• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMODELAN SISTEM POLDER PADA KAWASAN MUSEUM BANK INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM XP SWMM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PEMODELAN SISTEM POLDER PADA KAWASAN MUSEUM BANK INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM XP SWMM"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

PEMODELAN SISTEM POLDER PADA KAWASAN MUSEUM BANK INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM XP SWMM

4.1 Deskripsi Wilayah Studi

4.1.1 Pendahuluan

Museum Bank Indonesia merupakan salah satu bangunan bersejarah yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Museum tersebut sudah berdiri sejak tahun 1828 dengan nama De Javasche Bank. Perkembangan kota Jakarta yang sangat pesat terutama pada daerah sekitar kawasan Museum Bank Indonesia menyebabkan terjadinya masalah banjir di kawasan tersebut. Pesatnya pembangunan menyebabkan perubahan tata hidrologi air mikro di kawasan tersebut. Daerah yang seharusnya menjadi daerah resapan air kini telah berubah menjadi lahan bangunan.

4.1.2 Letak Geografis dan Tata Guna Lahan

Museum Bank Indonesia terletak di daerah Jakarta Barat. Batas-batas wilayah Museum Bank Indonesia adalah sebagai berikut:

Sebelah utara : Jl. Bank

Sebelah Timur : Jl. Pintu Besar Utara Sebelah Barat : Kali Krukut

(2)

Museum tersebut memiliki luas sekitar 1,9 Ha. Letak geografis Museum Bank Indonesia adalah sebagai berikut:

Sumber: DPU Puslitbang SDA 2007

Gambar 4.1 Peta Geografis Museum BI

4.1.3 Topografi dan Geologi

Keadaan topografi Museum Bank Indonesia terletak pada dataran rendah. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa kawasan Museum Bank indonesia menjadi kawasan yang rawan banjir. Hasil penelitian yang dilakukan oleh tim dari Laboratorium ITB mendapatkan bahwa telah terjadi penurunan tanah pada Museum Bank Indonesia sebasar 30-35 mm dalam kurun waktu 12 tahun (1984-2006).

(3)

Sumber: DPU Puslitbang SDA 2007

Gambar 4.2 Peta Topografi Museum BI

4.2 Permasalahan Banjir dan Kondisi Sistem Drainase

Banjir yang terjadi di Museum Bank Indonesia pada tahun 2002 mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi pihak Bank Indonesia. Air yang menggenangi Museum tersebut mencapai ketinggian 60 cm. Sumber genangan yang terjadi di Museum Bank Indonesia dibedakan menjadi 2 macam, yaitu: a. Banjir kiriman

(4)

4.2.1 Banjir Kiriman

Yang dimaksud dengan banjir kiriman adalah banjir yang datangnya dari daerah hulu di luar kawasan yang tergenang. Hal ini terjadi jika hujan yang terjadi di daerah hulu menimbulkan aliran banjir yang melebihi kapasitas sungai atau banjir kanal yang ada, sehingga terjadi limpasan. Dalam kasus banjir di Museum Bank Indonesia, banjir yang terjadi lebih diakibatkan adanya banjir kiriman dari daerah Bogor. Daerah Bogor yang sekarang memiliki daerah resapan yang sangat kecil sangat beresiko menimbulkan banjir pada daerah hilir. Museum Bank Indonesia merupakan suatu kawasan yang berada pada daerah hilir dan hal tersebut menjadikan Museum Bank Indonesia menjadi kawasan yang rawan banjir jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi. Disamping itu keberadaan kali Krukut yang terletak di belakang Museum Bank Indonesia merupakan salah satu kali yang meluap jika terjadi banjir kiriman yang berasal dari Bogor. Luapan kali tersebut menimbulkan genangan di Museum Bank Indonsia.

4.2.2 Banjir Lokal

Yang dimaksud dengan banjir lokal adalah genangan air yang timbul akibat hujan di daerah itu sendiri. Hal ini dapat terjadi jika debit limpasan yang terjadi melebihi kapasitas sistem drainase yang ada. Pada Museum Bank Indonesia, banjir lokal disebabkan oleh semakin sedikitnya daerah resapan air di kawasan tersebut. Semakin banyaknya impervious area (daerah kedap air) mengakibatkan sistem drainase tidak mampu menampung air hujan.

