• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Alat Tangkap Pukat Cincin Mini (Mini Purse Seine)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2.1. Alat Tangkap Pukat Cincin Mini (Mini Purse Seine)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Alat Tangkap Pukat Cincin Mini (Mini Purse Seine)

Pukat cincin (purse seine) termasuk kedalam alat tangkap modern yang dioperasikan secara aktif, yaitu dengan cara mengejar dan melingkari kawanan ikan dengan jaring yang membentuk kerucut. Alat tangkap tersebut merupakan hasil modifikasi dari alat tangkap sebelumnya, yaitu lampara dan ring net (Von Brandt, 1984).

Pukat cincin biasanya disebut jaring kantong karena bentuk jaring tersebut saat dioperasikan menyerupai kantong. Alat tangkap ini terkadang juga disebut dengan jaring kolor, karena pada bagian bawah jaring sewaktu dioperasikan dengan cara menarik tali kolor tersebut (Sadhori, 1985).

Von Brandt (1984) mengelompokkan pukat cincin kedalam kelompok surrounding nets. Alat tangkap ini memiliki ciri-ciri tali ris atas yang lebih pendek dari tali ris bawah. Berbeda dengan alat tangkap lain dalam kelompoknya, seperti lampara dan ring net, yang mempunyai tali ris atas lebih panjang dari tali ris bawahnya. Berdasarkan cara pengoperasiannya pukat cincin dikelompokkan kedalam surrounding net, yaitu kelompok alat tangkap yang dioperasikan dengan cara pelingkaran jaring terhadap kawanan ikan (Nomura dan Yamazaki, 1975).

Potier dan Sadhotomo (1 995) menjelaskan bahwa perikanan pukat cincin mini tersebar di sepanjang pantai utara Jawa (terutama Propinsi Jawa Timur) dan Propinsi Kalimantan Selatan, dengan waktu penangkapan yang relatif pendek. Di Jawa Tengah, daerah Pekalongan dan Juwana merupakan pusat perikanan pukat cincin.

Menurut Hariati et al. (2000) tipe pukat cincin yang dioperasikan di Selat Malaka terbagi menjadi tiga, yaitu pukat cincin mini (small), pukat cincin sedang

(2)

(medium) dan pukat cincin besar (large). Deskripsi umum dari masing-masing tipe tersebut dapat dilihat pada Table 1. Menurut Yusuf vide Adi (1997) bahwa kiasifikasi pukat cincin berdasarkan ukuran tali ris adalah sebagai berikut :

1 . Pukat cincin mini; bila panjang tali ris atas atau panjang jaring adalah 350

meter.

2. Pukat cincin medium; bila panjang tali ris atas atau panjang jaring adalah 550 meter.

3. Pukat cincin besar; bila panjang tali ris atas atau panjang jaring adalah 600 meter.

Sumberdaya ikan pelagis merupakan sasaran penangkapan bagi operasi pukat cincin mini, yang terdiri dari komunitas ikan pelagis pantai (Sardinella spp.,

Rastrelliger brachysoma, Dusumieria acuta, Selar spp. ), i kan pelag is neriti k dan

oseanik (Decapterus russelli, Selar crumenophthalmus, Rastrelliger kanagurta, Decapterus macrosoma, Amblygaster sirm) serta kelompok jenis ikan layang

(3)

Table 1. General description of purse seiner operated in Malacca Strait Description of each component 1. Net:

-

Length (m)

-

Depth (m)

-

Mesh size (inch) 2. Wooden boat:

-

Length (m)

-

Width (m)

-

Depth (m)

-

Tonnage (GT) 4. Fish container:

Type of purse seiner

7-1 7 2-4 1 .O-1.5 3-8, 16-20 3. Engine:

-

Main engine (HP)

-

FAD Small 400-800 30-45 1,2, 3, and 4

1

5. Number of crew:

1

15-20 crew*

/

25-30 crew*

1

35-45 crew**

1

Out-board 23-25,40-60 Fluorescent lamps or none 20 kg wooden baskets

Source : Hariati eta/ (2000) * : Basu ki et a1 (1 992) ** : Linting (1986) Medium 800 60 1,2, 3, and 4

