Pusat Penelitian Ekonomi - LIPI, Policy Brief
PUSAT PENELITIAN EKONOMI
KEDEPUTIAN BIDANG ILMU PENGETAHUAN SOSIAL DAN KEMANUSIAAN LIPI
STRATEGI PENGUATAN KETAHANAN
PANGAN RUMAH TANGGA DAN
JARING PENGAMAN SOSIAL DI MASA
PANDEMI COVID-19
Pusat Penelitian Ekonomi - LIPI, Policy Brief i Policy BriefNo. 2, Desember 2020
STRATEGI PENGUATAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA
DAN JARING PENGAMAN SOSIAL DI MASA PANDEMI COVID-19
TIM PENULIS Editor:
Purwanto dan Esta Lestari
Koordinator Tim Penyusun Policy Brief:
Purwanto
Anggota:
Esta Lestari
Chitra Indah Yuliana Achsanah Hidayatina Felix Wisnu Handoyo Nur Firdaus
Atika Zahra Rahmayanti Eka Nurjati
Bintang Dwitya Cahyono Rio Novandra
Alan Ray Farandy
ISBN: 978-602-6303-15-8 (PDF)
© Pusat Penelitian Ekonomi, Kedeputian Bidang IPSK - LIPI iii + 14 hlm; 21 x 29,7 cm |Cetakan I, 2020
Diterbitkan oleh:
Pusat Penelitian Ekonomi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E - LIPI) Gedung Widya Graha Lt. 4 & 5 Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 10
Jakarta Selatan, 12710 Telp: 021 - 5207120 Email : ekonomi@mail.lipi.go.id Website : ekonomi.lipi.go.id
Instagram : ekonomi_lipi Youtube : p2ekonomi lipi Facebook : ekonomiLIPI
Pusat Penelitian Ekonomi - LIPI, Policy Brief ii
KATA PENGANTAR
Paparan ringkas untuk rekomendasi kebijakan ini disusun berdasarkan kajian cepat melalui survei secara daring mengenai dampak pandemi COVID-19 terhadap ketahanan pangan rumah tangga. Survei daring dilakukan oleh tim kajian dari Pusat Penelitian Ekonomi (P2E), Kedeputian Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dilaksanakan pada tanggal 15 September - 5 Oktober 2020. Kegiatan ini merupakan bagian dari tanggung jawab P2E – LIPI sebagai lembaga penelitian milik pemerintah dalam memberikan kontribusi akademik atas sebuah permasalahan yang dihadapi bangsa. Pandemi COVID-19 yang masih menjadi permasalahan global hingga saat ini memerlukan berbagai cara atau strategi untuk mengatasi dampak yang muncul, salah satunya adalah tentang kondisi ketahanan pangan di tingkat rumah tangga.
Selama ini perhitungan ketahanan pangan di Indonesia hanya menghitung ketahanan pangan di tingkat wilayah seperti ketahanan pangan Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Nasional tanpa mengetahui kondisi ketahanan pangan di level rumah tangga. Oleh karena itu, Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI merasa perlu untuk melakukan analisis ketahanan pangan rumah tangga di masa pandemi untuk menghasilkan gambaran kondisi riil masyarakat yang berkaitan langsung dengan pemenuhan pangan rumah tangga yang merupakan kebutuhan pokok.
Hasil kajian ini memberikan gambaran kondisi ketahanan pangan rumah tangga dan strategi-strategi yang dilakukan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan selama masa pandemi COVID-19. Meskipun secara umum ketahanan pangan rumah tangga cukup baik, tetapi terdapat cukup banyak rumah tangga yang berada dalam kondisi ketahanan pangan rendah terutama pada karakteristik rumah tangga dengan kepala rumah tangga berpenghasilan tidak tetap, bekerja di sektor informal, dan pengeluaran rumah tangga per bulan yang rendah. Pemerintah telah memberikan berbagai bentuk program perlindungan sosial di masa pandemi berupa bantuan tunai maupun non-tunai dan manfaatnya diakui oleh masyarakat. Namun demikian, mempertimbangkan permasalahan muncul dalam proses penyaluran program perlindungan sosial tersebut, kami memberikan beberapa saran dan rekomendasi dalam paparan singkat ini sebagai bahan pertimbangan kebijakan pemerintah terkait dengan upaya penguatan ketahanan pangan rumah tangga hingga masa pandemi COVID-19 ini nantinya benar-benar teratasi dengan baik.
Semoga rekomendasi kebijakan yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi Kementerian/ Lembaga terkait. Kami mengucapkan terima kasih terhadap semua pihak atas terselenggaranya kajian ini. Terlebih, rasa terima kasih terbesar kami sampaikan bagi semua penulis dan khususnya Kepala Pusat Penelitian Ekonomi dengan tersusunnya kertas kerja singkat tentang strategi penguatan ketahanan pangan dan jaring pengaman sosial di masa pandemi COVID-19.
Jakarta, 28 Desember 2020 Prof. Dr. Tri Nuke Pudjiastuti, MA.
