• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nanas memiliki nama latin Ananas Cosmosus dan termasuk dalam devisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nanas memiliki nama latin Ananas Cosmosus dan termasuk dalam devisi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Nanas

Nanas memiliki nama latin Ananas Cosmosus dan termasuk dalam devisi

Spermatophyla, sub devisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae. Tanaman

nanas memiliki ciri – ciri sebagai tanaman tahunan dengan tinggi antara 50cm – 150cm dengan bunga majemuk dan memiliki beberapa kandungan kimia, diantaranya mengandung , tlavonoida dan polifenol. Masyarakat mengenal nanas sebagai buah yang memiliki khasiat sebagai obat cacing, obat demam, pelancar air seni dan memperbaiki sitem pencernaan. Kandungan nutrient buah nanas diantaranya adalah karbohidrat dan gula yang cukup tinggi (Kusmanto, 2013). Menurut Wijana, dkk (1991) kulit nanas mengandung 81.72% air, 20.87% serat kasar, 17.53% karbohidrat, 4.41% protein dan 13.65% gula reduksi. Sedangkan komposisi limbah kulit nanas dapat dilihat pada table berikut ini.

Tabel 2.1. Hasil Analisis Proksimat Limbah Kulit Nanas Berdasarkan Berat Basah (Wijana, 1991).

No. Komposisi Rata – Rata Berat Basah (%)

1 Air 6.7 2 Protein 0.69 3 Lemak 0.02 4 Abu 0.48 5 Serat Basah 1.66 6 Karbohidrat 10.54

Tanaman nanas telah ada dan berkembang biak sejak lama di Indonesia. Menurut Morton (1987), tanaman nanas berasal dari Amerika Selatan. Nanas merupakan tanaman buah yang selalu tersedia sepanjang tahun. Bulan – bulan panen besar adalah Desember, Januari, dan Juli. Komponen utama yang

(2)

mendukung peran nanas sebagai bahan dasar media bagi pembentukan nata adalah gula. Kandungan gula yang terlalu tinggi justru bisa menghambat proses fermentasi. Kandungan gula yang terbaik untuk proses fermentasi adalah 12 – 18% (Muljohardjo, 1984).

Pemanfaatan nanas hanya sebatas pada daging buahnya saja, kulit dan batang atau bonggolnya belum dimanfaatkan hanya dibuang begitu saja sebagai sampah. Hasil analisa yang telah dilakukan pada kulit atau limbah nanas, disajikan dalam Tabel 2.2. Hasil analisa menunjukan adanya karbohidrat (glukosa, fruktosa, dan sukrosa). Sehingga merupakan potensi yang baik sebagai bahan baku untuk proses fermentasi. Dengan demikian perlu dipikirkan bagaimana dapat memanfaatkan kulit nanas menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomis dan tidak menimbulkan pencemaran pada lingkungan. Limbah padat ini masih juga mengandung mineral – mineral seperti Fe, Ca, Mn, Mg, Cu, Cd, Na, K sehingga juga dapat mengurangi unsur mikro maupun makro pada proses fermentasi (Widayat, dkk, 2005).

Tabel 2.2. Karakteristik Filtrat Limbah Kulit dan Bonggol Nanas Parameter Abdullah, 1998 Sasaki, 1992 Aprilitasari, 2003 Buah Nanas, Krueger,dkk, 1992 Philipina Thailand COD (gr/lt) 57 100.8 62.61 - - pH 4 4 4 - - Gula Reduksi (gr/lt) 23.7 39.2 - - - Sukrosa (gr/lt) 6.54 40.1 46.85 28.1 65.3 Glukosa (gr/lt) 9 23.6 17.92 41.8 37.1 Fruktosa (gr/lt) 9.88 14.0 10.7 41.4 33.6

Protein yang terlarut 1.05 0.9 0.927 - -

Jml Nitrogen (gr/lt) 0.86 0.2 - - -

Derajat Keasaman (gr/lt)

0.48 - - 6.8 4.6

(3)

Parameter Abdullah, 1998 Sasaki, 1992 Aprilitasari, 2003 Buah Nanas, Krueger,dkk, 1992 Philipina Thailand Asam asetat (gr/lt) - - 3.325 - - Fe 18.9 5.43 - - - Ca 89 3.31 - - - Mn 1.7 13.97 - - - Mg 53 62.50 - - - Cu 1 2.02 - - - Cd 0 0.03 - - - Na 382 8.61 - - - K 425 - 340.71 1340 1150 SO4-2 5.643 169.7 - - - PO4-3 0 223.8 - - - NO33 12.4 - - - - Cl-1 105 - - - - P 12 - - - -