2.2. Morfologi dan Ekologi lkan Penelitian

Large 800-1 00 90 1,2, 3, and4 in-board 120-250 Halogen lamps and "rumpon" Fish hold or 200 kg wooden tank

2.2.1. lkan juwilchacunda gizzard

-

shad (Anodontostoma chacunda) in-board 200-2000 Halogen lamps and "rumpon" Fish hold or 2000 kg wooden tank

lkan juwi (nama lokal) yang diklasifikasikan dalam famili Clupeidae merupakan salah satu jenis ikan pelagis yang selalu tersedia di sepanjang musim penangkapan di Indonesia, terutama di perairan utara Jawa. Menurut Widodo dan Burhanuddin (1995) Anodontostoma chacunda sering disebut dengan narna "selangef". Distribusi geografi dari ikan tersebut meliputi Teluk Persia, Laut Hindia hingga perairan Indonesia, Pilipina dan Malaysia. Morfologi dari ikan juwi (Anodontostoma chacunda) adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata

(4)

Kelas : Pisces Su bkelas : Teleostei Ordo : Malacopterygii Famili : Clupeidae Subfamili : Dorosomatinae Genus : Anodontostoma

Species : Anodontostoma chacunda

Menurut FA0 (1974) ciri khusus dari Anodontostoma chacunda antara lain : bentuk tubuh oval, ukuran panjang tubuh maksimum 17 cm namun kebanyakan ukuran panjang tubuh yang biasanya tertangkap sekiar 14 cm, bentuk mulut inferior dan memiliki tanda berupa bintik hitam berukuran besar berwarna hitam di bagian samping penutup insang. Dijelaskan pula Anodontostoma chacunda termasuk kedalam jenis ikan pelagis yang habitatnya di perairan dekat pantai serta makanannya adalah detritus. Pada umumnya ikan tersebut di Indonesia tertangkap oleh pukat cincin, jaring angkat dan sero. Gambar dari

Anodontostoma chacunda dapat dilihat pada Figure 2.

(5)

2.2.2. lkan selarlbigeye (Selar crumenophthalmus~

lkan selar ini lebih dikenal dengan nama lokal bentong. Adapun morfologi dari ikan selar adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Malacopterygii Famili : Carangidae Subfamili : Caranginae Genus : Selar

Species : Selar crumenophthalmus

Menurut FA0 (1974) ciri khusus dari Selar cmmenophthalmus antara lain: memiliki tubuh compmsed dengan mata yang besar, ukuran panjang tubuh maksimal30 cm, tetapi ikan selar yang kebanyakan tertangkap memilki panjang tubuh 20 cm. Menurut Widodo dan Burhanuddin (1995), Selar

cmmenophthalmus kebanyakan habiatnya di perairan pantai hingga kedalaman

80 meter dan terrnasuk spesies bentho-pelagic. Makanan dari Selar

crumenophthalmus adalah cmstacea dan ikan-ikan kecil (FAO, 1974). Gambar

(6)

Figure 3. Bigeye (Selar cnrmenophthalmus)

2.2.3. l kan layangllayang scad (Decapterus macrosoma).

lkan layang adalah salah satu jenis ikan pelagis kecil, yang hidup di sekitar permukaan laut. Pada umumnya berada pada daerah paparan benua (continental self) dan suka bergerombol (Nurhakim et al., 1987).

lkan Layang tergolong ikan stenohaline, hidup di perairan berkadar garam tinggi di atas 30 promil, suka berkumpul dalam kawanan, pemakan plankton hewani serta hidup pada perairan yang jernih, sehingga di Laut Jawa ikan layang jarang tertangkap di dekat pantai (Djatikusumo, 1975).

