• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Islam Terhadap Mekanisme Penentuan Kriteria Ahli Waris Menurut Pandangan Pengurus Cabang (PC) Lembaga Dakwah Islam Indonesia(LDII) Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Hukum Islam Terhadap Mekanisme Penentuan Kriteria Ahli Waris Menurut Pandangan Pengurus Cabang (PC) Lembaga Dakwah Islam Indonesia(LDII) Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENENTUAN KRITERIA AHLI WARIS MENURUT PANDANGAN PENGURUS CABANG (PC) LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII)

KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO SKRIPSI

Oleh:

Sonia Angita Ayu V. C91215084

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Keluarga Islam SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan dengan judul “Analisis Hukum Islam Terhadap Mekanisme Penentuan Kriteria Ahli Waris Menurut Pengurus Cabang (PC) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dua rumusan masalah yaitu: Bagaimana analisis hukum Islam terhadap mekanisme penentuan kriteria ahli waris menurut Pengurus Cabang (PC) LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo dan bagaimana analisis hukum Islam terhadap mekanisme penentuan kriteria ahli waris menurut Pengurus Cabang (PC) LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Hal ini berarti bahwa data yang dianalisis adalah berupa paparan kata-kata dan deskripsi keadaan bukan angka, karena penelitian ini adalah penelitian lapangan., maka teknik pengumpulan data menggunakan wawancara. Wawancara disini adalah dengan tokoh-tokoh Pengurus Cabang LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Kemudian data yang dikumpulkan diuraikan menggunakan teknik deskriptif analisis dengan pola deduktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengurus Cabang LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo menetapkan kriteria ahli waris sebagai anggota LDII adalah menetapkan kriteria ahli waris menurut keanggotaan LDII sebagai syarat atau kriteria seseorang menjadi ahli waris. Perbedaan yang terlihat disini adalah dalam menentukan murtad dan kafir, dimana menurut LDII apabila orang yang keluar dari LDII, maka orang tersebut dianggap murtad. Selanjutnya apabila mereka murtad, maka mereka tergolong kafir dan tidak berhak untuk mendapatkan waris dari anggota LDII., akan tetapi dalam hukum Islam murtad adalah orang yang keluar dari agama Islam. Jadi apabila hanya keluar dari organisasi masyarakat maka tidak diaggap murtad dan masih berhak untuk mendapatkan waris.

Berdasarkan kesimpulan dari skripsi ini adalah: kriteria ahli waris menurut Pengurus Cabang LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo berbasis pada keanggotaanya sendiri. Apabila ada orang yang keluar dari LDII, tidak lagi memenuhi kriteria ahli waris dan tidak bisa menjadi ahli waris dalam keanggotaan LDII. Menganalisis dari hukum Islam yaitu Kompilasi Hukum Islam yang dipakai di Negara Indonesia., dimana ketentuan kriteria ahli waris yang mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris dan tidak terhalang hukum., maka ahli waris tersebut berhak untuk mendapatkan waris. Jadi, alangkah lebih baiknya permasalahan ini dikembalikan kepada pemerintahan yang sudah jelas mengatur dalam permasalahan kriteri ahli waris dalam kewarisan.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN ... v

PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

MOTTO ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 9

C. Rumusan Masalah ... 10

D. Kajian Pustaka ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 13

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 14

G. Definisi Operasional ... 14

H. Metode Penelitian ... 15

I. Sistematika Pembahasan ... 21

BAB II KRITERIA AHLI WARIS DALAM HUKUM ISLAM ... 23

A. Definisi, Dasar Hukum, Macam-macam Ahli Waris, Syarat dan Rukun Ahli Waris, Penghalang Waris ... 23

1. Definisi Ahli Waris ... 23

2. Dasar Hukum Ahli Waris... 24

(8)

4. Syarat dan Rukun Ahli Waris ... 30

5. Pengahalang Waris... 33

B. Ketentuan Kriteria Ahli Waris Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 171-175 Buku II Kewarisan ... 42

BAB III PANDANGAN LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA TENTANG KRITERIA AHLI WARIS ... 46

A. Profil Organisasi Pengurus Cabang LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo ... 46

1. Struktur Organisasi Pengurus Cabang LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo ... 47

2. Letak Geografis Pengurus Cabang LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo ... 48

3. Letak Demografis Pengurus Cabang LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo ... 48

B. Program Kegiatan Pengurus Cabang LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo ... 49

1. Sosial ... 49

2. Keagamaan ... 50

C. Pandangan LDII Terhadap Kriteria Ahli Waris ... 52

BAB IV Analisis Hukum Islam Terhadap Mekanisme Penentuan Kriteria Ahli Waris Menurut Pandangan Pengurus Cabang (PC) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo……….. 57

A. Ketentuan Terhadap Mekanisme Penentuan Kriteria Ahli Waris Menurut Pandangan Pengurus Cabang (PC) LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo ……….. 57

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Mekanisme Penentuan Kriteria Ahli Waris Menurut Pandangan Pengurus Cabang (PC) LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo……… 60

(9)

BAB V PENUTUP ... 66 A. Kesimpulan ... 66 B. Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN BIODATA PENULIS

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Struktur Pimpinan Anak Cabang Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Medaeng, Waru, Sidoarjo ... 46

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Proses perjalanan kehidupan manusia adalah lahir, hidup dan mati. Semua tahap itu membawa pengaruh dan akibat hukum terhadap lingkungannya, terutama orang yang dekat dengannya, baik dekat dalam arti nasab maupun dalam arti lingkungan.

Islam mengatur pembagian warisan secara adil melalui aturan-aturan yang ada dalam Alquran. Salah satu syariat yang diatur di dalam ajaran agama Islam adalah tentang hukum waris, yakni suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia. Adapun sumber hukum Islam yang berhubungan dengan masalah mawaris antara lain:1

Firman Allah Swt:

َرْ قَْلْاَو ِناَدِلاَوْلا َكَرَ ت اَِّمِ ٌبيِصَن ِءاَسِّنلِلَو َنوُبَرْ قَْلْاَو ِناَدِلاَوْلا َكَرَ ت اَِّمِ ٌبيِصَن ِلاَجِّرلِل

َنوُب

اًبيِصَن َرُ ثَك ْوَأ ُوْنِم َّلَق اَِّمِ

اًضوُرْفَم

“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu, bapak dan

kerabatnya, dan bagi orang wanita juga mempunyai hak bagian dari harta peninggalan ibu, bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”.(QS. An-Nisa‟:7).2

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) di jelaskan tentang pengertian hukum kewarisan yang terdapat pada pasal 171 (a), adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris,

1 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), 3. 2

Departemen Agama RI, Al-quran dan Terjemahnya (Jakarta: CV. Darus Sunnah Jatinegara. 2007), 79.

(12)

2

menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.3

Pengaturan kembali pelaksanaan kewarisan Islam dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dimaksudkan untuk menyatukan pola penerapan hukumnya, agar perumusan kebijaksanaan aturan-aturan yang tidak sesuai dengan kondisi sosial yang ada di Indonesia diformulasikan kembali. Kebutuhan kontemporer berdasarkan tuntunan sosial, pengaturan kewarisan yang ada dalam fikih kewarisan terdahulu penting dilakukan untuk mendapatkan kesesuaian dengan kondisi sosial umat Islam yang ada di Indonesia.4 Dalam hukum waris Islam terdapat 3 unsur yaitu:5

1. Pewaris, adalah seseorang yang telah meninggal dan meninggalkan sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang masih hidup.

2. Ahli waris, adalah orang yang berhak mendapat warisan karena mempunyai hubungan dengan pewaris, berupa hubungan kekerabatan, perkawinan atau hubungan yang lainnya.

3. Warisan, adalah sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia, baik berupa benda bergerak maupun benda tak bergerak.

Ahli waris adalah orang-orang yang akan menerima hak kepemilikan harta (tirkah) peninggalan pewaris. Hal ini sangat logis, karena proses waris-mewarisi dapat terjadi apabila ada yang menerima warisan. Kompilasi Hukum Islam (KHI) merumuskan pengaturan pelaksanaan tiga persoalan pokok dalam keperdataan

3 Kompilasi Hukum Islam (KHI) (Jakarta: Tim Permata Press, 2003), 53.

4 Habiburrahman, Rekonstruksi Hukum Kewarisan Islam(Jakarta: Prenada Media Grup, 2011), 79. 5 Suhrawardi K.Lubis, Hukum Waris Islam(Jakarta: Sinar Grafika, 1995), 35.

