ANALISIS PENGARUH BENTUK FILLER
PADA KOMPOSIT BATANG BAMBU
TERHADAP NILAI KEKERASAN (HARDNESS SHORE D)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Ahmad Firdaus NIM : 1112097000011
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 18 Januari 2017 M 19 Rabi’ul Akhir 1438 H
iv
ABSTRAK
Tanaman bambu yang berlimpah di Indonesia belum banyak di manfaatkan sebagai bahan penelitian. Bambu dapat dimanfaatkan pada komposit berpenguat bambu sebagai filler. Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan papan komposit dengan paduan matriks dan filler. Matriksnya berupa campuran antara resin epoxy dan hardener dengan perbandingan 80% berbanding 20%. Serta filler berbahan batang bambu dengan variasi bentuk filler : filler serbuk dan filler memanjang. Komposit dilakukan pengujian kekerasan menggunakan alat durometer dengan metode Hardness Shore D. Nilai kekerasan maksimum rata-rata pada komposit filler serbuk adalah 72.00 ± 2.65 Shore D dan nilai kekerasan maksimum rata-rata pada komposit filler memanjang adalah 77.60 ± 3.78 Shore
D. Hasil tersebut menunjukan bahwa komposit filler memanjang lebih keras dari
komposit filler serbuk.
v
ABSTRACT
Bamboo plants are abundant in Indonesia has not been widely utilized as research material. Bamboo can be used in composite bamboo as filler. This study has been carried out the manufacture of composite board with alloy matrix and filler. The matrix in the form of a mixture of epoxy resin and hardener in the ratio of 80% rateable 20%. As well as the filler made from bamboo rod with a variety of shapes filler: powder filler and elongate filler. Composites made using a durometer hardness testing methods Hardness Shore D. Hardness values on the maximum average composite powder filler was 72.00 ± 2.65 Shore D and the maximum hardness value average composite elongate filler was 77.60 ± 3.78 Shore D. Results shows that the composite elongate filler harder than the composite powder filler.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala kemudahan yang telah diberi sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian di Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sholawat serta salam tak lupa selalu tercurahkan untuk baginda Rasulullah SAW, keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya.
Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak :
1. Kedua orangtua tercinta, istri serta mertua penulis yang selalu mendukung dan memotivasi penulis.
2. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Eng Nur Aida, M.Si. Selaku Ketua Prodi Fisika Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Tati Zera, M.Si Selaku Sekretaris Prodi Fisika Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Arif Tjahjono, M.Si selaku dosen pembimbing satu yang selalu memberikan bimbingan dan saran dalam penulisan.
6. Ibu Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si selaku pembimbing dua yang sudah memberikan bimbingan dan saran dalam penulisan.
vii
7. Bapak Dr. Ambran Hartono, M.Si selaku penguji satu dan Ibu Tati Zera, M.Si selaku penguji dua, yang sudah mengarahkan dan memberikan ilmu dalam sidang munaqasyah.
8. Seluruh Dosen Prodi Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terima kasih untuk semua ilmu yang telah diberikan kepada penulis.
9. Teman-teman satu perjuangan Material dan Fisika 2012 yang penulis sayangi.
Pada penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Hal ini dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun sehingga penulis dapat mengembangkan pengetahuan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada di kemudian hari.
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan untuk membalas kebaikan dari semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya.
Jakarta, Januari 2017
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... Error! Bookmark not defined. PENGESAHAN UJIAN ... Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR GRAFIK ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 4 1.3 Batasan Masalah ... 4 1.4 Tujuan Penelitian ... 4 1.5 Manfaat Penelitian ... 5 1.6 Sistematika Penulisan ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Bambu ... 7
2.2 Material Komposit ... 15
2.2.1 Matriks ... 15
2.2.2 Filler ... 16
ix
2.3 PVA (Polyvinyl Alcohol) ... 20
2.4 Alat Uji Kekerasan ... 21
BAB III METODE PENELITIAN... 25
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 25
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 25
3.2.1 Bahan Penelitian ... 25
3.2.2 Alat Penelitian... 27
3.3 Diagram Alir Penelitian ... 29
3.4 Prosedur Penelitian ... 30
3.5 Proses Pembuatan Sampel ... 30
3.6 Prosedur Pengujian Sampel ... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35
4.1 Sampel Komposit Filler Serbuk ... 37
4.2 Sampel Komposit Filler Memanjang ... 38
4.3 Perbandingan grafik nilai kekerasan ... 39
BAB V KESIMPULAN ... 42
5.1 Kesimpulan ... 42
5.2 Saran ... 43
x
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 hasil pengujian komposit filler serbuk ... 38 Tabel 4.2 hasil pengujian komposit memanjang ... 39
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Rimpang batang bambu dan ruas – ruasnya ... 7
Gambar 2.4 Durometer ... 24
Gambar 3.2.1 Bahan Penelitian ... 26
Gambar 3.2.2 Alat Penelitian ... 27
Gambar 3.5 Proses pembuatan sampel... 32
Gambar 4.1 Sampel komposit filler serbuk... 37
Gambar 4.2 Sampel komposit filler memanjang yang telah diuji ... 38
xii
DAFTAR GRAFIK
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia bambu memegang peranan yang sangat penting. Bambu dikenal oleh masyarakat memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan antara lain : batangnya kuat, lurus, ringan, serta ulet. Selain itu bambu juga relatif murah dibanding bahan bangunan yang lainnya karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan. Bambu menjadi tanaman serba guna bagi masyarakat pedesaan.
Tanaman bambu di Indonesia ditemukan mulai dari dataran rendah sampai pegunungan. Pada umumnya ditemukan di tempat-tempat terbuka dan daerahnya bebas dari genangan air. Tanaman bambu hidup merumpun, mempunyai ruas dan buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini tumbuh akar-akar sehingga pada bambu dimungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan ruasnya, disamping tunas-tunas rumpunnya.
Ada banyak jenis bambu yang tumbuh di Indonesia. Beberapa jenis bambu yang sering digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah bambu tali, bambu andong, bambu petung dan bambu hitam.
Pengolahan bambu tergantung pada penggunaan atau pemanfaatannya. Selain untuk dimanfaatkan sendiri oleh masyarakat, sekarang produk olahan bambu sudah banyak diekspor keluar negeri seperti furniture, kerajinan, sumpit, tusuk gigi dan lain-lain. [1]
2
Salah satu manfaat bambu sekarang ini mulai digunakan sebagai bahan penelitian. Penelitian tentang bambu salah satunya sebagai serat pada komposit serat alam.
Pemilihan filler bambu sebagai bahan penelitian dengan mempertimbangkan potensi filler bambu di indonesia yang berlimpah dan belum termanfaatkan secara baik. Hal ini sejalan dengan rekomendasi John Craig dan Poonekar, bahwa dalam pengembangan prosthesis dapat mengacu pada potensi lokal, termasuk didalamnya adalah isu tentang lingkungan, dimana masa kini berkembang pandangan baru tentang go green, kembali ke alam (back to nature) dan isu tentang pengurangan limbah yang berbahaya. [2]
Komposit dari bahan serat (fibrous composite) terus diteliti dan dikembangkan guna menjadi bahan alternatif pengganti bahan logam, hal ini disebabkan sifat dari bahan komposit serat yang kuat dan mempunyai massa yang lebih ringan dibandingkan dengan logam. Dalam penelitian ini, susunan komposit serat terdiri dari serat dan matriks sebagai bahan pengikatnya. [3]
Material komposit sebagai pengganti logam cukup diminati, hal ini karena komposit memiliki sifat mekanik yang baik, tahan korosi, dan juga ramah lingkungan. Material komposit adalah suatu material yang tersusun dari kombinasi dua atau lebih material yang berbeda secara mikro ataupun makro, sifat material komposit berbeda bentuk dan komposisi kimia dari zat asalnya.
