• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANUNGGALING KAWULO GUSTI DALAM SERAT DEWA RUCI DAN INJIL YOHANES 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANUNGGALING KAWULO GUSTI DALAM SERAT DEWA RUCI DAN INJIL YOHANES 1"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MANUNGGALING KAWULO GUSTI

DALAM SERAT DEWA RUCI DAN INJIL YOHANES

1

OLEH: Pdt. (Em) Sularso Sopater, D.Th.

Pengantar

Pemakalah, sebagai suatu pertanggungjawaban, perlu lebih dahulu mengungkapkan perasaan hatinya, bahawa sebenarnya dirinya hanya berperan sebagai timun wungkuk tambal butuh (= mentimun bengkok, untuk tambah-tambah dalam memenuhi kebutuhan) karena merasa tidak layak mengemban tugas sebagai nara sumber dalam seminar yang sepenting ini, oleh keterbatasan-keterbatasan yang disandangnya.

Panitia Seminar mula-mula memintanya untuk menulis makalah mengenai Pantheisme dalam Naskah Kristen dalam rangka Seminar Pantheisme (Manunggaling Kawulo Gusti dalam Naskah Nusantara). Permintaan itu sukar dilakukan karena tidak mudah menemukan naskah Kristen yang memuat Pantheisme, oleh karena pada prinsipnya panteisme itu ditolak oleh ajaran iman Kristen. Masih tersisa kemungkinan adanya kelompok tertentu di Kalangan Kristen yang menganut Pantheisme? Pemakalah ini sampai kini belum mempunyai akses terhadap naskah seperti itu. Ini menjadi tugas penelitian di waktu mendatang.

Berdasarkan percakapan dengan Panitia Seminar, kemudian disepakati untuk mengubah judul makalah menjadi seperti yang tersebut pada judul makalah ini. Pilihan ini bukan sesuatu yang baru, karena dalam bingkai yang lebih luaspada tahun 1956 DR A. Wind telah menulis tentang Leven en Dood in het Evangelie van Johannes en in de Serat Dewa Rutji ( = Kehidupan dan Kematian dalam Injil Yohanes dan Serat Dewa Ruci). Namun dalam bingkai yang lebih sempit makalah ini mungkin ada juga faedahnya, utamanya untuk angkatan yang tidak membaca naskah berbahasa Belanda.

Pemakalah sebetulnya hanya termasuk penutur bahasa Jawa biasa, karena tidak mendalami Sastra Jawa secara bersungguh-sungguh. Akibatnya ia hanya mampu menggunakan sumber-sumber sekunder dan tersier, hingga barang tentu kurang bermutu secara ilmiah. Itupun aksesnya amat terbatas karena waktu dan keadaan. Pengenalannya terbatas terhadap Injil Yohanes terjadi dalam studinya di bidang teologi Kristen. Mengingat ruang dan waktu seminar yang terbatas, maka penyajian dan bahasan dalam makalah ini dibuat langsung dan lugas. Demikian pengantar ini dibuat untuk untuk lebih memahami pemilihan judul dan kadar isi makalah ini.

1Makalah ini disajikan dalam Seminar Naskah Kuna Nusantara - Pantheisme : Manunggaling Kawulo lan Gusti

diselenggarakan Perpustakaan Nasional RI, Jakarta 5-6 September 2007

(2)

Manunggaling Kawulo Gusti dalam Serat Dewa Ruci

Serat Dewa Ruci, menurut para ahli, pada intinya menuturkan perjalanan mistik Bima mengikuti alur tahapan-tahapan yang lazim dikenal di kalangan Kebatinan Jawa. Pada Tahap Sarengat Bima dengan semangat baja menjalankan kewajiban yang diberikan guru yang dihormatinya, mengalahkan aneka ragam nafsu, yang dilambangkan dengan pertarungan dengan raksasa dan naga. Pada Tahap Tarekat dilalui Bima dengan melakukan usaha luhur sebagai persiapan dasar bagi Tuhan dalam lubuk hatinya. Lewat samadi sampai pada kesadaran menjadi abdi Tuhan, menjadi bagian yang tergantung kepada seluruh tatanan kosmos. Bima membiarkan dirinya terombang ambing dan akhirnya tenggelam ke dasar samudera, mengatasi ikatan duniawi. Pada Tahap Hakekat Bima bertemu dengan wujud kecil Dewa Ruci, yang adalah dirinya sendiri, yang pada dasar eksistensinya yang paling dalam berkodrati ilahi. Pada Tahap Makrifat dilukiskan Bima masuk ke dalam tubuh Dewa Ruci (manunggal) dan memperoleh kesadaran ilahi. 1)