(13)

3

Islam yang berkaitan dengan kondisi sosial yang sangat mendesak yaitu, perkawinan, kewarisan dan perwakafan. 6

Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), ahli waris adalah seseorang yang dinyatakan mempunyai hubungan kekerabatan baik hubungan darah, atau hubungan sebab perkawinan. Di dalam Alquran di jelaskan dalam Surah An-Nisa‟ ayat 12 yang berbunyi:7

ٌدَلَو َّنَُلَ ْنُكَي َْلَ ْنِإ ْمُكُجاَوْزَأ َكَرَ ت اَم ُفْصِن ْمُكَلَو

َنْكَرَ ت اَِّمِ ُعُبُّرلا ُمُكَلَ ف ٌدَلَو َّنَُلَ َناَك ْنِإَف

ْنِإَف ٌدَلَو ْمُكَل ْنُكَي َْلَ ْنِإ ْمُتْكَرَ ت اَِّمِ ُعُبُّرلا َّنَُلََو ٍنْيَد ْوَأ اَِبِ َينِصوُي ٍةَّيِصَو ِدْعَ ب ْنِم

ْمُكَل َناَك

ْعَ ب ْنِم ْمُتْكَرَ ت اَِّمِ ُنُمُّثلا َّنُهَلَ ف ٌدَلَو

ِوَأ ًةَل َلََك ُثَروُي ٌلُجَر َناَك ْنِإَو ٍنْيَد ْوَأ اَِبِ َنوُصوُت ٍةَّيِصَو ِد

ُءاَكَرُش ْمُهَ ف َكِلَذ ْنِم َرَ ثْكَأ اوُناَك ْنِإَف ُسُدُّسلا اَمُهْ نِم ٍدِحاَو ِّلُكِلَف ٌتْخُأ ْوَأ ٌخَأ ُوَلَو ٌةَأَرْما

ِفِ

اَِبِ ىَصوُي ٍةَّيِصَو ِدْعَ ب ْنِم ِثُلُّ ثلا

ٌميِلَح ٌميِلَع َُّللَّاَو َِّللَّا َنِم ًةَّيِصَو ٍّراَضُم َرْ يَغ ٍنْيَد ْوَأ

“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.” (Surat An-Nisa‟:12).

Meskipun demikian tidak secara otomatis setiap anggota keluarga dapat mewarisi harta peninggalan pewarisnya, di dalam pasal 173 telah terpenuhi,

6

Abdul Ghofur Ansori, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia (Yogyakarta: Ekonisia, 2005), 25.

7

(14)

4

karena ada ahlli waris yang lebih dekat hubungannya dengan pewaris dan ada juga yang hubungannya lebih jauh dari pewaris. Dalam hal ini, para ahli waris harus mengingat urutannya masing-masing. Dan dalam urutan-urutan penerimaan harta warisan sering kali yang dekat menghalangi yang jauh, atau ada juga yang hubungannya dekat dengan pewaris tetapi tidak tergolong sebagai ahli waris. Hukum waris Islam membagi ahli waris menjadi dua macam yaitu:8

1. Ahli waris nasab, yaitu ahli waris yang hubungan kekeluargaannya timbul karena hubungan darah. Maka sebab nasab menunjukkan hubungan kekeluargaan antara pewaris dengan ahli waris.

2. Ahli waris sebab, yaitu hubungan kewarisan yang timbul karena sebab tertentu, seperti perkawinan yang sah dan memerdekakan hamba sahaya.

Macam-macam ahli waris dapat digolongkan menjadi beberapa golongan yang ditinjau dari segi jenis kelaminnya, maka ahli waris terbagi menjadi dua golongan yaitu, ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan, dan apabila ditinjau dari segi hak atas harta warisan, maka ahli waris terbagi menjadi tiga golongan, yaitu dhawil al furūḍ, aṣābah, dhawil Arḥam. 9

Alquran menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum yang berkaitan dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang pun. Bagian yang harus diterima semua di jelaskan sesuai dengan kedudukan nasab terhadap pewaris, apakah dia sebagai anak, ayah, istri, suami, kakek, ibu, paman,cucu, atau bahkan sebatas saudara seayah atau seibu. Dalam ilmu waris bukan hanya dikenal adanya aturan siapa saja yang berhak mendapat warisan, ada juga hal yang

8 Suparman Usman, Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997),

63-65.

(15)

5

membuat seseorang yang mendapatkan warisan haknya menjadi hilang atau gugur, sehingga orang tersebut tidak bisa menerima warisan. Selain itu ada juga seseorang yang seharusnya mendapat warisan namun ia terhalang karena ada orang lain yang berhak mendapat warisan tersebut.10

Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, banyak organisasi ke Islaman yang muncul diantaranya adalah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). LDII didirikan oleh H.Nur Hasan Ubaidah pada tahun 1951 yang pada awalnya bernama Darul Hadis atau Islam Jama‟ah.11 LDII merupakan nama baru dari sebuah organisasi yang telah beberapa kali mengalami perubahan nama, yakni dari Islam Jama‟ah menjadi Lembaga Karyawan Dakwah Indonesia (LEMKARI), kemudian menjadi LDII seperti sekarang. Islam Jama‟ah merupakan sebuah aliran atau Lembaga kemasyarakatan yang berada dibawah pimpinan seorang amir atau Imam, yang sekaligus berfungsi sebagai sumber ajaran bagi masyarakat yang dipimpinnya sesuai dengan kepercayaa yang dianut, dimana seorang imam atau amir mempunyai otoritas yang absolut.12

Islam Jama‟ah merupakan salah satu organisasi yang terkenal eksklusif. Anggota dari kelompok ini terkenal tidak bisa bekerja sama dengan kelompok lain yang tidak sealiran, itu sebabnya mereka kurang bersifat terbuka dan kurang mau menerima pemikiran dari luar. Akan tetapi setelah berubah menjadi LDII, organisasi ini menjadi inklusif dimana mereka hanya memberikan pandangan baru bukan dengan membuat ajaran-ajaran yang baru dan membuang yang lama.

10 Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indoneisa (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), 68. 11

Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002), 73.

12 Abuddin Nata,Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia(Jakarta: PT. Raja Grafindo

(16)

6

Selanjutnya, adapun hasil wawancara dari Bapak Sofyan selaku jama‟ah LDII desa Medaeng bahwa yang menjadi kriteria ahli waris menurut LDII adalah, “bahwa syarat untuk menjadi ahli waris dalam Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) desa Medaeng Kecamatan Waru Sidoarjo ada perbedaan dengan hukum Islam. Menurut Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) desa Medaeng Kecamatan Waru Sidoarjo, apabila pewaris meninggal dunia tidak boleh mewarisi harta peninggalannya, walaupun yang mewarisi orang tuanya, karena hukum waris tidak berlaku apabila ada anggota keluarga yang tidak ikut Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) desa Medaeng Kecamatan Waru Sidoarjo menganggap bahwa orang yang keluar dari jama’ah ini maka akan dianggap murtad (kafir) dan tidak berhak mendapatkan warisan dari orang tuanya, apabila orang tuanya mengikut jama’ah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII).13

Dari uraian diatas, melalui pengamatan penulis bahwa dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam buku II tentang hukum kewarisan dalam pasal 171 (c) dijelaskan bahwa ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. 14

Adapun perbedaan yang paling mendasar dari ajaran LDII yakni anak yang keluar dari jama‟ah LDII tidak bisa mendapatkan warisan dari orang tuanya yang jama‟ah LDII. Berbeda dengan hukum Islam yang mana anak kandung berhak

13 Baihaqi, Wawancara, Sidoarjo, 30 September 2018.

(17)

7

mendapatkan waris dari orang tua nasabnya, kecuali anak tidak bisa mendapatkan waris apabila terhalang menurut hukum yang berlaku.15

Penelitian awal yang dilakukan oleh Penulis kepada salah satu jamaah LDII mendapatkan sebuah pandangan bahwa yang dimaksud kafir dalam LDII adalah orang yang keluar dari LDII dan melanggar baiat yaitu janji setia.16 Berdasarkan hadis Nabi mengenai baiat yakni sebagai berikut:

ٍمْهَج ِبَِأ ْنَع ٍفِّرَطُم ْنَع ٌلَدْنَمَو ٍشاَّيَع ُنْب ِرْكَب وُبَأَو ٌرْ يَىُز اَنَ ثَّدَح َسُنوُي ُنْب ُدَْحَْأ اَنَ ثَّدَح

َِّللَّا ُلوُسَر َلاَقَلاَق ٍّرَذ ِبَِأ ْنَع َناَبْىَو ِنْب ِدِلاَخ ْنَع

َةَعاَمَْجَا َ َراَف ْنَم َمَّلَسَو ِوْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص

ِوِقُنُع ْنِم ِم َلَْسِْلْا َةَقْ بِر َعَلَخ ْدَقَ ف اًرْ بِش

“Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus berkata, telah menceritakan kepada kami Zuhair dan Abu Bakr bin Ayyasy dan Mandal dari Mutharrif dari Abu Jahm dari Khalid bin Wahban dari Abu Dzar ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang meninggalkan jamaah meskipun hanya satu jengkal, sungguh ia telah melepas ikatan Islam

dari lehernya.” (HR. Abu Dawud No.4131)17

Dalam hal ini kriteria beda agama menurut LDII adalah berpedoman pada baiat. Baiat secara istilah adalah berjanji untuk taat. Orang yang berbaiat memberikan perjajian kepada amir (Imamnya) untuk menerima pandangan tentang masalah dirinya, tidak akan menentang sedikitpun dan selalu mentaatinya untuk melaksanakan segala perintah. Apabila seseorang keluar dari jamaah LDII maka dia dianggap melaggar isi perjanjian dari baiat tersebut dan tergolong orang yang murtad.18

15

Baihaqi, Wawancara, Sidoarjo, 30 September 2018

16 Bashori, Wawancara, Sidoarjo, 20 Oktober 2018. 17

Imam Abu Dawud as-Sijistani, Sunan Abu Dawud (Beirut: Dar al Fikr, 1997), 90.

(18)

8

Berbeda dengan hukum Islam yang menjelaskan orang yang beda agama atau murtad adalah orang yang keluar dari agama Islam dan secara otomatis menjadi penghalangnya waris. Diperkuat oleh hadis Nabi yang berbunyi:

ِّيِلَع ْنَع ٍباَهِش ِنْبا ْنَع ٍجْيَرُج ِنْبا ْنَع ٍمِصاَع وُبَأ اَنَ ثَّدَح

َناَمْثُع ِنْب وِرْمَع ْنَع ٍْينَسُح ِنْب

ْسُمْلا ُثِرَي َلَ َلاَق َمَّلَسَو ِوْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َّ ِبَِّنلا َّنَأاَمُهْ نَع َُّللَّا َيِضَر ٍدْيَز ِنْب َةَماَسُأ ْنَع

ُمِل

َمِلْسُمْلا ُرِفاَكْلا َلََو َرِفاَكْلا

“Telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim dari Ibnu Juraij dari Ibnu

Syihab dari Ali bin Husain dari Amru bin Utsman dari Usamah bin Zaid radliallahu 'anhuma, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang muslim tidak mewarisi orang kafir, dan orang Kafir tidak mewarisi orang muslim.”(HR. Bukhari No. 6267)19

Berdasarkan permasalahan diatas, adanya perbedaan dalam kriteria ahli waris menurut hukum Islam dan Pengurus Cabang Lembaga Dakwah Islam Indoneia (LDII) Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, maka Penulis terdorong untuk melakukan penelitian untuk memperoleh pemahaman yang sesuai dengan hukum Islam dan pandangan Pengurus Cabang Lembaga Dakwah Islam Indoneia (LDII) Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

Oleh karena itu, Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

Analisis Hukum Islam Terhadap Mekanisme Penentuan Kriteria Ahli Waris Menurut Pandangan Pengurus Cabang (PC) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

19

(19)

9

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

1. Identifikasi masalah

Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan tentang mekanisme penentuan kriteria ahli waris menurut pandangan Pengurus Cabang (PC) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo yang di analisis menggunakan hukum Islam. Oleh karena itu, dari uraian yang telah dipaparkan diatas mengenai latar belakang masalah dalam penelitian ini, maka dapat ditulis identifikasi masalah sebagai berikut:

a. Hukum kewarisan Islam terhadap kriteria ahli waris b. Syarat dan rukun ahli warisdalam Islam

c. Kriteria ahli waris dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

d. Mekanisme penentuan kriteria ahli waris menurut pandangan Pengurus Cabang (PC) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo

e. Analisis hukum Islam terhadap mekanisme Penentuan Kriteria ahli waris menurut pandangan Pengurus Cabang (PC) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo

2. Batasan masalah

Dari beberapa permasalahan, maka untuk memberikan arah yang jelas dalam penelitian ini penulis membatasi hanya pada masalah-masalah berikut ini:

(20)

10

a. Mekanisme penentuan kriteria ahli waris menurut pandangan Pengurus Cabang (PC) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo

b. Analisis hukum Islam terhadap mekanisme penentuan kriteria ahli waris menurut pandangan Pengurus Cabang (PC) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo

C. Rumusan masalah

Merujuk dari latar belakang masalah yang ada, Penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana mekanisme penentuan kriteria ahli waris menurut Pengurus Cabang (PC) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo?

2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap penentuan kriteria ahli waris menurut Pengurus Cabang (PC) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mendapatkan gambaran keterkaitan pembahasan yang akan diteliti dengan penelitian yang mungkin pernah dilakukan oleh penelitian sebelumnya, sehingga tidak ada pengulangan dan kesamaan dalam penelitian. Adapun penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

(21)

11

1. Skripsi yang ditulis, Dariy Dzohfron pada tahun 2017 (Mahasiswa Universitas Brawijaya Malang) dengan judul “Identifikasi Maqashid Syari‟ah pada Pembagian Waris (Studi Kasus pada Warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia

di Kota Malang)”.20

Letak perbedaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah, pada penelitian ini Penulis mendeskripsikan tentang mekanisme penentuan kriteria ahli waris, sedangkan peneliti sebelumnya Penulis mendeskripsikan pembagian waris dalam Maqashid Syariah. Dalam pembagian waris di LDII Kota Malang berbeda dengan di LDII Sidoarjo, yang mana di LDII Kota Malang membolehkan anggota LDII mewarisi hartanya kepada non LDII dengan alasan sebagai kemaslahatan umat. Sedangkan LDII Sidoarjo tidak memperbolehkan anggota LDII mewarisi orang non LDII karena alasan belum dibaiat dan tergolong murtad. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah yang menjadi objek penelitian Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII).

2. Skripsi yang ditulis, Nana Lutfiana pada tahun 2017 (Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya) dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Penolakan Penetapan Ahli Waris dalam Putusan Pengadilan Agama Nganjuk nomor:

0030/Pdt.P/2016/PA.ngj”.21

Penelitian yang dilakukan Nana Lutfiana tentang penolakan penetapan ahli waris.

20 Dariy Dzohfron, “Identifikasi Maqashid Syari‟ah pada Pembagian Waris (Studi Kasus pada

Warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia di Kota Malang)”, (Skripsi—Universitas Brawijaya, Malang:2017).

21 Nana Lutfiana, “Analisis Yuridis Terhadap Penolakan Penetapan Ahli Waris dalam Putusan

Pengadilan Agama Nganjuk nomor: 0030/Pdt.P/2016/PA.ngj”, (Skripsi—UIN Sunan Ampel, Surabaya:2017).

(22)

12

Letak perbedaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah, pada penelitian ini Penulis mendeskripsikan tentang mekanisme penentuan kriteria ahli waris, sedangkan peneliti sebelumnya penulis mendeskripsikan penolakan penetapan ahli waris. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dalam kriteria menetapkan ahli waris.

3. Skripsi yang ditulis, Umar Kadafi Amarulloh pada tahun 2009 (Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya), dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kebiasaan Masyarakat dalam Pembagian Waris di Kejawan Lor Kelurahan

Kenjeran Kecamatan Bulak Surabaya”.22

Penelitian yang dilakukan Umar Kafadi Amarulloh tentang kebiasaan masyarakat dalam pembagian waris.

