• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKTIVITAS SEMUT RANGRANG (OECOPHYLLA SMARAGDINA) PADA MEDIA SARANG YANG BERBEDA NURJANAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRODUKTIVITAS SEMUT RANGRANG (OECOPHYLLA SMARAGDINA) PADA MEDIA SARANG YANG BERBEDA NURJANAN"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKTIVITAS SEMUT RANGRANG (OECOPHYLLA

SMARAGDINA) PADA MEDIA SARANG

YANG BERBEDA

NURJANAN

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produktivitas Semut Rangrang (Oecophylla smaragdina) pada Media Sarang yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2016

Nurjanan

(4)
(5)

ABSTRAK

NURJANAN. Produktivitas Semut Rangrang (Oecophylla smaragdina) pada Media Sarang yang Berbeda. Dibimbing oleh ASNATH MARIA FUAH dan ADE YUSDIRA.

Semut Rangrang (Oechophyla smaragdin ) termasuk salah satu jenis semut yang sering dijumpai di indonesia. Jenis semut ini hidup berkoloni dan memiliki banyak manfaat, salah satunya sebagai agen pengendali hayati pada tanaman pertanian. Semut ini juga memiliki nilai ekonomis tinggi, yaitu sebagai penghasil kroto untuk digunakan sebagai pakan burung dan umpan ikan. Budidaya dipandang sebagai metode pemeliharaan yang tepat untuk meningkatkan produksi kroto dalam jumlah banyak dan kontinyu. Penelitian ini bertujuan menlihat pengaruh perbedaan media sarang terhadap produktivitas semut rangrang. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 3 taraf perlakuan media sarang yang berbeda yaitu media sarang stoples, pipa PVC (polyvinyl choride), dan bambu. Penelitian dilakukan selama 3 bulan yaitu dari bulan Mei sampai bulan Agustus 2016. Parameter yang diamati yaitu bobot panen, bobot kroto, bobot labirin, bobot semut, laju pembentukan labirin, suhu, dan kelembaban dalam sarang. Data yang diperoleh dianalisis ragam atau ANOVA dan dilanjutkan uji jarak berganda Duncan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sarang stoples pada tingkat kelembaban rendah dan suhu yang cukup tinggi menghasilkan bobot panen, bobot kroto, dan bobot semut yang lebih tinggi dibandingkan yang medapat media sarang pipa PVC dan bambu. Penggunaan media sarang yang berbeda tidak berpengaruh terhadap suhu dalam sarang, laju pembentukan labirin, dan bobot labirin.

Kata kunci: kroto, media sarang, semut rangrang

ABSTRACT

NURJANAN. Productivity of Weaver Ants (Oecophylla samaragdina) in Different Nest Media. Supervised by ASNATH MARIA FUAH and ADE YUSDIRA.

Weaver ants (Oechophyla smaragdin) are commonly found in Indonesia. They are eusocial insects which live in colony and play important role in nature as a biocontrol agent on agricutural crops. The ant also has a high economic value, namely as a producer of broods to be used as bird and fish feed. farming is an appropriate method to increase broods productivity in large quantities. This research aims to look the effect of different nest media toward the productivity of weaver ants. The used design was completely randomized design with 3 levels of treatment at a different nest media they are jars, pipe polyvinyl choride and bamboo. The research was conducted for 3 months with the observed parameters are the harvest weights, weights kroto, weights labyrinth, weights ants, the rate of labyrinth construction, the temperature and humidity in the nest. Data were

(6)

analyzed of variance or ANOVA and Duncan's multiple range test with confident interval 5%. The results showed that the use of media nest jars in a low humidity level and temperature produce the harvest weights, weights Kroto, and and the weights ant is higher than the gain media nets pipe polyvinyl choride and bamboo. The use of different media nets did not affect the temperature in the nets, the rate of labyrinth construction, and weights labyrinth.

(7)
(8)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

PRODUKTIVITAS SEMUT RANGRANG (OECOPHYLLA

SMARAGDINA) PADA MEDIA SARANG

YANG BERBEDA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(9)
(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi, yang berjudul Produktivitas Semut Rangrang (Oecophylla smaragdina) pada Media Sarang yang Berbeda. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih Penulis ucapkan kepada almarhumah Ibu Ir Hotnida CH Siregar, MSi dan Ibu Dr Ir Asnath Maria Fuah, MS selaku komisi pembimbing utama, Bapak Ade Yusdira, SE MM selaku pembimbing anggota dan pemilik peternakan Kroto Bond Indonesia atas waktu, tenaga, saran, bimbingan serta kesabaran yang telah diberikan. Terima kasih juga kepada Bapak Sigid Prabowo, SPt MSc dan Ibu Ir Dwi Margi Suci, MS selaku dosen penguji, Bapak Edit Lesa Aditia, SPt MSc selaku dosen pembahas seminar, dan Ibu Zakiah Wulandari, STP MSi selaku dosen pembimbing akademik. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua tercinta (Bapak Warjo dan Ibu Tuminem) dan keluarga yang telah memberikan semangat, kasih sayang, do’a, dan juga dukungan moril maupun materil. Tim penelitian koloni tangguh (Denny Purnama dan Yunita Erwina Talan), Alih Jenis IPTP 48, Alih Jenis IPTP 47, Alih Jenis IPTP 49, mahasiswa FAPET IPB, PPM Majelis Al-Ihya Dramaga, AIS IPB, Tim Kroto Bond Indonesia yang telah membantu selama penelitian dan pengumpulan data serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Desember 2016