(Sasaki, 1992; Abdullah,1998; Aprilitasari, 2003)

2.2. Fermentasi

Fermentasi adalah salah satu reaksi oksidasi reduksi di dalam sistem biologi yang menghasilkan energi, dimana sebagai donor dan akseptor elektron adalah senyawa organik. Makanan yang dibuat dengan fermentasi mampu memperpanjang daya simpan suatu produk. Fermentasi berasal dari bahasa latin ferfere yang artinya mendidihkan, yaitu berdasarkan ilmu kimia terbentuknya gas – gas dari suatu cairan kimia, gas yang terbentuk adalah karbondioksida. Secara umum fermentasi adalah reaksi oksidasi-reduksi, dimana zat yang dioksidasi (pemberi elektron) maupun zat yang direduksi (penerima elektron) adalah zat organik dengan melibatkan mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan ragi. Zat organik yang digunakan umumnya glukosa yang dipecah menjadi aldehid, alkohol atau asam (Effendi, 2009)

(4)

Menurut Rahman (1989), ada tujuh hal pokok yang harus diperhatikan dalam proses fermentasi yaitu:

a) Mikroba

Jenis serta jumlah mikroba yang digunakan selama proses fermentasi akan mempengaruhi hasil fermentasi. Jika jumlah mikroba yang digunakan terlalu sedikit, maka hasil fermentasi tidak akan menjadi sempurna. Mikroba yang digunakan dalam proses fermentasi juga harus memenuhi beberapa kriteria yaitu: Sehat dan berada dalam keadaan aktif sehingga dapat mempersingkat fase adaptasi, tersedia cukup sehingga dapat menghasilkan inokulum dalam takaran yang optimum, berada dalam bentuk morfologi yang sesuai, bebas kontaminasi, dapat mempertahankan kemampuannya membentuk produk.

b) Lama Fermentasi

Waktu antara masing-masing pembelahan sel berbeda-beda tergantung dari spesies dan kondisi lingkungannya, tetapi untuk kebanyakan bakteri waktu ini berkisar antara 10-60 menit. Tipe pertumbuhan yang cepat ini disebut pertumbuhan logaritmis atau eksponensial karena bila log jumlah sel digambarkan terhadap waktu dalam grafik akan menunjukan garis lurus. Tetapi pada kenyataannya tipe pertumbuhan eksponensial ini tidak langsung terjadi pada saat sel dipindahkan ke medium pertumbuhan dan tidak terjadi secara terus menerus. c) Medium Fermentasi

Yaitu merupakan bahan yang terdiri dari campuran nutrisi yang dapat digunakan untuk isolasi, memperbanyak, pengujian sifat fisiologi, dan perhitungan jumlah bakteri. Medium merupakan faktor penentu yang utama

(5)

berhasil tidaknya suatu proses fermentasi. Jadi dijaga agar tidak kontaminan dengan bakteri lain.

d) Fermentor

Fermentor sangan berpengaruh, karena jika kurang bersih akan berpengaruh pada hasil. Jika digunakan baki plastik selain jenis polipropena (PP) akan mempengaruhi produk. Karena plastic jenis selain PP itu akan bereaksi apabila terkena panas.

e) Oksigen

Tersedianya oksigen dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu aerob obligat (tumbuh jika persediaan oksigen banyak), aerob fakultatif (tumbuh jika oksigen cukup, juga dapat tumbuh secara anaerob), anaerob obligat (tumbuh jika tidak ada oksigen) dan anaerob fakultatif (tumbuh jika tidak ada oksigen juga dapat tumbuh secara aerob).

f) Suhu

Suhu sangat berpengaruh terhadap proses fermentasi. Setiap makanan yang melalui proses pemasakan, harus benar-benar didiamkan hingga dingin sebelum diberikan mikroba. Selain itu setiap mikroba memiliki suhu minimal, suhu maksimal serta suhu optimal pertumbuhan. Pada suhu optimal ini, mikroba dapat berkembang dengan sangat baik dan mempercepat proses fermentasi yang berlangsung.

g) pH

Tingkat keasaman suatu makanan yang difermentasi juga akan mempengaruhi proses fermentasi. Kondisi keasaman atau pH yang paling baik

(6)

untuk proses pertumbuhan bakteri yaitu 3,5 hingga 5,5. Setiap mikroba memiliki sifat yang berbeda dan kebutuhan yang berbeda pula untuk dapat tumbuh dengan baik. Memahami sifat dan kondisi yang dibutuhkan mikroba yang digunakan untuk proses fermentasi, akan membantu kita mendapatkan hasil fermentasi yang terbaik.