(5)

4.2.3 Kondisi Sistem Drainase

Kondisi saluran drainase pada Museum Bank Indonesia sudah tidak mampu lagi menanggulangi banjir jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi. Hal ini terjadi pada tahun 2002 yaitu pada saat terjadi banjir yang terjadi di sebagian besar kawasan DKI Jakarta karena curah hujan yang sangat tinggi. Banjir tersebut menggenangi Museum Bank Indonesia dengan ketinggian air mencapai 60 cm.

Gambar 4.3 Saluran Drainase Eksisting Museum BI

4.3 Penataan Drainase dan Pengendalian Banjir 4.3.1 Review Kegiatan Terdahulu

Usaha penanggulangan banjir terutama pada kawasan Museum Bank Indonesia sebenarnya telah dilakukan. Hal ini dapat dilihat dengan terdapatnya Banjir Kanal Barat

(6)

di sekitar Museum Bank Indonesia. Di samping itu Museum Bank Indonesia juga termasuk dalam sistem polder Pluit. Hal ini sangat membantu Museum Bank Indonesia terhindar dari banjir jika polder Pluit tersebut bekerja dengan baik.

Tetapi dalam kenyataannya, sistem polder Pulit sudah tidak mampu lagi mengatasi masalah banjir pada kawasan Museum Bank Indonesia. Hal ini dikarenakan sudah semakin sedikitnya daerah tampungan air pada polder Pluit. Tampungan air tersebut telah berubah fungsinya dari yang semula sebagai tempat penampungan air, sekarang telah banyak menjadi tempat-tempat pusat perbelanjaan dan perdagangan.

Sumber : Pusair DPU 2007

(7)

Tabel 4.1 Keterangan daerah Polder

No Nama Luas (Ha)

1 Rawa Buaya 50

2 Cengkareng 450

3 Kapuk Poglar 550

4 Pantai Indah Kapuk Utara 250 5 Pantai Indah Kapuk Selatan 150

6 Muara Angke 50

7 Muara Karang 75

8 Pluit Industri 50

9 Teluk Gong 90

10 Jelambar Wijaya Kusuma 100

11 Jelambar Baru 100 12 Tomang Barat 170 13 Grogol 80 14 Rawa Kepah 229 15 Pondok Bandung 90 16 Pluit 2083 17 Siantar Melati 860 18 Setiabudi Barat 216 19 Setiabudi Timur 132 20 Mangga Dua 160 21 Pademangan 635 22 Kemayoran 850 23 Sumur Batu 278 24 Sunter Selatan 346 25 Sunter Barat 1250

26 Sunter Timur I Kodamar 200 27 Sunter Timur I Utara 600 28 Sunter Timur III Rawa Badak 570

29 Sunter Timur II 1750

30 Kelapa Gading (Walikota) 90

31 Marunda 2240

32 Penggilingan 103

33 Istana Merdeka 15

34 Hankam Slipi 4

35 Komplek TVRI Cengkareng 7

36 Pulomas 460

37 Tanjungan/Tegal Alur 390

(8)

4.3.2 Pemodelan Hidrolik Sistem Polder

Untuk pemodelan hidrolik sistem polder Museum Bank Indonesia, maka yang pertama dimodelkan adalah dimensi saluran drainase yaitu saluran yang terdiri dari saluran primer, saluran sekunder, dan saluran tersier beserta parameter koefisien kekasaran manning saluran dan lahan, kemiringan saluran. Pemodelan tersebut dibantu dengan program XP SWMM. Pemodelan dimensi saluran dianggap memenuhi syarat apabila hasil output dari program tersebut tidak menunjukkan terjadinya genangan. Di samping itu, batasan faktor kecepatan maksimum, dan minimum harus memenuhi persyaratan seperti yang telah diterangkan pada bab II.

Untuk menghasilkan suatu sistem polder yang baik, selain faktor di atas diperlukan perencanaan kapsitas pompa yang bertujuan untuk mengendalikan elevasi air, dan volume air di kolam penampungan.

