• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK BAGI PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA BANDA ACEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK BAGI PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA BANDA ACEH"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK BAGI PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA BANDA ACEH

Nilda Mutia

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

Yanis Rinaldi

Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

Abstrak - Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pelaksanaan pelayanan publik bagi penyandang disabilitas di Kota Banda Aceh, hambatan yang dihadapi dalam pelaksaan pelayanan publik bagi penyandang disabilitas di Kota Banda Aceh dan upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Banda Aceh untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pelayanan publik bagi penyandang disabilitas.Hasil penelitian menunjukkan bahwapelaksanaan pelayanan publik bagi penyandang disabilitas belum maksimal. Belum maksimalnya pelayanan publik bagi penyandang disabilitas di Kota Banda Aceh karena adanya beberapa hambatan, diantaranya: kurangnya sumber daya manusia yang profesional, terbatasnya fasilitas yang dimiliki, dan terbatasnya dana yang dimiliki. Upaya yang telah ditempuh oleh pihak rumah sakit adalah meyediakan loket pendaftaran khusus, ramp(tangga landai) dan lift khusus, sedangkan upaya yang telah ditempuh pada sarana transportasi adalah menyediakan halte dan bus yang dapat digunakan bagi penyandang disabilitas. Upaya yang akan dilakukan oleh pihak rumah sakit adalah menyediakan karyawan sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas dan menambah fasilitas yang dapat dijangkau bagi penyandang disabilitas.Disarankan kepada pihak rumah sakit untuk mengadakan pelatihan khususkepada karyawan serta memperbaharui sumber daya manusia yang ada, sedangkan pada sarana transportasi penyediaan fasilitas harus dapat menjangkau seluruh penyandang disabilitas tidak hanya pada satu penyandang disabilitas saja. Pihak rumah sakit dan sarana transportasi mengajukan anggaran dana untuk pembangunan fasilitas serta pelayanan yang optimal.

Kata Kunci : Pelayanan Publik, Disabilitas, Aksesibilitas

Abstract - The purpose of this study was to describe the implementation of public services for persons with disabilities in the city of Banda Aceh, the obstacles encountered in the implementation of public services for persons with disabilities in the city of Banda Aceh and the efforts made by the Government of Banda Aceh to overcome obstacles in the implementation of public services for persons with disabilities.The results showed that the implementation of social services for persons with disabilities is not optimally. It happened due to several obstacles, including: lack of professional human resources, limited facilities, and the limited funds. Efforts have been taken by the hospital is providing special registration booth, stair ramps and lifts, while efforts has been pursued on transportation is providing bus stops and buses that can be used for persons with disabilities. Efforts will be made by the hospital is to provide employees in accordance with the persons with disabilities and to expand its facilities that are accessible to persons with disabilities.It is suggested that the hospital's to trainthe employees and update the existing human resources, while the transportation facilities should be able to reach all persons with disabilities. The hospital and the transportation propose the budget for construction of the facility as well as the optimal service

Keywords: Public service, disability, accessibility PENDAHULUAN

Jaminan atas hak dan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan bagi para penyandang disabilitas telah diatur dalam Pasal 5 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, yakni “Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan”.1

Dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menjelaskan bahwa

1

(2)

penyandang disabilitas mempunyai hak pelayanan publik meliputi hak memperoleh akomodasi yang layak selama pelayanan publik secara optimal, wajar, bermatabat tanpa diskriminasi, pendampingan, penerjemahan, dan penyediaan fasilitas yang dapat diakses di tempat layanan publik tanpa biaya tambahan. Penyandang disabilitas mempunyai hak kesempatan yang sama dengan masyarakat lainnya.

Pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, dalam bentuk barang atau jasa baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaanketertiban-ketertiban.2 Pelayanan publik terbagi menjadi tiga bagian yaitu pelayanan administratif yang menghasilkan berbagai produk dokumen resmi yang dibutuhkan masyarakat, pelayanan jasa yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan masyarakat dan pelayanan barang yang menghasilkan jenis barang yang dibutuhkan masyarakat.

