• Tidak ada hasil yang ditemukan

Transformasi Digital Industri Perhotelan: Studi pada Industri Perhotelan di Daerah Istimewa Jogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Transformasi Digital Industri Perhotelan: Studi pada Industri Perhotelan di Daerah Istimewa Jogyakarta"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPETENSI - JURNAL MANAJEMEN BISNIS, VOL. 13, NO. 2, JULI - DESEMBER 2018 | 185

Transformasi Digital Industri Perhotelan: Studi pada Industri

Perhotelan di Daerah Istimewa Jogyakarta

J. Johny Natu Prihanto Dian Siahaan

Universitas Multimedia Nusantara

Email: johny.natu@umn.ac.id; dian.tauriana@umn.ac.id ABSTRACT

Hotel industry in Indonesia face the rapid uses if internet and digitalization as both challenges and opportunities. The internet and digitalization change the hotel industri’s business model and customer behavior. This led market turbulence that forced the hotel industry leaders to reconfigure the capabilities they have. Research was carried out in Jogyakarta. Jogyakarta was chosen becouse it is the second largest tourist destination in Indonesia. Respondents of this study were the genaral managers or the owners of the the hotel industry. The analysis technique used structural equation model (SEM) with the partial least square (PLS) approach. The results of this study show that hotel industry leaders must rethink the dimension of customer experience, internal operation, and new business model. The company must have cohesive strategy in integrating digital and physical elements in order to be able to transform its business model and set direction for the entire industry. Hotel industry leaders must also focus on two complementary activities: sharpening customer value proposition and transforming their operating models using digital technology to interact and collaborate with customer. From the managerial aspect this study contributes that managers must focus on factors such as digital market capabilities, digital leadership capabilities, and digital technology capabilities that determine the succes of digital transformation in order to build and increase customer engagement.

Keywords: market capabilities, leadership capabilities, digital capabilities, sustainable digital transformation, customer engagement.

ABSTRAK

Penggunaan internet dan digitalisasi yang demikian cepat, menjadi tantangan sekaligus peluang bagi industri perhotelan di Indonesia. Internet dan digitalisasi telah mengubah model bisnis industri perhotelan dan perilaku pelanggan dalam fase yang demikian cepat. Hal itu menyebabkan timbulnya turbulensi pasar yang memaksa pimpinan industri perhotelan melakukan rekonfigurasi kapabilitas yang dimiliki jika tidak ingin industri ini tergilas. Penelitian dilakukan di Daerah Istimewa Jogyakarta. Daerah Istimewa Jogyakarta dipilih karena merupakan daerah tujuan wisata terbesar kedua di Indonesia. Responden penelitian ini adalah para general manager atau pemilik industri perhotelan. Teknik analisis menggunakan analisis multivariat, yaitu analisis Structural Equation Model (SEM) dengan pendekatan Partial Least Square (PLS). Hasil studi ini menunjukkan bahwa pimpinan industri perhotelan harus memikirkan kembali dimensi pengalaman pelanggan, operasi internal, dan menemukan model bisnis baru. Perusahaan harus memiliki strategi kohesif dalam mengintegrasikan unsur-unsur digital dan fisik agar mampu melakukan transformasi model bisnisnya dan menetapkan arah untuk keseluruhan industrinya. Para pemimpin industri perhotelan dan resort juga harus fokus pada dua aktivitas yang saling melengkapi: mempertajam customer value propositions dan mentransformasi model operasinya dengan menggunakan teknologi digital untuk melakukan interaksi dan kolaborasi dengan pelanggan. Dari aspek manajerial studi ini memberikan kontribusi yaitu bahwa para manajer harus fokus pada faktor-faktor seperti digital market capabilities, digital leadership capabilities, dan digital technology capabilities, yang menentukan keberhasilan transformasi digital dalam rangka membangun dan meningkatkan keterlibatan pelanggan (engaging customer strategy).

Kata kunci: market capabilities, leadership capabilities, digital capabilities, sustainable digital transformation, customer engagement.

(2)

186 | TRANSFORMASI DIGITAL INDUSTRI PERHOTELAN... (Prihanto dan Siahaan) KOMPETENSI - JURNAL MANAJEMEN BISNIS, VOL. 13, NO. 2, JULI - DESEMBER 2018 | 187

1. Pendahuluan

Alvara Research Center di dalam Outlook Indonesia 2018 menyatakan bahwa ekonomi Indonesia 2018 membentuk suatu ekosistem ekonomi baru, yaitu e-leisure economy. E-leisure economy merupakan ekonomi berbasis kreativitas, entertainment, dan penciptaan pengalaman dengan platform utama berbasis digital. Hal ini sejalan dengan tumbuhnya konsumen baru, yaitu urban middle-class millennial sebagai konsumen yang lebih mementingkan pengalaman dan interaksi ketika menggunakan atau mengkonsumsi suatu produk/brand. Pola konsumsi bergeser sangat cepat menuju ke arah “experience-based consumption”. Pergeseran pola konsumsi dari “non-leisure” ke “leisure” ini mulai terlihat nyata sejak tahun 2015. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya konsumsi pertumbuhan restoran dan hotel sebesar 5,87%. Lebih tinggi dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang berada di angka 4,93%. Studi Nielsen (2015) menunjukkan bahwa milenial yang merupakan konsumen dominan di Indonesia saat ini (mencapai 46%) lebih royal menghabiskan duitnya untuk kebutuhan yang bersifat lifestyle dan experience seperti: makan di luar rumah, nonton bioskop, rekreasi, juga perawatan tubuh, muka, dan rambut. Shifting economy ini sekaligus memengaruhi pertumbuhan pariwisata di Indonesia. Menurut data BPS secara kumulatif (Januari-September) 2017, jumlah kunjungan wisman ke Indonesia mencapai 10,46 juta kunjungan. Angka ini naik 25,05% dibandingkan kunjungan

wisman pada periode yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah 8,36 juta kunjungan.

Tetapi kemajuan teknologi digital tidak selamanya memberikan keuntungan. Disrupsi teknologi digital telah berdampak terhadap beberapa sektor seperti jasa transportasi maupun ritel konvensional. Jika tidak bersiap, sektor perhotelan juga akan mengalami hal serupa. Munculnya aplikasi travel dan akomodasi seperti AirBnB, Foursquare, Traveloka.com, Tiket. com dan lainnya dapat memberikan dampak terhadap sektor perhotelan jika tidak segera diantisipasi. Aplikasi perjalan yang berbasis android tersebut biasanya memberikan informasi hotel atau penginapan dengan harga murah. Bahkan AirBnB saat ini menawarkan jasa penginapan dengan harga sangat murah karena dikelola oleh perorangan (pribadi).