Pusat Penelitian Ekonomi - LIPI, Policy Brief iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... iiDAFTAR ISI ... iii
KONDISI MAKRO EKONOMI DI MASA PANDEMI COVID-19 ... 1
KONDISI INFLASI DI MASA PANDEMI COVID-19 ... 2
DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA: METODE ... 3
DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP PENGELUARAN KONSUMSI DAN PERUBAHAN PEKERJAAN RUMAH TANGGA ... 4
PERUBAHAN PERILAKU KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI MASA PANDEMI COVID-19 ... 5
DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA ... 7
KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MENURUT KONDISI RUMAH TANGGA ... 8
KETAHANAN PANGAN PADA KELOMPOK RUMAH TANGGA DENGAN COMORBID DAN CONFIRMED CASE COVID-19 ... 9
STRATEGI PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN RUMAH TANGGA DI MASA PANDEMI COVID-19 ... 11
MANFAAT PERLINDUNGAN SOSIAL DI MASA PANDEMI COVID-19 ... 12
Pusat Penelitian Ekonomi - LIPI, Policy Brief 1
KONDISI MAKRO EKONOMI DI MASA PANDEMI COVID-19
andemi COVID-19 yang terjadi di awal tahun 2020 telah mengubah skenario perencanaan pembangunan Indonesia secara menyeluruh. Resesi telah nyata didepan mata dengan kontraksi pertumbuhan selama dua kuartal 2020 (Gambar 1). Lumpuhnya sektor-sektor ekonomi produktif seperti industri pengolahan, transportasi, dan pariwisata membawa
dampak pada hilangnya sumber pendapatan sebagian masyarakat yang terdampak langsung, seperti adanya pengurangan jam kerja hingga penghentian hubungan kerja (PHK) tidak dapat dihindari. Akibatnya terjadi penurunan pendapatan rumah tangga, bertambahnya pengangguran, dan meningkatnya rumah tangga miskin.
Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2020
Sumber : BPS, diolah
Kondisi kerentanan masyarakat yang kehilangan sumber pendapatan membawa kekhawatiran pada kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan dasar khususnya pangan. Ketahanan pangan Indonesia sebelum pandemi tercatat berada di peringkat 70 dari 103 negara dengan nilai index 20,1 menurut Global Hunger Indeks dan di peringkat 62 dari 113 negara dengan nilai index 62,6 menurut perhitungan Global Food Security Index tahun 2019.
Berbekal dari kondisi ketahanan pangan secara nasional tersebut, menjadi wajar adanya kekhawatiran terhadap ancaman
kerawanan pangan di masa pandemi COVID-19. Pengeluaran konsumsi total rumah tangga di masa pandemi yang mengalami penurunan dalam kontribusinya bagi pertumbuhan ekonomi nasional dari rata-rata sebesar 56-57% menjadi sebesar 53-54% selama masa pandemi COVID-19. Kerawanan pangan dapat terjadi bila produksi, distribusi, dan konsumsi pangan terganggu sehingga aksesibilitas pangan bagi rumah tangga menjadi menurun. Permasalahan aksesibilitas terhadap pangan meliputi ketersediaan produk dan keterjangkauan harga pangan.
P
-3,49% -6,00% -4,00% -2,00% 0,00% 2,00% 4,00% 6,00% 2018 Q1 2018 Q2 2018 Q3 2018 Q4 2019 Q1 2019 Q2 2019 Q3 2019 Q4 2020 Q1 2020 Q2 Y o Y Q o QPusat Penelitian Ekonomi - LIPI, Policy Brief 2
KONDISI INFLASI DI MASA PANDEMI COVID -19
Saat ini tercatat tingkat inflasi Indonesia pada bulan Januari – November 2020 berada pada 1,23 persen dan tingkat inflasi year on year (YoY) sebesar 1,59 persen (BPS, 2020). Secara khusus, inflasi komponen makanan pergerakannya cenderung fluktuatif (Gambar 2), dimana untuk kelompok makanan, minuman dan tembakau sepanjang Maret hingga Agustus 2020, mengalami tren yang cenderung menurun sebelum kembali mengalami peningkatan dari Agustus hingga Oktober 2020 menjadi 2,25 persen. Menurunnya beberapa sektor konsumsi ini disebabkan oleh sisi permintaan yang masih melemah akibat adanya Pandemi COVID-19.
Pada komoditas pangan seperti beras Medium kualitas I, pergerakan harga mulai terlihat dari bulan Januari 2020. Selama pandemi bulan Maret hingga Juli, harga beras mengalami volatilitas yang relatif lebih berfluktuatif. Namun harga beras jenis ini termasuk relatif stabil tinggi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, rata-rata harga beras tipe Medium pada 17 April 2020 berada pada level Rp 11.945/kg. Sementara harga eceran tertinggi untuk beras jenis ini mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 57 tahun 2017 sebesar Rp 9.450/kg.
