• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENYEBAB INSIDEN KECELAKAAN KERJA PADA ANAK PERUSAHAN PT X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENYEBAB INSIDEN KECELAKAAN KERJA PADA ANAK PERUSAHAN PT X"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENYEBAB INSIDEN KECELAKAAN KERJA

PADA ANAK PERUSAHAN PT X

LAPORAN KERJA PRAKTIK

Oleh:

IRFAN RIZALDI

104216056

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS PERENCANAAN INFRASTRUKTUR

UNIVERSITAS PERTAMINA

2019

(2)
(3)
(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas segala rahmat, nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa melaksanakan kerja praktik serta menyelesaikan laporan kerja praktik yang berjudul “Analisis Penyebab Insiden Kecelakaan Kerja Pada Anak Perusahaan PT X” dengan lancar. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu selama proses kerja praktik dan juga penyelesaian laporan, yaitu kepada:

1. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan semangat, doa dan materi; 2. Ibu Ariyanti Sarwono selaku dosen pembimbing yang telah memberikan informasi serta

serta saran dalam proses kerja praktik dan penyusunan laporan;

3. Ibu Nurulbaiti L. Z. selaku dosen wali yang selalu mengingatkan untuk menyelesaikan laporan dan memberikan saran dalam menyusun laporan;

4. Bapak Bently Nevada selaku pembimbing instansi yang telah memberikan ilmunya, nasihat dan motivasi selama melaksanakan kerja praktik dan penyusunan laporan; 5. Bapak Riyan Taufani selaku pembimbing instansi yang telah memberikan ilmunya serta

nasihat-nasihat selama melaksanakan kerja praktik dan penyusunan laporan;

6. Bapak Yusman selaku pembimbing instansi yang telah memberikan ilmunya serta memberikan arahan untuk proses penyusunan laporan;

7. Bapak Kariadi selaku pembimbing instansi yang telah memberikan ilmunya serta nasihat-nasihat selama melaksanakan kerja praktik dan penyusunan laporan;

8. Teman-teman seperjuangan di tempat kerja praktik yang selalu mendukung satu sama lain;

9. Seluruh pihak yang terlibat dan membantu dalam kegiatan kerja praktik ini,

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kerja praktik ini terdapat beberapa kekurangan dan jauh dari kata sempurna, sehingga penulis berharap adanya kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan kedepannya.

Jakarta, 30 Agustus 2019

(5)

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR TABEL ... vi BAB I PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2

Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 2

BAB II PROFIL PERUSAHAAN ... 3

2.1 Sejarah Perusahaan ... 3

2.2 Visi, Misi, dan Tata Nilai Perusahaan ... 3

2.3 HSSE Hulu ... 4

2.3.1 Gambaran Umum Divisi HSSE Hulu ... 4

2.3.2 Struktur Organisasi HSSE Hulu ... 5

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK ... 7

BAB IV HASIL KERJA PRAKTIK ... 10

4.1 Penyebab Langsung Kecelakaan Kerja. ... 10

4.2 Penyebab Tidak Langsung Kecelakaan Kerja ... 13

BAB V TINJAUAN TEORITIS ... 15

5.1 Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 15

5.2 Konsep Kecelakaan Kerja ... 15

5.3 Metode SCAT (Systematic Causal Analysis Technique) ... 15

5.4 Tingkatan Kecelakaan Kerja ... 16

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 18

5.1 Kesimpulan ... 18

5.2 Saran ... 19

DAFTAR PUSTAKA ... 20 LAMPIRAN

(6)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Direktorat Hulu Pertamina ... 5

Gambar 2.2 Struktur Organisasi Divisi HSSE Hulu Pertamina ... 6

Gambar 4.1 Temuan Penyebab Langsung Insiden Kecelakaan Kerja ... 10

Gambar 4.2 Penyebab Langsung dari Perilaku Tidak Aman ... 11

Gambar 4.3 Penyebab Langsung dari Kondisi Tidak Aman ... 12

Gambar 4.4 Temuan Penyebab Tidak Langsung Insiden Kecelakaan Kerja ... 13

Gambar 4.5 Penyebab Tidak Langsung dari Faktor Personal ... 13

Gambar 4.6 Penyebab Tidak Langsung dari Faktor Pekerjaan ... 14

Gambar 5.1SCAT Analysis ... 16

(7)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kegiatan Kerja Praktik ... 7 Tabel 5.1 Rekomendasi Perbaikan dari Insiden Kecelakaan Kerja ... 19

(8)

1

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring berkembangnya zaman dan kemajuan teknologi manusia dituntut untuk selalu melakukan inovasi di berbagai sektor, salah satunya di sektor industri. Sektor industri migas (minyak bumi dan gas) merupakan salah satu sektor yang banyak menyerap lapangan pekerjaan. Banyaknya pekerja yang dipekerjakan akan membuat angka pengangguran semakin berkurang, akan tetapi dibalik banyaknya daya serap pekerja yang masuk di sektor industri migas terdapat pula banyaknya angka kecelakaan kerja yang terjadi.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan, angka kecelakaan kerja di sektor industri sepanjang tahun 2018 mencapai 173.105 kasus. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka kecelakaan kerja yaitu perbuatan tidak aman (unsafe action) dan kondisi tidak aman (unsafe condition). Perbuatan tidak aman lebih sering terjadi karena kebiasaan manusia yang mengabaikan hal-hal kecil yang berhubungan dengan keselamatan kerja. Sementara untuk kondisi tidak aman biasanya terjadi karena faktor lingkungan tempat pekerja bekerja tidak aman.

Dampak langsung yang terjadi kepada pekerja akibat dari kecelakaan kerja seperti cidera ringan, cidera yang perlu perawatan, kecacatan sementara, kecacatan total hingga yang paling parah, yaitu kematian. Sementara dampak tidak langsung dari kecelakaan kerja, yaitu turunnya produktivitas perusahaan, membuat citra buruk perusahaan, dan lain-lain.

Dalam mencegah tingginya angka kecelakaan kerja Kementrian Ketenagakerjan (Kemnaker) berupaya untuk menyempurnakan peraturan perundang-undangan mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), meningkatkan pengawasan, dan penegakan hukum K3 serta meminta kepada seluruh seluruh pengusaha maupun pekerja yang terlibat di bidang industri untuk selalu meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya K3.

PT X merupakan salah satu perusahaan industri migas yang telah menerapkan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3). Salah satu bukti bahwa PT X sangat berfokus pada aspek SMK3 yaitu dengan dimasukkannya Health Safety Security Environment (HSSE), istilah SMK3 di PT X, ke dalam “8 Prioritas World Class PT X”. Tujuan dimasukkannya HSSE ke dalam prioritas PT X yaitu untuk mencapai 5 (lima) sasaran strategis HSSE yaitu tanpa major accident, tanpa gangguan operasi akibat insiden, tanpa melanggar peraturan perundangan, serta reputasi dan citra yang baik di depan pemangku kepentingan. Salah satu cara yang dilakukan untuk mencapai sasaran HSSE, yaitu melakukan pengukuran kinerja HSSE dengan cara mencari tahu sumber penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Dengan mencari tahu sumber penyebab kecelakaan kerja maka bisa dilakukan upaya pencegahan agar kejadian kecelakaan kerja tidak terulang kembali.