Uraian lebih rinci mengenai hal ini dapat didalami dari Bagian Sang Wrekudara masuk tubuh menerima ajaran tentang kenyataan. Dalam bentuk parafrase dapat dituturkan sebagai yang berikut:

Dewa ruci meminta agar Bima (alias Wrekudara) masuk ke dalam tubuhnya. Ia terkejut karena tubuh Dewa Ruci kecil tetapi mampu memuat seluruh alam semesta. Bima dengan rasa takut menyanggupi permintaan Dewa Ruci, lalu masuk ke dalam tubuh Dewa Ruci melalui telinga kiri.

Dallam tubuh Dewa Ruci Bima merasa bingung karena berada dalam ruang kosong tanpa dimensi-dimensi yang lazim dikenal manusia. Ia diminta untuk menenangkan hati. Setelah itu ia melihat Dewa Ruci memancarkan sinar, kemudian ia menerima lagi kesadaran dimensi arah dan ruang.

Sesudah itu Bima ditanyai melihat apa? Ia melihat cahaya. Dijelaskan bahwa cahaya itu disebut Pancamaya, yaitu cahaya yang ada di dalam hatinya dan memimpin dirinya, yang menuntun kepada sifat yang mulia yaitu sifat sejati, mata hati yang menandai hakekatnya. Bima diminta untuk memperhatikan dengan tanpa ragu-ragu. Ada cahaya merah, hitam, kuning dan putih, yang menjadi penghalang hati untuk mencapai persatuan dengan Sukma Mulia. Jika Bima dapat memisahkan tiga dorongan hati yang curang (warna hitam, merah kuning), maka ia akan dapat menyatu denga yang gaib.

Warna hitam menunjuk kepada nafsu marah, yang menghalangi tindakan yang baik. Warna merah menunjuk kepada hati panas yang menutupi kesadaran. Warna kuning menghalangi fikiran yang baik, hingga merusak. Warna putih menunjukan kepada hati yang tenang, suci, tulus dan penuh sejahtera. Inilah yang dapat menerima firasat hakikat wujud, anugrah penyatuan kehendak. Warna putih sering kalah, karena hanya sendirian, berhadapan dengan warna-warna lain yang pasukannya tak terhitung jumlahnya. Bila

(3)

dapat melawan tiga hal yang merusak itu, maka akan dapat mencapai pamore kawula Gusti. Bima menyambut penjelasan itu dengan semangat makin tinggi untuk mencapai (tujuan)akhir kehidupan yaitu kesempurnaan kesatuan.

Makna inti dari pamore kawula Gusti dapat disimak dari kutipan langsung yang berikut : Iya lamun bisa nembadani, marang sesuker telung prakara, siada ing kono pamore, tanpa tuduh puniku, ing pamore Kawula Gusti, Wrekudara miyarsa, sengkut pamrihipun, sangsaya birahinira, iya marang kauwusaning ngaurip, sampurnaning panunggal.

Sirna patang prakara na malih, urub siji wolu warnanira, Wrekudara lon ature, punapa wastanipun, urub siji wolu kang warni, pundi ingkang sanyata, pundi kang satuhu, wonten kadi retna muncar, wonten kadi mayamaya angebati, wonten abramarkatha.

Marbudyengrat angling Dewa Ruci, iya iku sanyatane tunggal, saliring warna tegese, wus ana ing sireku, kabeh iya isining bumi, ginambar aneng sira, lawan jagad, jagad cilik, tan prabeda, purwa ana lor kulon kidul’ puniku, wetan luhur ing ngandhap.

Miwah ireng abang kuning putih, iya pangaripe kang buwana,jagad cilik jagad gedhe, pan padha isinipun, tinimbangken ing sira iki, yenilang warna ingkang, jagad kabeh suwung, saliring reka tan ana, kinumpulken aneng rupa kang sawiji, tan kakung tanwanodya.