3
Penggunaan material komposit dalam kehidupan sehari – hari sangat banyak, seperti peralatan rumah tangga, kontruksi bangunan, kontruksi jalan coran, komponen mobil, komponen sepeda motor, dan sebagainya.
Komposit matriks polimer di dunia perkembangannya semakin pesat. Salah satu alternatif terbaru yang mulai dilakukan adalah pemanfaatan serat alam sebagai pengganti serat sintesis yang banyak digunakan sebelumnya. Indonesia memiliki potensi serat alam yang sangat berlimpah dan belum banyak di gunakan sebagai serat komposit. Sehingga berpeluang mengembangkan polimer komposit dengan menggunakan serat alam terbaru.
Dari berbagai penelitian di bidang material komposit dan juga kegunaannya yang banyak, mendorong dilakukannya penelitian di bidang material komposit dengan serat alam. Penelitian di bidang komposit yang akan dilakukan untuk mengetahui pengaruh bentuk serat pada komposit dengan pengujian kekerasan. Serat yang digunakan adalah serat bambu yang dipotong berupa serat memanjang dan serbuk kasar yang disesuaikan dengan ukuran untuk pengujian kekerasan.
Proses pembuatan komposit dilakukan dengan cara manual. Dari mulai memotong bambu, membuat campuran hardener dan resin epoxy, hingga mencetak variasi papan komposit filler bambu yang disesuaikan dengan standar alat uji.
Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan dilakukan pengujian kekerasan. Menggunakan alat pengujian durometer dengan metode Hardness Shore D.
4
Dengan dilakukannya pengujian kekerasan terhadap material komposit ini, diharapkan mampu untuk menambahkan sifat kekerasan dan juga anti korosi pada bambu yang sudah mempunyai sifat keliatan yang baik sehingga dapat diaplikasikan pada komponen sepatu.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah jelaskan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kekuatan kekerasan material komposit batang bambu.
2. Bagaimana pengaruh bentuk filler terhadap kekuatan kekerasan material komposit batang bambu.
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Filler yang digunakan adalah batang bambu.
2. Matriks yang digunakan adalah campuran resin epoxy dan hardener
3. Pengujian yang dilakukan adalah uji kekerasan dengan metode Shore D Hardness.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kekuatan kekerasan material komposit batang bambu.
2. Mengetahui pengaruh bentuk serat terhadap kekuatan kekerasan material komposit serat bambu.
5
1.5 Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kekuatan kekerasan material komposit batang bambu dan informasi pengaruh bentuk filler terhadap kekuatan kekerasan material komposit batang bambu. Maka, diharapkan mampu untuk menambahkan sifat kekerasan dan juga anti korosi pada bambu yang sudah mempunyai sifat keliatan yang baik sehingga dapat diaplikasikan pada komponen sepatu.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini berdasarkan buku pedoman akademik yang diterbitkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas penggambaran tentang latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas dasar teori yang mendukung materi penelitian yang akan dilakukan.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini membahas tentang bahan, alat, dan prosedur yang digunakan dalam penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas data yang di hasilkan dan analisa data yang didapatkan dari penelitian yang telah dilakukan.
6
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang mengacu pada tujuan penelitian serta saran untuk melanjutkan penelitian ini.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bambu
Bambu merupakan tanaman keluarga rumput – rumputan yang berwujud seperti pohon, tumbuh dengan menggunakan akar rimpang akar yang beruas – ruas dengan satu tunas di setiap ruasnya, berselang seling pada rimpang berikutnya. Dengan cara pertumbuhan menggunakan rimpang menyebabkan bambu lebih unggul dibandingkan tanaman jenis pohon. [4]
Gambar 2.2.1 Rimpang batang bambu dan ruas – ruasnya [4]
Bambu mudah ditanam dan tidak memerlukan pemeliharaan secara khusus. Untuk melakukan budi daya bambu, tidak diperlukan investasi yang besar, setelah tanaman sudah mantap, hasilnya dapat diperoleh secara menerus tanpa menanam lagi. Budidaya bambu dapat dilakukan sembarang orang, dengan peralatan sederhana dan tidak memerlukan bekal pengetahuan yang tinggi.
Pada masa pertumbuhan, bambu tertentu dapat tumbuh vertikal 5 cm per jam, atau 120 cm per hari. Bambu dapat dimanfaatkan dalam banyak hal. Berbeda dengan
8
pohon kayu hutan yang baru siap ditebang dengan kualitas baik setelah berumur 40-50 tahun, maka bambu dengan kualitas baik dapat diperoleh pada umur 3-5 tahun.
Tanaman bambu mempunyai ketahanan yang luar biasa. Rumpun bambu yang telah dibakar, masih dapat tumbuh lagi.
Bambu mempunyai kekuatan cukup tinggi, kuat tariknya dapat disejajarkan dengan baja. Sekalipun demikian kekuatan bambu yang tinggi ini belum dimanfaatkan dengan baik karena biasanya batang-batang struktur bambu dirangkaikan dengan pasak atau tali yang kekuatannya rendah.
Bambu berbentuk pipa sehingga momen kelembabannya tinggi, oleh karena itu bambu cukup baik untuk memikul momen lentur. Ditambah dengan sifat bambu yang elastis, struktur bambu mempunyai ketahanan yang tinggi baik terhadap angin maupun gempa. [5]
Selain itu bambu juga mempunyai daya tahan yang sangat rendah, bambu sangat potensial untuk diserang kumbang bubuk, sehingga bangunan atau perabot yang terbuat dari bambu tidak awet. Oleh karena itu rangka bangunan dari bambu, yang tidak diawetkan, hanya dipandang sebagai komponen bangunan sementara yang hanya tahan tidak lebih dari 5 tahun.
Kekuatan sambungan bambu yang pada umumnya sangat rendah karena perangkaian batang-batang struktur bambu sering kali dilakukan secara konvensional memakai paku atau pasak, maka serat yang sejajar degan kekuatan geser yang rendah menjadikan bambu mudah pecah karena paku dan pasak. Penyambungan memakai tali sangat tergantung pada keterampilan pelaksana.
Kekuatan sambungan hanya didasarkan pada kekuatan gesek antara tali dan bambu atau antara bambu yang satu dengan bambu lainnya. Dengan demikian penyambungan bambu secara konvensioanl kekuatannya rendah, sehingga kekuatan
9
bambu tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Pada saat tali kendor sebagai akibat kembang susut karena perubahan temperatur, kekuatan gesek itu akan turun, dan bangunan dapat runtuh. Oleh karena itu sambungan bambu yang memakai tali perlu dicek secara berkala, dan tali harus selalu disetel agar tidak kendor.
Kelangkaan buku petunjuk perancangan atau standar berkaitam dengan bangunan yang terbuat dari bambu. Sifat bambu yang mudah terbakar. Sekalipun ada cara-cara untuk menjadikan bambu tahan terhadap api, namun biaya yang dikeluarkan relatif cukup mahal.
