9 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gipsum
Gipsum merupakan mineral alami yang ditambang dari berbagai belahan dunia. Di alam gipsum merupakan massa yang padat dan biasanya berwarna abu-abu, putih susu kekuningan dan biasa ditemukan dalam bentuk senyawa. Mineral gipsum mempunyai nilai komersial yang penting sebagai plaster of paris. Nama plaster of
paris diberikan pada produk ini karena produk ini pertama kali diperoleh dari
pembakaran gipsum yang ditambang di dekat Paris, Perancis. Namun saat ini gipsum dapat ditambang di berbagai belahan dunia (Craig, 2002). Secara kimiawi, produk gipsum yang dihasilkan untuk tujuan kedokteran gigi adalah kalsium sulfat dihidrat murni dengan rumus kimia CaSO4 . 2H2O, yang dipanaskan pada suhu tertentu sehingga terbentuk kalsium sulfat hemihidrat (CaSO4 . ½ H2O)
Produk gipsum pada bidang kedokteran gigi dapat digunakan untuk membuat model dari rongga mulut serta struktur maksilofasial dan sebagai piranti penting untuk pekerjaan laboratorium kedokteran gigi pada pembuatan gigi tiruan. Gipsum telah digunakan sebagai bahan untuk pembuatan model gigi tiruan sejak tahun 1756. Alasan utama penggunaan gipsum pada bidang kedokteran gigi yaitu karena gipsum merupakan bahan yang mudah dimodifikasi secara kemis dan fisis untuk tujuan yang berbeda (Anusavice, 2013).
10 2.1.1 Proses Pembentukan Gipsum
Kalsinasi merupakan proses pemanasan gipsum untuk mendehidrasinya sehingga membentuk kalsium sulfat hemihidrat. Proses kalsinasi dapat melalui proses basah dan kering. Proses kalsinasi yang berbeda akan menghasilkan tipe gipsum yang berbeda dan menentukan kekuatan suatu bahan gipsum. Perbedaan dalam tipe-tipe gipsum berhubungan dengan jumlah air yang dihilangkan dimana akan menghasilkan tipe gipsum dan ukuran partikel bahan gipsum yang berbeda (Combe, 1986; Scheller dkk., 2010).
Mineral gipsum yang dipanaskan diketel terbuka pada suhu 1100-1200C akan menghasilkan plaster dimana produk hemihidrat yang dibentuk adalah β-kalsium sulfat hemihidrat, memiliki bentuk partikel yang tidak teratur dan porus. Proses kalsinasi ini menghasilkan gipsum tipe I dan tipe II (Hatrick dkk., 2011; Combe 1986). Apabila gipsum dipanaskan diautoklaf di bawah tekanan uap air pada suhu sekitar 1200-1300C akan membentuk hidrokal yaitu α kalsium sulfat hemihidrat dimana bentuk partikelnya lebih teratur dan lebih padat dari pada plaster, sehingga produk yang dihasilkan lebih kuat dan lebih keras dibanding β-kalsium sulfat hemihidrat. Proses kalsinasi ini menghasilkan gipsum tipe III. Gipsum tipe IV dan V memiliki kekuatan tinggi. Gipsum tipe IV dipanaskan dalam air dengan asam organik atau garam dalam autoklaf dengan suhu 1400 C. Gipsum tipe IV merupakan α kalsium sulfat hemihidrat yang sering disebut dengan kristakal. Gipsum tipe V yang sering disebut dengan densit dihasilkan dari memanaskan mineral gipsum dalam larutan kalsium klorida 30 % kemudian dicuci dengan air panas 1000C dan dihancurkan sampai tingkat kehalusan yang diinginkan. Gipsum tipe IV memiliki
11
kandungan garam yang lebih banyak dari pada gipsum tipe V untuk mengurangi ekspansi pengerasannya sehingga disebut High strength, low expansion dental stone (Combe, 1986; Powers dkk., 2008) (Tabel 1).