Kadya tawon gumana puniki, kang asawanglir peputran dhenta, tah payo dulunen kuwe, Wrekudara andulu, ingkang kadya peputran gadhing cahaya muncar kumilat, tumeja ngenguwung, punapa inggih punika, warnaning dzat kang pinrih dipun ulati, kang sajatining rupa.

Anauri aris Dewa Ruci, iku dudu ingkang sira sedya, kang mumpuni ambek kabeh, tan kena sira dulu, tanparupa datanpa warni, tan gatra tan satmata, iya tanpa dunung, mung dumunung mring kang awas, mung sasmita aneng ing jagad ngebeki, dinumuk datan kena.

Dene iku kang sira tingali, kang asawang peputran mulyara ingkang kumilat cahyane, angkara-kara murub, pan Pramana aranireki, iripe kang sarira, Pramana puniku, tunggal aneng ing sarira, nanging nora milu suka lan prihatin, enggone aneng raga.

Datan milu mangan turu nenggih, iya nora milu lara lapa, yen pisah saking enggone, raga kari ngalumpruk, yekti lungkrah badanireki, ya iku kang kuwasa, nandhang rasanipun, inguripun dening Suksma, iya iku sinung sih anandhang urip, ingaken rahsaning dzat. Iya sinandhangken ing sireki, nanging kadya simbar ing kakaywan, aneng ing reraga nggone, uriping Praamaneku, inguripun ing suksma neggih, misesa ing sabarang, Pramana puniku, yen mati melu kaleswan, lamun ilang Suksmane sarira nuli, Uriping Suksma ana.

(4)

Adapun terjemahannya adalah sbb:

Memang bila dapat memenuhi, kepada tiga hal yang merusak di situlah letak persatuan makhluk and pencipta, Wrekudara mendengar, dengan giat ia berusaha, dengan penuh tekad, untuk mencapai pedoman hidup, demi kesempurnaan persatuan.

Setelah hilang empat hal itu ada lagi, nyala satu delapan warnanya, Wrekudara pelan bertanya, apakah namanya, nyala satu dengan delapan warna, mana yang nyata, mana yang sesungguhnya, ada yang seperti ratna bersinar, ada yang seperti maya-maya bergerak cepat, ada manik-manik yang berkilat-kilat.

Marbudyengrat berkata sang Dewa Ruci, itulah sesungguhnya yang disebut tunggal, semua warna itu artinya sudah ada padamu, semua itu ialah isi dunia ini, digambarkan atas dirimu, dan dunia yang agung, jagad kecil tak berbeda, timur ada utara, barat dan selatan itu, timur luhur di bawah.

Dan hitam merah kuning putih, ialah kehidupan di dunia, alam kecil dan alam besar, memang sama isinya, pertimbangkanlah olehmu, bila hilang warna yang, semua alam akan sepi, semua usaha tidak akan ada, dikumpulkan atas rupa saja, tidak lelaki tidak perempuan.

Bagaikan lebah muda yang tampak bagaikan putih gading, marilah tengok, Wrekudara melihat, sesuatu yang bagaikan berputra putih gading, cahaya memancar berkilat, berpelangi melengkung, apakah gerangan itu, bentuk dzat yang dicari, yang merupakan hakikat rupa.

Menjawab pelan Dewa ruci, itu bukan yang kucari, yang mengusai segala hal, tak boleh kau lihat, tanpa bentuk dan tanpa warna, tidak berwujud dan tiadk tampak, ya tanpa tempat tinggal,hanya terdapat pada orang-orang awas, hanya berupa firasat di dunia ini memenuhi, dipegang tidak dapat.

Sedangkan yang kau lihat itu, yang tampak seperti berputra mutiara yang berkilat cahayanya, memancar bernyala-nyala, itulah yang bernama sang Pramana, kehidupan tubuhnya, sang Pramana menyatu dengan dirimu, tetapi tidak ikut merasakan gembira dan prihatin, bertempat tinggal di tubuhmu.

Tidak ikut makan dan minum, juga tidak ikut merasakan sakit dan menderita, jika berpisah dari tempatnya, raga tinggal tinggal, sungguh badan tanpa daya, itulah yang mampu, merasakan penderitaannya, dihidupi oleh sukma, ialah yang berhak menikmati hidup, mengakui rahasia dzat.

