• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI PADI DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI PADI DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

FOOD SECURITY OF RICE-FARMERS HOUSEHOLD IN CENTRAL LAMPUNG DISTRICT

By

Rini Desfaryani1, Fembriarti E. Prasmatiwi2, dan Indah Listiana2

Food security at regional level can not always reflect the same conditions at the household level. This research was aimed to analyze food security and the factors affecting the food security in Central Lampung District.

The respondent of this research were 96 rice-farmers household (from Seputih Raman and Terbanggi Besar Sub-District),taken by proportional random sampling. Data were collected in June 2011. The level of food security of rice-farmers household were analyzed by using cross classification between the share of food expenditures and the energy sufficiency rate. The factors affecting the household food security were analyzed with ordinal logistic regression.

The result showed that : (1) porportion of household that resistant to food shortage was 45,83%, the household that lack of food was 39,58%, household that vulnerable of food was 6,25%, and household food -insecure is 8,33%, (2) factors affecting the food security level of rice-farmer household were number of family, the price of rice, sugar price, vegetable oil price, and the soybean price. The food security can be enhanced by improving the household incomes, and also the quality and nutrient intake of household members.

1

(Agribusiness student of Agricultured Faculty of Lampung University) 2

(2)

ABSTRAK

KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI PADI DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh

Rini Desfaryani1, Fembriarti E. Prasmatiwi2, dan Indah Listiana2

Ketahanan pangan di tingkat daerah tidak secara tepat menggambarkan derajat yang tahan pangan di tingkat rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat ketahanan pangan rumah tangga dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan petani padi di Kabupaten Lampung Tengah.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Terbanggi Besar dan Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah. Dari masing-masing kecamatan diambil 2 desa yang merupakan sentra produksi padi. Sampel dalam penelitian ini adalah rumah tangga petani padi sebanyak 96 responden yang diambil secara

proportional random sampling. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juni 2011. Tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani padi diperoleh dari klasifikasi silang antara pangsa pengeluaran pangan dan tingkat kecukupan energi. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan rumah tangga dianalisis dengan analisis regresi ordinal logit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Rumah tangga yang tahan pangan di Kabupaten Lampung Tengah adalah sebesar 45,83%, rumah tangga petani yang kurang pangan sebesar 39,58%, rumah tangga yang rentan pangan sebesar 6,25%, dan rumah tangga yang rawan pangan sebesar 8,33%, (2) Faktor yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani padi adalah jumlah anggota rumah tangga, harga beras, harga gula, harga minyak, dan harga tempe. Untuk meningkatkan derajat ketahanan pangan dilakukan dengan peningkatan pendapatan rumah tangga serta kualitas dan konsumsi gizi anggota rumah tangga.

1

(Mahasiswa Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian) 2

(3)

KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI PADI DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh

RINI DESFARYANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Program Studi Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI PADI DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

( Skripsi )

Oleh

Rini Desfaryani

JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka pikir analisis ketahanan pangan rumah tangga

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah ... 1

B. Tujuan ... 10

C. Kegunaan Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS ... 11

A. Tinjauan Pustaka ... 11

1. Konsep Ketahanan Pangan ... 11

2. Indikator Ketahanan Pangan Rumah Tangga ... 14

3. Pangsa Pengeluaran dan Ketahanan Pangan ... 17

a. Cara menghitung Pangsa Pengeluaran ... 18

b. Cara Menghitung Ketahanan Pangan ... 18

4. Analisis Ordinal Logit ... 19

B. Kajian Penelitian Terdahulu ... 23

C. Kerangka Pemikiran ... 25

D. Hipotesis ... 30

III. METODE PENELITIAN ... 31

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 31

B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian ... 33

C. Jenis data dan Metode Pengambilan Data ... 36

(8)

1. Metode Analisis Data Tujuan Pertama ... 37

2. Metode Analisis Data Tujuan Kedua ... 38

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 44

B. Kecamatan Terbanggi Besar ... 49

C. Kecamatan Seputih Raman ... 52

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Keadaan Umum Responden ... 55

1. Umur ... 55

2. Pendidikan Istri ... 56

3. Jumlah Anggota Rumah Tangga ... 57

4. Suku Responden ... 59

5. Kepemilikan dan Luas Lahan yang Diusahakan Petani ... 60

6. Pekerjaan Sampingan ... 61

7. Harga Pangan ... 62

B. Pendapatan Rumah Tangga ... 63

1. Pendapatan Usahatani Padi ... 63

2. Pendapatan Usahatani Non Padi ... 64

3. Pendapatan Non Usahatani ... 65

C. Ketahanan Pangan Rumah Tangga ... 66

1. Subsistem Ketersediaan ... 67

2. Subsistem Distribusi ... 74

3. Subsistem Konsumsi ... 78

4. Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga ... 80

D. Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Padi ... 89

1. Jumlah Anggota Rumah Tangga ... 93

2. Harga Pangan ... 94

3. Dummy Etnis ... 96

4. Produksi Padi dan Pendapatan ... 97

(9)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 102

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Afriyanto, D. 2010. Analisis Pengaruh Stok Beras, Luas Panen, Rata-Rata

Produksi, Harga Beras, dan Jumlah Konsumsi Beras Terhadap Ketahanan Pangan di Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Ekonomi. Universitas

Diponegoro. Semarang.

Alfiasari. 2007. Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin dan Peranan Modal Sosial (Studi Kasus Pada Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Tanah Sareal dan Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor). Thesis. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Amaliyah, H. 2011. Analisis Hubungan Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Padi di

Kabupaten Klaten. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Klaten.

Anonim. 2010. Tantangan Menuju Ketahanan Pangan. Artikel.

http://sosbud.kompasiana.com/2010/01/09/tantangan-menuju-ketahanan-pangan/. Diakses tanggal 7 Juni 2011

Ariani, M dan TB Purwantini. 2005. Analisis Konsumsi Pangan Rumah Tangga Pasca Krisis Ekonomi di Propinsi Jawa Barat. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. http://www.deptan.go.id. Diakses tanggal 7 Juni 2011 Arifin, B. 2005. Pembangunan Pertanian Paradigma Kebijakan dan Strategi

Revitalisasi. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta

Badan Pusat Statistika Propinsi Lampung. 2010. Lampung dalam Angka. BPS Propinsi Lampung. Bandar Lampung

Badan Pusat Statistika Lampung Tengah. 2010. Lampung Tengah dalam Angka. BPS Lampung Tengah. Lampung Tengah

Badan Pusat Statistika Lampung Tengah. 2008. Terbanggi Besar dalam Angka. BPS Lampung Tengah. Lampung Tengah

(11)

Departemen Pertanian. 2002. Analisis Permintaan dan Produksi Beras di Indonesia. Info ketersediaan pangan. Pusat pengembangan ketersediaan pangan. http://www.deptan.go.id/pesantren/bkp/PSP/analisis_

permintaan_dan_ produksi.htm. Diakses tanggal 7 Juni 2011

Ghozali, I. 2006. Analisis Multivariate Lanjutan dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang

Hakim, R. A. 2009. Analisis Determinan Tingkat Kejahatan Properti di Jawa Tahun 2007. Skripsi. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta Hanani, N.A.R., 2009. Paradigma Ketahanan Pangan Indonesia. Jakarta.

http://nuhfil.lecture.ub.ac.id/files/2009/03/3paradigma-ketahanan-pangan-3.pdf. Diakses tanggal 29 Oktober 2011.

Herdiana, E. 2009. Analisis Jalur Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Skripsi. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Hidayati, A.N. 2011. Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Kecamatan Metro Utara Kabupaten Metro. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Ilham, N dan B.M. Sinaga. 2005. Penggunaan Pangsa Pengeluaran Pangan Sebagai Indikator Komposit Ketahanan Pangan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor

Irawan, A. 2006. Kebijakan Ketahanan Pangan yang Berpihak kepada Petani. http://www.iei.or.id/publication.php?q=nfo&id=20. Diakses tanggal 26 Agustus 2011

Khudori. 2010. Kondisi Pertanian Pangan Indonesia. PANGAN. Vol 19 No.3 September 2010 Hal 211-232. Jakarta

LIPI. 2008. Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Gizi Untuk Mencapai

Millenium Development Goal's. Makalah. Disampaikan pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) IX di Hotel Bumi Karsa Bidakara Jakarta 26 - 27 Agustus 2008. http://www. wnpg.org/frm_index.php?pg= informasi/detil_ umum.php&vid=510&hal=info_umum.php. Diakses pada 7 Juni 2011

Machmur, M. 2010. Ketahanan Pangan: Diversifikasi pangan dan Kesehatan. Makalah. Disampaikan pada Stakeholder Meeting Strategic Alliance for Achieving MDG’s dalam rangka memperingati Dies Natalis FK-UNPAD ke-53. Bandung.

