• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep dulia dalam perspektif Thomas Aquinas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Konsep dulia dalam perspektif Thomas Aquinas"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Tradisi agama Katolik mengenal dua istilah untuk membedakan tindakan penghormatan, yaitu latria dan dulia, yang didasarkan dari tulisan Agustinus Hippo1. Latria (λατρεία) merupakan penghormatan khusus kepada Allah, dan dulia (δουλεία) merupakan penghormatan kepada orang-orang kudus. Dulia sendiri bisa diaplikasikan dalam dua kondisi: pertama untuk menghormati semua manusia karena mereka memiliki nilai secara intrinsik; dan kedua, menghormati secara lebih seseorang karena kebaikan, kebijaksanaan dan kekudusan mereka melebihi manusia pada umumnya.2 Bagi aliran protestanisme, dulia adalah praktik yang ditentang, meskipun pada awalnya masih dilakukan oleh Martin Luther. Salah satu penolakan awal dari konsep dulia tercatat pada 39 Artikel Pengakuan Iman Gereja Anglikan Inggris. Dalam dokumen itu, dulia bersama dengan doktrin Katolik Roma lainnya tentang purgatorium dan pengampunan dosa dianggap sebagai "suatu hal yang digilai, diciptakan dengan sia-sia, dan tidak didasarkan pada kepastian Alkitab, melainkan bertentangan dengan Firman Allah" 3. Contoh pernyataan sikap tersebut masih berlanjut sampai sekarang di dalam berbagai denominasi Gereja, dan

1 Bdk. Agustinus, The City of God, diterjemahkan oleh Marcus Dods dalam From Nicene and

Post-Nicene Fathers, First Series, Vol. 2. editor Philip Schaff, direvisi oleh Kevin Knight, Buffalo, Christian Literature Publishing Co., New York, 1887, Buku X, Bab 2.

2 Bdk. Peter Kreeft, Practical Theology: Spiritual Direction from St. Thomas Aquinas, Ignatius Press, San Francisco 2014, 220.

3The Romish Doctrine concerning Purgatory, Pardons, Worshipping, and Adoration, as well of

Images as of Reliques, and also invocation of Saints, is a fond thing vainly invented, and grounded upon no warranty of Scripture, but rather repugnant to the Word of God.” Bdk. Articles of Religion, dalam The Book of Common Prayer, Cambridge University, Cambridge 1571, Artikel XXII.

(2)

2 cukup mempengaruhi umat Katolik terutama mereka yang belum memahami konsep dulia.

Apakah dulia dapat kita pahami secara rasional? Tulisan ini pertama-tama ingin memahami konsep dulia dalam konteks filsafat. Dulia pada dasarnya adalah tindakan menghormati orang lain. Tindakan menghormati sebenarnya telah kita lakukan sejak dahulu kala sebagai manusia. Penghormatan kepada mereka yang lebih tua dari kita misalnya, atau penghormatan kepada para raja dan aparatur sebuah negara. Dulia sangat penting, sama pentingnya dengan konsep kehormatan itu sendiri. Tanpa suatu tindakan menghormati, maka kita tidak akan bisa membahas tentang kehormatan. Oleh sebab itu, penulis melihat banyak pemahaman berharga yang dapat digali dari sebuah tindakan menghormati yang kita sebut dengan dulia.

Dulia juga merupakan tema yang mendesak, ketika pemahaman rasional terhadapnya diperlukan untuk membuka dialog sosial terhadap pihak-pihak yang masih terjebak dalam ketidaksepahaman tentang kehormatan, misalnya di dalam umat beragama yang marak dengan radikalisme dan fanatisme. Pembahasan secara rasional dan jernih tentang dulia diharapkan dapat memberikan bekal bagi kita dalam berdialog dengan berbagai pemeluk agama, dengan pemerintah untuk mencari suatu solusi perdamaian, bahkan dengan aliran berpikir yang tidak mengakui adanya Tuhan.

