• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Strategi Pembelajaran Afektif dalam Pembelajaran Unggah-ungguh Bahasa Jawa di Sekolah Dasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan Strategi Pembelajaran Afektif dalam Pembelajaran Unggah-ungguh Bahasa Jawa di Sekolah Dasar"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

9

PEMBELAJARAN UNGGAH-UNGGUH BAHASA JAWA

DI SEKOLAH DASAR

Akbar Al Masjid

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

E-mail: almasjida@gmail.com

Abstract: Politeness language or commonly called the speech level in the society until now still KHOG IDVW E\ WKH XVHU FRPPXQLW\ +RZHYHU WKH \RXQJHU JHQHUDWLRQ DUH QRZ VWDUWLQJ WR XVH WKH -DYD ODQJXDJH GLI¿FXOWLHV GLYHUVH RI PDQQHUV 7KLV LPSOLHV WKDW WKH YDOXHV RI GHFHQF\ WKDW EHFDPH WKH pride of the Java community today has become even more faded. Based on the authors provide solutions in an effort to increase the upload-ungguh skills using the Java language through affective OHDUQLQJ VWUDWHJLHV 7KH WHFKQLTXH XVLQJ WKH WHFKQLTXH RI KDELWXDWLRQ DQG PRGHOLQJ WHFKQLTXHV Keyword $IIHFWLYH OHDUQLQJ VWUDWHJ\ -DYDQHVH ODQJXDJH VSHHFK OHYHO

.HVRSDQVDQWXQDQ EDJL PDV\DUDNDW -DZD DGDODK hal yang sangat penting. Budaya Jawa sangat menjujung tinggi kesopanan atau adat ketimuran. Sopan santun seseorang dapat dilihat dan dinilai dari tingkah laku (patrap) dan tutur katanya (subasita/unggah-ungguhnya). Sehingga ada pepatah mengatakan “Ajining raga tumata ing busana, ajining dhiri gumantung kedaling lathi´ XQJNDSDQ WHUVHEXW PHQ\LUDWNDQ EDKZD baik tidaknya seseorang dapat dinilai dari cara berbusana dan tutur katanya.

Seiring perkembangan zaman di era globalisasi GHZDVD LQL WHUDVD QLODL QLODL EXGD\D -DZD VHPDNLQ WHUGHJUDGDVL 3ROD SLNLU GDQ FDUD SDQGDQJ PDQXVLD PXODL GDUL JD\D KLGXS KLQJJD SHULODNX NHVHKDULDQ tidak terkecuali dengan tatacara dan adat istiadat Jawa sudah mulai termarginalkan oleh budaya pop yang dibawa oleh budaya manca.

Perlahan tapi pasti perubahan pola pikir ini WHODK PHUXEDK ZDMDK WDWDQDQ PDV\DUDNDW -DZD pergeseran itu bisa kita lihat dari cara berbahasa berbahasa Jawa generasi muda dewasa ini. Generasi muda yang enggan menerapkan unggah-ungguh EDKDVD -DZD \DQJ GLDQJJDS UXPLW PHUHND MXJD kesulitan menggunakan bahasa yang sopan dan hormat (ragam krama). Alasanya adalah unggah-ungguh dinilai sulit sehingga mereka (khususnya anak muda sekarang ini) takut apabila salah PHQHUDSNDQ XQJJDK XQJJXK \DQJ EHQDU VHKLQJJD justeru dianggap tidak punya sopan santun atau sombong; alasan yang kedua bahasa Jawa

(ungguh-ungguh) dipersepsikan tidak membawa kemajuan untuk cita-cita masa depanya. Padahal VHEHQDUQ\D DODVDQ WHUVHEXW WLGDN ELVD GLEHQDUNDQ NDUHQD VHEDJDL DQJJRWD PDV\DUDNDW -DZD \DQJ yang pertama kali dinilai dari seseorang apakah berakhlak atau mempunyai adab yang baik atau tidak adalah dari perbuatan dan tutur katanya.

Fenomena dan fakta dari seorang pakar peneliti EDKDVD -DZD 6XEURWR WHODK PHQ\LPSXONDQ dalam penelitiannya “Endengered Krama/Krama Inggil varieties in Young Javanese Generation´ bahwa generasi muda sudah mulai kesulitan menerapkan komunikasi menggunakan bahasa -DZD UDJDP NUDPD +DO WHUVHEXW PHQ\LUDWNDQ bahwa nilai-nilai kesopanan yang menjadi kebanggaan masyarakat Jawa sekarang ini dirasa semakin terpinggirkan. Tidak mengherankan bila VXDWX VDDW QDQWL RUDQJ -DZD OXSD DNDQ EXGD\DQ\D jati dirinya dan lupa akan adat istiadatnya sendiri. Hal ini menjadikan suatu keprihatinan bagi penulis sebagai seorang pecinta dan pemerhati EDKDVD GDQ EXGD\D -DZD 2OHK NDUHQD LWX QLODL nilai budaya Jawa sudah semestinya harus tetap ditanamkembangkan kembali pada generasi muda EDLN GL VHNRODK PDV\DUDNDW GDQ NHOXDUJD 1DPXQ dalam praktiknya hal itu tidaklah mudah untuk dilaksanakan.

Fenomena dan fakta yang terjadi di lapangan VDDW LQL VDQJDW PHPSULKDWLQNDQ NDUHQD DQDN anak muda sekarang sering keliru menerapakan unggah-ungguh bahasa Jawa yang benar. Berikut

(2)

data yang penulis sadap dari tuturan alami seorang DQDN PXGD NHSDGD RUDQJ WXD GL NRWD .ODWHQ EDUX baru ini:

1) “Kula budhal saking dalem ZDX ED¶GD $V\DU´ .ODWHQ -DQXDUL

‘Saya berangkat dari rumah tadi tadi sehabis Asyar.”

2) “Kula le dhahar mangke kemawon, Mbah. Taksih tuwuk ok´ .ODWHQ Januari 2016)

µ6D\D PDNDQQ\D QDQWL VDMD 0EDK 0DVLK NHQ\DQJ ¶

3) “Bapak mangan NDOHK VD\XU ED\HP kersa?”

µ%DSDN PDNDQ VDPD VD\XU ED\DP PDX"¶ Pada pembahasan ini peneliti menegaskan bahwa pemakaian bahasa oleh anak-anak muda semakin memprihatinkan karena sering terjadi keliru dalam penerapan leksikon bahasa -DZD /LKDW GDWD GDQ OHNVLNRQ krama inggil yang harusnya digunakan untuk orang lain/O3 (umumnya pada status sosial yang lebih tinggi) karena ketidakpahamannya justru dipakai untuk GLUL VHQGLUL DNLEDWQ\D MXVWUX GLDQJJDS WLGDN VRSDQ sombong. Akan tetapi hal itu tidak disadari oleh mereka karena menurutnya sudah menggunakan EDKDVD NUDPD \DQJ KDOXV SDGDKDO VHEHQDUQ\D justeru keliru dan perlu dibina dan dibenarkan. Sebaliknya untuk orang lain yang harusnya GLKRUPDWL MXVWUX PHQJJXQDNDQ OHNVLNRQ ngoko

UDVD KRUPDW UHQGDK OLKDW SDGD GDWD GL DWDV 'DODP XVDKD PHUHÀHNVL NHPEDOL QLODL QLODL unggah ungguh basa -DZD SDGD JHQHUDVL PXGD maka salah satu cara yang bisa dilakukan adalah PHPDKDPL NHELDVDDQ PHUHND EDKDVD PHUHND GDQ apa saja yang bisa mempengaruhi keterbiasaan mereka. Diharapkan dengan mengarahkan mereka pada pencerminan nilai-nilai unggah-ungguh EDKDVD -DZD NHODN PHUHND GDSDW PHQHUDSNDQ dalam kehidupan sehari-hari karena telah terbiasa. 7HUELDVD LWXODK NDWD NXQFLQ\D NDUHQD EDKDVD tanpa dilatih dan dipraktikan secara istikomah sangat mustahil dapat terampil menggunakannya.