Pemerintah diharapkan dapat memberikan perhatian yang cukup kepada para penyandang disabilitas, termasuk dalam hal aksesibilitas pelayanan umum. Pemerintah diwajibkan menyediakan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, aksesibilitas adalah hal yang mudah dicapai.3 Namun pada kenyataannya masih minimnya pelayanan khusus dan fasilitas khusus yang dapat diakses bagi penyandang disabilitas pada pelayanan rumah sakit dan pada sarana transportasi yang dapat mempermudah kehidupan penyandang disabilitas.

Di Kota Banda Aceh terdapat 449 (empat ratus empat puluh sembilan) orang penyandang disabilitas yang telah diverifikasi oleh pihak Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Banda Aceh. Penyandang disabilitas tersebut terdiri dari tuna netra, tuna daksa, tuna wicara, tuna rungu wicara, cacat mantal motorik, tuna daksa/metal motorik, autis dan lainnya.4

Pada saat ini Kota Banda Aceh terdapat 16 (enam belas) rumah sakit umum, 7 (tujuh) tidak memiliki tipe, 6 (enam) bertipe C, 2 (dua) bertipe B dan hanya 1 (satu) rumah sakit yang bertipe A, tidak semua rumah sakit tersebut menyediakan aksesibilitas terhadap penyandang disabilitas. Sementara itu di Kota Banda Aceh terdapat 50 (lima puluh) halte angkutan umum biasa (labi-labi) dan 6 (enam) koridor halte bus trans kutaradja dan pada tahun 2014-2015 hanya koridor 1 (satu) untuk rute Kuedah - Darussalam yang telah beroperasi.

2

Robert. 1996. Pelayanan Publik. PT Gramedia PustakaUtama, hal.30. 3

Wojowasito S. dan Tito Wasito W. 1991. Kamus Lengkap Inggris-Indonesia. Hasta. Bandung. hal. 42.

4

(3)

Halte labi-labi tidak menyediakan fasilitas bagi penyandang disabilitas seperti halte di depan Kentucky Fried Chiken (KFC) simpang lima, halte di seberang Universitas Ubudiyah, halte di depan Mesjid Agung Al Makmur (mesjid Oman) Lampriet dan halte di depan Pustaka Wilayah5, sedangkan halte Trans Kutaraja belum semua menyediakan fasilitas yang aksesibilitas terhadap penyandang disabilitas.

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan pelayanan publik bagi penyandang disabilitas di Kota Banda Aceh?

2. Apakah hambatan dalam pelaksanaan pelayanan publik bagi penyandang disabilitas di Kota Banda Aceh?

3. Apakah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh dalam mengatasi hambatan tersebut?

METODE PENELITIAN

Penentuan sampel dilakukan secara “purposive sampling” yaitu dari keseluruhan populasi diambil beberapa responden dan informan yang diperkirakan dapat mewakili keseluruhan populasi. Lokasi penelitian ini di Kota Banda Aceh. Pertimbangan dipilihnya Kota Banda Aceh sebagai lokasi penelitian, karena banyaknya penyandang disabilitas yang belum mendapatkan aksesibilitas di rumah sakit dan pada sarana transportasi.

Data dalam penelitian ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan, observasi dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara studi dokumentasi terhadap buku-buku teks, jurnal ilmiah, makalah dan peraturan perundang-undangan. Observasi dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lokasi penelitian. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan cara mewawancarai responden dan informan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Pelaksanaan Pelayanan Publik bagi Penyandang Disabilitas

Menurut data yang di dapat dari Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Banda Aceh jumlah penyandang disabilitas tahun 2014-2015 di Kota Banda Aceh sebanyak 449

5

(4)

(empat ratus empat sembilan) orang. Untuk lebih jelasnya jumlah penyandang disabilitas di kota Banda Aceh dapat dilihat pada table di bawah ini:

Tabel.1

Rincian jumlah penyandang disabilitas di Kota Banda Aceh tahun 2014-2015

No Usia Jumlah Presentase

1 Dewasa 313 Orang 69.71 %

2 Anak-anak 136 Orang 30.29 %

449 Orang 100 %

(Sumber: diolah, 2016)