(9)

2

Tujuan

1. Mengetahui jenis-jenis kecelakaan kerja yang terjadi di Anak Perusahaan PT X 2. Mengetahui faktor penyebab kecelakaan kerja yang terjadi di Anak Perusahaan PT X.

Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Dalam melakukan kerja praktik mahasiswa ditempatkan di Direktorat Hulu Pertamina Divisi HSSE Upstream yang terletak di Kantor Pusat PT Pertamina (Persero). Lokasi Kantor Pusat PT Pertamina (Persero) terletak di Jalan Medan Merdeka Timur 1A, Jakarta 10110. Kerja praktik dilaksanakan mulai dari tanggal 1 Juli 2019 sampai dengan 31 Agustus 2019 dan durasi minimal selama 150 jam.

(10)
(11)

3

BAB II PROFIL PERUSAHAAN

2.1

Sejarah Perusahaan

PT Pertamina (Persero) merupakan perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) terbesar di Indonesia yang bergerak di bidang industri energi dan energi terbarukan. Sejarah Pertamina diawali pada sekitar tahun 1950-an dimana pada tahun tersebut Pemerintah Indonesia memerintahkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat untuk mengelola tambang minyak bekas peninggalan Belanda di daerah Sumatera Utara. Sering berjalannya waktu, dibentuklah PT Perusahaan Minyak Nasional (PERMINA) pada tanggal 10 Desember 1957. PT PERMINA bertugas untuk mengelola bisnis minyak bumi dan gas yang ada pada daerah tersebut. Pada tahun 1961, struktur organisasi yang awalnya merupakan perseroan terbatas berubah menjadi perusahaan negara, sehingga namanya juga berubah dari PT PERMINA menjadi PN PERMINA.

Pada tahun 1971, PN PERMINA bergabung dengan PN PERTAMIN menjadi PN Pertambangan Minak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA). Tujuan dari penyatuan kedua perusahaan tersebut yaitu untuk meningkatkan produktivitas serta efisiensi di bidang migas nasional. Kemudian pada tahun 2003, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2003 PN PERTAMINA berubah menjadi PT Pertamina (Persero) yang merupakan perusahaan pengelola industri migas dari sektor hulu sampai sektor hilir di Indonesia.

Sebagai perusahaan energi terbesar di Indonesia, PT Pertamina (Persero) memiliki beberapa direktorat yang menjalankan beberapa fungsi dan tanggung jawab khusus. Jajaran direktorat tersebut terdiri dari Direktur Utama, Direktorat Hulu, Direktorat Pengolahan, Direktorat Pemasaran Korporat, Direktorat Pemasaran Retail, Direktorat Keuangan, Direktorat Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur, Direktorat Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia, Direktorat Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko, Direktorat SDM (Sumber Daya Manusia) dan Direktorat Manajemen Aset. Secara umum kegiatan yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) adalah menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang energi dan petrokimia yang terbagi menjadi beberapa sektor, yaitu sektor hulu dan hilir. Sektor Hulu Pertamina melakukan kegiatan berupa eksplorasi, pengembangan dan produksi minyak dan gas, jasa teknologi bidang hulu, jasa pengeboran, jasa perawatan sumur, pengembangan energi panas bumi serta pengembangan coal bed methane dan shale gas. Untuk sektor Hilir, Pertamina melakukan kegiatan bisnis yang meliputi bisnis pengolahan migas, bisnis pendistribusian produk-produk hasil dari migas yang didukung oleh sarana transportasi baik melalui darat dan laut.

2.2

Visi, Misi, dan Tata Nilai Perusahaan

Sebagai perusahaan energi terbesar di Indonesia PT Pertamina (Persero) memiliki visi dan misi perusahaan sebagai berikut, yaitu:

• Visi : Menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia

• Misi : Menjalankan usaha minyak, gas serta energi baru terbarukan secara terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat

(12)

4 Untuk mewujudkan visi dan misinya PT Pertamina memiliki tata nilai perusahaan yang disebut sebagai 6C yang terdiri dari:

1. Clean (Bersih)

Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, tidak menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas. Berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik 2. Competitive (Kompetitif)

Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong pertumbuhan investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja.

3. Confident (Percaya Diri)

Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelapor dalam reformasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan membangun kebanggan bangsa.

4. Customer Focus (Fokus pada Pelanggan)

Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.

5. Commercial (Komersial)

Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.

6. Capable (Berkemampuan)

Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki talenta dan penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan.

2.3

HSSE Hulu

Dalam kerja praktik kali ini, penulis ditempatkan di Divisi HSSE Hulu PT X. Berikut ini merupakan gambaran singkat tentang divisi yang menjadi tempat dilaksanakannya kerja praktik. Penjelasan akan dijabarkan kedalam beberapa sub-bab sebagai berikut.

2.3.1

Gambaran Umum Divisi HSSE Hulu

Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lindungan Lingkungan (K3LL) atau lebih sering dikenal dengan istilah HSSE merupakan suatu bagian penting yang selalu ada di setiap perusahaan. Terkhusus pada bidang usaha yang sering berhubungan dengan risiko yang mengancam kesehatan dan keselamatan pekerja.

HSSE Hulu merupakan struktur organisasi fungsional yang ada di Direktorat Hulu PT X. Fungsi HSSE Hulu PT X berfokus pada aspek kesehatan, keselamatan pekerja dan keamanan, yang membedakan HSSE di Direktorat Hulu dan HSSE yang ada di anak perusahaan yaitu berdasarkan fungsinya.

(13)

5 HSSE Hulu memiliki fungsi yaitu fungsi pengawasan, fungsi regulasi dan fungsi strategis. Kegiatan yang dilakukan di HSSE Hulu yaitu membuat program yang akan dilaksanakan oleh Anak Perusahaan (AP) untuk meningkatkan kepedulian tentang HSSE, melakukan pengawasan kepada seluruh AP terhadap program yang telah dibuat, melakukan evaluasi terhadap program yang dijalankan oleh AP dan juga memiliki tanggung jawab untuk melaporkan hasil kinerjanya kepada HSSE Corporate dan kemudian HSSE Corporate akan melaporkannya kepada Direktur Utama.