Kendala dalam suatu pembelajaran bahasa di VHNRODK NHODV pertama dilihat dari siswanya, kemampuan berbicara siswa menggunakan unggah-ungguh masih rendah dan sering kali terbolak-balik dalam menerapkan leksikon krama inggil dan krama andhap. Siswa merasa kesulitan jika disuruh untuk berkomunikasi dengan unggah-ungguh krama. Hal ini disebabkan latar belakang siswa yang jarang menggunakan bahasa Jawa untuk EHUNRPXQLNDVL SDGD NHKLGXSDQ VHKDUL KDUL KDO LWX dapat diketahui dari komunikasi setiap harinya yang cenderung sering menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko. Faktor kendala yang kedua dari sisi guru atau pengajar SHPEHODMDUDQ EDKDVD

Jawa di kelas juga lebih sering menggunakan ragam ngoko sebagai bahasa pengantarnya. Selain itu metode yang digunakan oleh guru dalam SHPEHODMDUDQ EDKDVD -DZD NXUDQJ PHQDULN NXUDQJ EHUYDULDWLI GDQ LQRYDWLI NDUHQD KDQ\D PHQHUDSNDQ SHPEHODMDUDQ \DQJ NRQYHVLRQDO \DNQL JXUX EHUFHULWD DWDX PHQHUDQJNDQ GDQ VLVZD KDQ\D PHQGHQJDUNDQ VHKLQJJD VLVZD menjadi merasa bosan. Siswa tidak terlibat secara DNWLI NDUHQD GDODP SHPEHODMDUDQ LQL JXUX KDQ\D menyampaikan informasi dan pengetahuan secara OLVDQ $NLEDWQ\D SHPEHODMDUDQ PHQMDGL teacher-centered learning. Untuk mengatasi permasalahan WHUVHEXW SHUOX GLJXQDNDQ PHWRGH VWUDWHJL GDQ WHNQLN \DQJ XQJJXO GL VXDWX NHODV 0HWRGH VWUDWHJL dan teknik yang unggul di suatu kelas belum tentu unggul di kelas lainnya.

8QWXN PHQJDWDVL SHUPDVDODKDQ GL DWDV GDODP DUWLNHO LQL SHQXOLV PHQFRED PHQXDQJNDQ VROXVL penyelesaian permasalahan tersebut. Penggunaan strategi pembelajaran yang tepat diharapkan dapat menjadi solusi meningkatkan keterampilan unggah-ungguh basa Jawa oleh siswa. Strategi Pembelajaran Afektif (SPA) dalam hal ini dipilih sebagai solusi untuk mengatasi tersebut. SPA dinilai sebagai strategi yang tepat untuk menyampaikan pembelajaran unggah-ungguh EDKDVD -DZD NDUHQD VLVZD GDSDW PHPELDVDNDQ menggunakan basaha Jawa ragam krama yang baik dan benar sesuai unggah-ungguh bahasa -DZD 0HODOXL VWUDWHJL LQL SXOD SDUD VLVZD GDSDW mencontoh seorang vigur atau tokoh yaitu seorang guru maupun dari teman sebaya yang sudah mahir PHQJJXQDNDQ XQJJDK XQJJXK GHQJDQ EHQDU sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar unggah-ungguh bahasa Jawa.

6HODLQ VWUDWHJL SHPEHODMDUDQ UHQGDKQ\D motivasi siswa juga ikut mempengaruhi kemampuan mempelajari bahasa Jawa khusunya mengenai unggah-ungguh. Adapun cara-cara meningkatkan motivasi dalam SPA dapat dilakukan dengan cara berikut. 1) Memberikan pernyataan penghargaan secara verbal; 2) Menggunakan nilai ulangan sebagai pemacu keberhasilan; 3) Memberi hadiah (reward) kepada siswa yang nilainya paling tinggi dan selesai paling awal untuk memacu semangat siswa.

6HKXEXQJDQ GHQJDQ DOWHUQDWLI GL DWDV maka pembelajaran bahasa Jawa jangan sampai dibuat sulit. Pembelajaran bahasa Jawa harus dibuat mudah dan menyenagkan bagi siswa. 'HQJDQ SHPEHODMDUDQ \DQJ PXGDK VLVZD PHUDVD VHQDQJ WLGDN PHQJKLQGDU GDQ GDSDW IRNXV GDODP belajar. Pembelajaran yang menyenangkan dapat PHQVWLPXODVL VLVZD PHQMDGL DNWLI WLGDN WDNXW EHUWDQ\D PHQMDGLNDQ UDVD LQJLQ WDKX WLQJJL NXURLVLWDV PHQLQJNDW GDQ PRWLYDVL EHODMDU SXQ meningkat.

(3)

Berpijak dari latar belakang di atas maka dalam penelitian ini akan dipaparkan bagaimana guru dapat meningkatkan prestasi belajar dan motivasi siswa dalam pembelajaran bahasa Jawa khususnya mengenai kemampuan menggunakan unggah-ungguh. Penelitian ini akan memberi gambaran bagaimana strategi pembelajaran afektif (SPA) diterapkan dalam pembelajaran kompetensi berbicara (menerapkan unggah-ungguh). Masalah ini menarik untuk dipaparkan karena dapat dijadikan sebagai bahan kajian bagi penyelenggara pendidikan pada umumnya dan praktisi pendidikan pada khususnya serta para pengajar bahasa Jawa.

Ada berbagai permasalahan yang perlu segera mendapat pemecahan dalam pembelajaran kompetensi unggah-ungguh GL DQWDUDQ\D PLQDW GDQ PRWLYDVL VLVZD NUHDWLYLWDV JXUX dalam menggunakan pendekatan dan metode SHPEHODMDUDQ PDWHUL SHPEHODMDUDQ \DQJ GDSDW PHPEHULNDQ QLODL NHEHUPDQIDDWDQ EDJL VLVZD SHQJJXQDDQ PHGLD \DQJ WHSDW GDQ VHVXDL GDQ sumber belajar yang memadai.