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv DAFTAR LAMPIRAN iv PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 1

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Alat 2

Bahan 2

Prosedur 2

Rancangan Percobaan 4

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kondisi Lokasi dan Kandang Penelitian 5

Produktivitas Semut Rangrang 6

SIMPULAN DAN SARAN 8

LAMPIRAN 10

(16)

DAFTAR TABEL

1 Suhu dan kelembaban kandang penelitian 5

2 Produksi kroto semut rangrang pada media sarang yang berbeda 6

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis ragam suhu dalam sarang 10

2 Analisis ragam kelembaban dalam sarang 10

3 Analisis ragam laju pembentukan labirin 10

4 Analisis ragam bobot panen 10

5 Analisis ragam bobot kroto 10

6 Analisis ragam ragam bobot labirin 10

7 Analisis ragam bobot semut 11

8 Uji Duncan suhu dalam sarang 11

9 Uji Duncan kelembaban dalam sarang 11

10 Uji Duncan laju pembentukan labirin 11

11 Uji Duncan bobot panen 11

12 Uji Duncan bobot kroto 11

13 Uji Duncan bobot labirin 12

14 Uji Duncan bobot semut 12

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Semut Rangrang (Oechophyla smaragdina) termasuk salah satu jenis semut yang sering dijumpai di Indonesia. Jenis semut ini hidup berkoloni dan memiliki banyak manfaat, salah satunya sebagai agen pengendali hayati pada tanaman pertanian. Semut ini juga memiliki nilai ekonomis tinggi, yaitu sebagai penghasil kroto untuk digunakan sebagai pakan burung dan umpan ikan (Prayoga 2013). Kroto merupakan calon anak semut rangrang berupa telur, larva, dan pupa yang saat ini harganya mencapai Rp10 000 per 10 g. Selama ini kebutuhan kroto masih mengandalkan tangkapan dari alam dengan cara tradisional. Semut ini di alam, banyak ditemukan di pohon-pohon berdaun lebar, lentur, dan tidak bergetah seperti mangga, kelapa, karet, jati, nangka, jambu, kakao, sirsak, jeruk, duku dan lain-lain (Mele dan Cuc 2004). Hasil kroto dari alam tidak selamanya dapat memenuhi permintaan pasar, karena jumlah produksi hanya 10 kg bulan-1 dari 3-6 pohon (Paimin dan Paimin 2001). Dibutuhkan metode pemeliharaan yang tepat untuk meningkatkan produksinya.

Budidaya dipandang sebagai metode pemeliharaan yang tepat untuk meningkatkan produksi kroto dalam jumlah banyak dan kontinyu, serta dapat menjaga populasinya di alam. Hal tersebut dapat menurunkan orang yang melakukan pencarian kroto, sehinga semakin sedikit juga semut rangrang di alam yang mati akibat proses perburuan kroto.

Sarang semut rangrang merupakan tempat yang digunakan untuk tinggal, istirahat dan berproduksi. Selain pakan, sarang juga dapat mempengaruhi produktivitas semut rangrang untuk menghasilkan kroto. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui produktivitas semut rangrang yang dihasilkan melalui proses budidaya dengan media sarang (stoples, pipa polyvinyl

chloride (PVC), dan bambu) yang berbeda. Media sarang tersebut dipilih karena

banyak ditemukan di berbagai tempat, dapat digunakan berulang kali, tahan lama, dan memiliki harga yang murah.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh media sarang (stoples, pipa

polyvinyl chloride (PVC), dan bambu) yang berbeda terhadap produktivitas semut

rangrang.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengamati produksi dari koloni semut rangrang meliputi perkembangan dan produksi kroto di tiap media sarang yang berbeda selama 3 bulan penelitian. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi peternak semut rangrang dalam menggunakan media sarang. Penelitian ini merupakan usaha mendapatkan informasi mengenai penggunaan media sarang yang tepat untuk menghasilkan produksi kroto yang optimal dan kontinyu.

(18)

2

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di peternakan Kroto Bond Indonesia Jl. Kapten Yusuf Gang Raden Kosasih, RT 06/RW 08, Kelurahan Cikaret, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Analisis proksimat dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan selama 3 bulan yaitu dari bulan Mei sampai bulan Agustus 2016.

Alat

Peralatan yang digunakan adalah 1 buah kandang yang dilengkapi dengan peralatan budidaya seperti rak kayu (budidaya dan panen), media sarang (stoples, pipa polyvinyl chloride (PVC), dan bambu), tempat pakan, tempat minum, ember plastik (kecil dan besar), hand sprayer, sapu lidi, dan saringan. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan rak dan media sarang yaitu solder, pengaris, palu, golok, meteran, pensil, gergaji kayu, dan gergaji besi.

