• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan orang-perorang dalam keluarga. Khususnya di Bali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan orang-perorang dalam keluarga. Khususnya di Bali"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini di Indonesia kebutuhan masyarakat terhadap pengangkatan anak merupakan salah satu bagian dari sistem hukum kekeluargaan, karena menyangkut kepentingan orang-perorang dalam keluarga. Khususnya di Bali pengangkatan anak dilakukan melalui tradisi adat Bali untuk melanjutkan hak dan kewajiban secara waris dari keluarga yang mengangkat dan tentunya pelaksanaan pengangkatan anak juga haruslah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Untuk mengakomodir setiap orang yang ingin melakukan pengangkatan anak maka telah muncul lembaga yang mengurusi pengangkatan anak (adopsi) yang kini telah menjadi bagian budaya masyarakat.

Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan harta benda lainnya. Karenanya, anak sebagai amanah Tuhan harus senantiasa dijaga dan dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hak-hak Anak.

Dilihat dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah pewaris dan sekaligus potret masa depan bangsa di masa datang, generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan

(2)

berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.1

Pengangkatan anak dan anak angkat termasuk bagian substansi dari hukum perlindungan anak yang telah menjadi bagian dari hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sesuai dengan adat istiadat dan motivasi yang berbeda-beda serta perasaan hukum yang hidup dan berkembang di masing-masing daerah. Anak, demi pengembangan kepribadiannya secara utuh dan harmonis hendaknya tumbuh kembang dalam suatu lingkungan keluarga yang bahagia, penuh kasih sayang dan pengertian. Namun tidak sedikit pula anak-anak yang di terlantarkan, hanya karena beberapa faktor, dan diantaranya adalah karena faktor ekonomi seperti kemiskinan. Merasa tidak sanggup untuk memenuhi hak-hak anaknya orangtua rela menyerahkan anak kandungnya ke panti asuhan karena takut menterlantarkan anaknya.2

Ada beberapa sebab sehingga pengangkatan anak berkembang dalam masyarakat, antara lain :

a. Karena tidak mempunyai anak

b. Karena belas kasihan terhadap anak yang mempunyai orang tua kandung tidak mampu, atau anak tersebut sudah yatim piatu

c. Hanya memiliki anak laki-laki saja atau anak perempuan saja d. Sebagai pancingan agar dapat memiliki anak sendiri.

1

Ahmad Kamil dan Fauzan, 2010, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak Di

Indonesia, Cetakan ke-2, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta , hal.1 2

Koesparmono Irsan, Hukum Dan Hak Asasi Manusia, (Jakarta: Yayasan Brata Bhakti, 2009), hlm. 63.

(3)

Definisi anak angkat dalam pasal 1 angka 9 Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berbunyi :

“Anak Angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, kedalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan”.

Di Bali pengangkatan anak juga tidak terlepas dari pengaruh hukum adat. Dalam masyarakat hukum adat, pengangkatan anak dilakukan untuk mengayomi, membantu dan memberikan perlindungan hukum terhadap anak angkat. Dalam tradisi masyarakat adat, pengangkatan anak melalui sebuah proses adat. Proses pengangkatan anak yang dipimpin oleh petua adat, dimaksudkan agar seseorang yang dijadikan sebagai anak angkat akan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai anak angkat dan sebaliknya orang tua angkat pun mengetahui hak dan kewajibannya sebagai orang tua angkat.