Proses fermentasi menurut Judoamidjojo, dkk (1992) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kadar gula, oksigen, pH, medium, CO2, nitrogen, mineral, faktor tumbuh, suhu, tekanan medium dan tekanan udara. Pada saat awal, selulosa dibentuk hanya dipermukaan yang langsung bersentuhan dengan udara karena sifat dari bakteri ini aerob. Selama proses fermentasi dijaga agar tidak ada goncangan, maka gel akan terus tumbuh kedalam permukaan dimana oksigen masuk melalui gel sampai tidak dapat menembus permukaan gel. Faktor nutrisi dan kondisi fermentasi mempengaruhi ketebalan nata yang dihasilkan (Budhiono, Rosidi et al, 1999; Iguchi, Yamanaka et al, 2000).

Mekanisme pembentukan gel dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada saat awal pertumbuhan bakteri akan meningkat dengan konsumsi oksigen sebelum terbentuk lapisan yang ditandai dengan berkeruhnya larutan. Ketika pertumbuhan tersebut, hanya bakteri yang berada dalam permukaan yang bisa kontak dengan udara akan menghasilkan selulosa dengan bentuk lembaran gel. Setelah terbentuk lapisan selulosa yang menutupi konsumsi oksigen, bakteri tidak mengalami pertumbuhan secara eksponensial akan tetapi berada pada fase stationary. Pada saat ini bakteri dapat dikatakan tidur sampai digunakan untuk kultur baru (Iguchi, Yamanaka et al, 2000; Skinner & Cannon, 2000).

(7)

2.3.Bakteri Acetobacter xylinum

Mayukazumi (2012), meyebutkan bahwa bakteri Acetobacter xylinum dapat diklasifikasikan dalam golongan:

Kingdom : Bacteria Phylum : Proteobacteria Class : Alphaproteobacteria Order : Rhodospirillales Family : Acetobacteraceae Genus : Acetobacter Specific descriptor : Aceti Subspecies : xylinum

Scientific name : Acetobacter aceti xylinum

Gambar 2.1 Scanning electronmicrograph of freeze-dried surface of

bacterial cellulose gel (Iguchi, Yamanaka et al, 2000)

Starter nata merupakan mikroorganisme yang diinokulasi kedalam medium fermentasi pada saat fase pertumbuhan eksponensial. Starter yang baik

(8)

memenuhi kriteria sebagai berikut: sehat dan aktif, dapat digunakan dalam jumlah medium fermentasi, bebas kontaminasi, serta dapat membatasi kemampuannya untuk memproduksi produk akhir. Starter yang digunakan pada pembuatan nata

de pina biasanya berasal dari kultur cair yang disimpan selama 10 hari sejak

inokulum (Collado, 1986; Nurmiati, 2010). Dalam gambar 2.1 berikut memperlihatkan bentuk bakteri Acetobacter xylinum yang dilihat menggunkan mikroskop elektron. Dapat dilihat bahwa warna dari Acetobacter xylinum berwarna putih dan berbentuk basil.

Starter dibuat dengan tujuan memperbanyak jumlah bakteri Acetobacter

xylinum sehingga enzim yang dihasilkan lebih banyak dan reaksi pembentukan nata dapat berjalan lebih lancar. Tujuan lainnya adalah agar bakteri asing dapat

terhambat pertumbuhannya karena jumlah Acetobacter xylinum dari media padat ke media cair (Suryani, dkk, 2005).

