• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH DI KABUPATEN CIAMIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH DI KABUPATEN CIAMIS"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN

PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH DI

KABUPATEN CIAMIS

SKRIPSI

DONI ZEPRIANA H34052835

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(2)

RINGKASAN

DONI ZEPRIANA. Analisis Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usaha

Budidaya Udang Galah di Kabupaten Ciamis. Skripsi. Departemen Agribisnis,

Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di Bawah Bimbingan NUNUNG KUSNADI)

Tingkat produksi udang galah masih rendah jika dibandingkan dengan produksi udang windu maupun udang vaname. Padahal udang galah mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi dan mempunyai potensi pasar yang cukup luas. Tingkat produksi yang rendah ini diduga diakibatkan oleh penggunaan faktor-faktor produksi yang tidak efisien. Penggunaan faktor-faktor produksi yang efisien tentu tidak akan terlepas dari tingkat pendapatan usaha yang didapatkan. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah (1). Menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi tingkat produksi usaha budidaya udang galah di lokasi penelitian. (2). Menganalisis pendapatan usaha budidaya udang galah di lokasi penelitian.

Penelitian dilakukan di tiga kecamatan yaitu Panumbangan, Cihaurbeuti, dan Sindangkasih. Daerah ini berada di Kabupaten Ciamis bagian Utara yang sebagian besar wilayahnya berupa bukit dan gunung. Waktu penelitian dilakukan selama sebulan antara bulan Juli-Agustus 2009. Jumlah responden yang diteliti sebanyak 30 orang dari populasi pembudidaya udang di lokasi penelitian. Metode penarikan sample dilakukan secara snowballing. Data yang diperoleh diolah secara kualitatif maupun kuatitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan analisis deskriptif berdasarkan data karakteristik responden. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan analisis regresi menggunakan bantuan Minitab 14 dan

Microsoft excel.

Untuk melihat hubungan antara input dan produksi menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas. Faktor produksi yang diduga mempengaruhi produksi yaitu luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk kandang, pakan buatan, dan kapur. Setelah dilakukan analisis regresi ternyata faktor produksi yang sesuai dengan syarat ekonomi dan ekonometrika adalah benih/ha, tenaga kerja/ha, pupuk TSP/ha, pakan buatan/ha, dan kapur/ha.

Analisis yang digunakan untuk melihat tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi adalah nilai rasio NPM dan BKM. Hasilnya menunjukkan bahwa semua faktor produksi tidak efisien. Penggunaan faktor produksi benih, tenaga kerja, dan pakan buatan telah melebihi batas optimal, maka dari itu penggunaannya harus dikurangi. Sedangkan penggunaan faktor produksi pupuk TSP dan kapur masih belum mencapai batas optimal., maka penggunaannya harus ditambah. Analisis pendapatan menunjukan nilai rasio R/C atas biaya tunai sebesar 1,18. Sedangkan nilai rasio R/C atas biaya total sebesar 0,74. Secara keseluruhan hal ini menunjukkan bahwa usaha budidaya udang galah di daerah penelitian kurang

profitable atau pembudidaya kurang efisien dalam menggunakan biaya input.

Efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi akan tercapai jika pembudidaya udang galah tidak menggunakan faktor produksi tersebut berdasarkan atas perkiraan. Oleh karena itu diperlukan sebuah pembinaan atau penyuluhan agar meningkatkan pengetahuan juga kemampuan pembudidaya, sehingga akan meningkatkan pula hasil produksi udang galah dan pendapatan.

(3)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN

PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH DI

KABUPATEN CIAMIS

DONI ZEPRIANA H34052835

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(4)

Judul skripsi :Analisis Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usaha Budidaya Udang Galah di Kabupaten Ciamis.

Nama : Doni Zepriana NIM : H34052835

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908.198403.1.002

Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908.198403.1.002

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usaha Budidaya Udang Galah di Kabupaten Ciamis” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2010

Doni Zepriana H34052835

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Doni Zepriana, lahir di Ciamis pada tanggal 20 Februari 1986. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Uri Mustari dan Ibu Titi Sumiati.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN I Golat pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 1 Panumbangan. Pendidikan menengah atas di SMUN 1 Cihaurbeuti diselesaikan pada tahun 2005.

Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB pada tahun 2005. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai macam organisasi. Pada tahun 2005-2006 penulis menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Tahap Persiapan Bersama (BEM TPB IPB). Pada tahun 2006-2007 pernah menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM IPB). Pada tahun 2007-2008 penulis juga bergabung dan aktif di organisasi bidang ekonomi syariah yaitu Sharia Economic Student Club (SES-C).

(7)

KATA PENGATAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usaha Budidaya Udang Galah di Kabupaten Ciamis”

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dan efesiensi penggunaan faktor-faktor produksi serta melihat tingkat pendapatanya, sehingga dapat menjawab pertanyaan pada rendahnya tingkat produksi usaha budidaya udang galah di daerah penelitian.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan dalam tulisan ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar tulisan skripsi ini menjadi lebih baik. Penulis juga berharap skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Januari 2010 Doni Zepriana

(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Nunung Kusnasdi, MS selaku dosen pembimbing sekaligus pimpinan departemen Agribisnis atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini

2. Ir. Dwi Rachmina, M.Si yang telah meluangkan waktunya untuk menjadi dosen penguji utama.

3. Ir. Narni Farmayanti M.Sc yang telah meluangkan waktunya untuk menjadi dosen penguji dari Komisi Pendidikan Departemen Agribisnis. 4. Dosen dan staf departemen Agribisnis yang tidak dapat disebutkan satu

persatu. Terima kasih atas semua dorongan yang diberikan.

5. Pemerintahan dan masyarakat pembudidaya udang galah di Kecamatan Panumbangan, Cihaurbeuti, dan Sindangkasih atas informasi, waktu dan dukungan yang diberikan.

6. Bapak dan ibu serta keluarga yang tiada hentinya selalu mendoakan atas kesuksesan penulis dalam mencapai cita-cita.

7. Teman-teman Departemen Agribisnis 42 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas semua kenangan indah yang telah terukir selama ini.

Bogor, Januari 2010 Doni Zepriana

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Penelitian Usaha Budidaya Udang ... 9

2.2. Penelitian Faktor-Faktor Produksi ... 10

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 15

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 15

3.1.1. Teknis Budidaya Udang Galah ... 15

3.1.2. Fungsi Produksi ... 17

3.1.3. Efisiensi Produksi ... 22

3.1.4. Pendapatan Usahatani ... 25

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 26

IV. METODE PENELITIAN ... 29

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 29

4.3. Metode Penarikan Contoh ... 29

4.4. Metode Analisis Data ... 30

4.4.1.Analisis yang Mempengaruhi Faktor-Faktor Produksi ... 30

4.4.2.Pengujian Analisis Regresi ... 34

4.4.3.Analisis Efisiensi Produksi ... 37

4.4.4.Analisis Pendapatan ... 37

4.4.2.Analisis Penerimaan dan Biaya Imbangan ... 38

V. GAMBARAN UMUM ... 39 5.1. Kondisi Wilayah ... 39 5.2. Gambaran Penduduk ... 41 5.3. Karakteristik Responden ... 43 5.3.1. Jenis Pekerjaan ... 43 5.3.2. Usia Responden ... 46 5.3.3. Pendidikan ... 47 5.3.4. Penagalaman ... 48

5.3.5. Status Kepemilikan lahan ... 49

(10)

x Halaman

VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR DAN EFISIENSI PRODUKSI

USAHA BUIDAYA UDANG GALAH ... 51

6.1. Analisis Faktor-Faktor Produksi Budidaya Udang Galah ... 51

6.2. Retturn to Scale Usaha Budidaya Udang Galah ... 63

6.1. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi ... 63

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH ... 67

7.1. Analisis Penerimaan Usaha Budidaya Udang Galah ... 67

7.2. Analisis Struktur Biaya Usaha Budidaya Udang Galah ... 69

7.3. Analisis Pendapatan dan Biaya Imbangan Usaha Budidaya Udang Galah ... 70

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

8.1. Kesimpulan ... 73

8.2 Saran ... 73

D AFTAR PUSTAKA ... 74

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian Tahun 2003-2006 ... 1 2. Jumlah Volume Ekspor Udang Nasional Tahun 2002-2006 ... 3 3. Nilai Ekspor Komoditas Perikanan Indonesia Tahun 2002-2006 … 4 4. Jumlah Volume Produksi Nasional Udang Windu, Vaname, dan Galah

Tahun 2003-2007 ………... 5 5. Pembagian Potensi Areal atau Lahan Perikanan Kabupaten Ciamis

Berdasarkan Jenis Ikan Tahun 2007 ………….……….... 5 6. Hasil Produksi Perikanan Kabupaten Ciamis Tahun 2005-2007 ….. 5 7. Penggunaan Lahan Penduduk di Kecamatan Panumbangan dan