Menurut Direktorat Jenderal Perikanan vide Burhanuddin (1995), jenis ikan layang yang sering tertangkap di perairan lndonesia yaitu layang deles (D. macmsoma) dan layang biasa (D. nrsellr). Daerah penyebaran layang deles meliputi Selat Sunda, perairan Indonesia Timur, Teluk Benggala, Pilipina dan Laut Cina Selatan (FAO, 1974). Selanjutnya dijelaskan pula bahwa layang deles biasa tertangkap dengan ukuran panjang tubuh 30 cm tetapi yang kebanyakan tertangkap dengan panjang tubuh 25 cm, dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin (purse seine) dan pukat dasar (bottom trawl). Morfologi dari Decaptenrs macmsoma adalah sebagai berikut :

(7)

Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Kelas : Pisces Su bkelas : Teleostei Ordo : Percomorphi Famili : Carangidae Subfamili : Caranginae Genus : Decaptenrs

Species : Decapterus macrosoma

Gambar dari layang deles (Decaptenrs macrosoma) dapat dilihat pada Figure 4.

Figure 4. Layang scad (Decapterus macrosoma)

2.3. Morfologi Retina Mata lkan

Retina adalah proyeksi dari otak dan terdiri dari berbagai tipe sel yang terdiri dari 8 lapisan dan 2 membran (Ali and Anctil, 1976). Retina ini terdapat pada salah satu lapisan pada mata ikan dengan ketebalan berkisar 90

-

500 pm, sedangkan lapisan visual selnya mempunyai ketebalan 30

-

200 pm (Nicol,

1989). Adapun bagian mata dari ikan dapat dilihat pada Figure 5. Sedangkan

gambaran dari struktur retina mata ikan pada irisan vertikal dapat dilihat pada Figure 6.

(8)

Pada jenis teleost yang memiliki jenis retina duplex, dengan pengertian bahwa dalam retina mereka terdapat dua jenis reseptor yang dinamakan sel rod dan sel kon (cone). Pada retina tersebut umumnya terjadi distribusi dari kedua jenis reseptor yang berbeda untuk bagian yang berlainan yang biasanya erat hubungannya dengan pemanfaatan indera penglihatan dalam lingkungannya (Gunarso, 1985). Matsuoka (1999) menjelaskan bahwa retina ikan umumnya terdiri dari tiga tipe pada lapisan indera penglihat (visual cell layetj, yaitu sel kon tunggal (single cone), sel kon ganda (twin cone) dan sel rod. Sel kon merupakan reseptor penglihatan untuk color vision dan ketajaman penglihatan (visual acuity).

Namun tidak semua jenis ikan memiliki dua reseptor, seperti misalnya pada ikan tuna, mackerel hanya memiliki reseptor kon saja, sedangkan jenis- jenis ikan dasar atau jenis ikan yang hampir sepanjang hidupnya tinggal di daerah yang hampir tidak dicapai lagi oleh cahaya matahari umumnya hanya memiliki sel rod saja (Gunarso, 1985). Dijelaskan pula bahwa jenis ikan demersal yang mencari makan pada malam hari, seperti Solea sp dan Lysodes sp pada umumnya memiliki retina tanpa pengkonsentrasian reseptor sehingga tidak tercipta bentuk mosaik dan sel kon sangat minim jumlahnya.

(9)

15

Sderal

Figure 5. Sectional diagram of teleost eye (Source: Purbayanto, 1999)

Terdapat pula kelompok ikan yang hanya memiliki sel reseptor kon saja, yaitu ikan laut kelompok teleostei stadia larva pada saat awal makan (first feeding). Pada kelompok ikan ini memiliki kemampuan jarak pandang saat melihat suatu obyek yang relati rendah, demikian pula sensitivitas luminasi dan ketajaman penglihatannya (Huse, 1993).

Pada penelitian yang lebih teliti dengan menggunakan bantuan mikroskop elektron terhadap salah satu jenis ikan teri Engraulis japonica (Gunarso, 1985) menunjukkan bahwa jenis teri memiliki dua jenis sel kon, yaitu jenis sel kon bercabang (bifid cone) dan sel kon tunggal. Sel kon tersebut bergabung dalam barisan yang teratur sehingga membentuk susunan mosaik. Menurut Tamura (1957), sel kon tunggal dan sel kon ganda dapat juga didapati pada retina ikan jenis teleost. Matsuoka (1999) menjelaskan bahwa sel kon ganda (fwin cone) tersusun dari kombinasi sel kon tunggal.

