• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adaptabilitas Galur Harapan Kedelai di Lingkungan yang Beragam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Adaptabilitas Galur Harapan Kedelai di Lingkungan yang Beragam"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Adaptabilitas Galur Harapan Kedelai di Lingkungan yang Beragam

Gatut Wahyu Anggoro Susanto dan M. Muhlish Adie

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl. Raya Kendalpayak, km 8 Malang, Jawa Timur

ABSTRACT. Adaptability of Promising Soybean Lines at Different Environmental Conditions. High yielding varieties

developed from the selected promising lines are expected to have high yield stability across agro-ecological environments. This study was aimed to determine the stability and the stability adaptability of six promising soybean lines in seven locations of diverse environments. The research was conducted in 2008 in Lampung (two locations), Yogyakarta (DIY) (one location), and East Java (four locations). The promising soybean lines tested were G100H/ 60-38, 60/G100H-73, 60/G100H-68, SHRW-60/G100H-66, G100H/SHRW-34, SHRW-60/G100H- 70, and Wilis as a check. The experiment used a randomized block design with four replications. The AMMI (Additive Main Effects and Multiplicative Interaction) analytical method was used to determine the lines x environments interaction. Based on the AMMI biplot through IPCA (Interaction Principal Component Axes), yields of soybean lines that close to zero point (0.0) were considered as stable. Soybean lines, location, and interaction between lines and environment (G x L) showed significant differences on grain yields. The environment variable contributed the highest (48.8%) of the total sum of squares, followed by G x L interaction variable (16%), and soybean line variable (7.4%). G x L interaction decomposition indicated that the main component IPCA1 and IPCA2 were most significant (P <0.05); both contributed 86.1% of the total sum of squares of the G x L interaction. SHRW-60/G100H-70 and G100H/SHRW-34 lines were considered as stable and potentially could be recommended for planting in various soybean production areas. SHRW-60/G100H-66 line indicated a specific adaptation to environment similar to that of Ngawi. These three lines yielded an average of 2 t/ha, and therefore are considered feasible to be included on the new varietal release proposal.

Keywords: Soybean adaptability, G x L interaction, the AMMI method

ABSTRAK. Varietas unggul yang dikembangkan dari galur harapan

terpilih diharapkan memiliki stabilitas yang tinggi pada berbagai agroekologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stabilitas dan adaptabilitas 6 galur harapan kedelai di 7 lokasi dengan lingkungan yang beragam. Penelitian dilakukan pada tahun 2008 di Lampung (dua lokasi), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) (satu lokasi), dan Jawa Timur (empat lokasi). Bahan penelitian adalah galur harapan kedelai G100H/SHRW-60-38, SHRW-60/G100H-73, SHRW-60/ G100H-68, SHRW-60/G100H-66, G100H/ SHRW-34, SHRW-60/ G100H-70, dan varietas Wilis sebagai pembanding. Percobaan mengguna-kan rancangan acak kelompok dengan empat ulangan. Metode analisis AMMI (Additive Main Effects and Multiplicative Interaction) digunakan untuk mengetahui interaksi galur x lingkungan. Berdasar biplot AMMI melalui IPCA (Interaction Principal Component Axes), galur yang dekat dengan titik nol (0,0) dinilai stabil. Stabilitas hasil dianalisis berdasarkan parameter stabilitas AMMI mengikuti metode ASV (AMMI Stability Value). Varian galur, lokasi, dan interaksi antara galur dengan lingkungan (GxL) menunjukkan perbedaan nyata untuk hasil biji. Varian lingkungan berkontribusi paling besar (48,8%) terhadap jumlah kuadrat total, diikuti oleh varian interaksi GxL (16%), dan varian galur berkontribusi terkecil (7,4%). Penguraian interaksi G x L menggunakan metode AMMI menyatakan

bahwa komponen utama IPCA1 dan IPCA2 adalah paling bermakna (P<0,05); keduanya berkonstribusi 86,1% terhadap jumlah kuadrat total dari interaksi G x L. Galur SHRW-60/G100H-70 dan G100H/ SHRW-34 dinilai stabil dan berpeluang dikembangkan di berbagai sentra produksi kedelai. Galur SHRW-60/G100H-66 memiliki adaptasi spesifik terhadap lingkungan yang mirip dengan lokasi Ngawi. Hasil biji dari ketiga galur tersebut rata-rata >2 t/ha.