Semua orang menginginkan kehormatan dalam taraf tertentu; dihormati sebagai seorang suami atau istri, sebagai guru, sebagai seorang juara dalam lomba

(3)

3 melukis, sebagai seorang sahabat, atau sebagai seorang manusia. Kehormatan adalah salah satu kebutuhan dalam hidup, dan merupakan salah satu hak asasi kita sebagai manusia. Kehormatan membuat hidup semakin berharga, entah secara pribadi maupun bagi keluarga dan masyarakat. Di beberapa negara seperti Jepang, kehormatan adalah hal yang sangat penting, bahkan dijaga dengan taruhan nyawa mereka. Negara Indonesia pun mengakui pentingnya kehormatan, bahkan mengaturnya dalam undang-undang perlindungan nama baik untuk menjamin kehormatan setiap warga negaranya4. Setiap negara ingin mendidik warga negaranya untuk bisa saling menghormati.

Kehormatan diinginkan karena mengandung sesuatu yang berharga. Aristoteles mengatakan bahwa kehormatan merupakan hadiah dari keutamaan dan kebaikan5. Kehormatan adalah suatu pengakuan atas kebenaran, kebaikan dan keindahan yang dimiliki oleh orang yang dihormati. Seorang guru yang mengajarkan kebenaran akan dihormati murid-muridnya; seorang pemimpin yang dapat diandalkan akan dihormati bawahannya; seorang penyanyi dengan suara yang sangat indah akan dihormati penggemar-penggemarnya. Meski demikian, nilai kehormatan tidak dimiliki oleh guru, pemimpin, ataupun penyanyi tersebut secara langsung. Kehormatan tidak berasal dari dalam diri kita, melainkan muncul dari pikiran orang lain.6 Seorang guru tidak akan memiliki kehormatan tanpa muridnya, atau seorang pemimpin tanpa bawahannya, dan seorang penyanyi tanpa

4 Negara menjamin kehormatan warga negaranya dengan adanya peraturan dalam Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 310 sampai dengan 321, juga Pasal 27 pada Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE).

5 “...for honour is the prize of virtue and of beneficence.” Bdk. Aristoteles, Nicomachean Ethics, diterjemahkan oleh W.D. Ross, Clarendon Press, Oxford 1908, Buku VII – 14.

(4)

4 penggemarnya. Oleh sebab itu, kehormatan seseorang tidak mungkin terlepas dari tindakan menghormati orang lain.

Tindakan menghormati juga diakui dan dianggap sebagai tindakan yang beradab oleh semua orang. Dalam budaya Indonesia, saling menghormati adalah salah karakter bangsa yang diunggulkan. Para orang tua kita telah menanamkan konsep menghormati pada anak-anaknya sejak dini: lewat pengucapan salam, gestur salim7, dan kesopanan pada orang yang lebih tua. Pengenalan akan sikap hormat semakin meluas ketika anak-anak memasuki tahap sekolah, lewat hormat kepada guru (mis. dengan menyalami guru sebelum masuk ke dalam kelas), teman-teman (mis. mengakui prestasi teman-teman sekelas dengan adanya sistem ranking atau penghargaan lomba), maupun bangsa dan negara (mis. dengan melaksanakan upacara bendera).

Ada banyak cara dan alasan untuk menghormati, seperti halnya banyak cara dan alasan untuk dihormati. Demikian pula, banyak alasan yang salah untuk menghormati, seperti halnya banyak alasan yang salah untuk dihormati. Hal ini dikarenakan masing-masing orang memiliki konsep yang berbeda tentang kehormatan. Seringkali konsep kita akan kehormatan dikaburkan oleh kepentingan praktis akan ekonomi, kekuasaan, maupun popularitas. Misalnya pada seorang koruptor yang menuntut untuk dihormati karena dia memiliki posisi yang penting, bahkan ketika dia tertangkap basah melakukan korupsi; seorang pembunuh

7 Mencium tangan orang tua.

(5)

5 berdarah dingin yang dihormati oleh sesama napi di dalam penjara karena takut; atau para pelaku bom teroris yang dihormati karena dianggap membela agama.