Bersifat sosial berkaitan dengan opini masyarakat yang sering menghubungkan bambu dengan kemiskinan, sehingga orang segan tinggal di rumah bambu karena takut dianggap miskin. Orang baru mau tinggal di rumah bambu jika tidak ada pilihan lain. Untuk mengatasi kendala ini maka perlu dilibatkan arsitek, agar rumah yang dibuat dari bambu terlihat menarik. Upaya ini tampak pada bangunan-bangunan wisata yang berupa bungalo dan rumah makan yang berhasil menarik wisatawan mancanegara. [5]
Bambu sampai saat ini sudah dimanfaatkan sangat luas di masyarakat mulai dari penggunaan teknologi yang paling sederhana sampai pemanfaatasudah dimanfaatkan sangat luas di masyarakat mulai dari penggunaan teknologi yang paling sederhana sampai pemanfaatan teknologi tinggi pada skala industri. Pemanfaatan di masyarakat umumnya untuk kebutuhan rumah tangga dan dengan teknologi sederhana, sedangkan untuk industri biasanya ditujukan untuk orientasi eksport.
1. Bambu Lapis
Seperti halnya kayu diolah menjadi kayu lapis maka bambu juga digunakan sebagai bahan baku kayu lapis. Berbagai macam produk bambu lapis dibuat baik dari sayatan bambu maupun pelepuh bambunya. Jenis yang umum dipakai untuk
10
bambu lapis adalah bambu tali (Gigantocloa apus). kadang-kadang bambu lapis ini dicampur dengan veneer kayu meranti untuk lapisan dalamnya, atau sebaliknya lapisan luarnya berupa veneer kayu.
2. Bambu Lamina
Bambu lamina adalah produk olahan bambu dengan cara merekatkan potongan-potongan dalam panjang tertentu menjadi beberapa lapis yang selanjutnya dijadikan papan atau bentuk tiang. Lapisannya umumnya 2-5 lapis. Banyaknya lapisan tergantung ketebalan yang diinginkan dan penggunaannya. Kualitas bambu lamina ini sangat ditentukan oleh bahan perekatnya. Dengan bahan perekat yang baik maka kekuatan bambu lamina dapat disejajarkan dengan kekuatan kayu kelas III.
3. Papan Semen
Papan semen bambu terbuat dari bambu, semen dan air kapur. Bambu terlebih dahulu diserut, kemudian direndamkan dalam air selama dua hari. Selanjutnya dicampur ketiga bahan tersebut dan kemudian dibentuk papan pada suhu 56o C dengan waktu selama 9 jam.
4. Arang bambu
Pembuatan arang dari bambu dilakukan dengan cara destilasi kering dan cara timbun skala semi pilot, bambu yang sudah dicobakan adalah bambu tali, bambu ater, bambu andong dan bambu betung. Nilai kalor arangnya rata-rata 6602 kal/gr, dan yang paling baik dijadikan arang adalah bambu ater dimana sifat arangnya yang dihasilkan relatif sama dengan sifat arang dari kayu bakau.
5. Pulp
Pabrik kertas sangat potensial dalam memanfaatkan bambu sebagai bahan kertas. Cara pembuatan bahan kertas dari bambu mula-mula bambu dipotong dan diserpih dengan ukuran 25 mm x 25 mm x 1 mm. Dengan tekanan dan suhu tertentu serpihan
11
bambu tersebut dimasak selama 1,5 jam. Kemudian pulp dicuci dan disaring. Kemudian pulp diurai dengan pengaduk 3-4 jam. Hasil uraian disaring, dicuci dan diputihkan. Setelah dicuci pulp dibuat lembaran sebagai bahan pembuat kertas.
Bambu memiliki kandungan selulosa yang sangat cocok untuk dijadikan bahan kertas dan rayon.pemanfaatan bambu sebagai bahan kertas di Indonesia telah diterapkan pada industri di Gowa dan Banyuwangi. Namun industri ini memiliki kendala dari segi bahan baku sehingga dibuat modifikasi yaitu campuran pulp bambu dengan perbandingan 70% : 30 %.
6. Kerajinan dan Handicraft
Berbagai kerajinan dan handicraft dibuat dari bambu antara lain: tempat pulpen, gantungan kunci, cup lampu, keranjang, tas, topi dan lain-lain. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah keterampilan dan kreativitas dalam memanfaatkan bambu.
7. Supit
Pengembangan bahan bambu sebagai bahan industri telah pula mencakup kebutuhan peralatan makan berupa supit, tusuk sate dan tusuk gigi. Perkembangannya sangat cepat karena mudah dalam pengerjaan apalagi bila dikerjakan dengan mesin secara otomatis. Bambu yang bagus untuk dijadikan supit adalah bambu mayan dan bambu andong. Bambu yang bagus untuk supit bambu yang berumur 3 tahun dimana untuk meningkatkan kualitasnya setelah ditebang sebaiknya jangan langsung diproses tetapi dikeringkan terlebih dahulu selama kurang lebih 4 hari.
8. Furniture dan Perkakas Rumah Tangga
Bambu yang dipergunakan untuk melebel harus memenuhi beberapa syarat. Selain warna yang menarik juga dapat dibentuk secara istimewa dengan nilai seni yang tinggi tetap memenuhi kekokohannya. Olesan pengawet dan penghias, seperti
12
pernis meningkatkan keawetan dan penampilan dengan tetap berkesan alami. Perkakas rumah tangga dan hiasan dari bambu digemari karena disamping tidak berkarat juga mencerminkan kesederhanaan tapi anggun.
Bambu hitam dan bambu betung banyak digunakan untuk furniture antara lain : meja, kursi, tempat tidur, meja makan lemari pakaian dan lemari hias. Disamping itu bambu juga banyak dipakai menjadi peralatan rumah tangga dan assesoris penghias rumah.
9. Komponen Bangunan dan Rumah
Bambu yang dipergunakan sebagai bahan bangunan sebaiknya diawetkan lebih dahulu dengan cara yang dipergunakan sebagai bahan bangunan sebaiknya diawetkan lebih dahulu dengan cara perendaman dalam air selama beberapa minggu kemudian dikeringkan. Kadang-kadang juga dilakukan pengasapan belerang agar hama yang ada mati dan tidak dikunjungi oleh hama perusak. Sebagai bahan kontruksi yang tidak mementingkan keindahan, ternyata juga sering dipergunakan untuk menutup pori-pori buluh.
Bambu bersama dengan kayu dan bahan organik lainnya banyak digunakan pada pembangunan rumah rakyat di pedesaan. Dengan perkembangan harga bahan dasar dan kebutuhan perumahan rakyat yang sederhana, maka pengembangan rumah berbahan kayu dan bambu sesuai untuk membantu rakyat yang berpenghasilan rendah, terutama di daerah yang mempunyai ketersediaan bambu.
Rumah-rumah rakyat di Jawa Barat masih banyak menggunakan bahan bambu. Bahan bambu pada umumnya digunakan sebagai kaso dan reng. Pada rumah panggung dan bilik bambu digunakan juga untuk keperluan dinding, lis, tiang, galar, dan lantai.
13
Penggunaan bambu oleh masyarakat sebagai bahan bangunan perumahan selain mudah didapat, bahan bambu dipercaya oleh masyarakat sebagai bahan yang kuat dan awet dengan catatan penggunaan terhindar untuk berhubungan langsung dengan air.
10. Rebung
Bambu dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dalam bentuk rebung. Jenis-jenis tertentu rebungnya dapat dimakan karena kadar HCN kecil atau sama sekali tidak ada, rasanya memenuhi selera, lunak dan warnanya menarik. Kandungan gijinya cukup memadai sebagai sumber mineral dan vitamin.