Kata kunci: Adaptabilitas kedelai, interaksi G x L, metode AMMI

P

otensi genetik galur harapan tidak hanya ditentukan oleh kemampuannya untuk ber-produksi maksimal pada lingkungan yang sesuai, tetapi juga memiliki kelayakan untuk beradaptasi pada kisaran lingkungan yang luas. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa keragaan galur di lingkungan yang beragam memiliki rentang hasil yang besar antar-lingkungan. Beragamnya lingkungan menjadi masalah bagi pemulia tanaman dalam menentukan batas adaptasi dari galur harapan.

Penampilan fenotipik yang dicerminkan oleh potensi genetik, dipengaruhi oleh lingkungan (Okeyo and Baker 2005). Hal ini mengisyaratkan bahwa penggunaan varietas unggul pada daerah yang luas akan membawa kerugian akibat adaptasi yang kurang optimal di beberapa agroekologi, dan tidak termanfaatkannya interaksi galur x lingkungan (G x L). Interaksi G x L berpengaruh terhadap hasil biji, di mana hasil kedelai berkaitan erat dengan lokasi pengujian (Vollmann et al. 2000), komponen hasil kedelai yang meliputi jumlah polong bernas, bobot 100 biji, dan panjang polong (Arshad et al. 2006). Kuantifikasi besaran interaksi G x L perlu digunakan sebagai dasar penetapan wilayah adaptasi, mengukur peran faktor lingkungan terhadap potensi genetik, dan menentukan derajat adaptabilitas dan stabilitas galur (Sneller et al. 1997, Rao et al. 2002). Interaksi G x L timbul apabila masing-masing galur memiliki adaptasi spesifik terhadap lingkungan makro yang berbeda. Pengujian sejumlah galur harapan pada rentang lingkungan yang beragam berguna untuk mengetahui potensi hasil, stabilitas hasil, dan daya adaptasinya. Dari pemetaan tersebut dapat ditetapkan varietas unggul yang dikembangkan dari galur terpilih, memiliki adaptasi yang luas di berbagai lingkungan atau lingkungan spesifik. Jika dalam pengujian sejumlah galur harapan diperoleh peringkat hasil yang sama di semua lokasi, maka galur tersebut memiliki stabilitas statis.

(2)

Sebaliknya, jika hasil meningkat sejalan dengan produktivitas lingkungan maka galur memiliki stabilitas dinamis atau stabilitas agronomis (Sumertajaya 2005). Tersedianya varietas dengan daya hasil tinggi, sesuai preferensi konsumen, dan stabil penting artinya untuk mempertahankan stabilitas hasil kedelai.

Tujuan penelitian adalah mengkuantifikasi varian interaksi G x L, untuk menentukan stabilitas dan adaptabilitas galur harapan kedelai pada lingkungan yang beragam.

BAHAN DAN METODE

Bahan penelitian adalah enam galur harapan kedelai, berasal dari hasil seleksi turunan persilangan galur G100H dengan SHRW-6 yang sudah melalui uji daya hasil lanjut. Varietas Wilis digunakan sebagai pembanding (Tabel 1). Penelitian dilakukan pada lahan sawah tahun 2008 di Lampung (dua lokasi), Daerah Istimewa Yogyakarta (satu lokasi), dan Jawa Timur (empat lokasi), sehingga terdapat tujuh unit penelitian (Tabel 1). Setiap galur dan varietas pembanding ditanam pada petak berukuran 2,0 m x 4,5 m , jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua tanaman per rumpun. Pupuk dengan takaran 50 kg urea, 100 kg SP36, dan 75 kg KC/ha diberikan secara sebar merata sebelum tanam. Penyiangan gulma dan pengendalian hama penyakit dilakukan secara intensif. Panen dilakukan setelah 90% polong matang. Pengamatan meliputi hasil biji dan komponen hasil.