Letak perbedaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah, pada penelitian ini penulis mendeskripsikan tentang mekanisme penentuan kriteria ahli waris, sedangkan Peneliti sebelumnya penulis mendeskripsikan pembagian waris terhadap kebiasaan masyarakat. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah menggunakan hukum Islam dalam hal kewarisan dan penelitian terhadap suatu masyarakat.

Dengan demikian, penelitian terdahulu yang telah disebutkan diatas sangat berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Meskipun dalam objek yang akan diteliti terdapat kesamaan, akan tetapi dari segi pendekatan yang di pakek berbeda. Adapun hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sebagai berikut:

22 Umar Kadafi Amarulloh, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kebiasaan Masyarakat dalam

Pembagian Waris di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan Bulak Surabaya”, (Skripsi— UIN Sunan Ampel, Surabaya:2009).

(23)

13

1. Lokasi yang akan dijadikan objek penelitian adalah mekanisme penentuan kriteria ahli waris menurut pandangan Pengurus Cabang (PC) LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

2. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis Hukum Islam.

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah maka penelitian ini mempunyai tujuan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui mekanisme penentuan kriteria ahli waris menurut pandangan Pengurus Cabang (PC) LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. 2. Untuk mendeskripsikan analisis hukum Islam terhadap mekanisme penentuan

kriteria ahli waris menurut pandangan Pengurus Cabang (PC) LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

1. Kegunaan teoritis

Secara teoritis, Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangsih khazanah keilmuan, khususnya ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan mekanisme penentuan kriteria ahli waris dalam kewarisan LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi Peneliti lain yang ingin mengkaji masalah ini pada suatu saat nanti.23

(24)

14

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis, Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan yang berguna bagi masyarakat tentang analisis hukum Islam terhadap mekanisme penentuan kriteria ahli waris menurut pandangan Pengurus Cabang (PC) LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, sehingga setiap orang selaku ahli waris dapat memperoleh haknya secara adil dan benar sesuai tuntunan syariah.24

G. Definisi Operasional

Sesuai dengan judul skripsi “Analisis Hukum Islam Terhadap Mekanisme Penentuan Kriteria Ahli Waris Menurut Pandangan Pengurus Cabang (PC) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo”, dan untuk mempermudah pembahasan pemahaman serta menghindari kesalahfahaman, maka Penulis akan memberikan definisi secara rinci mengenai istilah-istilah berikut:

1. Hukum Islam: hukum Islam disini adalah pendapat para ulama tentang ketentuan ahli waris yang di ambil dari Kompilasi Hukum Islam buku II kewarisan pasal 171-175 mengenai kriteria ahli waris.

2. Kriteria Ahli Waris: kriteria ahli waris yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah sebuah persyaratan ahli waris bagaimana yang berhak untuk mendapatkan waris.

(25)

15

3. Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII): Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) tingkat cabang Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo adalah sebuah organisasi yang sudah memiliki sikap mendorong untuk kerjasama dengan masyarakat yang lain ataupun yang non LDII, meskipun Pengurus Cabang LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo memiliki cara pandang yang berbeda dengan organisasi lainnya, khususnya cara memandang dalam menentukan kriteria ahli waris khususnya pengurus yang membidangi agama dan dakwah dalam struktur oganisasi Pengurus Cabang LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

H. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan sebuah cara yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu permasalahan.25 Adapun data yang diperlukan dalam penelitian kualitatif ini sebagai berikut:

1. Data yang dikumpulkan

Sesuai dengan permasalahan diatas, data pokok yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data mengenai analisis hukum Islam terhadap mekanisme penentuan kriteria ahli waris menurut pandangan Pengurus Cabang (PC) LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

a. Hukum Islam: Kompilasi Hukum Islam (KHI) buku II kewarisan pasal 171-175 tentang kriteria ahli waris.

(26)

16

b. Pandangan Pengurus Cabang (PC) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo tentang kriteria ahli waris. 2. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah di desa Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Peneliti mengambil daerah yang diteliti dikarenakan dapat dijangkau dan akses penelitian juga lebih mudah karena dapat ditempuh dengan jarak yang dekat. Kalangan Pengurus Cabang LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo juga terdapat suatu ketentuan yang mana apabila seorang anak keluar dari anggota LDII, sedangkan kedua orang tuanya adalah anggota LDII, maka anak tersebut tidak berhak mendapatkan waris dari orang tuanya ketika orang tuanya meninggal dunia. Oleh karena itu, Penulis ingin mengadakan penelitian untuk mengetahui permasalahan ini secara detail, sehingga dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa anak yang memiliki nasab terhadap kedua orang tuanya, maka anak tersebut berhak untuk mendapatkan waris sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh syariat Islam ataupun Undang-undang yang mengatur tentang kewarisan.

3. Sumber data

Untuk mendapat data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka digunakan dua sumber data, yaitu:

(27)

17

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi. Adapun data primer dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Bashori bertindak sebagai tokoh atau imam LDII di Desa Medaeng. 2) Rusdi Faizal bertindak sebagai Ketua LDII di Desa Medaeng. 3) Abdul Zuri bertindak sebagai Kepala Desa Medaeng.

4) Sofyan bertindak sebagai mantan jama‟ah LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

5) Abastomi bertindak sebagai tokoh masyarakat di Desa Medaeng. b. Sumber sekunder

Data sekunder adalah data yang dibutuhkan sebagai pendukung data primer. Data ini bersumber dari referensi dan literatur yang mempunyai hubungan dengan judul dan pembahasan penelitian ini seperti buku-buku atau internet. Adapun sumber data sekunder yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini, ialah sebagai berikut:

1) Kompilasi Hukum Islam (KHI) Buku II Kewarisan pasal 171-175 2) Fikih Sunnah, karangan Sayyid Sabiq

3) Hukum Islam di Indonesia, karangan Ahmad Rofiq

4) Hukum Waris Islam Edisi Lengkap dan Praktis, karangan Suhrawardi K. Lubis

5) LDII Pasang Surut Relasi Agama dan Negara, karangan Hilmi Muhammadiyah

(28)

18

4. Teknik pengumpulan data

Adapun untuk memperoleh data yang akurat dan dibutuhkan oleh peneliti sesuai dengan judul penelitian, maka dalam pengumpulan data peneliti menggunakan beberapa metode, sebagai berikut:

a. Wawancara

Dalam hal ini Penulis melakukan komunikasi langsung dengan pihak yang terkait dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada:

1. Abdul Zuri, selaku Kepala Desa: menanyakan berapa banyak jumlah organisasi masyarakat yang ada di dalam desa tersebut.

2. Rusdi Faizal, selaku Ketua LDII: menanyakan tentang mekanisme penentuan kriteria ahli waris menurut pandangan Pengurus Cabang LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

3. Bashori, selaku Imam LDII : menanyakan peran Imam di dalam organisasi masyarakat LDII itu sendiri.

4. Baihaqi, selaku mantan LDII: menanyakan tentang kasus penetapan ahli waris yang ada di LDII.

5. Abastomi, selaku tokoh masyarakat: pandangan masyarakat tentang organisasi masyarakat LDII.

Penulis akan menggunakan wawancara terstuktur agar pembahasan atau jawaban yang dipaparkan narasumber langsung pada poin utama dan fokus pada pembahasan.

(29)

19

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi adalah pengambilan sumber data-data yang sudah terkumpul. Pengambilan data itu sendiri dapat diperoleh melalui dokumen yang dimiliki oleh obyek penelitian.

5. Teknik pengolahan data

Selajutnya setelah data diperoleh secara langsung dari lapangan dan bahan pustaka, maka data tersebut dapat diolah. Adapun teknik pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Editing

Teknik editing adalah teknik memeriksa kembali data yang telah didapat dari lapangan dan bahan pustaka dalam hal kelengkapan, kejelasan, keselarasan, dan keterkaitan data satu dengan yang lain.26 Memeriksa kembali semua data yang diperoleh dari hasil wawancara mengenai mekanisme penentuan kriteria ahli waris menurut pandangan Pengurus Cabang LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

b. Organizing

Teknik organizing adalah teknik menyusun data yang telah diperoleh secara sistematis.27 Mengatur dan menyusun data dari LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo sehingga dapat gambaran yang sesuai dengan mekanisme penentuan kriteria ahli waris menurut pandangan Pengurus Cabang LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

26 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004), 118. 27 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal.803.