11. Bahan Alat Musik Tradisional
Sesuai dengan ketebalan dinding, diameter dan panjang buluh, bambu dapat dibuat alat musik tradisional yag menghasilkan nada dan alunan suara yang khas. Faktor ketepatan memilih jenis dan tingkat pengeringan diperlukan guna memperoleh kualitas yang memadai. Bambu dapat dibuat alat musik tiup, alat musik gesek maupun alat musik pukul. Contoh yang terkenal adalah seruling, angklung, gamang, calung, kentongan, dll. Pembuatan alat musik daribambu dituntut pengetahuan nada dan ketelatenan penanganan pekerjaan. Misalnya pada pembuatan angklung, bambu dipilih dari jenis bambu tertentu. Bambu temen, bambu hitam, bambu lengka dan bambu tali cocok dipergunakan untuk membuat kerangkanya. Waktu penebangan banbu harus cukup umur (2-3 tahun) tepat waktunya yakni pada musim kemarau. Pengeringan dilakukan dalam ruang, tidak boleh langsung dengan sinar matahari. Setelah bambu dibentuk, kemudian distem nadanya sebelum dan sesudah dipasang tabung-tabung nadanya.
Dari aspek sosial dan ekonomi, tanaman bambu yang telah merata di daerah-daerah pedesaan dan dapat dikatakan merupakan tanaman yang merakyat telah
14
mampu mengangkat perekonomian masyarakat sebagai penghasilan yang utama atau tambahan.
Sebagai tanaman yang merakyat, bambu memiliki status dan nilai sosial yang mendalam maknanya. Beberapa saat yang lalu masyarakat pedesaan di Jawa Tengah akan merasa dari kalangan rendah atau miskin jika harus membeli bambu untuk membuat dinding atau perabotan rumah tangga. Namun di lain pihak masyarakat kalangan menengah ke atas lebih menyukai bambu sebagai suatu produk yang dekat pada alam dan memiliki nilai seni yang tinggi, mislanya meja, kursi dan perabotan rumah tangga dari bahan bambu.
Selain itu bagi masyarakat pedesaan rumpun bambu dapat menjadi tabungan, suatu sumber daya penyangga yang dapat diandalkan bila timbul keadaan paceklik, selain rebungnya dapat langsung dimakan, buluh bambu juga dapat diperdagangkan. Di lain pihak kebutuhan akan tempat semakin menekan tempat tumbuh bambu sehingga bambu sedikit demi sedikit terus berkurang. [1]
Penelitian tentang penggunaan batang bambu sebagai filler komposit polimer telah banyak dilakukan. Agustinus Purna Irawan dan I Wayan Sukania telah melakukan penelitian tentang komposit berpenguat serat bambu dengan matriks epoksi yang diimplementasikan pada produk socket prosthesis. Pengujian yang dilakukan meliputi uji tekan (compressive strength) ASTM D 695, uji flexural (flexural srength) ASTM D 730-03, dan uji kegagalan tekan prototipe produk socket ISO 10328. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kekuatan tekan sebesar 41,44 Mpa, kekuatan flexural sebesar 98,32 Mpa, dan uji kegagalan tekan prototipe socket prosthesis berbahan komposit serat bambu epoksi menunjukan bahwa kekuatan tekan yang dihasilkan (87,1 4,3 kN). [2]
15
2.2 Material Komposit
Komposit berasal dari kata “to compose” yang berarti menyusun atau menggabung. Jadi secara sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari dua atau lebih bahan yang berlainan. [6]
Komposit adalah suatu bahan padat yang dihasilkan dari gabungan dua atau lebih bahan yang berbeda untuk memperoleh sifat-sifat yang lebih baik yang tidak dapat diperoleh dari setiap komponennya. Bahan komposit terdiri dari matriks yang merupakan fase terbesar dan pengisi sebagai fase terdispersi, dimana kedua fase ini dipisahkan oleh interfase. [7]
Material komposit merupakan revolusi terbesar yang ditemukan dalam dunia ilmu material. Karena kualitas dari material komposit menjadikannya dapat bersaing dengan bahan konvensional lainnya. Material komposit dapat dibuat sehingga memiliki kekuatan dan kekakuan yang sama dengan baja namun lebih ringan hingga 70%. [8]
2.2.1 Matriks
Matriks adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar (dominan). Matriks, umumnya lebih ulet tetapi mempunyai kekuatan dan kekakuan yang lebih rendah. [9]
Adapun fungsi dari matriks pada komposit sebagai berikut : 1. Mentransfer tegangan ke serat secara merata
2. Melindungi serat dari gesekan mekanik
3. Memegang dan mempertahankan serat pada posisinya 4. Melindungi dari lingkungan yang merugikan
16
2.2.2 Filler
Filler memperkuat isi dalam komposit, dengan kata lain menyediakan kekuatan untuk komposit. Filler juga memberi manfaat tambahan tertentu seperti ketahanan terhadap panas, resistensi atau konduksi, ketahanan terhadap korosi dan juga memberikan kekakuan. [10]
2.2.3 Klasifikasi
1. Berdasarkan bentuk fillernya
Komposit ini dibedakan menjadi 5 kelompok berdasarkan bentuk fillernya, yaitu: [11]
a. Komposit Serat
Komposit serat merupakan jenis komposit yang menggunakan serat sebagai bahan penguatnya. Dalam pembuatan komposit, serat dapat diatur memanjang
(unidirectional composites) atau dapat dipotong kemudian disusun secara acak
(random fibers) serta juga dapat dianyam (cross-plylaminate). Komposit serat
sering digunakan dalam industri otomotif dan pesawat terbang. Komposit dengan penguatan serat adalah jenis komposit yang paling sering dipakai dalam aplikasi. Hal ini karena komposit jenis ini memiliki sifat kekuatan tarik dan kekakuan yang bagus. Namun kelemahannya adalah struktur serat tersebut memiliki kekuatan tekan dan kekuatan tarik arah melintang serat yang kurang bagus.
Secara umum komposit dengan penguat serat tersusun dari dua material utama yaitu matrik dan serat. Antar kedua unsur material tersebut tidak terjadi reaksi kimia dan tidak larut satu sama lain, melainkan hanya ikatan antar muka diantara keduanya. Serat yang memiliki kekuatan lebih tinggi berperan sebagai
17
komponen penguat, sedangkan matrik yang bersifat lemah dan liat bekerja sebagai pengikat dan memberi bentuk pada struktur komposit.
b. Komposit Serpih
Flake Composites adalah komposit dengan penambahan material berupa
serpih kedalam matriksnya. Flake dapat berupa serpihan mika, glass dan metal. c. Komposit Partikel
Particulate composites adalah salah satu jenis komposit di mana dalam
matriks ditambahkan material lain berupa serbuk/butir. Perbedaan dengan flake dan fiber composites terletak pada distribusi dari material penambah terdistribusi secara acak atau kurang terkontrol daripada flake composites. Sebagai contoh adalah beton.
d. Filled (skeletal) composites
Filled composites adalah komposit dengan penambahan material ke dalam
mariks dengan struktur tiga dimensi dan biasanya filler juga dalam bentuk tiga dimensi.
e. Laminar Composites
Laminar composites adalah komposit dengan susunan dua atau lebih layer,
dimana masing-masing layer dapat berbeda-beda dalam hal material, bentuk, dan orientasi penguatannya.
2. Berdasarkan jenis material matriknya
Berdasarkan jenis material dari matriksnya komposit dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
a. Komposit Matrik Polimer (Polimer Matrix Composites – PMC).
Komposit jenis ini terdiri dari polimer sebagai matriks baik itu thermoplastic maupun jenis thermosetting. Thermoplastic adalah plastik yang dapat dilunakan
18
berulang kali (recycle) dengan menggunakan panas. Thermoplastic merupakan polimer yang akan menjadi keras apabila didinginkan. Thermoplastic akan meleleh pada suhu tertentu, serta melekat mengikuti perubahan suhu dan mempunyai sifat dapat kembali (reversibel) kepada sifat aslinya,yaitu kembali mengeras bila didinginkan. Thermoplastic yang lazim dipergunakan sebagai matriks misalnya polyolefin (polyethylene, polypropylene), vinylic (polyvinylchloride, polystyrene, polytetrafluorethylene), nylon, polyacetal,
polycarbonate, dan polyfenylene.