Juga dikenakan kepadamu, tetapi bagaikan bulu pada hewan, berada di raga, kehidupan Pramana dihidupi oleh suksma yang mengusai segalanya, Pramana bila mati ikut lesu, namun bila hilang kemudian, kehidupan suksma ada.

(5)

Sebagai kesimpulan, mengenai pokok telaah Manunggaling Kawulo Gusti, Serat Dewa Ruci menjelaskan hal-hal yang berikut :

1. Pada hakekatnya segala yang ada di dunia ini adalah satu. Dunia besar dan dunia kecil adalah satu. Semua isi dunia ada atau tercakup dalam diri manusia.

2. Dzat yang menguasai keseluruhan itu tak dapat dilihat, tak dapat dipegang atau tak berwujud, hanya tanda-tandanya saja yang memenuhi dunia ini

3. Tujuan akhir hidup manusia adalah bersatu dengan Dzat yang mulia itu (Manunggagale/pamore Kawulo Gusti). Itu dicapai dengan menempuh jalan menuju kesatuan – samadi , masuk ke dalam diri sendiri. Dimulai dengan mengalahkan nafsu-nafsu buruk, dilanjutkan dengan pelepasan segala ikatan duniawi, sebagai pesiapan batin untuk memasuki kesatuan itu. Pramana, asashidup dalam diri manusia, yang dihidupi oleh suksma menjadi sarananya.

4. Dengan tercapainya kesatuan itu manusia menjadi sempurna karena bersatu dengan Tuhan, dan mengambil bagian dalam sifat ilahi. Ia disebut “mati selagi hidup” dan “hidup selagi mati” karena telah mencapai akhir jalan kesempurnaan. Ia merahasiakan hal ini bagi dirinya sendiri saja.

5. Jadi, dalam Serat Dewa Ruci, gagasan Manunggaling Kawulo Gusti atau kesatuan manusia dengan Tuhan, dilatarbelakangi oleh faham bahw manusia dan Tuhan itu mempunyai hakekat yang sama. Faham ini dapat digolongkan dalam monisme.

II. Manunggaling Kawulo Gusti dalam Injil Yohanes Penjelasan

Injil Yohanes adalah Injil ke-4 dalam Alkitab Perjanjian Baru. Ke tiga Injil yang mendahuluinya adalah Injil-Injil Matius, Markus dan Lukas. Urutan waktu penullisan Injil Yohanes juga paling akhir yaitu kira-kira tahun 90 M. Injil Yohanes seperti terungkap dalam Yoh. 20:30 bertujuan untuk mengantar pembacanya kepada kepercayaan bahwa Yesus ialah Mesias dan Anak Allah agar memperoleh hidup kekal. Namun nampak juga bahwa ada perhatian khusus terhadap faham gnostisisme (lebih tepat: pra gnostisisme) yang berpengnaruh di kalangan pembacanya. 3) Gnostisisme adalah faham yang muncul di seputar Laut Tenngah pada awal-awal tarikh Masehi, oleh pengaruh Helenisme; faham ini besifat monistis, dengan tekanan kuat pada prinsip pertentangan antara roh – benda. Oleh sebab itu di beberapa bagian Injil Yohanes ditemukan gagasan tentang kesatuan antara Tuhan dan manusia, uang menarik untuk disimak dan diperbandingkan.

Mengingnat ketersebaran nas-nas yang memuat gagasan tersebut di sepanjang Injil Yohanes, maka pemakalah melakukan pilihan-pilihan mengenai nas yang dikutip maupun

(6)

urutan pembahasannya, lalu langsung menyertakan ulasannya untuk memudahkan proses telaah ini.

Telaah mengenai nas-nas pilihan dalam Injil Yohanes, yang memuat gagasan mengenai kesatuan antara Tuhan dan Manusia.

1/ Prolog Injil Yohanes a. Yoh. 1: 1-4

Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah. Allah. 2 ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. 3 egala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupundijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. 4 Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. 4)

Sang Firman yang adalah Allah , adalah pencipta segala sesuatu. Dari latar belakang faham keagamaan Yahudi (Kitab Perjanjian Lama), Sang Pencipta itu berbeda dari ciptaanNya. Sang Pencipta itu agung, mulia dan kudus, sedang makhluk ciptaanNya itu serba terbatas dan berbeda hakikatnya. Dalam Dia ada hidup (lawan dari mati) dan hidup itu adalah terang (lawan dari gelap)

b. Yoh. 1 : 14

Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemulyaanNya, yaitu kemulyaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran

Firman itu telah menjadi manusia, aslinya menjadi daging (Yun. : sarrx). Menurut faham gnostik, aging itu bersifat kebendaan, jadi bersifat buruk, berlawanan dengan Roh yang bersifat baik. Firman itu diam di antara kita, aslinya Eskenosen dari skanoun yang berarti : tinggal sementara, berkemah. Firman yang mulia itu menjadi manusia (masuk dalam daging: incarnatio) dan tinggal sementara di antara manusia. Yang transenden menjadi imanen.

Yoh. 1:18

Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakanNya.

Gambaran tentang tentang Allah yang Anthropomorfis, seperti yang terungkap dalam ayat 14b: Anak Tunggal Bapa, selanjutnya dipergunakan untuk menjelaskan latar belakang fungsi Firman dengan misi sebagai komunikator khusus (Yun. Exegeomai : membuka tabir, menceriterakan tentang, menyatakan) antara Yang transenden dengan manusia ciptaanNya.

2/Yoh.3: 16 –17

(7)

16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. 17 Sebab Allah mengutus AnakNya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.

Dijelaskan mengenai motif utama pengutusan Anak Tunggal Allah untuk menyelamatkan dunia, yaitu kasihNya yang amat besar. Prakarsa untuk misi penyelamatan itu datang dari atas, dan manusia menyambutnya dengan percaya.

3/ Yoh. 14: 1 – 6

Janganlah gelisah hatimu, percayalah kepada Allah, percayalah juga kepadaKu. 2 Di rumah BapaKu banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. 3 Dan apabila Aku akan dating kembali dan membawa kamu ketempatKu, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada. 4 Dan kemana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ. 5 Kata Tomas kepadaNya : “Tuhan, kami tidak tahu jalan ke situ?” 6 Kata yesus kepadanya : “Akulah jalan, kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang dating kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku

Menjelang kematian dan perpisahannya dengan para muridnya, Yesus menjelaskan mengenai misinya untuk menyediakan tempat tinggal bagi murid-murid yang percaya di rumah Bapanya. Ia menyebut dirinya sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup, para murid diminta untuk mengikuti jalan yang ditunjukannya (makna lain dari exegeomai Yoh 1 : 18), agar sampai di rumah Bapa di mana ada hidup. Tinggal di rumah Bapa, adalah gambaran akhir dari kebersamaan antara Sang Khalik dengan maklukNya, yang tinggal (ada) bersama-sama, diliputi oleh kasih dalam hidup kekal, tanpa lebur ke dalam satu hakekat.

4/ Yoh. 14: 15 – 17

15 Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu. 16 Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, 17 yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu.

Sepeninggal yesus, Bapa akan memberikan penolong yang lain, yaitu Roh Kebenaran (Roh Kudus) yang akan menyertai (Yun meth humon = bersama kamu) dan akan diam di dalammu (Yun en humin estai = berada di dalam kamu), sehingga para murid tidak menjadi piatu. Dalam kontex Trinitarian, kehadiran Roh Kudus dalam diri orang percaya digambarkan “ Kami (Bapa dan Anak) akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia “(Yun. Monen poiesometha = membuat tempat tinggal Yoh 14: 23.) Sebagai Roh Kudus Allah bersama orang percaya, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.

5/Yoh. 7: 37,38

Dan pada hari terakhir, yaitu pada puncak perayaan itu, Yesus berdiri dan

berseru : “ Barang siapa haus, baiklah ia dating kepadaKu dan minum. 38 barang siapa percaya kepadaKu, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci : dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup.

(8)

Yoh. 6: 51

Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah dagingKu, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.

Yoh. 6: 53,54

Maka kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darahNya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. 54 Barang siapa makan dagingKudan minum darahKu, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.