Penyandang disabilitas tersebut terdiri dari beberapa jenis disabilitas diantaranya adalah penyandang tuna netra, tuna daksa, tuna wicara, tuna rungu wicara, cacat metal motorik, tuna daksa/metal motorik, dan autis. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan kota Banda Aceh pada tahun 2014-2015 penulisan skripsi ini di tujukan kepada penyandang disabilitas tuna daksa, tuna rungu, tuna netra.

a) Pelayanan Publik di Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Untuk menjalankan tugas sebagaimana yang dimaksud, rumah sakit mempunyai fungsi :

1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

3) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan, dan

(5)

4) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Rahmady menjelaskan Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin dalam memberikan pelayanan bagi pasien penyandang disabilitas telah menyediakan fasilitas-fasilitas diantaranya terdapat ramp (tangga landai) yang dapat digunakan bagi pasien penyandang tuna daksa dan tuna netra, terdapat lift khusus yang disediakan bagi pasien biasa, lansia dan pasien penyandang disabilitas. Beberapa ruangan juga telah menyediakan toilet yang mempunyai pegangan rambat untuk memudahkan pasien penyandang disabilitas dan lansia. Pihak Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin juga bekerjasama dengan Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan kota Banda Aceh untuk memudahkan pelayanan terhadap pasien, namun petugas dari Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan tersebut tidak tetap.6

Menurut hasil wawancara dengan ibu Elfira Wahyuni, Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa sudah menyediakan pelayanan bagi penyandang disabilitas walaupun belum optimal. Bagi pasien penyandang disabilitas kami membuka satu loker khusus untuk tempat pendaftaran pasien. Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa juga mempunyai duta khusus yaitu duta disabilitas dan lansia, duta disabilitas dan lansia ini ditempatkan disetiap ruangan poli sehinga dapat mendampingi pasien.7 Selanjutnya bapak Ridwan Ibrahim selaku kepala bagian humas, bahwa untuk saat ini fasilitas yang tersedia di Rumah Sakit Teuku Fakinah bagi penyandang disabilitas hanya ramp, untuk fasilitas lain dan pelayanan khusus belum tersedia.8

b) Pelayanan Publik pada Sarana Transportasi

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1993 tentang Angkutan Jalan dijelaskan angkutan adalah pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Sedangkan kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Pengangkutan orang dengan kendaraan umum dilakukan dengan

6

Rahmady, Kepala Sub Bagian Informasi Komunikasi dan Kerjasama Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Kota Banda Aceh. Wawancara 15 Agustus 2016

7

Elfira Wahyuni, Kepala Bidang Keperawatan, Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Kota Banda Aceh. Wawancara 1 Agustus 2016

8

Ridwan Ibrahim, Kepala Sub Bagian Informasi dan Komunikasi dan Kerjasama Rumah Sakit Teuku Fakinah Kota Banda Aceh. Wawancara 29 Juli 2016

(6)

menggunakan mobil bus atau mobil penumpang dilayani dengan trayek tetap atau teratur dan tidak dalam trayek.

Sarana transportasi dibuat untuk mendukung pergerakan masyarakat dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan umum yang tersedia, sarana transportasi juga dimaksudkan untuk melayani masyarakat dalam kegiatannya mencapi tujuan dari pergerakan. Sarana angkutan yang menyangkut perlalulintasan adalah terminal, rambu dan marka lalulintas, fasilitas pejalan kaki, fasilitas parkir, dan tempat berhenti.

Di kota Banda Aceh terdapat 50 (limah puluh) halte angkutan umum biasa (labi-labi) 6 (enam) koridor halte trans kutaraja, saat ini hanya koridor I yang telah beroperasi untuk Rute Keudah-Darussalam. Berdasarkan hasil wawancara Muhammad Al-qadri trans kutaraja sebagai satu-satunya sarana transportasi umum di Kota Banda Aceh yang telah menyediakan fasilitas yang dapat dijangkau bagi penyandang disabilitas. Saat ini koridor I trans kutaradja telah beroperasi untuk rute Keudah– Darussalam, terdapat 16 (enam belas) unit halte 4 dari hatlte terebut tidak memiliki ramp.9