Selain saluran drainase dan pompa, perlu ditinjau pula perencanaan volume tampungan yang berfungsi untuk menampung kelebihan air yang berasal dari saluran drainase perkotaan.

a. Dimensi Saluran

Untuk melakukan pemodelan sistem polder Museum Bank Indonesia dengan bantuan program XP SWMM maka dihasilkan saluran dengan spesifikasi sebagai berikut:

¾ Saluran Primer

Saluran primer merupakan saluran pengumpul dari semua saluran yang terdapat pada sistem polder. Saluran primer yang dipakai pada

(9)

polder Museum Bank Indonesia berupa saluran terbuka dan berbentuk U Ditch dengan dimensi 40 cm X60 cm. Pada sistem polder Museum Bank Indonesia juga digunakan saluran trotoar yang letaknya tepat di sebelah timur Museum Bank Indonesia. Saluran tersebut berfungsi sebagai saluran pembuang air hujan ke Kali Krukut. Saluran trotoar tersebut berbentu persegi dan mempunyai ukuran 100 cm X 100cm

Gambar 4.4 Saluran Terbuka

Gambar 4.5 Box Culvert

Pada saluran primer kecepatan aliran yang didapat berkisar antara 0,75 m/s-1,2 m/s.

¾ Saluran Sekunder

Saluran sekunder merupakan saluran yang berfungsi sebagai saluran pengumpul dari saluran tersier untuk kemudian dialirkan menuju ke saluran primer. Saluran sekunder yang dipakai pada polder Museum

(10)

Bank Indonesia berupa saluran terbuka dan berbentuk U Ditch dengan dimensi 40 cm X 40 cm.

Gambar 4.6 Box Culvert

Pada saluran sekunder kecepatan aliran yang didapat berkisar antara 0,6- m/s-1,1 m/s.

¾ Saluran Tersier

Saluran tersier pada sistem polder Museum Bank Indonesia berfungsi sebagai saluran penerima air hujan yang berasal dari talang air. Saluran tersier yang dipakai pada polder Museum Bank Indonesia berupa saluran terbuka dan berbentuk U Ditch dengan dimensi 30 cm X 40 cm.

Gambar 4.7 Box Culvert

Pada saluran tersier kecepatan aliran yang didapat berkisar antara 0,4- m/d-0,5 m/d.

(11)

Pada saluran-saluran tersebut nantinya akan ditutupi dengan grill (penutup dari bahan besi) dengan tujuan menghindari adanya kecelakaan.

b. Kolam Tampungan

Kolam tampungan merupakan kolam yang berfungsi untuk menampung air yang berasal dari air hujan yang ditampung dan dialirkan oleh saluran drainase. Kolam tampungan harus mampu menampung air tersebut untuk waktu yang terbatas sampai air tersebut dibuang ke tempat pembuangan oleh pompa. Volume kolam tampungan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 240 m3, dengan ukuran 80 m2 X 3 m. Pada Museum Bank Indonesia, kedalaman kolam tampungan yang dipakai adalah 3 m karena pada Museum Bank Indonesia kegiatan yang diijinkan untuk melakukan aktifitas penggalian hanya diperbolehkan sampai kedalaman 3-5 m. Pembatasan aktifitas penggalian tersebut dikarenakan telah terjadinya penurunan tanah pada Museum Bank Indonesia sehingga dikawatirkan apabila penggalian yang terlalu dalam dapat mengakibatkan kerusakan pada bangunan sekitar.

c. Pintu Klep

Pada sistem polder Museum Bank indonesia juga digunakan pintu klep (pintu pengatur) untuk menghindari terjadinya aliran balik. Penggunaan pintu manual untuk sistem drainase atau pengendalian banjir sudah tidak populer lagi dikarenakan banyaknya kekurangan yaitu sebagai berikut:

¾ Air pasang atau banjir dapat terjadi kapan saja dan sering terjadi tengah malam.

(12)

¾ Pada pintu ukuran besar, pembukaan secara manual sangat memakan waktu dan hal ini dapat menimbulkan banjir.

Pemasangan pintu klep pada Museum Bank Indonesia dipergunakan untuk menutup saluran gorong-gorong yang digunakan sebagai alat pembuang air secara gravitasi.

Gambar 4.8 Pintu Klep

(13)

d. Kapasitas Pompa

Banjir genangan merupakan kondisi banjir yang terjadi karena air hujan yang tidak dapat dikeluarkan dengan baik dari sistem. Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan kelengkapan bangunan sarana fisik yang meliputi drainase, kolam retensi, pompa air dan pintu air, sebagai satu kesatuan pengelolaan. Dengan sistem polder, maka lokasi rawan banjir harus dibatasi dengan jelas, sehingga jumlah air yang harus dikeluarkan dari sistem dapat dikendalikan.

