• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDISKRIPSIKAN HAKIKAT NORMA YANG BERLAKU DALAM MASYARAKAT MELALUI METODE JIGSAW. Sundari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDISKRIPSIKAN HAKIKAT NORMA YANG BERLAKU DALAM MASYARAKAT MELALUI METODE JIGSAW. Sundari"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDISKRIPSIKAN HAKIKAT NORMA YANG BERLAKU DALAM MASYARAKAT MELALUI METODE JIGSAW

Sundari 7 Dinamika

Vol. 5, No. 4, April 2015

ISSN 0854-2172

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDISKRIPSIKAN HAKIKAT

NORMA YANG BERLAKU DALAM MASYARAKAT MELALUI

METODE

JIGSAW

Sundari

SMP Negeri 3 Kedungwuni Kabupaten Pekalongan Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah metode Jigsaw dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mendeskripsikan hakikat norma-norma yang berlaku dalam masyarakat serta mendorong minat belajar siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik dokumentasi, tes, dan observasi. Data hasil tes dianalisis dengan teknik kuantitatif, sedangkan data hasil observasi dianalisis dengan teknik kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kompetensi dasar mendeskripsikan hakikat norma-norma yang berlaku dalam masyarakat melalui metode jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar.

© 2015 Dinamika

Kata Kunci:Metode Jigsaw, Hakikat Norma, aktivitas belajar

PENDAHULUAN

Pendidikan memegang peranan penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Untuk dapat memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas, dibutuhkan pula pendidikan yang berkualitas. Salah satu tujuan pendidikan adalah kecakapan hidup kepada seseorang yang nantinya akan sangat berguna untuk memberikan bekal pendidikan dalam kehidupannya. Kecakapan hidup yang dimaksud adalah kecakapan hidup personal, kecakapan sosial, kecakapan intelektual, kecakapan akademis, dan kecakapan vokasional.

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Melalui pembelajaran PKn diharapkan warga negara mempunyai kesadaran akan hak dan kewajibannya. Menyadari hakikat penting Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) tersebut, maka pemerintah melalui UU no. 20 tahun 2007 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa PKn sebagai mata pelajaran wajib dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas.

Winaputra (2007) menyatakan bahwa “Hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai siswa dimana setiap kegiatan belajar dapat menimbulkan suatu perubahan yang khas”. Kemudian Sudjana (2009) mendefinisikan “Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik”.

Disisi lain hasil pendidikan di Indonesia dirasa masih relatif rendah bila dibandingkan di negara lainnya, penguasaan materi peserta didik kurang, kreatifitas peserta didik juga kurang.

(2)

8 Dinamika Vol. 5. No. 4. (2015)

Penyebab pertama yang dituding biasanya adalah guru. Meskipun tudingan ini tidak semuanya benar, namun guru perlu berbenah diri dan dituntut untuk meningkatkan profesionalismenya dalam menyiapkan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, serta segala sesuatu yang berhubungan dengan pembelajaran.

Demikianlah guru dirasa perlu untuk melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas untuk mengetahui sejauh mana kekurangan dari pembelajaran yang telah dilaksanakan dan memperbaiki pada pembelajaran berikutnya. Penelitian tindakan kelas juga berfungsi sebagai alat untuk melihat berbagai kesulitan yang dialami oleh peserta didik saat belajar, sehingga guru dapat mencari solusi untuk memecahkan berbagai masalah dan meningkatkan hasil yang dicapai dalam setiap pembelajaran.

Hasil pengamatan pada siswa kelas VIIA SMPN 3 Kedungwuni tahun pelajaran 2013/2014, nilai mata pelajaran PKn dalam materi hakikat norma-norma, kebiasaan, adat-istiadat dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat masih rendah. Dilihat dari jumlah 28 siswa yang mendapat nilai > 75 hanya 46% atau 12 siswa, dan sisanya 54% atau16 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Kondisi ini harus diperbaiki, untuk itu peneliti melakukan perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas .

Melalui latar belakang diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul: “Peningkatan Kemampuan Mendiskripsikan Hakikat Norma yang Berlaku dalam Masyarakat melalui Metode Jigsaw”. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah metode Jigsaw dapat meningkatkan kemampuan siswa mendiskripsikan hakikat norma yang berlaku dalam masyarakat dan mendorong minat belajar siswa.

