• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Pengenalan Warna Melalui Play Dough Pada Anak Usia 4 – 5 Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peningkatan Pengenalan Warna Melalui Play Dough Pada Anak Usia 4 – 5 Tahun"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENINGKATAN PENGENALAN WARNA MELALUI PLAY DOUGH

PADA ANAK USIA 4 – 5 TAHUN Wahdyani, Marmawi R, Desni Yuniarni

Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini FKIP Pontianak Email : Wahdyani @yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan langkah-langkah yaitu, perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi dengan pendekatan kolaborasi dengan teman sejawat. Berdasarkan hasil penelitian: (1)Perencanaan pembelajaran yang telah dilakukan termasuk ke dalam

kategori “Baik”. (2) Pelaksanaan Pembelajaran yang telah dilakukan termasuk kedalam kategori “Baik”. (3) Hasil perhitungan menunjukkan

bahwa terjadi peningkatan yang cukup berarti pada pengenalan warna dengan menggunakan play dough pada hasil penelitian. Peningkatan ini ditunjukkan dengan hasil belajar anak diantaranya kemampuan anak mencampurkan kedua warna dengan menggunakan play dough sebanyak 12 anak (80%), mengalami Berkembang Sangat Baik (BSB), sedangkan kemampuan anak menyebutkan warna menggunakan play dough sebanyak 13 anak (87%) mengalami Berkembang Sangat Baik (BSB), kemudian Kemampuan anak mengelompokkan warna menggunakan Play dough

sebanyak 13 anak (87%) mengalami Berkembang Sangat Baik (BSB). Dengan demikian pembelajaran melalui play dough mampu meningkatkan pengenalan warna pada anak kelompok A usia 4-5 tahun.

Kata Kunci : Peningkatan, Warna, Play Dough

Abstract: This study used a descriptive method of research is a form of class action (PTK) with steps, namely, planning, action, observation, and reflection with a collaborative approach with peers. Based on the results of the study: (1) Planning of learning that has been done is included in the category of "Good". (2) the lesson that has been carried out included into the category of "Good". (3) The calculations show that there is a significant improvement on the introduction of color by using play dough on research results. This improvement is shown by the results of such a child's learning ability of children to mix the colors by using play dough as many as 12 children (80%), experienced Developing Very Good (BSB), while the child's ability to use play dough mention colors were 13 children (87%) experienced Developing Very Good (BSB), then the child's ability to use the Play dough color grouping as many as 13 children (87%) experienced Developing Very Good (BSB). Thus, learning through play dough can improve color recognition on a group of children aged 4-5 years.

(2)

2 asa anak usia dini merupakan masa keemasan atau sering disebut dengan masa Golden Age, biasanya ditandai oleh perubahan cepat dalam perkembangan fisik, kognitif, sosial, dan emosional. Agar masa ini dapat dilalui dengan baik oleh setiap anak maka perlu diupayakan pendidikan yang tepat bagi anak sejak masa usia dini. Anak usia dini adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan. Anak usia dini memiliki rentang usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya karena perkembangan kecerdasannya sangat luar biasa. Untuk itu peranan pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dapat membantu dalam menciptakan kualitas anak dimasa yang akan datang. Permendiknas No.58 Tahun 2009 dalam undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa :

“Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang

ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian ransangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki

pendidikan lebih lanjut”.

Salah satu upaya untuk peningkatan proses pembelajaran adalah penggunaan media secara efektif mempertinggi kualitas yang akhirnya dapat meningkatkan kualitas hasil belajar (Sanaky, 2009:1-2). Guru memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas yang dilaksanakannya. Untuk memenuhi hal tersebut diatas, guru dituntut mampu mengelola proses belajar mengajar yang memberikan rangsangan kepada siswa sehingga mau belajar karena memang siswalah subyek utama dalam proses belajar (Basyirudin, 2002:21). Dalam sistem pendidikan modern fungsi guru sebagai penyampai pesan-pesan pendidikan perlu dibantu dengan media pembelajaran agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik, dan berada pada masa proses perubahan berupa pertumbuhan, perkembangan, pematangan dan penyempurnaan, baik pada aspek jasmani maupun rohaninya yang berlangsung seumur hidup, bertahap dan berkesinambungan. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik yang meliputi koordinasi motorik halus dan kasar, kecerdasan yang meliputi daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual, sosial emosional yang meliputi sikap dan perilaku serta agama, bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Maka dari itu pendidikan anak harus selalu dikedepankan jika memang sebuah bangsa mau menjadikan bangsanya lebih maju dari sebelumnya, atau minimal mempertahankan segi positif dari apa yang sudah ada sebelumnya.

Perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek yang penting untuk dikembangkan dari berbagai aspek perkembangan di atas. Kognitif adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkenalkan, memulai dan memikirkan lingkungannya. Sesuai dengan tahapan perkembangan yang dikemukakan oleh Jean Piaget (Dinar

(3)

3 Pratisti, Wiwien, 2008: 41), “anak usia dini berada pada tahapan sensorimotor (sejak lahir hingga usia sekitar 2 tahun) dan pada tahapan praoperasional (usia sekitar 2 – 7 tahun)”. Pemikiran anak masih intuitif, satu arah, dan belum logis. Egosentris anak masih sangat tinggi, sehingga belum mampu melihat perspektif orang lain. Perkembangan kognitif meliputi kemampuan berpikir anak dalam mengolah perolehan belajar, menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah, mengembangkan kemampuan logika matematika dan pengetahuan tentang ruang dan waktu, serta mempunyai kemampuan mengelompokkan dan mempersiapkan pengembangan kemampuan berfikir teliti. Kemampuan mengenal warna juga termasuk dalam perkembangan kognitif. Kemampuan mengenal warna pada anak usia dini meliputi macam-macam warna dan perubahan warna primer menjadi sekunder dan tersier. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 tahun 2009 dalam Zainal Aqib (2011:84-112) menyatakan : “Tingkat pencapaian perkembangan anak merupakan integrasi aspek pemahaman nilai-nilai agama, moral, fisik, kognitif, bahasa, dan sosial-emosional”.Kenyataannya di PAUD Dzafira Kecamatan Pontianak Timur menunjukkan bahwa perkembangan kognitif dalam pengenalan warna belum optimal. Berdasarkan proses pembelajaran yang telah dilakukan, dari 15 anak sebagian besar belum mampu mengenal warna-warna primer dan sekunder, Hal ini disebabkan karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru kurang bervariasi. Dalam pengenalan warna, anak hanya diberi kegiatan mewarnai gambar bebas menggunakan krayon atau pensil warna tanpa ada penjelasan tentang macam-macam warna yang digunakan, baik warna primer, dan sekunder. Oleh sebab itu, maka dilakukan tindakan penelitian tentang upaya pengenalan warna primer dan sekunder.

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan tersebut, maka identifikasi dan focus masalah ini adalah: 1) Anak masih mengalami kesulitan dalam mengenal warna primer, dan sekunder. 2) Pembelajaran yang dilakukan guru kurang bervariasi. 3) Belum diterapkannya play dough khususnya di dalam pengenalan warna. Mengacu pada identifikasi yang dipaparkan di atas, maka focus masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana meningkatkan pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4 – 5 tahun di PAUD Dzafira Kecamatan

Pontianak Timur”.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah umum pada penelitian ini

adalah “ Bagaimana meningkatkan pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD Dzafira Kecamatan Pontianak Timur”.1) Masalah Khusus. Untuk membatasi masalah yang masih luas tersebut maka peneliti menjabarkan masalah secara khusus sebagai berikut : a) Bagaimana perencanaan pembelajaran untuk meningkatkan pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD Dzafira Kecamatan Pontianak Timur? b) Bagaimana pelaksanaan pembelajaran untuk meningkatkan pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD Dzafira Kecamatan Pontianak Timur? c) Bagaimana respon anak mengenal warna melalui play dough

pada anak usia 4-5 tahun di PAUD Dzafira Kecamatan Pontianak Timur.

Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pengenalan warna bagi anak melalui play dough pada anak usia 4 – 5 tahun di PAUD Dzafira Kecamatan Pontianak Timur. Secara

(4)

4 khusus tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan antaralain : a) Perencanaan pembelajaran untuk meningkatkan pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD Dzafira Kecamatan Pontianak Timur. b) Pelaksanaan pembelajaran untuk meningkatkan pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD Dzafira Kecamatan Pontianak Timur. c) Respon anak mengenal warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD Dzafira Kecamatan Pontianak Timur. Hasil penelitian bagi guru agar diperolehnya metode pembelajaran yang tepat dan bervariasi dalam meningkatkan pengenalan warna bagi anak melalui play dough. 1) Manfaat Bagi Lembaga. Hasil penelitian ini bagi lembaga sebagai masukan dalam usaha memperbaiki proses pembelajaran, khususnya dalam hal pengenalan warna. Hasil penelitian ini bagi anak agar dapat meningkatkan pengenalan warna bagi anak melalui play dough dalam proses pembelajaran.

Untuk menghindari perbedaan pengertian atau kesalahpahaman terhadap judul dan masalah penelitian, maka perlu dijelaskan definisi operasional dalam skripsi ini sebagai berikut: 1) Pengenalan Warna: Pengenalan warna yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kemampuan anak dalam mengenal warna, sehingga anak dapat membedakan warna primer dan warna sekunder. Adapun contoh dari warna primer adalah warna merah, biru, dan kuning, warna sekunder terdiri dari warna Jingga (Orange), Unggu (Violet), Hijau (Green). Adapun indikator didalam penelitian ini adalah : a) Kemampuan anak mencampurkan kedua warna primer menggunakan play dough. b) Kemampuan anak menyebutkan warna primer dan sekunder menggunakan play dough. c) Kemampuan anak mengelompokkan warna primer dan sekunder menggunakan

play dough. 2) Play Dough = Pengenalan warna mengunakan play dough di mana anak melihat, mencampurkan, dan mengadon adonan tepung yang berwarna-warni menjadi sebuah adonan. Play Dough pada penelitian ini adalah sebuah kegiatan bermain dengan menggunakan bahan yang terbuat dari tepung terigu, air, sedikit minyak dan garam serta pewarna, dimana dalam permainan tersebut anak mencampurkan kedua warna yakni warna primer menjadi warna sekunder. Hipotesis Tindakan. Wiraatmadja, (2002:18) “Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya”. Hipotesis penelitian ini adalah jika pengenalan warna dilaksanakan dengan tepat, maka pengenalan warna pada anak usia 4-5 tahun di PAUD DZAFIRA Kecamatan Pontianak Timur akan meningkat.