(10)

16

a. Cone cell 4. Outer plexiform layer b. Rod cell 5. Horizontal cell c. Rod sperul

d. Rod bipolar cell

Figure 6. Schematic illustration of retina structure (Source: Gunarso, 1985)

2.4. Ketajaman Penglihatan lkan (Visual Acuity)

Ketajaman penglihatan pada ikan adalah kemampuan untuk melihat dua titik dari suatu obyek pada satu garis, digambarkan dalam bentuk hubungan timbal balik yang diperlihatkan dalam istilah sudut pembeda terkecillminimum separable angle (MSA)(He, 1 989).

Menurut Muntz vide Purbayanto (1999), ketajaman penglihatan pada hewan merupakan pengukuran secara terperincildetail dari kekuatan area pandangan, dan ha1 tersebut diperlihatkan sebagai sudut pembeda terkecil (minimum separable angle/MSA) untuk membedakan dua sasaran penglihatan

(11)

yang terdekat, yang dapat diukur melalui pengujian histologi. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa sudut tampak minimum (minimum visible angle) dapat diukur dengan cara memperhitungkan jarak dari sasaran penglihatan menggunakan metoda tingkah laku.

Ketajaman penglihatan pada ikan tergantung dari dua faktor, yaitu diameter lensa dan kepadatan sel kon pada retina (Shiobara et al., 1998). Selanjutnya dijelaskan pula bahwa semakin tajam penglihatan karena peningkatan kedudukan jarak fokus lensa daripada kepadatan sel kon-nya. He (1989) menjelaskan bahwa sudut pembeda terkecil pada ikan berhubungan erat dengan karakteristik pemantulan sinar ke lensa dan ketepatan mengenai retina.

Sudut pembeda terkecil digunakan untuk menentukan kepadatan set kon tertinggi per luasan 0,01 mm2 pada masing-masing daerah retina, dengan menggunakan rumus (Tamura, 1957) sebagai berikut :

dimana hd adalah sudut pembeda terkecil dalam satuan radian, F adalah jarak fokus lensa yang dihitung berdasarkan rasio Matthiensson's (F = 2,55 r), dimana r adalah jari-jari lingkaran dari lensa mata. Nilai konstanta 0,25 adalah derajat pengerutan retina akibat proses histologi yang dilakukan, dan n adalah kepadatan sel kon tertinggi per luasan 0,01 mm2.

Ketajaman penglihatan (visual acuity), merupakan kebalikan dari hasil perhitungan sudut pembeda terkecil (Shiobara et al., 1998):

Ketajaman penglihatan tergantung dari dua faktor, yaitu pemisahan kekuatan dari lensa mata dan retina (Blaxter dan Jones, 1967), dimana kekuatan

(12)

lensa menjadi besar jika mempunyai fokus yang panjang. Kemampuan melihat obyek di bagian retina mata tergantung pada kepadatan dari jumlah sel penglihatan (visual cells) dan berhubungan timbal balik dengan diameter lensa.

Kepadatan sel kon akan tetap selama ikan hidup, yang perubahan kekuatannya mungkin akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan lensanya (Tamura, 1957). Shiobara et a1 (1998), semakin tajam daya penglihatan mungkin diakibatkan hubungan antara panjang fokus lensa yang lebih meningkat daripada kepadatan sel kon-nya.

He (1989) berpendapat bahwa makin bertambah panjang tubuh ikan, maka akan semakin tinggi ketajaman pengtihatannya dengan nilai sudut pembeda terkecil yang semakin kecil. Menurut Guma'a (1 981), bahwa ketajaman penglihatan pada ikan Perch (Perca fluviatilis L) banyak tergantung pada panjang fokus lensa (focal length) daripada kepadatan sel penglihatannya (dimana peningkatan ketajaman tersebut secara linier sebanding dengan bertambahnya umur ikan), dan pada ikan yang sedang mengalami pertumbuhan, diameter lensa akan meningkat yang berakibat ketajaman matanya akan bertambah baik, akan tetapi ditandai dengan sudut pembeda terkecil yang menurun. Selanjutnya menurut Purbayanto (1999), diameter lensa ikan akan meningkat dengan bertambahnya ukuran tubuh, sementara itu kepadatan

sel

kon cenderung menurun dengan meningkatnya pertambahan panjang tubuh.