Pada masyarakat hukum adat Bali ikatan kekeluargaannya patrilineal, yaitu berdasarkan pada garis keturunan bapak. Hal ini membawa konsekwensi adanya peranan yang sangat penting bagi anak laki-laki sebagai penerus keturunan bagi keluarganya, sedangkan tidak demikian halnya dengan anak perempuan. Anak laki-laki sebagai penerus keturunan, mempunyai kewajiban bertanggungjawab terhadap pemujaan leluhurnya, oleh karena itu ia berhak terhadap harta warisan orang tuanya. Selanjutnya bagi mereka yang tidak

(4)

mempunyai anak laki-laki seringkali akan melakukan perbuatan mengangkat anak sebagai penerus keturunan keluarganya.3

KUH Perdata (BW) tidak mengatur mengenai pengangkatan anak. Hal ini membawa akibat tidak ada pengangkatan anak yang didasarkan pada KUH Perdata. Akan tetapi, akibat perang Dunia II di Belanda telah lahir Undang-Undang tentang Pengangkatan Anak, yaitu: Staatsblad Nomor 129 Tahun 1917. Dalam Staatsblad ini menyatakan bahwa anak adopsi memiliki hubungan keperdataan secara hukum dan disamakan posisisnya sebagai anak yang lahir dari orang tua angkatnya, sehingga dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat.4

Sebagai kenyataan sosial yang tidak terbantahkan bahwa keinginan mempunyai anak adalah hal yang manusiawi dan alamiah, namun demikian melihat ketentuan hukum positif yang berlaku di Indonesia, akhirnya masyarakat terbentur oleh eksistensi adopsi di Indonesia sendiri, oleh karena banyak ketidakksinkronan apabila kita menelaah tentang eksistensi lembaga adopsi itu sendiri dalam sumber-sumber hukum positif yang berlaku di Indonesia, baik hukum barat yang bersumber dari ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Burgerlijk Wetboek (BW), hukum adat yang merupakan “the living law” yang berlaku di Indonesia maupun hukum Islam yang merupakan konsekuensi logis dari masyarakat Indonesia yang mayoritas mutlak beragama Islam .

3

Djaren Saragih, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Tarsito, Bandung, 1984, hal. 137.

4

Rachmad Budiono, Pembaharuan Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, Cetakan Pertama, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm. 190

(5)

Pengangkatan anak dapat dilakukan oleh setiap orang tua angkat yang telah memenuhi syarat sebagaimana ketentuan undang-undang, orang tua angkat yang berstatus suami istri tentu lebih mudah melangkapi syarat-syarat dalam hal pengangkatan anak, dilain pihak bagi orang tua angkat yang tidak menikah, ataupun berstatus duda maupun janda (disebut sebagai orang tua tunggal) tentu akan lebih ketat terkait persyaratan apabila seorang orang tua tunggal ingin mengangkat anak, pengangkatan anak oleh orang tua tunggal di bali dilakukan secara adat bali dan tentunya tidak boleh menyimpang dari ketentuan perundang-undangn yang berlaku di Indonesia.

Sebagaimana pengangkatan anak oleh Orang Tua Tunggal yang dilakukan melalui mekanisme Hukum adat Bali dan tetap berpatokan pada hukum positif di Indonesia, sebagaimana studi dokumen Putusan Pengadilan Negeri Denpasar

Nomor :30/PDT.P/2012/PN.DPS. pengangkatan anak yang dilakukan oleh Orang

Tua Tunggal yaitu berdasarkan hukum adat, hal tersebut terjadinya ketidaksinkronan dengan hukum positif yang ada di Indonesia tentang pengangkatan anak. Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.54 Tahun 2007 bahwa Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat adalah pengangkatan anak yang dilakukan dalam satu komunitas yang nyata-nyata masih melakukan adat dan kebiasaan dalam kehidupan bermasyarakat .

Pengangkatan anak secara adat kebiasaan dilakukan sesuai dengan tata cara yang berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan . Dan Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat ini dapat dimohonkan penetapan pengadilan (Pasal 9 ayat (2) PP 54/2007). Berdasarkan Pasal 17 ayat (2) Peraturan

(6)

Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 110/Huk/2009 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak (“Permensos 110/2009”), Kepala Instansi Sosial Provinsi dan kabupaten/kota berkewajiban melakukan pencatatan dan pendokumentasian terhadap Pengangkatan Anak. Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan dapat dimohonkan penetapan pengadilan untuk memperoleh status hukum anak dan kepastian hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Karena banyak beberapa kasus pengangkatan anak yang terjadi justru anak yang diangkat dijadikan alat atau manfaat oleh mereka untuk kepentingan pribadinya dan melupakan hak-hak yang seharusnya diberikan kepada anak oleh orang tua angkatnya.