Minat dan motivasi merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan. Dalam hal ini JXUX SHUOX LQWURVSHNVL DSDNDK GLULQ\D WHODK GDSDW memanfaatkan berbagai macam stimulus sehingga siswa tertarik untuk mengikuti pembelajaran unggah-ungguh bahasa Jawa. Jika hal tersebut telah GLODNVDQDNDQ ROHK JXUX GHQJDQ VHEDLN EDLNQ\D diharapkan para siswa akan merasa tertarik dan senang belajar bahasa Jawa yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan menggunakan unggah-ungguh bahasa Jawa.

Pemilihan metode guru yang tak pernah berubah serta tidak inovatif juga merupakan permasalahan dalam pembelajaran unggah-ungguh bahasa Jawa. Guru yang menggunakan PHWRGH VHFDUD NRQYHQVLRQDO WDN SHUQDK EHUXEDK akan membuat rasa jenuh bagi siswa dalam PHQJLNXWL SURVHV SHPEHODMDUDQ 2OHK NDUHQD LWX guru dituntut untuk bersifat kreatif dan inovatif GDODP PHQJJXQDNDQ SHQGHNDWDQ PHWRGH PDXSXQ model pembelajaran. Untuk memotivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran bahasa Jawa dan untuk memperoleh hasil yang maksimal perlu digunakan pendekatan pembelajaran yang tepat.

Prinsip nilai kebermanfaatan dari apa yang mereka dapatkan dalam pembelajaran juga memegang peranan yang penting. Dengan memahami akan perlunya belajar unggah-ungguh siswa akan merasa termotivasi dan selanjutnya mereka akan mengikuti pembelajaran bahasa Jawa dengan sungguh-sungguh. Penggunaan media yang tepat dan sumber belajar yang memadai dapat membantu siswa dalam mengikuti pembelajaran dan meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa dalam menggunakan unggah-ungguh.

%HUGDVDUNDQ SUREOHPDWLND VHUWD LGHQWL¿NDVL PDVDODK \DQJ WHODK GLXQJNDSNDQ GL DWDV WHODDK berikut ini mempunyai tujuan memaparkan penerapan strategi pembelajaran afektif (SPA) sebagai upaya meningkatkan keterampilan unggah-ungguh bahasa Jawa. Selain tujuan tersebut telaah ini berfaat sebagai acuhan atau model dalam pembelajaran bahasa Jawa untuk para pengajar EDKDVD -DZD GDSDW PHQLQJNDWNDQ NHWHUDPSLODQ unggah-ungguh EDKDVD -DZD DQDN GLGLN VHEDJDL pedoman dan kaidah unggah-ungguh bahasa Jawa yang benar serta mudah mudah dipahami oleh JXUX GDQ SHVHUWD GLGLN GLVDPSLQJ KDO WHUVHEXW hal terpenting dalam telaah ini yakni untuk lebih menekankan pada pembelajaran pada aspek afektif (nilai-nilai dan sikap) sehingga sekaligus sebagai pendidikan karakter yang terinternalisisi dalam diri SHVHUWD GLGLN GL VDPSLQJ LWX MXJD GDSDW PHODWLK aspek psikomotorik yang selanjutnya diharapkan dapat terimplementasikan dalam kehidupan sosial sehari-hari.

PEMBAHASAN

A. Keterampilan Menggunakan Unggah-Ungguh Bahasa Jawa

1. Potret Penggunaan Bahasa Jawa Dewasa ini

Unggah-ungguh basa atau dalam bahasa Jawa OD]LP GLVHEXW GHQJDQ WLQJNDW WXWXU EDKDVD GDQ dikenal dengan speech levelGDODP EDKDVD ,QJJULV merupakan suatu kekayaan budaya yang dimiliki ROHK EHEHUDSD VXNX GL ,QGRQHVLD 6DVDQJND 1). Unggah-ungguh bahasa adalah tingkatan-tingkatan yang terdapat dalam bahasa yang dapat mengandung kesopanan atau etika dan rasa KRUPDW KRQRUH¿N WHUKDGDS PLWUD ELFDUD Unggah ungguh basa merupakan adat sopan santun berbahasa Jawa. Adat sopan santun berbahasa Jawa ini mencerminkan perilaku kebahasaan yang sebenarnya merupakan cerminan perilaku PDV\DUDNDWQ\D 0DU\RQR

Bahasa Jawa sebagai sarana mewariskan EXGD\D -DZD NHSDGD JHQHUDVL PXGD \DQJ QRWDEHQH merupakan generasi penerus kebudayaan Jawa. Fenomena yang memprihatinkan adalah keadaan generasi muda Jawa saat ini adalah semakin sedikitnya pengguna bahasa Jawa yang halus dan VRSDQ GL NDODQJDQ JHQHUDVL PXGD -DZD $ODVQ\D ada yang menganggap bahasa Jawa tidak moderen GDQ PHPEDZD NHPDMXDQ SDGD GLULQ\D EDKNDQ menganggap bahasa Jawa tidak mempunyai prospek yang bagus untuk karirnya di masa depan. Kedua karena generasi muda Jawa sudah merasa kesulitan dalam menerapkan unggah-ungguh bahasa Jawa yang baik dan benar (laras tur leres $OKDVLO JHQHUDVL PXGD EDQ\DN \DQJ WDNXW

(4)

menggunakan bahasa Jawa (unggah-ungguh basa Jawa) kepada orang yang lebih senior. Apabila menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko (tidak KRUPDW WDNXW GLDQJJDS WLGDN WDKX VRSDQ VDQWXQ tata susila, subasita dan tata krama $NDQ WHWDSL DSDELOD PHQJJXQDNDQ EDKDVD UDJDP NUDPD DQDN anak muda takut salah dalam menerapkan justeru akan dianggap sombong. Sebagai contoh kasusnya dipaparkan berikut ini.

a) OI (senior) : “Jenengan wau tindak mriki jam pinten?”

‘Anda tadi berangkat ke sini jam EHUDSD"¶

O2 (anak muda): Tindak jam wolu, Pak.”

µ%HUDQJNDW SXNXO GHODSDQ 3DN¶

b) O1 : “Saking pundi Jenengan kala wau?”

µ'DUL PDQD $QGD WDGL"¶

O2: “Kula saking dalem kok, Pak.” µ6D\D GDUL UXPDK 3DN ¶

c) O1 : “Mangga, Nak, kula aturi dhahar sesarengan!”

µ6LODNDQ 1DN 6D\D SHUVLODNDQ PDNDQ EHUVDPD ¶

O2: “Matur nuwun sanget, Pak. Kula wau sampun dhahar

wonten dalem.”