METODE

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif .

Nawawi (2007: 67) menyatakan “metode deskriptif adalah prosedur pemecahan

masalah yang sedang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang

tampak atau sebagaimana mestinya”. Dengan kata lain, metode deskriptif ini

digunakan untuk memecahkan permasalahan penelitian dengan cara menggambarkan atau memaparkan objek penelitian berdasarkan hasil dimana penelitian berlangsung. Metode deskriptif dalam penelitian ini adalah pemecahan

(5)

5 masalah mengenai peningkatan pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD DZAFIRA Kecamatan Pontianak Timur.

Bentuk Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Arikunto

(2013: 23) menyatakan bahwa “Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan

suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang

sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama”. Menurut

Gwynn Mettetal dalam jurnalnya Essay on Teaching Excellence Toward the Best in the Academy Vol.14.No.7, 2002-2003 menyatakan bahwa :“Classroom Action

Research (CAR) is systematic inquiry with the goal of informing practice ina particular situation. (CAR) is a way for instruction to discover what work best in their own classroom situation, thus allowing informed decisions about teaching.”

Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penyelidikan yang sistematis dengan tujuan menginformasikan praktek dalam situasi tertentu. PTK adalah cara untuk instruksi untuk menemukan apa yang bekerja terbaik dalam situasi kelas mereka sendiri, sehingga memungkinkan keputusan tentang pengajaran. Dalam pengumpulan data penelitian, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, diantaranya adalah teknik observasi langsung, teknik wawancara, dan studi dokumentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat ahli, sebagai berikut. a) Teknik observasi langsung, yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan secara langsung di kelas, baik yang ditunjukkan pada anak maupun guru, dalam menerapkan teknik ini peneliti (guru) dibantu oleh teman sejawat (guru dan pemimpin lembaga) b) Teknik Wawancara,. Menurut Nawawi (2007:58) “wawancara adalah cara mengumpulkan data yang mengharuskan peneliti mengadakan kontak langsung secara lisan atau tatap muka ( face to fac ) dengan sumber data, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi yang disengaja dibuat untuk keperluan tersebut”.

Komunikasi digunakan untuk mendapat informasi dalam bentuk wawancara dari pihak-pihak terkait atau subjek penelitian yakni guru dalam rangka memperoleh penjelasan dalam observasi dan dokumentasi. Informasi yang ingin peneliti dapatkan dengan menggunakan wawancara berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran guru khususnya dalam mengembangkan kognitif pada anak usia dini. Studi dokumentasi merupakan pengumpulan data dengan mengumpulkan berbagai macam jenis dokumen seperti data penilaian anak dan foto kegiatan anak. Alat pengumpul data yang peneliti gunakan pada penelitian ini disesuaikan dengan teknik pengumpulan data, yaitu sebagai berikut. a) Lembar observasi, untuk mengetahui kemampuan guru dalam menyusun perencanaan, kemampuan guru dalam melakukan pelaksanaan pembelajaran dan kemampuan guru untuk meningkatkan pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD DZAFIRA Kecamatan Pontianak Timur. b) Pedoman Wawancara (Interview Guide) Pedoman wawancara ini digunakan untuk memperkuat pernyataan jawaban responden yang diperoleh melalui wawancara. Pedoman wawancara ini dipergunakan pada saat peneliti ingin memperoleh informasi dari guru. c) Dokumentasi seperti data penilaian anak dan foto kegiatan guru dan anak dalam meningkatkan pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD DZAFIRA Kecamatan Pontianak Timur.

(6)

6 Lokasi yang digunakan sebagai penelitian dalam meningkatan pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun adalah di PAUD DZAFIRA Kecamatan Pontianak. 1 orang guru dan 15 orang anak dari kelompok A (4-5) tahun yang terdiri dari 8 orang perempuan dan 7 orang laki-laki.

Setiap mengadakan penelitian pasti harus melewati langkah-langkah tertentu begitu juga dalam mengadakan penelitian tindakan kelas terdapat langkah-langkah yang harus dilaksanakan. Susilo (2010:19) menyatakan Ada empat langkah utama dalam penelitian tindakan kelas yaitu : 1) perencanaan (planning) 2) Tindakan (acting) 3) Observasi (observing) 4) Refleksi (reflecting). Empat langkah tersebut dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas disebut dengan istilah satu siklus. Untuk memudahkan dalam memahami keempat langkah tersebut, dapat dilihat pada gambar 1 Adapun model siklus menurut Arikunto (2013 : 137) dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut.