Gambar 2. Tingkat Inflasi pada Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau dan Kelompok Penyediaan Makanan dan Minuman/Restoran
Sumber : BPS, diolah 0,00% 2,00% 4,00% 6,00% 8,00% 01/2020 02/2020 03/2020 04/2020 05/2020 06/2020 07/2020 08/2020 09/2020 10/2020
Pusat Penelitian Ekonomi - LIPI, Policy Brief 3 Gambar 3. Pergerakan Harga Beras Kualitas Medium I (Januari – Desember 2020)
Sumber: PIHPS 2020, diolah (harga komoditas 2/01/2020 = 100)
DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP KETAHANAN PANGAN
RUMAH TANGGA: METODE
Kajian singkat ini disusun berdasarkan survei daring yang menyasar responden rumah tangga selama rentang waktu tiga
minggu antara 15 September hingga 5 Oktober 2020. Selain melalui survei daring, studi ini juga ditunjang oleh kajian literatur dan diskusi kelompok terarah dengan beberapa pakar untuk menggali informasi terkait sosio-demografis masyarakat dan kaitannya dengan pola belanja dan pola konsumsi pangan.
Survei ini berhasil menjaring lebih dari 2.400 responden rumah tangga berusia diatas 17 tahun namun hanya 62% hasil
kuesioner yang berhasil dimanfaatkan secara utuh yaitu 1.489 responden. Salah satu kelemahan studi ini adalah kurang optimalnya proses verifikasi sebagaimana layaknya wawancara tatap muka sehingga konsistensi jawaban sulit dikontrol dan validitas hasil lebih sulit Krisis Kesehatan Global WHO (31/1) Kasus Pertama COVID-19 Indonesia (2/3) Pemberlakuan PSBB di Jakarta (10/4) Bulan Ramadhan (24/4)
PSBB transisi di Jakarta (5/6) PEMBAGIAN KRITERIA WAKTU
98,50 99,00 99,50 100,00 100,50 101,00 101,50 0 2 /0 1 /2 0 2 0 1 4 /0 1 /2 0 2 0 2 4 /0 1 /2 0 2 0 0 5 /0 2 /2 0 2 0 1 7 /0 2 /2 0 2 0 2 7 /0 2 /2 0 2 0 1 0 /0 3 /2 0 2 0 2 0/ 03 /2 0 20 0 2 /0 4 /2 0 2 0 1 5 /0 4 /2 0 2 0 2 7 /0 4 /2 0 2 0 1 1 /0 5 /2 0 2 0 2 6 /0 5 /2 0 2 0 0 8 /0 6 /2 0 2 0 1 8 /0 6 /2 0 2 0 3 0 /0 6 /2 0 2 0 1 0 /0 7 /2 0 2 0 2 2 /0 7 /2 0 2 0 0 4 /0 8 /2 0 2 0 1 4 /0 8 /2 0 2 0 3 1 /0 8 /2 0 2 0 1 0/ 09 /2 0 20 2 2 /0 9 /2 0 2 0 0 2 /1 0 /2 0 2 0 1 4 /1 0 /2 0 2 0 2 6 /1 0 /2 0 2 0 1 0 /1 1 /2 0 2 0 2 0 /1 1 /2 0 2 0 0 2 /1 2 /2 0 2 0 1 5 /1 2 /2 0 2 0
Tabel 1.Sebaran Responden Berdasarkan Pulau
Pusat Penelitian Ekonomi - LIPI, Policy Brief 4
tercapai. Untuk meminimalisir hal tersebut, kontrol dilakukan dengan mendesain daftar pertanyaan yang bersifat langsung serta ditunjang dengan konfirmasi melalui wawancara lanjutan
via telepon kepada sejumlah 25 responden dari berbagai karakteristik yang mewakili populasi responden seperti status sosial ekonomi, demografi, dan ketahanan pangan rumah tangganya.
DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP PENGELUARAN
KONSUMSI DAN PERUBAHAN PEKERJAAN RUMAH TANGGA
Kebijakan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) sebagai Langkah awal pencegahan penyebaran infeksi berimplikasi pada mandegnya kegiatan ekonomi. Pembukaan kembalii di bulan Juni melalui penerapan masa transisi ini diiringi dengan pembukaan kembali tempat usaha dan banyak perusahaan yang sudah menerapkan karyawannya untuk bekerja ke kantor kembali walaupun belum sepenuhnya normal yaitu dari 54,5% menjadi 36%.
Kebijakan masa transisi tersebut menjadikan tingkat pengeluaran rumah tangga yang menurun telah berkurang menjadi 10,4%, sedangkan rumah tangga yang tingkat pengeluarannya tetap meningkat menjadi 82,6%, dan tingkat pengeluaran rumah tangga yang naik berkurang menjadi 7%.