µ7HULPD NDVLK 3DN 6D\D WDGL VXGDK PDNDQ GL UXPDK ¶

d) O1 : “Kula dakkondurUXPL\LQ QJJLK ´ µ6D\D SXODQJ GXOXDQ \D ¶

Sebenarnya masih banyak contoh-contoh kasus lain penggunaan unggah-ungguh bahasa Jawa seperti di atas. Dalam penggunaan bahasa Jawa (ragam krama) seperti di atas kiranya terlihat KDOXV QDPXQ VHEHQDUQ\D SHQJJXQDDQ unggah-ungguh WHUVHEXW WLGDN WHSDW NDUHQD PHODQJJDU kaidah unggah-ungguh bahasa krama yang benar. Itulah potret penggunaan bahasa Jawa dewasa ini yang membuat prihatin peneliti dan masyarakat pelestari baudaya dan bahsa Jawa. Pada contoh kasus tersebut penutur menggunakan leksikon-leksikon krama inggil (seperti pada kata tindak dalem kula dhahar XQWXN GLULQ\D VHQGLUL GDQ KDO tersebut menjadikan justeru tidak sopan karena mengunggulkan/ mengagungkan diri sendiri VHKLQJJD ELVD GLDQJJDS VRPERQJ 6HVXQJJXKQ\D apabila kaidah unggah-ungguh bahasa Jawa GLNXDVDL GHQJDQ EDLN NHVDODKDQ NHVDODKDQ seperti contoh di atas tidak akan terjadi. Kunci utama terampil menggunakan unggah-ungguh EDKDVD -DZD VHFDUD WHSDW GDQ EHQDU NHPDPSXQDQ memilih dan memilah kata-kata bahasa Jawa secara cermat.

Kenyataan telah membuktikan bahwa penggunaan unggah-ungguh bahasa Jawa dewasa

ini semakin lama semakin memprihatinkan. Leksikon-leksikon krama inggil yang seharusnya dipergunakan untuk orang lain (O2 maupun O3) \DQJ VHKDUXVQ\D GLKRUPDWL MXVWHUX GLWHUDSNDQ untuk dirinya sendiri (O1). Kasus tersebut VHEHQDUQ\D WLGDN KDQ\D WHUMDGL SDGD JHQHUDVL PXGD orang sudah dewasa pun juga masih sering terpelset VHSHUWL SDGD NDVXV GL DWDV $QHKQ\D RNQXP DWDX orang berbicara menggunakan unggah-ungguh tersebut tidak merasa bahwa sebenarnya dirinya keliru dalam menerapkan unggah-ungguh bahasa Jawa yang tepat dan benar.

2. Faktor-Faktor Penyebab Sulitnya Unggah-Ungguh Bahasa Jawa pada Anak Didik

3HUWDPD GLNDUHQDNDQ SHPEDMDUDQ EDKDVD Jawa di kelas kurang mengena di hati para peserta didik. Pertama pelajaran bahasa Jawa dirasakan membosankan dan menjemukan.

Kedua karena metode atau strategi pembelajaran bahasa Jawa yang digunakan oleh guru kurang menarik dan tidak inovatif. Akibatnya gairah siswa untuk serius belajar bahasa Jawa khususnya unggah-ungguh bahasa Jawa menjadi PHQXUXQ EDKNDQ KLODQJ DNLEDWQ\D SHODMDUDQ WLGDN ELVD GLVHUDS ROHK DQDN GLGLN GDQ EDKNDQ cenderung diabaikan.

.HWLJD XQJJDK XQJJXK EDKDVD -DZD \DQJ diajarkan oleh guru terlalu berbelit-belit dan dirasa rumit. Ada beberapa guru yang masih mengajarkan kaidah unggah-ungguh yang lama yaitu memilah unggah-ungguh menjadi 13 macam (tingkat tutur QJRNR OXJX DQW\DEDVD EDVDDQW\D PDG\DQJRNR PDG\DQWDUD PDG\DNUDPD PXGKD krama, kramantara, wredha krama, krama desa, krama inggil, basa kedhaton, basa kasar). Dengan EDQ\DNQ\D NODVL¿NDVL XQJJDK XQJJXK WHUVHEXW tidak membuat siswa paham justeru membuat siswa menjadi bingung karena terlalu banyakknya pemabagian unggah-ungguh yang terlalu rumit dan tidak adanya ketentuan atau kaidah yang membedakan secara tegas antara jenis unggah-XQJJXK \DQJ VDWX GHQJDQ ODLQ\D OLKDW 88%-Sasangka: 2007).

.HHPSDW DGDODK NDUHQD NXUDQJQ\D WHODGDQ yang menjadi panutan siswa untuk belajar unggah-ungguh bahasa Jawa. Guru di kelas jarang menggukan bahasa krama (unggah-ungguh basa yang tepat dan benar menurut kaidah tata bahasa dan kaidah unggah-ungguh bahasa Jawa) kepada VLVZDQ\D XQWXN PHPEHULNDQ WHODGDQ .HOLPD faktor dari dalam diri siswa sendiri dan kuranganya dukungan dari orang tua dan masyarakat. Orang cenderung mengabaikan bahasa Jawa karena menganggap bahasa Jawa tidak memberikan kemajuan dan menyokong keberhasilan masa depannya secara materi.

(5)

3. Solusi Mengatasi Kendala Sulitnya UUBJ pada Siswa

a. Pembelajaran bahasa Jawa harus PHQHUDSNDQ PHWRGH WHNQLN GDQ VWUDWHJL pembelajaran yang menarik dan inovatif sehingga siswa tergugah semangatnya untuk belajar bahasa Jawa. Misalnya dengan menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual dengan strategi SHPEHODMDUDQ DIHNWLI VHSHUWL \DQJ DNDQ dibahas pada pembahasan berikutnya. b. Perlunya teknik modelling dalam

SHPEHODMDUDQ \DQJ GLPDNVXG GL VLQL adalah guru harus menjadi teladan bagi para peserta didiknya. Pengajar perlu mencontohkan penggunaan bahasa Jawa dengan unggah-ungguh bahasa Jawa yang baik dan benar sesuai dengan kaidah tata bahasa Jawa dan kaidah unggah-ungguh bahasa Jawa. Misalnya menggunakan bahasa pengantar dalam mengajar PHQJJXQDNDQ EDKDVD UDJDP NUDPD walau pun kepada siswa yang notabene status sosialnya lebih rendah. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengajarkan bahaja Jawa krama yang baik dan benar kepada para siswa dan untuk membiasakan siswa menggunakan bahasa Jawa (unggah-ungguh krama 'HQJDQ PDNVXG WHUVHEXW siswa menjadi terbiasa dan diharapkan terampil menggunakan unggah-ungguh bahasa Jawa dengan baik dan benar. c. Perlunya penyederhanaan

unggah-ungguh EDKDVD -DZD VHSHUWL \DQJ dipaparkan di bawah ini sebagai berikut. Dalam unggah-ungguh bahasa Jawa dikenal DGD EHEHUDSD WLQJNDWDQ \DQJ VHFDUD JDULV EHVDU dapat dibedakan menjadi tingkat tutur ngoko dan tingkat tutur krama 6DVDQJND Unggah-ungguh ngoko merupakan bahasa yang masih DODPL \DQJ PHUXSDNDQ GDVDU GDUL VHPXD OHNVLNRQ maupun tingkat tuturnya. Unggah-ungguh ngoko ini biasanya digunakan oleh seseorang yang mempunyai hubungan sosial yang erat dan DNUDE VHKLQJJD PHQJKLODQJNDQ NHFDQJJXQJDQ antara penutur dan lawan tuturnya. Ragam ngoko PHQXUXW 6DVDQJND GLEDJL PHQMDGL GXD EHQWXN varian yakni ngoko lugu dan ngoko alus. Ragam ngoko adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa \DQJ EHULQWLNDQ OHNVLNRQ QJRNR DWDX GHQJDQ kata lain yang menjadi unsur inti di dalam ragam ngoko adalah leksikon ngoko bukan lesikon yang ODLQ 6DVDQJND

Ngoko lugu adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang semua kosakatanya PHQJJXQNDQ OHNVLNRQ QJRNR GDQ QHWUDO VHODLQ

itu ditandai dengan pemakaian bentuk imbuhan ngoko (awalan: dak-,/tak-, kok-/ko-, di VX¿NV : -ku, -mu, -e, dan –ake). Fungsi ragam ngoko lugu yakni untuk membangun komunikasi yang bersifat akrab atau digunakan oleh partisipan yang VXGDK VDOLQJ NHQDO GLSDNDL GDODP VLWXDVL VDQWDL dan berfungsi untuk menyampaikan maksud yang mudah dipahami oleh mitra tuturnya.