Konsep sistem polder sangat sesuai untuk diterapkan dalam menanggulangi banjir genangan. Upaya penanggulangan banjir genangan seperti ini pada dasarnya ada dua upaya, yaitu:

a) Menambah tampungan (storage) dengan cara memperbesar dimensi kolam tampungan agar air hujan dapat tertampung sementara; dan

b) Memasang pompa untuk mengeluarkan air dari sistem.

Permasalahannya adalah berapa volume tampungan, berapa kapasitas pompa yang harus dipasang; dan bagaimana kombinasi antara kedua upaya tersebut. Penentuan kapasitas pompa pada suatu sistem polder dengan diketahui hujan rencana dan kapasitas tampungan yang ada.

Sebagai pendekatan awal, kapasitas pompa dianalisis secara grafis terhadap Kurva Limpasan Permukaan fungsi waktu dikurangi besarnya Kapasitas tampung dari tampungan memanjang / saluran primer dan kolam.

(14)

Gambar 4.10 Hubungan Limpasan dan Tampungan

Berikut ini adalah hasil simulasi sistem polder Museum Bank Indonesia untuk mendapatkan perkiraan kapasitas pompa yang digunakan. Untuk mendapatkan grafik kapasitas pompa, maka simulasi harus dilakukan setiap 2 jam dengan program XP SWMM. Pada simulasi ini tidak dipergunakan alat pembuang pada sistem polder.

Grafik hub antara limpasan dan tampungan

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 0 5 10 15 20 25 30 Waktu (jam) L im p as an ( m 3) Limpasan (m3) Storage m^3 ∆t ∆V

(15)

Tabel 4.2 Volume Tampungan Rencana dan Eksisting

Jam Ke- Tampungan Rencana (m3) Tampungan Eksisting (m3) 0 210276 138,815 2 1919,965 138,815 4 2354,113 138,815 6 2642,282 138,815 8 2794,873 138,815 10 2932,693 138,815 12 3070,442 138,815 14 3145,594 138,815 16 3211,623 138,815 18 3277,508 138,815 20 3343,388 138,815 22 3424,381 138,815 24 3490,564 138,815 26 3501,737 138,815 28 3501,988 138,815 30 3501,989 138,815 Kapasitas pompa = t Q Δ Δ (4.1)

Dimana QΔ = perubahan kapasitas yang terjadi pada sistem (m3) Δt= lamanya puncak waktu limpasan (detik)

Dengan menggunakan data tersebut, maka didapat grafik kapasitas pompa beserta besar kapasitas pompa yang digunakan.

(16)

Gambar 4.11 Grafik Kapasitas Pompa dengan Curah Hujan 25 tahun Kapasitas pompa tampungan rencana =

t Q Δ Δ = (2000-210,276) / (2*3600) = 0,2485728 m3/s = 0,25 m3/s

Kapasitas pompa yang direncanakan pada pemodelan sistem polder Museum Bank Indonesia adalah sebesar 0,25 m3/s. Pompa yang dipakai pada sistem polder Museum Bank Indonesia berjumlah 2 (dua) buah. Pemakaian pompa sebanyak 2 (dua) buah dimaksudkan agar jika terdapat salah satu pompa tidak berfungsi, maka terdapat pompa yang dapat dipakai sebagai alat pembuang sehingga sistem polder dapat bekerja dengan baik. Kapasitas pompa tersebut didapat berdasarkan hasil simulasi dengan curah hujan 25 tahunan dan volume kolam tampungan (storage) 240 m3.

(17)

Gambar 4.12 Skematisasi Sistem Polder Museum Bank Indonesia

4.4 Kalibrasi dan Verifikasi Model

Kalibrasi adalah proses penyesuaian antara hasil (output) dari instrumen yang diukur terhadap nilai standar ukur yang dipakai. Yang dimaksud dengan verifikasi adalah proses pembuktian bahwa program komputer dapat dipakai sesuai dengan apa yang telah terdapat pada spesifikasi program. Beberapa cara kalibrasi antara lain:

¾ Trial and Error

Proses kalibrasi dengan cara trial and error dimulai dengan sekelompok parameter yang ditetapkan berdasarkan pengalaman. Output dibandingkan dengan besarnya limpasan hasil observasi, kemudian

(18)

parameter diubah-ubah sedemikian hingga hasil simulasi mendekati hasil observasi.