2.3.2

Struktur Organisasi HSSE Hulu

Direktorat Hulu PT X memiliki fungsi untuk melakukan kegiatan eksplorasi, pengembangan dan produksi minyak dan gas, jasa teknologi bidang hulu, jasa pengeboran, jasa perawatan sumur, pengembangan energi panas bumi serta pengembangan coal bed methane dan shale gas. Dalam menjalankan fungsinya, Direktorat Hulu PT X dibantu oleh beberapa Anak Perusahaan (AP) yang bekerja sesuai dengan fungsinya. AP yang ada di Direktorat Hulu PT X terdiri dari: Pertamina EP (PEP) , Pertamina Hulu Energi (PHE), Pertamina Hulu Indonesia (PHI), Pertamina EP Cepu (PEPC), Pertamina EP Cepu ADK (PEPC ADK), Pertamina Geothermal Energy (PGE), Pertamina International EP (PIEP), Pertamina Drilling Service Indonesia (PDSI) dan Elnusa. Seluruh kegiatan AP akan dipertanggungjawabkan kepada direkturnya masing-masing dan direkturnya akan melaporkan hasil tanggung jawabnya kepada direktur hulu. Berikut ini merupakan struktur organisasi Direktorat Hulu Pertamina dan struktur organisasi divisi HSSE Hulu.

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Direktorat Hulu Pertamina (Sumber: HSSE Direktorat Hulu)

(14)

6 Gambar 2.2 Struktur Organisasi Divisi HSSE Hulu Pertamina

(15)
(16)

7

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK

Bagian ini menjelaskan mengenai kegiatan yang dilakukan selama melaksanakan kerja praktik berlangsung. Uraian mengenai kegiatan yang dilakukan selama kerja praktik bisa dilihat di Tabel 3.1.

Tabel 3.1Kegiatan Kerja Praktik

No. Hari, tanggal Jenis Kegiatan Deskripsi Kegiatan

1 Senin, 1 Juli 2019

Penyampaian tujuan pelaksanaan kerja praktik

• Penyampaikan maksud dan tujuan kegiatan kerja praktik yang dilaksanakan oleh universitas ke pihak instansi tempat dilaksanakannya kerja praktik. • Berdiskusi dengan penanggung

jawab yang ada di instansi untuk membahas tema yang akan dibahas pada kegiatan kerja praktik

• Menyelesaikan tugas yang diberikan oleh pembimbing instansi untuk mencari tahu lebih dalam tentang tema yang akan dibahas.

2 Senin, 8 Juli 2019

3 Selasa, 9 Juli 2019 Studi literatur

• Mengerjakan tugas yang diberikan oleh pembimbing instansi yaitu menyusun rencana jadwal kegiatan yang akan dilaksanakan serta menyusun studi literatur untuk membahas tema yang diangkat.

4 Rabu, 10 Juli 2019 Pemaparan tema

• Memaparkan tema yang telah dibuat untuk disampaikan kepada pembimbing instansi. Selain itu pihak instansi memperkenalkan anggota tim yang berada di divisi HSSE.

5 Senin, 22 Juli 2019 Asistensi laporan

• Melakukan asistensi tentang perkembangan laporan yang dibuat kepada pembimbing instansi.

6 Rabu, 24 Juli 2019 Safety induction dan pengenalan divisi

• Pemberian informasi dari pembimbing instansi mengenai upaya pengendalian terhadap bahaya yang mungkin terjadi di tempat kerja praktik, budaya K3 yang ada di perusahaan, serta materi tentang kegiatan yang dilakukan oleh divisi HSSE.

(17)

8

No. Hari, tanggal Jenis Kegiatan Deskripsi Kegiatan

7 Kamis, 25 Juli 2019 Merekap data

• Membantu pembimbing instansi untuk memeriksa dan merekap data tentang kegiatan audit internal yang telah mereka lakukan terhadap anak perusahaan.

8 Jumat, 26 Juli 2019 Merekap data

• Membantu pembimbing instansi untuk memeriksa dan merekap data tentang kegiatan audit internal yang telah mereka lakukan terhadap anak perusahaan.

9 Senin, 29 Juli 2019 Merekap data

• Membantu pembimbing instansi untuk memeriksa dan merekap data tentang kegiatan audit internal yang telah mereka lakukan terhadap anak perusahaan.

10 Rabu, 31 Juli 2019 Studi literatur

• Menyusun studi literatur tentang tugas khusus yang diberikan oleh pembimbing instansi untuk dijadikan tema kerja praktik.

11 Kamis, 1 Agustus 2019 Asistensi laporan

• Melakukan asistensi tentang tugas khusus yang diberikan oleh pihak instansi, selain itu penulis juga diarahkan untuk penyusunan tugas khusus dan penyusunan laporan. 12 Jumat, 2 Agustus 2019 Pengumpulan data

• Melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan untuk keperluan laporan kerja praktik.

13 Senin, 5 Agustus 2019 Pengerjaan laporan • Mengerjakan laporan kerja praktik.

14 Selasa, 6 Agustus 2019 Pengerjaan laporan • Mengerjakan laporan kerja praktik.

15 Rabu, 7 Agustus 2019 Pengerjaan laporan • Mengerjakan laporan kerja praktik.

16 Kamis, 8 Agustus 2019 Pengerjaan laporan • Mengerjakan laporan kerja praktik.

17 Jumat, 9 Agustus 2019 Asistensi laporan • Menyampaikan perkembangan laporan yang telah dibuat.

(18)

9

No. Hari, tanggal Jenis Kegiatan Deskripsi Kegiatan

18 Selasa, 13 Agustus 2019 Pengerjaan laporan • Melakukan revisi dari kegiatan asistensi yang telah dilakukan.

19 Rabu, 14 Agustus 2019 Asistensi laporan

• Melakukan asistensi terakhir mengenai laporan yang telah dibuat.

20 Jumat, 23 Agustus 2019 Penyelesaian kerja praktik

• Mengurus keperluan yang dibutuhkan untuk proses penyelesaian kerja praktik.

21 Jumat, 30 Agustus 2019 Penyelesaian kerja praktik

• Penulis melakukan presentasi hasil akhir kerja praktik yang telah dilakukan kepada pihak instansi.

(19)
(20)

10

BAB IV HASIL KERJA PRAKTIK

Sistem pelaporan insiden kecelakaan kerja yang ada di beberapa Anak Perusahaan PT X dilakukan dalam periode waktu mingguan, bulanan serta tahunan dan disajikan dalam bentuk laporan. Laporan tersebut berisikan informasi tentang kecelakaan kerja yang terjadi, mulai dari kronologi kejadian, bukti-bukti yang mendukung, analisa penyebab kecelakaan, dan lain-lain. Dari informasi yang ada bisa dicari tahu penyebab kecelakaan kerja yang terjadi untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang sama terulang kembali. Sehingga perlu dilakukan analisis mengenai penyebab-penyebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Dalam menentukan penyebab langsung dan penyebab tidak langsung, PT X menggunakan metode SCAT (Systematic Causal Analysis Technique). Metode tersebut merupakan metode investigasi yang berguna untuk mengidentifikasi akar permasalahan dari suatu insiden kecelakaan kerja.

Berdasarkan data yang masuk selama triwulan awal tahun 2019, terdapat 10 recordable incidents yang terjadi di Anak Perusahaan PT X. Kejadian kecelakaan kerja yang terjadi berupa cidera tangan akibat terkena benda tajam, cidera tangan akibat terjepit, cidera mata akibat masuknya benda asing, ledakan mesin boiler, terjatuh dari ketinggian, cidera sendi akibat salah berpijak dan diserang oleh hewan liar.