Thermosets tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversibel). Bila sekali
pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat dilunakkan kembali. Pemanasan yang tinggi tidak akan melunakkan termoset melainkan akan membentuk arang dan terurai karena sifatnya yang demikian sering digunakan sebagai tutup ketel, seperti jenis-jenis melamin. Thermosets yang banyak digunakan saat ini adalah epoxy dan polyester takjenuh. Resin polyester tak jenuh adalah matrik thermosetting yang paling banyak dipakai untuk pembuatan komposit. Resin jenis ini digunakan pada proses pembuatan dengan metode
hand lay-up.
Adapun Polimer Matrix Composite (PMC) bersifat : 1) Biaya pembuatan relatif rendah
2) Dapat dibuat dengan produksi masal 3) Ketangguhan baik
4) Tahan simpan
5) Siklus pabrikasi dapat dipersingkat 6) Kemampuan mengikuti bentuk 7) Relatif ringan
19
b. Komposit Matrik Logam (Metal Matrix Composites – MMC)
Metal Matrix Composites adalah salah satu jenis komposit yang memiliki matrik logam. Komposit ini menggunakan suatu logam seperti alumunium sebagai matrik dan penguatnya dengan serat seperti silikon karbida. Material MMC mulai dikembangkan sejak tahun 1996. Komposit MMC berkembang pada industri otomotif digunakan sebagai bahan untuk pembuatan komponen otomotif seperti blok silinder mesin, pully, poros, gardan, dan lain-lain.
Adapun Metal Matrix Composite (MMC) bersifat : 1) Transfer tegangan dan regangan yang baik 2) Ketahan terhadap temperatur relatif tinggi 3) Tidak menyerap kelembaman
4) Tidak mudah terbakar
5) Kekuatan tekan dan geser yang baik 6) Ketahanan aus dan muai yang baik
c. Komposit Matrik Keramik (Ceramic Matrix Composites – CMC)
CMC merupakan material 2 fasa dengan 1 fasa berfungsi sebagai
reinforcement dan 1 fasa sebagai matriks, dimana matriksnya terbua dari
keramik. Reinforcement yang umum digunakan pada CMC adalah oksida,
carbide, dan nitrid. Salah satu proses pembuatan dari CMC yaitu dengan proses
DIMOX, yaitu proses pembentukan komposit dengan reaksi oksidasi leburan
logam untuk pertumbuhan matriks keramik disekeliling daerah filler (penguat). Adapun Ceramic Matrix Composite (CMC) bersifat :
1) Dimensinya stabil lebih stabil daripada logam
2) Sangat tangguh, bahkan hampir sama dengan ketangguhan cast iron 3) Mempunyai karakteristik permukaan yang tahan aus
20
4) Tahan pada temperatur tinggi (creep)
5) Kekuatan & ketangguhan tinggi, dan ketahanan korosi tinggi 3. Berdasarkan Strukturnya
Berdasarkan bentuk dari struktur penyusunan komposit dibagi dua yaitu: a. Struktur laminate.
Merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri. b. Struktur sandwich
Komposit sandwich merupakan komposit yang tersusun dari tiga lapisan yang terdiri dari flat composite dan atau metal sheet sebagai skin serta core di bagian tengahnya. Komposit sandwich dibuat dengan tujuan untuk efisiensi berat yang optimal, namun mempunyai kekakuan dan kekuatan yang tinggi.sehingga untuk mendapatkan karakteristik tersebut, pada bagian tengah diantara kedua skin dipasang core.
2.3 PVA (Polyvinyl Alcohol)
PVA adalah polimer yang paling umum di gunakan sebagai membran karena salah satu sifatnya hidrofilik. PVA dapat larut dalam air dengan bantuan panas yaitu pada temperatur diatas 900 C. Pada suhu kamar PVA berwujud padat, lunak dalam pemanasan, kemudian elastis seperti karet dan mengkristal dalam proses. PVA memiliki berat molekul 85.000 – 146.000, mempunyai temperatur transisi gelas (Tg) sebesar 850 C, dan temperatur leleh (Tm) sebesar 228-2560 C.
PVA komersial mengandung pengotor berupa gugus keton yang terisolasi yang mungkin membentuk ikatan asetal dengan gugus hidroksil dari rantai lain sehingga molekul cabangnya membentuk ikatan crosslink. Membran PVA mempunyai sifat sangat mudah mengembang (swelling) jika berinteraksi dengan air. Hal ini
21
disebabkan karena gugus fungsional yang dimilikinya berupa gugus-OH sehingga membrane bersifat hidrofilik. Molekul-molekul air akan berinteraksi dengan membran melalui pembentukan ikatan hidrogen. Gugus hidroksil yang terdapat pada rantai polimer menyebabkan membran PVA bersifat polar. Sifat hidrofilik dan kepolaran membran akan menentukan selektivitas dan fluks membran pada proses pervaporasi campuran organik-air.[12]
2.4 Alat Uji Kekerasan
Kekerasan adalah daya tahan bahan terhadap goresan atau penetrasi pada permukaannya. Definisi yang lain adalah ukuran ketahanan bahan terhadap deformasi plastis. Tiga jenis umum mengenai ukuran kekerasan tergantung cara pengujian, yaitu kekerasan goresan (scrath hardness), kekerasan lekukan (indentation hardness), dan kekerasan pantulan (rebound hardness) atau kekerasan dinamik (dynamic hardness). [13]
Uji kekerasan di sini menggunakan uji shore. Uji ini menggunakan alat ukur tekan dengan jarum tajam, Teclock GS-720N type D. Untuk polimer terdapat dua skala pengukuran, yakni Shore D untuk plastik atau karet keras dan Shore A untuk karet lembut. Shore D menggunakan penekan berupa kerucut yang ditahan oleh pegas yang telah dikalibrasi. Nilai Shore D menunjukan kedalaman penetrasi yang dikenakan penekan pada permukaan bahan uji.