Gambar 1 Skema Model siklus penelitian tindakan kelas (SuharsimiArikunto 2013 : 137)

Pada penelitian tindakan kelas ini peneliti menggunakan analisis deskripsi kualitatif. Proses analisis data dimulai dengan menelaah data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari: pengamatan yang sudah ditulis, dokumen foto, dan format penelitian. Data-data tersebut dipelajari dan ditelaah. Ada empat tahap menganalisis data yaitu : pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, atau

display data, verifikasi, dan penarikan kesimpulan. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Reduksi data yaitu proses pemilihan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis dilapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,

Perencanaan Pelaksanaan SIKLUS I Refleksi Pengamatan Perencanaan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan

?

(7)

7 menggolongkan, menggarahkan, membuang yang tidak perlu dan menggorganisasikan dengan cara sedemikian sehingga simpulan-simpulan finalnya ditarik dan diverifikasi. Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun yang membari kemungkinan adanya penarikan simpulan dan pengambilan tindakan. Dalam pelaksanaan penelitian penyajian-penyajian data yang lebih baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang benar-benar valid. Data yang telah didapat dari hasil penelitian kemudian diuji kebenarannya. Penarikan kesimpulan ini merupakan bagian dari konfigurasi utuh, sehingga simpulan-simpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung.

”Verifikasi data yaitu pemeriksaan tentang benar dan tidaknya hasil laporan

penelitian. Sedangkan kesimpulan adalah tujuan ulang pada catatan dilapangan

atau kesimpulan diuji kebenarannya, kokohnya merupakan validitasnya” (Milles

Huberman, 2000: 19). Keterangan di atas, maka protes verifikasi dan penarikan kesimpulan dalam penelitian ini dilakukan setelah data temuan disajikan untuk tahap pertama penelitian bertusaha untuk memahami makna dari data yang telah disajikan, kemudian dikomentari berdasarkan pemahaman peneliti atau pendapat para pakar, setelah itu barulah ditarik kesimpulan. Dalam memperoleh data untuk mengetahui keberhasilan pada indikator tindakan hasil belajar digunakan checklist

(centang) pada waktu anak melakukan aktivitas. Analisis data yang berhubungan dengan peningkatan pengenalan warna anak dilakukan dengan menghitung persentase pengenalan warna. Untuk mencari persentase tersebut maka digunakan rumus persentase sebagai berikut: 𝑁𝑃 = 𝑅

𝑆𝑀 𝑋 100 Keterangan : NP = Nilai

persen yang dicari atau diharapkan R = Skor mentah yang diperoleh siswa SM = Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan 100= Bilangan tetap (Purwanto, 2010: 102). Dari data-data tersebut kemudian ditarik kesimpulan apakah tindakan yang dilaksanakan berhasil atau tidak.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Pelaksanaan Siklus I Pertemuan Ke-1. Penelitian terhadap pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD DZAFIRA Kecamatan Pontianak Timur dilaksanakan pada hari rabu, 7 Januari 2015 selama 190 menit yaitu pada pukul 07.00-10.16 WIB. Proses pembelajaran pada siklus pertama ini dilaksanakan oleh peneliti sesuai dengan hasil dari sharing antara teman sejawat dan peneliti yang telah dilakukan sebelumnya. Pelaksanaan Siklus I Pertemuan Ke-2. Penelitian terhadap pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD DZAFIRA Kecamatan Pontianak Timur dilaksanakan pada hari Sabtu, 10 Januari 2015 selama 180 menit yaitu pada pukul 07.00 – 10.00 WIB. Proses pembelajaran pada siklus pertama ini dilaksanakan oleh peneliti sesuai dengan hasil dari sharing antara teman sejawat dan peneliti yang telah dilakukan sebelumnya. Pelaksanaan Siklus I Pertemuan Ke-3.Penelitian terhadap pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD DZAFIRA Kecamatan Pontianak Timur dilaksanakan pada hari Rabu, 14 Januari 2015 selama 180 menit yaitu pada pukul 07.00-10.00 WIB. Proses pembelajaran pada siklus pertama ini dilaksanakan oleh peneliti sesuai dengan hasil dari sharing

(8)

8 Observasi Siklus I Pertemuan Ke-1. Pengamatan terhadap pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD DZAFIRA Kecamatan Pontianak Timur dilaksanakan oleh peneliti dengan menggunakan lembar observasi anak sedangkan pengamatan terhadap peneliti sebagai guru dibantu oleh teman sejawat Kasnawati dengan menggunakan lembar observasi guru yang telah disiapkan oleh peneliti. Hasil observasi siklus I pertemuan ke-1 peningkatan pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD DZAFIRA dapat dilihat pada tabel.

Tabel 1

Hasil Observasi Siklus I Pertemuan ke-1

No Pertemuan Katagori Kemampuan Anak Mencampurkan kedua warna primer menggunakan play dough Menyebutkan warna primer dan sekunder menggunakan play

dough

Mengelompokkan warna primer dan

sekunder menggunakan play

dough jumlah

anak % jumlah anak %

jumlah anak % 1 1 BB 1 7 1 7 3 20 MB 3 20 2 13 7 47 BSH 5 33 7 47 3 20 BSB 6 40 5 33 2 13 jumlah 15 100 15 100 15 100