Hasil investigasi dari kecelakaan kerja yang terjadi kemudian dikelompokkan untuk menyelidiki penyebab langsung dan tidak langsung dari kejadian kecelakaan kerja. Hasil analisis kecelakaan kerja kemudian akan disajikan dalam bentuk poin-poin penyebab langsung dan tidak langsung beserta deskripsi potensi yang menyebabkan terjadinya insiden kecelakaan kerja.

4.1

Penyebab Langsung Kecelakaan Kerja.

Gambar 4.1 menunjukkan penyebab langsung insiden kecelakaan kerja, dan didapatkan hasil bahwa dari 10 (sepuluh) kejadian recordable incident yang terjadi selama awal tahun 2019, terdapat 42 (empat puluh dua) temuan penyebab langsung. Sebanyak 33 (tiga puluh tiga) temuan berasal dari perilaku pekerja yang tidak aman (unsafe act) dan 9 (sembilan) temuan berasal dari kondisi tidak aman (unsafe condition). Kemudian dari penyebab langsung insiden kejadian kerja yang terjadi, dilakukan proses identifikasi untuk menentukan penyebab terjadinya kecelakaan.

33 9 0 5 10 15 20 25 30 35

Prilaku Tidak Aman Kondisi Tidak Aman

Perilaku Tidak Aman Kondisi Tidak Aman

(21)

11 Gambar 4.2 Penyebab Langsung dari Perilaku Tidak Aman

Penyebab langsung timbulnya kecelakaan kerja yang berasal dari perilaku tidak aman bisa dilihat pada Gambar 4.2. Dari gambar tersebut sumbu X menunjukkan seberapa sering perilaku tidak aman terjadi, sementara untuk sumbu Y menunjukkan faktor-faktor penyebab langsung dari perilaku tidak aman. Hasil yang didapatkan dari Gambar 4.2, yaitu dari 33 (tiga puluh tiga) perilaku tidak aman yang menyebabkan terjadinya insiden kecelakaan dipilih 5 (lima) perilaku tidak aman yang sering terjadi dan memiliki kemungkinan besar untuk menyebabkan terjadinya insiden kecelakaan, yaitu:

1. Perilaku pekerja yang tidak sesuai

2. Kegagalan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sebagaimana mestinya 3. Kegagalan mengidentifikasi sumber bahaya

4. Kegagalan mengikuti prosedur atau instruksi kerja yang ada 5. Kegagalan dalam memberikan peringatan kepada pekerja

0 1 2 3 4 5 6 7

Kegagalan mengikuti prosedur/instruksi kerja Posisi kerja yang tidak layak Kegagalan mengidentifikasi bahaya Kegagalan melakukan pengamanan Kegagalan menggunakan APD sebagaimana mestinya Gagal memberikan peringatan Memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi Pengangkatan yang tidak sesuai Mengoperasikan peralatan tidak semestinya Menggunakan peralatan yang cacat Penempatan yang tidak layak Perilaku yang tidak sesuai Mengoperasikan peralatan tanpa wewenang Membuat peralatan keselamatan tidak berfungsi Menggunakan material yang tidak tepat Beroperasi pada kecepatan yang tidak semestinya Pembebanan yang tidak semestinya Dalam pengaruh alkohol/obat/Narkoba Perilaku substandard yang dilakukan pihak ekternal…

Gagal melakukan pemeriksaan / monitoring Lainnya

(22)

12 Dari Gambar 4.3 diatas, sumbu X menunjukkan seberapa sering kondisi tidak aman terjadi, sementara untuk sumbu Y menunjukkan faktor-faktor penyebab langsung dari kondisi tidak aman. Selain itu Gambar 4.3 merupakan hasil identifikasi penyebab langsung yang berasal dari kondisi tidak aman. Dari 42 (empat puluh dua) temuan penyebab langsung yang ada terdapat 9 (sembilan) temuan berasal dari kondisi tidak aman. Kemudian dari 9 (sembilan) temuan kondisi tidak aman tersebut dipilih 5 (lima) kondisi tidak aman yang sering terjadi di lapangan yaitu:

1. Peralatan kerja yang tidak sesuai

2. Kegagalan mendeteksi atau mengambil tindakan 3. Peralatan yang rusak

4. Pengaman atau pelindung yang tidak memadai 5. Integritas peralatan yang tidak sesuai

Informasi lebih lengkap mengenai deskripsi penyebab langsung yang berasal dari perilaku tidak aman dan kondisi tidak aman dapat dilihat pada Lampiran 1.

0 0.5 1 1.5 2 2.5

Housekeeping yang tidak baik Ruang gerak yang terbatas APD yang tidak sesuai Kondisi/lingkungan kerja yang berbahaya Kegagalan mendeteksi/mengambil tindakan Kondisi lantai kerja yang tidak sesuai Mode/system operasi yang tidak memadai Cuaca buruk, Terpapar kondisi cuaca buruk Peralatan yang rusak Pengaman/pelindung yang tidak memadai Informasi tidak memadai Peralatan yang tidak sesuai Integritas peralatan yang tidak sesuai Pencahayaan yang kurang/berlebih Ventilasi yang tidak memadai Bahaya dari sumber external Pengukuran/konversi sinyal yang tidak tepat Material yang tidak tepat Komposisi material/gas yang tidak tepat Sistem peringatan yang tidak memadai Munculnya gas mudah terbakar/meledak Munculnya bahan berbahaya yang tidak dikehendaki Terpapar suara bising Terpapar bahaya radiasi Terpapar bahaya getaran Terpapar temperature ekstrim Terpapar tekanan ekstrim Lainnya

(23)

13

4.2

Penyebab Tidak Langsung Kecelakaan Kerja

Pada Gambar 4.4 menunjukkan bahwa dari 10 (sepuluh) recordable incident yang terjadi terdapat 48 (empat puluh delapan) temuan yang berasal dari faktor manusia dan faktor pekerjaan. Penyebab kecelakaan kerja yang ditimbulkan dari faktor manusia sebanyak 27 (dua puluh tujuh) temuan, sementara untuk penyebab kecelakaan kerja yang ditimbulkan dari faktor pekerjaan ataupun sistem berjumlah 21 (dua puluh satu) temuan.

Gambar 4.4 Temuan Penyebab Tidak Langsung Insiden Kecelakaan Kerja

Sumbu X pada Gambar 4.5 menggambarkan seberapa sering kecelakaan kerja yang berasal dari faktor personal, sementara untuk sumbu Y menggambarkan faktor-faktor penyebab tidak langsung yang berasal dari faktor personal. Dari 34 (tiga puluh empat) temuan penyebab kecelakaan kerja terdapat 27 (dua puluh tujuh) temuan yang berasal dari faktor personal, kemudian dari 27 (dua puluh tujuh) temuan dipilih 5 (lima) faktor personal yang sering menjadi penyebab kecelakan kerja, yaitu:

1. Kurangnya pengetahuan dari pekerja

2. Motivasi pekerja yang salah dalam melakukan pekerjaan 3. Kurangnya keterampilan pekerja

27 21 0 5 10 15 20 25 30 PERSONAL FACTOR JOB/SYSTEM FACTOR 0 2 4 6 8 10 12 14 Kurang pengetahuan Motivasi yang tidak tepat

Kurang terampil Tekanan fisik Kemampuan mental/psikologis tidak

memadai.