Fase transisi sempat memberikan harapan pada berakhirnya pandemi COVID-19 sebagaimana banyak diprediksi. Bulan Juni menjadi momentum sebagian besar rumah tangga mengejar ketertinggalan dari segi ekonomi setelah tiga bulan pertama masa
Definisi ketahanan pangan yang digunakan merujuk pada UU No. 18/2012 yang juga sejalan dengan definisi LSRO (1990). Namun studi ini ditujukan pada unit rumah tangga dengan mengacu pada definisi Badan Pusat Statistik. Dalam mengukur ketahanan pangan rumah tangga, studi ini mengadopsi pengukuran ketahanan pangan rumah tangga dari USDA (2000), yang membagi ketahanan pangan menjadi dua klasifikasi, yaitu rumah tangga tahan pangan dan rumah tangga rawan pangan. Rumah tangga rawan pangan dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu rawan pangan tanpa kelaparan, rawan pangan dengan kelaparan moderat, dan rawan pangan dengan kelaparan akut. Terminologi kerawanan pangan dan kelaparan yang digunakan disini adalah kondisi yang diakibatkan oleh kendala sumber daya finansial dan bukan factor lain, seperti kondisi sedang diet atau kesibukan tertentu yang menyebabkan tertundanya makan (USDA, 2000).
62,7%
22,7%
14,6% 82,6%
7,0% 10,4%
Tetap Naik Turun
Maret - Mei
Juni - Sekarang (periode survei)
Gambar 5. Perubahan tingkat pengeluaran rumah tangga selama pandemi COVID-19
Pusat Penelitian Ekonomi - LIPI, Policy Brief 5
pandemi Maret - Mei 2020. Banyak perusahaan yang sudah mengizinkan kembali karyawannya untuk bekerja di kantor. Pasar dan tempat perbelanjaan lainnya juga sudah dibuka kembali pada masa transisi dengan pembatasan jam buka operasional. Hal yang senada juga dialami oleh perubahan jumlah rumah tangga yang sementara dirumahkan. Pada Bulan Maret jumlah rumah tangga yang sementara dirumahkan meningkat
menjadi 4,9%, sedangkan pada Bulan Juni menurun menjadi 2,9%. Kondisi yang berbeda terjadi pada aktivitas mencari pekerjaan atau menggangur yang cenderung meningkat selama pandemi COVID-19. Hal ini disebabkan oleh kinerja sektor-sektor usaha masih belum pulih sepenuhnya, meskipun pemerintah telah melonggarkan aktivitas keluar rumah dengan diterapkannya periode masa transisi.
PERUBAHAN PERILAKU KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI
MASA PANDEMI COVID-19
Penerapan protokol kesehatan 3M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun secara teratur, dan menghindari kerumunan) mempengaruhi perilaku konsumsi dan belanja pangan. Rumah tangga cenderung lebih nyaman dan percaya pada makanan yang diolah sendiri, seperti yang ditunjukkan oleh hampir 70% rumah tangga yang lebih sering memasak dirumah dibandingkan sebelum pandemi. Sebaliknya hanya sekitar 6% rumah
tangga yang tidak melakukan atau lebih jarang memasak dirumah. Mereka terutama adalah rumah tangga pribadi (belum menikah) dan hidup sendiri baik di rumah maupun menyewa sehingga konsumsi pangan terpenuhi dengan membeli akibat pertimbangan biaya maupun kepraktisan.
Prinsip kehati-hatian dengan menghindari interaksi langsung dalam pembelian bahan pangan diutamakan bagi rumah tangga yang biasa memasak
0,3% 6,5% 91,6% 1,6% 4,3% 54,5% 36,4% 4,8% 2,9% 36,2% 55,7% 5,2%
Smntara dirmhkan Bkrja di rmh Bkrja di kntr/luar rmh Cari kerja/menganggur
Sebelum pandemi Maret - Mei Juni - Sekarang (periode survei)
Pusat Penelitian Ekonomi - LIPI, Policy Brief 6
dirumah. Pembelian bahan pangan mentah di pasar dan makanan jadi di warung makan atau restoran menjadi lebih jarang dilakukan.
Pembelian bahan pangan mentah di pasar semakin jarang dan bahkan tidak
dilakukan oleh sekitar 60% responden. Konsumsi makanan jadi semakin jarang dilakukan oleh lebih dari 81% responden menyusul pengenaan PSBB dibeberapa wilayah utamanya perkotaan yang mengharuskan penutupan berbagai tempat umum termasuk restoran.
Berbeda dengan hasl riset daring lain yang menunjukkan peningkatan tajam belanja daring, (misal. BPS (2020) menunjukkan peningkatan belanja makanan secara daring sebesar 51%oleh kelompok milenial), kelompok rumah tangga yang didominasi oleh generasi
baby boomers, cenderung memilih memasak untuk memastikan asupan pangan anggota rumah tangganya. Bahkan, pada beberapa rumah tangga tanpa tanggungan keluarga, aktivitas yang berubah dari bekerja di kantor menjadi bekerja di rumah justru menurunkan belanja makanan siap saji
karena lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.