Alat uji durometer dengan metode Shore D Hardness yang merujuk pada ukuran standar uji American Society for Testing and Materials (ASTM) D2240-15 dengan panjang 80 mm, lebar 70 mm, dan tebal 6 mm. Pengujian kekerasan pada setiap sampel dilakukan 5 kali, kemudian dirata-ratakan. Hal tersebut dilakukan karena ada beberapa pengukuran yang mengenai bubble yang menyebabkan kepala kerucut
22
masuk ke dalam bubble. Sehingga nilai yang diperoleh bukanlah nilai kekerasan sampel.[14]
penelitian tentang pengujian kekerasan telah dilakukan A. A. Anggraeni dan S. Nikmatin. Pada penelitian tersebut mereka melakukan pengujian pada komposit serat kulit rotan sebagai filler pengganti serat sintesis. Sintesa biokomposit menggunakan metode blending-hot press sesuai dengan standarisasi uji mekanik yang berbeda-beda, ASTM D2240 untuk alat uji kekerasan dan ASTM D1822 alat uji tarik. Hasil pengukuran mekanik terhadap biokomposit serat hasil fermentasi (5%) menunjukan nilai kekerasan sebesar 4,33 ± 0,17 Mpa. Kekuatan tarik biokomposit serat hasil fermentasi (5%) adalah 140,12 ± 0,76 Mpa. [15]
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Dwi Wahini Nurhajati dkk tentang penggunaan resin epoksi untuk membuat landasan potong pon. Kompon landasan pon dibuat dari komposit dengan campuran resin epoksi dan hardener sebagai matriks dan CaCO3 sebagai filler, digunakan juga pewarna. Kompon dicetak dengan
landasan potong pon menggunakan sistem tuang dengan waktu pencetakan selama 24 jam. Dimana pada penelitian tersebut dilakukan variasi komposisi CaCO3 dengan
perbandingan resin epoksi dan hardener 1 : 1. Dilakukan pengujian kekerasan dengan metode Hardness Shore D dan pengujian ketahanan pukul dengan acuan potong pon impor. Hasil pada penelitian tersebut adalah nilai kekerasan dan ketahanan pukul yang paling mendekati adalah nilai kekerasan 78,6 Shore D dan ketahanan pukul 10x ulangan tidak pecah. Pada acuan potong pon impor nilai kekerasannya 75 Shore D dan ketahanan pukulnya 10x ulangan pecah. [16]
23
Digunakannya uji kekerasan sebagai parameter uji mekanik komposit berpenguat bambu ini karena salah satu sifat yang ada pada komposit adalah keras. Selain itu sifat lain yang harus ada pada komposit yakni : kuat, ringan, ulet, serta anti korosi maka dipilihlah filler berupa batang bambu tali. Penggunaan durometer sebagai alat uji merupakan salah alat uji kekerasan, sedangkan metode Hardness Shore D merupakan merupakan salah satu metode pada durometer yang di fungsikan untuk bahan polimer seperti halnya komposit dengan matriks berupa polimer ini.
Pada pengujian dengan menggunakan microhadness seperti pada hardness Shore D ini formula untuk mendapatkan nilai kekerasan secara matematis dapat dianalogikan pada formula Hardness Vickers Number yaitu :
Dengan :
HVN = nilai kekerasan vickers F = gaya tekan (N)
24
25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dimulai sejak Februari 2016 sampai Desember 2016. Penelitian ini dilakukan pada dua laboratorium yaitu :
1. Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat, Tangerang Selatan. Laboratorium ini digunakan untuk pembuatan sampel papan komposit.
2. Laboratorium Sentra Teknologi Polimer Balai Teknologi Polimer – BPPT Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan. Pada laboratorium ini dilakukan pengujian kekerasan (Shore D Hardness) sampel.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.2.1 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bambu serbuk kasar digunakan sebagai serat pada sampel komposit serat serbuk bambu kasar
2. Bambu memanjang digunakan sebagai serat pada sampel komposit serat serbuk bambu memanjang
3. Hardener digunakan sebagai campuran pembuatan matriks komposit 4. Resin epoxy digunakan sebagai campuran pembuatan matriks komposit 5. PVA digunakan sebagai bahan anti lengket yang di gunakan pada cetakan
26
Berikut gambar dari bahan – bahan penelitian :
Bambu serbuk kasar Bambu memanjang
Hardener Resin epoxy
PVA
27
3.2.2 Alat Penelitian
Adapun alat – alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tabung ukur digunakan sebagai alat pengukur resin epoxy dan hardener 2. Gelas plastik digunakan sebagai media mencampurkan resin epoxy dan
hardener serta mencampurkan serbuk bambu kasar pada komposit serat serbuk kasar
3. Sendok digunakan sebagai pengaduk campuran resin epoxy dan hardener serta mengaduk campuran resin epoxy dan hardener dengan serbuk bambu kasar pada komposit serat serbuk kasar
4. Cetakan digunakan sebagai alat mencetak sampel
Berikut gambar alat – alat yang digunakan pada penelitian ini :
28
Cetakan
29
3.3 Diagram Alir Penelitian
Mulai
Studi Literatur
Preparasi Sampel
Pembuatan Papan
Komposit
Komposit serat
serbuk bambu
kasar
Komposit serat
bambu
memanjang
Uji Kekerasan
(Shore D Hardness)
Analisis Hasil
Kesimpulan
Selesai
30
3.4 Prosedur Penelitian
Merujuk pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, tentang material komposit. Dengan serat serbuk kayu dan serbuk sabut kelapa, serta dilakukan pengujian kekerasan. Dimana pengujian kekerasan vikers pada komposit serbuk kayu dan pengujian kekerasan brinel pada komposit serbuk sabut kelapa.
Maka dari itu dilakukanlah penelitian tentang komposit ini. Di dorong dengan banyaknya tanaman bambu khususnya bambu jenis bambu tali di daerah Bekasi, tepatnya desa Sukamakmur kecamatan Sukakarya kabupaten Bekasi. Sehingga dilakukanlah penelitian tentang komposit serat bambu. Dengan perlakuan pembedaan bentuk serat serta dilakukan pengujian kekerasan dengan metode hardness Shore D Hardness. Diharapkan mampu untuk menambahkan sifat kekerasan dan juga anti korosi pada bambu yang sudah mempunyai sifat keliatan yang baik.
Dilanjutkan dengan pembuatan papan komposit, ukuran papan komposit ini di sesuaikan dengan kebutuhan untuk pengujian. Maka, di buatlah papan komposit dengan ukuran yang bisa untuk di lakukan pengujian yaitu panjang 50 mm, lebar 50 mm, dan tebal 5 mm.
Setelah papan komposit dibuat dilakukan pengujian kekerasan menggunakan alat uji durometer dengan metode Shore D Hardness. Kemudian dilakukan analisis data hasil pengujian serta diambil kesimpulan data.
3.5 Proses Pembuatan Sampel
Pada proses awal pembuatan sampel adalah dilakukan pemilihan bambu yang tidak terlalu tua atau terlalu muda. Hal itu bisa di lihat dari warna kulit bambu yang cokelat kekuningan serta masih sedikit ada warna hijaunya. Supaya memiliki tingkat keliatan maksimum.
31
Kemudian dilakukan pemotongan bambu, untuk serat memanjang dipotong dengan ukuran panjang 45 mm dan tebal 2 mm untuk lebarnya kondisional karena tekstur bambu yang melengkung. Ukuran bambu di maksudkan untuk memberi ruang matriksnya menempati cetakan. Untuk serat serbuk kasar dilakukan penggergajian sedikit demi sedikit hingga menghasilkan serbuk kasar.
Cetakan dibuat dari cetakan kue dikarenakan memiliki permukaan yang rata dan mudah di bentuk. Ukuran cetakan dengan panjang 50 mm, lebar 50 mm, dan tinggi 10 mm. Kemudian bagian dalam cetakan di lumuri dengan PVA secara merata. PVA disini berfungsi sebagai anti lengket. Sehingga memudahkan saat melepas papan komposit yang sudah kering pada cetakan.
Dilakukan pembuatan adonan matriks dengan perbandingan resin epoxy dan hardener sebesar 80 % resin epoxy berbanding 20 % hardener untuk semua bentuk serat. Dilakukannya perbandingan tersebut karena pengujian kekerasan difokuskan pada bambu matriks hanya sebagai perekat. Sehingga hardener yang berfungsi sebagai pengeras penggunaannya lebih sedikit dari resin epoxy.
Untuk serat memanjang di ambil sebagian adonan dan dituangkan pada cetakan yang sudah di beri PVA. Kemudian di tunggu beberapa saat hingga adonan tidak terlalu basah. Dikarenakan supaya pada saat bilah bambu diletakan posisinya kuat dan tidak bergeser atau bergerak kebawah. Lalu diletakan bilah bambu dan sisa adonan dituangkan di atasnya. Untuk serat serbuk kasar dilakukan pencampuran antara adonan matriks dengan serbuk kasar bambu. Banyaknya serbuk kasar bambu diukur dengan di taburkan lebih dahulu pada cetakan yang tidak diberi PVA setinggi 2 mm. Lalu di campurkan dan di aduk hingga merata, kemudian dituangkan pada cetakan yang telah diberi PVA.
