandingan tinju profesional adalah perilaku yang melembaga. Seperangkat hubungan sosial melembaga apabila:

1. Sudah dikembangkan suatu sistem yang teratur tentang status dan peran 2. Sistem harapan status dan peran sudah umum diterima masyarakat Peran Individu dalam perilaku lembaga

Peran yang dilembagakan adalah seperangkat harapan perilaku yang membatasi kebebasan seseorang untuk memilih. Semua hakim di pengadilan bertindak kurang lebih sama dengan yang lain, tetapi pada waktu yang lain berbeda. Setiap ulama memperoleh hak dan kewajiban yang secara terperinci ditentukan oleh peran lembaga; menyimpang dari peran yang diharapkan adalah berbahaya. Bahkan kebebasan presiden dan raja yang tampaknya sangat berkuasa, untuk bertindakpun sangat terbatas. Ketika Edward VIII bersikeras mengawini seorang wanita yang telah diceraikan, ia dipaksa turun tahta. Ketika Richard Nixon berusaha menyembunyikan skandal, ia dipaksa berhenti sebagai Presiden Amerika.

Perilaku peran yang dilembagakan diarahkan oleh harapan peran, bukan oleh preferensi pribadi. Kerapkali seorang karyawan yang dipromosikan menjadi seorang supervisor tetap mencoba mempertahankan persahabatannya dengan kerabat kerjanya yang lama; usaha semacam itu jarang berhasil, karena jabatannya yang baru sebagai atasan menuntut untuk mengganti pola hubungan dengan teman-temannya.

Benarlah bahwa perbedaan kepribadian individu dalam arti tertentu sungguh-sungguh mempengaruhi perilaku lembaga. Ada supervisor yang cemberut, tetapi ada juga yang ceria; ada profesor yang menarik, tetapi ada juga yang membosankan waktu memberi kuliah. Namun, perbedaan pribadi itu ada batasnya dan tidak begitu kentara karena tuntutan peran. Konflik yang timbul dalam perkumpulan seringkali disebabkan oleh perselisihan pribadi tetapi lebih sering lagi oleh bentrokan peran-peran lembaga. Supervisor dengan inspektor berselisih karena sepervisor berkeras mempertahankan kelangsungan produksi, sedangkan inspektor selalu mencari kekurangan atau cacat dan bersikeras memperbaikinya. Seorang Kepala Sekolah yang menolak gagasan dari guru dalam suatu rapat yang berujung pada perselisihan. Peran yang dilembagakan seringkali menuntut seseorang untuk mengambil tindakan yang membuat marah orang lain.

3. Kegiatan Akhir (10’)

 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan tentang materi yang telah diajarkan

 Mengajukan beberapa pertanyaan penutup kepada siswa untuk mengecek pemahaman siswa terhadap materi pelajaran

 Menunjuk beberapa orang siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran

Pertemuan 9

1. Kegiatan Awal (10’)

 Mempersiapkan siswa dengan membaca absen

 Mengajukan pertanyaan tentang materi sebelumnya untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa. 2. Kegiatan Inti (115’)

 Mengkaji unsur-unsur lembaga 1. Simbol Kebudayaan

Manusia telah menciptakan berbagai simbol yang berfungsi untuk mengingatkannya dengan cepat akan suatu lembaga. Kesetiaan warga negara kepada pemerintah diingatkan oleh bendera; terhadap keluarga oleh cincin; terhadap sekolah oleh seragam sekolah; terhadap agama oleh kitab suci, tasbih, ka’bah dan seterusnya. Musik juga mempunyai arti simbolis. Lagu kebangsaan, mars sekolah dan lagu-lagu iklan semuanya menggunakan seni musik untuk menguatkan ikatan-ikatan lembaga. Gedung juga dapat menjadi simbol lembaga. Oleh karena itu sulit untuk membayangkan kampung halaman tanpa rumah, agama Islam tanpa Mesjid, pendidikan tanpa gedung sekolah, atau negara tanpa istana

2. Kode Perilaku

Orang yang terlibat dalam perilaku lembaga haruslah dipersiapkan untuk melaksanakan perannya secara tepat. Peran itu seringkali diungkapkan dalam kode (norma) yang resmi, seperti sumpah kesetiaan terhadap negara, janji perkawinan, supah profesi medis dan kode etik beberapa kelompok lain.

Suatu kode perilaku yang resmi betapapun mengesankan, tidak menjamin pelaksanaan peran secara tepat. Suami atau istri bisa mengingkari janji perkawinan, seorang warga negara yang dengan menggebu-gebu mengucapkan kesetiaannya terhadap negara bisa menghindari pembayaran pajak, seorang umat

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari itu dibuat sebuah rancang bangun sistem informasi akuntansi penerimaan dan pengeluaran kas pada Kantor Camat Pontianak Timur yang menggunakan model

16 Saya merasa bila atasan saya tidak keberatan melakukan hal yang cukup sulit untuk membantu saya dalam hal pekerjaan. SS S N TS

[r]

Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayah yang berbeda pada masing – masing daerah serta terpusatnya pembangunan pada suatu daerah dapat menciptakan

dana APBN sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan yang telah ditetapkan... Pengawasan maupun perencanaan internal yang baik dalam

Pasar Grosir dan / atau pertokoan adalah tempat penjualan berbagai jenis barang dan fasilitas pasar / pertokoan yang dikontrakkan, disediakan / diselenggarakan

KREATIVITAS SISWA BERDASARKAN IKLIM KEHIDUPAN KELUARGA DAN JENIS KELAMIN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

Pada hari ini, Rabu tanggal Dua belas bulan Oktober tahun dua ribu sebelas, Panitia Pengadaan (untuk paket pekerjaan tersebut diatas) pada Dinas Pertambangan dan Energi