Terdapat cukup banyak rumah tangga (11%) yang menyatakan lebih menyukai dan tetap belanja langsung baik ke pasar maupun ke warung sayur untuk jenis bahan makanan. Beberapa pertimbangan meliputi: bahan pangan yang mudah rusak, kebebasan dalam memilih bahan pangan secara langsung dengan pertimbangan kesegaran, dan kuantitas pembelian yang lebih fleksibel. Pembelian bahan pangan segar umumnya dilakukan di wilayah perkotaan yang dapat
4,84 53,66 30,29 11,22 16,79 64,27 13,77 5,17
Tidak melakukan Lebih jarang Tetap Lebih sering
Pasar Restoran/Warung 27,2 33,78 17,39 21,63 39,89 21,76 14,78 23,57
Tidak melakukan Lebih jarang Tetap Lebih sering
Gambar 8. Pembelian Bahan Pangan dan Makanan Jadi melalui Daring (%)
Bahan Pangan Makanan Jadi
Pusat Penelitian Ekonomi - LIPI, Policy Brief 7
memastikan distribusi dan transportasi yang cepat.
DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP KETAHANAN PANGAN
RUMAH TANGGA
Berdasarkan hasil survei daring selama periode Maret – September, mayoritas responden masih berada dalam kondisi tahan pangan, yaitu sebesar 64,07%. Sementara itu, ada sekitar 35,93% responden berada dalam kondisi rawan pangan di mana 23,84% rawan pangan tanpa kelaparan, sebanyak 10,14% rawan pangan dengan kelaparan moderat, dan 1,95% rawan pangan dengan kelaparan akut. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga memang masih memiliki kemampuan untuk mengakses pangan dan ketersediaan
pangan masih mencukupi. Hasil survei ini sejalan dengan kondisi umum masyarakat yang relatif tidak banyak mengalami gejolak dari sisi pemenuhan kebutuhan pangan. Namun demikian, adanya kelompok masyarakat dalam kondisi tidak tahan pangan perlu menjadi perhatian serius dari pemerintah. Kelompok rumah tangga yang berada
pada kondisi rawan pangan, mereka merasa khawatir untuk tidak dapat mencukup kebutuhan pangan dan mereka yang mengalami masalah akses, khususnya karena keterbatasan sumber daya finansial, kualitas dan kuantitas konsumsi pangan mereka mengalami penurunan selama pandemi COVID-19. Kekhawatiran ini bisa saja disebabkan karena kondisi yang tidak menentu sehingga tidak memiliki ekspektasi apakah beberapa waktu ke depan mereka masih dapat memenuhi kebutuhan pangan mereka secara normal atau seperti biasanya atau justru mengalami perubahan karena adanya perubahan pendapatan, gejolak harga, dan lain sebagainya. Kondisi semacam ini tidak dapat dideteksi oleh perhitungan ketahanan pangan secara nasional dan hanya dapat diketahui dari teknik survei di level rumah tangga seperti yang dilakukan dalam kajian ini.
Selama pandemi COVID-19, seringkali masyarakat menerima informasi yang tidak relevan terkait kebijakan pemerintah untuk melakukan lockdown
atau tidak. Beberapa daerah memiliki sistem buka tutup pasar yang tidak setiap hari sehingga menjadi kendala bagi rumah tangga dalam memenuhi kebutuhannya terlebih dalam kondisi pandemi COVID-19, masyarakat cenderung menyimpan bahan makanan untuk meminimalisir aktivitas di luar rumah.
64,07%
23,84% 10,14%
1,95% Food security status Food secure
Food insecure without hunger
Gambar 9. Status Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Masa Pandemi COVID-19: Hasil Survei 2020 (15 September - 5 Oktober)
Pusat Penelitian Ekonomi - LIPI, Policy Brief 8
KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MENURUT KONDISI RUMAH
TANGGA
Rumah tangga rawan pangan umumnya rumah tangga dengan pengeluaran rata-rata tergolong rendah (kelompok miskin), memiliki tanggungan anak, dan penghasilan yang tidak menentu.
Pengeluaran rumah tangga dapat menjadi proksi untuk mengukur pendapatan yang mencerminkan tingkat kerentanan ekonomi sebagai indikator untuk menganalisis ketahanan pangan (Pujilestari, 2020; Smith dan Subandoro, 2007). Semakin rendah pengeluaran rumah tangga, maka cenderung semakin sedikit pula persentase rumah tangga yang tahan pangan.
Kelompok responden yang termasuk rumah tangga rawan pangan dengan
kelaparan akut, sebagian besar memiliki pengeluaran per bulan paling rendah yaitu maksimal Rp 1,8 juta per bulan. Meskipun demikian, proporsi rumah tangga berstatus rawan pangan dengan kelaparan akut ini, yang memiliki pengeluaran menengah, yaitu Rp3,1-4,8 juta dan Rp4,8-7,2 juta per bulan, justru lebih banyak yaitu 17,2% dibandingkan dengan rumah tangga yang pengeluaran rendah, yakni antara Rp1,81-3 juta per bulan sebesar 6,9%. Persentase rumah tangga yang memiliki tanggungan anak lebih banyak pada kedua kelompok pengeluaran menengah tersebut, yaitu 73% dan 79%, dibandingkan dengan kelompok rumah tangga yang pengeluarannya lebih sedikit, yaitu 67%.