Sumber : Data Penelitian 2015

Berdasarkan data peningkatan pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD DZAFIRA pada tabel 4.3 dapat diketahui bahwa pada siklus 1 pertemuan ke-1 terdapat 3 indikator observasi anak yaitu sebagai berikut : a) Kemampuan anak mencampurkan kedua warna primer menggunakan play dough. Belum berkembang sebanyak 1 orang anak yaitu 7%, mulai berkembang sebanyak 3 orang anak yaitu 20% , berkembang sesuai harapan sebanyak 5 orang anak yaitu 33% , dan berkembang sangat baik 6 orang anak yaitu 40%. b) Kemampuan anak menyebutkan warna primer dan sekunder menggunakan play dough. Belum berkembang sebanyak 1 orang anak yaitu 7%, mulai berkembang sebanyak 2 orang anak yaitu 13% , berkembang sesuai harapan sebanyak 7 orang anak yaitu 47% , dan berkembang sangat baik 5 orang anak yaitu 33%.c) Kemampuan anak mengelompokkan warna primer dan sekunder menggunakan

play dough. Belum berkembang sebanyak 3 orang anak yaitu 20%, mulai berkembang sebanyak 7 orang anak yaitu 47% , berkembang sesuai harapan sebanyak 3 orang anak yaitu 20% , dan berkembang sangat baik 2 orang anak yaitu 13%. Observasi Siklus I Pertemuan Ke-2. Pengamatan terhadap pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD DZAFIRA Kecamatan Pontianak Timur dilaksanakan oleh peneliti dengan menggunakan lembar observasi anak sedangkan pengamatan terhadap peneliti sebagai guru

(9)

9 dibantu oleh teman sejawat Kasnawati dengan menggunakan lembar observasi guru yang telah disiapkan oleh peneliti.

Hasil observasi siklus I pertemuan ke-2 peningkatan pengenalan warna melalui

play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD DZAFIRA dapat dilihat pada tabel.

Tabel 2

Hasil Observasi Siklus I Pertemuan ke-2

No Pertemuan

Katagori Kemampuan

Anak

Mencampurkan kedua warna primer

menggunakan play dough

Menyebutkan warna primer dan sekunder menggunakan play

dough

Mengelompokkan warna primer dan

sekunder menggunakan play

dough jumlah anak % jumlah anak % jumlah

anak % 2 2 BB - - - - 1 7 MB 3 20 3 20 6 40 BSH 6 40 6 40 6 40 BSB 6 40 6 40 2 13 Jumlah 15 100 15 100 15 100

Sumber : Data Penelitian 2015

Berdasarkan data peningkatan pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD DZAFIRA pada tabel 4.4 dapat diketahui bahwa pada siklus 1 pertemuan ke-2 terdapat 3 indikator observasi anak yaitu sebagai berikut : a) Kemampuan anak mencampurkan kedua warna primer menggunakan

play dough. Belum berkembang sebanyak 0 orang anak yaitu 0%, mulai berkembang sebanyak 3 orang anak yaitu 20% , berkembang sesuai harapan sebanyak 6 orang anak yaitu 40% , dan berkembang sangat baik 6 orang anak yaitu 40%. b) Kemampuan anak menyebutkan warna primer dan sekunder menggunakan play dough. Belum berkembang sebanyak 0 orang anak yaitu 0%, mulai berkembang sebanyak 3 orang anak yaitu 20% , berkembang sesuai harapan sebanyak 6 orang anak yaitu 40% , dan berkembang sangat baik 6 orang anak yaitu 40%. c) Kemampuan anak mengelompokkan warna primer dan sekunder menggunakan play dough. Belum berkembang sebanyak 1 orang anak yaitu 7%, mulai berkembang sebanyak 6 orang anak yaitu 40% , berkembang sesuai harapan sebanyak 6 orang anak yaitu 40% , dan berkembang sangat baik 2 orang anak yaitu 13%. Observasi Siklus II Pertemuan Ke-3. Pengamatan terhadap pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD DZAFIRA Kecamatan Pontianak Timur dilaksanakan oleh peneliti dengan menggunakan lembar observasi anak sedangkan pengamatan terhadap peneliti sebagai guru dibantu oleh teman sejawat Kasnawati dengan menggunakan lembar observasi guru yang telah disiapkan oleh peneliti. Hasil observasi siklus I pertemuan ke-3 peningkatan pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD DZAFIRA dapat dilihat pada tabel.

(10)

10 Tabel 3

Hasil Observasi Siklus I Pertemuan ke-3

Sumber : Data Penelitian 2015

Berdasarkan data peningkatan pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD DZAFIRA pada tabel 4.5 dapat diketahui bahwa pada siklus 1 pertemuan ke-3 terdapat 3 indikator observasi anak yaitu sebagai berikut : a) Kemampuan anak mencampurkan kedua warna primer menggunakan

play dough. Belum berkembang sebanyak 0 orang anak yaitu 0%, mulai berkembang sebanyak 2 orang anak yaitu 13% , berkembang sesuai harapan sebanyak 6 orang anak yaitu 40% , dan berkembang sangat baik 7 orang anak yaitu 47%. b) Kemampuan anak menyebutkan warna primer dan sekunder menggunakan play dough. Belum berkembang sebanyak 0 orang anak yaitu 0%, mulai berkembang sebanyak 1 orang anak yaitu 7% , berkembang sesuai harapan sebanyak 8 orang anak yaitu 53% , dan berkembang sangat baik 6 orang anak yaitu 40%. c) Kemampuan anak mengelompokkan warna primer dan sekunder menggunakan play dough. Belum berkembang sebanyak 0 orang anak yaitu 0%, mulai berkembang sebanyak 3 orang anak yaitu 20% , berkembang sesuai harapan sebanyak 4 orang anak yaitu 27% , dan berkembang sangat baik 8 orang anak yaitu 53%. Rekap penilaian peningkatan pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD DZAFIRA pada siklus 1( Pertemuan ke-1, Ke-2, dan Ke-3)