Alat yang digunakan untuk pemanenan kroto dan mengukur (suhu dan kelembaban) adalah ember plastik besar, ember plastik kecil, sarung tangan karet, sepatu boot, pisau, kemasan, timbangan digital dengan ketelitian 0.02 g, dan

thermohygrometer digital (ketelitian suhu dalam -10 oC, suhu luar -50 oC, dan

kelembaban 10%).

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 30 sampel koloni bibit semut rangrang dengan bobot rata-rata 14.10±3.60 g yang diperoleh dari peternakan Kroto Bond Indonesia. Pakan yang digunakan ulat hongkong dan air minum yang digunakan air gula.

Bahan-bahan lain yang digunakan adalah kayu, bambu, triplek, dan paku untuk pembuatan rak. Tepung kanji dan tisu digunakan dalam proses pemanenan. Oli bekas atau air sebagai bahan pengisi alas kaki rak kayu.

Prosedur Persiapan Rak Budidaya

Rak budidaya dibuat sebanyak 3 unit dari bahan kayu, dengan ukuran panjang 60 cm, lebar 50 cm, dan tinggi 100 cm. Rak dibuat 2 tingkat dengan jarak antar lantai 40 cm. Kaki rak dialasi dengan ember yang diisi dengan air atau oli bekas.

Persiapan Media Sarang

Media stoples transparan berukuran 1 L diberi lubang-lubang kecil menggunakan solder. Lubang-lubang kecil berfungsi sebagai ventilasi. Media sarang pipa PVC dan bambu dipotong-potong sesuai kapasitas stoples yaitu kurang lebih 1 L serta diberi lubang kecil yang disesuaikan dengan media sarang

(19)

3

stoples. Media sarang pipa PVC dan bambu sebelum dipotong-potong diukur tinggi atau panjangnya mengunakan rumus matematika sederhana (volum tabung), agar kapasitas tampungnya sama seperti media sarang stoples. Rumus volum tabung menurut Raharjo (2009) adalah sebagai berikut :

Vtabung = r2  t menjadi t = Vtabung/r2

Keterangan :

Vtabung = volum tabung (1 L);

 = 22/7 = 3.14;

r = jari-jari tabung (1/2 Diameter media sarang pipa PVC dan bambu); dan t = tinggi tabung;

Pengisian Bibit Semut Rangrang

Pengisian bibit semut rangrang pada media sarang dilakukan dengan cara menebar semut rangrang sebanyak 10 koloni bibit pada setiap rak perlakuan. Semut rangrang ditebar pada lantai bawah rak dan dibiarkan beradaptasi kurang lebih 1-2 minggu, agar semut naik ke rak bagian atas dan menempati media sarang baru yang telah disediakan.

Budidaya Semut Rangrang

Pemberian pakan ulat hongkong dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari sebanyak 3 g untuk 10 media sarang. Semut rangrang diberi air minum sebanyak 250 mL dengan penambahan gula 5 g (1 sendok teh) sebagai sumber energi. Penggantian air minum dilakukan setiap 2 hari yaitu pada pagi hari.

Sanitasi rak budidaya, terutama pada bagian kaki dilakukan setiap 2 hari sekali yaitu pada pagi hari. Sanitasi dilakukan untuk menjaga kondisi rak agar tetap bersih, nyaman, aman, dan mengurangi semut rangrang yang melarikan diri. Pengamatan suhu dan kelembaban dilakukan pada kandang penelitian dan media dalam sarang. Pengamatan suhu dan kelembaban kandang dilakukan setiap hari yaitu pada pagi jam 07.00-08.00 WIB, siang jam 12.00-13.00 WIB, dan malam jam 21.00-22.00 WIB. Pengamatan suhu dan kelembaban media dalam sarang dilakukan pada awal budidaya semut rangrang, pertengahan budidaya, dan akhir budidaya sebelum pemanenan kroto dari setiap media sarang.

Pengamatan laju pembentukan labirin dilakukan setiap hari, dengan melihat kecepatan pembentukan labirin yang telah terbentuk di dalam media sarang sampai labirin terbentuk penuh di setiap media sarang yang digunakan.

Pelaksanaan Panen

Pemanenan dilakukan saat umur telur semut rangrang (kroto) mencapai 21_25 hari. Waktu panen dilakukan pada pagi hari dengan alat bantu berupa sarung tangan, sepatu boot, tepung kanji, tisu, ember besar, ember kecil, dan pisau.

Panen dilakukan dengan cara menimbang terlebih dahulu koloni dan sarang menggunakan timbangan digital. Isi dalam media sarang dipindahkan dengan cara merusak labirin, agar semut dan kroto masuk ke ember yang telah dilumuri tepung kanji.