Tabel 2.1 Hidrasi Kalsium Sulfat (Combe,1986; Hatrick, 2011; Power, 2008)
Bahan tambang
Produk samping proses kimia Gipsum, kalsium sulfat dihidrat, CaSO4·2H2O
Dipanaskan di ketel terbuka, 120oC Dipanaskan di autoklaf di bawah tekanan uap, 120-130oC Dipanaskan dalam air dengan asam organik atau garam
didalam autoklaf, 140oC Dipanaskan di larutan kalsium klorida atau magnesium klorida yang mendidih Kalsium sulfat hemihidrat terkalsinasi (kadang disebut sebagai β-hemihidrat), (CaSO4)2.H2O Kalsium sulfat hemihidrat autoklaf (kadang disebut sebagai hidrokal atau α-hemihidrat), (CaSO4)2.H2O Kalsium sulfat hemihidrat autoklaf (kadang disebut sebagai kristakal/ α-hemihidrat), (CaSO4)2.H2O Kalsium sulfat hemihidrat (kadang disebut sebagai densit), (CaSO4)2.H2O Pemanasan < 200oC
Kalsium sulfat hexagonal (kadang disebut sebagai ‘soluble anhydrite’, CaSO4) Pemanasan > 200oC
12 2.1.2 Pengerasan Produk Gipsum
Reaksi pengerasan gipsum merupakan reaksi terbalik dari pembentukan gipsum. Produk dari reaksi tersebut adalah gipsum, dan panas yang terjadi dalam reaksi eksotermik setara dengan panas yang digunakan sebelumnya saat pembentukan (Annusavice, 2003; Powers, 2008).
CaSO4 . 1/2H2O + 1 1/2 H2O CaSO4 . 2H2O + Panas
Reaksi hemihidrat dapat terjadi ketika hemihidrat diaduk dengan air, akan terbentuk suspansi cair yang dapat dimanipulasi. Hemihidrat akan melarut sampai terbentuk larutan jenuh, ketika larutan hemihidrat amat jenuh dengan dihidrat, terjadilah pengendapan pada dihidrat. Pelarutan hemihidrat dan pengendapan dihidrat terjadi baik dalam bentuk kristal baru untuk pertumbuhan lebih lanjut. Reaksi akan terus berlanjut sampai tidak ada lagi dihidrat yang mengendap dan telah terbentuk suatu bentuk dari dihidrat yang sempurna. Perbandingan air dan bubuk hemihidrat akan mempengaruhi pertumbuhan kristal gipsum, bila perbandingan air dan bubuk yang digunakan lebih rendah maka kristal menjadi lebih lebar dan pertumbuhan kristal-kristal tersebut menjadi kuat dan padat. (Annusavice,2003; Craig, 2009; Power, 2008).
2.1.3 Klasifikasi Gipsum
Menurut spesifikasi ADA No. 25, produk gipsum dapat diklasifikasikan menjadi lima tipe yaitu (Hatrick dkk.,2011; McCabe dkk., 2008):
13 1. Impression Plaster (Tipe I)
Gipsum tipe I sering juga disebut soluble plaster, memiliki kalsium sulfat hemihidrat terkalsinasi sebagai bahan utamanya dan ditambahkan kalsium sulfat, borax dan bahan pewarna. Gipsum ini digunakan untuk mencetak daerah edentulus, tetapi setelah berkembangnya bahan cetak yang tidak terlalu kaku seperti hidrokoloid dan elastomer, tipe ini jarang digunakan untuk mencetak (Hatrick dkk., 2011; O’Brien, 2002).
2. Model Plaster (Tipe II)
Gipsum tipe II terdiri dari kalsium sulfat terkalsinasi/ β-hemihidrat sebagai bahan utamanya dan zat tambahan untuk mengontrol setting time. Metode pembentukan gipsum tipe II ini dilakukan dengan pemanasan dalam ketel terbuka pada suhu 110-1200C. Bentuk kristal gipsum tipe II menyerupai spoons dan tidak teratur. β-hemihidrat terdiri dari partikel kristal ortorombik yang lebih besar dan tidak beraturan dengan lubang-lubang kapiler sehingga reaksi pengerasan partikel β-hemihidrat menyerap lebih banyak air bila dibandingkan dengan α-hemihidrat. Gipsum tipe II digunakan terutama untuk pengisian kuvet dalam pembuatan gigi tiruan dimana ekspansi pengerasan tidak begitu penting dan kekuatan yang dibutuhkan cukup, sesuai batasan yang disebutkan dalam spesifikasi. Gipsum tipe II juga dapat digunakan untuk membuat model studi dan penanaman model di artikulator.
Gipsum tipe II ini mempunyai kekuatan kompresi lebih rendah dari gipsum tipe III yaitu 9 MPa. (Anusavice, 2003; Chandra dkk, 2000; Scheller dkk, 2010).