32
Setelah semua sampel dicetak, proses selanjutnya adalah menunggu papan komposit hingga kering. Berkaca pada kegagalan pembuatan papan komposit sebelumnya, penulis berasumsi waktu pengeringan sekita 7 hingga 10 hari. Pada hari ke 9 ternyata papan komposit sudah kering hal ini ditunjukan dengan melihat dan menyentuh semua permukaan papan komposit tidak ada lagi yang basah ataupun lengket. Maka papan komposit telah siap untuk dilakukan pengujian.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat uji durometer dengan metode Shore D Hardness yang merujuk pada ukuran standar uji ASTM D2240-15 dengan ukuran panjang 80 mm, lebar 70 mm, dan tebal 6 mm. Pada kenyataannya ukuran papan komposit penulis dengan panjang 50 mm, lebar 50 mm dan tebal 5 mm. Hal itu dikarenakan untuk memudahkan pembuatan papan komposit juga dengan ukuran tersebutpun sudah bisa dilakukan pengujian. Mekanisme alat uji adalah dengan mengambil data rata – rata yang di peroleh dari minimal 5 sampel yang sama.
33
Pencetakan komposit
filler memanjang Sampel komposit filler serbuk
Sampel komposit memanjang
3.6 Prosedur Pengujian Sampel
Dilakukan preparasi sampel, sampel dibuat dengan ukuran panjang 50 mm, lebar 50 mm dan tebal 5 mm yang disiapkan untuk dilakukan pengujian. Setelah sampel siap dilakukan conditioning sample yaitu mengkondisikan sampel di dalam ruangan yang bersuhu 23o C 50% RH (Relative Humidity) selama minimal 40 jam.
34
Dilakukan pengujian sampel menggunakan alat durometer dengan metode Shore D. Sampel ditempatkan di holder tempat sampel. Dilakukan penekanan (penetrasi) Shore D dengan load 5 kg (49 N).
Pada saat satu sekon dan lima belas sekon dilakukan pengambilan data. Dilakukan lima kali pengujian dengan spesimen yang sejenis dan diambil data dengan metode rata-rata sampel.
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan dan pengujian papan komposit filler batang bambu. Dimana papan komposit terdiri dari matriks berupa campuran resin epoxy dan hardener dengan perbandingan 80% berbanding 20% serta filler berupa batang bambu. Variasi yang digunakan adalah variasi bentuk filler batang bambu yang terbagi menjadi dua yaitu filler serbuk bambu kasar dan filler bambu memanjang. Untuk komposit filler serbuk bambu kasar penulis namai KSB A dan komposit filler bambu memanjang dinamai KSB B. setelah itu sampel di uji dengan menggunakan alat durometer dengan metode Hardness Shore D.
Penggunaan perbandingan resin epoxy dan hardener sebesar 80% berbanding 20%, penulis ingin lebih memfokuskan kekerasannya pada fillernya. Oleh karena itu, digunakan jauh lebih sedikit hardenernya yang memiliki sifat sebagai pengeras dan pengering matriks dari resin epoxy sebagai campurannya. Penulis menggunakan volume resin epoxy sebanyak 12 ml dan hardener 3 ml.
Pemilihan bambu sebagai filler karena telah memenuhi sifat-sifat sebagai filler komposit, yakni : kuat dan ringan. Selain itu bambu juga merupakan bahan yang sangat ulet yang dapat disejajarkan dengan baja sehingga menambahkan sifat pada komposit yaitu keras di luar kuat dan ulet di dalam. Tumbuh suburnya bambu di seluruh daerah di Indonesia memudahkan untuk mencarinya, terutama jenis bambu tali yang banyak di sekitar pemukiman daerah tempat tinggal penulis.
Digunakannya uji kekerasan sebagai parameter uji mekanik komposit berpenguat bambu ini karena salah satu sifat yang ada pada komposit adalah keras.
36
Selain itu sifat lain yang harus ada pada komposit yakni : kuat, ringan, ulet, serta anti korosi.
Penggunaan durometer sebagai alat uji merupakan salah alat uji kekerasan, sedangkan metode Hardness Shore D merupakan merupakan salah satu metode pada durometer yang di fungsikan untuk bahan polimer seperti halnya komposit dengan matriks berupa polimer ini. Selain itu ketersedian alat pada laboratorium Sentra Teknologi Polimer Balai Teknologi Polimer – BPPT juga memudahkan penulis untuk melakukan pengujian sampel.
Pada sebuah penelitian hampir dipastikan terjadi masalah atau kendala di dalamnya, entah itu masalah teknis maupun non teknis. Begitupun dengan penelitian komposit filler batang bambu ini, dalam perjalanan penelitian ini penulis menemukan beberapa kendala dalam terutama dalam pembuatan sampel. Kendala-kendala tersebut meliputi : ketebalan filler yang tidak disamakan, sampel yang terlalu tipis, banyaknya gelembung udara pada matriks, distribusi penyebaran matriks yang tidak merata, hingga sampel yang menempel kuat pada cetakannya. Kendala-kendala tersebut muncul karena faktor teknis dan non teknis.
Untuk itu penulis melakukan beberapa perubahan pada pembuatan sampel yang baru seperti : menentukan ketebalan filler agar ketebalan sampel mirip, memodifikasi cetakan untuk mengatasi sampel yang terlalu tipis, melakukan penuangan adonan campuran resin epoxy dan hardener secara perlahan agar meminimalisir terjadinya terperangkapnya udara dan supaya distribusi penyebaran matriksnya merata, serta melapisi permukaan cetakan dengan PVA yang lebih banyak dari sebelumnya. Hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan pembuatan sampel serta dilakukan pengujian meskipun dengan waktu penelitian yang relatif lama.
37
Hasil pengujian kekerasan dengan metode Shore D disajikan berupa tabel. Dimana telah dilakukan sebanyak lima kali pengujian pada setiap spesimen di tiap sampelnya. Data dicatat pada saat pembacaan satu sekon dan lima belas sekon. Berikut data hasil pengujian yang dilakukan pada dua jenis sampel :
4.1 Sampel Komposit Filler Serbuk
Pada komposit filler serbuk, serbuk bambu dan resin epoxy serta hardener di campur dan diaduk hingga homogen. Berikut ini gambar sampel yang telah dilakukan
pengujian dan tabel hasil pengujian.
38
Tabel 4.1 hasil pengujian komposit filler serbuk
Reading 1 s (Shore D) 15 s (Shore D)
1 71.00 68.00 2 71.00 69.00 3 76.00 74.00 4 69.00 67.00 5 73.00 70.00 Average 72.00 69.60 Std Deviation 2.65 2.70
4.2 Sampel Komposit Filler Memanjang
Pada komposit filler memanjang, campuran resin epoxy dan hardener disusun bergantian dengan bambu memanjangberselang seling dengan bambu satu lapis.
Berikut ini gambar sampel yang telah dilakukan pengujian dan tabel hasil pengujian.
39
Tabel 4.2 hasil pengujian komposit filler memanjang
4.3 Perbandingan grafik nilai kekerasan
Berikut ini grafik perbandingan nilai kekerasan maksimum rata-rata komposit filler serbuk dan komposit filler memanjang.