Sindangkasih Tahun 2007/2008 ... 40 8. Jumlah Penduduk di Kecamatan Panumbangan, Cihaurbeuti, dan

Sindangksih Tahun 2007/2008 ... 41 9. Pembagian Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di

Kecamatan Panumbangan, Cihaurbeuti, dan Sindangkasih Tahun

2007/2008 ... 42 10. Anggapan Responden Terhadap Pekerjaan Usaha Budidaya Udang

Galah ... 43 11. Jenis Pekerjaan Utama Responden yang Menganggap Usaha Budidaya

Udang Galah sebagai Pekerjaan Sampingan ... 44 12. Pembagian Kelompok Umur Responden Budidaya Udang Galah ... 46 13. Tingkat Pendidikan Responden Budidaya Usaha Udang Galah ... 47 14. Lama atau Pengalaman Responden Melakukan Usaha Budidaya

Udang Galah ... 48 15. Status Kepemilikan Lahan Responden Usaha Budidaya

Udang Galah ... 49 16. Luas Lahan Garapan Responden Usaha Ussaha Budidaya

Udang Galah ... 50 17. Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor Produksi Awal Usaha

Budidaya Udang Galah ... 52 18. Hasil Analisis Regeresi Setelah Penyatuan Faktor Produksi

(12)

xii 19. Hasil Analisis Regresi Setelah Pengurangan HOK pada Faktor Produksi

Tenaga Kerja Usaha Budidaya Udang Galah ... 54 20. Hasil Analisis Regresi Setelah Semua Variabel Dibagi dengan

Faktor Produksi Luas Lahan (Ha) Usaha Budidaya Udang Galah ... 55 21. Hasil Analisis Regresi Setelah Mengoreksi Faktor Produksi Pupuk Urea

Usaha Budidaya Udang Galah ... 57 22. Hasil Analisis Regresi Setelah Mengoreksi Data Pencilan Usaha

Budidaya Udang Galah ... 58 23. Hasil Analisis Regresi Setelah Mengoreksi Faktor Produksi Pupuk

Kandang Usaha Budidaya Udang Galah ... 59 24. Nilai Rasio NPM dan BKM Usaha Budidaya Udang Galah ... 64 25. Jumlah Penerimaan Usaha Budidaya Udang Galah per Hektar

per Musim ... 68 26. Pendapatan dan Nilai R/C Usaha Budidaya Udang Galah per Hektar

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Bentuk Fungsi Produksi dengan Satu Variabel ... 20 2. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi ... 21 3. Alur Kerangka Pemikiran ... 28

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Input Produksi Usaha Budidaya Udang Galah per Musim ... 77 2. Input Produksi Usaha Budidaya Udang Galah per Hektar per Musim .... 78 3. Hasil Analisis Regresi Faktor Produksi Usaha Budidaya Udang Galah .. 78 4. Uji Normalitas Hasil Regresi Terbaik Usaha Budidaya Udang Galah … 85 5. Struktur Biaya Per Hektar Per Musim Budidaya Udang Galah ……...… 86 6. Kuisioner penelitian ………...…... 88

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang di dalamnya terdapat berbagai macam potensi. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah lautan dengan luas mencapai 5,8 juta km persegi (75 persen dari luas total wilayah) dengan garis pantai 81.000 km atau sekitar 14 persen dari garis pantai dunia. Dengan demikian wilayah geogrfis negara Indonesia mempunyai potensi yang besar dalam pengembangan sektor perikanan.

Pertumbuhan ekonomi suatu negara bisa dilihat dari berbagai faktor, salah satunya berdasarkan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). (Tabel 1)

Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun 2003-2006

Lapangan Usaha Tahun

Kenaikan rata-rata % 2003 2004 2005 2006 2000-2006 Kelompok pertanian 305.783,5 329.124,6 363.928,8 430.439,9 12,3 Tanaman bahan makanan 157.648,8 165.558,2 181.331,6 213.529,7 11,7 Tanaman perkebunan 46.753,8 49.630,9 56.433,7 62.690,9 12,1 Peternakan dan

hasil-hasilnya 37.354,2 40.634,7 44.202,9 51.276,4 13

Kehutanan 18.414,6 20.290 22.561,8 30.017 10,2

Perikaanan 45.612,1 53.010,8 59.398,8 72.979,9 15,5 Produk Domestik

Bruto (PDB) 2.013.674,7 2.95.826,2 2.784.960 3.338.195 15,8 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2007

Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan selama periode 2003-2006 mengalami kenaikan rata-rata sebesar 15,5 persen per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor perikanan setiap tahunnya terus mengalami kenaikan. Jika dibandingkan dengan sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan kehutanan maka kenaikan PDB rata-rata sektor perikanan paling tinggi. Oleh karena itu sektor perikanaan merupakan sektor yang mempunyai prospek dan potensi yang besar.

Produksi perikanan Indonesia bersumber dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Pada tahun 1999 produksi perikanan tangkap mendominasi, mencapai 81,95 persen terhadap perikanan budidaya akan tetapi pada tahun 2006

(16)

2

mengalami penurunan menjadi 65 persen. Akan tetapi kondisi ini diikuti oleh adanya peningkatan yang cukup signifikan pada produksi perikanan budidaya mulai dari tahun 2002-2007. Volume produksinya sebesar 1,1 juta ton pada tahun 2002 telah meningkat menjadi 3,2 juta ton pada tahun 2007. Hal ini menunjukan pertumbuhan volume produksi tahunan sebesar 23,6 persen. Pada tahun 2006 Indonesia menjadi negara ketiga terbesar dunia penghasil komoditas budidaya (DKP 2007).

Kondisi seperti ini mencerminkan keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan produksi perikanan budidaya dan menekan produksi perikanan tangkap. Usaha perikanan budidaya diperkirakan akan mempunyai peran yang penting dalam jangka panjang karena sumber daya laut akan semakin berkurang yang disebabkan oleh sifatnya yang terbuka untuk di manfaatkan oleh siapa saja dan termasuk sumber daya alam yang mempunyai waktu lama untuk bisa diperbaharui.

Potensi yang dimiliki oleh sektor perikanan ini perlu dikelola dengan baik dan optimal agar mampu menjadi penggerak utama perekonomian nasional. Dalam pelaksanaannya, usaha pengembangan sektor perikanan perlu melibatkan seluruh pihak, seperti pemerintah, pengusaha, pembudidaya dan stakeholder. Pemerintah mempunyai peran yang paling penting karena mempunyai kewenangan dalam pengambilan kebijakan tingkat mikro dan makro. Kebijakan-kebijakan yang diambil diharapkan mengarah pada komoditas-komoditas yang mempunyai keunggulan supaya kebijakan yang diambil lebih efektif dan terarah.

Udang merupakan komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Bukan hanya itu, udang juga mempunyai pasar yang luas terutama di luar negeri. Sebelumnya udang hanya menjadi hasil sampingan dari tambak ikan bandeng serta harga jualnya relatif rendah. Padahal di luar negeri udang merupakan makanan yang mewah dan cukup digemari. Setelah pasar ekspor udang terbuka dan semakin meningkatnya permintaan komoditas ini, maka udang menjadi komoditas ekspor unggulan.

Keunggulan yang dimiliki oleh komoditas udang memberikan pengaruh pada peningkatan jumlah volume ekspor udang dari tahun ke tahun (Tabel 2).

(17)

3 Tabel 2. Jumlah Volume Ekspor Komoditas Perikanan Indonesia Tahun

2002-2006 No Komoditas (ton) 2002 2003 2004 2005 2006 Rata-rata kenaikan (%) 1 Udang 124.765 137.636 142.135 153.906 169.329 9,15 2 Tuna, Cakalang, Tongkol 92.797 117.092 94.221 91.631 91.822 -0,24 3 Ikan lainnya (termasuk darat) 236.937 470.045 515.834 428.395 493.540 25,63 4 Kepiting 11.226 12.041 20.903 18.593 17.905 8,92 5 Lainnya 100.014 120.971 134.877 165.397 153.881 17,74 Total 565.739 857.783 907.970 857.922 926.478 15,67 Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan (2007)

Berdasarkan Tabel 2, volume ekspor udang setiap tahunnya naik mulai dari tahun 2002-2006 dengan rata-rata kenaikan 9,15 persen. Sedangkan untuk komoditas Tuna, Cakalang, dan Tongkol ternyata rata-rata kenaikan tiap tahunnya -0,24 persen. Komoditas ikan lainnya (termasuk darat) mempunyai rata-rata kenaikan yang paling tinggi tiap tahunnya yaitu 25,6 persen. Besarnya nilai kenaikan volume produksi untuk komoditas ikan lainnya (termasuk darat) karena merupakan gabungan dari beberapa komoditas perikanan. Selanjutnya, kenaikan rata-rata tiap tahun untuk komoditas kepiting sebesar 8,92 persen.

Jumlah volume ekspor komoditas udang pernah mengalami penurunan dari tahun 2001-2002. Volume ekspor pada tahun 2001 sebesar 128.830 ton menjadi 124.765 ton pada tahun 2002. Penurunan volume ekspor ini diakibatkan adanya pembatasan ekspor udang ke Amerika dari negara-negara Asia. Hal ini disebabkan isu atau dugaan oleh pemerintah Amerika tentang adanya kandungan antibiotik dalam udang yang dihasilkan.

Disamping peningkatan jumlah volume produksi diikuti pula oleh peningkatan nilai ekspornya (Tabel 3).

(18)

4 Tabel 3. Nilai Ekspor Komoditas Perikanan Indonesia Tahun 2002 – 2006

Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan (2007)

Berdasarkan Tabel 3, kenaikan rata-rata nilai ekspor per tahun komoditas udang sebesar 2,27 persen. Sedangkan untuk tuna, cakalang, dan tongkol mempunyai nilai rata-rata kenaikan nilai ekspor tiap tahun sebesar 2,38 persen. Komoditas ikan lainnya (termasuk darat) mempunyai kenaikan rata-rata 16,49 persen, disusul komoditas kepiting yang mempunyai kenaikan rata-rata sebesar 19,53 persen. Jika melihat dari besaran kenaikan rata-rata nilai ekspor, komoditas udang mempunyai kenaikan rata-rata yang paling kecil. Akan tetapi jika melihat total nilai ekspor komoditas udang dibandingkan dengan total nilai ekspor keseluruhan komoditas perikanan maka nilai ekspor udang mempunyai kontribusi lebih dari 50 persen. Dengan demikian tidak heran jika udang dijadikan komoditas unggulan ekspor sektor perikanan.

Produsen udang terbesar dunia yang menguasai pasar lebih dari 15 persen yaitu Negara Indonesia, Ekuador, Thailand, India, dan Meksiko. Pasar utama dari komoditas ekspor udang Indonesia adalah Jepang, AS, dan Uni Eropa. Dengan banyaknya pesaing maka pelaku ekspor udang Indonesia harus bisa meningkatkan kualitas komoditi ekspornya supaya memenuhi kebutuhan pasar dunia.

Pada periode 2005-2007, sekitar 70-75 persen produksi perikanan Indonesia masuk ke pasar Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa. Pangsa pasar untuk Amerika sebesar 34 persen, sedangkan Jepang dan Uni Eropa masing-masing sebesar 26 persen dan 13 persen. Adapun produk yang paling besar No Komoditas (Rp. 000) 2002 2003 2004 2005 2006 Rata-rata kenaikan (%) 1 Udang 836.563 850.222 892.479 948.130 1.115.963 2,27 2 Tuna, Cakalang, Tongkol 212.426 213.179 243.938 246.303 250.567 2,38

3 Ikan lainnya (termasuk darat)

297.827 341.494 357.022 366.414 449.812 16,49 4 Kepiting 90.349 91.918 14.355 130.905 134.825 19,53 5 Lainnya 133.188 146.730 156.216 221.553 152.305 2,68 Total 1.570.353 1.643.542 1.784.010 1.913.305 2.103.471 5.11

(19)

5

diekspor adalah udang (47 persen), tuna (13 persen), dan rumput laut (4 persen). (Painte 2008).

Pada saat ini produksi udang Indonesia lebih didomonasi oleh jenis udang windu dan vaname. Udang jenis ini hanya bisa diusahakan pada air payau. Padahal ada jenis udang lainnya yang bisa diusahakan pada air tawar yaitu jenis udang galah. Udang galah mempunyai nilai ekonomis tinggi karena harganya cukup tinggi di pasaran dan prospeknya pun cukup bagus karena pasarnya masih luas. Udang galah bisa menjadi alternatif pilihan pengembangan usaha budidaya udang dalam upaya meningkatkan produktivitas udang nasional. Akan tetapi pada saat ini jumlah produksi usaha budidaya udang galah masih sangat rendah. Hal ini bisa dilihat dari perbandingan jumlah produksi secara nasional antara udang windu dan vaname dengan udang galah (Tabel 4).

Tabel 4. Jumlah Volume Produksi Nasional Udang Windu, Udang Vaname, dan

Udang Galah Tahun 2003-2007 Jenis Udang (Ton) Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Udang Windu 133.836 131.399 134.682 147.867 133.113 Udang Vaname - 53.217 103.874 141.649 179.966 Udang Galah 246 290 1029 1349 1015 Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan, 2008

Berdasarkan Tabel 4, jumlah volume produksi udang galah pada tahun 2007 hanya sebesar 1.015 ton. Jika dibandingkan dengan jumlah volume produksi udang windu dan vaname pada tahun yang sama, masing-masing sebesar 133.113 ton dan 179.966, maka volume produksi udang galah hanya 0,7 persen dari udang windu dan 0,5 persen dari udang vaname.

Pada saat ini pengembangan usaha perikanan budidaya udang lebih diutamakan daripada usaha penangkapan udang di laut. Oleh karena itu pemerintah melakukan berbagai macam upaya melalui program ekstensifikasi dan intensifikasi dengan pemeliharaan benih unggul usaha budidaya udang. Upaya ini dilakukan supaya bisa meningkatkan hasil produksi dan kualitas udang yang di hasilkan. Adanya arahan pengembangan usaha budidaya udang dari pemerintah

(20)

6

serta potensi yang dimiliki udang cukup tinggi maka penelitian tentang komoditas udang skala budidaya menarik untuk dilakukan.

1.2 Perumusan Masalah

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) mentargetkan pada tahun 2009 produksi udang nasional mencapai 540.000 ton.1 Salah satu upaya pemerintah untuk mencapai target nasional yaitu merevitalisasi lahan tambak udang seluas 154.993 ha pada lahan yang terbengkalai (idle). Total lahan di Indonesia yang berpotensi untuk dijadikan lahan tambak yaitu seluas 960.000 hektar. Akan tetapi pada saat ini lahan yang baru dimanfaatkan diperkirakan baru 35 persen oleh para petambak udang. Dengan demikian pemanfaatan lahan untuk dijadikan lahan tambak masih terbuka lebar. Bukan hanya itu produktivitas udang masih sangat rendah yaitu 600 kilogram per hektar per tahun. Padahal jika dibandingkan dengan Negara Thailand mereka mampu memproduksi 10 ton per hektar per tahun.2

Untuk meningkatkan produksi udang nasional maka udang galah bisa menjadi alternatif. Salah satu daerah yang menghasilkan udang galah yaitu di kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat. Luas lahan untuk kolam, empang, dan tambak di Kabupaten Ciamis mencapai 2.782,42 ha atau 1,14 persen dari luas wilayah kabupaten dengan potensi areal pengembangan sebagai berikut. (Tabe 5).

Tabel 5. Pembagian Potensi Areal atau Lahan Perikanan Kabupaten Ciamis

Berdasarkan Jenis Ikan Tahun 2007.

No Jenis Ikan Potensi Areal (Ha)

1 Udang Galah 185,00

2 Ikan Nila 828,00

3 Ikan Mas 860,00

4 Ikan Gurame 882,00

5 Ikan Tawes 61,00

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis 2007.

1 http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2006112900584741 [27 April 2009]

2

(21)

7

Berdasarkan Tabel 5, potensi areal untuk usaha budidaya udang galah cukup luas yaitu mencapai 185 Ha. Akan tetapi jika dibandingkan dengan potensi ikan nila, gurame, dan mas, potensi pengembangan areal usaha budidaya udang galah relatif kecil. Selain itu produksi udang galah di Kabupaten Ciamis juga masih rendah, jika dibandingkan dengan produksi komoditas perikanan lainnya (Tabel 6).

Tabel 6. Hasil Produksi Perikanan Kabupaten Ciamis Tahun 2005-2007

No Jenis ikan Produksi (Ton)

2005 2006 2007 Udang Galah 99,05 100,09 121,43 Ikan Nila 1970,03 1934,20 3155,50 Ikan Mas 857,17 855,69 558,82 Ikan Gurame 774,90 1100,99 1840,44 Ikan Tawes 889,50 999,89 704,46

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis 2007

Berdasarkan Tabel 6, menunjukan bahwa tingkat produksi udang galah paling kecil jika dibandingkan dengan tingkat produksi jenis ikan lainnya. Akan tetapi dari tahun 2005 – 2007 produksi udang galah terus mengalami kenaikan. Kondisi tingkat produksi udang galah yang masih rendah salah satunya diduga akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi yang tidak efisien pada tingkat petani usaha budidaya udang galah. Oleh karena itu timbul pertanyaan faktor-faktor produksi apakah yang mempengaruhi tingkat produksi pada budidaya udang galah di lokasi penelitian? Apakah penggunaan faktor produksi sudah efisien? Rendahnya tingkat produksi ini pula tentu akan mempengaruhi tingkat pendapatan petani, sehingga timbul pula pertanyaan bagaimana tingkat pendapatannya?

(22)

8 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan pelaksanaan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi tingkat produksi usaha budidaya udang galah di lokasi penelitian.

2. Menganalisis pendapatan usaha budidaya udang galah di lokasi penelitian.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi petani dalam pengambilan keputusan pada usaha budidaya udang galah yang dilakukan.

2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan. 3. Sebagai sarana pembelajaran bagi penulis dalam melakukan penulisan

(23)

9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Usaha Budidaya Udang

Usaha budidaya udang merupakan suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh petambak atau petani ikan dengan menggabungkan sumberdaya (lahan, tenaga kerja, modal, dan lain-lain) untuk mencapai tujuan utama yaitu mendapatkan keuntungan (bersifat komersil). Untuk mencapai keuntungan atau produksi yang maksimal maka penggunaan faktor-faktor produksi (sumberdaya) sebagai korbanan harus efisien.

Tingkat pendapatan merupakan indikator dari keberhasilan yang diperoleh dari setiap usaha budidaya. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya (Soekartawi, 2002). Untuk menganalisis, apakah usaha budidaya yang dilakukan menguntungkan (profitable) atau tidak, maka dilakukan perbandingan antara jumlah penerimaan dan biaya (R/C). Usaha yang menguntungkan (profitable) mempunyai nilai R/C > 1. Nilai R/C dapat pula menunjukan ukuran efisiensi suatu usaha. Semakin besar nilai R/C maka semakin efisien usaha yang dilakukan.

Telah banyak dilakukan penelitian mengenai analisis usaha pada budidaya udang. Diantaranya Agustina (2006) menganalisis kelayakan finansial usaha budidaya tambak udang windu (Penaeus monodon) di kecamatan Muara Gembong, kabupaten Bekasi. Penelitian yang dilakukan yaitu membandingkan tingkat keuntungan antara petambak tradisional dan semi intensif. Hasil penelitiannya bahwa untuk petambak tradisional mengahsilkan nilai R/C 3,37. Penerimaan rata-rata petambak tradisional Rp 15.333.333 per tahun dan biaya yang dikeluarkan Rp 4.181.750, jadi pendapatan rata-rata yang diperoleh adalah Rp. 11.151.583,33 per tahun. Sedangkan untuk petambak semi intensif menghasilkan nilai R/C 1,89 dengan penerimaan rata-rata Rp 35.425.000 per tahun dan biaya yang dikeluarkan Rp. 18.741.546, jadi rata-rata pendapatan yang diperoleh Rp. 16.683.454 per tahun.

Nilai R/C petambak tradisional lebih besar dari pada petambak semi intensif hal ini menunjukan bahwa petambak tradisional lebih efisien didalam menggunakan input produksi akan tetapi pendapatan yang diperoleh lebih besar petambak semi intensif. Nilai R/C pada petambak semi intensif lebih kecil karena

(24)

10

adanya penggunaan pakan tambahan, obat-obatan, dan mesin pompa, sehingga akan menambah biaya (cost). Sedangkan pada tambak tradisional hanya menggunakan pakan alami yang terdapat pada kolam tambak. Perbedaan teknik pemeliharaan dan penggunaan teknologi pada budi daya tambak udang windu ternyata cukup mempengaruhi tingkat keuntungan yang diperoleh.

Saputra (2006) menganalisis usaha budidaya udang windu di CV Amri Ali, Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan. Hasil dari analisis mengahsilkan nilai R/C sebesar 1,31 dengan penerimaan Rp.456.459.000 dari total produksi 10.118 kg per dua musim pada lahan seluas 24.800 m2. Sedangkan untuk biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 348.309.964,50 maka keuntungan yang diperoleh Rp.108. 149.035,50. Dengan demikian usaha budidaya udang windu yang dilakukan oleh CV Amri Ali menguntungkan atau porfitable.

Triwahyuni (2005) melakukan analisis ekonomi usaha budidaya udang galah kelompok tani Puspasari di Desa Tambaksari, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis. Dalam penelitiannya meperlihatkan bahwa tingkat keuntungan usaha budidaya udang yang dilakukan lebih besar jika dibandingkan dengan usaha padi yang dilakukan sebelumnya. Tingkat penerimaan yang diperoleh sebesar Rp.600.638.500 dengan biaya sebesar Rp. 416.213.811,25 maka keuntungan yang diperoleh sebesar Rp. 184.424.688,75. Jika menghitung nilai R/C maka nilainya 1,44. Dengan demikian usaha budidaya udang galah yang dilakukan oleh kelompok tani Puspasari menguntungkan atau profitable.

Beberapa contoh penelitian terdahulu di atas memperlihatkan bahwa usaha budidaya udang windu dan galah menguntungkan atau profitable. Analisis mengenai perbandingan penerimaan terhadap biaya juga akan dilakukan oleh penulis pada usaha budidaya udang galah di tiga kecamtan di Kabupaten Ciamis sebelah utara. Kecamatan ini terdiri dari Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti.

2.2 Penelitian Faktor-Faktor Produksi

Faktor produksi merupakan sebuah korbanan yang diberikan pada kegiatan produksi untuk menghasilkan output tertentu. Faktor produksi (input) akan mempengaruhi besar kecilnya produksi (output) yang diperoleh. Jenis dan pengaruh faktor produksi terhadap jumlah produksi tergantung dari jenis dan

(25)

11

kondisi usaha yang dilakukan. Berikut merupakan faktor-faktor produksi pada usaha budidaya perikanan.

Faktor produksi yang berpengaruh terhadap tingkat produksi budidaya perikanan adalah luas lahan (Haerani, 2004 ; Lindawati, 2005 ; Diyaniati, 2005). Faktor ini cukup penting karena berkaitan dengan tempat berlangsungnya kegiatan usaha budidaya.

Faktor lainnya yang berpengaruh terhadap tingkat produksi budidaya perikanan adalah tenaga kerja (Haerani, 2004 ; Lindawati, 2005 ; Diyaniati, 2005). Jika dalam ilmu usahatani tenaga kerja dibagi menjadi tenaga kerja rumah tangga dan tenaga kerja luar rumah tangga. Faktor tenaga kerja diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan produksi.

Jumlah tebaran benih juga mempengaruhi tingkat produksi (Haerani, 2004 ; Lindawati, 2005 ; Diyaniati, 2005). Jumlah tebaran benih berkaitan dengan jumlah benih yang ditebar tiap m2 kolam atau tambak. Kepadatan benih yang ditebar akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil produksi.

Jumlah dan jenis pakan yang digunakan juga mempengaruhi tingkat produksi budidaya perikanan (Haerani, 2004 ; Lindawati, 2005 ; Diyaniati, 2005). Faktor ini berhubungan dengan kebutuhan nutrisi ikan atau udang sehingga akan berpengaruh pada pertumbuhannya.

Jumlah dan jenis pupuk juga mempengaruhi tingkat produksi (Haerani, 2004; Lindawati, 2005; Diyaniati, 2005). Pupuk ini berfungsi untuk menyediakan hara yang diperlukan untuk pertumbuhan pakan alami dan memperbaiki struktur tanah sehingga akan mempengruhi tingkat produksi.

Obat-obatan pemberantas penyakit yang mempengaruhi tingkat poduksi (Haerani, 2004 ; Lindawati, 2005 ; Diyaniati, 2005). Penggunaan obat-obatan yang aman dan tepat akan mencegah penurunan hasil produksi akibat serangan hama penyakit.

Sebelum menganalisis faktor-faktor produksi yang akan mempengaruhi tingkat produksi maka diperlukan bentuk fungsi produksi. Banyak penelitian yang menggunakan model faktor produksi Cobb-Douglas sebagai model fungsinya (Haerani, 2004 ; Lindawati, 2005 ; Diyaniati, 2005). Model ini mempunyai kelebihan yaitu setiap penyelesaian fungsi selalu dilogaritmakan dan diubah

(26)

12

bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, nilai variabel hasil analisis sekaligus menunjukan elastisitasnya. Hal ini membuat banyak peneliti yang menggunakan model fungsi Cobb-Douglas. Metode yang paling banyak digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan menguji signifikansi antara faktor-faktor yang ada adalah metode Ordinary Least Square (OLS). Metode ini digunakan untuk model regresi dengan bentuk hubungan linier (Haerani, 2004 ; Lindawati, 2005 ; Diyaniati, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Haerani (2004) tentang analisis optimalisasi faktor produksi usaha budidaya ikan nila gift, menduga faktor produksi yang menpengaruhi tingkat produksi yaitu luas lahan (X1), benih (X2), pakan (X3), urea (X4), zeolit (X5), kapur (X6), dolomit (X7), dan tenaga kerja (X8). Selanjutnya dilakukan pemodelan fungsi dengan menggunakan model fungsi Cobb-Douglas yang diteruskan dengan melakukan analisis regresi metode

Ordinary Least Square (OLS).

Setelah dilakukan uji t, ternyata faktor X1, X5, X6, X7, dan X8 mempunyai t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel. Oleh karena itu faktor ini kurang berpengaruh nyata, tetapi faktor-faktor ini cukup penting maka tetap dimasukan kedalam model. Meskipun demikian perbaikan model tetap harus dilakukan maka selain dilihat dari nilai t, dilihat pula dari nilai koefisien korelasi antar faktor. Hasilnya untuk faktor X5, X6, X7, dan X8 mempunyai nilai koefien korelasi yang tinggi sehingga faktor ini harus dikeluarkan dari model. Untuk faktor X1 dikeluarkan karena lahan yang diteliti merupakan lahan pribadi petani sehingga tidak ada biaya sewa. Selain itu sulit bagi petani untuk melakukan penambahan dan pengurangan luas petak lahan. Oleh karena itu setelah dilakukan perbaikan model maka faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi adalah benih (X2), pakan (X3), dan urea (X4).

Untuk analisis efisiensi produksi ternyata faktor produksi benih, pakan, dan urea memiliki rasio NPM dan BKM lebih dari satu. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan faktor produksi ini belum optimal sehingga perlu penambahan

dalam penggunaannya.

Lindawati (2005) tentang optimalisasi faktor produksi usaha budidaya ikan gurame pada kolam air deras, faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh

(27)

13

adalah luas kolam, benih, pakan, dan tenaga kerja. Dari faktor produksi ini dibuat model fungsi Cobb-Douglas yang selanjutnya dianalisis menggunakan regresi. Hasil analisis ternyata faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap hasil produksi adalah benih, pakan, dan tenaga kerja. Untuk luas lahan tidak dianggap faktor yang berpengaruh nyata meskipun mempunyai nilai yang positif karena mempunyai nilai regresi yang paling kecil.

Hasil analisis efisiensi menunjukan bahwa pada kondisi aktual belum efisien karena penggunaan input belum optimal. Hal ini ditunjukan dari nilai rasio NPM dan BKM yang tidak sama dengan satu. Berdasarkan hasil perhitungan maka penggunaan faktor produksi benih harus dikurangi, sedangkan untuk pakan dan jam tenaga kerja harus ditambah sehingga perolehan keuntungan dapat ditingkatkan.

Penelitian Diyaniati (2005) tentang analisis optimalisasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha pembesaran ikan gurame, diduga faktor-faktor produksi yang berpengaruh yaitu luas lahan, padat tebaran benih, pakan alami, pakan pelet, kotoran ayam, dan tenaga kerja. Setelah pendugaan dilakukan maka dibuat model fungsi produksi Cobb-Douglas yang selanjutnya akan dianalisis secara regresi dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Setelah dianalisis secara regresi yang pertama maka dilakukan perbaikan model fungsi dengan menghilangkan salah satu faktor yang kurang berpengaruh nyata yaitu faktor produksi lahan. Hal ini disebabkan faktor produksi lahan di daerah penelitian sulit untuk dilakukan penambahan atau pengurangan maka secara parsial faktor lahan tidak berpengaruh secara nyata pada hasil produksi.

Selanjutnya dilakukan pula analisis regresi yang kedua dengan menggunakan model yang sudah diperbaiki sebelumnya. Pada tahap ini faktor pakan alami dihilangkan karena mempunyai nilai hitung yang lebih kecil dari t-tabel dan mempunyai nilai korelasi tinggi dibandingkan dengan faktor produksi yang lain. Oleh karena itu faktor produksi yang berpengaruh nyata yaitu padat tebaran benih, pakan pelet, kotoran ayam, dan tenaga kerja.

Hasil analisis efisiensi ekonomi rasio NPM dan BKM ternyata penggunaan faktor produksi belum efisien. Hal ini diperlihatkan dengan tidak adanya nilai rasio yang sama dengan satu. Faktor produksi benih dan pakan pelet

(28)

14

mengahasilkan nilai rasio NPM dan BKM lebih dari satu. Nilai ini menunjukan bahwa penggunaan faktor produksi belum efisien. Oleh karena itu penggunaan faktor produksi benih dan pelet harus dilakukan penambahan agar mencapai tingkat yang optimal. Sedangkan untuk faktor produksi tenaga kerja mempunyai nilai rasio NPM dan BKM yang kurang dari satu. Nilai ini menunjukan bahwa penggunaan faktor produksi tenaga kerja melampaui batas optimal. Oleh karena itu untuk mencapai tingkat yang optimal maka penggunaan faktor produksi ini harus dikurangi. Untuk faktor produksi kotoran ayam mempunyai nilai rasio NPM dan BKM yang negatif hal ini menunjukan bahwa penggunaan faktor produksi ini dapat mengurangi jumlah produksi.

Berdasarkan pemaparan dari beberapa penelitian di atas tentang optimalisasi faktor produksi usaha budidaya perikanan maka persamaan penggunaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi tingkat produksinya yaitu luas lahan, tenaga kerja, padat atau jumlah tebaran benih, jumlah dan jenis pupuk, jumlah dan jenis pakan, dan pestisida atau obat-obatan pemberantas penyakit. Pada penelitian yang akan dilakukan mengenai analisis faktor-faktor produksi usaha budidaya udang galah di tiga kecamatan di Kabupaten Ciamis yaitu Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti, diduga faktor-faktor produksi yang akan mempengaruhi tingkat produksi bududaya udang galah yaitu luas lahan, tenaga kerja, benih, kapur, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk kandang, pakan buatan, pakan tambahan, obat-obatan, dan nutrisi. Pada pendugaan faktor produksi yang mempengaruhi produksi udang galah ini, ada penambahan faktor produksi yaitu nutrisi. Penambahan ini berdasarkan informasi yang didapatkan dari literatur-literatur teknik usaha budidaya udang galah.

Jadi yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada pendugaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi tingkat produksi. Selain itu lingkup dan objek komoditas yang diteliti juga mempunyai perbedaan karena pada penelitian ini dilakukan juga analisis mengenai pendapatan usaha budidaya galah yang dilakukan oleh pembudidaya di daerah penelitian.

(29)

15 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teknis Budidaya Udang Galah

Sebelum melakukan usaha budidaya udang galah, perlu persiapan atau perencanaan terlebih dahulu. Pemilihan lokasi usaha sangat penting karena akan menunjang pada kelangsungan usaha yang dilakukan. Lokasi budidaya udang galah di usahakan dekat dengan sumber air, supaya air mengalir secara teratur. Berikut merupakan tahapan teknis usaha budidaya udang galah :

1. Persiapan Kolam

Jenis tanah kolam yang baik untuk usaha budidaya udang galah yaitu tanah yang tidak berlumpur dan berpasir. Dasar kolam harus rata dan dibuat kemalir (caren) secara diagonal dari saluran pemasukan dan pembuangan air. Hal ini dilakukan supaya memudahkan dalam pemanenan. Selain itu air yang masuk ke kolam harus baik dan bebas dari hama atau predator. Oleh karena itu saluran pemasukan dan pembuangan air diusahakan menggunakan penyaring.

Jika telah melakukan pemanenan, maka dilakukan pengeringan kolam selama kurang lebih 1 – 2 minggu, supaya terjadi proses mineralisasi bahan organik baik berupa sisa-sisa bahan organik yang ada di kolam dan membunuh hama, seperti benih-benih ikan liar yang merugikan kehidupan udang galah. Selain itu pengeringan kolam juga berfungsi untuk menguraikan senyawa sulfida dan senyawa beracun lainnya akibat dari proses perendaman selama musim tanam. Tanah dasar kolam jangan terlalu kering, cukup terlihat sudah retak-retak dan bila terinjak masih melesak. Pengeringan yang tidak sempurna akan memudahkan kolam tercermar setelah diisi oleh air.

2. Pengapuran dan pemupukan.

Setelah kolam dikeringkan maka dilakukan pembajakan atau membalikan tanah kolam supaya mempercepat proses mineralisasi bahan organik dan melancarkan sirkulasi oksigen serta mengeluarkan gas-gas beracun. Lalu tanah dasar kolam di taburi dengan kapur kurang lebih 500 kg/ha. Penaburan kapur dilakukan untuk menetralkan keasaman kolam. Jika udang galah dipelihara

(30)

16

di kolam asam maka akan menghambat pertumbuhannya. Udang akan mengeluarkan lendir sebagai usaha untuk melindungi cangkangnya dari asam. Lapisan lendir itu bisa menghambat pertukaran gas dalam udang, akibatnya udang akan mati karena tidak mampu mengikat oksigen.

Jika telah selesai melakukan pengapuran maka dilakukan pemupukan secara merata ke seluruh permukaan dasar kolam dengan menggunakan pupukorganik atau pupuk kandang kurang lebih 1000 kg/ha. Setelah itu kolam dialiri air dengan ketinggian 3-5cm, lalu dibiarkan menggenang selama 2-3 hari. Hal ini dilakukan supaya terjadi proses pembentukan pakan alami. Setelah penggenangan air, maka dilakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk non organik. Pupuk yang digunakan adalah pupuk urea dan TSP. Pupuk urea merupakan sumber nitrogen, sedangkan pupuk TSP merupakan sumber fosfat. Maka penggunaan pupuk urea lebih sedikit daripada pupuk TSP.Dosis penggunaan pupuk urea sebanyak 25 kg/ha sedangkan pupuk TSP 100 kg/ha.

3. Penebaran Benih

Benih udang yang baru datang tidak langsung di tebar, akan tetapi harus di aklimatisasi (penyesuaian) terlebih dahulu. Aklimitasi dilakukan untuk menekan jumlah kematian dan mengurangi tingkat stres benih. Ketika benih udang masih di dalam kantong oksigen, kantong tersebut dimasukan ke dalam air kolam lalu dibiarkan mengapung selama 10-20 menit. Setelah itu udang ditebar secara perlahan-lahan ke dalam air kolam. Penggunaan benih udang sebanyak 5 – 7 ekor/m2.

4. Pemeberian Pakan.

Jenis pakan udang galah ada dua macam yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami merupakan pakan yang sudah terbentuk dengan sedirinya didalam kolam. Pakan alami tidak cukup untuk memberi makan udang galah, oleh karena itu diperlukan pakan tambahan berupa pakan buatan. Terkadang pembudidaya udang galah ada yang memberikan pakan tambahan lainnya seperti kelapa, singkong, dan siput. Pemberiaan pakan tambahan ini tidak dilakukan secara rutin

(31)

17

Pemberian pakan pada udang galah harus merata. Hal ini dapat menghindari adanya kompetisi dalam memperoleh makanan. Apabila kompetisi dapat dikurangi maka akan mengurangi pula sifat kanibal udang. Kompetisi udang galah dalam mecari makan dapat dilihat dari keseragaman ukuran udang.

Frekuensi pemberian pakan pada udang galah dilakukan sebanyak 3-4 kali per hari. Jumlah pakan yang diberikan akan meningkat setiap bulannya. Waktu pemberian pakan yang baik pada malam hari karena udang mempunyai sifat mencari makan pada malam hari.

5. Penggantian Air Kolam dan Pemanenan

Sisa-sisa pemberian pakan yang berlebih akan mengendap di dasar kolam, sehingga kolam menjadi kotor dan rentan terhadap penyakit bagi udang. Oleh karena itu harus dilakukan pengurasan atau penggantian air kolam setiap bulannya. Air kolam tidak semuanya diganti, akan tetapi disisakan kurang lebih satu per empat air kolam. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan bagi udang galah agar bisa berganti kulit atau molting.

Panen dilakukan setelah masa pemeliharaan udang kurang lebih 4-5 bulan dengan ukuran 30 ekor/kg. Akan tetapi di lapangan akan sulit ditemukan ukuran udang yang seragam. Panen sebaiknya dilakukan pada malam hari atau pagi hari sehingga udang tidak terkena sinar matahari langsung. Setelah ditangkap udang sebaiknya langsung dikemas atau dimasukan kedalam pendingin atau freezer, agar daging udang tidak cepat busuk.

3.1.2 Fungsi Produksi

Faktor keberhasilan suatu kegitan produksi tidak akan terlepas dari faktor ketersediaan bahan baku secara kontinu dalam jumlah yang tepat. Untuk mencapai produksi atau output yang optimal maka akan sangat dipengaruhi oleh inputnya. Untuk melihat hubungan antara input dan output suatu kegiatan produksi, maka diperlukan sebuah bentuk fungsi produksi. Menurut Nicholson (2004), fungsi produksi merupakan hubungan matematis antara input dan output. Sedangkan menurut Soekartawi et al (1986), fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara masukan dan produksi.

(32)

18

Input produksi merupakan syarat mutlak dalam sebuah proses produksi. Input produksi terdiri dari tanah, tenaga kerja, modal dan manajemen. Ketiga input produksi selain manajemen merupakan syarat mutlak dalam suatu proses produksi. Tanah merupakan input atau faktor produksi yang penting karena menjadi tempat berlangsungnya suatu usaha. Faktor produksi ini terdiri dari faktor alam lainnya seperti air, udara, sinar matahari, kimia tanah, temperatur, dan lainnya (Daniel 2002). Semua faktor ini akan menentukan keputusan pada hasil produksi yang diharapkan.

Faktor produksi tenaga kerja merupakan pelaku yang menjalankan proses proses produksi. Jumlah tenaga kerja dan curahan waktu yang diberikan pada suatu proses produksi akan mempengaruhi output produksi yang dihasilkan. Bukan hanya itu tenaga kerja harus mempunyai kualitas berpikir yang maju seperti petani yang mampu mengadopsi inovasi-inovasi teknologi untuk medapatkan komoditas yang mempunyai nilai jual tinggi (Rahim dan Hastuti 2008).

Modal merupakan setiap hasil atau produk atau kekayaan yang digunakan untuk memproduksi hasil selanjutnya (Daniel 2002). Dalam proses produksi modal dapat dibagi menjadi dua yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variable cost). Modal tetap merupakan modal yang tidak habis sekali pakai, tetapi bisa berkali-kali pemakaian dalam jangka waktu lama. Contohnya seperti mesin pabrik, bangunan, tanah, peralatan, dan sebagainya. Biaya modal tetap dihitung dari nilai penyusutannya. Sedangkan modal variabel merupakan modal yang habis sekali pakai, contohnya penggunaan pupuk, benih, pakan, dan sebagainya. Biaya modal variabel merupakan biaya riil yang dikeluarkan untuk membelinya.

Faktor produksi manajemen merupakan faktor produksi yang tidak mutlak harus ada dalam proses produksi. Faktor produksi ini berkaitan dengan kemampuan seorang pengelola dalam mengelola atau mengorganisasi usaha yang dijalankan. Tolak ukur keberhasilan dalam pengelolaan suatu usaha yaitu adanya peningkatan produktivitas usaha.

Untuk menghasilkan produksi yang bagus, petani biasanya mengetahui jumlah input produksi tertentu untuk menghasilkan sejumlah output tertentu.

(33)

19

Pendugaan atau pengetahuan sebagian besar berasal dari pengalaman sebelumnya. Akan tetapi mungkin akan lebih sulit jika masukan produksinya berupa hal yang diluar kendali petani seperti iklim, penyakit, dan lain-lain. Jika diketahui bentuk fungsi produksi, lalu memanfaatkan informasi harga dan biaya yang dikorbankan maka kita bisa menentukan kombinasi masukan input untuk menghasilkan output yang terbaik.

Namun hal itu sulit dilakukan karena informasi yang diperoleh dari analisis fungsi produksi itu tidak sempurna. Hal ini disebabkan, (1) adanya ketidaktentuan mengenai cuaca, hama, dan penyakit tanaman. (2) data yang dipakai untuk melakukan pendugaan fungsi produksi mungkin tidak benar. (3) pendugaan fungsi produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata suatu pengamatan. (4) data harga dan biaya yang dikorbankan (opportunity cost) mungkin tidak dapat diketahui secara pasti. (5) setiap petani dan usahataninya mempunyai sifat khusus.

Meskipun para petani atau petambak kurang menguasai keadaan iklim, penyakit, kualitas air, akan tetapi selayaknya membuat keputusan, seperti tanaman apa yang akan ditanam, jenis ikan apa yang akan dibudidayakan, berapa luas lahan yang akan digunakan, dan sebagainya.

Menurut Soekartawi et al (1986), fungsi produksi mempunyai notasi sebagai berikut :

Y = f (X1, X2, X3,…..Xn) (3.1)

dimana

Y = Output

f = Bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor produksi dengan hasil produksi

X1, X2, ….Xn = Input-input yang digunakan

Berdasarkan fungsi di atas maka dapat dilihat bahwa besar kecilnya Y (produksi) ditentukan peranan X1, X2, X3, ….Xn, dan faktor-faktor lain yang tidak terdapat pada persamaan. Perlu diperhitungkan juga bahwa besar kecilya

(34)

20

produksi dipengaruhi oleh kondisi setempat mengingat sifat pertanian yang adaptasinya tergantung pada kondisi setempat (local spesific).

Hubungan antara masukan X dan Y produksi berlaku hukum kenaikan yang berkurang (The law of diminishing return). Artinya bahwa setiap tambahan unit masukan pada saat tertentu akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi semakin kecil dibanding dengan masukan tersebut (Gambar 1).

Gambar 1. Bentuk fungsi produksi dengan satu variabel Y=f (X1) Sumber : Soekartawi et al (1986)

Menurut Soekartawi (2002), bahwa dalam mengukur produktivitas suatu produksi didasarkan pada dua tolak ukur yaitu Produk Marginal (PM) dan Produk Rata-Rata (PR). Produk marginal adalah tambahan satu-satuan input X yang akan menyebabkan tambahan atau pengurangan satu-satuan output Y. Sedangkan produk rata-rata adalah perbandingan antara produk total per jumlah input. Bisa dirumuskan sebagai berikut :

PM =

(3.2)

PR = (3.3)

Ada tiga kondisi hubungan antara Y dan X yaitu, (1) Jika penambahan jumlah input X mengakibatkan penambahan jumlah output Y secara proposional disebut produk marginal konstan. (2) Jika penambahan jumlah input X mengakibatkan pengurangan jumlah output Y disebut produktivitas yang menurun (decreasing productivity). Kondisi ini sering terjadi pada aktivitas usaha pertanian. Misalnya, penambahan pupuk urea yang terus menerus akan

X Y

I

Y=f (X1)

(35)

21

menyebabkan jumlah produksi padi terus berkurang. (3) Jika penambahan jumlah input X mengakibatkan penambahan atau menaikan jumlah output secara tidak proposional disebut produktivitas yang menaik (increasing productivity).

Untuk mengukur jumlah perubahan produk yang dihasilkan akibat faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan input. Persamaan elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut :

Ep = (3.4)

dimana:

Ep = Elastisitas produksi ∆Y = Perubahan hasil produksi ∆Xi = Perubahan faktor produksi Y = Hasil produksi

Xi = Jumlah faktor produksi ke-i

Berdasarkan nilai elastisitas produksi, maka fungsi produksi dibagi atas tiga daerah (Gambar 2)

Gambar 2. Daerah produksi dan elstisitas produksi

Sumber : Soekartawi, 2002 Ep>1 PM X3 X2 X1 PM/PR 0<Ep<1 X Y P R X P T III II I Ep<0

(36)

22 Keterangan : Y = jumlah output X = jumlah input PM = produk marginal PT = produk total PR = produk rata-rata

Daerah I mempunyai nilai elastistas produksi lebih dari satu (Ep > 1), artinya bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi lebih dari satu persen. Pada daerah ini produksi masih dapat ditingkatkan dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. Oleh sebab itu maka daerah ini disebut daerah irasional.

Daerah II mempunyai nilai elastisitas produksi lebih dari nol kurang dari satu (0 <Ep<1), artinya bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan mengakibatkan peambahan produksi paling kecil nol dan paling besar satu persen. Daerah ini tandai dengan adanya penambahan hasil produksi yang menurun. Pada daerah ini dicapai keuntungan maksimum dengan tingkat penggunaan faktor tertentu. Oleh sebab itu daerah ini disebut daerah rasional.

Daerah III mempunyai nilai elastisitas produksi kurang dari nol (Ep<0), artinya bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen menyebabkan penurunan jumlah produksi sebesar nilai elastisitasnya. Daerah ini mencerminkan bahwa pemakaian faktor produksi tidak efisien, daerah ini disebut daerah irrasional.

3.1.3 Efesiensi Produksi

Setiap petani menginginkan hasil produksi usahatani atau budidaya yang maksimum dengan menggunakan input yang minimal. Dalam teori produksi hal ini dinamakan efisiensi produksi. Efisiensi digolongkan menjadi tiga macam : a) efisiensi teknis terjadi jika faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum. b) efisiensi harga atau efisiensi alokatif kalau nilai dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan. c) efisiensi

(37)

23

ekonomi terjadi jika usaha yang dilakukan mencapai efisiensi teknis sekaligus mencapai efisiensi harga.

Kondisi efisiensi ekonomis pada suatu kegiatan usahatani terkait dengan tujuan memaksimumkan keuntungan. Oleh karena itu variabel baru yang harus dipertimbangkan dalam model analisisnya adalah varibel harga. Keuntungan maksimum dapat diperoleh dengan mengurangi penerimaan total dengan biaya total.

Secara matematis :

π = Py ∙ Y - (∑ Pxi Xi + BTT) (3.5)

dimana :

π = laba atau keuntungan I = 1,2,3,……n

Y = output produk Py = harga output

Xi = faktor produksi ke-i Pxi = harga faktor produksi BTT = biaya tetap total

Keuntungan maksimum tercapai ketika turunan pertama dari pesamaan keuntungan terhadap masing–masing faktor produksi sama dengan nol. Sehingga persamanaan: py.dy-pxi=0

; = Py . - Pxi = 0 i = 1, 2, 3, ……n

Py

= Pxi (3.6)

Dimana adalah produk marginal faktor produksi ke-i

sehingga

(38)

24

Dimana

Py PMxi = nilai produk marginal xi (NPMxi)

Pxi = harga faktor produksi atau biaya korbanan marginal xi (BKMxi)

Dengan membagi kedua ruas dengan Py maka persamaan menjadi :

PMxi =

(3.8)

Dengan demikian secara matematis dapat diketahui besarnya produk marginal.

Apabila harga faktor produksi tidak dipengaruhi jumlah pembelian faktor produksi, persamaan dapat ditulis sebagai berikut :

NPMxi = BKMxi

= 1

(3 9)

Secara ekonomis, efisiensi akan tercapai pada kondisi dimana harga sama dengan nilai produk marginalnya. Jika harga dari faktor produksi X ke-i (Pxi) adalah biaya korbanan marginal (BKM) dan produk marginal dikalikan dengan tingkat harga output adalah nilai produk marginal (NPM), maka kondisi efisiensi ekonomis tercapai apabila :

…….. =

=

1 (3.10)

Jika nilai NPM/BKM < 1, menunjukan bahwa penggunaan faktor produksi yang telah melampaui batas optimal maka setiap penambahan biaya akan lebih besar dari tambahan penerimaannya. Bagi produsen yang rasional akan mengurangi penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi nilai NPM sama dengan BKM. Pada saat nilai NPM/BKM >1, menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi masih kurang sehingga produsen yang rasional akan

(39)

25

menambah penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama dengan BKM.

3.1.4 Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani sering juga diartikan sebagai keuntungan yang diterima oleh petani. Berhasil atau tidaknya usahatani bisa diukur dari tingkat pendapatan yang didapatkan selama periode usahatani. Ada pula yang disebut pendapatan rumah tangga usahatani merupakan total dari penerimaan rumah tangga dikurangi total pengeluaran yang berasal dari kegiatan usahatani maupun luar usahatani pada suatu periode tertentu.

Pendapatan yang berasal dari sektor usahatani, misalkan penerimaan dari usahatani padi, usaha peternakan, usaha budidaya perikanan, kegiatan berburuh tani dan jasa tanah. Sedangkan pendapatan yang berasal dari luar sektor usahatani, meliputi seluruh penerimaan luar usahatani, misalkan usaha angkutan, industri rumah tangga, kegiatan perdagangan dan lain-lain.

Penelitian ini hanya menganalisis pendapatan yang berasal dari usahatani budidaya udang galah. Menurut Sokartawi et al (1986), pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Bisa dirumuskan :

Pd = TR – TC (3.11)

dimana :

Pd = Pendapatan usahatani TR = Total penerimaan TC = Total biaya

Penerimaan usahatani bisa dibedakan menjadi penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai mencakup bentuk benda, tapi yang benar-benar diterima petani dalam bentuk tunai (cash), seperti hasil penjualan produk. Penerimaan tidak tunai memperhitungkan penerimaan yang tidak berbentuk uang cash, seperti produk yang dikonsumsi keluarga.

Biaya dalam usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai yaitu pengeluaran tunai usahatani yang

(40)

26

dikeluarkan oleh petani itu sendiri. Biaya yang dipehitungkan adalah biaya yang dibebankan kepada usahatani untuk penggunaan tenaga kerja keluarga, penyusutan alat-alat pertanian, dan biaya sewa lahan milik. Biaya yang diperhitungkan ini merupakan biaya yang tidak secara benar-benar dikeluarkan dalam bentuk tunai, tapi diperlukan untuk memperhitungkan berapa besar sumberdaya yang telah dikeluarkan untuk proses produksi.

Berdasarkan istilah tunai atau tidaknya penerimaan dan biaya usahatani, maka pendapatan dapat dibedakan menjadi pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total merupakan selisih dari penerimaan total usahatani termasuk penerimaan tidak tunai dikurangi biaya total usahatani termasuk biaya yang diperhitungkan.

Rasio antara besar penerimaan dengan total biaya (R/C) dalam usahatani bisa digunakan untuk melihat apakah kegiatan usahatani menguntungkan (profitable) atau tidak. Besar atau nilai R/C menunjukan besaran penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani.

Jika nilai R/C meningkat maka menunjukan adanya peningkatan penerimaan dan semakin efisien biaya yang digunakan. Nilai R/C >1, menujukan bahwa penerimaan lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan sehingga usaha menguntungkan atau profitable untuk dijalankan. Sedangkan nilai R/C <1, menunjukan bahwa penerimaan lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan sehingga usaha yang dijalankan tidak menguntungkan. Nilai R/C dapat pula menunjukan ukuran efisiensi suatu usaha. Semakin besar nilai R/C maka semakin efisien usaha yang dilakukan.

3.2 Kerangka Pemikiran Oprasional

Udang merupakan komoditas unggulan sektor perikanan, lebih dari 50 persen udang memberikan kontribusi terhadap total nilai hasil ekspor perikanan Indonesia. Hasil produksi udang berasal dari usaha penangkapan dan budidaya. Pada saat ini produksi usaha penangkapan semakin berkurang karena cenderung eksploitatif atau over fishing, sehigga program-program pemerintah lebih mengarahkan pada pengembangan usaha budidaya.

(41)

27

Pada saat ini produksi udang Indonesia masih didominasi oleh jenis udang windu dan vaname. Akan tetapi produksi dan produktivitasnya masih rendah. Selain itu masih banyak lahan tambak yang potensial tetapi masih sedikit luasan lahan yang dimanfaatkan.

Udang galah merupakan jenis udang yang diusahakan pada kolam air tawar. Udang ini mempunyai nilai ekonomi tinggi dan mempunyai prospek pasar yang bagus. Meskipun jumlah udang galah yang diekspor masih sedikit akan tetapi udang galah bisa menjadi alternatif pilihan dalam meningkatkan jumlah produksi nasional. Akan tetapi kondisinya sama dengan jenis udang windu dan vaname yaitu tingkat produksi dan produktivitas usaha budidaya udang galah masih sangat rendah. Kondisi ini diduga salah satunya akibat adanya penggunaan faktor-faktor produksi yang tidak efisien pada tingkat pembudidaya. Sehingga akan menyebabkan tingkat pendapatan usaha budidaya udang galah sedikit bahkan sampai rugi.

Ruang lingkup dari penelitian ini yaitu menganalisis karakteristik pembudidaya udang galah. Selanjutnya menganalisis faktor–faktor produksi yang mempengaruhi terhadap tingkat produksi usaha budidaya udang galah serta menganalisis efisiensi penggunaannya. Faktor-faktor produksi yang akan dianalisis yaitu luas lahan, benih, tenaga kerja dalam keluarga, tenaga kerja luar keluarga, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk kandang, pakan buatan, dan kapur.

Analisis mengenai penerimaan dan biaya yang telah dikeluarkan oleh petani juga dilakukan. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis pendapatan yang diterima dengan menggunakan analisis biaya imbangan yaitu rasio antara penerimaan dan biaya (R/C). Setelah semua hasil analisis dan pembahsan dilakukan maka dibuat kesimpulan serta saran. Hasil penelitian ini harapannya bisa menjadi sebuah informasi yang bermanfaat bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan pengembangan usaha budidaya udang galah. Selain itu juga bagi pembudidaya diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan pada proses usaha budidaya udang galah yang dilakukan. (Gambar 4).

(42)

28

Gambar 4. Alur Kerangka Berpikir Oprasional

Produktivitas udang Indonesia masih rendah

Upaya peningkatan produktivitas udang Kabupaten Ciamis

Alternatif pengembangan usaha budidaya udang galah

Analisis faktor produksi Analisis efisiensi produksi Kesimpulan dan Saran Analisis pendapatan usaha

(43)

29 BAB IV METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena lokasi penelitian merupakan salah satu sentra produksi usaha budidaya udang galah di Kabupaten Ciamis. Penelitian dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2009.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer berasal dari hasil wawancara langsung ke petani dengan menggunakan kuisioner yang telah dibuat sebelumnya. Data sekunder berasal dari literatur-literatur seperti buku, jurnal, skripsi, tesis, dan semua sumber literatur yang mendukung penelitian ini. Selain itu data sekunder juga berasal dari data Departemen Kelautan dan Perikanan, Badan Pusat Statistik, dan kantor pemerintahan terkait.

4.3. Metode Penarikan Contoh

Sebelum melakukan penarikan data, dilakukan pembatasan sampel (sampling frame) yang akan diambil. Sampel yang diambil adalah pembudidaya yang melakukan usaha budidaya dengan tujuan komersil dan langsung sebagai pengelola utama sehingga lebih mengetahui keadaan sebenarnya usaha yang dilakukan. Selain itu, pembudidaya masih melakukan usaha serta pernah melakukan panen udang minimal satu kali.

Metode atau teknik penarikan sampel dilakukan secara snowballing. Metode atau teknik ini dilakukan karena tidak adanya data responden pembudidaya udang galah di lokasi penelitian. Data responden didapatkan dari rekomendasi responden sebelumnya. Sampel yang diwawancara sebanyak 30 orang dari populasi.

(44)

30 4.4. Metode Analisis

Setelah data diperoleh, langkah selanjutnya yaitu mengolah data secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan berdasarkan data karakteristik responden. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan Minitab 14, mengenai data penggunaan faktor-faktor produksi, penerimaan, dan biaya usaha.

4.4.1 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi

Analisis faktor-faktor produksi ini dilakukan untuk menjelaskan hubungan output dengan input atau faktor produksinya. Menurut Soekartawi et al (1986), pemilihan model produksi hendaknya dapat memenuhi syarat berikut : (1) dapat dipertanggung jawabkan; (2) mempunyai dasar logis secara fisik maupun ekonomis; (3) mudah dianalisis; (4) mempunyai implikasi ekonomi.

Model yang digunakan pada penelitian ini adalah model fungsi Cobb-Douglas. Menurut Soekartawi (2002), fungsi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel; variabel yang satu disebut dengan variabel dependen, yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independen, yang menjelaskan (X). Penyelesaian hubungan antara X dan Y biasanya dilakukan dengan cara regresi.

Persamaan model fungsi Coob-douglas, dirumuskan sebagai berikut :

Y = β0X1β1, X2β2….Xiβi….Xnβn eπ (4.1)

Untuk menduga parameter dalam persamaan fungsi Cobb-Douglas maka harus diubah terlebih dahulu kedalam bentuk double logaritme natural (ln), bentuk persamaannya menjadi :

Gambar

Tabel 1.  Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun 2003-2006
Tabel 4.  Jumlah Volume Produksi Nasional Udang  Windu, Udang Vaname, dan   Udang Galah Tahun 2003-2007
Tabel 5. Pembagian Potensi Areal atau Lahan Perikanan Kabupaten Ciamis  Berdasarkan Jenis Ikan Tahun 2007
Tabel 6.  Hasil Produksi Perikanan Kabupaten Ciamis Tahun 2005-2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor- faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi budidaya tambak udang vaname secara tradisional dan menganalisis

Penilaian faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu di tingkat peternak menunjukan jumlah pemberian pakan kosentrat, jumlah pemberian pakan

Secara teknis, pengunaan faktor produksi benih, pupuk kandang, pupuk NPK dan tenaga kerja sudah efisien, sedangkan penggunaan faktor produksi lahan belum efisien

Artinya proporsi kenaikan output lebih kecil dari pada kenaikan input, atau apabila faktor-faktor produksi (tenaga kerja, benih, pupuk urea, pupuk kandang

Tabel 4 terlihat bahwa faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani padi yaitu luas lahan, tenaga kerja, benih, dan pupuk urea merupakan faktor-faktor

Dengan demikian, Hot yang menyatakan tidak ada pengaruh faktor luas lahan, faktor jumlah benih, faktor tenaga kerja, dan faktor pupuk terhadap hasil produksi

Analisis yang disajikan pada Tabel 11 menunjukan bahwa untuk faktor produksi Lahan, benih, pupuk kandang, pupuk NPK dan tenaga kerja mempunyai nilai efisien lebih dari

Nilai Efisiensi Alokatif Penggunaan Faktor Produksi Pembenihan Lele Dumbo Faktor-Faktor Produksi EA Keterangan Luas Kolam -0,229 Tidak Efisien Jumlah Induk Ikan 61,097 Belum Efisien