(30)

20

c. Analizing

Teknik analizing adalah teknik mengumpulkan data kemudian menjabarkan dengan menggunakan kacamata yang telah penulis tulis diatas, sehingga diperoleh suatu kesimpulan mengenai analisis hukum Islam terhadap mekanisme penentuan kriteria ahli waris menurut pandangan Pengurus Cabang (PC) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

6. Teknik analisis data

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis dan faktual. Dalam menganalisis data menggunakan pola pikir deduktif, dalam hal ini penulis akan menggambarkan hasil penelitian diawali dengan teori atau dalil tentang kewarisan, kemudian mengemukakan kenyataan yang bersifat khusus dari hasil penelitian tentang mekanisme penentuan kriteria ahli waris menurut pandangan Pengurus Cabang (PC) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.28

I. Sistematika Pembahasan

Agar lebih mudah memahami alur pemikiran dalam skripsi ini, maka Penulis membagi skripsi ini menjadi lima bab yang saling berkaitan antara bab satu dengan bab yang lainnya. Dari masing-masing diuraikan lagi menjadi

28

(31)

21

beberapa sub bab yang sesuai dengan judul babnya. Adapun sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, adalah landasan teori, Bab ini membahas tentang penentuan kriteria ahli waris dalam hukum kewarisan Islam, yaitu pendapat ulama dan buku II Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 171-175 yang didalamnya akan dibahas mengenai pengertian ahli waris, dasar hukum adanya ahli waris, macam-macam ahli waris, syarat dan rukun ahli waris, kemudian bab ini juga membahas tentang penghalang ahli waris yang tidak berhak mendapatkan warisan.

Bab ketiga, merupakan mendeskipsikan uraian tentang mekanisme penentuan kriteria ahli waris menurut pandangan Pengurus Cabang (PC) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, di dalam bab ini nantinya akan dibahas mengenai profil organisasi Pengurus Cabang LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, yang meliputi struktur organisasi anggota LDII, letak geografis anggota LDII, serta program kegiatan anggota LDII, yang meliputi sosial dan keagamaan. Dalam bab ini juga membahas tentang mekanisme penentuan kriteria ahli waris menurut pandangan Pengurus Cabang LDII yang Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

Bab keempat, berisi tentang analisis hukum Islam terhadap mekanisme penentuan kriteria ahli waris menurut pandangan Pengurus Cabang (PC) Lembaga

(32)

22

Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, di dalam bab ini berisi tentang analisis Penulis terkait pendapat Pengurus Cabang LDII Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo terhadap mekanisme penentuan kriteria ahli waris dan bagaimana analisis hukum Islam memandang kriteria ahli waris tersebut.

Bab kelima, adalah bab penutup yang berisi kesimpulan yang dapat Penulis ambil dari penelitian ini, dan diakhiri dengan saran serta rekomendasi yang Penulis berikan sesuai dengan permasalahan yang ada.

(33)

BAB II

KRITERIA AHLI WARIS DALAM HUKUM ISLAM

A. Definisi, Dasar Hukum, Macam-macam Ahli Waris, Syarat dan Rukun Ahli Waris, Penghalang Waris

1. Definisi ahli waris

Ahli waris adalah orang-orang yang berhak atas warisan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia.29 Ada beberapa definisi oleh beberapa pakar diantaranya Muhammad Amin Summa dan Idris Ramulyo.30 Muhammad Amin Summa mendefinisikan ahli waris sebagai orang yang memiliki hubungan kepada si mayit yang menyebabkan timbulnya kewarisan. Sedangkan Idris Ramulyo mendefinisikan ahli waris sebagai sekumpulan orang atau individu atau kerabat-kerabat atau keluarga yang ada hubungan keluarga dengan orang yang meninggal dunia dan berhak mewarisi atau menerima harta peninggalan yang ditinggal mati oleh seorang pewaris.

Dari pendapat-pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ahli waris adalah seseorang atau sekumpulan orang yang ada hubungan kerabat atau hubungan perkawinan, perbudakan dan seagama Islam dengan orang yang meninggal dunia dan tidak ada suatu sebab hukum yang menghalanginya untuk mendapatkan harta warisan.31

29 Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia (Bandung: Refika Aditama, 2007), 27. 30

Rofiq, Ahmad, Fiqh Mawaris (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), 44. Dikutip dari Amin Summa dan Idris Ramulyo.

31

(34)

24

2. Dasar hukum ahli waris

Hukum Islam telah menerangkan dan mengatur ketentuan yang berkaitan dengan siapa saja ahli waris yang berhak untuk mendapatkan warisan sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Alquran dan hadis. Hanya hukum warislah yang dijelaskan secara terperinci di dalam Alquran karena waris merupakan salah satu bentuk kepemilikan yang legal dalam Islam ataupun dalam Negara serta dibenarkan oleh Allah Swt.32

Surah An-Nissa ayat 33 yang berbunyi sebagai berikut:

ْتَدَقَع َنيِذَّلاَو َنوُبَرْ قَْلْاَو ِناَدِلاَوْلا َكَرَ ت اَِّمِ َِلِاَوَم اَنْلَعَج ٍّلُكِلَو

َّنِإ ْمُهَ بيِصَن ْمُىوُتآَف ْمُكُناَْيَْأ

اًديِهَش ٍءْيَش ِّلُك ىَلَع َناَك ََّللَّا

“bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak da

karib kerabat, kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan jika ada orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bahagianya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu”. (QS. An-Nissa: 33).33

Selain ayat Alquran di atas, ada beberapa dalil sunnah Nabi yang menunjukkan hukum waris untuk umat Islam. Di antaranya adalah hadis-hadis berikut ini:

ٍساَّبَع ِنْبا ْنَع ِويِبَأ ْنَع ٍسُواَط ُنْبا اَنَ ثَّدَح ٌبْيَىُو اَنَ ثَّدَح َميِىاَرْ بِإ ُنْب ُمِلْسُم اَنَ ثَّدَح

اَمَف اَهِلْىَِبِ َضِئاَرَفْلا اوُقِْلَْأ َمَّلَسَو ِوْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َِّللَّا ُلوُسَر َلاَقَلاَق

ٍلُجَر َلَْوَِلْ َوُهَ ف َيِقَب

ٍرَكَذ

34 32

Mohammad Daud Ali, Hukum Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), 55.

33 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Bandung: Sinar Baru Algensido,

2009),116.

34Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Ibnu Al Mughirah AlBukhari, Shahih

(35)

25

Dari Ibnu Abbas Radiyallahuanhu bahwa Rasulullah Saw bersabda “bagikanlah harta peninggalan (warisan) kepada yang berhak, dan apa yang tersisa menjadi hak laki-laki yang paling utama”. (HR. Bukhori No. 6238).35

ِبَِأ ْنَع َةَمَلَس ِبَِأ ْنَع ٍباَهِش ِنْبا ْنَع ٍلْيَقُع ْنَع ُثْيَّللا اَنَ ثَّدَح ٍْيَْكُب ُنْب َيََْيَ اَنَ ثَّدَح

َّفَّوَ تُمْلا ِلُجَّرلِبِ ىَتْؤُ ي َناَك َمَّلَسَو ِوْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َِّللَّا َلوُسَر َّنَأ ُوْنَع َُّللَّا َيِضَر َةَرْ يَرُى

ِوْيَلَع

َلاَق َّلَِإَو ىَّلَص ًءاَفَو ِوِنْيَدِل َكَرَ ت ُوَّنَأ َثِّدُح ْنِإَف ًلَْضَف ِوِنْيَدِل َكَرَ ت ْلَى ُلَأْسَيَ ف ُنْيَّدلا

ِم َينِنِمْؤُمْلِبِ َلَْوَأ َنََأ َلاَق َحوُتُفْلا ِوْيَلَع َُّللَّا َحَتَ ف اَّمَلَ ف ْمُكِبِحاَص ىَلَع اوُّلَص َينِمِلْسُمْلِل

ْن

ْ نَأ

ِوِتَثَرَوِلَف ًلَاَم َكَرَ ت ْنَمَو ُهُؤاَضَق َّيَلَعَ ف اًنْ يَد َكَرَ تَ ف َينِنِمْؤُمْلا ْنِم َِّفُِوُ ت ْنَمَف ْمِهِسُف