14 3. Dental Stone (Tipe III)
Gipsum tipe III dihasilkan dari gipsum yang dipanaskan pada suhu 120-1300C dibawah tekanan atmosfer sehingga mengalami dehidrasi dan kandungan airnya akan berkurang. Gipsum ini terdiri dari hidrokal/ α-hemihidrat dan zat tambahan untuk mengontrol setting time, serta zat pewarna untuk membedakannya dengan bahan dari plaster yang umumnya berwarna putih, namun perlu diketahui bahwa pemberian warna pada gipsum tidak menentukan kualitas gipsum. α-hemihidrat terdiri dari partikel yang lebih kecil dan teratur dalam bentuk batang atau prisma dan bersifat tidak porus sehingga membutuhkan air yang lebih sedikit ketika dicampur bila dibandingkan dengan β-hemihidrat. Gipsum tipe III memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan gipsum tipe II sehingga gipsum ini ideal digunakan untuk membuat model kerja yang memerlukan kekuatan dan ketahanan abrasif yang tinggi seperti pada model gigi tiruan dan model ortodonsi. Kekuatan kompresi gipsum tipe III adalah 20,7 MPa (3000 psi) sampai 34,5 MPa (5000 psi). Setting time gipsum tipe III berkisar antara 12 ± 4 menit dengan setting ekspansi antara 0,00 hingga 0,20% (Anusavice, 2003; Hatrick, 2011; Mc Cabe’dkk., 2008).
4. Dental Stone, High-Strength (Tipe IV)
Gipsum tipe IV merupakan kristal α-hemihidrat yang memiliki bentuk partikel kuboidal dengan daerah permukaan yang lebih kecil sehingga partikelnya paling padat dan halus bila dibandingkan dengan β-hemihidrat dan hidrokal. Pada pencampuran gipsum tipe IV ini penggunaan air lebih sedikit dibandingkan dengan gipsum tipe III sehingga kekerasan gipsum ini lebih besar dari gipsum tipe III. Gipsum tipe IV sering dikenal sebagai die stone sebab gipsum tipe IV ini sangat
15
cocok digunakan untuk membuat pola malam dari suatu restorasi, umumnya digunakan sebagai dai pada inlay, mahkota dan jembatan gigi tiruan. Diperlukan permukaan yang keras dan tahan abrasi karena preparasi kavitas diisi dengan malam dan diukir menggunakan instrumen tajam hingga selaras dengan tepi-tepi dai (Anusavice, 2003; Hatrick dkk., 2011).
5. Dental Stone, High Strength, High Expansion (Tipe V)
Gipsum tipe V merupakan gipsum yang memiliki ekspansi yang lebih besar yaitu sekitar 0,1%-0,3% yang digunakan sebagai dai untuk mengimbangi pengerutan
casting logam pada saat pendinginan setelah pemanasan pada suhu tinggi (Anusavice,
2003; Noort, 2007). Proses pembuatan gipsum tipe IV dan V adalah sama, yang membedakannya adalah pada gipsum tipe IV dilakukan penambahan garam tambahan untuk mengurangi setting ekspansinya. Setting ekspansi gipsum sekitar 0,1% - 0,3% untuk mengkompensasi pengerutan casting yang lebih besar pada pemadatan logam campur. Partikel gipsum tipe V sangat halus dan memiliki rasio air bubuk yang lebih rendah sehingga dihasilkan kekuatan kompresi gipsum yang lebih tinggi (Chandra dkk., 2000).
2.1.4 Karakteristik Gipsum
Karakteristik gipsum meliputi: a. Setting time
Setting time adalah waktu yang diperlukan gipsum untuk menjadi keras dan
dihitung sejak gipsum berkontak dengan air. Setting time dibagi dalam dua tahap sebagai berikut (Hatrick dkk., 2011; Annusavice, 2003; Manapalil, 1998).
16 1. Initial setting time
Setelah pengadukan selama 1 menit, waktu kerja mulai dihitung. Pada masa ini, adonan gipsum dituang ke dalam cetakan dengan bantuan vibrator mekanis. Ketika viskositas dari adonan meningkat, daya alir akan berkurang dan gipsum akan kehilangan tampilan mengkilatnya (loss of gloss). Loss of gloss tersebut menandakan bahwa gipsum sudah mencapai setting awalnya. Pada saat setting awal dicapai, bahan gipsum tidak boleh dikeluarkan dari cetakan. Selain itu, pada reaksi pengerasan ini terdapat reaksi eksoterm.