Kroto yang berada dalam ember dibersihkan dengan cara mengguncang-guncangkan ember agar kroto dan semut terpisah. Kemudian semut rangrang

(20)

4

dipindahkan ke ember lain. Letakkan tisu di atas kroto agar semut rangrang yang masih tersisa menempel, lalu tisu diangkat dan diletakkan di rak panen.

Kroto yang telah terpisah dari semut selanjutnya disaring untuk memisahkan kotorannya. Lalu kroto yang sudah bersih ditimbang untuk mengetahui produksi yang dihasilkan.

Penanganan Pascapanen

Semut rangrang yang telah dipisah dari krotonya ditimbang lalu diletakan pada rak panen untuk proses pemulihan selama 6 jam (Yusdira dan Waldi 2015).

Selama proses pemulihan semut diberi pakan dan air gula lebih banyak untuk mempercepat pemulihan. Semut dibiarkan kembali ke media sarang hingga penuh, lalu dipindahkan ke rak budidaya untuk melakukan produksi pada periode selanjutnya.

Analisis Kandungan Nutrien Kroto dan Labirin

Kroto dan labirin dianalisis kandungan nutriennya meliputi (bahan kering, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, kandungan Ca, P, dan gross energy) dengan menggunakan metode Association of Official Analytical Chemist/AOAC (2005) dan Atomic Absorption Spectofotometers/AAS.

Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Terdapat 3 taraf perlakuan dan masing-masing taraf perlakuan diulang sebanyak 10 kali sehingga terdapat 30 unit percobaan.

Perlakuan terdiri atas media sarang stoples, media sarang pipa PVC, dan media sarang bambu. Model matematika yang digunakan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2013) adalah sebagai berikut :

Yij = μ + Pi + εij

Keterangan :

Yij = Nilai bobot panen, bobot kroto, bobot labirin, bobot semut, laju pembentukan labirin, suhu, dan kelembaban pada media dalam sarang ke-i (stoples, pipa PVC, dan bambu) dan ulangan ke-j (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10);

μ = Nilai tengah umum bobot panen, bobot kroto, bobot labirin, bobot semut, laju

pembentukan labirin, suhu, dan kelembaban dalam sarang; Pi = Pengaruh media sarang ke-i (stoples, pipa PVC, dan bambu); dan

εij = Pengaruh galat percobaan pada media sarang ke-i (stoples, pipa PVC, dan bambu) pada

ulangan ke-j (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10).

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis ragam atau ANOVA dan bila diketahui beda nyata dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan 5% untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.

Peubah

Pengambilan data sebagian besar dilakukan pada akhir penelitian dengan peubah yang diamati adalah sebagai berikut :

(21)

5

1. Bobot panen (kroto, labirin, dan semut) (g) : Bobot panen diukur pada saat panen pada umur 21-25 hari dengan cara menimbang selanjutnya dilihat selisih dengan rumus :

Bobot panen = ∑ bobot total satu media sarang (g) – ( ∑ bobot media sarang (stoples, pipa PVC, dan bambu) (g)).

2. Bobot kroto (g) : Bobot kroto diukur pada waktu panen dengan cara menimbang kroto yang dihasilkan dari setiap media sarang;

3. Bobot semut (g) : Bobot semut diukur pada waktu panen dengan cara menimbang semut yang telah di ambil krotonya;

4. Bobot labirin (g) : Bobot labirin diukur pada waktu panen dengan cara mehitung selisih dengan rumus :

Bobot labirin (g) = ∑ bobot panen (g) − ( ∑ bobot kroto (g) + ∑ bobot semut (g)).

5. Laju pembentukan labirin (hari) : Laju pembentukan labirin merupakan pengamatan percepatan pembentukan labirin dari hari pertama budidaya semut rangrang sampai pembentukan labirin secara penuh; dan

6. Suhu dan kelembaban media dalam sarang : Suhu dan kelembaban media dalam sarang diukur pada awal budidaya semut rangrang, pertengahan budidaya, dan akhir budidaya sebelum pemanenan kroto dari setiap media sarang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Lokasi dan Kandang Penelitian

Lokasi penelitian berada di Kelurahan Cikaret, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Batas wilayah meliputi sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Pasir Jaya, sebelah barat berbatasan dengan Desa Kota Batu Kabupaten Bogor, sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Pasir Kuda, dan sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Mulyaharja. Secara geografis Kelurahan Cikaret terletak antara 6.36_6.40 oLS dan 106.46_106.50 oBT dengan ketinggian 250_349 m dpl, suhu rata-rata 23_32 oC, kelembaban 70%, dan curah hujan yang cukup tinggi yaitu 3 500_4 500 mm tahun-1 serta memiliki iklimnya tipe A (BPS 2016). Selama penelitian dilakukan pengamatan terhadap suhu dan kelembaban kandang setiap harinya. Suhu dan kelembaban kandang penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Suhu dan kelembaban kandang penelitian