(12)

Maxwell, D; C. Levin; M.A. Klemeseau; M.Rull; S.Morris and C.Aliadeke. 2000. Urban Livelihoods and Food Nutrition Security in Greater Accra,Ghana. IFPRI in Collaborative with Noguchi Memorial for Medical Research and World Health Organization. Research Report No.112. Washington, D.C. Purwaningsih, Y. 2008. Ketahanan Pangan :Situasi, Permasalahan, Kebijakan dan

Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Surakarta : Balai Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Muhamadiyah. Vol. 9 No.1 Hal 1-27. Surakarta

Purwaningsih,Y; S. Hartono, Masyhuri, J.H. Mulyo. 2010. Pola Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Menurut Tingkat Ketahanan Pangan di Propinsi Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol 11 No.2 Desember 2010. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Rachman, HPS; Ariani, M ; TB Purwantini. 2010. Distribusi Propinsi Indonesia Menurut Derajat Ketahanan Pangan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. http://www.deptan.go.id. Diakses tanggal 7 Juni 2011

Sayekti, A. A. 2008. Pola Konsumsi Pangan Rumahtangga di wilayah Historis Pangan Beras dan Non beras di Indonesia. Makalah. Disampaikan pada Seminar nasional Dinamika Pembangunan Pertanian dan Perdesaan : Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani di Bogor, 19 November 2008.

Soetrisno, N. 1995. Ketahanan Pangan Dunia : Konsep, Pengukuran dan

Faktor Dominan. Majalah Pangan. Vol V No.21. Puslitbang Bulog. Jakarta Sukiyono, K; Cahyadinata, I; Sriyoto. 2008. Status Wanita dan Ketahanan

Pangan Rumah Tangga Nelayan dan Petani Padi di Kabupaten Muko-Muko Propinsi Bengkulu. Jurnal Agroekonomi. Vol 26 No 2 Oktober 2008 Hal 191-207. Universitas Bengkulu. Bengkulu

Suwarno. 2010. Meningkatkan Produksi Padi Menuju Ketahanan Pangan yang Lestari. PANGAN. Vol 19 No. 3 September 2010 Hal 233-243. Bogor Umar, H. 2000. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Thesis Bisnis. PT. Raja

(13)

Judul Skripsi : KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI PADI DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Nama Mahasiswa : Rini Desfaryani Nomor Pokok Mahasiswa : 0814023107 Program Studi : Agribisnis

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI, 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Fembriarti E. Prasmatiwi, M.S. Indah Listiana, S.P, M.Si NIP. 19630203 198902 2 001 NIP. 19800723 200501 2 002

2. Ketua Program Studi Agribisnis

(14)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Fembriarti E. Prasmatiwi, M. S ……...…………

Sekretaris : Indah Listiana, S.P, M.Si. …………...……

Penguji

Bukan Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. …………...……

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M. S. NIP 19610826 198702 1 001

(15)

I. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional

Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan tujuan

penelitian.

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman

bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dari atau

pembuatan makanan dan minuman.

Pangan Pokok adalah pangan sumber karbohidrat yang sering dikonsumsi atau dikonsumsi secara teratur sebagai makanan utama, selingan, sebagai sarapan atau

sebagai makanan pembuka atau penutup.

Pengeluaran pangan adalah besarnya pengeluaran yang dikeluarkan untuk konsumsi pangan diukur dalam Rp/bulan.

Pengeluaran non pangan adalah besarnya pengeluaran yang dikeluarkan untuk konsumsi non pangan yang meliputi pemenuhan kebutuhan sandang, rumah,

(16)

Pengeluaran total adalah besarnya jumlah pengeluaran rumah tangga yang

digunakan untuk belanja baik pangan maupun non pangan diukur dalam Rp/bulan.

Pangsa Pengeluaran Pangan adalah besarnya jumlah pengeluaran rumah tangga

untuk belanja pangan dari jumlah total pengeluaran rumah tangga (pangan dan non-pangan) diukur dalam persen.

Pangsa Pengeluaran nonpangan adalah besarnya jumlah pengeluaran rumah tangga yang digunakan untuk belanja nonpangan dari jumlah total pengeluaran rumah tangga diukur dalam persen.

Angka Kecukupan Energi adalah sejumlah energi yang diperlukan oleh seseorang dalam suatu populasi untuk hidup sehat diukur dalam kkal/kapita.

Rumah tangga petani adalah semua orang yang berada di dalam satu unit rumah tangga, baik berasal dari satu atau lebih keluarga.

Pendapatan yaitu jumlah pendapatan selama satu tahun yang berasal dari luar

usahatani, termasuk pendapatan non kerja yaitu pendapatan berupa sewa atau bunga dari asset dan tabungan dan dari sumber lain seperti kiriman dan bantuan, diukur dalam Rp/tahun.

Faktor sosial ekonomi adalah faktor/karakteristik masyarakat yang meliputi pendapatan, pendidikan, etnis, jumlah anggota rumah tangga, jenis pekerjaan, dan

sebagainya yang mungkin akan mempengaruhi tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani.

(17)

pangan rumah tangga, diukur dengan indikator klasifikasi silang antara pangsa

pengeluaran pangan dan kecukupan energi dari Johnson dan Toole (1991, dalam Maxwell et all, 2000)

(a) Rumah tangga tahan pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan rendah (< 60 persen pengeluaran rumah tangga) dan cukup mengkonsumsi energi (> 80 persen dari syarat kecukupan energi).

(b) Rumah tangga kurang pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan rendah (< 60 persen pengeluaran rumah tangga) dan kurang mengkonsumsi energi (≤

80 persen dari syarat kecukupan energi).

(c) Rumah tangga rentan pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan tinggi (≥

60 persen pengeluaran rumah tangga) dan cukup mengkonsumsi energi (> 80 persen dari syarat kecukupan energi).

(d) Rumah tangga rawan pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan tinggi (≥

60 persen pengeluaran rumah tangga) dan tingkat konsumsi energinya kurang (≤ 80 persen dari syarat kecukupan energi).

Syarat kecukupan konsumsi energi sesuai dengan Widyakarya Nasional

Pangan dan Gizi VIII (WKNPG) tahun 2004 adalah 2.200 kkal/kapita/hari (Ariani dan Purwantini, 2005).

B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lampung Tengah. Kabupaten Lampung Tengah merupakan sentra produksi padi di Propinsi Lampung, pada tahun 2009

(18)

Tabel 3. Perkembangan produksi dan produktivitas padi sawah menurut kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2009

No. Kecamatan Luas Panen (ha) Produksi (ton)

Sumber : Lampung Tengah dalam Angka, 2010.

(19)

padi di Lampung Tengah. Data produksi dan luas panen padi berbagai kecamatan

di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 3.

Berdasarkan kriteria tersebut, Kecamatan Terbanggi Besar dan Seputih Raman

terpilih untuk lokasi penelitian. Dengan pertimbangan yang sama, dari masing-masing kecamatan kemudian diambil 2 desa yang merupakan sentra produksi padi di kecamatan tersebut. Kecamatan Terbanggi Besar terpilih Desa Karang Endah

dan Desa Terbanggi Besar 1 sedang untuk Kecamatan Seputih Raman terpilih Desa Rama Murti dan Rama Gunawan.

Sampel dalam penelitian ini adalah rumah tangga petani padi. Populasi rumah tangga petani dalam penelitian ini adalah 2.488 petani padi yaitu dari desa Karang

Endah 679 petani dan desa Terbanggi Besar 1 ada 507 petani, sedang dari desa Rama Murti adalah 663 petanidan desa Rama Gunawan sebanyak 639 petani.

Penentuan jumlah sampel petani padi digunakan rumus Slovin (Umar, 2000).

Adapun rumus Slovin, yaitu:

2

e2 = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih bisa ditolerir.

(20)

per desa diambil dengan metode proportional random sampling. Perincian

jumlah responden petani padi dari masing-masing desa dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

.n

N

N

n

i i

dimana:

ni = Jumlah sampel desa ke- i Ni = Jumlah petani desa ke- i N = Jumlah populasi petani padi

n = jumlah sampel petani padi

Berdasarkan rumus tersebut maka diketahui jumlah sampel Desa Karang Endah

adalah sebanyak 26 petani dan Desa Terbanggi Besar 1 adalah sebanyak 20 petani, sedang dari Desa Rama Murti adalah sebanyak 25 petani dan Desa Rama Gunawan 25 petani. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011.

A. Jenis Data dan Metode Pengambilan Data

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tiga

teknik, yaitu: (1) Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan cara meminta keterangan melalui daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, (2)

(21)

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data

primer berupa data yang diambil langsung dari petani dengan menggunakan kuesioner yang telah dibuat sebelumnya serta data sekunder berupa data yang

diambil dari berbagai dinas/instansi seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura, Badan Pusat Statistik, Kantor Kecamatan, Kantor desa serta data-data berupa literatur-literatur (buku, catatan, laporan, artikel) yang terkait

penelitian ini.

D. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk

menjawab tujuan pertama tentang tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani padi. Metode analisis kuantitatif digunakan untuk menjawab tujuan kedua tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani

padi.

1. Metode Analisis Data Tujuan Pertama

Untuk menjawab tujuan pertama menganalisis tingkat ketahanan pangan

rumah tangga dilakukan dengan menggunakan indikator silang antara pangsa pengeluaran dan tingkat kecukupan energi rumah tangga seperti yang tersaji

pada Tabel 2.

Adapun pangsa pengeluaran pangan dapat dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

PPP = FEX100%

(22)

Dimana :

PPP : Pangsa Pengeluaran Pangan (%)

FE : Pengeluaran untuk Belanja Pangan (Rp/bulan)

TE : Total Pengeluaran RT (Rp/bulan)

Perhitungan konsumsi per ekuivalen orang dewasa dapat dirumuskan sebagai berikut :

KED =

JUED

KErt

Dimana :

KED : Konsumsi energi per equivalen orang dewasa (kkal) KErt : Konsumsi energi riil rumah tangga (kkal)

JUED : Jumlah Unit Equivalen orang dewasa (jiwa)

2. Metode Analisis Data Tujuan Kedua

Untuk menganalisis data tujuan kedua, yaitu faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat ketahanan pangan digunakan model ordinal Logit. Variabel dependen/ terikat pada hipotesis dua berbentuk ordinal. Model logit

merupakan fungsi logistik probabilitas kumulatif. Persamaannya

Pi = F (Zi) = F (α + βXi)

= 1/(1+ e-Z) = 1/(1+e- (Xi)

(23)

(1+e-Zi) Pi = 1

e = bilangan natural dengan nilai 2,718

Pi adalah probabilitas dimana individu akan memilih suatu pilihan pada Xi tertentu, terletak antara 0 dan 1 dan P adalah non linier terhadap Z. Dalam

analisis, variabel terikat Y yang memiliki 4 level/jenjang maka ada yang dijadikan sebagai reference event atau kontrol. Model ini mengasumsikan adanya hubungan linier untuk setiap logit dan garis regresi yang sejajar

sehingga model regresi untuk setiap logit memiliki konstanta berbeda tetapi parameter regresinya sama. Tujuan penelitian yang kedua, Y mempunyai 4

level sehingga didapatkan 3 model regresi.

(24)

Persamaan regresi ordinal logit sebagai berikut:

Di ( tan i) = d0 + d1 ln X1+ d2 ln X2 + d3 ln X3 - d4 ln X4 - d5 ln X5 - d6 ln X6 - d7 ln X7 - d8 ln X8 + D1+ µ

Dimana :

Di = Probabilitas P1 = P(Y=4) untuk rumah tangga tani tahan pangan Probabilitas P2 = P(Y=3) untuk rumah tangga tani kurang pangan Probabilitas P3 = P(Y=2) untuk rumah tangga tani rentan pangan Probabilitas P4 = P(Y=1) untuk rumah tangga tani rawan pangan

d0 : intersept

di : koefisien regresi parameter yang ditaksir (i= 1 s/d 9) X1 : Pendapatan petani (Rp/Tahun)

X2 : Produksi padi (ton)

X3 : Pendidikan ibu rumah tangga (tahun) X4 : Jumlah anggota rumah tangga (Orang) X5 : Harga beras (Rp/Kg)

X6 : Harga gula (Rp/Kg)

X7 : Harga minyak goreng (Rp/Ltr) X8 : Harga tempe (Rp/buah)

D1 : Dummy etnis/suku daerah Nilai 1 jika suku Bali Nilai 0 jika suku luar Bali

µ : eror term

Untuk menguji hipotesis 2 menggunakan Maximum Likelihood Estimation (MLE) untuk menghitung nilai Likelihood Ratio Index (LRI) yang setara dengan koefisien determinasi (R2) pada regresi OLS, uji Likelihood Ratio

(LR) yang setara dengan uji F (over-all test) dan uji Wald yang setara dengan uji t (individual test) pada regresi OLS. Namun dalam regresi logistik tidak

mengasumsikan hubungan linier antara variabel bebas dan terikat, tidak membutuhkan normalitas dalam distribusi variabel dan juga tidak

mengasumsikan homoskedatisitas varians.

(25)

dijelaskan oleh variabel independen yang dimasukkan ke dalam model

regresi.

Nilai LRI sama dengan pseudo R2atau Mc Fadden’s R2. LRI = pseudo R2atau Mc Fadden’s R2 = 1 – ln L/ln Lo Keterangan:

LRI = Likelihood Ratio Index

ln L = nilai maksimum dari log- Likelihood function tanpa restriksi (melibatkan semua parameter termasuk variabel bebas)

ln Lo = nilai maksimum dari log- Likelihood function dengan retriksi (tanpa melibatkan variabel bebas atau nilai koefisien dari semua parameter βi= 0)

(b) Uji Likelihood Ratio (LR) digunakan untuk mengetahui pengaruh semua varibel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen

LR = -2 [ln Lo – ln L] Keterangan:

LR = Likelihood Ratio

ln L = nilai maksimum dari log- Likelihood function tanpa restriksi (melibatkan semua parameter termasuk variabel bebas) ln Lo = nilai maksimum dari log- Likelihood function dengan retriksi

(tanpa melibatkan variabel bebas atau nilai koefisien dari semua parameter βi= 0

Untuk menguji pengaruh semua variabel independen secara

bersama-sama terhadap variabel dependen dengan hipotesis sebagai berikut: Ho = β1 = β2 = β3 =…. = βi = 0

Ha : salah satu βi ≠ 0

LR dibandingkan dengan Chi Square tabel (χ2). Jika LR hitung > Chi

(26)

(c) Wald Test digunakan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel

independen terhadap variabel dependen melalui perubahan odd. Ho = βj = 0 atau Ho : ORi = 1

Ha : βj ≠ 0

W hitung (Wald) = [β/SE]2 = Z

W hitung dibandingkan dengan Chi Square tabel (χ2). Jika W hitung >

Chi Square tabel (χ2) berarti Ho ditolak atau variabel independen yang

diuji secara individu berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Odd

merupakan nisbah peluang munculnya kejadian A dan peluang tidak munculnya kejadian A.

Dari persamaan =

Pi

 1

Pi

= eα+βXi, probabilitas munculnya kejadian A maka

nilai x adalah 1 sehingga nilai Odd kejadian A = e α + β

Sedangkan Odd tidak munculnya kejadian A atau x bernilai 0 sehingga nilai

Odd kejadian A = eα

Besar OR = eα+β =e β e α

e β dinyatakan sebagai persentase perubahan Odd dari nilai awalnya atau

setiap perubahan satu satuan variabel bebas menyebabkan munculnya nilai Odd baru sebesar e βkali nilai sebelumnya. Jika nilai β adalah nol maka nilai OR = 1, berarti tidak terjadi perubahan Odd sama sekali atau variabel bebas

tidak berpengaruh secara signifikan.

Kategori tingkat ketahanan pangan rumah tangga dalam penelitian ini dibagi

(27)

untuk rumah tangga yang rentan pangan, konstanta 3 untuk rumah tangga

yang kurang pangan, konstanta 4 untuk rumah tangga yang tahan pangan, sehingga yang berperan sebagai pembandingnya adalah rawan pangan.

Probabilitas setiap tingkat ketahanan pangan rumah tangga dihitung dengan membakukan nilai Limit dengan nilai dalam satuan Z dengan rumus :

Zi

Dimana :

X : mean atau rata-rata dari Limit St. Dev : standar deviasi (10%)

i : 1,2,3 (limit 2, limit 3, limit 4)

(28)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan rakyat. Pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi merupakan faktor penting dalam

usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

daya saing bangsa.

Dewasa ini, pertumbuhan pangan dan permasalahannya mengalami

perkembangan yang sangat cepat dan kompleks ( LIPI, 2008). Hal ini terkait dengan perubahan-perubahan yang terjadi karena adanya perubahan iklim,

perkembangan penduduk yang sangat pesat baik dari segi jumlah ataupun dari segi pergeseran pola konsumsi masyarakat, ataupun karena semakin sempitnya ketersediaan lahan yang ada sebagai tempat berproduksi bahan-bahan pangan.