2. Landasan Teori

Berdasarkan disruptive innovation theory, menurut Christensen et al. 2003, kerangka the resource-process-value (RPV) memberikan penjelasan mengapa perusahaan besar berhasil atau gagal merespon disruptive innovation, dan membantu para manajer untuk melakukan pengukuran kekuatan organisasi saat ini (capabilities) sekaligus juga kelemahannya (disabilities) dalam menjawab disruptive innovations. Inovasi disruptif (disruptive innovation) adalah inovasi yang membantu menciptakan pasar baru, mengganggu pasar yang sudah ada, dan pada akhirnya menggantikan teknologi terdahulu. Disruptive Innovation

mengembangkan suatu produk atau layanan dengan cara yang tak diduga pasar, umumnya dengan menciptakan jenis konsumen berbeda pada pasar yang baru dan menurunkan harga pada pasar yang lama. Wikipedia merupakan salah satu contoh inovasi disruptif yang merusak pasar ensiklopedia tradisional (cetak). Istilah disruptive innovation dicetuskan oleh Clayton M. Christensen dan Joseph Bower pada artikel “Disruptive Technologies: Catching the Wave” di jurnal Harvard Business Review (1995).

Dalam konteks kapabilitas pasar, Valanto (2012) menyatakan bahwa digital market capabilities merupakan kombinasi dari empat komponen: pertama, dalam rangka untuk memahami kebutuhan pelanggan, sangatlah penting untuk mampu mengumpulkan dan memproses pengetahuan pelanggan baik pelanggan yang sudah ada maupun pelanggan baru. Hal itu berarti bahwa perusahaan memiliki alat untuk mengumpulkan data dan melakukan pemrosesan serta memiliki ketrampilan untuk memanfaatkan informasi. Kedua, komponen kebutuhan pelanggan berarti mampu memuaskan ekspektasi pelanggan

melalui penawaran fitur produk dan aktivitas

yang sesuai, serta kapabilitas pengembangan produk yang relevan. Ketiga, fokus pada hubungan dengan pelanggan berarti memiliki

kemampuan untuk mengidentifikasi dan

melayani kelompok pelanggan, membangun loyalitas pelanggan dan menggunakan daftar pelanggan. Keempat, komunikasi pelanggan berarti memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan pelanggan melalui

saluran yang sesuai, bereaksi atas umpan balik dan penawaran barang yang cocok.

Westerman et al. (2014) menekankan bahwa untuk menjamin momentum transformasi digital berjalan terus perlu dikelola tiga aspek transisi digital : pertama, membangun fondasi kapabilitas. Inovasi teknologi berlari lebih cepat daripada kemampuan perusahaan untuk membangun kapabilitas organisasi. Maka perusahaan harus membangun tiga fondasi untuk melanjutkan transformasi digital, yaitu: ketrampilan digital (pengalaman dan pengetahuan karyawan), membangun platform digital yang terstruktur yaitu penerapan teknologi untuk memperkuat proses bisnis, dan mengembangkan relasi orang-orang teknologi informasi dengan orang-orang bisnis (interaksi penuh percaya, berbagi dan terintegrasi antara orang teknologi informasi dan orang bisnis). Kedua, menyelaraskan struktur penghargaan (reward). Sasaran transformasi perusahaan dan pengukurannya merupakan keterkaitan yang tak mungkin dilepaskan. Struktur penghargaan (reward) merupakan lem yang mengikat. Berbagai tantangan seperti “resistance to change” selama transformasi berjalan sebenarnya

merupakan konflik tentang pengukuran dan

penghargaan (reward). Transformasi digital memberikan peluang yang baik kepada para pemimpin bisnis untuk mengukur kembali

insentif finansial dan non finansial yang

akan menjamin sasaran perusahaan. Perlu dilakukan kalibrasi struktur penghargaan (reward) untuk mengatasi konflik dan

(3)

188 | TRANSFORMASI DIGITAL INDUSTRI PERHOTELAN... (Prihanto dan Siahaan) KOMPETENSI - JURNAL MANAJEMEN BISNIS, VOL. 13, NO. 2, JULI - DESEMBER 2018 | 189 terus. Ketiga, mengukur dan memonitor

kemajuan digital. Pernyataan bahwa “kita tidak bisa mengelola apa yang tidak diukur” adalah benar dalam konteks transformasi digital. Transformasi digital tidak akan berjalan berkelanjutan hanya melalui keyakinan para pimpinan puncak. Memiliki sistem pengukuran dan monitor yang tepat akan membangun kepercayaan diri bahwa investasi dan perubahan bisnis akan memberikan hasil bagi organisasi. Selain itu, pengukuran yang tepat juga akan memberikan dampak pada perubahan kultur di dalam organisasi. Terdapat empat langkah untuk mengukur dan memonitor dengan tepat: mengelola scorecard, mendorong inisiatif dan KPI untuk mengukur kemajuan inisiatif digital, mengaitkan pengukuran pada pimpinan puncak dengan karyawan operasional, dan mengembangkan proses review berulang (iterative review process).

Konsepsi mengenai customer engagement menurut Kumar (2016) bersifat komprehensif terdiri dari customer purchases, customer referrals, customer influences, dan customer knowledge. Customer purchases adalah ketika pelanggan berbelanja produk atau jasa dari suatu perusahaan, mereka secara langsung berkontribusi kepada nilai perusahaan. Kumar (2008) menemukan bahwa di IBM, realokasi sumberdaya berbasis pembelanjaan pelanggan mendorong peningkatan pendapatan sekitar $ 20 juta tanpa adanya perubahan di tingkat investasi pemasaran. Customer referrals: referral merupakan bentuk engaging dengan pelanggan baik perusahaan B2C maupun B2B (dalam kasus B2B disebut sebagai “references”). Hal ini sangat membantu dalam menarik pelanggan yang belum

tertarik oleh saluran pemasaran tradisional. Riset yang dilakukan Kumar (2010) menunjukkan bahwa referred customer lebih menguntungkan daripada nonreferred customer, dan pelanggan yang melakukan transaksi belanja tertinggi tidak selalu menunjukkan the most referrals (Kumar, Petersen, and Leone 2010). Bagaimanapun juga, pelanggan dengan transaksi belanja tertinggi akan mempengaruhi pelanggan lain atau memberikan umpan balik kepada perusahaan dan dengan demikian memberikan kontribusi terhadap keseluruhan customer engagement. Customer influence: menggambarkan dampak dari pelanggan yang dilakukan melalui media sosial. Pengguna media sosial dapat mempengaruhi aktivitas orang lain di dalam jejaringnya, pengaruh ini disebut “influence”. Pengaruh pada media sosial akan menciptakan riak pengaruh dan semakin luas di antara jejaring sosial pelanggan, melalui kelompok luas pelanggan yang pada akhirnya akan