Parameter Pengamatan

Pagi Siang Malam

Suhu (oC) 26.25±1.54 30.40±1.77 28.19±1.49

Kelembaban (%) 81.55±6.92 67.83±7.54 72.68±7.83

Keterangan : selama pemeliharaan dari bulan Mei sampaiAgustus 2016

Tabel 1 menunjukkan hasil pengamatan suhu dan kelembaban kandang selama penelitian. Suhu kandang berada pada kisaran 26.25_30.40 oC dengan kelembaban 67.83%_81.55%. Rata-rata suhu kandang selama penelitian 28.35±1.60 oC dan kelembaban 74.02±7.43%. Kondisi lingkungan tersebut

(22)

6

mengindikasikan bahwa keadaan kandang pemeliharaan semut rangrang cukup panas, namun keadaan ini tidak berpengaruh terhadap perkembangan semut karena kondisinya sesuai dengan habitat semut rangrang di alam. Menurut Prayoga (2013) semut rangrang dapat hidup pada suhu 26_34 oC dan kelembaban 62%_92%. Lingkungan yang tidak optimum akan memberikan pengaruh negatif terhadap produktivitas semut rangrang (Yusdira dan Waldi 2015).

Kandang penelitian yang digunakan untuk budidaya semut rangrang memiliki ukuran panjang 8 m, lebar 6 m, dan tinggi 3.5 m. Menurut Prayoga (2013) kandang atau kumbung budidaya semut rangrang ukuran disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan produksi yang diinginkan dengan sistem ventilasi buka tutup.

Produktivitas Semut Rangrang

Penelitian ini dilakukan untuk melihat produktivitas semut rangrang pada media sarang yang berbeda. Hasil penelitian produktivitas semut rangrang yang dibudidaya pada media sarang yang berbeda disajikan pada Tabel 2

Tabel 2 Produksi kroto semut rangrang pada media sarang yang berbeda

Parameter Perlakuan media sarang

Stoples Pipa PVC Bambu

Suhu (oC) 30.22±0.46a 29.90±0.00a 30.08±0.36a Kelembaban (%) 65.55±0.36a 66.65±0.70b 67.50±0.88c Laju pembentukan labirin

(hari) (( ((hari)

14.30±2.49a 14.7±3.46a 16.00±0.94a Bobot panen (g) 33.20±5.45a 22.90±2.60b 22.10±2.60b Bobot kroto (g) 15.10±2.33a 11.20±1.54b 9.20±2.44c Bobot labirin (g) 3.10±0.31a 3.00±0.81a 2.70±0.67a Bobot semut (g) 15.00±3.74a 8.70±1.49b 10.20±1.98b

Keterangan : Angka yang disertai huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan nilai yang berbeda nyata pada taraf uji P<0.05

Hasil pengamatan suhu pada Tabel 2 menunjukkan bahwa suhu setiap media sarang yang digunakan tidak berbeda (P<0.05). Hal ini terjadi karena semut rangrang yang bersarang pada media sarang memiliki suhu yang nyaman untuk aktivitas produksi dan reproduksi serta keberlangsungan hidupnya. Menurut Mele dan Cuc (2004) semut rangrang dapat berkembang baik pada suhu 26_34 oC. Kadochova dan Frouz (2013) menyatakan suhu optimal perkembangbiakan semut adalah 24-34oC. Suhu dalam sarang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk usia, jenis kelamin, kasta, dan makanan. Kelembaban media sarang menujukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05). Perlakuan media sarang stoples memiliki kelembaban yang terendah dibandingkan dengan media sarang pipa PVC dan bambu. Hal ini terjadi karena bahan yang digunakan berbeda yaitu bahan plastik dan bambu sehingga mempengaruhi kelembabannya, selain itu media sarang stoples transparan sehinga sinar matahari dapat masuk dan

(23)

7

menurunkan kelembaban di dalam sarang tersebut. Perbedaan kelembaban tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap aktifitas semut karena semut dapat hidup dan berkembang pada kelembaban 62%_92% (Mele dan Cuc 2004).

Laju pembentukan labirin diamati untuk melihat kecepatan pembangunan labirin dalam sarang setelah dirusak total. Hasil penelitian pada Tabel 2 menunjukkan tidak ada perbedaan (P<0.05) antara media sarang yang digunakan dalam laju pembentukan labirin. Rataan laju pembentukan labirin berturut-turut adalah sebagai berikut pada media sarang stoples 14.30±2.49 hari, pada media sarang pipa PVC 14.7±3.46 hari, dan pada media sarang bambu 16.00±0.94 hari. Hal tersebut menunjukkan bahwa semut rangrang dapat membangun labirin pada media sarang yang berbeda. Menutut Marcela et al. (2012) semut rangrang dapat membangun sarang baru dalam waktu 14 hari setelah sarang mereka diambil. Paimin dan Paimin (2001) menyatakan kondisi normal semut rangrang dapat membentuk sarang baru antara 17_24 hari. Laju pembentukan labirin dapat dipengaruhi oleh pakan, air gula, dan kondisi lingkungan budidaya serta ketersediaan larva. Hal ini sesui dengan pendapat Suhara (2009) bahwa pembentukan labirin dalam sarang semut rangrang dipengaruhi oleh banyak serangga sebagai pakan, embun madu sebagai air minum, sedikit gangguan dari predator lain, dan larva semut itu sendiri.