36

“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah disodorkan kepada beliau seorang yang sudah merninggal dunia (jenazah) yang meninggalkan hutang maka Beliau bertanya: "Apakah dia meninggalkan harta untuk membayar hutangnya?" Jika diceritakan bahwa jenazah tersebut ada meninggalkan sesuatu untuk melunasi hutangnya maka Beliau menyolatinya, jika tidak maka Beliau berkata, kepada Kaum Muslimin: "Shalatilah saudara kalian ini". Ketika Allah telah membukakan kemenangan kepada Beliau di berbagai negeri Beliau bersabda: "Aku lebih utama menjamin untuk orang-orang beriman dibanding diri mereka sendiri, maka siapa yang mneninggal dunia dari kalangan Kaum Mukminin lalu meninggalkan hutang akulah yang wajib membayarnya dan siapa yang meninggalkan harta maka harta itu untuk pewarisnya”. (H.R. Bukhari No. 2133)37

ْنَع ِويِبَأ ْنَع ٍسُواَط ِنْبا ْنَع ٌبْيَىُو اَنَ ثَّدَح ُّيِسْرَّ نلا َوُىَو ٍداََّحْ ُنْب ىَلْعَْلْا ُدْبَع اَنَ ثَّدَح

َّلَص َِّللَّا ُلوُسَر َلاَق َلاَق ٍساَّبَع ِنْبا

َيِقَب اَمَف اَهِلْىَِبِ َضِئاَرَفْلا اوُقِْلَْأ َمَّلَسَو ِوْيَلَع َُّللَّا ى

ٍرَكَذ ٍلُجَر َلَْوَِلْ َوُهَ ف

38

35 Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Ibnu Al Mughirah AlBukhari, Shahih

AlBukhari, Lidwa Pustaka i-software-kitab 9 imam hadits.

36 Ibid., 470. 37

Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Ibnu Al Mughirah AlBukhari, Shahih AlBukhari, Lidwa Pustaka i-software-kitab 9 imam hadits.

38

Al Imam Abul Husain Muslim bin Al Hallaj Al Qusyairi An Naisaburi, Shahih Muslim (Beirut: Dar Al Fikr, 1993), 400.

(36)

26

“Telah menceritakan kepada kami Abdul A'la bin Hammad -yaitu An Narsi- telah menceritakan kepada kami Wuhaib dari Ibnu Thawus dari Ayahnya dari Ibnu Abbas dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Berikanlah harta warisan kepada yang berhak mendapatkannya, sedangkan sisanya untuk laki-laki yang paling dekat garis keturunannya”. (H.R. Muslim No. 3028)39

3. Macam-macam ahli waris

Ahli waris adalah orang yang berhak menerima harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris. Adapun kriteria sebagai ahli waris yang tercantum didalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 171 huruf c , yang berbunyi: “Ahli waris ialah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.”40

Jadi menurut Kompilasi Hukum Islam, ahli waris adalah seseorang yang dinyatakan mempunyai hubungan kekerabatan baik hubungan darah, hubungan nasab atau perkawinan dan beragama Islam serta tidak terhalang mewarisi seperti yang disebutkan dalam pasal 173. Meskipun demikian, tidak secara otomatis setiap anggota keluarga dapat mewarisi harta peninggalan pewarisnya, meskipun kriteria dalam pasal 173 telah terpenuhi. Dalam hal ini karena ada ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan si mati dan ada juga yang hubungannya lebih jauh dengan si mati. Dalam hal ini, para ahli waris harus mengingat urutannya masing-masing dan dalam urut-urutan penerimaan harta warisan seringkali yang dekat menghalangi yang jauh, atau ada juga yang dekat hubungannya dengan pewaris akan tetapi tidak tergolong

39 Al Imam Abul Husain Muslim bin Al Hallaj Al Qusyairi An Naisaburi, Shahih Muslim, Lidwa

Pustaka i-software-kitab 9 imam hadits

40

(37)

27

sebagai ahli waris karena dari garis keturunan perempuan (Dhawil Arḥam).41

Apabila dicermati, hukum waris Islam membagi ahli waris menjadi dua macam, yaitu:42

1) Ahli waris nasab, yaitu: ahli waris yang hubungan kekeluargaannya timbul karena adanya hubungan darah. Maka sebab nasab menunjukkan hubungan kekeluargaan antara pewaris dengan ahli waris.

2) Ahli waris sebab, yaitu: hubungan kewarisan yang timbul karena sebab tertentu:

a. Perkawinan yang sah

b. Memerdekakan hamba sahaya

Macam-macam ahli waris dapat di golongkan menjadi beberapa golongan yang ditinjau dari segi jenis kelaminnya, dan dari segi haknya atas harta warisan. Jika ditinjau dari jenis kelaminnya, maka ahli waris terbagi menjadi dua golongan, yaitu ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan dan jika ditinjau dari segi hak atas harta warisan, maka ahli waris terbagi menjadi tiga golongan, yaitu, dhawil furūḍ, dhawil arḥam, aṣābah.43

Ditinjau dari jenis kelamin ahli waris terbagi menjadi dua golongan, yaitu ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan dengan pembagian sebagai berikut:

41

Ibid., 54.

42

Suparman Usman, Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam, 66.

43

(38)

28

Ahli waris dari pihak laki-laki ialah:44

a. Anak laki-laki

b. Cucu laki-laki, yaitu anak laki-laki dan seterusnya kebawah c. Bapak

d. Datuk, yaitu bapak dari bapak e. Saudara laki-laki seibu sebapak f. Saudara laki-laki sebapak g. Saudara laki-laki seibu

h. Keponakan laki-laki seibu sebapak i. Keponakan laki-laki sebapak j. Paman seibu sebapak. k. Paman sebapak

l. Sepupu laki-laki seibu sebapak m. Sepupu laki-laki sebapak n. Suami

o. Laki-laki yang memerdekakan, maksudnya adalah orang yang memerdekakan seorang hamba apabila sihamba tidak mempunyai ahli waris.

Sedangkan ahli waris dari pihak perempuan adalah:45 a. Anak perempuan

b. Cucu perempuan c. Ibu

44 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008), 221-222. 45

(39)

29

d. Nenek, yaitu ibunya ibu e. Nenek dari pihak bapak

f. Saudara perempuan seibu sebapak g. Saudara perempuan sebapak h. Saudara perempuan seibu i. Isteri

j. Perempuan yang memerdekakan

Ditinjau dari segi hak atas harta warisan, maka ahli waris terbagi menjadi tiga golongan, yaitu dhawil furūḍ, dhawil arḥam, aṣābahdengan penjelasan sebagai berikut:46

1) Ahli waris dhawil furūḍ, Didalam Alquran dan hadits Nabi disebutkan bagian-bagian tertentu dan disebutkan pula ahli-ahli waris dengan bagian tertentu itu. Bagian tertentu itu dalam Alquran yang disebut furudh adalah dalam bentuk angka pecahan yaitu ½, ¼, 1/8, 1/6, 1/3, dan 2/3. Para ahli waris yang mendapat menurut angka-angka tersebut dinamai ahli waris

dhawil furūḍ.

2) Aṣābah, Adanya ketentuan ahli waris yang mendapat bagian seluruh harta atau sisa harta secara pembagian terbuka, yang pada umumnya adalah laki-laki, dikembangkan kepada ahli waris laki-laki yang lain yang tidak disebutkan dalam Alquran dan hadits Nabi. Anak laki-laki dikembangkan kepada cucu laki-laki, ayah dikembangkan kepada kakek atau kepada paman dan seterusnya anak paman, saudara dikembangkan kepada anak

(40)

30

saudara, hingga lengkap kerabat dalam garis laki-laki. Kelompok kerabat garis laki-laki ini dalam penggunaan bahasa Arab biasa disebut aṣābah. Oleh karena itu, yang berhak atas seluruh harta atau sisa harta menurut Ahlu Sunnah pada dasarnya adalah laki-laki, maka untuk selanjutnya kata

aṣābah itu digunakan untuk ahli waris yang berhak atas seluruh harta atau sisa harta setelah diberikan kepada ahli waris dhawil furūḍ.