Hal terpenting yang perlu digaris bawahi bahwa pengangkatan anak harus dilakukan dengan proses hukum dengan produk penetapan pengadilan. Jika hukum berfungsi sebagai penjaga ketertiban dan sebagai rekayasa sosial, maka pengangkatan anak yang harus dilakukan melalui penetapan pengadilan tersebut merupakan kemajuan ke arah penertipan praktik hukum pengangkatan anak yang hidup di tengah-tengah masyarakat, agar peristiwa pengangkatan anak itu dikemudian hari memiliki kepastian hukum baik bagi anak angkat maupun bagi orang tua angkat. Pengangkatan anak adalah suatu kegiatan mengangkat anak orang lain sehingga seakan-akan menjadi anak kandung sendiri. Pengangkatan anak masuk dalam hukum keluarga, dan tidak akan pernah bisa lepas dari kehidupan manusia, karena hal semacam ini akan terus ada sampai kapanpun juga. Dalam pengangkatan anak pasti akan timbul suatu akibat hukum.

(7)

Berdasarkan latar belakang diatas, sangat relevan untuk diteliti lebih lanjut dalam skripsi dengan judul “KONSEKUENSI HUKUM PENETAPAN

PENGADILAN SEHUBUNGAN DENGAN PENGANGKATAN ANAK OLEH ORANG TUA TUNGGAL (Single Parent Adoption) Studi Kasus Di

Pengadilan Negeri Denpasar”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain :

1. Bagaimana pelaksanaan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal (Single Parent Adoption) ?

2. Bagaimana konsekuensi hukum penetapan pengadilan terhadap pengangkatan anak oleh orang tua tunggal (Single Parent Adoption) ?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Dalam setiap karya ilmiah diperlukan adanya suatu ketegasan tentang materi yang diuraikan, hal ini disebabkan untuk mencegah agar materi yang dibahas tidak menyimpang dari pokok permasalahan, adapun ruang lingkup bahasan akan dibatasi sesuai dengan judul skripsi dan penekanannya hanya pada permasalahan yang diajukan. Maksudnya adalah disamping mempermudah dalam mempertanggung jawabkan, juga karena terbatasnya kemampuan dan waktu, oleh sebab itulah penekanannya disini adalah pertama ; pelaksanaan pengangkatan anak oleh orangtua tunggal (Single Parent Adoption). Sedangkan permasalahan

(8)

yang kedua ; konsekuensi hukum penetapan pengadilan terkait pengangkatan anak di pengadilan.

1.4 Orisinalitas

Penelitian ini merupakan penelitian yang dibuat berdasarkan ide yang timbul dari pemikiran sendiri, dari hasil membaca berbagai literature. Berdasarkan hasil penelusuran di internet, ditemukan penelitian yang sejenis namun memiliki perbedaan substansi yaitu :

Nama Judul Skripsi Tempat Rumusan Masalah

Zakia Al Farhani Proses pengangkatan anak (adopsi) dalam perspektif hukum Islam Universitas islam negeri syarif hidayatulah , Jakarta 1. Bagaimana proses pelaksanaan pengangkatan anak (adopsi) pada yayasan siran Malik?

2. Apa akibat hukum dari proses pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan aturan hukum di Indonesia? Endang Sri Utami

(2014)

Pengangkatan anak Sebagai Upaya pemenuhan Hak Anak ( Studi kasus Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta) Universitas Islam Negeri Kalijaga, Yogyakarta 1. Bagaimanakah pelaksanaan pengangkatan anak di Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta dan bagaimana kaitannya dengan usaha pemenuhan Hak?