8,4% 25,1% 35,8% 58,6% 17,6% 20,6% 21,2% 6,9% 19,4% 21,7% 22,5% 17,2% 22,3% 17,7% 13,2% 17,2% 32,3% 14,9% 7,3% 0,0% <=1,8 jt 1.8-3 jt 3.1-4.8 jt 4.81-7.2 jt >=7.21 jt Rawan pangan Tanpa Kelaparan Rawan pangan
Kelaparan Moderat Kelaparan AkutRawan pangan Tahan Pangan
Pusat Penelitian Ekonomi - LIPI, Policy Brief 9
Pada kelompok rumah tangga yang dalam kondisi rawan pangan mayoritas merupakan rumah tangga dengan tanggungan anak (39,2%), sebaliknya kelompok rumah tangga yang tahan pangan sebagian besar ialah rumah tangga tanpa tanggungan anak (73,3%).
Kelompok rumah tangga yang termasuk rumah tangga rawan pangan menurut klasifikasi jenis pekerjaan, sebagian besar ialah pengemudi, buruh tani, dan pengangguran. Sebanyak 90,2% dari total responden pengemudi berstatus rumah tangga rawan pangan. Kemudian, 84,8% dari total responden buruh tani/petani/nelayan berstatus rumah tangga rawan pangan. Menjadi pengangguran termasuk yang menjadi faktor paling dominan dalam mempengaruhi kerawanan pangan sebagaimana ditunjukkan dari hasil survei bahwa 68% dari total responden yang menjadi pengangguran saat periode survei ini berstatus rumah tangga rawan pangan.
KETAHANAN PANGAN PADA KELOMPOK RUMAH TANGGA DENGAN
COMORBID
DAN
CONFIRMED CASE
COVID-19
Kondisi rumah sakit yang tidak memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin karena meningkatnya resiko penularan COVID-19 membuat kelompok comorbid dituntut untuk dapat lebih mandiri, khususnya bagaimana memenuhi kebutuhan konsumsi pangan untuk menjaga tubuh yang sehat sehingga meminimalisir kunjungan ke dokter.
Hasil survei menunjukkan bahwa baik rumah tangga dengan dan atau tanpa ada
comorbid, berada dalam kondisi tahan pangan, yaitu masing-masing sebesar 59,7% dan 66,6%. Artinya, kondisi pangan di Indonesia masih relatif aman di mana pangan yang tersedia dapat diakses dan dimanfaatkan baik oleh rumah tangga yang memiliki masalah penyakit bawaan atau tidak.
60,8% 39,2% 73,3% 26,7% Food secure Food insecure
HH without dependant HH with dependant
Gambar 11. Ketahanan Pangan Rumah Tangga berdasarkan status Tanggungan Keluarga
Pusat Penelitian Ekonomi - LIPI, Policy Brief 10
Selanjutnya, tidak hanya terkait dengan
comorbid, rumah tangga dengan anggota keluarga yang sedang hamil pun penting untuk diketahui status ketahanan pangannya. Hal ini mengingat bahwa ibu hamil perlu untuk mengkonsumsi kebutuhan nutrisi sebaik mungkin agar dapat melahirkan bayi yang sehat.
Hasil survei menunjukkan bahwa kondisi 64,4% rumah tangga dengan anggota keluarga yang sedang hamil berada pada level rumah tangga tahan pangan. Artinya, rumah tangga tersebut masih memiliki kemampuan yang baik dalam pemenuhan gizi ibu hamil.
Dari hasil survei diketahui terdapat rumah tangga yang anggota keluarganya terinfeksi COVID-19. Kelompok masyarakat ini diperkirakan termasuk yang akan mengalami masalah pemenuhan kebutuhan pangan. Namun demikian, hasil survei menunjukkan sebanyak 58,8% responden menyatakan masih dapat memenuhi kebutuhan
pangannya. Dengan kata lain, mereka berada dalam kondisi tahan pangan. Responden mengaku masih memiliki akses untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan daring. Pemenuhan kebutuhan pangan juga dibantu oleh tetangga sekitar mengingat bahwa dalam kondisi pandemi COVID-19. Hal ini menunjukkan modal sosial bekerja dalam masyarakat melalui budaya tolong menolong kepada mereka yang terinfeksi COVID-19. 59,70% 66,60% 40,30% 33,40% HH with comorbid HH without comorbid
Food insecure Food secure
64,40% 33,80%
Food secure Food insecure
Gambar 12. Ketahanan Pangan Rumah Tangga berdasarkan status Comorbid dalam Keluarga
Gambar 13. Ketahanan Pangan Rumah Tangga berdasarkan status Kehamilan Anggota Keluarga
41,20%
58,80%
Food insecure Food secure
Gambar 14. Ketahanan Pangan Rumah Tangga berdasarkan status positif COVID-19 dalam Keluarga
Pusat Penelitian Ekonomi - LIPI, Policy Brief 11
STRATEGI PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN RUMAH TANGGA DI
MASA PANDEMI COVID-19
Hasil survei menunjukkan bahwa masyarakat dengan kriteria rawan pangan dengan kelaparan moderat dan rawan pangan dengan kelaparan akut mengalami goncangan yang cukup dalam. Pasalnya, pada kelompok kelaparan moderat dan akut terdapat masing-masing sejumlah 16% dan 25% responden yang menyatakan menjual asetnya untuk dapat makan. Sejalan dengan hal itu, rumah tangga yang bekerja sebagai petani (16,1%), pengemudi (15,7%), dan pengangguran (20,4%), mengalami tekanan yang cukup besar hingga mereka harus menjual aset. Selain itu, penggunaan tabungan untuk memenuhi kebutuhan pangan menimpa seluruh rumah tangga baik yang memiliki ketahanan pangan, rawan pangan tanpa kelaparan, rawan pangan dengan kelaparan moderat dan akut.