3) Dhawil arḥam, Ahli waris dhawil arḥam secara etimologi diartikan ahli waris dalam hubungan kerabat. Namun pengertian hubungan kerabat itu begitu luas dan tidak semuanya tertampung dalam kelompok orang yang berhak menerima warisan sebagaimana dirinci sebelumnya. Sebelum ini suda dirinci ahli waris yang berhak menerima sebagai dhawil furūḍ dan ahli waris aṣābah dengan cara pembagian mula-mula diberikan kepada

dhawil furūd kemudian kemudian harta yang selebihnya diberikan kepada ahli waris aṣābah. Seandainya masih ada harta yang tertinggal, maka kelebihan harta itu diberikan kepada kerabat lain yang belum mendapat. Kerabat lain yang belum mendapat itulah yang dinamai ahli waris dhawil arḥam.

4. Syarat dan rukun ahli waris

Pada dasarnya persoalan waris-mewarisi selalu identik dengan perpindahan kepemilikan sebuah benda, hak dan tanggung jawab dari pewaris kepada ahli warisnya. Dan dalam hukum waris Islam penerimaan harta warisan didasarkan pada asas ijbari, yaitu harta warisan berpindah dengan sendirinya

(41)

31

menurut ketetapan Allah Swt tanpa digantungkan pada kehendak pewaris atau ahli waris. 47

Pengertian tersebut akan terwujud jika syarat dan rukun mewarisi telah terpenuhi dan tidak terhalang mewarisi. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam pembagian harta warisan. Syarat-syarat tersebut selalu mengikuti rukun, akan tetapi sebagian ada yang berdiri sendiri. Dalam hal ini penulis menemukan tiga syarat warisan yang telah disepakati oleh para ulama, tiga syarat tersebut adalah:48

1) Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara haqīqy, (misalnya dianggap telah meninggal) maupun secara taqdiry.

2) Adanya ahli waris yang hidup secara haqīqy pada waktu pewaris meninggal dunia.

3) Seluruh ahli waris diketahui secara pasti baik bagian masing-masing. Adapun rukun waris harus terpenuhi pada saat pembagian harta warisan. Rukun waris dalam hukum kewarisan Islam, diketahui ada tiga macam, yaitu:49

1) Muwaris, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang yang mewariskan hartanya. Syaratnya adalah muwaris benar-benar telah meninggal dunia. Kematian seorang muwaris itu, menurut ulama dibedakan menjadi 3 macam:

a. Mati haqīqy (mati sejati), adalah matinya muwaris yang diyakini tanpa membutuhkan putusan hakim dikarenakan kematian tersebut

47

Ahmad Saebandi, Fiqh Mawaris (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 13.

48

Ibid., 20.

49

(42)

32

disaksikan oleh orang banyak dengan panca indera dan dapat dibuktikan dengan alat bukti yang jelas dan nyata.

b. Mati hukmy ( mati menurut putusan hakim atau yuridis), adalah suatu kematian yang dinyatakan atas dasar putusan hakim karena adanya beberapa pertimbangan. Maka dengan putusan hakim secara yuridis muwaris dinyatakan sudah meninggal meskipun terdapat kemungkinan muwaris masih hidup. Menurut pendapat Maliki dan Hambali, apabila lama meninggalkan tempat itu berlangsung selama 4 tahun, sudah dapat dinyatakan mati. Menurut pendapat ulama mazhab lain, terserah kepada ijtihad hakim dalam melakukan pertimbangan dari berbagai macam segi kemungkinannya.

c. Mati taqdiry (mati menurut dugaan) adalah sebuah kematian (muwaris) berdasarkan dugaan keras, misalnya dugaan seorang ibu hamil yang dipukul perutnya atau dipaksa minum racun. Ketika bayinya lahir dalam keadaan mati, maka dengan dugaan keras kematian itu diakibatkan oleh pemukulan terhadap ibunya.

2) Waris (ahli waris), yaitu orang yang dinyatakan mempunyai hubungan kekerabatan baik hubungan darah (nasab), hubungan sebab semenda atau perkawinan, atau karena memerdekakan hamba sahaya. Syaratnya adalah pada saat meninggalnya muwaris, ahli waris diketahui benar-benar dalam keadaan hidup. Termasuk dalam hal ini adalah bayi yang masih dalam kandungan (al-haml). Terdapat juga syarat lain yang harus dipenuhi, yaitu: antara muwaris dan ahli waris tidak ada halangan saling mewarisi.

(43)

33

3) Harta warisan, yaitu segala jenis benda atau kepemilikan yang ditinggalkan oleh pewaris, baik berupa uang, tanah dan sebagainya. 5. Penghalang waris

Penghalang waris adalah sesuatu yang dapat menghalangi ahli waris untuk mendapatkan hak warisnya, meskipun telah terpenuhi sebab-sebab mewarisi. Pada awalnya seseorang sudah berhak mendapatkan warisan tetapi oleh karena ada suatu keadaan tertentu berakibat dia tidak mendapatkan harta warisan. Menurut hukum Islam ada bermacam-macam sebab penghalang seseorang menerima warisan antara lain:50

1) Pembunuhan, Islam adalah agama yang sangat menjunjung prinsip kemanusiaan sehingga secara tegas melarang adanya pembunuhan. Dalam kaitannya dengan hak waris mewarisi, maka orang yang membunuh pewaris ia tidak mendapat hak mewarisi dari pewaris tersebut. Hal ini terdapat dalam hadis Nabi:

ِوْيَلَع ُالله ىَّلَص ِالله ُلْوُسَر َلاَق : َلاَق ِهِّدَج ْنَع ِوْيِبَا ْنَع ٍبْيَعُ ث ِنْبوُرْمَع ْنَع

: َمَّلَسَو

ِتاَقْلِل َسْيَل

ِل

ٌئْيَ ث ِثاَرْ يِمْلا َنِم

“Dari Umar bin Syu‟aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah SAW bersabda: seorang pembunuh tidak menjadi ahli waris terhadap sesuatu pun”. (H.R. Imam An Nasa‟i Nomor: 148).51

Adapun mengenai jenis pembunuhan yang menjadi penghalang kewarisan,diantara fuqoha terjadi perbedaan pendapat. Jenis-jenis pembunuhan disini ada lima yaitu:52

50

Bunyamin Asri, Hukum Waris Islam (Bandung: Tarsito, 1989), 175

51Imam An Nasa‟i,

(44)

34

a. Pembunuhan secara haq dan tidak melawan hukum. b. Pembunuhan dengan sengaja dan terencana.

c. Pembunuhan mirip disengaja (seperti sengaja). d. Pembunuhan khilaf.

Dari jenis-jenis pembunuhan tersebut ada perbedaan pendapat diantara fuqoha:

 Imam Syafi‟i: kelima pembunuhan tersebut menjadi penghalang waris.53

 Imam Maliki: jenis yang menghalangi kewarisan hanya terbatas pada pembunuhan yang disengaja, mirip disengaja, dan pembunuhan tak langsung.54

 Imam Hanafi: yang menghalangi yaitu, pembunuhan dengan sengaja, mirip disengaja, dan pembunuhan khilaf.55

 Imam Hanbali: yang menghalangi yaitu, pembunuhan yang tidak dengan haq dalam segala bentuknya, sedangkan pembunuhan secara

haq tidak menghalangi kewarisan, karena pelakunya telah diampuni dari sanksi akhirat56.

 Ulama Khawarij: Pembunuhan tidak menjadikan sebab terhalangnya waris.57

2) Beda Agama, berlainan agama menjadi salah satu faktor terhalangnya mewarisi, yaitu apabila ahli waris atau orang yang mewarisi adalah non muslim. Adapun dasar hadisnya adalah sebagai berikut:

52 Ali Hasan, Hukum Warisan Dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 10. 53 Syarbaini Khatib, Mughni Al Muhtaj (Makkah: Dar Al Katib Al Arabiy, 1981.), 24. 54

Ibnu Rusyd,Bidayatul Mujtahid (Jakarta: Pustaka Imani, 1995), 334.

55 Ibnu Abidin,Hasyiyatu Radd Al Mukhtar (Mesir: Maktabah Al Babiy Al Hakabiy, 1996), 797. 56 Ibnu Qudamah, Al Mughniy VI (Kairo: Maktabah Al Qahiriyah, 1970), 365.