2. Final setting time
Ketika gipsum dapat dikeluarkan dari cetakan menandakan bahwa gipsum tersebut telah mencapai final set. Akan tetapi pada masa ini, gipsum tersebut memiliki kekerasan dan ketahanan terhadap abrasi yang minimal. Pada reaksi pengerasan akhir ini, reaksi kemis yang terjadi telah selesai dan model akan menjadi dingin ketika disentuh.
b. Rasio air dan bubuk
Rasio air-bubuk harus diperhatikan ketika melakukan pencampuran gipsum sebab diperlukan daya alir yang cukup untuk menghasilkan detail permukaan yang akurat. Rasio air bubuk tiap jenis gipsum berbeda-beda tergantung pada ukuran dan bentuk dari kristal kalsium sulfat hemihidratnya. Gipsum tipe II membutuhkan lebih banyak air pada pengadukan dikarenakan bentuk partikel gipsum tipe II tidak beraturan dan lebih poreus. Gipsum tipe III membutuhkan lebih sedikit air daripada gipsum tipe II namun gipsum tipe III membutuhkan lebih banyak air dari pada gipsum tipe IV. Jika air yang ditambahkan terlalu banyak, adonan menjadi lebih tipis
17
dan lebih mudah dituang ke dalam mold tetapi setting time akan lebih panjang dan gipsum cenderung lebih lemah.
c. Kekuatan kompresi
Kekuatan gipsum merupakan kemampuan bahan untuk menahan fraktur. Kekuatan kompresi gipsum merupakan faktor penting dalam menentukan kekerasan dan daya tahan abrasi gipsum. Kekuatan kompresi dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan, rasio air dan bubuk yang digunakan, retarder dan akselerator, suhu dan kelembaban udara. Semakin sedikit air yang digunakan maka semakin besar kekuatan kompresi yang dihasilkan. Kekuatan kompresi gipsum tipe III berkisar antara 20,7 – 34,5 MPa (Powers dkk., 2009; Anusavice, 2003).
d. Setting ekspansi
Setting ekspansi terjadi pada semua jenis gipsum. Plaster memiliki setting
ekspansi yang paling besar yaitu 0,30% sedangkan high-strength stone memiliki
setting ekspansi yang paling rendah yakni 0,10%. Setting ekspansi merupakan hasil
dari pertumbuhan kristal-kristal gipsum ketika mereka bergabung. Setting ekspansi harus dikontrol agar tetap minimum terutama ketika gipsum tersebut akan digunakan untuk membuat pola malam sebuah restorasi. Apabila setting ekspansi yang terjadi berlebihan maka akan menghasilkan sebuah restorasi yang oversized. Settting ekspansi hanya terjadi ketika gipsum dalam proses pengerasan (Hatrick dkk., 2011).
Setting ekspansi berbanding terbalik dengan rasio air dan bubuk, peningkatan setting
ekspansi saat rasio air dan bubuk rendah dikaitkan dengan peningkatan tubrukan antar kristal diantara sejumlah besar kristal yang terbentuk. Dengan kata lain semakin besar jumlah air yang digunakan, semakin sedikit inti persatuan volume, sehingga ekspansi
18
akan berkurang. Ekspansi gipsum ini dapat dijelaskan dengan teori kristalografi yaitu dasar teori yang menjelaskan tentang perkembangan, pertumbuhan, bentuk dan struktur dari kristal. Berdasarkan teori ini dapat disimpulkan bahwa gipsum akan mulai terdorong keluar saat kristal gipsum mulai terbentuk (Duke dkk., cit Michalakis dkk., 2012).
e. Perubahan dimensi
Perubahan dimensi dipengaruhi oleh setting ekspansi dari gipsum. Setting ekspansi yang terjadi pada proses pengerasan gipsum disebabkan oleh adanya dorongan ke luar oleh pertumbuhan kristal dihidrat. Semakin tinggi atau besar ekspansi pengerasan maka keakuratan dimensi semakin rendah. Normal toleransi
setting ekspansi untuk gipsum tipe III adalah 0,08% sampai dengan 0,1%
dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan, rasio air dan bubuk yang digunakan, retarder dan akselerator, suhu dan kelembaban udara (Anusavice, 2003; Powers dkk., 2008).