Tabel 4

Rekap Peningkatan Pengenalan Warna Melalui Play Dough Pada Anak Usia 4-5 Tahun di PAUD DZAFIRA Pada Siklus 1

( Pertemuan ke-1, Ke-2, dan Ke-3)

No Pertemuan Katagori Kemampuan Anak Mencampurkan kedua warna menggunakan play dough Menyebutkan warna menggunakan play dough Mengelompokkan warna menggunakan play dough jumlah anak % jumlah anak % jumlah anak % 1 1 BB 1 7 1 7 3 20 No Pertemuan Katagori Kemampuan Anak Mencampurkan kedua warna primer

menggunakan play dough

Menyebutkan warna primer dan sekunder menggunakan play

dough

Mengelompokkan warna primer dan

sekunder menggunakan play dough jumlah anak % jumlah anak % jumlah anak % 3 3 BB - - - - MB 2 13 1 7 3 20 BSH 6 40 8 53 4 27 BSB 7 47 6 40 8 53 jumlah 15 100 15 100 15 100

(11)

11 MB 3 20 2 13 7 47 BSH 5 33 7 47 3 20 BSB 6 40 5 33 2 13 Jumlah 15 100 15 100 15 100 2 2 BB 0 - 0 - 1 7 MB 3 20 3 20 6 40 BSH 6 40 6 40 6 40 BSB 6 40 6 40 2 13 Jumlah 15 100 15 100 15 100 3 3 BB 0 - 0 - 0 0 MB 2 13 1 7 3 20 BSH 6 40 8 53 4 27 BSB 7 47 6 40 8 53 Jumlah 15 100 15 100 15 100

Sumber : Data Penelitian 2015

Tabel 5

Hasil Observasi Siklus II Pertemuan ke-1 Peningkatan Pengenalan Warna Melalui Play Dough Pada Anak Usia 4-5 Tahun di PAUD DZAFIRA

No Pertemuan Katagori Kemampuan Anak Mencampurkan kedua warna primer menggunakan play dough Menyebutkan warna primer dan sekunder menggunakan play dough

Mengelompokkan warna primer dan sekunder menggunakan play dough jumlah anak % jumlah anak % jumlah anak % 1 1 BB 0 _ 0 _ 0 _ MB 1 7 1 7 1 7 BSH 6 40 6 40 5 33 BSB 8 53 8 53 9 60 Jumlah 15 100 15 100 15 100

Sumber : Data Penelitian 2015

Tabel 6

Hasil Observasi Siklus II Pertemuan ke-2 Peningkatan Pengenalan Warna Melalui Play Dough Pada Anak Usia 4-5 Tahun Di PAUD DZAFIRA

No Pertemuan Katagori Kemampuan Anak Mencampurkan kedua warna primer menggunakan play dough Menyebutkan warna prmer dan

sekunder menggunakan play

dough

Mengelompokkan warna primer dan

sekunder menggunakan play dough jumlah anak % jumlah anak % jumlah anak % 2 2 BB 0 - 0 - 0 -

(12)

12 MB 0 - 1 7 0 - BSH 8 53 8 53 8 53 BSB 7 47 6 40 7 47 Jumlah 15 100 15 100 15 100

Sumber : Data Penelitian 2015

Tabel 7

Hasil Observasi Siklus II Pertemuan ke-3

No Pertemuan Katagori Kemampuan Anak Mencampurkan kedua warna primer menggunakan play dough Menyebutkan warna primer dan sekunder menggunakan play dough Mengelompokkan warna primer dan sekunder menggunakan play dough jumlah anak % jumlah anak % jumlah anak % 3 3 BB 0 - 0 - 0 - MB 0 - 0 - 0 - BSH 3 20 2 13 2 13 BSB 12 80. 13 87 13 87 jumlah 15 100 15 100 15 100

Sumber : Data Penelitian 2015

Tabel 8

Rekap Peningkatan Pengenalan Warna Melalui Play Dough Pada Anak Usia 4-5 Tahun Di PAUD DZAFIRA Pada Siklus II

( Pertemuan ke-1, Ke-2, dan Ke-3)

No Pertemuan Katagori Kemampuan Anak Mencampurkan kedua warna primer menggunakan play dough Menyebutkan warna primer dan sekunder menggunakan play dough Mengelpmpokkan warna primer dan sekunder menggunakan play dough jumlah anak % jumlah anak % jumlah anak % 1 1 BB 0 - 0 - 0 - MB 1 7 1 7 1 7 BSH 6 40 6 40 5 33 BSB 8 53 8 53 9 60 Jumlah 15 100 15 100 15 100 2 2 BB 0 - 0 - 0 - MB 0 - 1 7 0 - BSH 8 53 8 53 8 53 BSB 7 47 6 40 7 47 Jumlah 15 100 15 100 15 100