2.5. Sumbu Penglihatan (Visual Axis)

Sumbu penglihatan (visual axis) diidentifikasi untuk mengetahui kebiasaan ikan dalam melihat makanan atau obyek yang lain (Blaxter, 1980). Sumbu penglihatan diperoleh setelah nilai kepadatan sel kon tiap bagian dari retina mata diketahui, dengan cara menarik garis lurus dari bagian retina yang

(13)

memiliki nilai kepadatan sel kon tertinggi menuju tiiik pusat lensa mata (Tamura, 1957).

Menurut Tamura (1957), menentukan sumbu penglihatan terlebih dahulu mengetahui kepadatan sel kon yang biasanya terletak pada area dorso-temporal, temporal dan ventro-temporal di retina mata ikan. Sedangkan bidang penglihatan yang dihasilkan dari menarik garis lurus dari bagian retina menuju ke titik lensa mata, biasanya menghadap arah depan menurun (lower-fore), arah depan

(fore)

dan arah depan-naik (upper-fore).

Kepadatan sel kon yang tinggi dimungkinkan untuk mengetahui ketajaman penglihatan dan sumbu penglihatan (Blaxter, 1980). Selanjutnya dijelaskan pula bahwa pada daerah retina yang memiliki kepadatan sel kon tertinggi pada bagian dorso-temporal dengan perubahan arah pada diopter ke arah depan menurun (lower-fore) maka sumbu penglihatan juga akan ke arah depan menurun pada sudut berkisar 20'. Kepadatan tertinggi sel kon di bagian temporal, maka ada dua kemungkinan untuk perubahan arah pada diopter, jika

perubahan arah pada diopter ke arah depan maka sumbu penglihatan juga akan ke arah depan pada sudut

oO,

sedangkan perubahan arah pada diopter ke arah depan-naik (upper-fore) maka sumbu penglihatan juga akan ke arah depan dan depan-naik (fore-upper-fore) pada sudut 30'. Sedangkan kepadatan tertinggi sel kon di bagian ventro-temporal, maka perubahan arah pada diopter ke arah depan-naik (upper-fore) dan sumbu penglihatan juga akan ke arah depan-naik (upper-fore) pada sudut 30'.

2.6. Jarak Pandang Ma ksimum (Maximum Sighting Disfance )

Jarak pandang maksimum adalah kemampuan ikan untuk melihat suatu obyek benda secara jelas pada jarak tertentu. Kemampuan ini dalam

(14)

penerapannya digunakan untuk mengetahui kemungkinan pelolosan ikan dari suatu alat tangkap yang sedang dioperasikan (Zhang et al, 1993).

Untuk mengetahui kemampuan jarak pandang maksimum ikan, terlebih dahulu perlu diketahui nilai sudut pembeda terkecillminimum separable angle dalam satuan menit. Dalam perhitungan diasumsikan bahwa keadaan perairan adalah jernih (clear water3 dan tingkat pencahayaan dalam keadaan terang (ideal light condition). Menurut Zhang et a/. (1993) bahwa kemampuan jarak pandang maksimum ikan akan berbeda seiring dengan perbedaan ukuran panjang tubuhnya. Konsep perhitungan jarak pandang maksimum dapat digambarkan pada Figure 7.

Perhitungan jarak penglihatan maksimum dari mata ke suatu obyek benda dapat dihitung dengan menggunakan dalil phytagoras.

Visual object

+

... ... ... ... _(_..__ ... 4-~*- I3

w

L : Lens Al : Cone cell A2 : Cone cell R : Retina F : Focal length

d : Object size (diameter, tickness) a : Minimum separable angle in degrees D : Maximum sighting distance

(15)

2.7. Model Pelolosan lkan Pada Proses Penangkapan Dari Pukat Cincin Mini Model penangkapan ikan dengan menggunakan pukat cincin melalui perhitungan matematis yang bertujuan untuk mengetahui jumlah ikan yang 1010s dalam usaha penangkapan. Menurut Fridman (1986) ada beberapa pendugaan lolosnya ikan dari alat tangkap pukat cincin yang sedang dioperasikan:

1. Melalui celah antara alat tangkap dengan dasar perairan.

2. Di bawah tali pemberat (leadline) ketika jaring sedang ditebarkan (setting) (Figure 8).

3. Di bawah tali pemberat (leadline) ketika tali kolor (purse line) dikerutkan saat hauling (Figure 9).

I

I 1

Source: Fridman (1 986)

Figure 8. Fish escaping through the gap and under the leadline when the net is being shooted

I t

I -. .