Spencer and Spencer dalam Uno (2008) menyatakan bahwa, “Kemampuan merupakan karakteristik yang menonjol dari seorang individu yang berhubungan dengan kinerja efektif dan atau superior dalam suatu pekerjaan atau situasi”. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa kemampuan adalah merujuk pada kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang bisa dilihat dari pikiran, sikap, dan perilakunya. Menurut Poespoprodjo, definisi adalah perumusan yang singkat, padat, jelas dan tepat yang menerangkan „apa sebenarnya suatu hal itu‟ sehingga dapat dengan jelas dimengerti dan dibedakan dari semua hal lain. (http://www.g-excess.com/pengertian-definisi.html). Jadi pengertian kemampuan mendiskripsikan yaitu kinerja seseorang dalam merumuskan atau menjelaskan suatu hal secara singkat, padat dan tepat sehingga dapat dimengerti dengan jelas.

Metode Jigsaw adalah salah satu tipe dari metode pembelajaran kooperatif. Johnson dalam Zakaria (2007) berpendapat bahwa, “Pembelajaran kooperatif adalah melibatkan pengajaran yang mengumpulkan pelajar dalam kumpulan kecil supaya mereka bekerjasama bagi memaksimumkan pembelajaran”. Pembelajaran kooperatif dirangka bertujuan untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran dan diskusi dengan kelompoknya. Metode Jigsaw merupakan model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri 4-6 orang secara heterogen, bekerjasama dan saling ketergantungan yang positif serta bertanggung jawab terhadap ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari/ dikuasai kemudian menyampaikan materi yang telah dikuasai tersebut kepada kelompok lain. Tujuan metode ini adalah: (1) mengembangkan kerja sama tim (kelompok), (2) mengasah ketrampilan belajar kooperatif, (3) menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak bisa diperoleh jika mempelajarinya sendirian.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pembelajaran dengan menggunakan metode Jigsaw yaitu: (1) siswa dikelompokkan ke dalam 6 anggota tim, (2) tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda, (3) tiap anggota dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan, (4)

(3)

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDISKRIPSIKAN HAKIKAT NORMA YANG BERLAKU DALAM MASYARAKAT MELALUI METODE JIGSAW

Sundari 9 anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka. (5) setelah selesai diskusi, sebagian tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh, (6) tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi, (7) guru memberi evaluasi, (8) penutup.(Kristiani:2011)

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan dengan subjek penelitian adalah siswa kelas VII A yang terdiri dari 28 siswa, yang terbagi menjadi 13 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, tes, dan observasi. Dokumentasi berupa daftar nama siswa, daftar nilai siswa, dan lainnya. Teknik tes berupa tes tertulis pilihan ganda dan uraian/ essay. Sedangkan teknik observasi berupa lembar observasi aktivitas belajar siswa.

Teknik analisis data dalam penelitian ini berupa teknik kuantitatif dan teknik kualitatif. Teknik kuantitatif digunakan untuk menghitung nilai rata-rata dari hasil tes siswa, sedangkan teknik kualitatif digunakan untuk menghitung data hasil observasi aktivitas belajar siswa pada setiap siklusnya.

Prosedur penelitian dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklusnya terdiri dari empat tahap yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, (4) refleksi. Langkah-langkah dalam melaksanakan penelitian tindakan ini mengikuti pedoman dari Stephen Kemmis dan Robin Mc TaggartArikunto (2010). Langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut: (1) perencanaan, yaitu menyusun sebuah rencana untuk mengembangkan atau meningkatkan tindakan yang sudah dan sedang dilangsungkan seperti menyusun perangkat pembelajaran berupa silabus, RPP, menyusun Lembar Kerja Siswa yang berisi pertanyaan-pertanyaan untuk dipecahkan dalam kelompok maupun individu, dan menyusun lembar observasi untuk mengumpulkan data

tentang aktivitas siswa selama pembelajaran,

(2) pelaksanaan, yaitu melaksanakan skenario perbaikan pembelajaran seperti yang telah direncanakan dengan menerapkan metode Jigsaw, (3) pengamatan, yaitu pengambilan data mengenai aktivitas perbaikan pembelajaran, (4) refleksi, yaitu mengulas, membahas dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang baru saja dilaksanakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini berupa deskripsi peningkatan nilai hasil belajar dan keaktifan siswa pada kompetensi dasar mendeskripsikan hakikat norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dengan penerapan metode Jigsaw. Data peningkatan nilai hasil belajar siswa diperoleh melalui teknik tes yang dilakukan di setiap akhir siklus.