¾ Automatic Calibration

Pada proses kalibrasi dengan cara automatic calibration, di dalam model sudah mengandung program optimasi yang mengubah parameter dengan cara langkah demi langkah sampai kriteria kecocokan dipenuhi.

Pada pemodelan sistem polder Museum Bank Indonesia, proses kalibrasi dilakukan dengan cara mengubah-ubah parameter. Adapun parameter-parameter tersebut adalah sebagai beriku:

1. Koefisien kekasaran Manning saluran 2. Koefisien kekasaran Manning lahan 3. Parameter infiltrasi

4. Kemiringan dasar saluran pada beberapa saluran

Setelah melakukan perubahan-perubahan pada parameter-parameter tersebut, maka didapatkan nilai parameter yang dapat digunakan untuk pemodelan sistem polder Museum Bank Indonesia. Nilai-nilai parameter tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:

(19)

Tabel 4.3 Nilai-Nilai Parameter yang Digunakan

Nama Parameter Rentang

Nilai Nilai yang digunakan Kekasaran

Manning n

Di saluran 0,01-0,025 0,015 (saluran terbuat dari beton)

Di lahan 0,010-0,3 0,014-0,15

Kedap air : beton/aspal = 0,014 Lolos Air : tanah berumputl = 0,15 Parameter Infiltrasi

Green & Ampt:

IMD 0,24-0,417 0,24

(mm) 217,5-400 254

K (mm/jam) 0,1-500 0,1

Parameter-parameter tersebut telah disesuaikan dengan kondisi di lapangan sebenarnya. Untuk parameter infiltrasi Green Ampt, nilai-nilai yang didapat juga berdasarkan kondisi di lapangan.

(20)

Gambar 4.14 Nilai Kekasaran Manning lahan

Gambar 4.15 Nilai Kekasaran Manning Saluran

Model sistem polder Museum Bank Indonesia dikalibrasikan agar hasil yang didapat sesuai dengan yang diharapkan yaitu perencanaan sistem polder yang dapat diaplikasikan di lapangan.

(21)

Pada pemodelan sistem polder Museum Bank Indonesia, proses verifikasi belum dapat dilakukan karena jaringan drainase yang dimodelkan belum dibangun di lapangan.

4.5 Simulasi Pada Pemodelan Sistem Polder Museum BI 4.5.1 Simulasi Curah Hujan 2 tahun Tanpa Pompa

Pada simulasi dengan curah hujan 2 tahun tidak dipakai pompa. Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah sistem polder yang direncanakan dapat berfungsi dengan baik jika terjadi hujan dengan intensitas ringan. Hanya digunakan saluran gorong-gorong berdiameter 30 cm sebanyak 3 buah sebagai output air. Volume kolam tampungan 240 m3. Setelah dilakukan simulasi, maka hasil yang didapat adalah sistem polder Museum Bank Indonesia dapat bekerja dengan baik. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa sistem polder tersebut dapat membuang air hujan ke kali Krukut meskipun tidak memakai pompa pembuang, dimana pada gambar di bawah ini dapat dilihat bahwa tidak ada genangan air yang terjadi.

(22)

Gambar 4.16 Hasil Simulasi Curah Hujan 2 Tahun

Neraca keseimbangan air (water balance) merupakan analisa keseimbangan air terhadap air yang masuk (inflow) dengan air yang keluar (outflow) dan besar volume air yang hilang atau keluar sungai (surface flooding). Neraca keseimbangan air untuk simulasi dengan curah hujan 2 tahun dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.4 Hasil Output Simulasi Curah Hujan 2 Tahunan

m3 Total Basin

Total Precipitation (Rain plus

Snow) 1887 102,61

Total Infiltration 96 5,21

Total Evaporation 92 5,00

Surface Runoff from Watersheds 1350 73,42 Total Water remaining in Surface

Storage 349 18,98

(23)

*=====================================================* | Initial system volume = 19.7000 m3 | | Total system inflow volume = 1344.1464 m3 | | Inflow + Initial volume = 1363.8464 m3 | *========================================== | Total system outflow = 1170.9596 m3 | | Volume left in system = 140.1821 m3 | | Evaporation = 0.0000 m3 | | Outflow + Final Volume = 1311.1418 m3 | *=====================================================*

4.5.2 Simulasi Curah Hujan 5 Tahun Tanpa Pompa

Sama seperti simulasi dengan curah hujan 2 tahun, simulasi dengan curah hujan 5 tahun juga bertujuan untuk mengetahui apakah sistem polder Museum Bank Indonesia dapat bekerja dengan baik jika terjadi hujan dengan intensitas rendah. Pada simulasi berikut juga digunakan saluran gorong-gorong berdiameter 30 cm sebanyak 3 buah sebagai output air. Hasil yang didapat dari simulasi adalah tidak terjadi luapan air pada saluran polder, sehingga saluran polder tersebut dapat menampung dan mengalirkan air hujan dengan baik.

(24)

Gambar 4.17 Hasil Simulasi Curah Hujan 5 Tahun

Neraca keseimbangan air untuk simulasi dengan curah hujan 2 tahun dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.5 Hasil Output Simulasi Curah Hujan 5 Tahunan

m3 Total Basin

Total Precipitation (Rain plus

Snow) 1887 102,61

Total Infiltration 96 5,21

Total Evaporation 92 5,00

Surface Runoff from Watersheds 1350 73,42 Total Water remaining in Surface

Storage 349 18,98

(25)

*======================================== | Initial system volume = 16.1000 m3 | | Total system inflow volume = 1344.1464 m3 | | Inflow + Initial volume = 1360.2464 m3 | *======================================== | Total system outflow = 1170.9596 m3 | | Volume left in system = 136.5821 m3 | | Evaporation = 0.0000 m3 | | Outflow + Final Volume = 1307.5418 m3 | *=========================================

4.5.3 Simulasi Curah Hujan 10 Tahun Tanpa Pompa

Simulasi dengan curah hujan 10 tahun bertujuan untuk mengetahui apakah sistem polder Museum Bank Indonesia dapat bekerja dengan baik jika terjadi hujan dengan intensitas curah hujan 10 tahun. Pada simulasi berikut juga digunakan saluran gorong-gorong berdiameter 30 cm sebanyak 3 buah sebagai output air. Hasil yang didapat dari simulasi adalah tidak terjadi luapan air pada saluran polder, sehingga saluran polder tersebut dapat menampung dan mengalirkan air hujan dengan baik.

(26)

Gambar 4.18 Hasil Simulasi Curah Hujan 10 Tahun Tabel 4.6 Hasil Output Simulasi Curah Hujan 10 Tahunan

m3 Total Basin

Total Precipitation (Rain plus

Snow) 3241 176,24

Total Infiltration 96 5,21

Total Evaporation 92 5,00

Surface Runoff from Watersheds 2674 145,25 Total Water remaining in Surface

Storage 379 20,60

Infiltration over the Pervious Area 96 81,92

*====================================== | Initial system volume = 16.1000 m3 | | Total system inflow volume = 2671.5153 m3 | | Inflow + Initial volume = 2687.6153 m3 | *====================================== | Total system outflow = 2495.2725 m3 | | Volume left in system = 136.8756 m3 | | Evaporation = 0.0000 m3 | | Outflow + Final Volume = 2632.1481 m3 |

(27)

4.5.4 Simulasi Curah Hujan 25 Tahun Tanpa Pompa

Hujan 25 tahunan merupakan curah hujan yang menjadi syarat dalam perencanaan sistem polder Museum Bank Indonesia. Hujan 25 tahunan dapat dikatakan sebagai curah hujan dengan intensitas sedang. Pada simulasi dengan curah hujan 25 tahunan tidak digunakan pompa pembuangan. Sebagai komponen pembuang air, maka hanya digunakan saluran gorong-gorong berdiameter 30 cm sebanyak 3 buah. Setelah melakukan simulasi, didapat hasil bahwa sistem polder tersebut dapat menampung dan mengalirkan air hujan dengan curah hujan 25 tahun dengan baik serta tidak terdapat air yang meluap dari saluran (banjir).

(28)

Tabel 4.7 Hasil Output Simulasi Curah Hujan 25Tahunan

m3 Total Basin

Total Precipitation (Rain plus

Snow) 4050 220,21

Total Infiltration 96 5,21

Total Evaporation 92 5,00

Surface Runoff from Watersheds 3476 189,05 Total Water remaining in Surface

Storage 385 20,95

Infiltration over the Pervious

Area... 96 81,92

*====================================== | Initial system volume = 16.1000 m3 | | Total system inflow volume = 3472.7608 m3 | | Inflow + Initial volume = 3488.8608 m3 | *======================================= | Total system outflow = 3303.0406 m3 | | Volume left in system = 137.0444 m3 | | Evaporation = 0.0000 m3 | | Outflow + Final Volume = 3440.0850 m3 | *=========================================

4.5.5 Simulasi Curah Hujan 25 Tahun Dengan Pompa

Simulasi berikut ini dilakukan untuk mengetahui besarnya kapasitas pompa yang akan dipakai pada sistem polder Museum Bank Indonesia. Dan besar kapasitas pompa yang akan dipakai telah dibahas sebalumnya. Pada simulasi ini juga digunakan alat pembuang berupa saluran gorong-gorong berdiameter 30 cm sebanyak 3 buah. Setelah melakukan simulasi, didapat hasil bahwa sistem polder tersebut dapat menampung dan mengalirkan air hujan dengan curah hujan 25 tahun dengan baik serta tidak terdapat air yang meluap dari saluran (banjir).

(29)

Gambar 4.20 Hasil Simulasi Curah Hujan 25 Tahun

(30)

Tabel 4.8 Spesifikasi Pompa Yang Digunakan

Elevasi Operasi (m) Durasi (Jam) Kapasitas Pompa

(Lt/dt)

Pompa 1 Pompa 2 No. Volume

Tampungan

Pompa 1 Pompa 2 On Off On Off Pompa1 Pompa 2 1. 240 m3 250 250 0,06 -2,00 0,11 -1,70 4,7506 0,8031

(31)

Gambar 4.23 Grafik Kinerja Pompa 2 Tabel 4.9 Hasil Output Simulasi Curah Hujan 25Tahunan

m3 Total Basin Total Precipitation (Rain plus

Snow) 4050 220,21

Total Infiltration 96 5,21

Total Evaporation 92 5,00

Surface Runoff from Watersheds 3476 189,05 Total Water remaining in Surface

Storage 385 20,95

Infiltration over the Pervious

Area... 96 81,92

*======================================= | Initial system volume = 16.1000 m3 | | Total system inflow volume = 3471.5212 m3 | | Inflow + Initial volume = 3487.6212 m3 | *======================================= | Total system outflow = 2586.1386 m3 | | Volume left in system = 149.1319 m3 | | Evaporation = 0.0000 m3 | | Outflow + Final Volume = 2735.2705 m3 | *=========================================

(32)

4.5.6 Simulasi Curah Hujan 50 tahun Tanpa Pompa

Simulasi dengan curah hujan 50 tahun ini tanpa menggunakan pompa dengan dan volume kolam tampungan 240 m3. Output air dipakai pipa dengan diameter 30 cm sebanyak 3 buah. Skenario ini bertujuan untuk mengetahui apakah sistem polder Museum Bank Indonesia dapat berfungsi dengan baik jika terjadi hujan dengan intensitas hujan yang tinggi.

Hasil dari pemodelan Sistem Drainase Musium Bank Indonesia untuk hujan rencana 50 tahun menunjukkan bahwa adanya luapan air di lokasi studi. Volume limpasan air tersebut sebesar 21,6 m3 dan berlangsung selama 0,09 jam atau 324 detik.

Luapan terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara inflow dengan

outflow. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka perlu dipakai pompa untuk

dapat mengeluarkan air limpasan tersebut keluar dari sistem.