Fauzi penyandang disabilitas (tuna daksa) mengatakan bahwa halte trans kutaraja di daerah keudah dapat di akses menggunakan kursi roda. Ramp yang disediakan pada halte cukup landai sehingga dapat digunakan tanpa bantuan orang lain, dan di setiap sisi terdapat pembatas sehingga dapat digunakan tanpa takut terjatuh.10

Menurut Mustafa Yahya semua orang diciptakan sama oleh Allah SWT, tanpa membedakan penampilan dan keadaan fisik sebagai suatu ukuran penilaian. Setiap penyandang disabilitas mempunyai hak dan kedudukan yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Masyarakat non disabilitas tidak boleh merendahkan, mengabaikan dan meremehkan penyandang disabilitas. Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia pasti tidak ingin dilahirkan dalam keadaan kekurangan (tidak sempurna), oleh karena itu hendaklah sesama manusia harus saling menghargai, mengormati dan saling membantu.11

9

Muhammad Al Qadri, Kepala Seksi Angkutan, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Aceh. Wawancara 18 Agutus 2016

10

Fauzi, Penyandang Disabilitas (tuna daksa). Wawancara 20 Agustus 2016 11

Mustafa Yahya, Tokoh Agama ( Staff bagian Hukum Persidangan dan Hukum dan Masyarakat Majelis Permusyawaratan Ulama Kota Banda Aceh.). Wawancara 31 Agustus 2016

(7)

2. Hambatan dalam Pelaksanaan Pelayanan Publik bagi Penyandang Disabilitas a) Hambatan Pelayanan Publik di Rumah Sakit

Menurut Rahmady selaku Kepala Sub Bagian Informasi Komunikasi dan Kerjasama Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin bahwa selama ini terdapat kesulitan dalam hal berkomunikasi dengan pasien penyandang disabilitas, karena tidak semua karyawan dapat berkomunikasi dengan pasien yang menyandang disabilitas. Selama ini pihak Rumah Sakit meminta bantuan kepada Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Banda Aceh, namun pihak dari Dinas Sosial tidak menetap di Rumah Sakit.12

Berdasarkan hasil wawancara dengan penyandang disabilitas (tuna daksa) bapak Rahmadsyah, mengatakan bahwa fasilitas bagi pengguna kursi roda di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin memang sudah tersedia, namun pada saat penggunaan terdapat tanjakan yang tidak dapat dilewati sendiri dengan kursi roda, sehingga harus dibantu oleh orang lain (anak atau pihak keluarga).13

Syamaun Rahma penyandang disabilitas (tuna netra) menambahkan bahwa belum tersedia rambu pengarah jalan yang mudah di akses untuk memudahkan masuk kedalam gedung, dan pada saat pengambilan obat kadang harus menunggu antrian panjang. Antara satu ruangan dengan ruangan yanga lain tidak terdapat jalan khusus dengan pegangan rambat untuk memudahkan akses berpindah tempat dari satu ruangan ke ruangan yang lain pada saat pengunjung rumah sakit ramai. 14

Selanjutnya Mega Wati menambahkan bahwa ketika ditawarkan untuk didampingi, pasien penyandang disabilitas menolak atau tidak mau di dampingi oleh petugas (duta disabilitas/lansia), mereka lebih memilih didampingi oleh keluarga sendiri. Atau dari pihak keluarga yang tidak mau didampingi oleh petugas, pihak keluarga memilih mendampingi sendiri pasien penyandang disabilitas.15

Menurut bapak Bukhari penyandang disabilitas (tuna netra), bahwa saat berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa mengalami kesulitan jika tidak didampingi oleh pihak keluarga karena dari arah luar rumah sakit belum tersedia

12

Rahmady, Kepala Sub Bagian Informasi Komunikasi dan Kerjasama Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Kota Banda Aceh. Wawancara 16 Agustus 2016

13

Rahmadsyah, penyandang disabilitas (Tuna Daksa), Wawancara 15 Agustus 2016 14

Syamaun Rahma , Penyandang Disabilitas (tuna Netra). Wawancara 1 Juni 2016 15

Mega Wati, Duta Disabilitas/Lansia, Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Kota Banda Aceh. Wawancara 1 Agustus 2016