Rancangan percobaan yang digunakan di setiap lokasi penelitian adalah acak kelompok, dengan empat ulangan. Untuk mengetahui interaksi genotipe x lingkungan metode analisis AMMI (Additive Main Effects

and Multiplicative Interaction) atau pengaruh utama

aditif dengan interaksi ganda. Pendekatan analisis menggunakan metode statistik parametrik dengan asumsi, data menyebar mengikuti distribusi normal,

independensi dan varian homogen. Stabilitas galur diukur dengan gambar biplot, di mana galur yang stabil adalah yang dekat dengan titik nol (0,0). Parameter stabilitas diukur berdasarkan nilai stabilitas AMMI atau ASV (AMMI Stability Value) (Purhase 1997 dalam Mekonnen dan Mohammed 2009). Parameter tersebut dihitung dengan formula sebagai berikut:

ASV = {[(JK IPCA1 / JK IPCA2) (G IPCA1)]2 + (G IPCA2)2}1/2, di mana IPCA = interaction principal component axes; JK = jumlah kuadrat , G = galur yang dinilai. Selanjutnya, nilai ASV diranking dari nilai yang terkecil hingga terbesar, ranking tersebut menunjukkan tingkat stabilitas galur.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis varian gabungan untuk hasil biji dari tujuh galur menunjukkan bahwa varian antarlingkungan, antargalur, dan interaksi galur x lingkungan berbeda nyata (P<0,05). Artinya, bahwa galur tertentu akan tumbuh baik pada lingkungan tertentu, tetapi belum tentu baik bila ditanam pada lingkungan yang lain. Dalam hal ini diperlukan uji stabilitas terhadap galur-galur harapan tersebut. Model analisis gabungan dapat diterangkan melalui nilai koefisien determinasi (R2), sebesar 77,7% dan sisanya 32,3% di luar model.

Model analisis gabungan pada Tabel 2 dapat men-jelaskan kebenaran model sebesar 77,7. Tabel 2 juga menjelaskan bahwa lingkungan memiliki pengaruh varian yang paling besar, yaitu 48,8% pada derajat bebas 11, varian galur memiliki kontribusi sebesar 7,4%, dan varian interaksi galur x lingkungan berkontribusi sebesar 16% dari jumlah kuadrat total. Penguraian interaksi G x L berdasarkan pendekatan AMMI menunjukkan bahwa kontribusi varian memiliki pengaruh interaksi, yang mampu diterangkan oleh masing-masing komponen IPCA I hingga IPCA6 berturut-turut sebesar 62,9%, 23,2%, Tabel 1. Kode galur dan lokasi pengujian.

Kode Galur Kode Lokasi Jenis tanah Tipe iklim Ketinggian tempat (m dpl) G1 G100H/SHRW-60-38 L1 Arjowinangu, Kalipare, Malang Alluvial C3 450 G2 SHRW-60/G100H-73 L2 Kademungan, Wonorejo, Mediteran Coklat E 24

Pasuruan

G3 SHRW-60/G100H-68 L3 Kedung Uneng, Bangsal, Grumusol C3 72 Mojokerto kelabu tua

G4 SHRW-60/G100H-66 L4 Pagelaran, Kedunggalar, Ngawi Vertisol C3 50 G5 G100H/SHRW-34 L5 Sumbermulyo, Bambanglipuro, Vertisol D3 62

Bantul

G6 SHRW-60/G100H-70 L6 Astomulyo, Punggur, Podsolik merah B 50 Lampung Tengah-1

G7 Wilis L7 Ngestiharjo, Punggur, Podsolik merah B 50 Lampung Tengah-2

(3)

7,4%, 4,4%, 2,0%, dan 0% dari jumlah kuadrat total interaksi. Dengan demikian, komponen IPCA1 dan IPCA2 bermakna melalui uji F (P<0,05). Fakta ini menjelaskan bahwa dua komponen tersebut mampu menerangkan varian pengaruh interaksi G x L sebesar 86,1% pada derajat bebas 20, artinya peran komponen IPCA lainnya dapat diabaikan. Hasil penguraian tersebut menetapkan bahwa untuk menerangkan pengaruh interaksi G x L dapat menggunakan model AMMI2.