mempengaruhi profit perusahaan. Di masa

lalu, platform media sosial digunakan secara luas oleh pelanggan untuk bertukar merek dan produk terkait dengan informasi baik bagi perusahaan B2B maupun B2. Customer knowledge: pengetahuan pelanggan akan dicapai ketika pelanggan saat ini secara aktif terlibat dalam mengembangkan produk atau jasa melalui pemberian umpan balik atau saran. Pelanggan juga bisa menambah nilai kepada perusahaan dengan cara membantu perusahaan mamahami preferensi pelanggan dan dengan cara berpartisipasi di dalam proses pengembangan pengetahuan. Perusahaan dapat memanfaatkan pengetahuan ini untuk memengembangkan produk dan jasanya dan/atau menciptakan produk baru.

Melihat pertumbuhan penggunaan peralatan mobile dan mobile apps maka industri perhotelan harus mamahami bahwa engaged customer merupakan prekondisi utama untuk berhasil di pasar yang sangat kompetitif. Semakin tinggi engaged customer terjadi, semakin banyak uang yang akan mereka belanjakan (Benavides et al. 2013). Dengan terjadinya ledakan pertumbuhan teknologi mobile dan budaya aplikasi (apps), ekspektasi pelanggan mengenai pengalaman mobile yang bermanfaat dan menyenangkan telah menjadi norma. Maka sangat penting dipahami bahwa customer

engagement harus merepresentasikan

co-creation, interaksi, pengembangan solusi yang sesuai dengan perubahan perilaku pelanggan dan peningkatan kapabilitas karyawan di dalam perusahaan. Engagement merupakan sikap, perilaku,

tingkat keterhubungan (connectedness) di antara pelanggan, di antara pelanggan dan karyawan, dan pelanggan dan karyawan di dalam perusahaan (Berman et al. 2012).

Dari penelaahan berbagai teori dan penelitian terdahulu serta fenomena industri perhotelan yang terjadi saat ini di Indonesia, dikembangkan konsep bahwa semakin cepat kemampuan industri perhotelan

di Indonesia dalam merekonfigurasi

sumberdaya/asset seperti digital market capabilities, digital leadership capabilities, digital technology capabilities, maka akan semakin mampu melakukan sustainable digital transformation untuk membangun dan meningkatkan engaged customer. Dan berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dikembangkan model penelitian dan perumusan hipotesis sebagaimana dijelaskan di bawah ini.

Gambar 1. Model Penelitian

Hipotesis 1: Digital Market capabilities memiliki peran dalam mempengaruhi kinerja

sustainable digital transformation industri perhotelan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Hipotesis 2: Digital Leadership capabilities memiliki peran dalam mempengaruhi kinerja

sustainable digital transformation industri perhotelan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Hipotesis 3: Digital technology capabilities memiliki peran dalam mempengaruhi kinerja

sustainable digital transformation industri perhotelan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Hipotesis 4: Sustainable digital transformation memiliki peran dalam mempengaruhi

kinerja engaging customer strategy industri perhotelan di Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif. Metode penelitian juga menggunakan metode descriptive survey dan explanatory survey dengan unit analisis perusahaan perhotelan di Daerah Istimewa Yogyakarta anggota PHRI dengan menggunakan teknik purposive sample terhadap 100 hotel dan resort. Responden dalam penelitian ini adalah general manager atau pemilik hotel atau resort di Daerah Istimewa Yogyakarta. General manager dipilih karena mereka memiliki kemampuan untuk mengevaluasi inisiatif inovasi dalam peningkatan kinerja perusahaan. Jenis data yang dikumpulkan adalah kuantitatif, dan data yang diperoleh adalah data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari responden yang ditentukan sejak awal.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner secara langsung kepada para general manager atau pemilik hotel atau resort. Penyebaran kuesioner dilakukan antara bulan April hingga Juli 2018. Dalam penelitian ini indikator dalam kuesioner yang dipakai Hipotesis 1: Digital Market capabilities memiliki

peran dalam mempengaruhi kinerja sustainable digital transformation industri perhotelan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Hipotesis 2: Digital Leadership capabilities memiliki peran dalam mempengaruhi kinerja sustainable digital transformation industri perhotelan di Daerah Istimewa Yogyakarta

(4)

190 | TRANSFORMASI DIGITAL INDUSTRI PERHOTELAN... (Prihanto dan Siahaan) KOMPETENSI - JURNAL MANAJEMEN BISNIS, VOL. 13, NO. 2, JULI - DESEMBER 2018 | 191 Hipotesis 3: Digital technology

capabilities memiliki peran dalam mempengaruhi kinerja sustainable digital transformation industri perhotelan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Hipotesis4: Sustainable digital transformation memiliki peran dalam mempengaruhi kinerja engaging customer strategy industri perhotelan di Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif. Metode penelitian juga menggunakan metode descriptive survey dan explanatory survey dengan unit analisis perusahaan perhotelan di Daerah Istimewa Yogyakarta anggota PHRI dengan menggunakan teknik purposive sample terhadap 100 hotel dan resort. Responden dalam penelitian ini adalah general manager atau pemilik hotel atau resort di Daerah Istimewa Yogyakarta. General manager dipilih karena mereka memiliki kemampuan untuk mengevaluasi inisiatif inovasi dalam peningkatan kinerja perusahaan. Jenis data yang dikumpulkan adalah kuantitatif, dan data yang diperoleh adalah data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari responden yang ditentukan sejak awal.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner secara langsung kepada para general manager atau pemilik hotel atau resort. Penyebaran kuesioner dilakukan antara bulan April hingga Juli

2018. Dalam penelitian ini indikator dalam kuesioner yang dipakai didasarkan pada penelitian sebelumnya yang terindek scopus, dan menggunakan skala likert empat poin. Empat skala pilihan digunakan untuk kuesioner skala likert dalam penelitian ini dengan tujuan untuk membuat responden harus memilih salah satu kutub, karena dalam empat skala likert, pilihan “netral” tidak disediakan (Dawes, 2008).