Kemampuan fisik/fisiologis tidak memadai Tekanan psikologi atau mental

(24)

14 4. Kemampuan mental atau psikologis dari pekerja yang tidak memadai

5. Tekanan psikologi ataumental pekerja yang tidak baik

Gambar 4.6diatas merupakan statistik dari penyebab tidak langsung kecelakaan kerja yang berasal dari faktor pekerjaan. Sumbu X menggambarkan seberapa sering kecelakaan kerja yang berasal dari faktor pekerjaan, sementara untuk sumbu Y menggambarkan faktor-faktor penyebab tidak langsung yang berasal dari faktor pekerjaan. Dari proses identifikasi yang dilakukan, ditemukan bahwa terdapat 21 (dua puluh satu) temuan penyebab kecelakaan kerja yang terjadi. Kemudian dari 21 (dua puluh satu) temuan tersebut dipilih 5 (lima) faktor pekerjaan terbanyak yang memiliki peluang untuk terjadi lagi. Kelima faktor pekerjaan tersebut yaitu:

1. Kurangnya faktor kepemimpinan atau supervisi 2. Pengawasan atau coaching yang tidak memadai 3. Perlengkapan atau mesin yang tidak memadai

4. Pengelolaan proyek dan engineering yang tidak memadai 5. Perencanaan bisnis yang tidak memadai

Informasi lebih lengkap mengenai deskripsi penyebab tidak langsung yang berasal dari faktor pribadi dan faktor pekerjaan/sistem dapat dilihat pada Lampiran 2.

0 1 2 3 4 5 6

Kurangnya faktor Kepemimpinan/supervisi Pengawasan/coaching tidak memadai Perlengkapan / Mesin yang tidak memadai Pemakaian yang berlebihan Inspeksi dan pemeliharaan tidak memadai Pengelolaan proyek dan engineering yang… Perubahan yang tidak tepat /tidak memadai

Perencanaan bisnis yang tidak memadai Produk yang tidak memadai Struktur Organisasi yang tidak jelas Sistem pembelian tidak memadai

(25)
(26)

15

BAB V TINJAUAN TEORITIS

5.1

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan kerja merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mencegah terjadinya suatu insiden atau kejadian yang bisa merugikan perusahaan, tenaga kerja, masyarakat sekitar dan lingkungan alam (Suma’mur, 1992). Sementara kecelakaan kerja yaitu kecelakaan yang terjadi secara tidak terduga dan menyebabkan kerugian kepada pekerja maupun lingkungan sekitar. (PER.03/MEN/1998).

Setiap perusahaan yang telah menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) memiliki kewajiban untuk selalu melakukan pencatatan atau pelaporan dari suatu insiden kecelakaan kerja ke dalam dokumen laporan kecelakaan kerja. Isi dokumen tersebut memuat informasi tentang kejadian kecelakaan kerja, penyebab terjadinya kecelakaan, kerugian yang ditimbulkan dan lain-lain (PER.03/MEN/1998).

Dari informasi tersebut perlu dilakukan identifikasi penyebab kecelakaan kerja yang terjadi sehingga bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk perbaikan agar tidak terjadi kecelakaan yang sama. Sebagai salah satu perusahaan yang menjadikan SMK3 sebagai prioritas dalam proses bisnisnya, PT X selalu melakukan pencatatan atau pelaporan dari suatu insiden kecelakaan kerja yang terjadi. Dari laporan tersebut, PT X mengidentifikasi penyebab langsung dan penyebab tidak langsung yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja.

5.2

Konsep Kecelakaan Kerja

H.W. Heinrich merupakan salah satu tokoh yang memperkenalkan konsep terjadinya kecelakaan kerja yang dikenal dengan konsep efek domino. Efek domino menjelaskan bahwa kecelakaan kerja terjadi akibat hubungan sebab-akibat serta beberapa faktor penyebab kecelakaan kerja yang saling berhubungan satu sama lainnya sehingga menimbulkan kecelakaan kerja dan kerugian lainnya (H.W. Heinrich, 1950). Komponen-komponen yang diumpamakan sebagai kartu domino oleh Heinrich yaitu dimulai dari kondisi kerja, kelalaian manusia, tindakan tidak aman, kecelakaan dan cidera. Dari teori tersebut Heinrich lebih sering melimpahkan terjadinya kecelakaan karena perbuatan manusia. Selain itu Heinrich juga menyebut bahwa kecelakaan kerja yang berasal dari tindakan tidak aman sebesar 80% dan 20% berasal dari kondisi tidak aman (H.W. Heinrich, 1950).

Penyebab terjadinya kecelakaan kerja yang terjadi di beberapa Anak Perusahaan PT X dibagi menjadi dua, yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung berasal dari perilaku tidak aman dari pekerja dan kondisi lingkungan tempat pekerja bekerja, sementara untuk penyebab tidak langsung berasal dari faktor pribadi dan faktor pekerjaan. Dari hasil identifikasi penyebab kecelakaan kerja di beberapa Anak Perusahan PT X, penyebab kecelakaan kerja yang terjadi hampir sama dengan yang dijelaskan oleh Heinrich di dalam teorinya. Sebagian besar kecelakaan kerja yang terjadi berasal dari perilaku tidak aman dari pekerjanya.

5.3

Metode SCAT (Systematic Causal Analysis Technique)

Metode SCAT merupakan salah satu metode yang bisa digunakan untuk mengevaluasi dan menginvestigasi serta menentukan penyebab langsung maupun penyebab tidak langsung dari suatu kecelakaan kerja serta menyelidiki lemahnya sistem kontrol manajemen dengan menggunakan bagan SCAT. Metode SCAT dikembangkan oleh International Loss Control Institute (ILCI).

(27)

16 Dalam metode SCAT terdapat poin-poin yang menunjukkan penyebab langsung dan tidak langsung, maupun deskripsi potensi yang menyebabkan terjadinya insiden kecelakaan kerja. Prinsip dari metode SCAT yaitu berdasarkan pada lima langkah penyebab terjadinya kesalahan, seperti yang ada pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1SCAT Analysis

PT X menggunakan metode SCAT untuk mengidentifikasi penyebab langsung yang berasal dari perilaku tidak aman (unsafe act) dan kondisi tidak aman (unsafe condition) serta penyebab tidak langsung yang berasal dari faktor personal dan faktor pekerjaan. Dengan mengetahui penyebab langsung dan penyebab tidak langsung, PT X bisa menyusun upaya pengendalian untuk mencegah kecelakaan kerja agar tidak terulang kembali. Contoh analisis menggunakan metode SCAT bisa dilihat pada Lampiran 3.