Ngoko alus adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang di dalamnya bukan hanya terdiri atas leksikon ngokoGDQ QHWUDO VDMD PHODLQNDQ MXJD terdiri atas leksikon krama inggil, krama andhap dan krama 6DVDQJND )XQJVL UDJDP ngoko alus \DNQL \DNQL XQWXN PHPSHUKDOXV bahasa dan menghormati mitra tutur.

Unggah-ungguh bentuk krama merupakan EDKDVD \DQJ KDOXV EDKDVD \DQJ GDSDW GLSDNDL untuk menghormati lawan tuturnya. Ragam krama adalah bentuk unggah-ungguh bahasa atau tingkat tutur bahasa Jawa yang berintikan leksikon krama DWDX GHQJDQ NDWD ODLQ \DQJ PHQMDGL XQVXU inti di dalam ragam krama adalah leksikon krama

6DVDQJND Unggah-ungguh krama

terdiri dari krama lugu dan krama alus.

Ragam krama lugu GDSDW GLGH¿QLVLNDQ sebagai suatu bentuk ragam krama yang kadar NHKDOXVDQQ\D UHQGDK 0HVNLSXQ EHJLWX MLND GLEDQGLQJNDQ GHQJDQ UDJDP QJRNR DOXV UDJDP krama lugu ini masih menunjukkan tingkat kadar kehulusan/kesopanan yang lebih tinggi. %HQWXN D¿NV \DQJ VHULQJ PXQFXO GDODP NUDPD OXJX LQL MXVWUX EHUXSD D¿NV QJRNR di-, -e, dan –ake GLEDQGLQJNDQ GHQJDQ SHQJJXQDDQ D¿NV krama (dipun-, -ipun, dan –aken 6HODLQ D¿NV QJRNR NOLWLN PDG\D mang- juga sering muncul GDODP UDJDP LQL 'DODP SHQJJXQDDQ D¿NVngoko leksikon ngoko GDQ OHNVLNRQPDG\D hanya untuk menurunkan derajat kehalusan. Fungsi ragam krama lugu\DLWX XQWXN PHQJKRUPDWL ODZDQ ELFDUD dengan menggunakan bahasa yang lebih halus dan menunjukan rasa hormat kepada mitra tuturnya. Dalam hal ini jika dibandingkang dengan ragam QJRNR PDND UDJDP NUDPD WHWDS OHELK PHQXQMXNDQ bentuk penghormatan dan kesopansantunan yang lebih tinggi.

Krama alus adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang kesemua kosakatanya menggunakan leksikon krama bisa juga dengan krama inggil maupun krama andhap 6DVDQJND

$¿NV \DQJ GLJXQDNDQ GDODP UDJDP kramaDOXV LQL VHODOX PHPDNDL EHQWXN D¿NVkrama (dipun-, -ipun, -aken). Fungsi ragam krama alus yakni digunakan penutur untuk menghormati mitra tuturnya menggunakan bahasa yang mempunyai rasa hormat dan rasa kesopansantunan sangat tinggi.

(6)

4. Kaidah Penggunaan Ungguh-Ungguh Ba-hasa Jawa (UUBJ)

Kaidah mengenai penggunaan UUBJ disampaikan oleh Sumarlam (2012) adalah sebagai berikut.

a) Pilihlah leksikon-leksikon yang sesuai penerapanya. Leksikon QJRNR PDG\D NUDPD GDQ QHWUDO GDSDW GLJXQDNDQ XQWXN 2 2 O3. Leksikon krama andhap hanya untuk O1. Leksikon krama inggil untuk O2 dan O3. b) Gunakan leksikon krama inggil untuk mitra

tutur (O2) dan orang yang dibicarakan (O3) yang dihormati.

c) Gunakan leksikon krama dan atau krama andhap untuk diri sendiri.

d) Tidak boleh menggunakan bentuk leksikon krama inggil untuk diri sendiri.

H -DQJDQ PHQJJXQDNDQ OHNVLNRQ QJRNR PDG\D NUDPD NUDPD LQJJLO XQWXN 2 2 MLNDODX DGD bentuk krama inggilnya.

5. Keterampilan Menggunakan Unggah-Un-gguh Bahasa Jawa

Dari pengertian di atas dapat ditarik simpulan mengenai konsep keterampilan menggunakan unggah-ungguh bahasa Jawa adalah kecakapan seseorang untuk memakai bahasa (aspek berbicara) menggunakan unggah-ungguh/tingkat tutur yang menuntut kecakapan memilih kosakata yang tepat dan benar yang gramatikal secara tata bahasa Jawa GDQ VHVXDL NDLGDK XQJJDK XQJJXK \DQJ EHQDU sebagai bentuk kesopan-santunan berbahasa dan sarana menempatkan seseorang pada status sosialnya atau sebagi bentuk penghormatan kepada mitra tuturnya.

B. Strategi Pembelajaran Afektif 1. Strategi

Strategi adalah garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Iskandarwassid mengemukakan bahwa strategi merupakan taktik atau pola yang dilakukan oleh seseorang pengajar dalam proses EHODMDU EDKDVD VHKLQJJD SHVHUWD GLGLN GDSDW OHELK leluasa dalam berpikir dan dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya secara lebih mendalam dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar 6ODPHW 'DUL SHQJHUWLDQ WHUVHEXW GDSDW GLWDULN VLPSXODQ EDKDZD VWUDWHJL DGDODK VXDWX taktik atau cara yang harus ditempuh dalam upaya untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. 2. Pembelajaran

Pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya.

(Mengarahkan intreraksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan demikian jelas terlihat EDKZD SHPEHODMDUDQ PHUXSDNDQ LQWHUDNVL GXD DUDK yaitu guru dan peserta. Pembelajaran adalah suatu SURVHV \DLWX SURVHV PHQJDWXU PHQJRUJDQLVDVL OLQJNXQJDQ \DQJ DGD GLVHNLWDU DQDN GLGLN sehingga dapat menimbulkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Menurut +DPDOLN PHQJHPXNDNDQ SHPEHODMDUDQ adalah aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya sehingga menciptakan kesempatan bagi anak untuk melakukan proses belajar secara efektif.