Analisis penelitian ini menggunakan analisis multivariat, yaitu analisis Structural Equation Model (SEM) dengan pendekatan Partial Least Square (PLS) dan SPSS versi 23. Proses analisis dilakukan menggunakan pendekatan dua langkah (Chin, 2010), yaitu evaluasi model pengukuran dan evaluasi model struktural. Menurut Ghozali (2008), Partial Least Square (PLS) merupakan metode analisis yang powerful karena tidak didasarkan pada banyak asumsi dan dapat diterapkan pada skala data ordinal, serta dapat dijalankan untuk jumlah sampel yang tidak harus besar, direkomendasikan sampel minimum 30 jumlah sampel (Chin, 1998 – di dalam Ghozali, 2012). PLS selain dapat

digunakan untuk mengkonfirmasi teori juga

dapat digunakan untuk menjelaskan ada atau tidaknya hubungan antar variable laten. Ciri khusus SEM menggunakan PLS berupa skema pembobotan.

4. Hasil dan Diskusi

Uji Validitas Konstruk

Menurut Chin di dalam Ghozali (2012) sebuah variabel dikatakan memiliki validitas yang baik terhadap konstruk laten

apabila: (1) Muatan loading factor (λ) ≥ 0.5,

(2) Nilai T-Statistics > 1.96 (lebih besar dari nilai kritis). Hasil evaluasi yang dilakukan memperlihatkan bahwa setiap indikator dan dimensi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah valid karena memenuhi persyaratan yang diharuskan.

Uji Reliabilitas

Menurut Ghozali (2012), rule of thumb yang digunakan untuk menilai reliabilitas suatu konstruk yaitu nilai Cronbach’s Alpha harus lebih besar dari 0.70 dan nilai Composite Reliability harus lebih besar dari 0.70, dan jika di atas 0,80 berarti sangat memuaskan. Hasil evaluasi reliabilitas pada penelitian ini menunjukkan nilai Composite Reliability memenuhi persyaratan yang diharuskan yang berarti reliabel.

Gambar 2. Model Pengukuran (Outer Model) Sumber: Penelitian 2018

Model Struktural (Inner Model)

Total nilai R Square dapat digunakan untuk menghitung secara manual goodness-of-fit (GOF) model karena aplikasi perangkat lunak PLS tidak menyediakan menu khusus untuk menghitung GOF. Menurut Tenenhaus et al. (2005), GOF model PLS dapat diukur dengan menghitung Ʃ√communality x R², baik pada model konstruk unidimensional maupun konstruk multidimensional.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai Goodness-of-Fit (GoF) sebesar 0.564 dan nilai Q-square predictive relevance 0.777. Nilai GoF berada di antara 0 dan 1 dan nilai Q-square predictive relevance lebih besar dari 0, berarti bahwa model penelitian ini baik dan telah didukung oleh kondisi empirik, merupakan model fit, dan memiliki predictive relevance.

Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian

Menurut Willy Abdillah et al. (2015), pengukuran signifikansi keterdukungan hipotesis dapat menggunakan perbandingan nilai T-table dan T-statistics. Jika nilai T-statistics lebih tinggi dibandingkan nilai T-table, berarti hipotesis terdukung. Untuk tingkat keyakinan 95 persen (alpha 5 persen) maka nilai T-table untuk hipotesis two-tailed adalah ≥ 1,96.

Evaluasi Model

Model Pengukuran (Outer Model)

Outer model memiliki tiga kriteria penilaian: (1) Convergent validity: loading factor di atas 0.5 menunjukkan korelasi yang tinggi antar indikator/ dimensi dengan konstruk yang diukur, (2) Composite reliability dan Cronbach’s Alpha yang nilainya harus di atas 0.70, (3) Average Variance Extracted (AVE) untuk validasi yang baik terhadap konstruk yang diuji harus di atas 0.50.

Pada industri hotel di Yogyakarta, hasil penilaian terhadap model penelitian menunjukkan bahwa setiap indikator yang mengukur dimensi dan setiap dimensi yang mengukur masing-masing konstruk mempunyai korelasi yang tinggi yang ditunjukkan dengan nilai loading factor di atas 0.50 dan t-hitung lebih besar dari nilai t- tabel = 1.96.

(5)

192 | TRANSFORMASI DIGITAL INDUSTRI PERHOTELAN... (Prihanto dan Siahaan) KOMPETENSI - JURNAL MANAJEMEN BISNIS, VOL. 13, NO. 2, JULI - DESEMBER 2018 | 193

Model Struktural (Inner Model)

Total nilai R Square dapat digunakan untuk menghitung secara manual

goodness-of-fit(GOF) model karena aplikasi perangkat lunak PLS tidak menyediakan menu khusus untuk menghitung GOF. Menurut Tenenhaus et al. (2005), GOF model PLS dapat diukur dengan menghitung Ʃ√communality x R², baik pada model konstruk unidimensional maupun konstruk multidimensional.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai Goodness-of-Fit (GoF) sebesar 0.564 dan nilai Q-square predictive relevance 0.777. Nilai GoF berada di antara 0 dan 1 dan nilai Q-square predictive relevance lebih

besar dari 0, berarti bahwa model penelitian ini baik dan telah didukung oleh kondisi

empirik, merupakan model fit, dan memiliki

predictive relevance.

Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian

Menurut Willy Abdillah et al. (2015),

pengukuran signifikansi keterdukungan

hipotesis dapat menggunakan perbandingan nilai T-table dan T-statistics. Jika nilai T-statistics lebih tinggi dibandingkan nilai T-table, berarti hipotesis terdukung. Untuk tingkat keyakinan 95 persen (alpha 5 persen) maka nilai T-table untuk hipotesis two-tailed

adalah ≥ 1,96.

a. Dependent Variable Z (t tabel: 1,98472; F tabel; 2,70)

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 2,916 1,963 1,485 ,141

X1 ,101 ,116 ,109 ,869 ,387 ,316 3,166

X2 ,573 ,082 ,727 6,979 ,000 ,461 2,167

X3 -,103 ,099 -,131 -1,040 ,301 ,318 3,148

a. Dependent Variable: Z

b. Dependent Variable Y (t tabel: 1,98498; F tabel; 2,47)

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 7,286 4,394 1,658 ,101 X1 ,733 ,257 ,421 2,847 ,005 ,313 3,191 X2 ,294 ,223 ,197 1,321 ,190 ,307 3,255 X3 ,035 ,220 ,024 ,161 ,873 ,314 3,183 Z -,036 ,225 -,019 -,161 ,873 ,486 2,057 a. Dependent Variable: Y

Uji Hipotesis 1: Digital Market capabilities memiliki peran dalam mempengaruhi kinerja sustainable digital transformation industri perhotelan di Yogyakarta. Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama terdukung. Artinya, Digital Market capabilities memiliki peran dalam mempengaruhi kinerja sustainable digital transformation industri hotel di Yogyakarta

Uji Hipotesis 2: Digital leadership capabilities memiliki peran dalam mempengaruhi kinerja sustainable digital transformation industri perhotelan di Yogyakarta. Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpiulkan bahwa hipotesis kedua terdukung. Artinya, Digital Leadership capabilities memiliki peran dalam mempengaruhi kinerja sustainable digital transformation industri hotel di Yogyakarta.