Reading 1 s (Shore D) 15 s (Shore D)
1 72.00 65.00 2 80.00 77.00 3 77.00 74.00 4 77.00 74.00 5 82.00 79.00 Average 77.60 73.80 Std Deviation 3.78 5.36 60 65 70 75 80 85 1 2 3 4 5 Nilai Kekerasan Spesimen
Grafik Perbandingan Nilai Kekerasan
Filler Serbuk Filler Memanjang
40
Filler adalah bahan pengisi matriks yang digunakan untuk dapat memperbaiki sifat dan struktur matrik yang tidak dimilikinya, juga diharapkan mampu menjadi bahan penguat matrik pada komposit untuk menahan gaya yang terjadi.
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Dwi Wahini Nurhajati dkk tentang penggunaan resin epoksi untuk membuat landasan potong pon. Hasil pada penelitian tersebut adalah nilai kekerasan dan ketahanan pukul yang paling mendekati adalah nilai kekerasan 78,6 Shore D dan ketahanan pukul 10x ulangan tidak pecah. Pada acuan potong pon impor nilai kekerasannya 75 Shore D dan ketahanan pukulnya 10x ulangan pecah.[16]
Analisis perbandingan data penelitian hasil uji kekerasan dengan metode Shore D yang telah dilakukan oleh Dwi Wahini Nurhajati dkk dengan data hasil penelitian penulis. Pada penelitian Dwi Wahini Nurhajati dkk nilai kekerasan sebesar 78,6 Shore D sedangkan pada penelitian penulis nilai rata-rata kekerasan maksimum terbesar 77,60 Shore D. Jika mengacu pada nilai kekerasan pada potong pon impor nilai kekerasannya 75 Shore D, maka hasil penelitian penulis lebih mendekati ke nilai kekerasan acuan.
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa perbedaan bentuk filler mempengaruhi nilai kekerasan material komposit. Hal tersebut dianalisis menggunakan tinjauan-tinjauan seperti : jejak indentor pada spesimen yang sudah diuji, surface area filler serta posisi filler pada komposit.
Pada tinjauan jejak indentor pada spesimen yang sudah diuji. Maka akan ditemukan pada spesimen yang memiliki jejak lebih dalam memiliki nilai kekerasan yang lebih rendah. Sedangkan pada spesimen yang memiliki jejak indentor lebih dangkal mempunyai nilai kekerasan yang lebih tinggi. Hal tersebut terjadi karena
41
semakin keras suatu material maka semakin sulit material tersebut untuk di rusak sehingga jejak indentornya lebih dangkal.
Untuk tinjauan surface area filler, filler memanjang surface areanya lebih besar dari filler serbuk. Sehingga memungkinkan jarum penusuk pada durometer bisa mengenai filler memanjang lebih besar di bandingakan dengan filler serbuk yang surface areanya lebih kecil.
Selain itu, dapat juga ditinjau dari posisi fillernya. Pada komposit filler memanjang posisi fillernya yang terlihat jelas dan teratur memungkinkan jarum penusuk pada durometer mengenai filler secara tepat. Sedangkan pada filler serbuk posisi filler yang acak menyebabkan jarum penusuk tidak bisa langsung mengenai filler atau bahkan tidak mengenai filler sama sekali hanya mengenai matriksnya.
42
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan analisa yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Nilai maksimum kekerasan rata-rata untuk komposit filler serbuk sebesar 72.00 Shore D, sedangkan nilai maksimum kekerasan rata-rata untuk komposit filler memanjang sebesar 77.60 Shore D.
2. Nilai maksimum kekerasan komposit filler memanjang lebih besar dari nilai maksimum kekerasan komposit filler serbuk.
43
5.2 Saran
Setelah dilakukannya penelitian ini, maka ada beberapa saran untuk penelitian selanjutnya :
1. Sebaiknya dalam penelitian komposit ditentukan dahulu pengujiannya lalu dibuat sampel sesuai ukuran yang dibutuhkan
2. Lakukan variasi perbandingan jenis filler lainnya
3. Lakukan variasi perbandingan resin epoxy dan hardener lainnya 4. Lakukan variasi pengujian mekanik lainnya
44
DAFTAR PUSTAKA
[1] Batubara, Ridwanti. 2002. Pemanfaatan Bambu Di Indonesia. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara
[2] Irawan, Agustinus Purna dan I Wayan Sukania. 2013. Kekuatan Tekan dan
Flexural Material Komposit Serat Bambu Epoksi. Jurusan Teknik Mesin.
Fakultas Teknik. Universitas Tarumanegara. Jakarta.
[3] Fahmi, Hendriawan dan Nur Arifin. 2014. Pengaruh Variasi Komposisi
Komposit Resin Epoxy/Serat Glass Dan Serat Daun Nanas Terhadap
Ketangguhan. Jurusan Teknik Mesin. Fakultas Teknologi Industri. ITP.
Padang.
[4] Z., M. Choramini. 2014. Budidaya Bambu Jenis Komersial. Bogor : IPB Press.
[5] Artiningsih, Ni Komang Ayu. 2012. Pemanfaatan Bambu Pada Konstruksi
Bangunan Berdampak Positip Bagi Lingkungan. Fakultas Teknologi
Pertanian. Universitas 17 Agustus 1945 Semarang. Semarang.
[6] Oroh, Jonathan dkk. 2013. Analisis Sifat Mekanik Material Komposit Dari
Serat Sabut Kelapa. Teknik Mesin, Universitas Sam Ratulangi Manado.
Manado.
[7] Maulida. 2006. Perbandingan Kekuatan Tarik Komposit Polipropilena
Dengan Pengisi Serat Pandan dan Serat Batang Pisang. Departemen Teknik
45
[8] Ghufran, Azam Ibrahim. 2015. Studi Tingkat Kekekrasan Bahan Komposit
Serbuk Kayu Dengan Matriks Epoxy. Fakultas Sains dan Teknologi.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tangerang Selatan.
[9] Porwanto, Daniel Andri, M., Lizda Johar. 2008. Karakteristik Komposit
Berpenguat Serabut Bambu dan Serat Gelas Sebagai Alternatif Bahan Baku
Industri. Jurusan Teknik Fisika. FTI. ITS Surabaya. Surabaya.
[10] Hardinnawirda. 2012. The Effect Of Rice Husks As Filler In Polymer Matrix
Composite. Faculty of Mechanical Engineering. Universiti Malaysia Pahang.
Pahang.
[11] Rifa’i, Khadif Wahyu. 2011. Pengaruh Komposisi Filler Terhadap Kekuatan
Bending Pada Komposit Ampas Tebu-Sekam Padi Dengan Matriks
Polyester. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
[12] Noezar dkk. 2016. Membran PVA-Chitosan Crosslinked Untuk Pemisahan
Campuran Etanol-Air Secara Pervaporasi. Fakultas Teknologi Industri. ITB.
Bandung.
[13] Susilo, Eko. 2016. Pengaruh Variasi Gaya Tekan Pada Proses Kompaksi
Kampas Rem Dengan Matriks Phenolic Resin. Jurusan Teknik Mesin.
Fakultas Teknik. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
[14] Mubarak, Athaya. 2006. Karakeristik Sifat Mekanis Material Biokomposit
Uniderictional Laminae Serat Heliconia-Resin Poliester. FMIPA. IPB.
46
[15] Balalembang, Nehemia Christopher dkk. 2013. Analisis Pengujian Resin
Dengan Campuran Bahan Dan Modulus Patah Terhadap Komposisi Bahan.
Fakultas Teknologi Industri. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta.
[16] Nurhajati, Dwi Wahini dkk. 1997. Penelitian Penggunaan Resin Epoksi
Untuk Membuat Landasan Potong Pon. Barang Kulit, Karet dan Plastik. Vol.
XII No. 24 Th. 1996/1997.