Tabel 4.10 Keterangan Banjir Yang Terjadi

No. Volume Tampungan Durasi Pompa (Jam) Durasi Banjir (Jam) Volume Luapan Air (m3) 1. 240 m3 0 0,09 21,6

(33)

Gambar 4.24 Hasil Simulasi 50 Tahun Tanpa Pompa

Tabel 4.11 Hasil Output Simulasi Curah Hujan 50 Tahunan Tanpa Pompa

m3 Total Basin

Total Precipitation (Rain plus

Snow) 4703 255,75

Total Infiltration 96 5,21

Total Evaporation 92 5,00

Surface Runoff from Watersheds 4129 224,54 Total Water remaining in Surface

Storage 386 21,00

(34)

*======================================= | Initial system volume = 16.1000 m3 | | Total system inflow volume = 4124.2950 m3 | | Inflow + Initial volume = 4140.3950 m3 | *======================================= | Total system outflow = 3955.9810 m3 | | Volume left in system = 137.1278 m3 | | Evaporation = 0.0000 m3 | | Outflow + Final Volume = 4093.1088 m3 |

*=====================================

4.5.7 Simulasi Curah Hujan 50 Tahun dengan Pompa

Simulasi dengan curah hujan 50 tahunan dengan pompa ini bertujuan untuk mengatasi luapan air yang terjadi pada simulasi 50 tahun tanpa pompa dan untuk mengetahui apakah kapasitas pompa sebesar 0,25 m3/s tersebut dapat dipakai pada sistem polder Museum Bank Indonesia. Selain memakai pompa sebagai alat pembuang, simulasi ini juga menggunakan saluran gorong-gorong 3 buah dengan diameter 30 cm sebagai alat pembuangan air hujan. Spesifikasi pompa yang digunakan pada simulasi ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.12 Spesifikasi Pompa Yang Digunakan

Elevasi Operasi (m) Durasi (Jam) Kapasitas Pompa

(Lt/dt)

Pompa 1 Pompa 2 No. Volume

Tampungan

Pompa 1 Pompa 2 On Off On Off Pompa1 Pompa 2 1. 240 m3 250 250 0,06 -2,00 0,11 -1,70 4,7506 0,8031

(35)

Gambar 4.26 Grafik Perencanaan Kinerja Pompa Kapasitas 0,25 m3/s Tabel 4.13 Hasil Output Simulasi Curah Hujan 50 Tahunan Dengan Pompa

m3 Total Basin

Total Precipitation (Rain plus

Snow) 4703 255,75

Total Infiltration 96 5,21

Total Evaporation 92 5,00

Surface Runoff from Watersheds 4129 224,54 Total Water remaining in Surface

Storage 386 21,00

Infiltration over the Pervious Area 96 81,93

*======================================= | Initial system volume = 16.1000 m3 | | Total system inflow volume = 4042.5764 m3 | | Inflow + Initial volume = 4058.6764 m3 | *====================================== | Total system outflow = 911.3598 m3 | | Volume left in system = 13.9393 m3 | | Evaporation = 0.0000 m3 | | Outflow + Final Volume = 925.2991 m3 | *========================================

(36)

Hasil yang didapat dari simulasi dengan curah hujan 50 tahunan menggunakan pompa menunjukkan bahwa tidak terjadi luapan air yang terjadi. Luapan air tersebut dapat diatasi dengan menggunakan pompa pembuang.

(37)

Gambar 4.28 Grafik Kinerja Pompa 1

Gambar

Gambar 4.3 Daerah Polder di Jakarta
Gambar 4.10 Hubungan Limpasan dan Tampungan
Gambar 4.11 Grafik Kapasitas Pompa dengan Curah Hujan 25 tahun  Kapasitas pompa tampungan rencana =
Gambar 4.12 Skematisasi Sistem Polder Museum Bank Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan dengan bantuan menggunakan program SPSS versi 19.0, di dapat angka Log Determinant untuk kategori Presatsi Akademik Mahasiswa KURANG ( IPK <3)

Dalam hal ini, aktor atau pelaku yang melakukan interaksi sosial dengan dirinya sendiri, menurut Mead dilakukan dengan cara mengambil peran orang lain, dan bertindak berdasarkan

Karya Lingkungan XIV Medan, Dari hasil temuan yang sudah dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan ibu dengan sikap dalam

Responden dalam penelitian ini adalah 35 pengumpulan data menggunakan kuesioner pengaruh variabel independen seperti: Skeptisisme Profesional, Independensi, Kompetensi

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui konsentrasi SRC maupun konjak terbaik yang bisa digunakan sebagai bahan tambahan pembuatan sosis ikan Tenggiri serta

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Interpersonal Intrapersonal Alam Spiritual Fisik Bahasa Musik Matematika Visual spasial KECERDASAN MAJEMUK….....