Oleh sebab itu, penulis merasa perlu untuk mempelajari lebih lanjut tindakan menghormati orang lain atau dulia. Dalam mendalami konsep dulia penulis memilih untuk mempelajari karya yang ditulis oleh Thomas Aquinas (1225-1274). Beliau merupakan salah satu tokoh pemikir Abad Pertengahan yang terkenal dalam Tradisi Gereja Katolik karena mampu menjembatani rasio dan iman. Struktur pemikiran Thomas Aquinas cukup tertata dan jelas, serta mampu memberikan gambaran akan keterhubungan realitas yang ada. Meskipun secara umum bertema teologi, karya Thomas memperhitungkan pikiran para pemikir besar filsafat sebelumnya seperti Aristoteles dan Plato. Sampai saat ini, tulisan Thomas Aquinas masih menginspirasi pemikiran filsafat di jaman sekarang ini. Di dalam Gereja Katolik, Thomas Aquinas dihormati sebagai salah satu orang kudus.

Penulisan skripsi ini akan berusaha mendalami pertanyaan dan jawaban seputar konsep dulia dari Thomas Aquinas yang terdapat dalam tulisannya Summa Theologica IIa-IIae (pertanyaan no. 103). Di dalam buku tersebut, teolog dan filsuf dari abad pertengahan ini mempertanyakan dan menjawab beberapa hal seputar dulia dalam relasinya dengan iman dan akal budi. Penulis berharap untuk memahami konsep dulia secara rasional tentang konsep dulia melalui tulisan ini. Semoga melalui keunikan cara berpikir Thomas, kita akan memiliki pendasaran rasional yang tepat akan tindakan menghormati orang lain, khususnya dalam menghormati para pahlawan dan orang-orang kudus.

(6)

6 1. 2. RUMUSAN MASALAH

Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengangkat sebuah pertanyaan mendasar; “Apakah konsep dulia menurut Thomas Aquinas?” Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka penulis akan mencari pemahaman dulia dalam buku karya Thomas Aquinas: Summa Theologica Secunda Secundae, khususnya pada pertanyaan 103, permasalahan mendasar yang ada di dalam konsep dulia, keterkaitannya dengan konsep keutamaan dan keadilan, serta relevansinya di zaman sekarang.

Pembahasan khusus tentang dulia dalam karya Thomas Aquinas sendiri memang agak terbatas, karena hanya dibahas dalam satu bagian yang dinamakan quaestiones atau pertanyaan dengan empat artikel sebagai sub-bagiannya. Meski demikian, tema dulia ini terhubung dengan berbagai konsep lainnya yang tersebar dalam keseluruhan buku Summa Theologica. Oleh sebab itu, karya ini akan berusaha menyusun suatu pembahasan yang sistematis dan holistik tentang konsep dulia menurut Thomas Aquinas.

1.3. TUJUAN PENULISAN

Skripsi yang berjudul “Konsep Dulia Dalam Perspektif Thomas Aquinas” ini ditulis dengan tujuan untuk menjawab pertanyaan di atas akan konsep dulia menurut Thomas Aquinas yang tertuang dalam karyanya Summa Theologica Secunda Secundae, Pertanyaan 103. Selain itu, skripsi ini juga bertujuan untuk memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan Program Strata Satu di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala, Surabaya.

(7)

7 1.4. METODE PENULISAN

Penulis akan melakukan studi pustaka terhadap karya asli Thomas Aquinas dan beberapa tulisan pendukung lainnya untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Secara khusus, karya Thomas Aquinas yang akan menjadi objek materi pembahasan adalah buku Summa Theologica Secunda Secundae, pertanyaan 103. Beberapa tulisan pendukung yang akan digunakan adalah buku, jurnal-jurnal ilmiah yang membahas tentang Thomas Aquinas, serta buku-buku dan skripsi yang membahas tentang dulia, kehormatan, ataupun keadilan.

Objek forma dari penulisan ini merupakan filsafat etika. Penelurusan objek materi dilakukan melalui metode hermeneutika atas teks. Dalam hal memahami teks penulis menggunakan beberapa unsur metodis dari metode hermeneutika Schleiermacher, yaitu: interpretasi, kesinambungan historis, komparasi, dan deskriptif. Lewat metode hermeneutika penulis berharap dapat menginterpretasi pemikiran etika Thomas Aquinas dalam konteks zamannya. Selain itu, penulis juga akan menggunakan buku referensi sekunder lainnya sebagai perbandingan akan interpretasi yang benar akan pemikiran Thomas Aquinas.