Model AMMI2 dipaparkan pada Gambar 1, merupakan biplot hasil biji IPCA1 dan IPCA2. Biplot tersebut berfungi untuk menjelaskan pola hubungan antargalur, antarlokasi, dan antargalur dengan lokasi (Mattjik 1998). Letak titik suatu galur dengan jarak ke titik pusat (0,0) memperlihatkan keeratan hubungan antara galur dengan lingkungan, semakin dekat titik-titik yang menghubungkan galur dengan titik pusat semakin tinggi tingkat kestabilan galur. Menurut Kaya et al. (2002); Egesi et al. (2007), dan Mekonnen dan Mohammed (2009), galur yang berada pada titik terjauh dari per-potongan titik nol menunjukan galur tersebut ber-adaptasi spesifik lokasi. Sebaliknya, galur yang dekat dengan titik nol dinyatakan sesuai di lokasi tersebut.

Biplot model AMMI2 juga dapat menentukan stabilitas galur yang diuji menjadi kelompok galur stabil (adaptasi luas) dan spesifik lokasi. Galur G2 (SHRW-60/ G100H-73), G5 (G100H/SHRW-34), dan G6 (SHRW-60/ G100H-70) berkontribusi paling kecil terhadap pengaruh interaksi G x L, karena memiliki jarak yang relatif pendek dengan titik pusat, sehingga dikategorikan sebagai galur yang stabil. Kecuali G6 (SHRW-60/G100H-70), galur berindentitas stabil tersebut ternyata juga memiliki hasil biji melebihi rata-rata seluruh galur yang diuji (2,15 t/ ha). Galur G1 (G100H/SHRW-60-38) beradaptasi spesifik pada L4 (Ngawi). G3 (SHRW-60/G100H-68) maupun G7 (varietas Wilis) sesuai dikembangkan di lokasi L3

(Mojokerto) dan galur G4 (SHRW-60/G100H-66) pada lokasi L2 (Pasuruan). Di antara galur-galur yang beradaptasi spesifik lokasi, hanya galur G4 (SHRW-60/ G100H-66) yang memiliki hasil melebihi rata-rata hasil biji seluruh galur yang diuji (>2,15 t/ha).

Kelemahan model AMMI adalah tidak menghasilkan penilaian stabilitas yang bersifat kuantitatif. Padahal kriteria yang demikian penting untuk mengurutkan galur harapan berdasarkan uji stabilitas hasil biji (Mekonnen and Mohammed 2009). Untuk mengatasi kelemahan tersebut, Purhase (1997) dalam Mekonnen dan Mohammed (2009) menyarankan penggunaan ASV (AMMI stability value) untuk mengukur stabilitas galur berdasarkan rangking. ASV digunakan oleh banyak peneliti untuk mengukur peringkat stabilitas galur, antara lain Gómez-Becerra (2006); Letta (2007); Mohammadi dan Amri (2008). Berdasarkan penilaian ASV, galur G4 Tabel 2. Analisis gabungan hasil biji dari tujuh galur kedelai di tujuh lokasi.

Sumber variasi Derajat Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Kontribusi terhadap Kontribusi terhadap bebas (JK) (KT) JK total (%) JK G x L (%) Lokasi (lingkungan) (L) 6 32,19 5,36 ** 48,85

Galur (G) 6 4,90 0,82 ** 7,42

Interaksi galur x lingkungan 36 10,58 0,29 ** 16,02

IPCA1 11 6,65 0,60 * 62,88 IPCA2 9 2,46 0,27 * 23,24 IPCA3 7 0,79 0,11 tn 7,44 IPCA4 5 0,47 0,09 tn 4,43 IPCA5 3 0,21 0,07 tn 2,01 IPCA6 1 0,00 0,00 tn 0,00 Koefisien keragaman (%, ) 15,90 Koefisien determinasi (%) 77,73

** : berbeda nyata pada taraf 1%, * : berbeda nyata pada taraf 5%, nt : tidak nyata

Gambar 1. Grafik biplot AMMI 2 untuk IPCA1 dan IPCA2 untuk hasil biji (L menunjukan lokasi dan G menunjukkan galur kode lokasi dan galur sesuai Tabel 1).

(4)

(SHRW-60/G100H-66), G3 (SHRW-60/G100H-68), G2 (SHRW-60/G100H-73), dan G5 (G100H/SHRW-34) menduduki peringkat stabil berturut-turut satu hingga empat dan memiliki rata-rata hasil biji berturut-turut sebesar 2,24 t, 1,87 t, 2,09 t, dan 2,23 t/ha (Tabel 3). Galur-galur tersebut memiliki hasil melebihi rata-rata seluruh galur (>2,07 t/ha) di tujuh lokasi pengujian, kecuali G3 (SHRW-60/G100H-68).