2. Bagaimanakah akibat hukum pengangkatan anak yang diangkat baik terhadap orang tua angkat maupun anak angkat?

1.5 Tujuan Penulisan

Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain :

(9)

1.5.1 Tujuan Umum

1. Untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.

2. Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis.

3. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa.

4. Untuk memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu hukum.

5. Untuk mengembangkan diri pribadi mahasiswa ke dalam kehidupan masyarakat

1.5.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini antara lain :

1. Untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan pengangkatan anak oleh orangtua tunggal (Single Parent Adoption).

2. Untuk mengetahui konsekuensi penetapan pengadilan terhadap pengangkatan anak yang dilakukan oleh orang tua tunggal(Single Parent

Adoption).

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain :

a. a. Manfaat Teoritis

1. Memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum tentang pengangkatana anak..

(10)

2. Memperdalam pengetahuan dan pengalaman terhadap berbagai permasalahan yang ditemukan, khususnya di bidang ilmu hukum Perdata dalam hal proses pengangkatan anak.

b. Manfaat Praktis

1. Sebagai pedoman yang digunakan oleh para penegak hukum dan masyarakat dalam hal pengangkatan anak apabila dalam proses pengangkatan anak terjadi suatu permasalahan.

2. Melatih diri untuk berani mengungkapkan pendapat dan solusi terhadap permasalahan yang terjadi.

3. Hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat khususnya bagi masyarakat.

1.7 Landasan Teoritis

Landasan Teoritis merupakan dukungan teori, konsep, asas, dan pendapat-pendapat hukum dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis, dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, oleh karena ada hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, analisa, serta konstruksi data. Dan karena itu maka terlebih dahulu sangat diperlukan atau dikemukakan beberapa teori berupa pendapat para ahli yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.

(11)

Teori yang dipakai membahas permasalahan yang sedang diteliti dalam skripsi ini antara lain :

a. Teori Perlindungan Hukum

Dalam menjawab rumusan permasalahan terkait dengan Bagaimana pelaksanaan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal (Single Parent Adoption) yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah teori Teori Perlindungan Hukum

Pada dasarnya dalam suatu kehidupan manusia tidaklah kompleks bilamana tidak memiliki keturunan, keinginan untuk memiliki keturunan atau mempunyai anak merupakan suatu naluri manusia dan alamiah. Akan tetapi kadang kala naluri itu terbentuk pada takdir dimana kehendak seorang ingin mempunyai anak tidak tercapai. Oleh karena itu dalam hal pemikiran anak usaha yang pernah mereka lakukan adalah mengangkat anak atau sering dikenal dengan istilah adopsi.5

Philipus M.Hadjon mengemukakan bahwa perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat dan pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum dalam negara hukum dengan berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut guna mencegah terjadinya kesewenang-wenangan. Perlindungan hukum itu pada umumnya berbentuk suatu peraturan tertulis, sehingga sifatnya lebih mengikat dan

5

J.Satrio, Hukum Keluarga tentang Kedudukan Anak dalam Undang-Undang, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti,2000), hlm.18.

(12)

akan mengakibatkan adanya sanksi yang harus dijatuhkan kepada pihakyang melanggarnya6.

Menurut Philipus M.Hadjon, dibedakan dua macam perlindungan hukum, yaitu7:

1. Perlindungan hukum yang preventif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya permasalahan atau sengketa.

2. Perlindungan hukum yang represif yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang timbul.

Teori perlindungan hukum dipergunakan untuk mengkaji pelaksanaan Pengangkatan anak oleh Orang Tua Tunggal dari sisi perlindungan terhadap anak angkat dan orang tua angkat dalam pelaksanaan pengangkatan anak oleh Orang tua tunggal, sehingga dengan mengikuti aturan-aturan hukum yang tepat dan benar maka perlindungan hukum pun akan muncul dalam pelaksanaan pengangkatan anak.

b. Teori Kepastian Hukum

Dalam menjawab rumusan permasalahan terkait dengan konsekuensi penetapan pengadilan pengangkatan anak yang dilakukan oleh orang tua tunggal (Single Parent Adoption), yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah teori kepastian hukum.

Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa

6

Philipus M.Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, Surabaya : Bina Ilmu, h.205

7

(13)

yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.8

R. Soepomo memberi pengertian pengangkatan anak adalah perbuatan hukum yang melepaskan anak itu dari pertalian keluarga dengan orang tuanya sendiri dan memasukkan anak itu ke dalam keluarga bapak angkat, sehingga anak tersebut berkedudukan sebagai anak kandung untuk meneruskan keturunan bapak angkatnya. Pengertian pengangkatan anak di Bali kiranya tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan di atas. Adapun yang dimaksud dengan anak angkat dalam hukum adat Bali adalah anak orang lain diangkat oleh orang tua angkatnya menurut adat setempat, sehingga dia mempunyai kedudukan sama seperti anak kandung yang dilahirkan oleh orang tua angkatnya tersebut. Hal ini selanjutnya akan membawa akibat hukum dalam hubungan kekeluargaan, waris dan kemasyarakatan. Konsekuensinya disini segala hak dan kewajiban yang ada ada orang tua angkatnya akan dilanjutkan oleh anak angkat itu sendiri, sebagaimana layaknya seperti anak kandung. Dari pengertian pengangkatan menurut Hukum Adat Bali seperti tersebut di atas dapat dijabarkan :

1. Adanya perbuatan melepas si anak dari kekuasaan orang tua kandung.

8

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta, hal.158

(14)

2. Adanya perbuatan memasukkan si anak ke dalam kekerabatan orang tua angkatnya9

Definisi Pengangkatan Anak menurut Pasal 1 butir 2 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 adalah sebagai berikut :"Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan, seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat".

Sedangkan definisi Orang Tua Angkat, menurut Pasal 1 butir 4 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan pengangkatan Anak, adalah sebagai berikut : "Orang tua angkat adalah orang yang diberi kekuasaan untuk merawat, mendidik, dan membesarkan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan dan adat kebiasaan". Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa orang tua angkat memiliki suatu kekuasaan orang tua angkat terhadap anak angkatnya yang meliputi :

1. Kekuasaan untuk merawat anak asuh 2. Kekuasaan untuk mendidik anak asuh 3. Kekuasaan untuk membesarkan anak asuh.

9

(15)

Berdasarkan Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak bahwa untuk mengangkat anak oleh orang tua tunggal antara lain

1) Pengangkatan anak oleh orang tua tunggal hanya dapat dilakukan oleh Warga Negara Indonesia setelah mendapat izin dari Menteri.

2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didelegasikan kepada kepala instansi sosial di provinsi.

Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak angkat dengan orang tua kandungnya. Mengenai hak dan kewajiban secara umum adalah hak dan kewajiban yang ada antara anak dan orang tua baik secara agama, moral maupun kesusilaan. Dalam UU ini diatur dalam pasal 39, 40 dan pasal 41. Dalam pasal-pasal tersebut ditentukan bahwa pengangkatan anak tersebut harus seagama dan tidak memutuskan hubungan darah anak angkat dengan orang tua kandungnya.10

Dan berdasarkan Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia, No. 110/ HUK/ 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak menyebutkan bahwa :

Pasal 4

Syarat material calon anak yang dapat diangkat meliputi: a. anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun; b. merupakan anak terlantar atau diterlantarkan;

10

Husnah ,2009, Pelaksanaan Pengangkatan Anak (adopsi) yang Dilakukan oleh Warga

(16)

c. berada dalam asuhan keluarga atau dalam Lembaga Pengasuhan Anak; dan d. memerlukan perlindungan khusus.