(8)

rambu-rambu petunjuk arah jalan yang dapat memudahkan untuk masuk kedalam, petugas yang membantu hanya berada di dalam ruangan.16

Ridwan Ibrahim menjelaskan bahwa sampai saat ini Rumah Sakit Umum Teuku Fakinah belum menyediakan pelayanan khusus atau menyediakan fasilitas khusus bagi pasien penyandang disabilitas, di Rumah Sakit umum Teuku Fakinah baru terdapat ramp. Belum tersedianya pelayanan atau fasilitas bagi penyandang disabilitas dikarenakan Rumah Sakit Teuku Fakinah merupakam rumah sakit swasta sehingga kekurangan dana.17

b) Hambatan Pelayanan Publik pada Sarana Transportasi

Muhammad Al Qadri mengatakan bahwa permasalahan pada saat pembangunan halte trans kutaraja tidak semua masyarakat yang memiliki bangunan toko memberikan izin pembangunan halte yang dilakukan didepan bangunan toko mereka, karena takut pembangunan halte tersebut menutup atau menghalangi jalur masuk ke toko.18

Berdasarkan hasil wawancara dengan Nurul Ulfa selaku penyandang disabilitas (tuna netra) menjelaskan bahwa untuk menggunakan transportasi trans kutaraja akses menuju halte masih sulit dijangkau, karena belum terdapat trotoar khusus serta rambu jalan yang memudahkan pejalan kaki menuju halte. Untuk menuju halte trans kutaraja melewati tepi jalan raya, atau trotoar yang di atasnya terdapat pohon atau tiang listrik.19

Muhammad Irfan penyandang disabilitas (tuna daksa) menambahkan bahwa ramp yang terlalu curam sulit di akses pengguna kursi roda tanpa bantuan orang lain, bahkan ramp yang sempit berbatasan langsung dengan trotoar jalan, tiang listrik atau pohon, tidak dapat diakses oleh pengguna kursi roda.20

3. Upaya Pemerintah Kota Banda Aceh untuk Mengatasi Hambatan

Menurut bapak Rahmady Kepala Sub Bagian Informasi Komunikasi dan Kerjasama Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin bahwa pihak rumah sakit

16

Bukhari, Penyandang Disabilitas (tuna netra). Wawancara 22 Agustus 2016 17

Ridwan Ibrahim, Kepala Sub Bagian Informasi Komunikasi dan Kerjasama Rumah Sakit Teuku Fakinah Kota Banda Aceh. Wawancara 29 Juli 2016

18

Muhammad Al Qadri, Kepala Seksi Angkutan, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Aceh. Wawancara 18 Juli 2016

19

Nurul Ulfa, Penyandang Disabilitas (tuna netra). Wawancara 20 Juli 2016 20

(9)

sedang mengupayakan untuk menyediakan petugas terlatih yang dapat berkomunikasi dengan pasien yang nanti akan bertugas tetap di rumah sakit sehingga pelayanan terhadap penyandang disabilitas dapat berjalan secara optimal. Pihak rumah sakit juga akan menambah toilet yang ramah terhadap penyandang disabilitas .21

Elfira Wahyuni selaku Kepala Bidang Keperawatan, Rumah Sakit UmumDaerah Meuraxa menjelaskan pihak rumah sakit mengutamakan pelayanan bagi pasien penyandang disabilitas dan lansia, untuk fasilitas rumah sakit berupaya menyediakan lift dan toilet yang mempunyai pegangan rambat bagi pasien penyandang disabilitas. 22

Muhammad Al Qadri mengatakan bahwa dalam pembangunan halte trans kutaraja yang dibangun di depan bangunan toko milik masyarakat pihak Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Aceh berupaya bernegosiasi dengan pemilik bangunan toko agar halte beserta ramp dapat dibangun secara optimal, namun apabila pemilik bangunan toko tidak mengizinkan pembangunan halte di depan bangunan toko maka posisi halte di pindahkan.23

