• Tidak ada hasil yang ditemukan

HITUNGAN TRANSPOR SEDIMEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HITUNGAN TRANSPOR SEDIMEN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

HITUNGAN TRANSPOR SEDIMEN

1. PENDAHULUAN

 Intensitas transpor sedimen (T) pada suatu tampang lintang sungai/saluran adalah banyaknya sedimen yang lewat tampang lintang tersebut tiap satuan waktu, dengan satuan yang dapat dinyatakan dalam:

Dibedakan antara bed load dan suspended load  mekanisme transpornya berbeda

Ttot = Tb + Ts

Tb = bed load

Ts = suspended load

2. ANGKUTAN SEDIMEN DASAR (BED LOAD)

 Apabila aliran melampaui kondis/ kriteria permulaan gerak butiran, maka partikel sedimen diatas endapan aluvial akan mulai bergerak.

 Gerakan partikel sedimen dapat secara : mengelinding, bergetar, ataupun meloncat, yang kesemuanya disebut angkutan dasar (bed-load transport)

 Jumlah angkutan sedimen dasar pada suatu sungai umumnya berkisar antara 5 – 25% dari angkutan sedimen suspensi.

 Beberapa rumus klasik yang ada banyak dikembangkan untuk angkutan sedimen dasar, dengan pendekatan yang berbeda-beda antara lain :

I

B T

I

- berat (N/det) atau (N/m.det) - massa (kg/det) atau (kg/m.det) - volume (m3/det) atau (m3/m.det)

(2)

1). pendekatan tegangan geser 2). pendekatan kemiringan energi 3). pendekatan debit

4). pendekatan kecepatan 5). pendekatan bentuk dasar 6). pendekatan probabilistik 7). pendekatan stokastik 8). pendekatan regresi

9). pendekatan mobilitas seimbang

2.1. PENDEKATAN TEGANGAN GESER

 Beberapa teori angkutan sedimen dasar dengan teori pendekatan tegangan geser antara lain adalah :

a). Pendekatan DuBoys b). Pendekatan Shields c). Pendekatan Kalinske

d). Pendekatan Chang, Sumims dan Richards 2.1.1. PENDEKATAN DUBOYS

 DuBoys (1879) mengasumsikan bahwa pergerakan partikel sedimen di sepanjang dasar sungai mengikuti sketsa Gambar 1.

 Lapis setebal  bergerak karena adanya gaya traktif, dimana pada kondisi ekuilibrium gaya traktif tersebut diimbangi oleh gaya yang menahan antara lapis-lapis :

       DS Cfm s ……… (1) dengan : Cf = koefisien gesek

m = jumlah total lapisan

 = tebal masing-masing lapis D = Kedalaman air

S = kemiringan memanjang saluran

(3)

Gambar 1. Sketsa model DuBoys

 Apabila kecepatan aliran bervariasi antara lapis pertama sampai lapis ke m, maka angkutan sedimen dasar total (volume persatuan lebar saluran adalah : 2 ) 1 (    V m m qb s ……… (2)

dengan Vs = kecepatan pada lapis ke 2.

 Pada permulaan gerak butiran, nilai m = 1 dan persamaan (1) menjadi :

 

ccfs………… (3)

dan m = /c ………… (4)

dengan c = tegangan geser kritik sepanjang dasar.

 Subsitusi Persamaan (2) dan (3) menghasilkan :

   cc c K Vs qb             2 2 ……… (5)

(4)

 Koefisien K pada Persamaan (5) mempunyai kaitan/hubungan dengan karakteristika partikel sedimen Straunb (1935) menemukan bahwa nilai K pada Persamaan (5) mempunyai hubungan seperti berikut :

ft lb s

d     6 2 4 / 3 / 173 , 0 … (6)

 Nilai K pada Persamaan (6) adalah untuk sistem Inggris dimana d seharusnya dalam satuan mm. Dengan demikian Persamaan DuBoys menjadi :

ft s

ft

d qb 0,173 c 3/ / 4 / 3       … (7)

 Hubungan antara c, K, dan d ditampilkan pada Gambar 2, dimana

nilai c dapat ditetapkan dari diagram Shields.

 Persamaan DuBoys merupakan salah satu dari banyak persamaan klasik yang kemudian dimodifikasi dan diperbaiki oleh para peneliti berikutnya. Beberapa kritik yang ditujukan kearah penggunaan persamaan DuBoys yang ditujukan kearah pengunaan persamaan DuBoys antara lain menyangkut dua hal :

1) Data diperoleh dari eksperimen laboratorium dengan model flume/ saluran yang kecil, dimana range sedimen yang diselidiki sangat sempit/kecil.

2) Kurang begitu jelas apakah persamaan (6) dapat digunakan untuk aplikasi praktis.

(5)

Gambar 2. Parameter sedimen dan gaya traktif kritik untuk Persamaan DuBoys; (a) satuan Inggris, (b) satuan metrik

2.1.2. PENDEKATAN SHIELDS

 Shield (1936) melakukan penyelidikan permulaan gerak butiran sekaligus juga

menyelidiki aliran dengan transpor sedimen lebih besar dari nol.

 Penyelidikan juga diperluas untuk memperoleh hubungan persamaan empirik angkutan sedimen dasar, yang ditulis dalam bentuk :

d S q qb s c s          10 ………… (8)

(6)

dengan qb dan q = debit sedimen dasar dengan air persatuan lebar saluran.

 = DS

d = diameter partikel sedimen

, s = berat spesifik dan air dan sedimen

 Persamaan (8) mempunyai dimensi yang homogen dan dapat digunakan untuk sembarang sistem saluran.

 Nilai tegangan geser kritik c dapat diperoleh dari diagram Shield.

2.1.3. PENDEKATAN KALINSKE

 Kalinske (1947) mengasumsikan bahwa persamaan berikut dapat digunakan untuk memperkirakan nilai angkutan sedimen dasar, yaitu:

Us=b(u-Vc) ………… (9)

dengan

Us, u = kecepatan instantancus dari butir sedimen dan air pada tingkat kedalaman yang sesuai.

Vc = kecepatan aturan kritik saat permukaan gerak butiran. b = konstanta (1)

Untuk aliran terbuka,

        c f U Us * ……… (10)

dengan Us = nilai rerata (tune average) dari Us

U*= kecepatan geser

 Sesuai dengan definisi gerakan angkutan dasar :

Us Pd

qb  ……… (11)

dengan qb = angkutan dasar persatuan lebar saluran

p = fraksi dari dari dasar yang tertutup partikel sedimen d = ukuran partikel sedimen (median)

 = faktor bentuk pemadatan (=2/3 dari bulatan seragam)

(7)

         f c d U qb ' * ……… (12)

Hubungan persamaan (12) ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Persamaan angkutan sedimen oleh Kalinske

2.1.4. PENDEKATAN CHANG, SIMONS, dan RICHARDSON

 Chang, Simons dan Richardson (1967) besarnya angkutan sedimen dasar (berat) mengikuti persamaan berikut :

 

      tan s c s b b V K q …… (13) = KtV

c

dengan Kb = konstanta

(8)

 Nilai –nilai Kt ditunjukkan pada Gambar 4. Nilai Kt dan qb pada

persamaan (13) adalah dalam satuan Inggris, qb dinyatakan dalam

satuan lbs perdetik per feet lebar saluran (berdasar berat kering).

 Nilai diameter ekuivalen de pada Gambar 4 didasarkan pada

kecepatan jatuh partikel sedimen yang sama atau sedikit lebih besar dari kecepatan jatuh butiran d50.

Gambar 4. Koefisien Kt untuk berbagai ukuran diameter ekivalen.

2.2. PENDEKATAN KEMIRINGAN ENERGI (Meyer, Peter, Müller)

 Pendekatan kemiringan energi yang dikembangkan oleh Meyer, Peter, & Müller (1948) ditulis dalam persamaan berikut :

  1/3 2/3 2 / 3 25 , 0 047 , 0 s d qb RS Kr Ks             … (14)

dengan  dan s = berat spesifik air dan sedimen (ton/m3)

R = radius hidraulik (m) S = kemiringan energi

(9)

 = massa spesifik air (ton-d/m4)

qb = angkutan sedimen dasar, berat terendam persatuan waktu

dan lebar (ton/detik m).

(Ks/Kr) S = tipe/jenis kemiringan, merupakan bagian/ porsi dari kehilangan energi total.

 Persamaan (14) dapat juga ditulis dalam bentuk tanpa dimensi,

   1.25  /   0,047 2 / 3 3 / 1 3 / 2                         s RS Kr Ks d s g s qs … (15) Kemiringan energi dapat diperoleh dari persamaan Stikler :

3 / 4 2 2 R Ks V S  ………… (16)

 Apabila kehilangan energi karena tahanan butir dapat dihitung dari persamaan Strikler, maka pernyataan berikut adalah Valid :

3 / 4 2 2 R Kr V Sr  ………… (17) dan  1/2       s Sr Kr Ks …… (18)

Namun demikian secara ekspirmen dihasilkan persamaan untuk hubungan Ks dan Kr seperti berikut :

S Sr Kr Ks        3/2 ……… (19)

 Koefisien Kr seperti ditetapkan oleh Müller adalah dalam bentuk :

6 / 1 90 26 d Kr ………… (20)

dengan d90 adalah ukuran (diameter) sedimen dimana 90% dari berat

material yang diukur adalah lebih halus.

2.3. PENDEKATAN PROBABILISTIK

2.3.1. PENDEKATAN EINSTEIN (1942)

 Pendekatan probabilistik semula dikembangkan oleh Einstein (1942), kemudian dimodifikasi lagi bersama-sama dengan peneliti lain sehingga dikenal formula Einstein-Brown (1950).

(10)

 Terdapat dua asumsi mendasar :

1). Kriteria permulaan gerak butiran tidak digunakan mengingat sulit/kompleksnya fenomena.

2). Angkutan sedimen dasar mempunyai hubungan yang kuat dengan fluktuasi sifat tunbulen (ketimbang nilai rerata gaya-gaya yang bekerja pada partikel sedimen).

 Sebagai konsekuensinya, permulaan dan akhir gerakan sedimen dinyatakan dalam bentuk probabilistik, yang oleh Einstein diperoleh temuan-temuan sebagai berikut :

1). Terdapat saling pertukaran yang intensif namun tetap antara angkutan dasar dengan material dasar.

2). Gerakan bahan dasar adalah dalam bentuk serial dari beberapa tahapan. Setiap langkahnya (rata-rata) sekitar 100 x dari diameter partikel.

3). Laju pengendapan persatuan luas dasar sungai tergantung pada laju adanya gaya-gaya hidrodinamik yang mundul apakah mengijinkan partikel untuk mengendap, demikian sebaliknya untuk fenomena erosi.

4). Pada kondisi dasar stabil, nilai deporsisi dan erosi adalah samar/seimbang.

 Prosedur perhitungan angkutan sedimen dasar menurut Eisnten dapat dilakukan dengan menggunakan grafik pada Gambar 5, dengan menghitung terlebih dulu nilai 

RI d

*  35……..… (21)

dengan   s

 = Ripple faktor dapat dihitung dari apabila pada Gambar 6. I = kemiringan energi

R = radius hidraulik

d35 = nilai diameter 35% berat dari material yang diukur lebih

halus dari nilai diameter tersebut.

Kemudian hitung nilai * dari grafik (Gambar 5) , dan nilai angkutan sedimen dasar II, dapat dihitung persamaan berikut :

  1/2 35 35 *       gd sgd b … (22)

(11)

dengan Tb = angkutan sedimen dasar dalam bentuk berat di udara, satuan N/m detik.

Catatan ; untuk trnaspor tetap diagunakan d35, namun untuk perhitungan

kekasaran dasar menggunakan d35.

    65 12 log 18 d R C ……… (23)

(12)

Gambar 6. Ripple faktor () untuk berbagai sungai dan eksperimen laboratorium.

2.3.1. PENDEKATAN FRIJLINK (1952)

Mengusulkan rumus untuk ripple factor

2 / 3 90      d C C ……. (24) dimana :

C = koef. Chezy total (kekasaran butiran + bentuk

k R

C 18log12 (m1/2/s) …. (25)

Cd90 = koef. Chezy karena kekasaran (diwakili d90)

90 12 log 18 90 d R Cd  ………. (26)

untuk dasar sata : C = Cd90 =1 I R dm e I R g dm Tb . . . . 5 . . . 27 , 0      (27)

Tb = intensitas bed load dalam : volume sedimen padat/lebar/waktu [m3/m.det]. Grafik hubungan antara

I R g dm Tb . . . dengan R I dm . . .  

(13)

Gambar 7. Hubungan antara dm Tgb RI . . . dengan R I dm . . .   2.4. PENDEKATAN DEBIT

 Penentuan angkutan sedimen dasar melalui pendekatan debit dikenalkan pertama oleh Schoklitch (1934) dengan persamaan:

q qcd S qb  1/2  2 / 3 7000 …. (28)

dengan qb= angkutan sedimen dasar (kg/detik.m) d = ukuran partikel (mm)

q dan qc = debit air dan debit kritik pada permulaan gerak butiran (m3/detik.m)

 Nilai qc pada Persamaan (28) untuk sedimen dengan berat spesifik 2,65 adalah : 3 / 4 00001944 , 0 S d qc …….. (29)

 Persamaan (29) ditetapkan dengan cara memplot (suatu aliran dengan diameter tertentu) suatu kurva dengan ordinat angkutan sedimen dasar dan kemiringan S sebagai absis, kemudian mengekstrapolasi kurva ke angkutan sedimen dasar bernilai nol (pada absis). Perpotongan ini

(14)

merupakan kemiringan kritik untuk suatu debit dan diameter butir untuk tertentu.

 Pengembangan persamaan Schoklitch yang lain (1943) adalah : Qb =2500 S3/2 (q-qc) … (30)

 Untuk sedimen dengan berat spesifik 2.65, debit kritik pada Persamaan (29) adalah : 6 / 7 2 / 3 6 , 0 S d qc ……….…. (31)

(15)

2.2. PENDEKATAN PROBABILISTIK

RUMUS-RUMUS HITUNGAN BED-LOAD

 Rumus Du Boys (1879) ; Perancis ; tertua qb = Cs.o (o-c)

qb = Volume bed load/ lebar/ waktu (debit/lebar)

Cs = Koefisien (=X)

o = Tegangan gesek

c = tegangan gesek kritik (o pada bo)

Tb = s.qb

Tb = intensitas “bed load”

s = B.J. sedimen RUMUS SHIELDS (1973)

 

gd

Iq

q

ws

c

o

b





1

.

.

qb = debit “bed load”

q = debit air w w s



o = Tegangan gesek = o.g.R.I

c = Tegangan gesek kritik (grafik SHIELD)

d = diameter butir

(16)

RUMUS MEYER PETER = MULLER

 Rumus dikembangkan di Zurich

 Butiran seragam (kasar) ; 2680 mk/ 3

s   d Tb b a d I q2/3. 2/3   q = debit aliran

Tb = berat bed load diudara 

     det . m kgf A&b = koefisien

Digunakan data tambahan

Diameter tidak seragam, s= 2650 kg/m3

Disimpulkan bahwa :

 Kehilangan tenaga total karena :

- Bentuk dasar saluran (“shape ronghness”)

 ripple, dune, dll.

- Kekasaran dasar (“grain ronghness”)

 dianggap lebih dominan.

   2/3 3 / 1 2 / 3 ' 25 , 0 047 , 0 . . ' . Tb g w dm w s I h ks ks Q Qs w                w = B.J air (t/m3) h R Q Qs'

= faktor koreksi berkaitan dengan tampang sal = 1 untuk B  factor rippor k k s s      2 / 3 ' ) / ( 26 ' 1/3 6 / 1 90 s m d ks  dm = diamete median  d50 – d60 (m)

Tb’= berat sedimen (padat) dalam air/ lebar/waktu

(17)

Volume sedimen (padat) = Tb'

m3/m.det

w

s

  Dalam keadaan kritis,Tb´=0

Untuk µ = 1 dan B= , Rumus MPM :

. .

dm 0,047 I h w s w   

 

047,0

.



ws

dmg

c

(18)

RUMUS EINSTEIN (1950) - Pendekatan Statistik - Dapat digunakan grafik

 “Einstein’s non dimensional  -  function”

I R d . . . 35      = ripple factor

 = parameter intensitas aliran

R = jari-jari hidraulik akibat R (grain) Dan R” (form)

3/2 2 / 1 . 35 . gd Tb s    

Tb = intensitas transpor bed load 

     det . m N

Catatan : berat sedimen di udara

Einstein menggunakan d35 untuk transpor dan d65 untuk kekasaran (dasar

rata) 65 12 log 18 d R C

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian diperoleh volume sedimen dasar sungai Volume Belanting maksimum yang langsung ditinjau dan diamati adalah 28.623 M 3 / hari dan persamaan Kurva aliran

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa konsentrasi sedimen suspensi yang terangkut pada kondisi debit aliran tinggi (keadaan banjir) dan pada kondisi aliran

Sedimen total yang terangkut oleh aliran Sungai Krasak, dan yang terukur pada empat segmen merupakan hasil dari debit muatan suspensi dan muatan dasar yang terangkut oleh

Data-data pengukuran dilapangan (data primer) yang digunakan adalah debit aliran sungai dan sedimen, sedangkan data-data sekunder adalah batimetri, gelombang pasang surut

Penelitian ini menggunakan model matematik SMS (Surface-water Modelling System) dengan modul RMA2 untuk mensimulasikan pola aliran dan modul SED2D untuk mensimulasikan

Hasil penelitian diperoleh volume sedimen dasar sungai Volume Belanting maksimum yang langsung ditinjau dan diamati adalah 28.623 M 3 / hari dan persamaan Kurva aliran

menguji beberapa persamaan debit sedimen dengan menggunakan data angkutan dasar dari model saluran (flume) untuk material dasar dengan distribusi ukuran butir seragam

Angkutan sedimen dasar bed load terjadi dipengaruhi oleh kondisi aliran meliputi debit aliran Q, kemiringan dasar saluran i, serta variasi komposisi sedimen dasar berupa berat jenis,