Deskripsi peningkatan nilai hasil belajar siswa dari kegiatan prasiklus, siklus I, dan siklus II dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Peningkatan Nilai Hasil belajar Siswa

(4)

10 Dinamika Vol. 5. No. 4. (2015)

Nilai Tertinggi 85 90 95

Nilai Terendah 65 70 70

Rata-rata Kelas 73 77 86

Ketuntasan Klasikal 46% 79% 93%

Berdasarkan tabel 1 nilai hasil belajar siswa secara umum mengalami peningkatan pada tiap siklusnya. Nilai tertinggi yang diperoleh siswa pada kegiatan prasiklus yaitu 85. Setelah tindakan siklus I menjadi 90, kemudian semakin meningkat pada tindakan siklus II menjadi 95. Nilai terendah yang diperoleh siswa pada kegiatan prasiklus yaitu 65, kemudian mengalami peningkatan setelah dilaksanakan tindakan siklus I dan II menjadi 70.

Rata-rata kelas yang diperoleh pada kegiatan prasiklus yaitu 73 dengan ketuntasan klasikal 46%. Setelah tindakan siklus I rata-rata kelas mengalami peningkatan yaitu 77 dengan ketuntasan klasikal sebesar 79%. Kemudian, pada tindakan siklus II rata-rata kelas dan ketuntasan klasikal semakin meningkat yaitu sebesar 86 dan 93%.

Gambar 1 Grafik Peningkatan Nilai Siswa

Berdasarkan gambar 1 diatas dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas dari kegiatan prasiklus ke siklus II sebesar 17,80%. Demikian halnya dengan ketuntasan klasikal juga yang mengalami peningkatan dari kegiatan prasiklus ke siklus II sebesar 47%. Hasil tersebut dapat dikatakan telah memenuhi indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, yaitu nilai rata-rata ≥ 75 dan ketuntasan klasikalnya 75%.

Pengamatan aktivitas belajar siswa dilakukan dengan menggunakan lembar observasi, yang meliputi aspek perhatian siswa terhadap guru, aktivitas siswa dalam diskusi, kemampuan siswa mengemukakan pendapat, mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari, memanfaatkan waktu, membangun ide, dan menarik simpulan. Kemunculan aspek-aspek tersebut diamati selama proses pembelajaran di kelas berlangsung. Peningkatan aktivitas belajar siswa pada tindakan siklus I ke siklus II dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa Kategori Frekuensi siswa

Siklus I (%) Siklus II (%) Tinggi 7 25% 15 54% Cukup 17 61% 13 46% Kurang 4 14% 0 0% 73 77 86 46 79 93 0 20 40 60 80 100

Pra Siklus Siklus I Siklus II

Peningkatan Nilai Hasil Belajar Siswa

Rata-rata Tuntas (%)

(5)

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDISKRIPSIKAN HAKIKAT NORMA YANG BERLAKU DALAM MASYARAKAT MELALUI METODE JIGSAW

Sundari 11

Sangat kurang 0 0% 0 0%

Jumlah 28 100% 28 100%

Pada tabel 2 terlihat bahwa aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Pada tindakan siklus I, aktivitas belajar siswa yang berkategori tinggi yaitu 7 orang atau 25%, setelah tindakan siklus II meningkat menjadi 15 orang atau 54%. Aktivitas belajar siswa dengan kategori kurang pada siklus I yaitu 4 orang atau 14%, kemudian pada siklus II tidak terdapat lagi siswa yang aktivitas belajarnya berkategori kurang.

Gambar 2 Grafik Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa

Peningkatan aktivitas belajar siswa ini terjadi karena siswa sudah terlibat secara lebih aktif dalam kegiatan diskusi kelompok serta lebih memiliki tanggung jawab terhadap tugas mereka masing-masing.

PEMBAHASAN Siklus I

Pada siklus I, nilai hasil belajar siswa telah mencapai nilai rata-rata 77 dan ketuntasan klasikal sebesar 79% sehingga dapat dikatakan telah memenuhi indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, yakni nilai rata-rata ≥ 75 dan ketuntasan klasikalnya 75%. Namun demikian, berdasarkan hasil observasi terhadap aktivitas belajar siswa pada tindakan siklus I belum mencapai hasil yang diharapkan. Pada tindakan siklus I, aktivitas belajar siswa yang berkategori tinggi hanya tampak pada 7 orang atau 25%. Selain itu, masih terdapat 4 orang siswa yang aktivitas belajarnya tergolong kurang.

Berdasarkan hasil refleksi siklus I, telah diidentifikasi beberapa faktor yang menyebabkan aktivitas belajar siswa belum maksimal. Faktor tersebut diantaranya siswa belum terbiasa dengan metode pembelajaran Jigsaw. Mereka terbiasa dengan model pembelajaran satu arah sehingga masih perlu penyesuaian. Siswa kesulitan mengatur waktu yang ditentukan guru untuk berdiskusi dan cenderung terjadi kegaduhan dalam kelompok. Akibatnya, sebagian kelompok belum mampu memecahkan persoalan yang ditugaskan guru.

Siklus II 25% 54% 61% 46% 14% 0% 0% 0% 0% 20% 40% 60% 80% Siklus I (%) Siklus II (%) Frekuensi siswa

Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa

Tinggi Cukup Kurang Sangat kurang

(6)

12 Dinamika Vol. 5. No. 4. (2015)

Pada siklus II aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan. Aktivitas belajar siswa dengan kategori tinggi pada siklus I adalah 7 orang atau 25%, pada siklus II meningkat menjadi 15 orang atau 54%, sehingga mengalami peningkatan sebesar 29%. Selain itu, tidak terdapat lagi siswa yang aktivitas belajarnya berkategori kurang. Peningkatan aktivitas belajar siswa tersebut diiringi dengan peningkatan nilai hasil belajar siswa pada siklus II. Setelah tindakan siklus I nilai rata-rata adalah 77, setelah dilakukan tindakan siklus II nilai rata-rata mengalami peningkatan menjadi 86 atau meningkat sebesar 11,68%.

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus II, peningkatan ini disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya siswa telah mempunyai pengalaman belajar menggunakan metode Jigsaw pada pertemuan sebelumnya, sehingga mereka sudah lebih memahami karakteristik pembelajaran tersebut. Siswa tidak lagi bergantung pada penjelasan guru, tetapi mereka telah berusaha untuk memecahkan persoalan bersama kelompoknya. Pendampingan dari guru tetap diberikan bagi kelompok yang kesulitan memahami topik maupun subtopik yang ditugaskan sehingga dapat meminimalisasi kegaduhan dalam kelompok tersebut. Penghargaan berupa pujian juga diberikan guru bagi siswa yang aktif dan kelompok yang berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik serta tepat waktu. Pujian yang diberikan tersebut membuat siswa lebih antusias sehingga siswa lebih termotivasi untuk aktif selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Dengan demikian, hasil yang dicapai pada tindakan siklus II telah memenuhi indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, pelaksanaan tindakan tidak dilanjutkan pada siklus berikutnya.

SIMPULAN

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1) Metode Jigsaw dapat meningkatkan kemampuan siswa mendiskripsikan hakikat

norma yang berlaku dalam masyarakat, yang dilihat dari hasil belajar siswa setiap siklusnya mengalami peningkatan.

2) Metode Jigsaw dapat mendorong minat belajar siswa dalam mengikuti pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, yang dilihat dari persentase aktivitas belajar siswa pada setiap pertemuan yang semakin baik dan mengalami peningkatan.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineke Cipta.

Kristiani, Ary W. 2011. “Efektivitas Metode Jigsaw dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa pada Pelajaran Geografi”. Dalam Jurnal Pendidikan Penabur. No.16/Tahun ke-10. SMAK 3 BPK PENABUR Bandung. Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Posdakarya Offset.

Uno, Hamzah B. 2008. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Winaputra, Udis S. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Zakaria, dkk. 2007. Trend Pengajaran dan Pembelajaran Matematik. Kuala Lumpur: PRIN-AD SDN BHD.

Gambar

Tabel 2. Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa  Kategori  Frekuensi siswa

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian dipastikan bahwa seluruh titik bantu baru P tidak berdekatan dengan sumber keramaian maka, dapat ditentukan lokasi titik-titik bantu baru P yang akan menjadi lokasi

Kesenjangan yang lebar antara si kaya dengan si miskin dapat menambah kesulitan saat keadaan orang kaya mempengaruhi struktur adminitrasi,Cita rasa dan

Bidang: Keilmuan dan Bimbingan Belajar (Total JKEM bidang ini minimal 600 menit) No. Subbidang, Program, dan Kegiatan. Frek &

Pengumpulan data dari penelitian ini adalah: (1) data hasil belajar dari siklus I dan siklus II yang dilakukan siswa dan diambil dari penilaian tes hasil belajar oleh

H a : Hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two lebih tinggi dengan hasil belajar matematika siswa yang menggunakan

Dengan perantaraan Pamong Praja pada tiap-tiap kelamin diberikan kupon untuk membeli barang-barang yang jenis dan banyaknya serta harganya ditentukan oleh

Jika salah dalam merumuskan kebijakan, tidak menutup kemungkinan bahwa Indonesia akan mengikuti “ajal” negara negara multikultur lainya (Bosnia, Yugoslavia dll).Mengelola

Bulan Agustus hingga September 2017, pemerintah melakukan imunisasi MR (measles-rubella atau campak- rubela) secara massal di Pulau Jawa. Penyelenggaraan imunisasi ini menimbulkan