Pasal 5

Permohonan pengangkatan anak harus melampirkan persyaratan administratif CAA yang meliputi:

a. copy KTP orang tua kandung/wali yang sah/kerabat CAA; b. copy kartu keluarga orang tua CAA; dan

c. kutipan akta kelahiran CAA. Pasal 6

Persyaratan CAA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, dibagi dalam 3 (tiga) kategori yang meliputi :

a. anak belum berusia 6 (enam) tahun merupakan prioritas utama, yaitu anak yang mengalami keterlantaran, baik anak yang berada dalam situasi mendesak maupun anak yang memerlukan perlindungan khusus;

b. anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12 (dua belas) tahun sepanjang ada alasan mendesak berdasarkan laporan sosial, yaitu anak terlantar yang berada dalam situasi darurat;

c. anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum berusia 18 (delapan belas) tahun yaitu anak terlantar yang memerlukan perlindungan khusus

Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 3 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Anak ini ditentukan antara lain tentang syarat-syarat permohonan pengesahan/ pengangkatan anak antara WNI oleh orang tua angkat WNA (inter country adoption), pengangkatan yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dan orang tua angkat (private adoption) dan juga tentang pengangkatan anak yang dapat dilakukan oleh seorang Warga Negara Indonesia yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah/belum menikah (single parent adoption).

Permohonan pengesahan pengangkatan anak yang diajukan kepada Pengadilan Negeri yang kemudian diputus tampak semakin hari semakin bertambah baik yang merupakan suatu bagian tuntutan gugatan perdata, maupun yang merupakan permohonan khusus pengesahan pengangkatan anak. Keadaan tersebut merupakan gambaran bahwa kebutuhan akan pengangkatan anak dalam

(17)

masyarakat makin bertambah dan dirasakan bahwa untuk memperoleh jaminan kepastian hukum untuk itu hanya didapat setelah memperoleh suatu keputusan Pengadilan.

Perbedaannya dengan calon orang tua angkat dari pasangan suami istri, bagi orang tua tunggal yang ingin mengangkat anak tersebut disyaratkan mendapat izin dari Menteri Sosial terlebih dahulu dan harus melalui Lembaga Pengasuhan Anak selanjutnya memohonkan kepada pengadilan. Sedangkan calon orang tua angkat dari pasangan suami istri, tidak harus melalui lembaga pengasuhan anak, karena dapat pula melalui pengangkatan anak secara langsung, serta tidak harus mendapat izin menteri, namun cukup mendapatkan surat Keputusan Izin Pengangkatan Anak yang dikeluarkan oleh Kepala Instansi Sosial Propinsi selanjutnya memohonkan kepada pengadilan.

1.8 Metode Penelitian

Untuk memperoleh, mengumpulkan, serta menganalisa setiap data maupun informasi yang sifatnya ilmiah, diperlukan metode agar karya tulis ilmiah mempunyai susunan yang sistematis dan konsisten, yaitu:

1.8.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum yuridis empiris. Penelitian hukum empiris merupakan penelitian ilmiah yang menjelaskan fenomena hukum tentang terjadinya kesenjangan antara norma dengan perilaku masyarakat. Dan jenis penelitian ilmu hukum dengan pendekatan dari aspek yuridis empiris memiliki ciri

(18)

yaitu suatu penelitian yang beranjak dari adanya kesenjangan antara das

solen dengan das sein yaitu kesenjangan antara teori dengan dunia realita,

kesenjangan antara keadaan teoritis dengan fakta hukum, dan/atau adanya situasi ketidaktahuan yang dikaji untuk pemenuhan kepuasaan akademik.

1.8.2 Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif (Penggambaran). Penelitian ini bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian ini menggambarkan konsekuensi hukum penetapan pengadilan sehubungan dengan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal.

1.8.3 Jenis Pendekatan

Penelitian ini menggunakan 2 (dua) jenis pendekatan dalam membedah permasalah penelitian, yaitu dengan pendekatan perundang-undangan (the statue approach) dan pendekatan kasus ( the case

approach). Dan langkah pertama yang dilakukan adalah merujuk pada sisi

hukum dan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengangkatan anak. Setelah merujuk pada sisi hukum yang mendasarinya, maka langkah selanjutnya adalah melihat ke lapangan pelaksanaan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri Denpasar. Pada langkah kedua ini tidak lain merujuk faktanya yang terkait dengan proses pengakatan anak dan konsekuensi hukum putusan pengangkatan anak di pengadilan.