Source: Fridman (1986)

(16)

Panjang jaring yang lebih panjang akan memerlukan waktu yang lebih lama pada saat setting maupun hauling. Keadaan ini memberikan gerombolan ikan lebih banyak waktu dan kesempatan untuk meloloskan diri melalui celah ujung jaring maupun melalui bawah jaring (Sainsbury, 1971). Tetapi gerombolan ikan juga akan merasa lebih aman dan lebih lapang serta tidak merasa terancam bila berada dalam lingkaran jaring tersebut sampai saat hauling (Fridman, 1986). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendugaan lolosnya ikan di bawah leadline dengan perhitungan panjang jaring saja tidak memberikan pengaruh yang kuat melainkan dari kedalaman pukat serta waktu, kedalaman dan kecepatan tenggelamnya

leadline yang disertai pula dengan karakteristik kawanan ikan sebagai sasaran

tangkapan. Karakteristik dari gerombolan ikan dapat di lihat pada Table 2.

Perhitungan dari panjang jaring pukat cincin mini merupakan salah satu prosedur bentuk pukat cincin untuk menggambarkan karakteristiknya secara umum dalam operasi pelingkaran segerombolan ikan. Kriteria perhitungan dari panjang minimum pukat cincin diperlukan untuk memastikan bahwa ikan tangkapan masuk kedalam area pukat cincin yang dioperasikan (Fridman, 1986). Lebih lanjut dijelaskan bahwa panjang dari pukat cincin yang dioperasikan dengan menggunakan satu kapal dikalkulasi agar seluruh kawanan ikan yang akan ditangkap terlingkari.

(17)

23

Table 2. Characteristics of some fish schools Species

Atlantik herring Sardine

Mackerel Belted bonita Black sea anchovy Source: Fridman (1 986) (meter)

1

Swimming speed /cruising speed (Vf) (mlsecond) 25 50 40 30 I I 60

Menurut Fridman (1986), gambaran tentang bagaimana kondisi pukat cincin saat dioperasikan dan kondisi kawanan ikan yang menjadi sasaran tangkapan melalui perhitungan yang terlebih dahulu telah ditentukan asumsi- asumsinya yang disesuaikan dengan kondisi perairan yang sesungguhnya, yaitu:

1. Kecepatan renang ikan saat kawanan ikan dalam jumlah yang besar dalam kondisi renang tidak aktif untuk meloloskan din.

2. Terdapat jarak antara kawanan ikan saat bereaksi terhadap kapal yang mendekati dan menebarkan jaring.

3. Pengoperasian pukat cincin pada arah melingkar.

4. Terdapat jarak minimum saat kapal mendekati kawanan ikan tanpa menganggu tingkah laku yang normal dari kawanan tersebut.

Untuk mempermudah dalam perhitungan tersebut, digambarkan mengenai strategi geometri pukat cincin saat dioperasikan (Figure 10).

100 mm BL* 150 mm BL* 300 mm BL* 800 mm BL* 90 mm BL*

(18)

Source: Fridman (1 989)

a : A minimum distance to which the vessel may approach the school without disturbing its normal behaviour

A : The fish school is initially on a course in the direction from point A

B : The fish school is initially on a course in the direction from point A toward point B

Vf : Swimming speed of fish C : Setting point to start shooting V, : Velocity of vessel

r, : The radius of the net 2.rs : Diameter of school

Figure 10. Geometry of seining strategy in the capture process of purse seine

Gambar

Table  1.  General description of purse seiner operated in Malacca Strait  Description of each  component  1
Figure  2. Chacunda gizzard  -  shad (Anodontostoma chacunda)
Figure  3.  Bigeye (Selar cnrmenophthalmus)
Gambar dari layang deles (Decaptenrs macrosoma) dapat dilihat pada Figure 4.
+7

Referensi

Dokumen terkait