Uji Hipotesis 3: Digital technology capabilities memiliki peran dalam mempengaruhi kinerja sustainable digital transformation industri perhotelan di Yogyakarta. Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga terdukung. Artinya, Digital technology capabilities

Uji Hipotesis 1: Digital Market capabilities memiliki peran dalam mempengaruhi kinerja sustainable digital transformation industri perhotelan di Yogyakarta. Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama terdukung. Artinya, Digital Market capabilities memiliki peran dalam mempengaruhi kinerja sustainable digital transformation industri hotel di Yogyakarta

Uji Hipotesis 2: Digital leadership

capabilities memiliki peran dalam

mempengaruhi kinerja sustainable digital transformation industri perhotelan di Yogyakarta. Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpiulkan bahwa hipotesis kedua terdukung. Artinya, Digital Leadership

capabilities memiliki peran dalam

mempengaruhi kinerja sustainable digital transformation industri hotel di Yogyakarta.

Uji Hipotesis 3: Digital technology

capabilities memiliki peran dalam

mempengaruhi kinerja sustainable digital transformation industri perhotelan di Yogyakarta. Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga terdukung. Artinya, Digital technology capabilities memiliki peran dalam mempengaruhi kinerja sustainable digital transformation industri hotel di Yogyakarta.

Uji Hipotesis 4: Sustainable digital transformation memiliki peran dalam mempengaruhi kinerja engaging audience industri hotel di Yogyakarta. Berdasarkan

tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis keempat terdukung. Artinya, Sustainable digital transformation memiliki peran dalam mempengaruhi kinerja engaging audience strategy industri perhotelan di Yogyakarta.

Diskusi

Bisnis industri perhotelan terus terganggu sejak beberapa tahun terakhir. Tidak ada keraguan bahwa gangguan ini disebabkan karena meledaknya internet mulai pertengahan tahun 1990-an dan juga web 2.0 pada tahun 2002. Jaringan sosial, blog, dan berbagai inovasi yang menyediakan akses kepada informasi perhotelan juga sangat mempengaruhi bisnis perhotelan. Terus bertumbuhnya internet dan ketersediaan informasi gratis membuat banyak pihak ragu apakah industri perhotelan masih bisa mencapai puncak kejayaannya, apakah pasar perhotelan masih bisa tumbuh lagi.

Peran pimpinan industri perhotelan dalam melakukan transformasi digital menuntut pengambilan tindakan di empat area pokok (Westerman et al, 2014): framing the digital challenge, focus investment, engage the organization, dan sustain the transformation. Para pemimpin pertama-tama harus yakin bahwa pemimpin senior memiliki visi yang sama tentang bagaimana visi ini harus berjalan. Mereka harus memahami mengapa harus berubah, dan bagaimana masa depan akan lebih baik daripada situasi saat ini. Menurut Westerman et al, 2014, langkah pertama adalah memahami ancaman dan peluang

(6)

194 | TRANSFORMASI DIGITAL INDUSTRI PERHOTELAN... (Prihanto dan Siahaan) KOMPETENSI - JURNAL MANAJEMEN BISNIS, VOL. 13, NO. 2, JULI - DESEMBER 2018 | 195 yang dihadirkan digital ke dalam organisasi

misalnya efektivitas cara kerja sekarang ini di dunia digital, dan kemampuan mendeteksi peluang baru yang tersedia terkait dengan pengalaman pelanggan, proses operasional, dan model bisnis. Perlu dilakukan pengukuran digital maturity terhadap perusahaan, baik dalam aspek inisiatif digital maupun leadership capabilities untuk mendorong transformasi. Digital maturity merupakan kombinasi dari dua dimensi: digital intensity yaitu melakukan investasi di bidang inisiatif teknologi digital untuk mengubah bagaimana menjalankan perusahaan, meningkatkan customer engagement, mengubah operasi internal, dan bahkan model bisnis. Banyak perusahaan telah melakukan investasi dalam inisiatif digital. Dimensi kedua adalah transformation management intensity, yaitu menciptakan leadership capabilities untuk mendorong transformasi digital di dalam organisasi. Transformation intensity terdiri dari visi untuk mempertajam masa depan, governance, dan engagement, dan hubungan eksekutif IT-Business dalam mengimplementasikan perubahan berbasis teknologi. Elemen-elemen transformation intensity melalui koombinasi top down leadership dan inovasi bottom-up untuk mendorong transformasi digital berjalan terus.

Untuk membuat visi digital menjadi realitas, para eksekutif harus menjamin organisasi melakukan investasi pada area yang benar (Westerman et al, 2014), yaitu memotong area yang tidak produktif sambil melakukan investasi di mana diperlukan.

Para eksekutif harus mengidentifikasi di area

mana perusahaan harus unggul berdasarkan kapabilitas dan asset strategis yang dimiliki saat ini (Egbunike, et all., 2018). Kemudian, ketika kapabilitas berkembang, mereka bisa fokus menuju area lain yang harus unggul. Pertanyaan pentingnya adalah memutuskan kapan para pemimpin industri perhotelan perlu mengadaptasi model bisnis baru. Perusahaan yang menghadapi perubahan memiliki peluang untuk menciptakan nilai dengan cara mengadaptasi model bisnis, menambahkan nilai pada produk maupun jasa, mendapatkan pelanggan baru, menyelaraskan proses operasional dan customer facing dengan cara baru, dan bahkan meluncurkan bisnis baru. Perusahaan yang memiliki kinerja tinggi memiliki level tata laksana (governance) yang kuat di sektor inisiatif digitalnya. Mekanisme tata laksana (governance) ini bertujuan untuk meningkatkan level koordinasi dan sharing lintas silo ketika menjalankan inisiatif digital.