5.4

Tingkatan Kecelakaan Kerja

Dalam mendukung teori kecelakaan kerja oleh Heinrich, diperkenalkanlah konsep piramida kecelakaan kerja. Prinsip piramida kecelakaan kerja yaitu sebagai gambaran statistik urutan rangkaian kegiatan sebab-akibat yang dimulai dari perilaku tidak aman dan kondisi tidak aman hingga menyebabkan timbulnya kematian korban jiwa.

Konsep piramida kecelakaan kerja yang disampaikan oleh Heinrich kemudian disempurnakan oleh Conoco Philips Marine. Dalam konsepnya, Conoco Philips Marine menjelaskan bahwa rasio kecelakaan kerja berasal dari 30.000 (tiga puluh ribu) kejadian unsafe act dan unsafe condition, dari 30.000 (tiga puluh ribu) kejadian unsafe act dan unsafe condition terdapat kemungkinan terjadinya 3.000 (tiga ribu) near miss; dari 3.000 (tiga ribu) near miss terdapat kemungkinan untuk terjadi 300 (tiga ratus) recordable injuries; dari 300 (tiga ratus) recordable injuries terdapat kemungkinan terjadi 30 (tiga puluh) lost workday case; dan dari 30 (tiga puluh) lost workday case terdapat kemungkinan terjadi 1 (satu) kejadian fatality. (ConocoPhilips Marine, 2003).

Gambar 5.2 Conoco Phillips Marine Safety Pyramid Basic Cause Description of Incident Category of contact that could have lead to the incident Immediate Cause Activity for a successful lost control program

1

30

300

3000

30000

Fatality

Lost workday

Recordable incident

Near miss

(28)

17 Piramida kecelakaan yang dikembangkan oleh Conoco Phillips Marine bisa dijadikan sebagai klasifikasi tingkatan kecelakaan kerja yang dimulai dari perilaku tidak aman dan kondisi tidak aman hingga mencapai fatality (kematian). Berikut ini merupakan penjelasan tingkatan cidera akibat kecelakaan kerja yaitu:

Fatality (kematian) merupakan kasus kecelakaan kerja yang menimbulkan kematian bagi pekerjanya. Cidera ini merupakan tingkatan yang paling tinggi karena berhubungan dengan nyawa manusia.

Lost time injury merupakan kasus kecelakaan kerja dimana pekerja mengalami kecelakaan kerja dan menyebabkan kehilangan hari dalam bekerja.

Restricted treatment case merupakan kasus kecelakaan kerja dimana pekerja tidak bisa mengerjakan tugasnya secara penuh, pekerja tersebut akan dipindahtugaskan ke tempat lainnya atau melakukan pekerjaan yang sama tetapi tidak secara penuh.

Medical treatment case merupakan kasus kecelakaan kerja yang memerlukan penanganan khusus dari tenaga medis professional seperti dokter atau paramedis. Kategori untuk perawatan medis, yaitu terganggunya fungsi tubuh, berakibat rusaknya struktur fisik dan berakibat komplikasi luka yang memerlukan perawatan medis lanjutan.

First aid merupakan suatu kecelakaan kerja yang hanya membutuhkan tindakan terhadap luka kecil yang tidak memerlukan perawatan medis, meskipun pertolongan pertama dilakukan oleh bantuan dokter maupun paramedis.

Near miss merupakan keadaan yang terjadi dimana pekerja hampir mengalami kecelakaan kerja.

Unsafe Act and Condition merupakan kondisi dimana para pekerja dan lingkungan pekerja bisa menimbulkan terjadinya kecelakaan kerja.

Dari data laporan kecelakaan kerja yang diterima selama triwulan awal tahun 2019 terdapat 10 kejadian kecelakaan kerja yang terjadi di beberapa Anak Perusahaan PT X. Kecelakaan kerja yang terjadi terdiri dari berbagai macam kejadian yaitu cedera jari tangan saat memasak, cedera jari tangan akibat tergores saat mencuci piring, terkena pecahan mata berinda, luka robek akibat terjepit di RIG, terjatuh dari pipe rack, cedera mata akibat masuknya benda asing, cedera akibat ledakan mesin boiler, cedera sendi akibat terjatuh dari dek kapal, cedera sendi akibat salah berpijak dan diserang oleh hewan liar.

Kejadian kecelakaan kerja yang berupa cedera jari tangan saat memasak, cedera jari tangan akibat tergores saat mencuci piring, terkena pecahan mata berinda, luka robek akibat terjepit di RIG, terjatuh dari pipe rack, cedera mata akibat masuknya benda asing dan cedera akibat ledakan mesin boiler termasuk kedalam klasifikasi kecelakaan kerja tingkat Medical treatment case. Dari kecelakaan tersebut korban harus dibawa ke rumah sakit dan memerlukan pertolongan dari medis atau dokter. Sementara untuk kejadian kecelakaan kerja yang berupa cedera sendi akibat terjatuh dari dek kapal, cedera sendi akibat salah berpijak dan diserang oleh hewan liar termasuk kedalam klasifikasi kecelakaan kerja tingkat Restricted treatment case, karena korban dari kecelakaan kerja tidak bisa melaksanakan tugas yang biasa dilakukan secara penuh sehingga bisa dipindahtugaskan ke tempat yang lebih ringan pekerjaannya.

(29)
(30)

18

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Sebagai perusahaan yang memiliki risiko kegiatan yang cukup tinggi, PT X sangat berfokus pada pemenuhan aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). PT X juga telah memenuhi beberapa kewajibannya yaitu melakukan pengukuran kinerja K3. Pengukuran kinerja K3 dilakukan dengan mencatat setiap insiden kecelakaan kerja yang terjadi untuk dijadikan sebagai bahan evaluasi tindakan pencegahan kedepannya. Kecelakaan kerja yang terjadi di beberapa Anak Perusahaan PT X dicatat, diidentifikasi dan dievaluasi untuk mengetahui penyebab kejadian kecelakaan kerja. Dalam mengidentifikasi penyebab kecelakaan kerja yang terjadi di Anak Perusahaan PT X digunakan metode SCAT (Systematic Causal Analysis Technique). Metode tersebut berguna untuk mengidentifikasi akar permasalahan dari suatu insiden kecelakaan kerja. Hasil identifikasi dari kasus kecelakaan kerja ditemukan bahwa penyebab kejadian kecelakaan kerja dibagi menjadi penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung yang berasal dari perilaku tidak aman sebanyak 33 temuan sementara penyebab langsung yang berasal dari kondisi tidak aman sebanyak 9 temuan. Penyebab tidak langsung kecelakaan kerja, ditemukan sebanyak 27 temuan yang berasal dari faktor pribadi dan 21 temuan berasal dari faktor pekerjaan ataupun sistem. Dari kejadian kecelakaan kerja disebutkan bahwa penyebab langsung kecelakaan kerja sebagian besar bermula dari perilaku dan kondisi tidak aman yang dilakukan oleh pekerja seperti perilaku yang tidak sesuai, kegagalan menggunakan APD sebagaimana mestinya, kegagalan mendeteksi atau mengambil tindakan, peralatan yang tidak sesuai, dan lain lain. Sementara untuk penyebab tidak langsung atau dasar sebagian besar terjadi karena faktor pribadi dan faktor pekerjaan seperti kurangnya pengetahuan, motivasi yang tidak tepat, kurangnya faktor kepemimpinan/supervisi, pengawasan/coaching yang tidak memadai dan lain-lain.