Hasil penelitian bobot panen semut rangrang pada Tabel 2 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0.05). Perlakuan media sarang stoples menujukkan bobot panen terbesar bila dibandingkan dengan media sarang pipa PVC dan bambu. Bobot panen pada media sarang stoples terbaik karena keadaan di dalam media sarang lebih setabil dilihat dari kondisi lingkungannya yaitu suhu yang lebih tinggi dan kelembaban yang rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Angkasa (2015) bahwa media sarang stoples memiliki temperatur yang hangat sehinga bobot panen dapat dimaksimalkan. Media sarang pipa PVC dan bambu hasilnya lebih rendah karena keadaan media sarang tersebut tertutup dan gelap mengakibatkan keadaan di dalamnya lembab sehinga perkembangannya lambat dan cukup sulit menentukan waktu panen. Menurut Prayoga (2013) media sarang pipa PVC dan bambu banyak memiliki kekurangan diantaranya kondisi di dalam sarang terlalu gelap sehinga sulit meningkatkan suhu dan menurunkan kelembaban serta sulit menentukan waktu panen.

Kroto merupakan calon anak semut rangrang berupa telur, larva, dan pupa yang mengandung protein yang tinggi 19.52% (Lampiran 15). Hasil penelitian pada Tabel 2 menunjukkan adanya perbedaan rataan bobot kroto yang nyata (P<0.05) antara media sarang yang digunakan. Perlakuan media sarang stoples memiliki hasil produksi yang paling tinggi dengan rataan 15.10±2.33 g. Hal ini terjadi karena media sarang stoples berbahan plastik dan transparan sehinga kroto lebih mudah dilihat perkembangan dan pertumbuhannya selain itu temperatur dalam media sarang ini lebih stabil untuk perkembangan kroto. Kroto sendiri membutuhkan temperatur yang cukup panas untuk perkembangannya. Menurut Yusdira et al. (2014) penggunaan media sarang stoples mempermudah melihat perkembang kroto dan menentukan waktu panen sehingga produksi kroto dapat maksimal. Perlakuan media sarang pipa PVC dan bambu memiliki hasil kroto yang rendah dengan rataan 11.20±1.54 g dan 9.20±2.44 g. Hal ini terjadi karena temperatur didalam sarang relatif rendah sehingga menghambat perkembangan kroto dan menghambat hasil panen yang optimal (Angsana 2015).

(24)

8

Labirin merupakan sekat-sekat lembaran tipis yang berada di dalam sarang, dibentuk menggunakan larva semut sebagai pemintal. Menurut Suhara (2009) larva semut dianggap sebagai mesin jahit pembentuk labirin. Semut rangrang membangun labirin di dalam media sarang dengan cara menggigit dan mengosokan larva pada dinding media sarang, hingga terbentuk benang putih sebagai pemintal. Pemintalan labirin dalam media sarang dilakukan oleh semut pekerja secra bersama-sama dengan membentuk rantai panjang dan menggunakan lem sutra dari larva (Crozier et al. 2010).

Hasil penelitian Bharti dan Silla (2011) menujukkan bahwa labirin di dalam sarang dibangun oleh semut pekerja secara bersama-sama menggunakan sutera putih yang dihasilkan dari sekresi larva. Labirin sendiri digunakan untuk meletakan telur, makan, istirahat, berproduksi, bertahan dari predator lain, dan tempat persembunyian ratu. Hal ini sesuai dengan pendapat Itterbeeck (2014) bahwa labirin dalam sarang digunakan untuk tempat perlindungan ratu dan tempat evakuasi ratu serta pengawalnya. Hasil penelitian bobot labirin pada Tabel 2 menunjukkan tidak ada perbedaan (P<0.05) antara media sarang yang digunakan. Hal ini terjadi karena bahan pembentuk labirin sama yaitu proten berserat hasil sekresi larva semut itu sendiri. Hasil analisis nutrien menunjukkan (Lampiran 15) kandungan protein labirin sanagat tinggi yaitu 59.49%. Menurut Siri dan Maensiri (2010) labirin terbentuk dari protein berserat hasil sekresi kelenjar cairan penyimpanan, sehingga media sarang yang berbeda tidak mempengaruhi bobot labirin.

Hasil penelitian pada Tabel 2 menunjukkan rataan bobot semut rangrang pada media sarang yang digunakan yaitu 15.00±3.74 g pada media sarang stoples, 8.70±1.49 g pada media sarang pipa PVC, dan 10.20±1.98 g pada media sarang bambu. Penggunaan media sarang yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05) pada bobot semut setiap sarang. Semut pada media sarang stoples lebih banyak bila dibandingkan dengan bobot semut pada media sarang pipa PVC dan bambu. Hal ini terjadi karena semut-semut yang bersarang pada media sarang stoples lebih cepat berkembangbiak karena temperatur lingkungan yang cukup ideal. Menurut Prayoga (2013) penggunaan media sarang stoples dapat mempercepat perkembangbiakan semut rangrang. Semut rangrang yang bersarang pada media pipa PVC dan bambu jumlahnya lebih sedikit karena perkembangannya lambat. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi temperatur lingkungan yang ada di dalam media sarang tersebut cukup rendah dan kurang ideal.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sarang stoples pada tingkat kelembaban rendah dan suhu yang cukup tinggi menghasilkan bobot panen, bobot kroto, dan bobot semut yang lebih tinggi dibandingkan yang medapat media sarang pipa PVC dan bambu. Penggunaan media sarang yang berbeda tidak berpengaruh terhadap suhu dalam sarang, laju pembentukan labirin, dan bobot labirin.