Acetobacter xylinum mempunyai tiga enzim yang aktif, yaitu enzim

kinase, enzim ekstraseluler selulosa polymerase, dan enzim protein sintesase. Enzim ekstraseluler selulosa polymerase aktif pada pH 4 yang berfungsi untuk membentuk benang-benang selulosa (nata). Enzim protein sintetase aktif pada pH 3-6 yang berfungsi untuk mengubah makanan yang mengandung C, H, O, dan N menjadi protein (Jay, Loessner et al, 2005). Dalam medium cair, Acetobacter

xylinum mampu membentuk suatu lapisan yang dapat mencapai ketebalan

beberapa centimeter. Bakteri terperangkap dalam benang-benang yang dibuatnya. Untuk menghasilkan massa yang kokoh, kenyal, tebal, putih, dan tembus pandang perlu diperhatikan suhu fermentasi (inkubasi), komposisi medium dan pH medium (Iguchi, Yamanaka et al, 2000).

(9)

Adapun tahap-tahap pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum dalam kondisi normal dapat dilihat pada gambar 2.2 (Rao, 2005):

Gambar 2.2 Tahap-tahap pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum dalam kondisi normal

a. Fase Adaptasi

Bakteri Acetobacter xylinum tidak akan langsung tumbuh dan berkembang saat dipindahkan ke media baru. Bakteri akan menyesuaikan diri dengan substrat dan kondisi lingkungan barunya atau disebut dengan fase adaptasi. Meskipun tidak mengalami perbanyakan sel, pada fase ini terjadi aktivitas metabolisme dan pembesaran sel. Lama fase ini ditentukan oleh medium dan lingkungan pertumbuhan serta jumlah inokulum. Fase adaptasi bagi Acetobacter xylinum dicapai antara 0-24 jam atau 1 hari sejak inokulasi. Makin cepat fase ini dilalui, makin efisien proses pembentukan nata yang terjadi.

b. Fase Pertumbuhan Awal

Pada fase ini, sel mulai membelah dengan kecepatan rendah. Fase ini menandai diawalinya fase pertumbuhan eksponensial. Fase ini dilalui dalam beberapa jam.

(10)

c. Fase Pertumbuhan Eksponensial

Fase ini disebut juga sebagai fase pertumbuhan logaritmik, yang ditandai dengan pertumbuhan yang sangat cepat. Untuk bakteri Acetobacter

xylinum fase ini dicapai dalam waktu antara 1-5 hari tergantung pada kondisi

lingkungan. Bakteri Acetobacter xylinum mengeluarkan enzim ekstraseluler polimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa. Fase ini sangat menentukan tingkat kecepatan suatu strain

Acetobacter xylinum dalam membentuk nata.

d. Fase Pertumbuhan Lambat

Pada fase ini, terjadi pertumbuhan yang diperlambat karena ketersediaan nutrisi telah berkurang, terdapatnya metabolik yang bersifat toksit yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan umur sel telah tua. Pada fase ini, pertumbuhan tidak lagi stabil tetapi jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak diproduksi pada fase ini.

e. Fase Pertumbuhan

Pada fase ini, jumlah sel yang tumbuh relatif sama dengan jumlah sel yang mati. Penyebabnya adalah di dalam media terjadi kekurangan nutrisi, pengaruh metabolit toksit lebih besar dan umur sel semakin tua. Namun, pada fase ini, sel akan lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim jika dibandingkan dengan ketahanannya pada fase yang lain. Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini.

f. Fase Menuju Kematian

Pada fase ini, bakteri mulai mengalami kematian karena nutrisi telah habis dan sel kehilangan banyak energi cadangannya.

(11)

g. Fase Kematian

Pada fase ini, sel dengan cepat mengalami kematian, dan hampir merupakan kebalikan dari fase logaritmik. Sel mengalami lisis dan melepaskan komponen yang terdapat didalamnya. Kecepatan kematian dipengaruhi oleh nutrisi, lingkungan dan jenis bakteri. Untuk Acetobacter

xylinum, fase ini dicapai setelah hari kedelapan hingga kelima belas. Pada

fase ini, Acetobacter xylinum tidak baik apabila digunakan sebagai bibit nata.

2.4. Nata

Nata adalah bahan menyerupai gel (agar-agar) yang terapung pada

medium yang mengandung gula dan asam hasil bentukan mikroorganisme

Acetobacter xylinum (Argo & Wahyu, 2015). Nata adalah substansi yang

terbentuk di permukaan cairan nutrient, yang sebenarnya merupakan polikel atau polisakarida ekstraseluler yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum yang terakumulasi dan terapung-apung di permukaan cairan nutrient. Adanya gas-gas CO2 yang dikeluarkan oleh bakteri Acetobacter xylinum saat-saat metabolisme yang menempel pada fibril-fibril polisakarida ekstraseluler yang menyebabkan terapung. Nata akan tampak sebagai suatu massa fibril tidak beraturan yang menyerupai benang atau kapas apabila dilihat di bawah mikroskop. Nata adalah salah satu jenis makanan berbentuk gel (agar-agar) dengan tekstur agak kenyal, padat, putih, dan sedikit transparan (Sutarminingsih, 2004).

Nata berasal dari bahasa Spanyol yang apabila diterjemahkan ke dalam

bahasa latin menjadi “natare” yang berarti terapung-apung. Nata dihasilkan dari proses fermentasi pada substrat yang mengandung gula dan nitrogen pada pH

(12)

yang sesuai dengan perkembangan bakteri Acetobacter xylinum. Dalam pembuatan massa nata diperlukan gula, asam organik dan mineral. Mineral dan asam organik ini dibutuhkan sebagai komponen metabolisme dalam pembentukan kofaktor enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum (Susanti, 2006).

Bakteri pembentuk nata yaitu Acetobacter xylinum yang dapat tumbuh dan berkembang membentuk nata karena adanya kandungan air, protein, lemak, karbohidrat, dan beberapa mineral pada substrat sebagai nutrisinya. Tidak semua nutrisi yang ada pada substrat dapat terpenuhi maka perlu adanya tambahan nutrisi yang diberikan berupa sukrosa (karbon), urea (nitrogen), dan (vitamin) vitamin B kompleks (Argo & Wahyu, 2015).

Pembentukan nata memerlukan starter sebanyak 10-20% dari volume media sebagai starter mikroba (Saragih, 2004). Dengan adanya jumlah stater yang sesuai, maka bakteri dapat mencapai pertumbuhan secara optimum. Umur kultur

Acetobacter xylinum yang digunakan dalam fermentasi berpengaruh terhadap

pembentukan nata (Saragih, 2004).

Bahan yang berbasis kearifan lokal yang bisa dijadikan nata adalah bahan yang mengandung karbohidrat seperti jagung, beras, singkong, aloe vera, tomat, ubi-ubian, air kelapa, limbah nanas, limbah cair tahu dapat difermentasi menjadi produk nata. Air kelapa sebagai bahan baku disebut nata de coco, limbah buah nanas sebagai nata de pina, limbah cair tahu sebagai nata de soya dan lidah buaya sebagai nata de aloe vera dan limbah air cucian beras sebagai nata de leri. (Warisno, 2009).

Gambar

Tabel 2.1.   Hasil  Analisis  Proksimat  Limbah  Kulit  Nanas  Berdasarkan Berat Basah (Wijana, 1991)
Gambar 2.1   Scanning  electronmicrograph  of  freeze-dried  surface  of  bacterial cellulose gel (Iguchi, Yamanaka et al,  2000)
Gambar 2.2   Tahap-tahap pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum  dalam kondisi normal

Referensi

Dokumen terkait

Yaitu merupakan bahan yang terdiri dari campuran nutrisi yang dapat digunakan untuk isolasi, memperbanyak, pengujian sifat fisiologi, dan perhitungan jumlah

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah etanol yang dihasilkan dari fermentasi adalah mikroorganisme dan media yang digunakan, adanya komponen media yang dapat

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian senyawa tersebut

Proses pembuatan biogas ini sering disebut dengan proses fermentasi anaerob (tidak ada oksigen).Pada umumnya semua jenis bahan organik bisadiproses untuk menghasilkan biogas

Dalam proses fermentasi tempe kedelai, substrat yang digunakan adalah biji kedelai yang telah direbus dan mikroorganisme yang digunakan berupa kapang antara lain

Mikroorganisme yang melakukan fermentasi pada produk fermentasi sayuran adalah dari jenis bakteri penghasil asam laktat.. Berbagai jenis mikroorganisme yang dapat

Kosmetika dekoratif terdiri atas bahan aktif berupa zat warna dalam berbagai bahan dasar (bedak, cair, minyak, krim, tingtur, aerosol) dengan pelengkap bahan pembuat stabil

Untuk memperoleh lahan yang benar- benar sesuai diperlukan suatu kriteria lahan yang dapat dinilai secara objektif dan menunjukkan karakteristik lahan yang digunakan sebagai