'DUL SHQJHUWLDQ SHPEHODMDUDQ GL DWDV GDSDWODK disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses aktivitas menerima dan mentranformasikan ilmu atau pengetahuan secara resiprokal antara guru dengan siswa maupun antarsiswa itu sendiri guna menambah pengetahuan dan mencapai suatu tujuan belajar.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemi-lihan Strategi Pembelajaran

Pemilihan strategi pembelajaran yang tepat dapat mewujudkan tujuan pembelajaran tercapai secara maksimal. Kesalahan dalam pemilihan strategi pembelajaran dapat berdampak buruk bagi peserta didik maupun terhadap pembelajaran itu sendiri. Oleh karena itu pemilihan startegi pemebelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Seorang pengajar dituntut mempunyai kepiawaian dalam PHOLOLK SHQGHNDWDQ VWUDWHJL PHWRGH GDQ WHNQLN mengajar yang benar-benar dibutuhkan oleh peserta didik. Ada banyak faktor yang menjadi pertimbangan pengajar dalam memilih strategi SHPEHODMDUDQ GLDQWDUDQ\D VHEDJDL EHULNXW

a) Karakteristik peserta didik (mencakup kematangan mental dan kecakapan LQWHOHNWXDO NRQGLVL ¿VLN GDQ NHFDNDSDQ SVLNRPRWRULN XPXU GDQ MHQLV NHODPLQ b) Kompetensi dasar yang diharapkan c) Bahan ajar (sesuai kriteria SK dan KD

PDSHO PHPEHUL PRWLYDVL VLVWHPDWLV SUDNWLV PHQDULN PLQDW VDOLQJ WHUNDLW GDQ terpadu)

d) Waktu yang tersedia (berapa tatap muka VHWLDS VHPHVWHUQ\D EHUDSD MDP PDWD SHODMDUDQ VHWLDS PLQJJXQ\D GDQ NDSDQ pembelajaran dilaksanakan apakah pada SDJL KDUL NHWLND PDVLK IUHV DWDX NHWLND sudah siang atau sehabis olaha raga disaat semangat belajar siswa sudah terasa menurun.

e) Sarana dan prasarana

f) Kecakapan pengajar dalam memilih dan menerapkan strategi pembelajaran

(7)

,VNDQGDUZDVVLG GDQ 6XKHQGDU 174).

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal PHQMHODVNDQ EDKZD SHQGLGLNDQ QDVLRQDO berfungsi mengembangkan kemampuan dan mengembangkan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan NHKLGXSDQEDQJVD EHUWXMXDQXQWXNEHUNHPEDQJQ\D SRWHQVL SHVHUWD GLGLN DJDU PHQMDGL PDQXVLD yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan <0( EHUDNKODN PXOLD VHKDW EHULOPX FDNDS NUHDWLI PDQGLUL GDQ PHQMDGL ZDUJD QHJDUD \DQJ demokratis serta bertanggung jawab.

5XPXVDQ WXMXDQ SHQGLGLNDQ GL DWDV VDUDW DNDQ SHPEHQWXNDQ VLNDS VHKLQJJD VWUDWHJL pembelajaran sangat berhubungan erat dengan pembentukan nilai dan sikap. Dalam hal ini proses pembelajaran ditekankan pada aktivitas dan keterampilan siswa sebagai subjek belajar. 8QWXN LWX PDNDODK LQL DNDQ PHPEDKDV PHQJHQDL strategi pembelajaran afektif penerapannya dalam keterampilan menggunakan unggah-ungguh EDKDVD -DZD 6WUDWHJL SHPEHODMDUDQ DIHNWLI selanjutnya disingkat (SPA) berhubungan dengan nilai (value) perserta didik dengan sikap-sikapnya dalam belajar.

6LNDS PHUXSDNDQ UHÀHNVL GDUL QLODL \DQJ GLPLOLNL VHVHRUDQJ 2OHK NDUHQD LWX SHQGLGLNDQ sikap pada dasarnya adalah pendidikan nilai. Nilai adalah pandangan seseorang mengenai EDLN GDQ EXUXN LQGDK GDQ WLGDN LQGDK DGLO GDQ WLGDN DGLO GVE .HVHPXDQ\D LWX EHUDGD GDODP SLNLUDQ PDQXVLD \DQJ VLIDWQ\D WHUVHPEXQ\L KDQ\D dapat perilaku dari yang bersangkutan. Dengan GHPLNLDQ SHQGLGLNDQ QLODL GDSDWODK GLDUWLNDQ sebagai proses penanaman nilai kepada peserta didik yang diharapkan siswa dapat berperilaku sesuai dengan pandangan yang dianggap baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.

3DGD HUD JOREDOLVDVL GHZDVD LQL VHRUDQJ DQDN akan dihadapkan pada banyak pilihan tentang nilai yang mungkin dianggap baik. Pengikisan dan pertukaran nilai-nilai suatu masyarakat dewasa LQL DNDQ VDQJDW PXQJNLQ WHUMDGL VHFDUD WHUEXND Nilai-nilai budaya Jawa (khususnya unggah-ungguh bahasa Jawa) bukan tidak mungkin akan menjadi luntur digantikan oleh nilai-nilai baru yang dianggapnya populer.

4. Strategi Pembelajaran Afektif

2[IRUG PHQGH¿QLVLNDQ VWUDWHJL EHODMDU merupakan tingkah laku atau tindakan yang dipakai oleh pembelajar agar pembelajaran lebih EHUKDVLO WHUDUDK GDQ PHQ\HQDQJNDQ 6HPHQWDUD itu Zaini dan Bahri (2003) mengemukakan strategi pembelajaran adalah suatu garis-garis besar haluan

(pengajar dan peserta didik) untuk bertindak dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan tertentu.

a. Hakikat Strategi Pembelajaran Afektif Strategi pembelajaran afektif (SPA) adalah suatu metode dalam proses pembelajaran yang menekankan pada nilai (baik dan tidak baik) dan VLNDS VRSDQ GDQ WLGDN VRSDQ \DQJ GLXNXU ROHK karena itu menyangkut kesadaran seseorang yang WXPEXK GDUL GDODP 6DQMD\D 6WUDWHJL LQL yang bukan hanya bertujuan untuk mencapai SHQGLGLNDQ NRJQLWLI VDMD DNDQ WHWDSL MXJD EHUWXMXDQ untuk mencapai dimensi yang lainnya yaitu sikap dan tindakan.Bertolak dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran afektif adalah proses penamaan nilai-nilai yang positif pada peserta didik.

Dari pengertian tersebut strategi afektif yang diterapkan dalam pembelajaran unggah-ungguh bahasa Jawa diharapkan pada peserta didik untuk ELVD PHPSXQ\DL NHSULEDGLDQ EDLN EHUSULODNX yang sopan yang sesuai dengan norma yang telah ditetapkan serta dapat terampil menerapkan unggah-ungguh bahasa Jawa yang baik dan benar (laras sarta leres).

b. Karakteristik Strategi Pembelajaran Afektif Karakteristik afektif dalam SPA mencakup OLPD DVSHN SHQWLQJ \DLWX VLNDS PLQDW NRQVHS GLUL QLODL GDQ PRUDO 3HQMHODVDQ PHQJHQDL NHOLPD DVSHN NDUHNWHULVWLN 63$ WHUVHEXW GLMHODVNDQ sebagai berikut.

Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap VXDWX REMHN VXDWX NHFHQGHUXQJDQ XQWXN PHQHULPD atau menolak suatu objek berdasarkan nilai yang dianggapnya baik atau tidak baik. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan VHVXDWX \DQJ SRVLWLI NHPXGLDQ PHODOXL SHQJXDWDQ serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap GDSDW GLDPDWL GDODP SURVHV SHPEHODMDUDQ WXMXDQ \DQJ LQJLQ GLFDSDL NHWHJXKDQ GDQ NRQVLVWHQVL terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap SHVHUWD GLGLN WHUKDGDS PDWD SHODMDUDQ NRQGLVL SHPEHODMDUDQ SHQGLGLN GDQ VHEDJDLQ\D

Minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum

(8)

minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki LQWHQVLWDV WLQJJL 6HODQMXWQ\D NRQVHS GLUL DGDODK evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki.

Nilai adalah suatu pandangan seseorang PHQJHQDL EDLN GDQ EXUXN LQGDK GDQ WLGDN LQGDK OD\DN GDQ WLGDN OD\DN DGLO GDQ WLGDN DGLO 6DQMD\D 2012).Moral adalah suatu perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri VHQGLUL 0RUDO EHUNDLWDQ GHQJDQ SULQVLS QLODL GDQ keyakinan seseorang.

c. Implementasi SPA

Implementasi dari strategi pembelajaran tersebut sebagai berikut:

0HQJLGHQWL¿NDVL NXDOL¿NDVL NHSULEDGLDQ SHVHUWD GLGLN ODWDU EHODNDQJ VLVZD kemampuan dasar siswa dalam pelajaran bahasa Jawa khususnya mengenai unggah-ungguh bahasa Jawa.

2) Memilih sistem pendekatan pembelajaran. Sistem pendekatan yang menarik dan inovatif.

0HPLOLK GDQ PHQHWDSNDQ SURVHGXU PHWRGH GDQ WHNQLN SHPEHODMDUDQ \DQJ efektif. Dalam pembahasan kali ini akan menerapkan strategi pembelajaran afektif untuk meningkatkan keterampilan unggah-ungguh bahasa Jawa pada peserta didik.

4) Menetapkan batas minimal keberhasilan atau kriteria standar keberhasilan guna menjadi umpan balik atau evaluasi untuk pemebelajaran berikutnya.

d. Teknik Penerapan SPA

Pola pembentukan sikap menurut Sanjaya GDSDW GLEDJL PHQMDGL GXD \DNQL PHODOXL teknik pembiasaan dan modelling. Dalam hal LQL XQWXN PHQLQJNDWNDQ NHWHUDPSLODQ XQJJDK

ungguh bahasa Jawa yang pada tujuannya untuk menanamkan nilai-nilai kepribadian baik dan sikap sopan santun siswa.

1) Belajar melalui teknik pembiasaan,

Teori ini awalnya diperkenalkan oleh Skinner melalui teorinya operant conditioning. Pembentukan sikap yang dilakukan oleh Skinner menekankan pada peneguhan respon anak. Setiap kali anak menunjukan prestasi yang baik diberikan penguatan (reinforcement) dengan cara memberikan hadiah atau penghargaan. Kemudian pada pembelajaran berikutnya sikap positif anak akan meningkat atau semangat akan meningkatselanjutnya prestasi pun ikut meningkat.

Proses ini dapat diterapkan dengan membiasakan komunikasi baik siswa maupun guru ketika di kelas menggunakan bahasa Jawa krama. Dengan harapan siswa menjadi terbiasa menggunakan bahasa Jawa yang EDLN GDQ EHQDU EDLN NHWLND GL VHNRODK GL PDV\DUDNDW PDXSXQ GL OLQJNXQJDQ NHOXDUJD Sehingga diharapkan siswa melalui strategi pembelajaran afektif ini khususnya dengan teori pembiasaan ini dapat meningkatkan sikap dan perhatian siswa terhadap pelajaran bahasa Jawa. Out putnya diharapkan siswa meningkat sikap sopan santun kepada siapa pun.

2) Melalui Modelling

Proses pembentukan belajar yang kedua yakni melalui modelling \DLWX SHPEHQWXNDQ VLNDS melalui proses asimilasi atau proses mencontoh. Salah satu karakteristik anak didik yang sedang berkembang adalah perilaku mencontoh atau meniru perilaku idolanya. Prinsip peniruan inilah yang disebut modelling. Pemodelan biasanya GLPXODL GDUL SHUVDDQ NDJXP WHUKDGDS VRVRN VLNDS NHSDQGDDLQ GDQVW\OH tokoh yang diidolakan. Secara perlahan perasaan kagum akan mempengaruhi emosinya dan secara perlahan pula seorang anak akan meniru hal-hal yang dilakukan oleh tokoh yang diidolakan tersebut hingga menjadi sukses.

(9)

Bagan 1. PenerapanStrategi Pembelajaran Afektif dalam Pembelajaran UUBJ Siswa Belajar Guru Mengajar Kemampuan unggah-ungguh bahasa Jawa siswa masih rendah

Strategi Pembelajaran Afektif (SPA)

Pola Pembiasaan Pola Modelling

Keterampilan unggah-ungguh

bahasa Jawa Siswa meningkat

Kegiatan Belajar Mengajar

PENUTUP

Keterampilan berbicara merupakan suatu NHFDNDSDQ GDODP PHQ\DPSDLNDQ LGH JDJDVDQ perasaan maupun pesan dan gagasan yang sesuai dengan yang diinginkan oleh lawan WXWXUQ\D PHODOXL EDKDVD OLVDQ .LUDQ\D WLGDN DGD oarang yang terampil berbicara tanpa melalui proses berlatih. Begitu juga dalam berbicara menggunakan unggah-ungguh bahasa Jawa diperlukan pembiasaan yang terus menerus dalam situasi apapun supaya kemampuan berunggah-ungguhnya semakin terampil dan dapat diterima baik dalam masyarakat karena mempunyai sopan santun dan adab pergaulan bermasyarakat. Dalam SHODMDUDQ EDKDVD -DZD SXQ XQJJDK XQJJXK adalah kompetensi pembelajaran yang paling VXEWDQWLI NDUHQD GL PHUXSDNDQ NDUDNWHULVWLN GDQ jati diri sebagai masyarakat Jawa dan sekaligus sebagai sarana riil komunikasi sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat. Keterampilan menggunakan unggah-ungguh bahasa Jawa yang baik dan benar adalah kecakapan seseorang untuk memakai bahasa (aspek berbicara) menggunakan unggah-ungguh/tingkat tutur yang menuntut kecakapan memilih kosakata yang tepat dan benar yang gramatikal secara tata bahasa Jawa dan sesuai kaidah unggah-ungguh\DQJ EHQDU VHEDJDL bentuk kesopan-santunan berbahasa dan sarana menempatkan seseorang pada status sosialnya atau sebagi bentuk penghormatan kepada mitra tuturnya. Strategi Pembelajaran Afektif dalam pembelajaran unggah-ungguh bahasa Jawa merupakan proses

penamaan nilai-nilai yang positif pada peserta didik. Melalui strategi pembelajaran afektif yang diterapkan dalam pembelajaran unggah-ungguh bahasa Jawa diharapkan pada peserta didik untuk ELVD PHPSXQ\DL NHSULEDGLDQ EDLN EHUSULODNX yang sopan yang sesuai dengan norma yang telah ditetapkan serta dapat terampil menerapkan unggah-ungguh bahasa Jawa yang baik dan benar (laras sarta leres EDLN GL OLQJNXQJDQ NHOXDUJD PDV\DUDNDW GDQ VHNRODK 63$ \DQJ GLEDKDV PHQHUDSNDQ GXD WHNQLN \DLWX PHODOXL WHNQLN pembiasaan dan modellling.