Galur G5 (G100H/SHRW-34) menduduki peringkat pertama berdasarkan penilaian stabilitas AMMI, dengan rata-rata hasil 2,24 t/ha di tujuh lokasi. Varietas pembanding (Wilis) memiliki hasil melebihi rata-rata seluruh galur, yaitu 2,13 t/ha, dan berdasarkan penilaian stabilitas AMMI memiliki rangking keenam. Hal ini juga sejalan dengan analisis AMMI berdasarkan biplot AMMI2 yang dinilai lebih spesifik lokasi (L3).

Hasil biji tujuh galur di tujuh lokasi yang beragam antarlokasi menunjukkan perbedaan produktivitas lingkungan (Tabel 4). Kenyataan tersebut diperkuat oleh hasil analisis varian gabungan, di mana lingkungan memberikan varian 48,8% dari jumlah kuadrat total.

Lingkungan pengujian galur merupakan lingkungan yang beragam, hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh lingkungan terhadap produktivitas galur harapan kedelai yang diuji. Pemilihan galur akan lebih sulit jika terjadi interaksi G x L, karena urutan galur akan berbeda di lingkungan yang berbeda (Kaya et al. 2002, Sumertajaya 2005). Di antara tujuh lokasi pengujian, terdapat satu lokasi pengujian yang memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05), sekaligus memiliki rata-rata hasil biji tertinggi, yaitu di Ngawi. Galur-galur yang diuji diindikasikan sesuai dengan jenis tanah Vertisol dengan curah hujan agak basah (C3) pada ketinggian 50 m dpl., dibandingkan dengan lokasi pengujian lainnya. Analisis varian gabungan tersebut menunjukkan faktor lingkungan merupakan penyebab terjadinya interaksi antara galur x lingkungan.

Hasil biji terendah di setiap lokasi 1,28 t/ha dan ter-tinggi 2,51 t/ha, sedangkan rentang hasil di tujuh lokasi berkisar antara 1,87-2,41 t/ha (Tabel 4). Varietas pembanding (Wilis) memberikan hasil tinggi di lokasi L3, L5, dan L7, sekaligus memiliki rata-rata hasil tertinggi di tujuh lokasi pengujian. Rata-rata hasil biji (2,51 t/ha) tertinggi berada di Ngawi meskipun tidak berbeda nyata antargalur (P>0,05), sehingga pemilihan galur didasarkan pada hasil tertinggi. Rata-rata hasil biji galur pada pengujian di berbagai lokasi perlu dipertimbangkan dalam penentuan pemilihan calon varietas unggul. Di Malang diperoleh rata-rata hasil terendah (1,19 t/ha), tetapi menunjukkan keragaman hasil biji di lokasi tersebut. Malang memiliki jenis tanah Alluvial, tipe curah hujan C3, dan tinggi tempat 450 m dpl.

Umur berbunga, umur panen, jumlah cabang tanaman, jumlah polong isi dan bobot biji dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh, di mana masing-masing katakter memiliki respon yang berbeda (P<0,05), sedangkan tinggi tanaman dan jumlah buku subur tidak berbeda nyata (P>0,05) (Tabel 5). Penampilan fenotipik tanaman juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan Tabel 3. Rata-rata hasil galur kedelai dan parameter stabilitas

berdasarkan ASV.

Hasil Stabilitas

Galur berdasarkan Pering-Rata-rata Peringkat ASV kat

(t/ha) G100H/SHRW-60-38 2,13 4 1,8765 7 SHRW-60/G100H-73 2,09 5 0,7621 4 SHRW-60/G100H-68 1,87 7 0,8367 5 SHRW-60/G100H-66 2,24 2 0,4723 2 G100H/SHRW-34 2,23 3 0,2567 1 SHRW-60/G100H-70 2,06 6 0,7516 3 Wilis 2,41 1 1,0947 6 Rata-rata 2,15 ASV = AMMI Stability Value

Tabel 4. Hasil biji galur harapan kedelai di tujuh lokasi, 2008.