Ruang lingkup pangan mencakup sub sistem yang terkait dan saling tergantung satu sama lainnya, yang terdiri dari keamanan pangan, ketahanan pangan, dan

keberlangsungan pangan. Semua subsistem hendaknya dapat berjalan beriringan demi tercapainya keadaan pangan yang stabil, pemerintah diharapkan dapat mewujudkan suatu keadaan negara yang terjamin dari segi ketersediaan,

(29)

Ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting, menurut UU No. 7

tahun 1996, ketahanan pangan adalah suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam

jumlah maupun mutu, aman, merata, dan terjangkau. Oleh karena itu,

peningkatan ketahanan pangan menjadi prioritas utama yang sangat perlu dan mendesak untuk segera dilaksanakan dalam pembangunan. Pemerintah bersama

masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan. Aspek kecukupan pangan merupakan basis kriteria yang dapat digunakan untuk

menentukan status ketahanan pangan.

Pada dasarnya, konsep ketahanan pangan lebih luas dibandingkan konsep

swasembada pangan yang hanya berorientasi pada aspek fisik kecukupan produksi bahan pangan (Arifin, 2005). Ketahanan pangan mencakup tiga unsur pokok yang meliputi ketersediaan pangan, distribusi, dan konsumsi. Ketiga unsur

tersebut harus terpenuhi agar ketahanan pangan dapat tercapai ( Anonim, 2010).

Unsur ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan

keamanannya. Jika dilihat, ketersediaan pangan ( hewani dan nabati) Indonesia secara agregat lebih dari cukup. Ini tercermin dari ketersediaan energi 3.035

kkal/kapita/hari, dan protein 80,33 gram/kapita/hari. Ketersediaan pangan ini terjadi seiring dengan membaiknya kinerja sejumlah pangan domestik (Khudori, 2010). Unsur distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan

(30)

terjangkau. Unsur konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan

pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan dan kehalalannya.

Jika dilihat, permasalahan yang ada dalam perwujudan ketahanan pangan terkait dengan pertumbuhan permintaan pangan yang lebih cepat dibandingkan

pertumbuhan penyediaannya. Ini sesuai dengan hukum Malthus yang

menyebutkan bahwa pertumbuhan pangan yang mengikuti deret angka, dan pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur. Jumlah penduduk Indonesia saat

ini mencapai 237 juta jiwa dengan angka pertumbuhan 1,49 % per tahun. Jika dilihat dari angka tersebut, hal ini mengindikasikan besarnya bahan pangan yang

harus tersedia guna menunjang tercapainya ketahanan pangan di Indonesia.

Ketahanan pangan nasional terkait dengan ketahanan pangan di tiap-tiap rumah tangga yang menyangkut konsumsi pangan. Konsumsi pangan di tingkat rumah

tangga erat hubungannya dengan ciri-ciri demografis, aspek sosial, ekonomi, serta potensi sumberdaya alam setempat (Sayekti, 2008). Indonesia terbagi ke dalam wilayah-wilayah yang secara historis mengkonsumsi beras sebagai makanan

pokok. Dalam hal ini, faktor kebiasaan yang berkaitan dengan unsur sosial budaya, lingkungan ekonomi, dan kebutuhan biologis yang mempengaruhi

seseorang melakukan pemilihan jenis makanan yang mereka konsumsi.

Permasalahan ketahanan pangan di Indonesia juga terkait dengan pola konsumsi masyarakat yang sangat tergantung pada konsumsi beras. Beras merupakan bahan

(31)

kandungan nutrisi yang cukup besar. Komposisi kandungan gizi beras, ubi kayu,

dan jagung dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi gizi beras, jagung dan ubi kayu dalam 100 gram bahan

Jenis Zat Gizi Beras Jagung Ubi Kayu

Kalori (kal) 360,00 155,56 194,67

Protein (g) 6,90 5,22 1,60

Lemak (g) 0,70 1,44 0,40

Karbohidrat (g) 78,20 36,78 46,27

Vitamin A (SI) 0,00 483,35 0,00

Vitamin B (mg) 0,12 0,27 0,08

Vitamin C (mg) 0,00 8,87 40,00

Sumber: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2000

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa beras memiliki kandungan kalori dan protein

yang lebih besar dibandingkan kedua jenis bahan pangan lain, yaitu ubi kayu dan jagung. Selain besarnya kandungan nutrisi yang ada di dalam beras, pola tingkah

laku dan kebiasaan masyarakat Indonesia juga sudah terbiasa untuk

mengkonsumsi beras dibandingkan dengan pangan pokok lainnya, misalnya jagung. Kurangnya pengetahuan sebagian masyarakat tentang nilai gizi jagung,

dan adanya anggapan bahwa jagung hanya dikonsumsi oleh masyarakat berekonomi lemah menjadi penyebab lebih populernya beras dan tingkat

konsumsi masyarakat yang cukup tinggi di Indonesia.

Di Indonesia, permintaan akan beras mengalami peningkatan setiap tahunnya

(32)

Ada dua jalan yang harus ditempuh untuk mengatasi masalah ketahanan pangan

yaitu dengan cara meningkatkan produksi beras dan mengurangi konsumsi beras rumah tangga maupun industri (Deptan, 2002). Untuk mengurangi tingkat

konsumsi beras dapat dilakukan dengan diversifikasi pangan, yaitu mengganti pangan pokok beras dengan pangan pokok lainnya, misalnya jagung dan ubikayu. Untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri ada beberapa upaya yang harus

dilakukan, diantaranya adalah meningkatkan kemampuan produksi beras, memelihara kapasitas sumberdaya produksi serta meningkatkan produktivitas

usaha pangan.

Konsep ketahanan pangan erat kaitannya dengan aspek ketersediaan pangan,

dalam hal ini adalah ketersediaan beras sebagai bahan pangan pokok masyarakat yang juga memiliki kandungan energi yang cukup tinggi. Ketersediaan beras sangat tergantung pada jumlah produksi padi yang dihasilkan oleh petani.

Peningkatan pada jumlah produksi dapat dilakukan dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi usahatani padi, namun jika disesuaikan dengan keadaan yang ada di Indonesia, intensifikasi usahatani padi merupakan satu cara yang

paling relevan yang dapat dilaksanakan sebagai bentuk upaya peningkatan kapasitas produksi padi. Hal ini dikarenakan saat ini luas lahan semakin sempit.

Penyempitan pada luas lahan seiring dengan semakin banyaknya terjadi perpindahan atau alih fungsi lahan pertanian untuk kebutuhan perumahan dan industri dan juga perpindahan atau pergantian tanaman dari satu tanaman ke

(33)

Penerapan intensifikasi erat kaitannya dengan penerapan teknologi. Teknologi

sendiri merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam proses produksi. Produksi yang dihasilkan akan mempengaruhi pendapatan serta pengeluaran yang

dikeluarkan oleh setiap rumah tangga. Proporsi pengeluaran yang dilakukan dapat menunjukkan tingkat ketahanan pangan suatu unit rumah tangga.

Indonesia sebagai negara agraris memiliki kemampuan memproduksi beras dalam

jumlah yang cukup banyak. Produksi beras yang dihasilkan setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Terdapat beberapa daerah sentra

produksi beras yang tersebar di dalam dan di luar Pulau Jawa. Perkembangan produksi, luas panen, dan produktivitas padi pada beberapa daerah sentra produksi

di Indonesia tahun 2006-2009 dapat dilihat pada Tabel 31 (lampiran 1).

Perkembangan produksi dan produktivitas beras di Propinsi Lampung seperti yang tersaji pada Tabel 31 memperlihatkan bahwa adanya tren peningkatan

produksi, namun peningkatan produksi tersebut berjalan cukup lambat. Pertumbuhan produktivitas yang rendah mencerminkan bahwa penerapan

teknologi di tingkat petani sudah mendekati kejenuhan. Propinsi Lampung adalah

salah satu sentra produksi beras yang berada di luar pulau Jawa yang merupakan daerah penghasil padi nomor tujuh di Indonesia. Produksi yang dihasilkan

mengalami peningkatan pada beberapa tahun terakhir. Propinsi Lampung mempunyai potensi sumberdaya lahan yang cukup potensial dan memungkinkan untuk pengembangan tanaman padi, karena tersedianya sumberdaya air untuk

(34)

Propinsi Lampung memiliki beberapa daerah sentra produksi padi. Salah satu

sentra produksi padi terbesar di Propinsi Lampung adalah Kabupaten Lampung Tengah. Perkembangan produksi, luas panen, dan produktivitas padi pada

berbagai kabupaten di Propinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 32 (lampiran 2). Pada Tabel 32 dapat kita lihat bahwa Kabupaten Lampung Tengah merupakan daerah penghasil padi terbesar di Propinsi Lampung. Produksi padi sawah pada

Kabupaten Lampung Tengah mengalami peningkatan setiap tahunnya. Walaupun pada tahun 2008 sempat terjadi penurunan produksi, tetapi ini seiring dengan

terjadinya penurunan pada luas panen, karena jika dilihat dari nilai produktivitasnya justru mengalami peningkatan.

Jika dilihat dari hasil produksinya, Kabupaten Lampung Tengah memiliki ketersediaan pangan beras yang cukup besar. Namun tidak dapat langsung dikatakan bahwa daerah tersebut tahan pangan. Hal ini dikarenakan ketahanan

pangan tidak hanya ditentukan dari aspek ketersediaan pangan tetapi juga

menyangkut tercukupi atau tidaknya kebutuhan pangan suatu rumah tangga. Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi tingkat ketahanan pangan suatu rumah

tangga petani padi.

Pada tahun 2005 Badan Ketahanan Pangan Propinsi Lampung telah membuat

peta, yang dikenal dengan Peta Kerawanan Pangan (Food Insecurity Atlas/FIA) yang menggambarkan kondisi kerawanan pangan yang dirinci sampai pada level kabupaten untuk 10 kabupaten/kota. Adapun Peta Kerawanan Pangan (Food

(35)

Lampung Tengah termasuk dalam daerah yang tahan pangan. Namun ini perlu

selalu mendapatkan perhatian dan dukungan secara terus menerus dengan

program dan kegiatan yang produktif demi mendapatkan kondisi yang lebih baik

di masa mendatang.

Berdasarkan status atau tingkat ketahanan pangan yang dilihat dari Peta Kerawanan Pangan dapat dijadikan alat untuk mendeteksi kondisi ketahanan

pangan di suatu wilayah dan sekaligus kerawanan pangan pada wilayah lain untuk mendapatkan intervensi yang tepat dengan harapan terjadi perubahan di masa

mendatang. Namun hal yang perlu diperhatikan bahwa ketahanan pangan di tingkat wilayah tidak sepenuhnya menjamin tercapainya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Hal ini ditunjukkan adanya fakta bahwa walaupun di

tingkat nasional dan wilayah (propinsi) memiliki status tahan pangan terjamin, namun di wilayah tersebut masih ditemukan rumah tangga rawan pangan

(Sudaryanto dan Rusastra, 2000; Rachman, 2004 dalam Ilham, N dan B.M. Sinaga, 2005). Ketahanan pangan di tingkat kabupaten belum tentu dapat menjamin atau menentukan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Hal ini

terkait dengan aspek-aspek dalam ketahanan pangan itu sendiri yang harus dipenuhi yang meliputi aspek ketersediaan, konsumsi, dan distribusi.

Pada dasarnya rumah tangga petani padi selaku penyedia bahan pangan pokok bagi masyarakat memiliki dua peran, yaitu sebagai produsen, dan juga sebagai konsumen. Dalam menentukan tingkat ketahanan pangan rumah tangga

berdasarkan aspek ketersediaan, konsumsi, dan distribusi pangan harus memperhatikan kedua peran petani tersebut. Aspek ketersediaan pangan di

(36)

keseimbangan antara pembelian dan penjualan pangan beras. Ketersediaan

pangan harus dikelola sedemikian rupa sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman, dan terbatas, tetapi volume pangan yang tersedia bagi rumah

tangga harus cukup jumlah dan jenisnya serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu. Aspek distribusi pangan pada tingkat rumah tangga menyangkut aspek distribusi pangan antar rumah tangga atau di dalam rumah tangga itu sendiri.

Pangan yang ada diharapkan dapat tersebar secara merata di dalam suatu rumah tangga. Hal ini berarti setiap individu di dalam rumah tangga tersebut dapat

mengakses pangan dengan baik. Aspek konsumsi pangan di tingkat rumah tangga menyangkut konsumsi pangan yang diasup dengan memperhatikan asupan pangan

dan gizi yang cukup dan berimbang, sesuai dengan kebutuhan bagi pembentukan manusia yang sehat, kuat, cerdas dan produktif.

Sejauh ini, penelitian tentang bagaimana tingkat ketahanan pangan serta

faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga masih cukup sedikit, terutama di daerah yang merupakan lumbung pangan seperti di Kabupaten Lampung Tengah. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mendalam bagaimana tingkat ketahanan pangan rumah tangga dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani padi di Kabupaten Lampung Tengah.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat ditentukan beberapa masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu :

(37)

(2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan rumah

tangga petani padi di Kabupaten Lampung Tengah ?

B. Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini memiliki tujuan antara lain:

(1) Menganalisis tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani padi di

Kabupaten Lampung Tengah.

(2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan

rumah tangga petani padi di Kabupaten Lampung Tengah.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

(1) Pemerintah, stake holders, dan para pemangku kepentingan, sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam penentuan dan perumusan kebijakan terkait

upaya peningkatan ketahanan pangan rumah tangga.

(38)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang tanggal 1 Desember 1990. Penulis merupakan

anak keempat dari pasangan Bapak Rusli Ratu dan Ibu Barunah Ibrahim. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 1 Sukabumi pada tahun 2002 , SMPN 2

Bandar Lampung pada tahun 2005, dan SMAN 2 Bandar Lampung pada tahun 2008. Penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Pertanian, Program Studi Agribisnis pada tahun 2008 melalui jalur SNMPTN.

Selama di bangku kuliah, penulis pernah menjadi Asisten Dosen pada mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi (PIE) semester ganjil tahun 2009 dan Ekonomi Mikro pada semester ganjil tahun 2010 dan 2011. Pada tahun 2011 penulis melakukan

Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kecamatan Padang Cermin dan Praktik Umum (PU) di PTPN VII UU Pematang Kiwah, Natar, Lampung Selatan. Pada tahun 2011 penulis juga dipilih menjadi mahasiswa berprestasi di Fakultas Pertanian.

Penulis pernah menjadi tenaga enumerator (surveyor) Bank Indonesia tentang kondisi perekonomian, harga-harga, kondisi keuangan konsumen, dan rencana

pembelanjaan konsumen pada bulan Januari-Maret tahun 2012.

Penulis memiliki pengalaman organisasi Forum Studi Islam (FOSI) tahun 2008-2009 di tingkat Fakultas dan di tingkat Universitas mengikuti organisasi Koperasi

(39)
(40)

SANWACANA

Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT, yang telah

memberikan hikmah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

baik. Sholawat serta salam juga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan teladan dalam hidup ini. Skripsi ini merupakan

bagian dari penelitian yang dilakukan oleh Dr. Ir. Fembriarti E. Prasmatiwi dan Indah Listiana, S.P, M Si yang didanai oleh Program Hibah Penelitian

IMHERE-UNILA dengan judul penelitian “Pengaruh Intensifikasi Usahatani Padi dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Distribusi Pendapatan di Propinsi Lampung”. Program ini melibatkan empat mahasiswa, dengan tiga mahasiswa

lainnya adalah Azzahra Adhe M, Galing Riyanto, dan Rio JBS.

Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Padi di Kabupaten Lampung Tengah”, banyak pihak yang telah

memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran yang membangun, karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga nilainya kepada :

1. Dr. Ir. Fembriarti E. Prasmatiwi, M.S, dan Indah Listiana, SP, M.Si selaku Pembimbing Pertama dan Kedua, atas bimbingan, masukan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan.

2. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M. S, selaku Dosen Penguji Skripsi sekaligus sebagai Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, atas

(41)

3. Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M. P, selaku Ketua Program Studi Agribisnis, atas bimbingan dan dorongan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Dr. Ir. Tubagus Hasanudin, M.S selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan, arahan, dan masukan yang telah diberikan.

5. Orang tuaku Tercinta, Ayah Rusli Ratu dan Ibu Dra. Barunah Ibrahim, atas semua yang telah diberikan sehingga tercapainya gelar Sarjana Pertanian ini

6. Kakakku Ismail Fajri, SS , Septi Muharlina, SPdi, Rina Destriyana, SE, dan adikku M. Husaini yang setia memberikan motivasi dan masukan untuk saya.

7. Seseorang yang telah memberikan do’a, semangat, mootivasi, dan perhatian. 8. Ir. Eka Kasymir, M.S, selaku Kepala Laboratorium Analisis Agribisnis

Progam Studi Agribisnis, atas bantuan dan arahan yang telah diberikan.

9. Seluruh Dosen dan Karyawan Program Studi Agribisnis atas semua bimbingan, pengajaran, pelayanan, dan bantuan yang telah diberikan.

10. Sahabatku tercinta, Azzahra, Ni Wy, Neni, Angginesa, Suci, Cahya, Risha Yusup, Rian, Galing, Miftahul Roziqi, Ridha dan teman-teman Agribisnis 2005-2009 untuk semua hal yang dirasakan bersama lebih kurang 3 tahun.

11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan. Akhirnya, penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan kepada Allah

SWT penulis mohon ampun.

Bandar Lampung, Maret 2012 Penulis,

(42)
(43)

I.TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Ketahanan Pangan

Konsep ketahanan pangan mengacu pada pengertian adanya kemampuan mengakses pangan secara cukup untuk mempertahankan kehidupan yang

aktif dan sehat. Ketahanan pangan merupakan konsep yang multidimensi meliputi mata rantai sistem pangan dan gizi, mulai dari produksi, distribusi,

konsumsi, dan status gizi. Ketahanan Pangan terwujud bila dipenuhi dua kondisi dimana pada tataran makro, setiap saat tersedia pangan yang cukup (jumlah, mutu, keamanan, keragaman), merata, dan terjangkau. Pada tataran

mikro, setiap rumah tangga, setiap saat, mampu mengkonsumsi pangan yang cukup, aman, bergizi, dan sesuai pilihannya, untuk menjalani hidup sehat dan produktif (Machmur, 2010).

Banyak definisi tentang ketahanan pangan, sering samar-samar dan kadang-kadang antara satu definisi dengan definisi yang lain kontradiktif

(Barichello, Rick, 2000 dalam Maleha, dan Sutanto, 2006 ). Istilah ketahanan pangan sebagai sebuah kebijakan ini pertama kali dikenal pada saat World Food Summit tahun 1974. Setelah itu, ada banyak sekali

(44)

dan hal-hal yang terkait dengan ketahanan pangan. Berikut ada beberapa

definisi tentang ketahanan pangan, antara lain :

(1) Undang undang No. 7 tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa

pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dari pengertian

tersebut, tersirat bahwa upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus lebih dipahami sebagai pemenuhan kondisi : (1) Terpenuhinya

pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, dengan pengertian ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari

tanaman, ternak dan ikan dan memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, vitamin dan mineral serta turunan, yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. (2) Terpenuhinya pangan dengan kondisi aman,

diartikan bebas dari pencemaran biologis, kimia, dan benda lain yang lain dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman untuk kaidah agama. (3) Terpenuhinya pangan

dengan kondisi yang merata, diartikan bahwa distribusi pangan harus mendukung tersedianya pangan pada setiap saat dan merata di seluruh

tanah air. (4) Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan bahwa pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 mengamanatkan

pembangunan pangan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, dan pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan

(45)

(2) Internasional Confrence in Nutrition, mendefinisikan ketahanan pangan

sebagai akses setiap rumah tangga atau individu untuk memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup sehat.

(3) World Food Summit 1996 memperluas definisi diatas dengan persyaratan penerimaan pangan sesuai dengan nilai dan budaya setempat.

(4) World Bank 1996: Ketahanan Pangan adalah: akses oleh semua orang pada segala waktu atas pangan yang cukup untuk kehidupan yang sehat dan aktif.

(5) Oxfam 2001: Ketahanan Pangan adalah kondisi ketika: “setiap orang dalam segala waktu memiliki akses dan kontrol atas jumlah pangan yang

cukup dan kualitas yang baik demi hidup yang aktif dan sehat. Dua kandungan makna tercantum di sini yakni: ketersediaan dalam artian kualitas dan kuantitas dan akses (hak atas pangan melalui pembelian,

pertukaran maupun klaim).

(6) Hasil Lokakarya Ketahanan Pangan Nasional mendefinisikan ketahanan pangan adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan anggota

rumah tangga dalam jumlah, mutu dan ragam sesuai dengan budaya setempat dari waktu kewaktu agar dapat hidup sehat.

(7) Suryana (2003) dalam Herdiana (2009) menyatakan bahwa ketahanan pangan merupakan suatu sistem ekonomi pangan yang terintegrasi yang terdiri atas berbagai subsistem. Subsistem utamanya adalah ketersediaan

(46)

Ketiga subsistem tersebut merupakan satu kesatuan yang didukung oleh

adanya berbagai input sumberdaya alam, kelembagaan, budaya dan teknologi.

Dari berbagai definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa ketahanan pangan merupakan kondisi dimana pangan bagi rumah tangga tercukupi dalam hal jumlah, kualitas, jaminan keamanan mengakses baik dari segi

fisik maupun ekonomi dan distribusi yang merata.

Beberapa ahli sepakat bahwa ketahanan pangan minimal mengandung tiga

unsur pokok yaitu “ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan”, dimana

unsur distribusi dan konsumsi merupakan penjabaran dari aksessibilitas

masyarakat terhadap pangan. Salah satu unsur tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan regional,

tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh. Akses terhadap pangan, ketersediaan pangan dan resiko terhadap akses dan ketersediaan

pangan tersebut merupakan determinan yang esensial dalam ketahanan pangan ( Hanani, N.A.R., 2009).

2. Indikator Ketahanan Pangan Rumah tangga

Ketahanan pangan yang kokoh dibangun pada tingkat rumah tangga yang bertumpu pada keragaman sumberdaya lokal, agar terwujud ketahanan yang

(47)

Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI No. 7

tahun 1996, yang mengadopsi definisi dari FAO, ada 3 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan rumah tangga

yaitu:

(1) kecukupan ketersediaan pangan;

(2) tercukupinya kebutuhan konsumsi pangan

(3) distribusi pangan yang merata

Ketiga komponen tersebut akan digunakan untuk mengukur ketahanan

pangan di tingkat rumah tangga. Ketiga indikator ini merupakan indikator utama untuk mendapatkan indeks ketahanan pangan. Ukuran ketahanan

pangan di tingkat rumah tangga dihitung bertahap dengan cara

menggambungkan ketiga komponen indikator ketahanan pangan tersebut, untuk mendapatkan satu indeks ketahanan pangan.

Tidak ada indikator tunggal sebagai ukuran terbaik dalam mengukur ketahanan pangan rumah tangga. Salah satu indikator yang sering

digunakan dalam berbagai penelitian ketahanan pangan rumah tangga adalah

kecukupan kalori. Ukuran kalori ini menunjukkan kecukupan pangan secara kuantitas namun tidak dapat menggambarkan kualitas konsumsi pangan

ataupun akses rumah tangga pangan secara berkelanjutan ( Maxwell et all, 2000).

Terdapat banyak indikator yang digunakan untuk mengukur ketahanan

(48)

Index). Indikator Jonsson dan Toole (1991), yang diadopsi oleh Maxwell et

all (2000) digunakan dalam mengukur ketahanan pangan adalah

pengeluaran pangan dan konsumsi energi rumah tangga, dengan kriteria

seperti disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Derajat ketahanan pangan rumah tangga

Konsumsi Energi per unit ekuivalen dewasa

Pangsa pengeluaran pangan Rendah (<60%

Sumber : Jonsson dan Toole (1991) dalam Maxwell, et all (2000)

a. Rumah tangga tahan pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan rendah (< 60 persen pengeluaran rumah tangga) dan cukup mengkonsumsi energi (>80 persen dari syarat kecukupan energi).

b. Rumah tangga kurang pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan rendah (< 60 persen pengeluaran rumah tangga) dan kurang

mengkonsumsi energi (≤ 80 persen dari syarat kecukupan energi). c. Rumah tangga rentan pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan

tinggi (≥ 60 persen pengeluaran rumah tangga) dan cukup mengkonsumsi

energi (> 80 persen dari syarat kecukupan energi).

d. Rumah tangga rawan pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan

tinggi (≥ 60 persen pengeluaran rumah tangga) dan tingkat konsumsi

(49)

3. Pangsa Pengeluaran dan Ketahanan Pangan

Tingkat ketahanan pangan rumah tangga didasarkan atas akses individu atau rumah tangga terhadap pangan. Semakin tinggi akses suatu rumah tangga

terhadap pangan maka semakin tinggi ketahanan pangan. Kemampuan rumah tangga memiliki akses terhadap pangan tercermin dalam pangsa pengeluaran untuk membeli makanan.