Nilai-nilai kesopanan yang menjadi kebanggaan masyarakat Jawa dirasa semakin terpinggirkan. Banyaknya praktik penerapan pembelajaran UUBJ (guru-siswa) yang masih salah menurut kaidah unggah-ungguh bahasa -DZD VHKLQJJD PHPEXDW NHSULKDWLQDQ WHQWDQJ keberlangsungan unggah-ungguh bahasa Jawa sebagai salah satu warisan budaya Jawa yang luhur. Untuk melestarikan unggah-ungguh bahasa Jawa kepada generasi muda (di sekolah) perlu dilakukan perhatian serius khususnya dalam pembelajaran EDKDVD -DZD 8QWXN LWX SHUOX DGDQ\D VXDWX VROXVL untuk memecahkan masalah tersebut dengan memilih dan menerapkan strategi pembelajaran yang menyenangkan dan dapat menarik perhatian dan minat siswa untuk belajar bahasa Jawa yakni dengan pembelajaran yang inovatif. Adapun setiap strategi pembelajaran pasti memiliki keungulan GDQ NHOHPDKDQ ROHK NDUHQD LWX VHEDJDL SHQJDMDU harus pandai-pandai memilih dan menggunakan

(10)

strategi pembelajaran yang tepat dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu Strategi Pembelajaran Afektif (SPA) dalam makalah LQL ELVD GLEHULNDQ PDVXNDQ \DQJ PHPEDQJXQ guna memantapkan dan menyempurkan strategi SHPEHODMDUDQ LWX NH DUDK \DQJ OHELK EDLN VHUWD dapat diterapkan di lingkunag sekolah dan lainya. 6HEDJDL SHQJDMDU GDQ SHQGLGLN VHRUDQJ JXUX diharapkan mampu memberikan pembelajaran afektif yang dapat menumbuhkan integritas anak didik kearah yang lebih baik. Agar anak didik yang terbentuk tidak hanya memiliki inteligensi tinggi QDPXQ MXJD EHUNHSULEDGLDQ \DQJ EDLN GHQJDQ kata lain sekolah janag hanya mementingkan DVSHN NRJQLWLI VDMD DNDQ WHWDSL DVSHN DIHNWLI GDQ psikomotorik justru yang harus diberi perhatian dan penangan yang serius. Sehingga diharapkan siswa mempunyai sikap atau nilai afektif yang mulia yang terinternalisasi dalam diri siswa dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. DAFTAR PUSTAKA

1XUJL\DQWRUR %XUKDQ HG .H Penilaian Dalam Pengajaran Bahasa Dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.

________.2010. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: BPFE- Yogyakarta

Dimyati dan Mudjiono.1999.Belajar dan Pembelajaran. -DNDUWD 5LQHND &LSWD.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003a. Kurikulum 2004, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Media Pustaka. Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan. Jakarta : Dirjen Dikdas

Depdikbud. 2010. Kamus Besar Bahasa Jawa. Jakarta : Balai Pustaka.

6XEURWR (GL ³Endengered Krama/Krama Inggil Varieties of the Javanese Language”.

Variasai Krama dan Krama Inggil dalam Bahasa Jawa Terancam. Jurnal Linguistik Indonesia. Nomor 1 tahun ke-26. Februari 2008.

Oemar Hamalik. 2002 Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Iskandarwassid dan Dadang Suhendar. 2011. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Rosda Karya.

2[IRUG 5 Language Learning Strategies. :KDW (YHU\ 7HDFKHU 6KRXOG .QRZ. New York: Newbury House Publishers.

6XZDQGL 6DUZLML Evaluasi dalam Pembelajaran Bahasa. Surakarta: UNS Pascasarjana.

_______. 2011. 3HQHOLWLDQ 7LQGDNDQ .HODV 37. 3HQXOLVDQ .DU\D ,OPLDK. Surakarta: Yuma Pustaka

6DQMD\D :LQD Pembelajaran Berbasis CTL. Jakarta: Rajawali.

6DVDQJND 6DWUL\D 7MDWXU :LVQX Unggah-ungguh Bahasa Jawa. Jakarta: Yayasan Paramalingua

Slamet. 2008. Dasar-Dasar Keterampilan Berbahasa Indonesia. Surakarta: LPPM UNS dan UNS Press

_______. 2007. Dasar-dasar Keterampilan Berbahasa Jawa. Edisi II. Surakarta: LPP UNS Bekerjasama dengan UNS Press

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Sumarlam. 2012. “Unggah-Ungguh Basa Jawi (Paugeraning Ngoko Alus lan Krama Alus)”. 'DODP EXNX .DMLDQ %DKDVD 6DVWUD %XGD\D Jawa. Penyunting Muhammad Rohmadi dan Lili Hartono. Surakarta: JPBS FKIP UNS Triyanto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran

Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Zaini Aswan dan Syaiful Bahri D. 2003. Strategi Belajar Mengajar -DNDUWD 5LQHND &LSWD

Referensi

Dokumen terkait

Dari plot dapat dilihat bahwa fungsi yang didapat dari metode spline kubik ini pada titik-titik data yang diberikan fungsinya tidak kontinu, artinya turunan pertamanya dari

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya yang besar, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “ ANALISIS DAN PERANCANGAN PERANGKAT AJAR TENTANG

Penelitian – penelitian tersebut di atas dijadikan acuan dan dasar dalam penelitian yang di lakukan dengan penambahan beberapa sensor yang berbeda dan juga

Turnamen Round-Robin akan direpresentasikan ke dalam bentuk graf lengkap berarah dengan orde 10 dan11 dengan menggunakan dua metode, yaitu untuk turnamen dengan jumlah vertex

Cina dengan menggunakan polisakarida nukleotida BCG hasilnya berbeda, pada penderita asma yang bersamaan dengan rinitis alergi, skor gejala klinik rinitis alergi lebih rendah secara

[r]

Dapat memahami proses pengambilan dan pengolahan data gempa untuk mengetahui seismisitas gempa, pola mekanisme fokus gempa, percepatan getaran tanah maksimum dan intensitas gempa

Kegiatan yang disusun pada siklus II sama dengan kegiatan perencanaan yang dilaksanakan pada siklus I, namun pada siklus II terdapat kegiatan pembelajaran