Para pimpinan harus menjadikan digitalisasi sebagai bagian utama dari agenda strategi mereka (Kurniasari, et all., 2018). Digitalisasi merupakan prioritas paling penting atau sangat penting di dalam agenda strategi korporat. Selain itu, agenda digitalisasi harus mendapatkan dukungan kuat dari eksekutif puncak yang pada umumnya mengambil peran aktif mendorong agenda tersebut. Ketika para pimpinan mendukung pentingnya digitalisasi, implikasinya adalah bagaimana menyesuaikan organisasi agar mampu lebih

gesit dan memiliki proses internal yang kuat. Beberapa perusahaan sangat sadar bahwa masih terdapat keterbatasan akan model organisasi tradisionalnya yang membuat tidak yakin bagaimana beradaptasi dan berubah.

Respon lain industri perhotelan menghadapi digitisasi dan perkembangan internet yang sedemikian cepat adalah mengadopsi pendekatan multiplatform. Fokusnya adalah melakukan migrasi menuju distribusi informasi lintas multi platform dan dampak pendekatan ini terhadap sumberdaya, organisasi dan terhadap strategi yang harus dilaksanakan untuk menciptakan dan membangun arus pendapatan. Dalam konteks digitalisasi, interaktivitas merupakan

fitur kunci platform digital. Memanfaatkan

interaktivitas secara efektif merupakan sumber utama dalam menjawab tantangan dan peluang. Hubungan dengan pelanggan harus dilakukan karena meningkatnya dan semakin luasnya penggunaan platform interaktif. Kemampuan untuk memahami preferensi pelanggan merupakan nilai lebih dalam mempertajam pelayanan serta pengembangan cara menyajikannya.

Bisnis perhotelan yang bertujuan untuk melahirkan customer value proposition baru atau melakukan transformasi model operasinya perlu mengembangkan portfolio

baru kapabilitas agar fleksibel dan responsif

menghadapi perubahan cepat keinginan pelanggan. Menghadapi era digital, di antara berbagai kapabilitas yang diperlukan adalah kemampuan mendisain dan menyajikan model bisnis baru. Perusahaan perhotelan

harus secara konstan mengeksplorasi cara baru terbaik untuk menghasilkan pendapatan, menstrukturkan aktivitas perusahaan, dan mengambil posisi di industri baru atau industri yang sudah ada.

Kompetensi kuncinya adalah menemukan cara baru untuk engage dengan pelanggan dan komunitas. Hal ini menuntut interaksi dengan pelanggan lintas setiap fase aktivitas bisnis, tidak hanya penjualan, marketing dan layanan, tetapi juga disain produk, manajemen supply chain, sumberdaya manusia, IT dan keuangan. Engaging dengan pelanggan di setiap titik (touch points) di mana nilai diciptakan merupakan pembeda bisnis yang berpusat pada pelanggan. Interaksi dengan pelanggan di area ini selalu mengarah pada keterbukaan terhadap kolaborasi untuk mempercepat inovasi dengan menggunakan komunitas online. Perusahaan harus menciptakan komunitas virtualnya sendiri atau menggunakan kelompok yang sudah ada yang diorganisir pelanggan. Kemampuan mengintegrasikan keseluruhan touchpoint pelanggan sangatlah penting dalam mengelola operasi digital. Secara online, pelanggan beralih menuju email dan jejaring sosial. Pelanggan mengubah platform dan channel, membandingkan harga melalui smart phone pada menit tertentu, melihat-lihat barang lain kemudian, dan melakukan transaksi melalui PC. Di antara keseluruhan interaksi ini, pelanggan berharap konsistensi dan kejelasan. Mereka menginginkan perusahaan peduli pada proses belanja, layanan dan pertanyaan

(7)

196 | TRANSFORMASI DIGITAL INDUSTRI PERHOTELAN... (Prihanto dan Siahaan) KOMPETENSI - JURNAL MANAJEMEN BISNIS, VOL. 13, NO. 2, JULI - DESEMBER 2018 | 197 mereka. Pengalaman di satu channel tertentu

meningkatkan ekspektasi di seluruh channel lainnya. Pelanggan menghendaki adanya nomor telepon bebas pulsa (tollfree). Mereka menghendaki website yang menyediakan informasi secepat dan seefektif aplikasi iPad.

5. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Digital market capabilities harus mampu mendorong kinerja bisnis industri perhotelan. Digital market capabilities yang unggul merupakan salah satu ciri organisasi yang mampu melampaui pesaingnya. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan investasi untuk pengembangan digital market capabilities, yang akan memberi manfaat bagi organisasi baik untuk pertumbuhan bisnis maupun sustainable competitive advantage. Dalam penelitiannya Morgan (2012) menemukan relevansi langsung investasi dalam pengembangan

digital market capabilities untuk

menghasilkan sukses bisnis. Digital market capabilities terbukti mendorong kinerja bisnis. Sumberdaya sangat diperlukan ketika mengembangkan digital market capabilities untuk menghadapi orientasi pasar maupun pelanggan yang berubah.

Para pimpinan harus menjadikan digitalisasi sebagai bagian utama dari agenda strategi industri perhotelan (digital leadership capabilities). Digitalisasi harus dijadikan sebagai prioritas paling penting di dalam agenda strategi korporat. Selain itu, agenda digitalisasi harus mendapatkan dukungan kuat dari eksekutif puncak yang pada umumnya mengambil peran

aktif mendorong agenda tersebut. Ketika para pimpinan mendukung pentingnya digitalisasi, implikasinya adalah bagaimana menyesuaikan organisasi agar mampu lebih gesit dan memiliki proses internal yang kuat. Kunci untuk berhasil dalam agenda transformasi digital terletak pada kemampuan untuk menjamin kecepatan implementasi. Dalam pengembangan solusi berfokus pada pelanggan atau transformasi sistem dan proses internal, industri perhotelan masih harus berjuang untuk mendorong inisiatif yang diperlukan untuk menghadapi kegesitan pesaing. Namun yang dihadapi adalah kekuatan implementasi jauh lebih sulit oleh karena masih adanya ketergantungan pada sistem konvensional yang lamban dan rumit. Dalam konteks ini peran pimpinan sangat penting juga.