Pengeluaran pada dasarnya merupakan proksi dari tingkat pendapatan rumah tangga. Adapun besarnya pangsa pengeluaran pangan menunjukkan

besarnya tingkat pendapatan rumah tangga tersebut. Rumah tangga dengan tingkat pendapatan yang rendah akan memiliki pangsa pengeluaran pangan

yang tinggi. Sebaliknya rumah tangga dengan pendapatan yang tinggi memiliki pangsa pengeluaran pangan yang rendah. Hal ini didukung dengan hukum Engel, dimana semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka

proporsi pendapatan yang dibelanjakan untuk pangan akan semakin rendah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pangsa pengeluaran pangan

memiliki hubungan yang negatif dengan total pengeluaran rumah tangga dan

hal tersebut juga memperlihatkan bahwa ketahanan pangan memiliki hubungan yang negatif dengan pangsa pengeluaran pangan (Irawan, 2006).

a. Cara Menghitung Pangsa Pengeluaran

Pangsa Pengeluaran Pangan adalah besarnya jumlah pengeluaran rumah tangga untuk belanja pangan dari jumlah total pengeluaran rumah tangga

(50)

dikeluarkan untuk belanja pangan dengan total pengeluaran yang

dikeluarkan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

PPP = FEX100%

TE

Dimana :

PPP : Pangsa Pengeluaran Pangan (%)

FE : Pengeluaran untuk Belanja Pangan (Rp/bulan) TE : Total Pengeluaran RT (Rp/bulan)

Semakin besar pendapatan seseorang, maka semakin sedikit proporsi pengeluaran yang dikeluarkannya untuk konsumsi pangan ( Ilham, N dan Bonar M. Sinaga, 2005).

b. Cara Menghitung Ketahanan pangan

Ketahanan pangan dapat diukur dengan menggunakan klasifikasi silang

antara pengeluaran pangan dan konsumsi gizi rumah tangga seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Adapun penjelasan hasil pengukurannya dapat dijelaskan sebagai berikut :

(1) Rumah tangga tahan pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan rendah (< 60 persen pengeluaran rumah tangga) dan cukup

mengkonsumsi energi (>80 persen dari syarat kecukupan energi).

(2) Rumah tangga kurang pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan rendah (< 60 persen pengeluaran rumah tangga) dan kurang

(51)

(3) Rumah tangga rentan pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan

tinggi (≥ 25 60 persen pengeluaran rumah tangga) dan cukup

mengkonsumsi energi (> 80 persen dari syarat kecukupan energi).

(4) Rumah tangga rawan pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan

tinggi (≥ 60 persen pengeluaran rumah tangga) dan tingkat konsumsi

energinya kurang (≤ 80 persen dari syarat kecukupan energi).

Berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (WKNPG) tahun 2004, syarat kecukupan konsumsi energi yang dianjurkan adalah

sebesar 2.200 kkal/kapita/hari (Ariani dan Purwantini, 2005).

4. Analisis ordinal Logit

Analisis ordinal logit adalah model regresi yang digunakan untuk

menganalisis variabel dependen berupa ordinal (peringkat) misalkan kesehatan bank, yaitu sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat dimana sehat memiliki peringkat yang lebih tinggi dibandingkan cukup

sehat, dan cukup sehat mempunyai peringkat lebih tinggi dibandingkan kurang sehat, maka analisis logit harus menggunakan ordinal regression atau

sering juga disebut PLUM (Ghozali, 2006).

Model logit adalah model yang variabel dependennya merupakan pilihan

bertingkat di mana pilihan yang satu lebih baik atau lebih buruk tehadap pilihan lain (Hakim, 2009). Model ordered logistic digunakan untuk mengestimasi koefisien regresi yang dapat digunakan untuk memprediksi

(52)

didapatkan dengan adanya observasi yang masuk akal lebih banyak ke suatu

kategori dibandingkan kategori lainnya.

Pengujian statistik pada model logit berbeda dengan regresi linier biasa.

Apabila pengujian statistik rendah pada regresi linier menggunakan uji F-stat, pada logit model metode yang digunakan adalah Likehood ratio. Pada uji parsial pun, model logit menggunakan uji Z-stat sementara regresi linier

biasa menggunakan uji t-stat. Untuk uji goodness of fit, logit model menggunakan Count R-square dan Mc. Fadden R-square.

a. Uji Parsial dengan Z-stat

Uji parsial dilakukan dengan uji Z-stat untuk melihat apakah masing-masing variabel independen secara terpisah mempengaruhi variabel dependen Y. Z-stat dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:

H0 = variabel independen (x) tidak mempengaruhi variabel dependen (Y) dimana a1 = a2=….=an=0 (tidak signifikan).

H1 = variabel independen (x) mempengaruhi variabel dependen (Y) dimana terdapat i ya g erupaka ai≠0 sig ifika

Untuk menentukan menerima atau menolak H0, nilai Z-stat pada masing-masing variabel independen dibandingkan dengan tingkat nyata (α). Ho

akan ditolak apabila Z-stat< α. Dan Ho tidak ditolak apabila Z-stat> α.

(53)

Likehood ratio digunakan untuk menguji apakah semua variabel independen dalam model serentak mempengaruhi variabel dependen. Hipotesis dalam pengujian Likehood Ratio tersebut adalah :

H0 = semua variabel independen secara serentak tidak mempengaruhi variabel dependen.

H1 = semua variabel independen secara serentak mempengaaruhi variabel dependen.

Hipotesis 0 akan ditolak apabila probabilita Likehood ratio< α da H0 tidak akan ditolak apabila probabilita Likehood ratio tersebut >α.

c. Goodness of fit dengan R-square

Untuk melihat seberapa besar variasi dalam variabel dependen dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh variabel dependen, dan untuk melihat seberapa baik model dapat dijelaskan variabel dependen, maka statistik menggunakan R-square (R2). Semakin tinggi nilai R-square maka menunjukkan model semakin mampu menjelaskan variabel dependen. Oleh karena itu nilai R-square yang tinggi sangat diharapkan dalam suatu penelitian.

Asumsi yang harus dipenuhi pada model regresi logistik adalah error pada

hasil estimasi haruslah terdistribusi normal. Asumsi tersebut tidak

memerlukan pengujian khusus sehingga hampir selalu dipenuhi dalam setiap data yang digunakan dalam penelitian. Apabila metode regresi linier biasa

digunakan dalam estimasi model distribusi logistik maka estimator tidak dapat memenuhi kriteria BLUE. Oleh karena itu, pada logit model, digunakan

(54)

meminimumkan error. Penggunaan maximum likehood diharapkan akan

mendekatkan nilai variabel yang diestimasi dengan nilai variabel yang sebenarnya terjadi.

Secara persamaan matematik Ordered logit regression (Ghozali, 2006) dapat dituliskan sebagai berikut :

Logit (p1) = log

= α1 + β’X

Logit (p1+p2) = Log

= α1+β’X

Logit (p1+p2+…..+pk) = Log = α1+β’X

Salah satu asumsi yang mendasari logistik ordinal regresi adalah bahwa

hubungan antara setiap pasangan dari kelompok hasilnya adalah sama. Dengan kata lain, regresi logistik ordinal mengasumsikan bahwa

koefisien yang menggambarkan hubungan antara yang terendah dibandingkan semua kategori yang lebih tinggi dari variabel respon adalah sama dengan yang menggambarkan hubungan antara kategori terendah berikutnya dan

semua kategori yang lebih tinggi, dll. Ini disebut asumsi peluang proporsional atau asumsi regresi paralel. Karena hubungan antara semua pasangan dari

kelompok adalah sama, hanya ada satu set koefisien. Jika ini tidak terjadi, akan dibutuhkan set berbeda koefisien dalam model untuk menggambarkan hubungan antara setiap pasangan dari kelompok hasil. Jadi, dalam rangka

(55)

B. Kajian Penelitian Terdahulu

Pengukuran ketahanan pangan rumah tangga dapat dilakukan dengan berbagai indikator, salah satunya adalah dilihat dari pangsa pengeluaran pangan. Daerah

yang sering dijadikan sebagai tempat penelitian adalah daerah yang memiliki rumah tangga miskin. Penelitian Alfiasari (2007) yang dilakukan pada daerah dengan rumah tangga miskin menyimpulkan bahwa lebih dari 50% keragaan

kondisi ketahanan pangan rumah tangga miskin yang dihasilkan adalah tidak tahan pangan, dan kurang lebih sekitar 60% pengeluaran rumah tangga

dialokasikan untuk pengeluaran pangan. Alokasi pengeluaran rumah tangga untuk pangan terbesar adalah untuk beras yaitu mencapai 22.66%.

Penelitian Alfiasari (2007) dikuatkan juga oleh Amaliyah (2011) dalam

penelitiannya yang menyimpulkan bahwa besarnya rata-rata proporsi pengeluaran non pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga petani padi adalah sebesar

37,06%, sedangkan konsumsi pangan terhadap pengeluaran total adalah 62,94%. Artinya pengeluaran konsumsi pangan masih mengambil sebagian besar bagian dari pengeluaran rumah tangga petani. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga

petani padi berdasarkan tingkatannya adalah tahan pangan sebesar 16,67%, rentan pangan 53,33%, 10% rumah tangga kurang pangan, dan 20% termasuk dalam

kondisi rawan pangan.

Ketahanan pangan rumah tangga dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Hardiana, E (2009) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa berdasarkan

analisis korelasi Spearman tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

(56)

ibu, dan dukungan sosial dengan ketahanan pangan rumah tangga. Terdapat

hubungan negatif antara ukuran rumah tangga dengan ketahanan pangan rumah tangga. Analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa hubungan pengaruh

langsung terbesar terhadap ketahanan pangan rumah tangga adalah pengeluaran rumah tangga.