Berdasarakan hasil wawancara dengan bapak Irwansyah, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kota Banda Aceh komisi C (sarana transportasi) selaku badan pengawasan. Beliau mengatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat kota Banda Aceh terus mengawasi pembangunan sarana transportasi trans kutaraja dengan terus menerima masukan dari masyarakat. Rancangan awal bahwa halte trans kutaraja akan dibangun tanpa ramp, namun karena DPRK menerima masukan-masukan dari masyarakat sehingga DPRK mengusulkan kepada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Aceh untuk membangun halte dengan ramp.24

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Ayu Parmawati Putri,bahwa ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Aceh pada akhir tahun 2015 melakukan pertemuan dan mendapatkan masukan dari Forum Komunikasi Masyarakat Berkebutuhan Khusus Aceh (FKM-BKA) bahwa fasilitas pelayanan publik di wilayah Banda Aceh belum memiliki aksesibilitas yang layak bagi penyandang disabilitas.

21

Rahmady, Kepala Sub Bagian Informasi Komunikasi dan Kerjasama Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Kota Banda Aceh. Wawancara 16 Agustus 2016

22

Elfira Wahyuni, Kepala Bidang Keperawatan, Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Kota Banda Aceh. Wawancara 1 Agustus 2016

23

Muhammad Al Qadri, Kepala Seksi Angkutan, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Aceh. Wawancara 18 Agustus 2016

24

Irwansyah, Anggota Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Kota Banda Aceh. Wawancara 19 September 2016

(10)

Ayu Parmawati Putrimenambahkan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Aceh telah melakukan survey kepatuhan mulai tahun 2013 tentang penyandang disabilitas di Meulaboh, Aceh Selatan, Aceh Utara dan Kota Banda Aceh. Untuk pelayanan publik pada sarana transportasi untuk saat ini memang sudah ada satu orang penyandang disabilitas (tuna daksa) yang melapor, namun laporan tersebut belum dilakukan secara resmi karena penyandang disabilitas tersebut masih dalam tahap konsultasi dengan ombudsman.

Penyandang disabilitas mengeluh pada fasilitas yang telah disediakan, karena fasilitas tersebut masih belum ramah terhadap penyandang disabilitas, khususnya tuna daksa. Ramp yang terlalu miring, lantai yang licin, tidak ada space kursi diantara kursi halte untuk pengguna kursi roda, tinggi halte dan bus tidak sesuai serta tidak ada petugas yang dapat membantu secara langsung.25

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian serta penjelasan dari bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan pokok pembahasan serta sekaligus merupakan jawaban dari permasalahan yang dibahas, yaitu:

1. Pelaksanaan Pelayanan Publik bagi Penyandang Disabilitas

Pelayanan publik bagi penyandang disabilitas di Rumah Sakit dan pada sarana transportasi di Kota Banda Aceh telah dilakukan, namun belum berjalan secara optimal.

a). Pelayanan Publik di Rumah Sakit

Pelaksanaan pelayanan publik bagi penyandang disabilitas khususnya pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin, Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa, Rumah Sakit Umum Teuku Fakinah tidak hanya dengan memberikan pelayanan khusus, namun juga memberikan fasilitas khusus kepada penyandang disabilitas. Pelayanan khusus yang telah diberikan Rumah Sakit antara lain dengan melakukan kerja sama dengan dinas sosial, menyediakan duta disabilitas serta membuka loket pendaftaran khusus. Sedangkan bentuk fasilitas khusus yang diberikan antara lain: Ramp, lift serta toilet yang ramah bagi penyandang disabilitas.

25

Ayu Parmawati Putri, Asisten Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Aceh. Wawancara 20 September 2016

(11)

b). Pelayanan Publik Pada Sarana Transportasi

Pada saat ini sarana transportasi khususnya trans kutaraja belum terdapat pelayanan khusus bagi penyandang disabilitas, namun demikian fasilitas khusus bagi penyadang disabilitas telah disediakan berupa ramp dengan pegangan rambat (hand rail).