Dalam industri perhotelan, para pemimpin bisnis dalam rangka memenuhi ekspektasi pelanggan harus berupaya untuk mengubah cara menetapkan strategi dan menjalankan organisasinya. Para pemimpin bisnis telah lama memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan produktivitas

dan efisiensi, menggapai pasar baru dan

mengoptimalkan suplly chain. Apa yang baru adalah ekspektasi pelanggan terus menerus berubah. Persoalan yang dihadapi industri perhotelan adalah bagaimana merespon perubahan ini, bagaimana mengambil manfaat dari peluang ini untuk melakukan inovasi, melakukan diferensiasi dan bertumbuh, dan bagaimana melakukan semua ini dengan biaya efisien,

menggunakan dan mengoptimalkan teknologi informasi terkini sebagai bagian dari keseluruhan operasional (sustainable

digital transformation). Perusahaan

harus memiliki strategi kohesif dalam mengintegrasikan unsur-unsur digital dan

fisik agar mampu melakukan transformasi

model bisnisnya dan menetapkan arah untuk keseluruhan industrinya belum banyak. Industri perhotelan harus fokus pada dua aktivitas yang saling melengkapi: mempertajam customer value propositions dan mentransformasi model operasinya dengan menggunakan teknologi digital untuk melakukan interaksi dan kolaborasi dengan pelanggan (engaging customer).

Saran Untuk Penelitian Lebih Lanjut

Perlu dilakukan studi lanjutan untuk menguji lebih jauh kecenderungan yang terjadi di industri lain terkait dengan penemuan dalam studi ini yaitu:

1. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menginvestigasi bagaimana: a) menerapkan crowdsourcing, collective intelligence, dan konsep inovasi utuk mengembangkan kapabilitas teknologi digital (digital technology capabilities), b) menciptakan produk digital inovatif, platform, alat (tools), dan teknologi untuk merespon digital disruption dan meningkatkan nilai digital ecosystem, c) mempertahankan kapabilitas teknologi digital (digital technology capabilities) dan infrastruktur teknologi informasi (Information Technology) sebagai infrastruktur utama untuk memaksimalkan sinergi dan menawarkan layanan secara konsisten kepada semua pelanggan, d) meningkatkan kapabilitas teknologi digital (digital technology

capabilities) agar lebih gesit dalam

hal efisiensi, dengan cara menyatukan

digital ecosystem (Breidbach et all., 2014) dan selalu terhubung dengan pelanggan dan pemasok agar selalu lebih cepat merespon kondisi yang berubah. 2. Penelitian lanjutan juga perlu dilakukan

untuk menginvestigasi bagaimana mengintegrasikan digitisasi dan strategi digital dengan strategi inovasi model bisnis: a) fokus pada produk digital di mana pesaing belum memiliki, b) menemukan kriteria yang digunakan pelanggan untuk selalu mengevaluasi produk digital, c) meningkatkan kapabilitas pelanggan dalam menggunakan produk tersebut, dan d) menemukan solusi teknologi yang harus dipertimbangkan.

Dalam proses mengumpulkan data terjadi hal yang kurang rinci. Terkait dengan pertanyaan penelitian, studi ini memusatkan perhatian pada perusahaan dan kurang fokus pada aspek pasar dan pelanggan. Hasil dari studi ini tidak bisa digunakan pada perusahaan lain di luar domain ini. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk industri dan pasar yang berbeda.

Daftar Pustaka

Alharbi Adel Saleh M (2014), The Role of Marketing Capabilities in Firm’s Success, International Journal of Management Science and Business Administration, Volume 2, Issue 1, December 2015

(8)

198 | TRANSFORMASI DIGITAL INDUSTRI PERHOTELAN... (Prihanto dan Siahaan) KOMPETENSI - JURNAL MANAJEMEN BISNIS, VOL. 13, NO. 2, JULI - DESEMBER 2018 | 199 Aiste Dovaliene, Zaneta Piligrimiene, Akvile

Masiulyte (2014), Factors Influencing

Customer Engagement in Mobile Applications, Inzinerine Ekonomika-Engineering Economics, 2016, 27(2), Innovation in Corporate Competitive Strategy, Problems of Economic Transition, vol. 57, no. 8, December 2014.

Bowden, J. L. H. (2009). The process of customer engagement: a conceptual framework. The Journal of Marketing Theory and Practice, 17(1).

Breidbach, F. C., Brodie, R., & Hollebeek, L. (2014). Beyond virtuality: from engagement platforms to engagement ecosystems. Managing Service Quality, 24(6),

Brian Solis (2016), Digital Transformation Requires a Cultural Change, Customer Relationship Management, July, 2016 Brodie, R. J., Hollebeek, L. D., Juric, B., &

Ilic, A. (2011). Customer engagement: conceptual domain, fundamental propositions, and implications for research. Journal of Service Research, 1094670511411703

Christensen Clayton M. and Raynor Michael E.(2003), Innovator’s Solution: Creating and Sustaining Successful Growth, Boston, Harvard Business School Press,

Creswell, John. W, (2009), Research Design, Qualitative, Quantitative, and Mixed Method Approach, Third Edition, Sage Publication Inc.

Egbunike, FC., Emudainohwo, O.B., Gunardi, A., Kurniasari, F., Prihanto, J.J.N., (2018). Sustainability Accounting Practices and Diosclosure by Multinational Corporation in Nigeria. Journal of applied Economic Sciences,Volume XIII, Summer, 3 (57): 751-759.

Ellisavet Keisidou, Lazaros Sarigiannidis, Dimitrios Maditinos (2011), Consumer characteristics and their effect on accepting online shopping, in the context of different product types, Int. Journal of Business Science and Applied Management, Volume 6, Issue 2,

George Westerman, Didider Bonnet, Andrew McAfee (2011), Digital Transformation: A Roadmap For Billion Dollar Organization, MIT Center for Digital Business and Capgemini Consulting,

Ghozali Imam (2015), Partial Least Squares, Konsep, Teknik dan Aplikasi Menggunakan Program SmartPLS 3.0, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.

Gimpel, G., and Westerman G. (2012), Shaping the future: Seven enduring principles for Fast changing industries. MIT Center for Digital Business, Working papers.

Gunasekaran, A., Rai, B.K., and Griffin, M.,

(2011), Resilience and competitiveness of small and medium size enterprises: anempirical research. International Journal of Production Research, 49 (18).

Hollebeek, L. D., Glynn, M. S., & Brodie, R. J. (2014). Consumer Brand Engagement in Social Media: Conceptualization, Scale Development and Validation. Journal of Interactive Marketing, 28(2).

Hui-Ling Wang, (2014). Theories for competitive advantage. In H. Hasan (Eds.), Being Practical with Theory: A Window into Business Research. Wollongong, Australia

Kieran O’Hea (2011), Digital Capability – How to Understand, Measure, Improve and Get Value from it, Innovation

Value Institute (Executive Briefing),

Kim, S. J., Wang, R. J. H., & Malthouse, E. C. (2015). The Effects of Adopting and Using a Brand’s Mobile Application on Customers’ Subsequent Purchase Behavior. Journal of Interactive Marketing, 31.