Menyatu dengan Yesus dijelaskan dengan memakai gambaran kesatuan antara seseorang dengan makanan dan minuman yang disantapnya. Orang yang percaya kepada Yesus, menyatukan hati, fikiran dan kemauannya dengan Yesus; ini diibaratkan sebagai memakan dagingnya dan minum darahnya, suatu makna kiasan yang menunjuk kepada hal memakan roti kehidupan dan meminum air kehidupan.

6/ Yoh. 15: 4,5.

Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalah kamu tidak tinggal di dalam Aku

Kesatuan kehendak yang didasarkan kepercayan kepada Yesus digambarkan sebagai menyatunya ranting pada batang tumbuh-tumbuhan.

Kehendak yang menyatu, menghasilkan karya yang sesuai dengan kehendak ilahi yang mengilhami dan mendorongnya.

7/ Yoh. 17: 20,21

Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang yang percaya kepadaKu oleh pemberitaan mereka; 21 supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku, dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam kita, supaya dunia percaya, baha Engkaulah yang telah mengutus Aku. Kesatuan kasih dan kehendak antara Bapa dan Anak, menjadi model bagi kesatuan paguyuban orang-orang percaya, bahkan bukan hanya menjadi model tetapi kesatuan itu diperluas hingga meliputi paguyuban/persekutuan mereka juga.

Kesimpulan

Injil Yohanes menyebut tentang Allah yang menciptakan segala sesuatu termasuk manusia. Allah Sang Pencipta itu berbeda dari makhluk ciptaanNya secara hakiki.

Allah mengasihi dunia ini dan mau menyelamatkannya

(9)

Firman diutus untuk menyelamatkan dunia dari kegelapan, dan menunjukkan jalan kembali kepada terang dan kehidupan, dan menunjukkan jalan kembali kepada terang dan kehidupan. Prakarsa penyelamatan itu datang dari fihak Allah. Firman tinggal bersama manusia untuk menyatakan keadaan dan kehendak Allah, yang tidak diketahui manusia tanpa perantaraan Firman.

Manusia diminta percaya kepada Sang Firman, menerima uluran kasih Allah serta menyatukan diri, baik kehendak, fikiran maupun seluruh hidupnya dengan Tuhan.

Kesatuan Tuhan dan manusia adalah kesatuan kehendak dalam kasih dan bukan kesatuan/peleburan hakikat. Senantiasa ada perbedaan hakikat dan jarak pemisah antara Sang Khalik dan makhluk ciptaanNya.

III. Kesimpulan Umum

Berdasarkan paparan perbandingan yang telah disajikandi atas dapat disimpulkan bahwa gagasan Manunggaling Kawulo Gusti dapat dijumpai baik dalam Serat Dewa Ruci maupun Injil Yohanes, walaupun ada perbedaan isi pemahamannya. Kesatuan antara manusia dan Tuhan dalam Serat Dewa Ruci dikarenakan oleh kesatuan hakikat, sedangkan dalam Injil Yohanes bersifat kesatuan kehendak dalam kasih, sementara manusia difahami tetap berbeda hakikatnya dengan Tuhan.

Faham Kesatuan manusia dengan Tuhan dalam serat Dewa Ruci dapat digolongkan dalam faham Monisme-panteistis yang mengajarkan bahwa dasar keberadaan segala sesuatu adalah Sang Tunggal (Monos) yang merupakan kenyataan yang mutlak dan satu-satunya. Ia dibedakan dari dunia dan gejala-gejalayang berubah-ubah, yang menjadi penampakan dirinya; hingga dapat dikatakan bahwa semua gejala adalah tidak lain dari bentuk dan keadaan yang berubah dari yang Tunggal(pan-teistis; melalui proses emanasi, mulai dari yang halus, makin lama makin kasar). Pada akhirnya, semua gejala yang nampak dan aku yang sadar akan kembali kepada Yang Tunggal.