(19)

1.8.4 Sumber Data

Sumber Data dalam penyusunan skripsi ini, diperoleh melalui : 1. Data Primer

Data primer adalah data yang bersumber dari peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan lain yang terkait dengan penelitian. Secara khusus dalam penelitian ini bahan hukum primernya adalah Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007, Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 3 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Anak,

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang memberikan petunjuk dan kejelasan terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari buku-buku literature, makalah, dan karya ilmiah lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang memiliki kekuatan mengikat seperti peraturan perundang-undangan yang berlaku yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer. Misalnya karya-karya ilmiah, dan juga hasil dari suatu penelitian yang terkait dengan pengangkatan anak.

(20)

c. Bahan Hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti internet, artikel, dan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

1.8.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini baik data primer maupun sekuder diperoleh melalui studi kepustakaan (study document) baik melalui penelusuran peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen maupun literature-literature ilmiah dan penelitian para paka yang sesuai dan berkaitan dengan objek dan permasalahan yang akan diteliti.

Sedangkan untuk data lapangan digunakan teknik interview, yaitu suatu proses tanya jawab lisan dalam masa dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik yang satu dapat melihat yang lain dan mendengarkan dengan telinganya sendiri.11 Dalam hal ini dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang berkompeten.

1.8.6 Pengolahan dan Analisa Data

Setelah data-data baik primer maupun sekunder yang dibutuhkan terkumpul, maka bahan hukum tersebut akan diolah dan dianalisa dengan menggunakan teknik pengolahan data secara kualitatif yaitu menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis,

11

Sutrisno Hadi, 1984, Methodologi Research 2, Gajah Mada University, Yogyakarta, hal.192.

(21)

tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan pemahaman dan interprestasi data12.

Selanjutnya untuk menjawab persoalan dalam penelitian ini, metode atau cara penyimpulan bahan hukum dilakukan dengan cara metode deskriptif analisis, yaitu dengan memaparkan terlebih dahulu kemudian dianalisa dan selanjutnya disimpulkan.

12

Abdul Kadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.170.

Referensi

Dokumen terkait

pola pemenuhan gizi untuk anak pada orang tua single parent.. Mengetahui bagaimana pola pemenuhan gizi anak

Keagamaan Orang Tua Tunggal Terhadap Sikap Disiplin Anak Dalam Beribadah Di Desa Getas Pejaten Kecamatan Jati Kabupaten Kudus”.

Penelaahan ini nantinya akan dilakukan melalui suatu penelitian dengan judul “ Pengaruh Surat Penetapan Pengadilan Atas Pengangkatan Anak Bagi Pegawai Negeri Sipil Muslim Dalam

Penulis di sini membahas masalah penetapan Pengadilan Agama Banjarbaru tentang kekuasaan orang tua terhadap anak kandung di atas umur 18 tahun (analisis penetapan Nomor:

Misalnya ketika menghadapi suatu permasalahan, jika orang tua yang single parent maupun yang utuh mempunyai penyelesaian yang baik dalam menghadapi masalah tersebut, maka anak

Bagaimana ibu single parent membekali anaknya dengan bekal Agama, iman dan taqwa dengan menumbuhkan rasa religiusitas terhadap anaknya, dan juga seorang ayah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu bagaimanakah perbedaan interaksi sosial siswa keluarga single parent dan keluarga utuh dalam kegiatan proses

Karena itu, saat perempuan single-parent di RW 15, Kelurahan Babakan Sari, Kecamatan Kiaracondong mengalami penderitaan dan menghadapi masalah, mereka akan menyadari bahwa