(25)

9

Saran

Perlu penelitian lanjutan tentang produksi kroto semut rangrang dengan mengukur berat semut, berat kroto, dan ukuran per kasta dari kepadatan sarang yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Angkasa S. 2015. Revolusi Produksi Kroto. Depok (ID): Trubus Swadaya.

Bharti H, Silla S. 2011. Note on life history of (fabricius) and its potensial as biological agent. Halteres. 3

:

1

-

8.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. BPS No 3271.001. Statistik Daerah Kecamatan Bogor Selatan. Bogor (ID): Badan Pusat Statistik Kota Bogor. Crozier RH, Newey PS, Schluns EA, Robson SKA. 2010. A masterpiece of

evolution Oecophylla weaver ants (Hymenoptera: Formicidae). Myrmecol. 13:57-71.

Itterbeeck JV. 2014. Prospects of semi-cultivating the edible weaver ant

Oecophylla smaragdina [tesis]. Wageningen (NL): Wageningen University.

Kadochova S, Frouz J. 2013. Thermoregulation strategies in ants in comparison to other social insects, with a focus on Formica rufa. Research. 1:2-280. Marcela P, Hassan AA, Nurita AT, Thevan K. 2012. Colony structure of the

weaver ant, Oecophylla smaragdina (Fabricius) (Hymenoptera:

Formicidae). Sociobiology. 59(1):1-10.

Mattjik AM, Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi

SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Pr.

Mele PV, Cuc NTT. 2004. Evolution and status of Oecophylla smaragdina (Fabricius) as a pest control agent in citrus in the Mekong Delta, Vietnam.

Int J Pest Management. 46:295-301.

Paimin FB, Paimin FR. 2001. Budi Daya Semut Rangrang Penghasil Kroto. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Prayoga B. 2013. Kupas Tuntas Budidaya Kroto Cara Modern. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Raharjo M. 2009. Geometri Ruang. Yogyakarta (ID): Widyaiswara Madya. Siri S, Maensiri S. 2010. Alternative biomaterials: Natural, non-woven,

fibroin-based silk nano fibers of weaver ants (Oecophylla smaragdina). Biological

Macromolecules. 46:529-534.

Suhara. 2009. Semut Rangrang (Oecophylla smaragdina). Bandung (ID): Universitas Pendidikan Indonesia.

Yusdira A, Mukhlis E, Sitanggang M. 2014. Budidaya Kroto Sistem Stoples. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka.

Yusdira A, Waldi AH. 2015. Budidaya Kroto Sistem Besek. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka.

(26)

10

LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis ragam suhu dalam sarang

Sumber keragaman dB JK KT Fhit P

Perlakuan 2 0.515 0.257 2.233 0.127

Galat 27 3.112 0.115

Total 29 3.627

Lampiran 2 Analisis ragam kelembaban dalam sarang

Sumber keragaman dB JK KT Fhit P

Perlakuan 2 19.117 9.558 20.241 0.000

Galat 27 12.750 0.472

Total 29 31.867

Lampiran 3 Analisis ragam laju pembentukan labirin

Sumber keragaman dB JK KT Fhit P

Perlakuan 2 15.800 7.900 1.239 0.306

Galat 27 172.200 6.378

Total 29 188.000

Lampiran 4 Analisis ragam bobot panen

Sumber keragaman dB JK KT Fhit P

Perlakuan 2 766.467 383.233 26.572 0.000

Galat 27 389.400 14.422

Total 29 1155.867

Lampiran 5 Analisis ragam bobot kroto

Sumber keragaman dB JK KT Fhit P

Perlakuan 2 180.067 90.033 19.588 0.000

Galat 27 124.100 4.596

Total 29 304.167

Lampiran 6 Analisis ragam ragam bobot labirin

Sumber keragaman dB JK KT Fhit P

Perlakuan 2 0.867 0.433 1.064 0.359

Galat 27 11.000 0.407

(27)