(31)

19

5.2 Saran

Dari kejadian kecelakaan kerja yang terjadi terdapat beberapa rekomendasi yang bisa dilakukan sebagai upaya pengendalian kecelakaan kerja agar tidak terjadi kecelakaan yang sama terulang kembali yaitu sebagai berikut:

Tabel 5.1 Rekomendasi Perbaikan dari Insiden Kecelakaan Kerja

No. Faktor Penyebab Perihal Rekomendasi

1. Perilaku tidak aman

• Kegagalan mengikuti prosedur kerja

• Kegagalan mengidentifikasi bahaya

• Kegagalan menggunakan APD sebagaimana mestinya • Gagal memberikan peringatan • Perilaku yang tidak sesuai

• Membuat program pelatihan dasar kepada para pekerja di kurun waktu tertentu, agar para pekerja dapat mengingat kembali dampak dan risiko dari pekerjaan yang dilakukan.

• Memberikan arahan kepada pekerja sebelum melakukan pekerjaan.

• Memberikan penghargaan untuk pekerja yang melakukan pekerjaan dengan baik dan aman.

• Memberikan konsekuensi atau teguran kepada pekerja yang melakukan pelanggaran kerja.

• Menanamkan budaya K3 kepada seluruh pekerja

• Mengganti peralatan kerja yang tidak sesuai

2. Kondisi tidak aman

• Kegagalan

mendeteksi/mengambil tindakan

• Peralatan yang rusak • Pengaman/pelindung yang

tidak memadai

• Peralatan yang tidak sesuai • Integritas peralatan yang tidak

sesuai

3 Faktor personal

• Kurang pengetahuan • Motivasi yang tidak tepat • Kemampuan

mental/psikologis tidak memadai

• Tekanan psikologi atau mental

• Memberikan arahan kepada pekerja sebelum melakukan pekerjaan.

• Melakukan pengawasan terhadap pekerja yang melakukan kerja yang memiliki risiko kecelakaan yang tinggi • Melakukan audit peralatan untuk

mengganti peralatan yang kurang memadai

• Melakukan audit SMK3 dalam kurun waktu tertentu 4. Faktor pekerjaan • Kurangnya faktor Kepemimpinan/supervisi • Pengawasan/coaching tidak memadai

• Perlengkapan / Mesin yang tidak memadai

• Pengelolaan proyek dan engineering yang tidak memadai

• Perencanaan bisnis yang tidak memadai

(32)

20

DAFTAR PUSTAKA

Alrasyid, Harun. 2018. Laporan Analisis Investigasi Kecelakaan Kerja (SCAT Method). Diakses dari https://www.academia.edu/3223958/Laporan_Analisis_Investigasi_Kecelakaan_Kerja_SCA T_Method_

Anonim. 2015. Fakta Mengejutkan Teori Domino Heinrich Tentang Kecelakaan Kerja . Diakses dari

https://www.safetysign.co.id/news/159/Fakta-Mengejutkan-Teori-Domino-Heinrich-Tentang-Kecelakaan-Kerja.

Anonim. 2017. Piramida Safety, Hal Dasar Yang Harus Diketahui Safety Officer Dan Supervisor. Diakses dari https://pelatihank3terbaru.wordpress.com/2017/01/25/piramida-safety-hal-dasar-yang-harus-di-ketahui-safety-officer-dan-supervisor/.

Bernadagda, Fidelis Abid. 2018. Laporan Kerja Praktik Di PT. Intan Sejati Klaten Keamanan Kesehatan Keselamatan. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

ConocoPhillips Marine: Safety Pyramid based on a study, April 2003

Gunawan, F.A., dan Waluyo. 2015. Risk Based Behavioral Safety. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Heinrich, H. W. (1950). Industrial Accident Prevention (3rd ed.). New York: McGraw Hill.

Hutasoit, Eva Olivia. 2016. Analisis Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek Pembangunan Jembatan THP Kenjeran Surabaya. ITS.

Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 3 Tahun 1998. tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan

Pranestiwi, Kunti. 2012. Evaluasi Pelaksanaan Inspeksi Keselamatan Kerja Di PT Pertamina (PERSERO) Refinery Unit IV Cilacap. Universitas Sebelas Maret.

PT Pertamina (Persero). (2018). Laporan Tahunan Pertamina 2018. Diakses dari https://www.pertamina.com/Media/File/20190814-AR-Pertamina-18-IN.pdf

PT Pertamina (Persero). (2018). Sustainability Report 2018. Diakses dari https://www.pertamina.com/Media/File/SR_PERTAMINA_2018_ENG_FINAL.pdf

PT Pertamina (Persero). (2018). Pedoman Pengelolaan Kinerja HSSE di Lingkungan Direktorat Hulu.

Sumandoyo, Arbi. 2013. Kronologi 5 Pekerja Tewas di Proyek Gedung Manhattan. Diakses dari

https://www.merdeka.com/peristiwa/kronologi-5-pekerja-tewas-di-proyek-gedung-manhattan.html

Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Widianto, Satrio. 2019. Kecelakaan Kerja 2018 Mencapai 173.105 Kasus. Diakses dari https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2019/01/15/kecelakaan-kerja-2018-mencapai-173105-kasus.

(33)

LAMPIRAN

Lampiran 1.Daftar Penyebab Kecelakaan Kerja Yang Berasal dari Periaku Tidak Aman dan Kondisi Tidak Aman