(13)

13 3 3 BB 0 - 0 - 0 - MB 0 - 0 - 0 - BSH 3 20 2 13 2 13 BSB 12 80 13 87 13 87 Jumlah 15 100 15 100 15 100

Sumber : Data Penelitian 2015

Pembahasan

Kemampuan guru dalam merancang pembelajaran untuk meningkatkan pengenalan warna melalui play dough di PAUD DZAFIRA. Eliyawati, dkk (2005:55) mengemukakan bahwa “ada beberapa langkah yang dapat dilakukan guru dalam perencanaan pembelajaran yaiu menganalisis kebutuhan, penetapan sumber belajar dan pengembangan sumber belajar”.Pada kegiatan belajar mengajar dilakukan dua siklus dimana setiap siklus tiga kali pertemuan. Pada siklus I belum mencapai hasil yang diharapkan. Berdasarkan data yang ada peneliti melakukan perbaikan pembelajaran pada siklus II. Sumber pembelajaran berdasarkan indikator perkembangan sesuai usia anak itu sendiri. Pada proses kegiatan pembelajaran terlebih dahulu menyusun satuan kegiatan harian (SKH), terdapat tujuan dan materi untuk dijadikan sebagai informasi, merancang sekenario, penataan kelas dan menyiapkan alat observasi seta dokumentasi untuk mendukung penelitian. Berdasarkan data hasil observasi kemampuan guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dapat dilihat pada tabel:

Tabel 9

Hasil Observasi Kemampuan Guru dalam Menyusun Rencana Kegiatan Harian ( Siklus I dan II )

Hasil Observasi Kategori Siklus I Pertemuan ke -1 2,83 dibulatkan

menjadi 3 Baik

Siklus I Pertemuan ke-2 3,165 dibulatkan

menjadi 3 Baik

Siklus I Pertemuan ke-3 3,25 dibulatkan

menjadi 3 Baik

Rata-rata Siklus I 3,08 dibulatkan

menjadi 3 Baik

Siklus II Pertemuan ke – 1

3,46 dibulatkan

menjadi 3 Baik

Siklus II Pertemuan ke-2 3,54 dibulatkan

menjadi 4 Baik Sekali

Siklus II Pertemuan ke-3 4 Baik Sekali

Rata-Rata Siklus II 3,66 dibulatkan

menjadi 4 Baik Sekali

Rata-rata Hasil Observasi menyusun

RKH

(14)

14 Bahwa rata-rata hasil observasi pada siklus I yaitu 3,08 yang dibulatkan menjadi 3 termasuk kedalam kategori “Baik”, selanjutnya rata-rata hasil observasi pada

siklus II yaitu 3,66 dibulatkan menjadi 4 termasuk kedalam kategori “Baik Sekali”

adapun rata-rata hasil observasi kemampuan guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dari Siklus I ke Siklus II yaitu 3,37 yang termasuk

kedalam kategori “Baik”. Kemampuan guru melaksanakan pembelajaran untuk meningkatkan pengenalan warna melalui play dough di PAUD DZAFIRA. Berdasarkan data hasil observasi kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran yang tertera pada table:

Tabel 10

Hasil Observasi Kemampuan Guru dalam Melaksanakan Pembelajaran (Siklus I dan II)

Hasil Observasi Kategori

Siklus I Pertemuan ke -1

2,18 dibulatkan

menjadi 2 Cukup

Siklus I Pertemuan ke-2

2,89 di bulatkan

menjadi 3 Baik

Siklus I Pertemuan ke-3 3 Baik

Rata-rata Siklus I

2,69 di bulatkan

menjadi 3 Baik

Siklus II Pertemuan ke – 1

3,49 dibulatkan

menjadi 4 Baik Sekali Siklus II Pertemuan ke-2

3,89 dibulatkan

menjadi 4 Baik Sekali Siklus II Pertemuan ke-3

3,96 dibulatkan

menjadi 4 Baik Sekali Rata-Rata Siklus II

3,78 dibulatkan

menjadi 4 Baik Sekali Rata-rata Hasil Observasi

menyusun RPP 3,23 Baik

Dapat dilihat bahwa rata-rata hasil observasi pada siklus I yaitu 2,69 dibulatkan

menjadi 3 termasuk ke dalam kategori “Baik” , selanjutnya rata-rata hasil observasi pada siklus II yaitu 3,78 dibulatkan menjadi 4 termasuk kedalam

kategori “Baik Sekali” adapun rata-rata hasil observasi kemampuan guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dari Siklus I ke Siklus II yaitu 3,23

yang termasuk kedalam kategori “Baik”. Meningkatkan pengenalan warna anak

menggunakan kegiatan play dough di PAUD DZAFIRA.Setelah melakukan 2 siklus penelitian untuk meningkatkan pengenalan warna dengan menggunakan

play dough setiap siklus 3 kali pertemuan yang dilakukan oleh peneliti selaku guru kelas dan berkolaborasi dengan ibu Kasnawati sebagai teman sejawat dengan beberapa kegiatan yaitu mencampurkan kedua warna menggunakan play dough, menyebutkan warna menggunakan play dough, dan mengelompokkan warna menggunakan play dough mengalami peningkatan dan sesuai dengan target yang diinginkan dalam penelitian.