Lokasi*a)

Kode Galur

Rata-L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 rata G100H/SHRW-60-38 1,17 2,61 2,17 3,00 2,55 1,39 2,03 2,13 SHRW-60/G100H-73 1,18 2,25 1,91 2,29 2,39 2,53 2,04 2,09 SHRW-60/G100H-68 1,19 1,77 2,09 2,07 2,04 1,93 1,99 1,87 SHRW-60/G100H-66 1,22 2,54 1,83 2,57 2,68 2,54 2,30 2,24 G100H/SHRW-34 1,23 2,43 2,51 2,36 2,28 2,51 2,33 2,23 SHRW-60/G100H-5 1,18 1,98 2,09 2,42 2,20 2,46 2,09 2,06 SHRW-60/G100H-70 1,20 2,48 2,79 2,85 2,92 2,07 2,56 2,41 Rata-rata 1,20 2,30 2,20 2,51 2,44 2,20 2,19 Uji F Galur ** ** ** tn ** * *

*berbeda nyata pada taraf 5%, ** berbeda nyata pada taraf 1%, tn: tidak berbeda nyata

(5)

tumbuh (Rao et al. 2002, Okeyo and Baker 2005), yang sering menimbulkan interaksi G x L dalam pengujian sejumlah galur di berbagai lokasi. Komponen hasil, terutama jumlah polong isi, memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap tinggi rendahnya hasil. Petani umumnya tidak hanya memilih galur dengan hasil tinggi tetapi juga mempertimbangkan sifat lain yang sesuai dengan preferensinya, misalnya umur panen, ukuran biji, ketahanan terhadap cekaman biotik atau abiotik.

KESIMPULAN

1. Varian lingkungan berkonstribusi lebih besar terhadap varian G x L pada hasil biji kedelai dibandingkan dengan varian galur dan interaksi galur x lingkungan.

2. Besarnya peran lingkungan terhadap hasil kedelai menunjukkan pentingnya penilaian stabilitas dan adaptabilitas galur pada banyak lokasi.

3. Galur SHRW-60/G100H-70 dan G100H/SHRW-34 dinilai stabil di tujuh lokasi dan SHRW-60/G100H-66 beradaptasi spesifik lokasi, masing-masing memiliki daya hasil > 2 t/ha.

UCAPAN TERIMA KASIH

Disampaikan terimakasih kepada Saudara Toni (teknisi pemuliaan Balitkabi) yang telah membantu pelaksanaan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Arshad, M.N. Ali, and A. Ghafoor. 2006. Character correlation and path coefficient in soybean Glycine max (l.) Merrill. Pak. J. Bot. 38(1):121-130.

Egesi, C.N., P. Ilona, F.O. Ogbe, M. Akoroda, and A. Dixon. 2007. Genetic variation and genotype x environment interaction for yield and other agronomic traits in cassava in Nigeria. Agron. J. 99:1137-1142.

Gómez-Becerra H.F, M. Alexei, and A. Aigul. 2006. Evaluation of grain yield stability, reliability and cultivar recommendations in spring wheat (Triticum aestivum L.) from Kazakhstan and Siberia. J. Central Eurapean Agric. 7(4):649-660.

Kaya, Y., Palta, and S. Taner. 2002. Additive main effects and multiplicative interactions analysis of yield performances in bread wheat genotypes across environments. Turk J. Agric For. 26:275-279.

Letta, T. 2007. Genotipe environment interactions and correlation among some stability parameters of yield I durum wheat (Triticum durum Desf) genotypes grown in South East Ethiopia. African J. Crop Sci. 8:693-698.

Mattjik, A.A. 1998. Aplikasi analisis pengaruh utama aditif dengan interaksi ganda (UAIG) pada data simulasi. Forum Statistik dan Komputasi 3(1):20-26.

Mekonnen, Z. and H. Mohammed. 2009. Study on genotype x environment interaction of yield in sesame (Sesamum

indicum L.). J. of Phytology. 1(4):199-205.

Mohammadi, R. and A. Amri. 2008. Comparison of parametric and non-parametric methods for selecting stable and adapted durum wheat genotypes in variable environments. Euphytica 159:419-432.

Okeyo, A.M. and R.L. Baker. 2005. Methodological illustration of genotype x environment interaction (GxE) phenomenon and its implications: a comparative productivity performance study on red maasai and dorper sheep breeds under contrasting environments in Kenya. http://www.cropscience. org.au/ icsc2004/poster/3/2/2/ 840_lofflercm.htm#TopOfPage. (14 September 2009).

Rao, M.S.S., B.G. Mullinix, M. Rangappa, E. Cebert, A.S. Bhagsari, V.T. Sapra, J.M. Joshi, and R.B. Dadson. 2002. Genotype x environment interactions and yield stability of food-grade soybean genotypes. Agron. J. 94:72-80.

Sneller, C.H., L. Kilgore Norquest, and D. Dombek. 1997. Repeatability of yield stability statistics in soybean. Crop. Sci. 37:383-390.

Sumertajaya, I.M. 2005. Kajian pengaruh inter blok dan interaksi pada uji multilokasi ganda dan respon ganda. Disertasi Sekolah Pasca-Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 188 p. Vollmann, J.J. Winkler, C.N. Fritz, H. Grausgruber, and P.

Ruckenbauer. 2000. Spatial field variations in soybean (Glycine

max [L.] Merr.) performance trials affect agronomic

characters and seed composition. http://www.sciencedirect. com/science?_ob=ArticleURL&_... (16 November 2010). Tabel 5. Analisis varian gabungan karakter galur kedelai di tujuh

lokasi, 2008.

Kuadrat tengah galur Karakter

Lokasi (L) Galur (G) G x L Umur berbunga (hst) 64.97 ** 14.39 ** 2.58 ** Umur panen (hst) 131.47 ** 117.12 ** 10.25 ** Tinggi tanaman (cm) 1666.74 ** 26.09 tn 51.33 tn Jumlah buku subur 163.23 ** 35.24 * 12.51 tn Jumlah cabang/tanaman 23.05 ** 2.34 ** 0.77 * Jumlah polong isi/tanaman 494.53 ** 198.63 ** 85.75 ** Bobot biji (g/tanaman) 198.21 ** 13.72 ** 3.98 ** Bobot 100 biji (g) 31.68 ** 11.29 ** 1.56 ** ** : berbeda nyata pada taraf 1%, * : berbeda nyata pada taraf 5%, tn : tidak nyata

Gambar

Tabel 1. Kode galur dan lokasi pengujian.
Tabel 2. Analisis gabungan hasil biji dari tujuh galur kedelai di tujuh lokasi.
Tabel 3. Rata-rata hasil galur kedelai dan parameter stabilitas berdasarkan ASV.
Tabel 5. Analisis varian gabungan karakter galur kedelai di tujuh lokasi, 2008.

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan untuk penilaian adalah Pavement Condition Index (PCI). Berdasarkan hasil studi, diketahui kondisi perkerasan jalan pada ruas Soekarno-Hatta Bandar Lampung

pahtumat kohtauksessa Kuningataräidin synnyttämään blendiin. Kun tiedämme Jeesuksen lausuneen kyseiset sanat hetkellä, jolloin hän koki maanpäällisen tehtävänsä

Menurut Susongko (2013:3) berpendapat bahwa prestasi belajar mengacu pada perilaku kognitif yang bervariasi dari ingatan sederhana tentang fakta hingga tipe

Mahasiswa menyadari bahwa untuk dapat memperoleh pemahaman yang maksimal terhadap sebuah karya ilmiah berupa artikel hasil penelitian pola pembelajaran diupayakan

Pengadilan Agama Bogor dalam perkara Nomor: 133/Pdt.P/2014/PA.Bgr., bahwa menetapkan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor untuk menjadi wali

Berdasarkan hasil penelitian ini dan pengujian mengenai aplikasi Pengenalan Anatomi Paru-paru Pada Tubuh Manusia Berbasis Augmented Reality, maka dapat disimpulkan

Pada gambar 11, fitur ini menampilkan kumpulan beberapa foto hasil dari proses pemangkasan rambut sesuai dengan model tatanan rambut yang sudah di scan oleh

Adapun persyaratan yang harus terpenuhi agar akuntabilitas kinerja instansi pemerintah tercapai antara lain adalah sistem pemerintahan harus dapat menjamin bahwa