Kurniasari, F., Jusuf,E., & Gunardi, A. (2018) The Readiness of Indonesian toward MOOC system. International Journal of Engineering & Technology, 7(3), 1631-1636.

Doi:http://dx.doi.org/10.14419/ijet. v7i3.15431

Linder, J.C., & Cantrell, S. (2000). Changing business models: Surveying the Landscape. Cambridge, MA: Accenture Institute for Strategic Change.Lisa M. Given, 2008, The SAGE Encyclopedia of Qualitative Research Methodes, Volumes 1 & 2, SAGE Publications, Inc.

Maslowska, E., Malthouse, E. C., & Collinger, T. (2016). The customer engagement ecosystem. Journal of Marketing Management, 32.

Morgan, N. A., Vorhies, D. W., & Mason, C. H. (2009). Market orientation,

marketing capabilities, and firm

performance. Strategic Management Journal, 30(8), 909-920.

Morgan, N. A. (2012). Marketing and business performance. Journal of the Academy of Marketing Science, 40, 102-119

Mutaz M. Al-Debei, Ramzi El-Haddadeh,

David Avison (2008), Defining the

Business Model in the New World of Digital Business, Proceedings of the Fourteenth Americas Conference on Information Systems, Toronto, ON, Canada August 14th-17th

Orton J., (2014), accessed February 2014, Digital Marketing – What Does It Really Mean? Insights from 9 Brand Digital Marketers.

Radu Ioan Mogoș (2015), Digital

Marketing for Identifying Customers’ Preferences – A Solution for SMEs in Obtaining Competitive Advantages, International Journal of Economic Practices and Theories, Vol. 5, No. 3, Rosenbloom, R.S. (2000). Leadership,

capabilities, and technological change: the transformation of NCR in the electronic era. Strategic Management Journal, 21, 1083– 1103.

Saul J. Berman and Lynn Kesterson-Townes (2012), Connecting with the digital customer of the Future, VOL. 40 NO. 6 2012, pp. 29-35, Q Emerald Group Publishing Limited, ISSN 1087-8572

Saul J. Berman and Ragna Bell (2011), Digital transformation Creating new business models where digital meets physical, IBM Institute for Business Value, IBM Global Services

Shiri D. Vivek, Sharon E. Beatty, Vivek Dalela, and Robert M. Morgan (2014), A Generalized Multidimensional Scale for Measuring Customer Engagement, Journal of Marketing Theory and Practice, vol. 22, no. 4,

Thomas Hess, Christian Matt, Alexander Benlian, Florian Wiesböck (2016), Options for Formulating a Digital Transformation Strategy, MIS Quarterly Executive, June 2016

V. Kumar, J. Andrew Petersen, and Robert

P. Leone (2010), “Driving Profitability

by Encouraging Customer Referrals: Who, When, and How,” Journal of Marketing, 74 (September).

Van der Beek, K, Swatman, P, Kreuger, C, (2005) ‘Creating Value From Digital Content: e-business model evolution in online news and music.’ Proccedings of the 38th Hawaii International Conference on Systems Science.

Van Doorn, J., Lemon, K. N., Mittal, V., Nass, S., Pick, D., Pirner, P., & Verhoef, P. C. (2010). Customer engagement behavior: theoretical foundations and research directions. Journal of Service Research, 13(3).

Vivek, S. D., Beatty, S. E., & Morgan, R. M. (2012). Customer engagement: Exploring customer relationships beyond purchase. The Journal of Marketing Theory and Practice, 20(2), 1

Warren Bennis (2013), Leadership In A Digital World: Embracing Transparency And Adaptive Capacity, MIS Quarterly Vol. 37 No. 2/June 2013 Westerman, Didier Bonnet, and Andrew

McAfee (2014), Leading Digital, Turning Technology into Business Transformation, Harvard Business Review Press, Boston, Massachusetts,.

(9)

200 | TRANSFORMASI DIGITAL INDUSTRI PERHOTELAN... (Prihanto dan Siahaan) Wijanto, S. H. (2008), Structural Equation

Modeling dengan Lisrel 8.8. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Willy Abdillah (2015), Partial Least Square (PLS). Alternatif Structiral Equation Modeling (SEM) dalam Penelitian Bisnis, Penerbit Andi Yogyakarta Yoo, Y., Boland, R., Lyytinen, K. and

Majchrzak, A. (2012). Organizing for Innovation in the Digitized World. Organization Science, 23(5), pp.1398-1408.

Zhang, H., Lu, Y., Gupta, S., & Zhao, L. (2014). What Motivates Customers to Participate in Social Commerce? The impact of Technological Environments and Virtual Customer Experiences. Information & Management, 51(8).

Gambar

Gambar 1. Model Penelitian
Gambar 2. Model Pengukuran (Outer Model)  Sumber: Penelitian 2018
tabel di atas,  dapat disimpulkan bahwa  hipotesis keempat terdukung. Artinya,  Sustainable digital transformation memiliki  peran dalam mempengaruhi kinerja engaging  audience strategy industri perhotelan di  Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Zonalde hauek, besteak bezalaxe, EHko lurralde osoan zehar barreiaturik aurkitzen dira, nahiz eta ikus daitekeen moduan, gune menditsu nagusiekin bat eginik ardatz moduko bat

Pelanggan kami membutuhkan konektivitas yang Handal dan Terpercaya, terutama di bisnis Sektor Industri Keuangan dan Digital, di mana memiliki risiko yang tinggi. Dengan jaringan

2) Daya elektro-motoris termo adalah sifat bahan yang sangat penting sekali terhadap dua titik kontak yang terbuat dari dua bahan logam yang berlainan jenis, karena dalam

1) memberikan manfaat bagi PS dalam pemenuhan proses pembelajaran, penelitian, PkM. 2) memberikan peningkatan kinerja tridarma dan fasilitas pendukung PS. 3) memberikan kepuasan

Data yang digunakan adalah data yang berasal dari jumlah permintaan pasien terhadap barang yang kosong ataupun tidak tersedia di apotek serta saran yang diberikan oleh

Tabel 4.4 Pengujian Black Box manajemen tahun ajaran 1 Tambah data tahun ajaran Data dapat masuk pada basis data sistem Sesuai harapan Valid [√] 2 Edit data tahun ajaran

Pasien dilatih untuk menginterprestasikan rangsangan dari otot-otot, sendi serta jaringan-jaringan lain di dalam yang berhubungan dengan posisi dari bagian

Product innovation adalah pengembangan dari produk baru, membuat perubahan dalam desain produk saat ini atau menggunakan teknik dan cara baru dalam metode produksi saat ini,