Selanjutnya, ada sebanyak 18% dan 13% rumah tangga rawan pangan dengan kelaparan moderat dan akut yang harus berhutang untuk dapat memenuhi kebutuhan pangannya. Berdasarkan jenis pekerjaan, kelompok rumah tangga yang bekerja sebagai pengemudi tercatat sebanyak 18,6% harus berhutang untuk memenuhi kebutuhan pangannya.
Pandemi COVID-19 telah menyebabkan sejumlah rumah tangga mengalami tekanan, hingga harus berhutang, menguras tabungan, dan bahkan menjual aset. Rumah tangga rawan pangan dengan kelaparan moderat (RPKM) dan akut (RPKA) berdasarkan status pekerjaannya adalah sebagai pekerja tidak tetap dan pengangguran/pencari kerja, merupakan
kelompok masyarakat yang paling tertekan dibandingkan kelompok lainnya.
Tabel 2. Strategi Pemenuhan Kebutuhan Pangan Rumah Tangga berdasarkan status Ketahanan Pangan Keluarga Strategi Status Ketahanan Pangan
TP RPTK RPKM RPKA Jual aset 5% 9% 16% 25% Ambil tabungan 35% 30% 23% 20% Pinjam makanan 1% 2% 4% 4% Jual hasil pertanian 2% 3% 4% 5% Hutang 3% 10% 18% 13% Konsumsi pangan murah 18% 14% 8% 5% Minta bantuan saudara 1% 4% 7% 9% Minta bantuan pemerintah 1% 3% 7% 7% Memanfaatkan cadangan pangan 12% 9% 6% 5% Beli pangan lokal 23% 16% 8% 7%
Masyarakat meyakini pola konsumsi tertentu yang dapat meningkatkan imunitas tubuh. Konsumsi empon-empon (minuman herbal), protein hewani, sayuran, dan buah-buahan menempati urutan tertinggi masing-masing sebesar 11,9%; 13,4%; 14,4%; dan 14,7% responden.
Konsumsi sayuran cenderung mengalami peningkatan pada kelompok rumah tangga berpendapatan rendah dan tinggi. Akan tetapi, kelompok rumah tangga dengan pengeluaran menengah mengonsumsi sayuran lebih rendah dari masyarakat dengan pengeluaran diibawahnya.
Pusat Penelitian Ekonomi - LIPI, Policy Brief 12 Gambar 15. Konsumsi Pangan Favorit Rumah Tangga di Masa Pandemi COVID-19
MANFAAT PERLINDUNGAN SOSIAL DI MASA PANDEMI COVID -19
Pemerintah mengimplementasikan beberapa bantuan sosial baik berupa uang tunai maupun paket sembako (bantuan non-tunai). Program bantuan uang tunai sebesar Rp 600.000 diberikan kepada masyarakat selama 3 bulan yaitu bulan April, Mei dan Juni. Kemudian, bantuan non-tunai berupa paket sembako dengan nilai sebesar Rp 300.000 juga dikucurkan sejak awal pandemi COVID-19. Adanya program Bantuan Langsung Tunai (BLT) maupun non-BLT dari Pemerintah Pusat diharapkan mampu menjaga daya beli dan membantu ketahanan pangan masyarakat di tengah pandemi.
Hasil survei menghasilkan temuan bahwa 75% responden tidak menerima bantuan sosial, sedangkan 25% menerima bantuan sosial selama pandemi
COVID-19. Bantuan sosial yang dimaksudkan dalam survei ini adalah jenis bantuan yang diterima selama pandemi COVID-19 baik berupa uang tunai maupun non-tunai (sembako) yang berasal dari pemerintah dan non-pemerintah.
25% 75% Menerima Tdk Menerima 0,0% 10,0% 20,0% 30,0% 40,0% 50,0% 60,0% <=1,8 jt 1.8-3 jt 3.1-4.8 jt 4.81-7.2 jt >=7.21 jt
Empon-empon Buah-buahan Sayura Protein Hewani
Gambar 16.Prosentase Responden Penerima Bantuan Sosial
Pusat Penelitian Ekonomi - LIPI, Policy Brief 13 Gambar 17. Prosentase Responden Penerima Bantuan Sosial Berdasarkan
Pengeluaran Rumah Tangga Per Bulan
Dari 25% rumah tangga penerima manfaat, 74,4% diantaranya merupakan rumah tangga dengan pengeluaran kurang dari 4,8 juta per bulan. Hal ini menunjukkan penerima bantuan sosial sudah menyasar rumah tangga yang rentan miskin.