(15)

15 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bagian terdahulu, secara umum dapat disimpulkan bahwa upaya guru untuk meningkatkan pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD DZAFIRA Kecamatan Pontianak Timur ini mengalami peningkatan, hal ini dilihat dari rencana perbaikan pembelajaran yang dilakukan dan pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Kesimpulan penelitian tersebut dapat dijabarkan secara rinci sebagai berikut: 1) Perencanaan pembelajaran pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD DZAFIRA Kecamatan Pontianak Timur terjadi peningkatan.2. Pelaksanaan pembelajaran pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD DZAFIRA Kecamatan Pontianak Timur juga terjadi peningkatan. Pengenalan warna melalui play dough pada anak usia 4-5 tahun di PAUD DZAFIRA Kecamatan Pontianak Timur terjadi peningkatan sangat baik.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat diberikan saran sebagai berikut: 1) Guru hendaknya dapat menggunakan alat peraga/ media khususnya play dough yang dapat dipakai untuk meningkatkan kemampuan pengenalan warna, khususnya pada anak PAUD. 2) Sebaiknya ketika guru ingin melaksanakan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pengenalan warna terlebih dahulu mempersiapkan media yang tepat khususnya play dough, serta menguasai langkah-langkah pembuatan play dough dan beberapa jenis warna dengan baik agar anak tertarik dan mudah memahami berbagai macam warna.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Basyirudin, Usman dan Asnawir. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Delia Citra Utama.

Beaty, Janice J. (2010). Observing Development of the young Child. 7TH esition. New

Jersey : Pearson Education Upper Saddle River.

Desni Yuniarni. (2012). Psikologi Perkembangan Dalam Pendidikan. Fahmi Ichwan. Kalimantan Barat : Fahruna Bahagia Press

Dinar Pratisti, Wiwien (2008). Psikologi Anak Usia Dini, Jakarta: Indeks

Gwynn Mettetal. 2003. Improving Teaching through Classroom Action Research. Essay on Teaching Excellence. University South Bend: Indiana

(16)

16 Margaret E. Gradler. (2011). Learning and Instruction (Teori dan Aplikasi).

Jakarta : Kencana

Mulyadi, Seto. (2005). Bermain dan Kreativitas. Jakarta : Papas Sinar Sinanti.

Mulyasa. (2012). Manajemen PAUD. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Nawawi, Hadari (2007 ). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Nurjamika, Yusep (2012), Ragam Aktivitas Harian untuk TK. Jogjakarta; DIVA Press

Permendiknas. (2009). Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan. Jakarta: Pusat pembukuan Departemen Pendidikan Nasional (http://www .permendiknas.go.id/download/standar kompetensi.doc, diakses 10 september 2014)

Sugiono, Dendy (2008). Kamus Besar Bahas Indonesia Jilid IV. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Tedjasaputra, Mayke S. (2001). Bermain, mainan dan permainan. Jakarta : PT Grasindo

Zainal Aqib. (2011) Pedoman Teknis Penyelenggara PAUD ( Pendidikan Anak Usia Dini). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (PERMEN) No.58 Tahun 2009. Bandung : CV. Nuansa Aulia, hal :84-112.

Gambar

Gambar 1 Skema Model siklus penelitian tindakan kelas          (SuharsimiArikunto 2013 : 137)

Referensi

Dokumen terkait

Program pemberian tablet besi (Fe) pada wanita hamil yang menderita anemia kurang menunjukan hasil yang nyata disebabkan oleh kepatuhan minum tablet besi (Fe)

Vessel trafiic service adalah kantor nav igasi yang akan igasi yang akan mengawasi mengawasi kapal selama pelayaran kapal selama pelayaran ke pelabuhan tujuan sampai selamat

Berdasarkan Berita Acara Evaluasi kualifikasi Nomor : 33.g/DOKUMEN PENGADAAN/VII/2016 Tertanggal 19 Agustus 2016, dengan ini kami mengundang Saudara untuk membuktikan kebenaran

2 Kuantitas satuan adalah kuantitas setiap komponen untuk menyelesaikan satu satuan pekerjaan dari nomor mata pembayaran. 3 Biaya satuan untuk peralatan sudah termasuk bahan

Ringkasan hasil kajian dibuat berdasarkan objektif kajian yang dijelaskan dalam bab 1. Terdapat empat objektif utama iaitu mengenalpasti proses dan prosedur yang perlu

Oleh karena itu, komposisi pendanaan antara hutang jangka panjang dan modal sendiri harus diperhatikan dengan cermat, supaya biaya hutang dan biaya modal sendiri

Strategi copyng yang dilakukan para pedagang untuk dapat mengurangi stres atau tekanan yang dialaminya adalah lebih kepada religious coping yaitu berdoa

Berdasarkan dari penelitian dan analisis sebelumnya dapat diperoleh hasil penelitian sebagai berikut : pertama, messenger berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian