• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etnobotani Rotan sebagai Bahan Kerajinan Anyaman Masyarakat Sekitar Kawasan Taman Wisata Alam Bukit Kelam Kabupaten Sintang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Etnobotani Rotan sebagai Bahan Kerajinan Anyaman Masyarakat Sekitar Kawasan Taman Wisata Alam Bukit Kelam Kabupaten Sintang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

496 ETNOBOTANI ROTAN SEBAGAI BAHAN KERAJINAN ANYAMAN

MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN TAMAN WISATA ALAM BUKIT KELAM KABUPATEN SINTANG

Ethnobotany Rattan Crafts Woven Materials As A Society Amusement Park Area Around The Bukit Kelam District Sintang

Lusia Siska, Sofyan Zainal, Sondang M. Sirait

Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Jalan Imam Bonjol Pontianak 78124 E-mail : lusia_siska@yahoo.com

ABSTRAC

The knowledge society is a very precious cultural wealth that needs to be explored and documented. The aim of research want to know the types of rattan what is utilized as a woven material and studying the utilization of traditional knowledge as a craft material woven rattan society About the Nature Park Hill Kelam. The sampling method used (purposive sampling) by the number of informants 84 people while the method used descriptive qualitative data analysis. From the results of the study found 10 species of rattan that is used as a material woven crafts and produce 12 kinds of webbing. Suggestions writer for rattan species that is widely used hoped the community can do a cane cultivation in order to remain sustainable existence. For this type of woven handicrafts, villagers expected Kebong can introduce handicraft products to the public outside. Extension of the weaving techniques are better supported by a rich and varied coloring is highly recommended. The need for the participation of local government initiatives and services related to the conservation of cultural specially woven handicrafts are very necessary so that the culture is maintained.

Keywords : Ethnobotany, rattan, TWA Bukit Kelam, wicker. PENDAHULUAN

Banyak manfaat yang bisa diambil langsung dari hutan salah satunya adalah hasil hutan non-kayu seperti hewan buruan, tumbuhan pangan, madu, tumbuhan obat dan juga tumbuhan pembuatan kerajinan tradisional seperti rotan. Salah satu sumber hasil hutan non kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu spesies rotan yang banyak digunakan sebagai bahan anyaman, keperluan tali temali maupun untuk dijadikan sayuran. Rotan merupakan hasil hutan yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan perdagangan, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk diekspor. Rotan merupakan spsies tumbuhan pemanjat yang memerlukan pohon inang untuk proses pertumbuhannya (Dransfield dan Manokaran, 1996).

Pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat lokal sekitar secara arif di Indonesia ini belum banyak dikaji dan didokumentasikan, masyarakat lokal kebanyakan menurunkan pengetahuannya hanya secara turun temurun. Etnobotani merupakan salah satu cara dalam mempertahankan tradisi kebudayaan dalam pemanfaatan tumbuhan. Menurut Atok (2009), etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari hubungan langsung antara manusia dengan tumbuhan dalam pemanfaatannya secara tradisional.

Sistem pengetahuan lokal pada mulanya merupakan pengetahuan masyarakat lokal yang didapat secara tidak sengaja. Selanjutnya mereka mengembangkan sistem pengetahuan tersebut secara terus-menerus dari generasi kegenerasi sebagai bagian dari

(2)

497 kebudayaan mereka (Prananingrum,

2007). Salah satu pemanfaatan tumbuh-tumbuhan secara tradisional terdapat juga di Desa Kebong Kecamatan Kelam Permai Kabupaten Sintang yaitu masyarakat di sekitar Taman Wisata Alam Bukit Kelam. Penduduk di desa ini mayoritas petani yang berpengetahuan tentang pemanfaatan tumbuh-tumbuhan khususnya tumbuhan rotan secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. Hal tersebut merupakan pengetahuan yang sangat berharga dan merupakan kekayaan budaya yang perlu digali dan didokumentasikan agar pengetahuan tradisional tersebut tidak hilang.

Tujuan penelitian untuk mengetahui jenis-jenis rotan yang dimanfaatkan masyarakat Kawasan Taman Wisata Alam Bukit Kelam sebagai bahan kerajinan anyaman. Mempelajari kearifan tradisional pemanfaatan tumbuhan rotan sebagai bahan anyaman oleh masyarakat Sekitar Taman Wisata Alam Bukit Kelam.

METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di sekitar Taman Wisata Alam Bukit Kelam yaitu Desa Kebong Kecamatan Kelam Permai Kabupaten Sintang. Desa Kebong berbatasan langsung dengan Taman Wisata Alam Bukit Kelam dan terdapat interaksi masyarakat terhadap hutan kawasan Taman Wisata Alam lebih tinggi dibanding dengan masyarakat lainnya. Penelitian dilaksanakan selama 2 minggu yaitu dari tanggal 27 Maret 2015 sampai tanggal 11 April 2015.

Pengambilan responden secara

purposive sampling dimana penentuan

sampel secara sengaja dengan prinsip pertimbangan (Slovin dalam Umar, 2005). Kriteria responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang

memanfaatkan tumbuhan rotan dalam kerajinan anyaman.

Kriteria penentuan responden yaitu: bisa menganyam khususnya dari bahan rotan, kepala keluarga/anggota keluarga, sehat jasmani dan rohani, lama domisili minimal 5 tahun dan umur 17 tahun ke atas. Dalam wawancara yang ditanyakan adalah spesies tumbuhan rotan yang dimanfaatkan berdasarkan kegunaannya sebagai bahan anyaman serta untuk kegunaan lainnya. Ditanyakan juga mengenai cara pengolahan, cara pemakaian, hingga cara budidaya dan tingkat kegunaan spesies tumbuhan rotan yang dimanfaatkan. Wawancara dilakukan secara langsung sekaligus juga dilakukan observasi terhadap jenis rotan dan cara pemanfaatannya oleh masyarakat. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari spesies-spesies tumbuhan rotan yang dimanfaatkan cara pengambilan, cara pengolahan, cara penganyaman hingga bentuk anyaman yang dihasilkan. Sedangkan untuk data sekunder terdiri dari kondisi umum lokasi, letak dan luas, topografi, geologi dan tanah, kondisi sosial budaya masyarakat, pendidikan, jumlah penduduk dan karakteristik etnik (mata pencaharian).

Analisis data menggunakan metode deskriptif kualitatif, data yang diperoleh melalui pedoman wawancara yang dianalisis dengan melihat jawaban dari informan. Arikunto (2005) mengemukakan penelitian deskriptif dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada menurut apa adanya pada penelitian yang dilakukan. Pengolahan

(3)

498 data primer maupun sekunder dilakukan

dengan cara manual maupun komputerisasi dan disajikan dalam bentuk tabel yaitu, tabel jenis rotan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dan tabel rekapitulasi jumlah jenis rotan yang dimanfaatkan oleh masyarakat.

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil identifikasi dan wawancara yang dilakukan dengan masyarakat sekitar Taman Wisata Alam Bukit Kabupaten Sintang dalam kehidupan sehari-hari mereka memanfaatkan sebanyak 10 jenis rotan yang digunakan untuk membuat anyaman dan sebanyak 12 jenis anyaman yang dihasilkan. Perolehan data ini menunjukkan bahwa dalam kesehariannya, masyarakat sekitar Taman Wisata Alam Bukit Kabupaten Sintang

memiliki interaksi yang sangat dekat dengan tumbuhan rotan untuk menunjang kehidupan mereka.

Jenis Rotan Yang Dimanfaatkan Dan Penyebarannya

Jenis rotan yang terdapat di Desa Kebong terdapat 10 jenis diantaranya: Rotan sega (Calamus caesius Blume), rotan lilin (Calamus javanesis Blume), rotan irit (Calamus trachycoleus Becc), rotan seuti (Calamus ornatus Blume), rotan balumbuk (Calamus burckianus Becc), rotan dango kancil (Calamus

conirostris Becc), rotan langgane

(Plectocomia mulleri), rotan udang

(Korthalsia ecinometra Becc), rotan

marau (Korthalsia rigida Blume) dan rotan samare (Plectocomiopsis mira J.Dransf.). Untuk lebih jelasnya daftar jenis rotan dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1. Type Rattan Utilized By People Around The Natural Park Hill Dark No Jenis

Rotan Nama Ilmiah Nama Lokal Penyebaran

1 Sega Calamus caesius Blume. Uwi Segak Hutan dataran rendah

2 Lilin Calamus javanensis Blume. Uwi Seni Hutan hujan tropis

3 Irit Calamus trachycoleus Becc. Uwi Danan Hutan pinggiran sungai

4 Seuti Calamus ornatus Blume. Uwi Lambang Hutan dataran rendah

5 Balukbuk Calamus burckianus Becc. Uwi Panong Hutan dataran rendah

6 Dago Kancil Calamus conirostris Becc. Uwi Pelandok Hutan pinggiran sungai

7 Langgane Plectocomia mulleri. Uwi Sadak Hutan dataran rendah

8 Udang Korthalsia ecinometra Becc Uwi Halos Hutan lereng bukit

9 Marau Korthalsia rigida Blume. Uwi Marau Hutan dataran Rendah

10 Samare Plectocomiopsis mira J.Dransf. Uwi Soruk Hutan dataran rendah

Kearifan Tradisional Masyarakat Dalam Pemanfaatan Rotan

Pemanfaatan tumbuhan khususnya rotan yang dilakukan di Desa Kebong saat ini merupakan pengetahuan turun temurun dari nenek moyang mereka yang berasal dari hasil interaksi masyarakat dengan alam sekitarnya. Pada umumnya pewarisan pengetahuan tradisional

dilakukan secara lisan dari generasi kegenerasi (Soekarman dan Riswan, 1992). Saat ini bentuk kearifan tradisional yang masih ada di Desa Kebong khususnya pemanfaatan rotan adalah pemanfaatan tumbuhan dengan disertai kesadaran untuk menjaga kelestarian spesies tumbuhan rotan yang digunakan.

(4)

499 Salah satu cara masyarakat sekitar

agar rotan tetap terjaga kelestariannya adalah dengan cara yang sangat sederhana misalnya, waktu pengambilan rotan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar tidak dilakukan setiap musim. Pengambilan rotan hanya dilakukan pada musim kemarau saja. Menurut masyarakat sekitar pengambilan rotan tidak boleh dilakukan pada musim hujan, ini dikarenakan pemotongan yang dilkukan pada musim hujan mengakibatkan busuknya akar rotan karena peresapan air hujan melalui penampang batang yang dipotong. Jika air masuk dan merusak akar-akar tersebut secara otomatis rumpun rotan akan membusuk. Kalau pengambilan rotan terpaksa di ambil pada musim hujan biasanya untuk mengatasi hal tersebut masyarakat sekitar membengkokan penampang bekas pemotongan ke bawah agar air hujan tidak meresap kedalamnya penampang bekas pemotongan. Rotan memeggang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari yang mempunyai banyak manfaat diantaranya, digunakan untuk anyaman, bahan makanan, obat, tali temali dan di untuk upacara adat. Rotan di daerah ini tumbuh secara alami, tetapi ada juga yang ditanam di kebun. Biasanya

rotan yang ditanam adalah rotan yang sudah langka dan susah di dapatkan lagi di hutan seperti rotan sega dan marau. Rotan yang diambil dari hutan oleh masyarakat biasanya digunakan sendiri tidak untuk dijual.

Proses pengolahan rotan yang ada di Desa Kebong termasuk proses pengolahan rotan rumahan secara tradisional. Cara pengolahan pada masyarakat tersebut yaitu, rotan diambil di hutan atau kebun dipilih rotan yang sudah masak tebang. Cara membedakan rotan yang siap dipanen dengan rotan yang masih muda biasanya masyarakat setempat melihat langsung dari warna daun rotan. Warna daun rotan yang sudah masak tebang biasanya mulai mengering dengan berwarna keabu-abuan, kekuning-kuningan dan sudah banyak daun dan duri yang gugur. Setelah mendapatkan rotan yang siap dipanen, cara pengambilannya yaitu dengan memotong bagian pangkal pohon rotan, ditarik sampai seluruh bagian rotan terlihat, kemudian rotan digosokkan pada batang pohon atau kayu terus kemudian memotong bagian ujung rotan, rotan tersebut digulung. Untuk lebih jelasnya proses pengolahan rotan ini dapat dilihat pada Gambar 1.

(5)

500 Sesampainya di rumah, rotan tidak

langsung bisa dianyam tetapi harus melalui proses terlebih dahulu. Rotan yang baru diambil dari hutan biasanya ada yang langsung diolah yaitu di belah. Tetapi, ada juga masyarakat yang tidak langsung mengolah rotan. Rotan yang tidak diolah biasanya dijemur terlebih dahulu dalam keadaan masih utuh (bulat-bulat) kemudian disimpan diperapian atau di langit-langit rumah. Manfaat dari penjemuran rotan tersebut adalah supaya rotan awet tidak berjamur atau membusuk.

Rotan yang di simpan setelah dijemur tadi biasanya mampu bertahan sampai bertahun-tahun lamanya. Pada pengolahan rotan industri, biasanya rotan yang tidak langsung dibawa ke tempat industri rotan terlebih dahulu direndam dengan bahan pengawet selama 2-4 jam, hal ini untuk menghindari serangan jamur biru, penggerek basah dan kumbang ambrosia (Yuniarti dan Basri 2005). Untuk jelasnya rotan yang diawetkan dapat dilihat pada Gambar 2.

Figure 2. Rattan Preserved Adapun cara pengolahan rotan segar

yang baru diambil dari hutan, biasanya setelah rotan di belah-belah sesuai keinginan dan bentuk anyaman yang akan dibuat selanjutnya rotan diraut. Proses perautan berfungsi untuk menghaluskan dan menipiskan bagian-bagian rotan yang telah dibelah tadi agar

rotan mudah dianyam. Proses perautan ini juga berfungsi supaya ukuran rotan yang dibelah tadi sama dan rapi bentuknya. Setelah rotan diraut barulah dianyam sesuai dengan jenis kerajinan yang diinginkan dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.

(6)

501 Bentuk Anyaman Yang Dihasilkan

Bentuk anyaman yang dihasilkan yaitu sebanyak 12 jenis anyaman. Anyaman tersebut mempunyai nilai kearifan lokal tersendiri bagi masyarakat sekitar dan jenis anyaman tersebut juga berasal dari rotan yang berbeda. Jenis-jenis anyaman tersebut adalah sebagai berikut:

a. Takin

Takin biasanya terbuat dari rotan sega, rotan lilin, rotan seuti dan rotan dango kancil, untuk lingkarnya bahasa daerah yaitu untuk Bangkongnya menggunakan rotan Marau. Takin dianyam sedemikian rupa dan bentuknya seperti keranjang bulat di atas lingkarannya memiliki tali. Cara menggunakan Takin yaitu tali disangkutkan pada bahu atau kepala. Takin biasanya digunakan untuk wadah

penyimpanan barang atau bekal yang akan dibawa ke ladang, kebun ataupun sawah. Takin juga bisa digunakan untuk penyimpanan padi yang habis diketam dari ladang atau sawah

b. Tungkin

Tungkin terbuat dari rotan sega, rotan lilin, rotan irit, dan rotan samare tergantung jenis rotan yang diinginkan oleh pengerajin. Tungkin bentunya bulat memanjang tetapi sedikit besar ukurannya dari Takin. Disisi kiri kanannya dipasang tali yang juga terbuat dari rotan yang sudah dianyam atau bahasa daerahnya disimpay. Tungkin digunakan untuk tempat membawa kayu bakar, hasil kebun dan lain-lain. Cara menggunakan Tungkin yaitu talinya diranselkan dikedua bahu seperti membawa tas ransel.

Figure 4. Takin and Tungkin

c. Ketau

Ketau terbuat dari rotan sega, rotan lilin, rotan irit, rotan seuti dan rotan marau tergantung jenis rotan yang tersedia bagi pengerajin. Bentuk anyaman ini seperti takin tetapi sedikit panjang dari takin. Ketau fungsinya sama dengan takin yaitu digunakan untuk wadah penyimpanan bekal atau barang-barang yang akan dibawa ke kebun, ke ladang atau ke sawah. Cara menggunakan Ketau sama dengan takin yaitu disangkutkan dibahu atau

kepala karena memiliki tali sama seperti Takin.

d. Meneh

Meneh terbuat dari rotan sega, rotan lilin, rotan irit dan rotan marau untuk lingkarnya. Bentuk anyaman Meneh sama seperti Takin tetapi lebih kecil. Meneh digunakan untuk tempan menyimpan benih padi pada waktu musim menuggal di ladang. Meneh juga dilengkapi dengan tali di mulut lingkarannya sama seperti Takin. Cara menggunakan meneh, tali

(7)

502 biasa dilingkarkan dipinggang seperti ikat

pinggang.

Figure 5. Ketau and Meneh

e. Renjung

Renjung terbuat dari rotan sega, rotan lilin, rotan irit dan rotan seuti tergantung selera pengerajin dan ketersediaan rotan yang ada. Bentuk Renjung menyerupai Ketau yaitu bulat memanjang, bedanya dengan Ketau, kalau Renjung di atas lingkarannya mempunyai motif yang dianyam atau disimpay seperti hiasan. Renjung juga mempunyai tali yang biasanya terbuat dari kapuak (kulit kayu). Cara menggunakan kaitkan dibahu atau di kepala. Renjung juga dipakai untuk membawa hasil kebun misalnya ubi, buah-buahan dan lain-lain.

f. Cupai

Cupai biasanya terbuat dari rotan sega, rotan lilin, rotan irit dan rotan seuti tergantung selera pengerajin dan tergantung ketersediaan rotan yang ada. Bentuk Cupai seperti tempayan yaitu lonjong. Cupai digunakan untuk tempat membawa ikan hasil pancingan, tanggokkan atau pun pukat. Cara membawa cupai biasanya diikatkan di pinggang atau digendong slempang seperti membawa tas slempang.

Figure 6. Renjung and Cupai

g. Capan

Capan terbuat dari rotan sega, rotan lilin, rotan irit, rotan seuti, rotan udang, rotan marau, rotan balubuk dan rotan

dango kancil tergantung selera pengerajinan dan tergantung ketersediaan rotan yang ada. Capan berbentuk segitiga, digunakan untuk tempat menampi padi

(8)

503 atau beras. Cara menggunakan capan yaitu

kedua sisi dipeggang.

h. Kemansai

Kemansai terbuat dari rotan sega, rotan lilin, rotan lrit, rotan seuti, rotan marau, rotan langgane dan rotan dango kancil tergantung selera pengerajinan dan

tergantung ketersediaan rotan yang ada. Kemansai berbentuk memanjang seperti sampan. Kemansai biasanya untuk menangkapkan di sungai atau kolam (menanggok) ikan. Cara menggunakan Kemansai adalah sisi kiri kanan dipeggang dan biasanya dibentangkan sesuai arah yang dianggap ada ikannya.

Figure 7. Capan and Kemansai.

i. Tanggui

Tanggui biasanya terbuat dari perupuk atau tumbuhan pandan duri atau bisa juga terbuat dari bahan plastik. Tetapi untuk linggkar Tanggui ini biasanya menggunakan rotan, jenis rotan yang biasa digunakan yaitu rotan sega, rotan lilin, rotan dango kancil dan rotan samare. Tanggui berbentuk bulat dan dipakai di kepala sebagai pelindung dari panas matahari dan hujan.

j. Ayak Padi

Ayak Padi terbuat dari rotan sega, rotan lilin, rotan irit, rotan marau dan rotan samare tergantung selera pengerajin dan ketersediaan rotan. Ayak Padi berbentuk bulat dan di dalamnya memiliki saringan yang berfungsi untuk menyaring sisa batang padi yang masih menempel pada buahnya. Cara penggunanya padi yang sudah selesai dipisahkan dari tanggkainya diayak menggunakan alat tersebut.

(9)

504

k. Bubu

Bubu terbuat dari rotan sega, rotan lilin, rotan dango kancil dan rotan udang. Bubu berbentuk lonjong memanjang dan di dalamnya memiliki penyaring yang berfungsi supaya ikan yang terperangkap tidak bisa keluar lagi. Bubu digunakan sebagai perangkap ikan yang dipasang di sungai dan parit pemantang sawah.

l. Pangkong Tilam

Pangkong Tilam terbuat dari rotan sega, rotan lilin dan rotan irit. Pangkong Tilam biasanya terbuat dari rotan dalam bentuk yang masih bulat. Pangkong Tilam digunakan untuk memukul tilam, kasur dan bantal supaya tidak berdebu.