1.5. TINJAUAN PUSTAKA

Karya tulis ini menggunakan buku Summa Theologica dari Thomas Aquinas yang diterjemahkan oleh Fathers of the English Dominican Province dari bahasa latin ke bahasa Inggris, terbitan Ave Maria Press, Notre Dame pada tahun 1948, khususnya seri yang ketiga yang dinamakan Secunda Secundae. Secara keseluruhan, Summa Theologica adalah karya yang ingin menjelaskan iman

(8)

8 Kristiani secara sistematis dan rasional pada zaman Abad Pertengahan. Secunda Secundae sendiri mencoba menjabarkan konsep keutamaan sebagai cara untuk menyempurnakan kehendak manusia dalam mengejar tujuan akhirnya, yaitu kebahagiaan. Pada buku ini Thomas menjelaskan keutamaan teologis yang terdiri atas tiga: iman, harapan dan kasih; dan keutamaan moral yang terdiri atas kebijaksanaan, keadilan, keteguhan dan pengendalian diri. Dulia sendiri dibahas sebagai salah satu jenis keutamaan keadilan. Jika keadilan selalu memberi apa yang seharusnya milik orang lain, maka dulia merupakan keutamaan yang selalu memberi kehormatan kepada orang yang pantas untuk dihormati.

Tema keutamaan dari Thomas semakin diperjelas melalui buku The Virtues, or The Examined Life yang ditulis oleh Romanus Cessario, terbitan Continuum, Jerman pada tahun 2002. Buku ini mengomentari karya Thomas Aquinas khususnya tentang tema keutamaan yang dilakukan dengan sudut pandang Kristiani. Cessario memadukan apa yang dia pahami dalam Summa Theologica dengan doktrin dan ajaran Gereja di zaman modern ini. Buku ini juga menggunakan pembagian keutamaan yang sama dengan Thomas Aquinas pada Secunda Secundae dalam penjelasannya, sehingga memudahkan penulis untuk mencari dan memahami beberapa hal yang perlu diperdalam seperti konsep keadilan dari Thomas dan konsep dulia secara khusus. Cessario mencatat bahwa dalam pengajaran tradisi Kristiani, dulia adalah keutamaan yang mengembangkan sikap-sikap seperti pemujaan, kerendahan hati, pengabdian, ketakutan karena hormat, rasa syukur.

(9)

9 Buku Aquinas 101 karangan Francis Selman juga merupakan salah satu dari sekian buku yang memberi masukan luas tentang filsafat Thomas Aquinas. Bagi Selman, keadilan dan kasih adalah dua keutamaan yang mirip; jika keadilan memperhatikan kebaikan orang lain, maka kasih ‘mencintai’ orang lain. Karena itu, sepertinya dulia yang memberikan kehormatan kepada orang lain karena keadilan bisa menjadi semakin sempurna ketika bisa memberikan kehormatan karena cinta. Selain itu, penulis juga menggunakan beberapa artikel di internet seperti tulisan dari Shawn Floyd, Thomas Aquinas: Moral Philosophy, di situs The Internet Encyclopedia of Philosophy; dan Aquinas Beale, The Honor of Seeking God: St. Thomas and Human Dignity sebagai rujukan untuk mengetahui bagian-bagian mana dalam Summa Theologica yang bisa mendukung pemahaman tentang dulia. 1.6. SKEMA PENULISAN

Karya tulis ini terbagi menjadi lima bab. Bab I adalah pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan penulisan, metode yang akan digunakan di dalam penulisan skripsi ini, dan skema penulisan. Bab II berisi tentang biografi singkat dan pemikiran umum dari Thomas Aquinas. Pada bab ini akan termuat juga pengaruh tokoh-tokoh, baik keluarga, sahabat dan pemikir sebelumnya yang mempengaruhi Thomas Aquinas, juga sekilas tentang buku Summa Theologica, dan dasar-dasar pemikiran Thomas yang melandasi karya-karyanya. Bab III merupakan pembahasan yang berisi tentang pandangan dari Thomas Aquinas mengenai dulia di dalam karyanya Summa Theologica Secunda Secundae, pertanyaan 103, keterkaitannya dengan keadilan dan keutamaan, serta perbandingannya dengan latria, kesalehan (piety), devosi, dan ketaatan

(10)

10 (observance). Bab IV berisi kesimpulan yang memuat inti dari setiap bagian yang telah diulas secara rinci pada bab sebelumnya serta beberapa relevansi praktis untuk zaman ini.