Penelitian Hardiana tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan

dilanjutkan oleh Afriyanto (2010) yang dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa variabel luas panen, rata-rata produksi, dan konsumsi beras mempunyai

pengaruh secara signifikan terhadap ketahanan pangan, sedangkan variabel stok beras dan harga beras mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap

ketahanan pangan di Jawa Tengah.

Sukiyono, Cahyadinata, Sriyoto (2008) dalam penelitiannya juga terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga menyimpulkan

bahwa status wanita tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap ketahanan pangan rumah tangga, sementara pendapatan rumah tangga dan basis ekonomi rumah tangga mempunyai pengaruh yang nyata terhadap ketahanan pangan rumah

tangga.

Mahela dan Sutanto (2006) menyimpulkan bahwa untuk mencapai ketahanan

pangan rumah tangga adalah sangat perlu untuk mengadopsi strategi

pembangunan dan kebijakan ekonomi makro yang menciptakan pertumbuhan yang berdimensi pemerataan dan berkelanjutan (sustainable development). Selain

(57)

meningkatkan kesempatan kerja, transfer pendapatan, menstabilkan pasokan

pangan, perbaikan perencanaan dan pemberian bantuan pangan dalan keadaan darurat kepada masyarakat.

Penelitian Rachman, Handewi PS; Mewa Ariani ; TB Purwantini (2010) menyimpulkan bahwa secara nasional, lebih dari 30 persen rumah tangga di Indonesia tergolong rawan pangan, proporsi rumah tangga yang rentan pangan di

Indonesia adalah lebih besar dari 47 persen, dan proporsi rumah tangga yang kurang pangan adalah sekitar 10 persen.

C. Kerangka Pemikiran

Padi merupakan komoditas pangan pokok yang sangat penting. Petani padi

sebagai pelaku budidaya padi memiliki peranan dan andil yang cukup besar dalam tercapainya suatu keadaan masyarakat yang tercukupi kebutuhan pangannya. Namun dalam kenyataannya, rumah tangga petani justru relatif rentan terjebak

dalam situasi dimana kebutuhan akan pangan tidak tercukupi dengan baik, sehingga membawa kepada suatu kondisi yang rentan ataupun bahkan rawan pangan.

Kecamatan Seputih Raman dan Terbanggi Besar memiliki potensi produksi padi yang cukup besar dan juga merupakan sentra produksi padi di Kabupaten

Lampung Tengah. Produksi yang dihasilkan menunjukkan kecendrungan

(58)

dihasilkan, akan semakin besar pula pendapatan yang akan diterima oleh petani

tersebut.

Pendapatan yang diterima oleh petani dari usahatani maupun non usahatani

(pendapatan rumah tangga) merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran total yang dikeluarkan. Tingkat pendapatan rumah tangga secara langsung ataupun tidak langsung akan menentukan berapa besar pangsa

pengeluaran penduduk. Semakin besar pendapatan yang diperoleh oleh petani, akan menyebabkan semakin kecil proporsi pendapatan yang dibelanjakan untuk

pangan, sebaliknya semakin rendah pendapatan akan menyebabkan semakin besar proporsi pendapatan yang akan dikeluarkan untuk belanja pangan.

Pengeluaran dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pengeluaran pangan dan pengeluaran non-pangan. Pengeluaran pangan yang dilakukan akan

mempengaruhi tingkat konsumsi dan kecukupan gizi yang diterima oleh suatu unit

rumah tangga.

Seberapa besar pendapatan yang dikeluarkan untuk keperluan pangan/pengeluaran pangan jika dibandingkan dengan pengeluaran total yang dikeluarkan

menunjukkan pangsa pengeluaran pangan yang dilakukan oleh suatu unit rumah tangga. Untuk melihat apakah keadaan suatu rumah tangga petani dalam keadaan

tahan, kurang, rentan, atau rawan pangan, dapat dilihat dari hasil persilangan antara pangsa pengeluaran dan dari kecukupan energi yang diterima oleh suatu unit rumah tangga. Jika proporsi pengeluaran pangan rendah dan cukup

(59)

energi, maka berada pada kondisi kurang pangan. Jika proporsi pengeluaran

pangan tinggi dan cukup mengkonsumsi energi, maka dalam kondisi rentan pangan. Jika proporsi pengeluaran pangan tinggi dan kurang mengkonsumsi

energi, maka berada dalam kondisi rawan pangan.

Ketahanan pangan menyangkut aspek ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Jika dilihat dari aspek ketersediaan, tentu terkait dengan tingkat produksi. Kabupaten

Lampung Tengah sebagai salah satu sentra produksi padi memiliki tingkat produksi yang cukup tinggi. Namun ketersediaan pangan yang tinggi di tingkat

daerah belum dapat mencerminkan ketersediaan pangan yang tinggi pula di tingkat rumah tangga. Jika dilihat dari kondisi ketahanan pangan rumah tangga

petani padi di daerah tersebut, belum tentu mencerminkan suatu keadaan yang tahan pangan. Oleh karena itu perlu diketahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani padi di Kabupaten

Lampung Tengah.

Karakteristik sosial ekonomi masyarakat akan berpengaruh terhadap tingkat ketahanan pangan. Variabel sosial ekonomi rumah tangga akan mempengaruhi

akses terhadap pangan. Bila akses terhadap pangan dapat tercapai dengan baik maka suatu rumah tangga dapat memenuhi kebutuhan pangan, sehingga tingkat

konsumsi rumah tangga dapat terpenuhi. Tingkat ketahanan pangan suatu rumah tangga petani dipengaruhi oleh harga pangan yang ada di pasaran. Semakin tinggi

harga pangan yang ada, maka akan menyebabkan semakin sedikit pangan yang bisa dibeli dan ketersediaan pangan pun akan rendah, begitu juga sebaliknya. Tingkat produksi padi yang dihasilkan oleh petani akan mempengaruhi tingkat

(60)

beli dan akses suatu rumah tangga untuk menjangkau pangan yang pada akhirnya

akan mempengaruhi tingkat konsumsi energi dan ketahanan pangan rumah tangga tersebut. Pendidikan ibu rumah tangga terkait dengan tingkat pengetahuan untuk

memilih jenis makanan apa saja yang harus dikonsumsi guna memenuhi kebutuhan energi anggota rumah tangga. Sedangkan jumlah anggota rumah tangga akan mempengaruhi banyaknya jenis makanan yang dapat tersedia dan

dimakan oleh anggota rumah tangga. Jika jumlah pangan dalam suatu rumah tangga dianggap tetap dengan semakin banyaknya anggota rumah tangga maka

akan semakin sedikit jumlah makanan yang dapat dikonsumsi oleh tiap-tiap orang di dalam suatu unit rumah tangga. Suku daerah ataupun etnis juga akan

mempengaruhi tingkat kecukupan energi dari makanan yang diasup oleh suatu rumah tangga, hal ini dikarenakan berlakunya suatu sistem adat ataupun tradisi yang berkembang di masyarakat dengan suku daerah tertentu.

Gambar

Tabel 3.  Perkembangan produksi dan produktivitas padi sawah menurut kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2009
Tabel 1.  Komposisi gizi beras, jagung dan ubi kayu dalam 100 gram bahan
Tabel 2. Derajat ketahanan pangan rumah tangga
Gambar 1.  Kerangka pikir analisis ketahanan pangan rumah tangga petani padi di  Kabupaten Lampung Tengah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rumah tangga tahan pangan adalah rumah tangga yang memiliki persedian pangan/makanan pokok secara kontinyu (diukur dari persediaan makan selama jangka masa satu

GAMBARAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI PADI DI DESA MALIGAS TONGAH KECAMATAN TANAH JAWA.. KABUPATEN

Faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga di kabupaten sumedang berdasarkan karakteristik rumah tangga adalah jumlah anggota rumah tangga, serta karakteristik kepala

Dilihat menurut wilayah tempat tinggal menunjukkan rata-rata konsumsi energi per kapita per hari pada setiap rumah tangga menurut tingkat ketahanan pangan, rumah tangga di

Dilihat menurut wilayah tempat tinggal menunjukkan rata-rata konsumsi energi per kapita per hari pada setiap rumah tangga menurut tingkat ketahanan pangan, rumah tangga di

GAMBARAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI PADI DI DESA MALIGAS TONGAH KECAMATAN TANAH JAWA.. KABUPATEN

tidak tahan dan kurang tahan yang proporsinya cukup besar mencapai 94%, maka kondisi sosial ekonomi rumah tangga petani, dengan umur yang relatif produktif, pendidikan petani

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Analisis Hubungan Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di