Figure 9. Bubu and Pangkong Tilam. PENUTUP

KESIMPULAN

1. Tercatat 10 jenis rotan yang dimanfaatkan masyarakat Desa Kebong yaitu: Rotan sega (Calamus

caesius Blume), rotan Lilin (Calamus

javanesis Blume), rotan irit (Calamus

trachycoleus Becc), rotan seuti

(Calamus ornatus Blume), rotan

balumbuk (Calamus burckianus Becc), rotan dango kancil (Calamus

conirostris Becc), rotan langgane

(Plectocomia mulleri), rotan udang

(Korthalsia ecinometra Becc), rotan

marau (Korthalsia rigida Blume) dan rotan samare (Plectocomiopsis mira J.Dransf.).

2. Untuk jenis anyaman ditemukan 12 jenis anyaman dengan bentuk dan fungsinya sebagai berikut: Takin untuk membawa bekal atau barang-barang yang akan dibawa ke sawah atau ladang. Tungkin untuk membawa

kayu bakar, hasil kebun dan hasil sawah. Ketau untuk membawa bekal atau barang-barang ke kebun atau ladang. Meneh sebagai tempat menyimpan benih padi di musim menugal di ladang. Renjung untuk membawa hasil kebun. Cupai untuk membawa ikan hasil tangkapan. Capan untuk menampi beras atau padi. Kemansai untuk alat penangkap ikan di sungai dan kolam. Tanggui sejenis topi agar terhindar dari panas maupun hujan. Ayak Padi untuk mengayak padi. Bubu untuk perangkap ikan. Pangkong Tilam untuk membersihkan tilam dari debu.

SARAN

1. Untuk jenis rotan yang banyak digunakan diharapkan masyarakat dapat melakukan pembudidayaan rotan agar keberadaan rotan tersebut tetap lestari.

(10)

505 2. Untuk jenis kerajinan anyaman,

diharapkan masyarakat Desa Kebong dapat lebih mengenalkan produk kerajinan tangan tersebut kepada masyarakat di luar Desa Kebong. 3. Penyuluhan tentang teknik

penganyaman yang lebih baik dengan ditunjang oleh pewarnaan yang lebih kaya dan variatif sangat dianjurkan dengan harapan dapat meningkatkan nilai jual agar anyaman khas daerah ini bisa membantu meningkatkan perekonomian masyarakat.

4. Perlu adanya peran serta inisiatif pemerintah daerah dan dinas yang terkait terhadap pelestarian kebudayaan khususnya kerajinan anyaman sangat diperlukan sehingga kebudayaan tersebut tetap terpelihara.

DAFTAR PUSTAKA

Atok AR, 2009. Etnobotani Masyarakat Suku Bunaq (Studi Kasus di Desa

Dirun Kecamatan Lamaknen

Kabupaten Belu, Provinsi Nusa

Tenggara Timur ). [Skripsi]. Bogor:

Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Arikunto, 2005. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta.

Dransfield, J. dan N. Manokaran. 1996. Sumberdaya Nabati Asia Tenggara

6: Rotan. Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta dan Prosea Bogor.

Prananingrum. 2007. Etnobotani Tumbuhan Obat Tradisional di Kabupaten Malang Bagian Timur. [Skripsi] tidak diterbitkan. Malang:Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi-UIN Malang. Soekarman dan Riswan S. 1992. Status

Pengetahuan Etnobotani Di

Indonesia. Di dalam: Seminar dan

lokakarya Nasional Etnobotani, Cisarua Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Hal 1-7.

Umar Husein. 2005. Riset Sumber Daya

Manusia dalam Organisasi. PT

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Yuniarti, K. dan E. Basri. 2005. Rekayasa

Alat Kontrol Suhu dan Kelembaban

untuk Bangunan Pengeringan

Kombinasi Tenaga Surya dan

Panas Tungku. Laporan Hasil

Penelitian. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor.

Gambar

Tabel 1. Type Rattan Utilized By People Around The Natural Park Hill Dark
Figure 1. Making Process in Forest Rattan and Rattan Curl Process .
Figure 3.  Processing Of Rattan (Meraut dan Menganyam).
Figure 4. Takin and Tungkin
+4

Referensi

Dokumen terkait

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,