Bantuan social dianggap cukup membantu rmah tangga, terutama mereka yang kehilangan pekerjaan akibat pandemic. Bantan dianggap bermanfaat karena membantu membayar cicilan pinjaman dan pembelian sembako.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa rumah tangga bukan penerima manfaat bantuan sosial didominasi mayoritas rumah tangga dengan klasifikasi tahan pangan (69,5%). Namun demikian, diketahui pula bahwa 20% non-penerima bantuan merupakan rumah tangga dengan rawan pangan tanpa kelaparan.
Lebih lanjut, 8,9% non-penerima bantuan berada pada status rawan pangan kelaparan moderat, dan sebanyak 1,3% responden non-penerima bantuan berada pada status rawan pangan dengan kelaparan akut. Artinya bahwa dalam penyaluran program bantuan sosial selama masa pandemi COVID-19 masih terdapat kelompok masyarakat yang berhak mendapat bantuan tetapi tidak terjangkau oleh program-program bantuan tersebut. 30,67% 23,20% 20,53% 14,13% 11,47% <=1.8 Jt 1.8-3 Jt 3.1-4.8 Jt 4.81-7.2 Jt >=7.21 Jt
Pusat Penelitian Ekonomi - LIPI, Policy Brief 14
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kedua, Kementerian Dalam Negeri perlu menyempurnakan data Single Identity Number (SIN) bagi kebutuhan program Social Safety Net (SSN) dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi sehingga database yang dimiliki oleh setiap instansi terkait bisa selalu memperbaharui dengan adanya perubahan data penerima bantuan termasuk dalam menjaring kemungkinan adanya tambahan masyarakat yang seharusnya juga berhak menerima bantuan pemerintah di masa depan. Selain itu, SIN membantu pemerintah untuk mengontrol jenis konsumsi yang dapat dibelanjakan bagi masyarakat penerima SSN/Bansos.
Ketiga, Kementerian Pertanian tetap meningkatkan kapasitas produksi pangan nasional dengan mengupayakan pencegahan kluster COVID-19 di sektor pertanian serta semakin memperluas areal tanam pada komoditi pangan strategis dan komoditi pangan yang selama ini lebih banyak mengandalkan impor. Hal ini dapat dilakukan dengan mendukung program
food estate tidak hanya untuk produksi beras tetapi juga komoditi pangan lainnya, termasuk bagi peternakan dan perikanan.
Keempat, Bulog harus dioptimalkan perannya pada penguatan kapasitas logistik komoditi pangan strategis yang dapat ditetapkan melalui peraturan pemerintah dalam menjaga keseimbangan permintaan dan penawarannya. Pertama, mendukung Kementerian Sosial untuk tetap melanjutkan program
perlindungan sosial sepanjang tahun 2021 dengan target dan sasaran yang lebih akurat serta mekanisme penyaluran bantuan yang lebih efisien. Pemberian bantuan dalam bentuk barang (sembako) yang telah menimbulkan permasalahan hukum bisa digantikan dengan cash transfer
kepada rekening penerima bantuan sehingga dana yang diperoleh dapat dimanfaatkan secara fleksibel oleh masyarakat.
Pusat Penelitian Ekonomi LIPI merekomendasikan dan mendukung beberapa
langkah jangka pendek dan jangka menengah yang memungkinkan untuk segera ditindaklanjuti pemerintah sebagai berikut:
Kelima, Kementerian Kesehatan dan Badan Ketahanan Pangan harus semakin mengedukasi masyarakat terkait dengan diversifikasi pangan lokal tidak saja untuk meningkatkan ketahanan pangan tetapi juga mencapai keseimbangan gizi rumah tangga.
Keenam, Bappenas dan BPS perlu menyusun dan melaksanakan survei dan monitoring ketahanan pangan di level rumah tangga melalui SUSENAS untuk memperoleh data dan informasi yang lebih detail dibandingkan data indeks ketahanan pangan secara agregat.
S U S U N A N R E D A K S I P O L I C Y B R I E F
TIM PENGARAHTri Nuke Pudjiastuti
(Deputi Bidang IPSK - LIPI)
Agus Eko Nugroho
(Kepala Pusat Penelitian Ekonomi)
Carunia Mulya Firdausy Latif Adam
Maxensius Tri Sambodo
TIM PENULIS Editor:
Purwanto dan Esta Lestari
Koordinator Tim Penyusun Policy Brief: Purwanto
Anggota: Esta Lestari
Chitra Indah Yuliana Achsanah Hidayatina Felix Wisnu Handoyo Nur Firdaus
Atika Zahra Rahmayanti Eka Nurjati
Bintang Dwitya Cahyono Rio Novandra
Alan Ray Farandy
LAY OUT Tim Penulis
Policy Brief
STRATEGI PENGUATAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DAN
JARING PENGAMAN SOSIAL DI MASA PANDEMI COVID-19
Diterbitkan oleh:
Pusat Penelitian Ekonomi, Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan
Kemanusiaan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Gedung Widya Graha Lt. 4 & 5 Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 10 Jakarta Selatan, 12710