Berikut adalah penjabaran skema penulisan tersebut:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan 1.4 Metode Penulisan 1.5 Tinjauan Pustaka 1.6 Skema Penulisan

BAB II MENGENAL THOMAS AQUINAS

2.1 Pengantar

2.2 Biografi Singkat Dari Thomas 2.3 Konteks Summa Theologica

2.3.1 Gambaran Umum Summa Theologica 2.3.2 Bagaimana Summa Theologica Ditulis 2.4 Thomas dan Latar Belakang Pemikirannya

(11)

11 2.4.2 Konsep Manusia

2.4.3 Jiwa Manusia

BAB III DULIA DALAM PERSPEKTIF KEUTAMAAN THOMAS AQUINAS

3.1 Konsep Keutamaan

3.1.1 Keutamaan Intelektual, Moral, dan Teologis 3.1.2 Empat Keutamaan Utama Moral

3.1.2.1Keutamaan Kebijaksanaan 3.1.2.2Keutamaan Pengendalian Diri 3.1.2.3Keutamaan Keteguhan 3.1.2.4Keutamaan Keadilan 3.2 Bagian ‘Quasi-integral’ dari Keadilan

3.2.1 Keutamaan Keadilan Secara Umum 3.2.2 Bagian ‘Quasi-integral’ Keadilan

3.2.2.1Keutamaan Agama 3.2.2.2Keutamaan Kesalehan 3.2.2.3Keutamaan Ketaatan

(12)

12 3.3 Keutamaan Dulia

3.3.1 Empat Hal di Dalam Tindakan Penghormatan Yang Adil 3.3.1.1Pihak yang Memberikan Penghormatan

3.3.1.2Pihak yang Dihormati 3.3.1.3Alasan untuk Menghormati

3.3.2 Tindakan Penghormatan Dulia yang Tepat 3.3.3 Pelanggaran Terhadap Dulia

BAB IV KESIMPULAN DAN CATATAN KRITIS

4.1 Kesimpulan 4.2 Catatan Kritis 4.3 Relevansi

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat pengetahuan remaja disabilitas (tuna daksa) tentang organ reproduksi sebelum diberi pendidikan seks sesuai dengan tabel 4.1 sebagian besar responden dalam

Dengan demikian, secara konseptual model SKK untuk pendidikan kesetaraan merupakan turunan ( derivasi ) dari sistem atau sks di perguruan tinggi, sistem syarat kecakapan umum dan

Merujuk Parasuraman (2000), TRI digunakan untuk mengukur kesiapan pengguna dalam menggunakan teknologi baru dengan indikator empat variabel kepribadian yaitu: (1) optimism

Saran yang perlu dilakukan dari penelitian ini yaitu identifikasi senyawa aktif dari ekstrak etanol daun keladi tikus (Typhonium flagelliforme), kemangi (Ocimum sanctum L), dan

Program Software / Non Fisik pada pengembangan infrstruktur Bidang Cipta Karya di entitas regional sebagai berikut:.. 

Di antara muridnya Raden Paku yang kemudian terkenal dengan sebutan Sunan Giri, Raden Fatah (Raden Fatah, putera Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit) yang kemudian menjadi

(2) Dalam hal terdapat kekeliruan dan/atau kesalahan atas laporan BMPD yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia, BPRS wajib menyampaikan koreksi atas laporan BMPD

Berdasarkan spesifikasi desain yang telah ditetapkan dan dengan memperhatikan fungsi utama peralatan yang sedang didesain, dibuat beberapa konsep penyelesaian masalah yang