2. Hambatan Pelaksanaan Pelayanan Publik bagi Penyandang Disabilitas

Belum optimalnya pelaksanaan pelayanan publik di Rumah Sakit dan pada sarana transportasi bagi penyandang disabilitas di Kota Banda Aceh disebabkan oleh: a. Belum tersedianya sumber daya manusia yang professional

b. Terbatasnya fasilitas yang tersedia dikarenakan terbatasnya dana c. Fasilitas yang disediakan belum ramah terhadap penyandang disabilitas

d. Sulit mendapatkan izin dari masyarakat di sekitar tempat pembangunan fasilitas e. Terbatasnya lahan yang dimiliki

f. Hambatan dari penyandang disabilitas sendiri adalah rendah diri, kurangnya peran keluarga dalam member dukungan serta tidak memanfaatkan pelayanan atau fasilitas yang telah tersedia.

3. Upaya Pemerintah Kota Banda Aceh dalam Mengatasi Hambatan

Upaya penyelesaian dalam mengatasi hambatan pelayanan publik bagi penyandang disabilitas terbagi menjadi dua yaitu upaya yang telah ditempuh dan upaya yang akan ditempuh.

a. Upaya yang telah ditempuh

Upaya yang telah ditempuh oleh pihak rumah sakit dengan menyediakan pelayanan dengan cara bekerja sama dengan dinas sosial, menyediakan duta disabilitas dan membuka loker khusus bagi penyandang disabilitas sedangkan fasilitas yang telah disediakan oleh pihak rumah sakit adalah ramp, lift dan toilet yang ramah disabilitas.

Upaya yang telah ditempuh pada sarana transportasi dengan menyediakan bus dan halte yang menyediakan ramp, melakukan musyawarah dengan masyarakat dalam hal pemberian izin pembangunan halte dan pemindahan halte pada lahan lain yang memungkinkan.

b. Upaya yang akan ditempuh

Upaya yang akan ditempuh oleh pihak rumah sakit yaitu menyediakan karyawan yang dapat memenuhi pelayanan dan sesuai dengan kebutuhan pasien

(12)

penyandang disabilitas dirumah sakit, serta menambah fasilitas yang dapat dijangkau oleh pasien penyandang disabilitas.

DAFTAR PUSTAKA

Endang Warsiki, dkk, 2003, Hubungan Antara Kecacatan Fisik Anak Dan Depresi Ibu Dari Anak-Anak Tuna Daksa,YPAC, Surabaya

Moenir, H. A. S. 2002. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Bumi Aksara. Jakarta Nur Kholis Reefani. 2013. Panduan Anak Berkebutuhan Khusus. Imperium. Yogyakarta Robert. 1996. Pelayanan Publik. PT Gramedia PustakaUtama

Wojowasito S. dan Tito Wasito W. 1991. Kamus Lengkap Inggris-Indonesia. Hasta. Bandung

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1998 Tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan dan Lingkungan

Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Kesejahteran Sosial

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas

Referensi

Dokumen terkait

Adapun bentuk-bentuk penerimaan diri pada Edi Susanto sebagai penyandang disabilitas mental dalam proses rehabilitasi di Rumah Pelayanan Sosial Disabilitas Mental

inklusi juga termasuk hak penyandang disabilitas untuk memperoleh perlakuan yang sama dari orang lain (non diskriminasi) yang berarti, masyarakat harus mengerti

Selanjutnya, Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin dalam melayani pasien berdasarkan konsep pelayanan prima pihak Rumah Sakit memiliki konsep A3 yaitu berdasarkan sikap,

Dan sebanyak 21 dari 69 atau (30,43%) masyarakat penyandang disabilitas yang ada di Lamongan masuk pada kategori tidak puas terhadap fasilitas publik yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Inovasi pelayanan publik ramah penyandang Disabilitas Inovasi sebagai suatu upaya penambah nilai yang baru atau sebuah perkembangan dari suatu barang atau

Prosedur Pelayanan Untuk mengimplementasikan pelayanan yang ramah terhadap masyarakat penyandang disabilitas saat ini Pemerintah Kota Pekanbaru melalui Dinas Perhubungan dalam

14 Tahun 2016 terhadap fasilitas publik penyandang disabilitas di Kecamatan Jombang yaitu: a pemerintah Kabupaten Jombang dalam memenuhi kebutuhan dasar penyandang disabilitas di

Oleh karena itu, hasil dari pemberdayaan penyandang disabilitas melalui advokasi terhadap fasilitas publik salah satu contohnya guiding block adalah adanya kemudahan yang dirasakan oleh