11

Lampiran 7 Analisis ragam bobot semut

Sumber keragaman dB JK KT Fhit P

Perlakuan 2 216.600 108.300 16.093 0.000

Galat 27 181.700 6.730

Total 29 398.300

Lampiran 8 Uji Duncan suhu dalam sarang

Jenis media sarang Rataan Wilayah Duncan

Stoples 30.22 a

Bambu 30.08 a

Pipa PVC 29.90 a

Lampiran 9 Uji Duncan kelembaban dalam sarang

Jenis media sarang Rataan Wilayah Duncan

Bambu 67.50 c

Pipa PVC 66.65 b

Stoples 66.55 a

Lampiran 10 Uji Duncan laju pembentukan labirin

Jenis media sarang Rataan Wilayah Duncan

Stoples 14.30 a

Pipa PVC 14.70 a

Bambu 16.00 a

Lampiran 11 Uji Duncan bobot panen

Jenis media sarang Rataan Wilayah Duncan

Stoples 33.20 a

Pipa PVC 22.90 b

Bambu 22.10 b

Lampiran 12 Uji Duncan bobot kroto

Jenis media sarang Rataan Wilayah Duncan

Stoples 15.10 a

Pipa PVC 11.20 b

(28)

12

Lampiran 13 Uji Duncan bobot labirin

Jenis media sarang Rataan Wilayah Duncan

Bambu 3.10 a

Pipa PVC 3.00 a

Stoples 2.70 a

Lampiran 14 Uji Duncan bobot semut

Jenis media sarang Rataan Wilayah Duncan

Stoples 15.00 a

Bambu 10.20 b

Pipa PVC 8.70 b

Lampiran 15 Analisis kandungan nutrien kroto dan labirin

Komponen Kroto Labirin

Bahan kering (%) 54.55 89.75 Abu (%) 6.10 2.08 Protein kasar (%) 19.52 59.49 Serat kasar (%) 3.94 18.87 Lemak kasar (%) 4.40 8.13 BETN (%) 20.59 1.18 Kalsium (%) 0.34 0.82 Pospor (%) 0.49 1.20 Natrium klorida (%) 0.24 0.50

Energi bruto (kkal kg1) 2 577.00 -

Keterangan : Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2016)

(29)

2

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wanakarta Kecamatan Lolong Kuba, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku pada tanggal 06 Januari 1994. Penulis adalah anak ke-5 dari 5 bersaudara dari pasangan Bapak Warjo dan Ibu Tuminem. Penulis mengawali pedidikan Dasar di SD Inpres Unit 5 Wanakarta dan lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menenengah Pertama di SMP PGRI Mako dan lulus pada tahun 2008. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Kejuruan di SMK Negeri 1 Namlea dan lulus pada tahun 2011. Tahun yang sama penulis diterima di Program Keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak Program Diploma Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Ujian Tes Mandiri dan lulus pada tahun 2014. Tahun 2014 penulis melanjutkan kuliah Alih Jenis di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, melalui jalur tes mandiri.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi sebagai pengurus Ikatan Santri Mahasiswa Al-Ihya (2014-2015). Selain itu penulis pernah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan pada tahun 2013 di Peternakan Madani Farm Sukabumi dan tahun 2014 di PT Andini Persada Sejahtera Puwakarta Jawa Barat. Mengikuti program IGTF (IPB Goes to Field 2015) Sekolah Peternakan Rakyat di kabupaten Bojonegoro Jawa Timur dan Magang Profesi CDA (Career Development and Alumni affairs IPB 2016) di CV Mitra Tani Farm Ciampea Bogor. Penulis juga terlibat menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknik Pengolahan Limbah Peternakan pada tahun 2015 dan mata kuliah Unggas Komersil pada tahun 2016, serta terlibat dalam kegitan Masa Perkenalan Fakultas menjadi PAK Meet Cowboys 52 (2016).

Gambar

Tabel 2 Produksi kroto semut rangrang pada media sarang yang berbeda

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan manajemen humas pemerintah masih belum dikelola secara profesional terkait adanya kendala SDM yang kurang mampu menggunakan aplikasi dan perangkat

Doc.. Izjavljujem da sam ovaj rad izradio samostalno koristeći stečena znanja tijekom studija i navedenu literaturu. Zahvaljujem se mentoru doc. Darku Ivančeviću

Sampai dengan selesainya RapatPenlelasan (Aanwryzing) PengadaanJasa Konstruksi tersebut diatas, Tidak adla pertanyaan dafi calon penyediaJasa, sehinggakami panitia

Ekstrak heksana, etil asetat dan etanol daun ekor kucing memiliki aktivitas sebagai antibakteri, dimana ekstrak etanol memiliki aktivitas antibakteri yang paling

α -mangostin juga menunjukkan aktivitas antijamur yang tinggi terhadap jamur.. Epidermophyton floccosum , Alternaria solani , Mucor sp, Rhizopus

Kepala seksi Perdata dan Tata Usaha Negara pada Kejaksaan Negeri Jantho, Evan Munandar menyebutkan kewenangan jaksa sebagai pihak yang berwenang membatalkan

Terakhir, diperoleh bahwa apabila dilihat hasil pengelompokan dari tiap angkatan berdasarkan cluster yang terbentuk pada Dendrogram, maka Angkatan 2008 sampai

1) Pemasangan pipa hisap diameter 1 inchi (25 mm) dari pompa listrik ke tanki (tandon) penampung air tanah yang akan diremoval secara spray aerator dengan