Faham Kesatuan manusia dengan Tuhan dalam Injil Yohanes dapat digolongkan dalam faham Dualisme-Teistis, yang mengajarkan bahwa Tuhan dan dunia alah dua hal yang berbeda kaitannya. Dunia adalah ciptaan Tuhan dan dikuasai olehNya. Tuhan difahami berada di atas, di depan dan tidak tergantung dari dunia (transenden); pada saat yang sama Tuhan karena hakikatnya hadir dalam segala sesuatu (imanen), tanpa “mengalir” ke dalam segala sesuatu hingga tidak ada batas yang jelas. 5)

Catatan kaki

Band, Retno Diwati, Tinjauan filosofis dari Serat Dewaruci, Karya Yasadipura I (Sripsi) Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, 1988, hal.59,60

Pujangga Surakarta, Serat Dewaruci, Kidung dari bentuk kakawin, Semarang : Dahara Prize, 1991 hal. 53,54; 59,60

Ensiklopedi Alkitab Masa kini, Jilid II, Jakarta : Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1999, s.v. Yohanes, kitab Injil, hal. 608, 612

(10)

Kutipan-kutipan diambil dari Perjanjian Baru, Indonesia- Yunani, Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia, 1989.

Band. Christelijke Encyclopaedie, Kampen : J.H. Kok, s.v. pantheisme.

Rujukan lain.

Rahmat Subagya, Kepercayaan dan Agama, Yogyakarta : Kanisius, 1976

Dr. harun Hadiwijono, Kebatinan Jawa dalam abad 19, Jakarta: BPK Gunung Mulia, t.t. Abbot-Smith, Manual Greek Lexicon of the New Testament, Ed nburg: T.T. Clark, 1956

DATA PRIBADI

Nama : SULARSO SOPATER Tempat /Tgl Lahir : Yogyakarta, 9 Mei 1934 Agama : Kristen (Protestan)

Alamat : Jl. Sigma 5, Rt 001/021. Jatimakmur, Pondok Gede, Bekasi, 17413 Telp Rmh. 021-84972940 HP. 0811991560

Pendidikan : Sarjana Theologi 1959 Sekolah Tinggi Teologi Jakarta Magister Theologiae 1976 Caloin Theological Seminary Grand Rapids Mi, USA Doctor Theologiae 1983 Sekolah Tinggi Teologi Jakarta

Pekerjaan : Th. 1960 – 1974 Pendeta Gereja Kristen Jawa Gondukusuman Yogyakarta

Th. 1978 – 1989 Dosen Sekolah Tinggi Teologi Jakarta Th. 1989 – 2000 Ketua Umum Persekutuan Gereja2 di Indonesia (PGI)

Th. 2000 Pensiun

Disertasi : Inti Ajaran Valentinian dan Inti Ajaran Aliran Pangestu, Suatu Pembandingan ( 1983)

Jabatan/ Pengabdian bagi Masyarakat

Th. 1989 - 1998 Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional Th. 1993 – 2003 Anggota Dewan Pertimbangan Agung RI

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga kelompok ukuran anak ikan patin tersebut diuji satu persatu kemampuan renangnya dalam saluran renang sebuah tangki berarus (Gambar 1) dengan kecepatan renang 2,0-65,6 cm

Analisis materi yang akan disampaikan dalam pembelajaran haruslah mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang tercantum dalam keanekaragaman

Tingkat Persetujuan reponden terhadap tipe usaha BUMDes berbasis padat modal melalui potensi dan kebutuhan desa 3 = Baik 2 = Sedang 1 = Tidak Baik Kepemilikan BUMdes

Mataram Universitas Mataram 0002067402 AGUS DWI CATUR Publikasi Ilmiah Jurnal Internasional 0004097707 SATUTIK RAHAYU Buku Ajar (ISBN). 0006127208 I GEDE BAWA SUSANA Publikasi

Hanya saja pada kejadian sehari-hari daun singkong alami relatif tidak bigitu disukai oleh ikan gurami, untuk itu agar daun singkong dapat dimakan dan dimanfaatkan

Konsentrasi zat warna RB5 yang digunakan yaitu 10 mg/l. Percobaan degradasi zat warna dilakukan dengan variasi membran SB tanpa Ag dan TiO 2 , dengan TiO 2 saja dan

Keefektifan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif dan perangkat pembelajaran pendukung lainnya dapat dilihat dari empat kegiatan, yaitu pengamatan

Kepada Tuhan yang Maha Esa, terima kasih telah dmemberi kesempatan ukepeada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, tanpa-Mu penulis juga tak