(45)

35

ِنْب وِرْمَع ْنَع ٍْينَسُح ِنْب ِّيِلَع ْنَع ٍباَهِش ِنْبا ْنَع ٍجْيَرُج ِنْبا ْنَع ٍمِصاَع وُبَأ اَنَ ثَّدَح

ُع

ِرَي َلَ َلاَق َمَّلَسَو ِوْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َّ ِبَِّنلا َّنَأ اَمُهْ نَع َُّللَّا َيِضَر ٍدْيَز ِنْب َةَماَسُأ ْنَع َناَمْث

ُث

َمِلْسُمْلا ُرِفاَكْلا َلََو َرِفاَكْلا ُمِلْسُمْلا

58

“Telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim dari Ibnu Juraij dari Ibnu Syihab dari Ali bin Husain dari Amru bin Utsman dari Usamah bin Zaid radliallahu 'anhuma, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang muslim tidak mewarisi orang kafir, dan orang Kafir tidak mewarisi orang

muslim.” (HR. Bukhori No.6267)59

Berlainan agama berarti bahwa bagi orang non muslim hukumnya haram untuk mewarisi harta orang muslim begitu juga sebaliknya. Nabi pun telah mempraktekkan pembagian warisan dimana perbedaan agama menjadi penghalang mewarisi, yaitu pembagian waris dari Abu Thalib. Adapun yang menjadi pertimbangan apakah antara ahli waris dan muwaris beda agama atau tidak adalah pada saat muwaris meninggal.60

Orang muslim tidak bisa mengambil pusaka dari orang kafir, begitu juga orang kafir tidak bisa mengambil pusaka dari orang muslim. Menurut al-Ghazzi, orang yang tidak dapat menerima waris sebab terhalang ada tujuh orang, salah satu diantaranya adalah berlainan agama.61 Berlainan agama menjadi penghalang mewarisi adalah apabila antara ahli waris dan pewaris beragama Islam yang lain bukan beragama Islam atau non Muslim.62 Misalnya ahli waris beragama Islam dan pewaris bergama Kristen, maka menjadi penghalang saling mewarisi. Ahli Waris beda agama menurut pendapat Yusuf Qarhawi adalah apabila ada orang yang meninggal dunia beragama Budha, ahli warisnya

58

Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Ibnu Al Mughirah AlBukhari, Shahih AlBukhari, 211.

59 Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Ibnu Al Mughirah AlBukhari, Shahih

AlBukhari, Lidwa Pustaka i-software-kitab 9 imam hadits.

60

Ali Afandi, Hukum Waris (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 56.

61 Syekh Muhammad Ibn Qasyim al-Ghazzi, Fath al-Qarib al-Mujib (Dar Ihya Kitab:

al-Arabiah, Indonesia), 6.

62

(46)

36

beragama Hindu diantara mereka tidak ada halangan untuk saling mewarisi, dan juga dalam pengertian berbeda agama, orang-orang Islam yang berbeda mazhab, satu bermazhab Suni dan yang lain Syiah, maka tidak juga termasuk menjadi halangan untuk saling mewarisi.63

Dasar hukum mengenai beda agama dalam kriteria ahli waris terdapat dalam Alquran dan hadis yang diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim sebagai berikut:

ِّيِلَع ْنَع ٍباَهِش ِنْبا ْنَع ٍجْيَرُج ِنْبا ْنَع ٍمِصاَع وُبَأ اَنَ ثَّدَح

ِنْب وِرْمَع ْنَع ٍْينَسُح ِنْب

َي َلَ َلاَق َمَّلَسَو ِوْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َّ ِبَِّنلا َّنَأ اَمُهْ نَع َُّللَّا َيِضَر ٍدْيَز ِنْب َةَماَسُأ ْنَع َناَمْثُع

ُثِر

َمِلْسُمْلا ُرِفاَكْلا َلََو َرِفاَكْلا ُمِلْسُمْلا

Telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim dari Ibnu Juraij dari Ibnu Syihab dari Ali bin Husain dari Amru bin Utsman dari Usamah bin Zaid radliallahu 'anhuma, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang muslim tidak mewarisi orang kafir, dan orang Kafir tidak mewarisi orang muslim. (HR. Bukhari No.6267)64

Surah An-Nissa ayat 141berbunyi sebagai berikut:

ًلَيِبَس َينِنِمْؤُمْلا ىَلَع َنيِرِفاَكْلِل َُّللَّا َلَعَْيَ ْنَلَو

“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberikan suatu jalan bagi

orang-orang kafir (untuk menguasai orang mukmin).” QS. An-Nissa: 141.

Dalam ayat diatas Surah An-Nissa ayat 141 menjelaskan bahwa Allah Swt akan menutup semua jalan bagi orang-orang kafir untuk

63 Yusuf Al Qardhawi,Fatwa-fatwa Mutakhir (Jakarta: Yayasan Al Hamidiy, 2006), 58.

64 Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Ibnu Al Mughirah AlBukhari, Shahih

(47)

37

menguasai orang-orang yang beriman. Hal ini diperkuat lagi dengan hadis riwayat Tirmizi sebagai berikut:

ْنَعَو

ِْينَ تَّلِم ٌلْىأ ُثَراَوَ تَ ي َلَ :َلاَق َمَّنَسَو ِوْيَلَع ُالله ىَّلَص َّ ِبَِّنلا َّنَاَو ٍرْمَع ِنْب ِالله ِدْبَع

َّتََّش

Dan dari Abdullah bin Umar: Sesungguhnya Nabi saw bersabda,

“Dua pemeluk agama yang berbeda tidak dapat saling mewarisi”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibn Majah).65

Hadis ini menjelaskan bahwa tidak ada waris mewarisi antara muslim dengan orang kafir, demikian pula sebaliknya. Nabi Saw sendiri mempraktikan pembagian warisan, dimana perbedaan agama dijadikan sebagai penghalang mewarisi. Paman beliau yang bernama Abu Thalib orang yang cukup berjasa dalam perjuangan Nabi Saw, meninggal sebelum masuk Islam. Oleh Nabi Saw harta warisnya hanya dibagikan kepada anak-anaknya yang masih kafir yaitu, Uqail dan Thalib. Sementara anak-anaknya yang telah masuk Islam yaitu, Ali dan Ja‟far oleh beliau tidak diberi bagian.66

Penjelasan diatas dapat dipahami bahwa yang menjadi pertimbangan ahli waris atau pewaris berbeda agama adalah terletak pada saat pewaris meninggal dunia, karena pada saat itulah hak waris sudah mulai berlaku. Seperti contoh, misalnya ada seorang muslim meninggal dunia dan terdapat ahli waris yang masih kafir, kemudian seminggu

65 Muammal Hamidy dkk, Terjemahan Nailul Autar Himpunan Hadis-hadis Hukum, Jilid 5,

(Surabaya: Bina Ilmu, 2001), 2084.

Gambar

Tabel Halaman

Referensi

Dokumen terkait

Tablični prikaz adijabatskih temperatura izgaranja parafinskih goriva za pojedine vrijednosti pretička zraka λ, uz ulaznu temperaturu zraka za izgaranje ϑzr=300 °C

Aktivitas belajar siswa terhadap penggunaan model Berbasis Lingkungan dengan pemanfaatan media Video Compact Disk (VCD) pada materi hewan langka dan tidak langka

Parameter pemotongan yang divariasikan meliputikecepatan potong ( cutting speed ), gerak makan ( feed rate ), dan geometri pahat yang dilengkapi radius pemutus geram (

Ketinggian perangkap yang paling efektif untuk menangkap hama lalat buah baik pada tanaman monokultur maupun pada polikultur adalah 1,5 m dari permukaan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui adakah pengaruh keberadaan minimarket terhadap pendapatan pedagang pasar tradisional

Hardness Rockwell C Test (HRC) : pengujian untuk mendapatkan nilai kekerasan material. Material outer link Chain Beumer BZK1200 dilakukan pengujian hardness

Gedung Sumitro Djojohadikusumo Jl. Lapangan Banteng Timur No. Sebagai kelengkapan data, bersama ini kami sampaikan bukti kepemilikan atau penguasaan atas gedung kantor yang

Dari cerita Raja Daśaratha yang berburu ke tengah hutan, kemudian tidak sengaja membunuh Srāvaṇa seorang pemuda yang memiliki orang tua buta, dapat diambil suatu