Kegagalan mengikuti prosedur/instruksi kerja 3

Posisi kerja yang tidak layak 1

Kegagalan mengidentifikasi bahaya 4

Kegagalan melakukan pengamanan 1

Kegagalan menggunakan APD sebagaimana mestinya 5

Gagal memberikan peringatan 3

Memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi 0

Pengangkatan yang tidak sesuai 2

Mengoperasikan peralatan tidak semestinya 2

Menggunakan peralatan yang cacat 2

Penempatan yang tidak layak 2

Perilaku yang tidak sesuai 6

Mengoperasikan peralatan tanpa wewenang 0

Membuat peralatan keselamatan tidak berfungsi 0

Menggunakan material yang tidak tepat 1

Beroperasi pada kecepatan yang tidak semestinya 1

Pembebanan yang tidak semestinya 0

Dalam pengaruh alkohol/obat/Narkoba 0

Perilaku substandard yang dilakukan pihak ekternal (diluar kendali internal)0

Gagal melakukan pemeriksaan / monitoring 0

Lainnya 0

Prilaku Tidak Aman

Housekeeping yang tidak baik 0

Ruang gerak yang terbatas 0

APD yang tidak sesuai 0

Kondisi/lingkungan kerja yang berbahaya 0

Kegagalan mendeteksi/mengambil tindakan 2

Kondisi lantai kerja yang tidak sesuai 0

Mode/system operasi yang tidak memadai 0

Cuaca buruk, Terpapar kondisi cuaca buruk 0

Peralatan yang rusak 1

Pengaman/pelindung yang tidak memadai 1

Informasi tidak memadai 0

Peralatan yang tidak sesuai 2

Integritas peralatan yang tidak sesuai 1

Pencahayaan yang kurang/berlebih 0

Ventilasi yang tidak memadai 0

Bahaya dari sumber external 0

Pengukuran/konversi sinyal yang tidak tepat 0

Material yang tidak tepat 0

Komposisi material/gas yang tidak tepat 0

Sistem peringatan yang tidak memadai 1

Munculnya gas mudah terbakar/meledak 1

Munculnya bahan berbahaya yang tidak dikehendaki 0

Terpapar suara bising 0

Terpapar bahaya radiasi 0

Terpapar bahaya getaran 0

Terpapar temperature ekstrim 0

Terpapar tekanan ekstrim 0

Lainnya 0

(34)

Lampiran 2. Daftar Penyebab Kecelakaan Kerja Yang Berasal dari Faktor Personal dan Faktor Pekerjaan

Kurang pengetahuan 12

Motivasi yang tidak tepat 5

Kurang terampil 4

Tekanan fisik 0

Kemampuan mental/psikologis tidak memadai. 3

Kemampuan fisik/fisiologis tidak memadai 0

Tekanan psikologi atau mental 3

Personal Factor

Kurangnya faktor Kepemimpinan/supervisi 5

Pengawasan/coaching tidak memadai 5

Perlengkapan / Mesin yang tidak memadai 5

Pemakaian yang berlebihan 0

Inspeksi dan pemeliharaan tidak memadai 0

Pengelolaan proyek dan engineering yang tidak memadai 3

Perubahan yang tidak tepat /tidak memadai 0

Perencanaan bisnis yang tidak memadai 2

Produk yang tidak memadai 0

Struktur Organisasi yang tidak jelas 0

Sistem pembelian tidak memadai 0

(35)

Lampiran 3. Contoh Analisis Kecelakaan Kerja Dengan Metode SCAT

Merdeka.com

-

Diduga kehabisan oksigen, lima orang pekerja tewas di lubang septictank proyek pembangunan gedung The Manhattan Square di

Jalan TB Simatupang Kav I.S, Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Selain lima pekerja tewas, dua orang pekerja juga kritis dan saat

ini sedang menjalani perawatan di RS Mintohardjo. Berikut kronologi kecelakaan kerja tersebut yang dihimpun merdeka.com dari saksi mata di

lokasi kejadian :

Pukul 10.00 WIB

Salah seorang pekerja sedang membersihkan basement di lokasi kejadian. Namun saat sedang membersihkan, pekerja tersebut tiba-tiba saja

pingsan dan jatuh terjeblok ke dalam tanki septik. Melihat hal tersebut, satu pekerja lain mencoba menolong korban, namun malah juga

ikut pingsan. Disusul kemudian pekerja lainnya melakukan pertolongan, namun hingga ikut terjebak di dalam lubang nahas tersebut, hingga

akhirnya sebanyak enam orang pekerja terjebak di dalam lubang tanki septik dengan kondisi pingsan

Pukul 10.20 WIB

Melihat enam orang terjebak, kemudian pekerja lainnya mencoba menolong. Namun satu orang dijetahui juga ikut terjebak.

Pukul 10.30 WIB

Melihat kejadian itu, tim penolong dari Waskita Karya yang menangani proyek tersebut langsung menolong dengan

bantuan masker oksigen untuk dievakuasi dari dalam lubang. Selanjutnya satu-persatu korban dibawa ke RS Marinir Cilandak dengan

menggunakan mobil pribadi dan dikeluarkan lewat pintu yang ada di samping kanan.

(36)

Berdasarkan kronologi kejadian diatas, kemudian kita lakukan analisis SCAT menggunakan tabel berikut untuk mengetahui penyebab terjadinya kecelakaan kerja.

Description of Incident

Terjadi peristiwa keracunan gas yang dihasilkan dari septictank

Category of contact that could have lead

to the incident

Kontak dengan gas beracun yang berasal dari septictank

Immediate Cause Perilaku Tidak Aman: Gagal untuk

mengidentifikasi bahaya, gagal menggunakan pengaman Kondisi Tidak Aman:

Kondisi lingkungan yang berbahaya Basic Cause Faktor Personal: Kurangnya pengetahuan pekerja Faktor Pekerjaan: Kurangnya pengawasan Activity for a successful lost control

program Membawa gas detector, menggunakan

blower yang sesuai, menggunakan body

(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)

Gambar

Tabel 3.1 Kegiatan Kerja Praktik ......................................................................................................
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Direktorat Hulu Pertamina  (Sumber: HSSE Direktorat Hulu)
Tabel 3.1 Kegiatan Kerja Praktik
Gambar 4.1 menunjukkan penyebab langsung insiden kecelakaan kerja, dan didapatkan hasil bahwa  dari  10  (sepuluh)  kejadian  recordable  incident  yang  terjadi  selama  awal  tahun  2019,  terdapat  42  (empat puluh dua) temuan penyebab langsung
+6

Referensi

Dokumen terkait

kejadian bencana alam tanah longsor di Cililin, Kabupaten Bandung, Jawa. Barat Tanggal 21 April

Produksi Film Pendek “In Solo” Berbasis Multimedia diharapkan dapat menjadi referensi dan informasi dalam memproduksi sinema atau film, sebagai suatu bukti penerapan ilmu

Perubahan persepsi terhadap warna maskulin menyebabkan warna pink kehilangan bentuk pemaknaan, selain disebabkan dominasi warna baru maskulin, terdapat pengaruh yang kuat dari

Ilmu merupakan pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Semua pernyataan ilmiah adalah sesuai faktual. Pengujian secara empiris merupakan salah satu mata rantai dalam metode

Strategi Bauran Pemasaran sudah cukup diketahui dan dimengerti oleh pelaku usaha industri batik bomba, mereka sudah menerapkan bauran pemasaran dalam upaya

inkonsistensi dengan cara mengukur instrumen pertanyaan yang akan diajukan dalam kuesioner. 3) Pihak yang memberikan penilaian perlu memiliki pengetahuan yang cukup

Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa ada kecendurungan peningkatan nilai kalor pada prosentase dengan variasi campuran 40% serbuk kayu gergajian dan 60% serbuk daun kayu

permohonan dengan kondisi yang serupa dengan permohonan yang diajuka oleh Penggugat, maka Majelis Hakim berpendapat tidak terjadi perlakuan diskriminatif oleh