Tabel 2.2 Karakteristik Gipsum (Annusavice, 2003; Chandra, 2000).
Kekuatan Kompresi Tipe Gipsum Rasio Air Bubuk (ml/gr) Setting Time (menit) Setting Ekspansi (%) Kg/cm2 Psi I. Impression Plaster 0,40-0,75 4 ± 1 0,00-0,15 40 ± 20 580±290
II. Model Plaster 0,45-0,50 12 ± 4 0,00-0,30 min. 90 1300
III. Dental Stone 0,28-0,30 12 ± 4 0,00-0,20 min. 210 3000
IV. Die Stone: High
Strength 0,22-0,30 12 ± 4 0,00-0,10 min. 350 5000 V. Die Stone: High
Strength, High Expansion
19 2.2 Kekuatan Kompresi
Kekuatan kompresi ialah kekuatan yang diukur dengan cara memecahkan spesimen dengan alat uji tekan. Kekuatan kompresi dikalkulasikan dari kegagalan spesimen menahan beban dibagi dengan cross-sectional area beban dan hasilnya dinyatakan dalam megapascals (MPa). Menurut spesifikasi ADA, spesimen mencapai kekuatan kompresi minimum satu jam setelah mengeras. Pengerasan maksimum dicapai pada satu hari (24 jam) setelah pengadukan (Annusavice 2003; Powers, 2008; Craig, 2000). Hasan dkk., (2005) menyatakan bahwa proses pengeringan untuk mencapai kekuatan kering yaitu selama tujuh hari, namun tidak ada perbedaan kekuatan kompresi setelah pengeringan selama 24 jam dan 7 hari. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan kompresi antara lain (Annusavice, 2003, Hatrick dkk., 2011; Vyas dkk.,2008).
a. Waktu dan kecepatan pengadukan
Kecepatan dan waktu pengadukan mempengaruhi kekuatan kompresi gipsum. Peningkatan waktu pengadukan akan meningkatkan kekuatan kompresi gipsum. Namun, bila pengadukan lebih dari 1 menit akan mengakibatkan kristal-kristal gipsum yang telah terbentuk menjadi pecah dan jalinan kristal yang terbentuk pada hasil akhir akan lebih sedikit. Apabila pengadukan dilakukan menggunakan spatula, maka sebaiknya dilanjutkan dengan penggunaan vibrator untuk mencegah terjebaknya udara selama pengadukan yang dapat mengakibatkan porus sehingga kekuatan kompresi menurun dan model yang dihasilkan menjadi tidak akurat. Pengadukan harus dilakukan dengan cepat dan secara periodik spatula menyapu seluruh gipsum di dalam mangkuk pengaduk untuk menjamin pembasahan seluruh
20
bubuk serta mencegah endapan atau gumpalan. Pengadukan harus terus berlangsung sampai diperoleh adonan yang halus. Kebiasaan menambahkan air dan bubuk berulang-ulang untuk mencapai konsistensi yang tepat harus dihindari karena hal ini dapat mengakibatkan ketidakseragaman pengerasan massa adukan sehingga menghasilkan kekuatan yang rendah dan distorsi. Metode yang dianjurkan ialah menambahkan air yang telah diukur kemudian masukkan bubuk yang telah ditimbang secara perlahan dan aduk dengan spatula selama kurang lebih 15 detik, diikuti pengadukan dengan vacuum mixer selama 20-30 detik.
b. Rasio air dan bubuk
Kekuatan kompresi dipengaruhi oleh perbandingan air dan bubuk yang digunakan. Penambahan air yang digunakan akan menghasilkan adukan yang halus dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengeras serta mengurangi kekuatan gipsum. Sedangkan, pengurangan jumlah air yang digunakan akan menyulitkan manipulasi gipsum sehingga sangat dianjurkan untuk mengikuti rasio air dan bubuk yang sesuai dengan petunjuk pabrik. Faktor yang paling mempengaruhi rasio air dan bubuk adalah ukuran partikel dan porositas gipsum. Semakin porus partikel kristal gipsum, semakin banyak air yang dibutuhkan untuk mengubah partikel hemihidrat ke dihidrat. Porositas menyebabkan kohesi antara air dengan gipsum menjadi rendah, akibatnya kekutan kompresi rendah (Zeki dan Aljubouri, 2009). Partikel gipsum yang lebih besar, tidak beraturan dan porus seperti plaster membutuhkan air yang lebih banyak ketika dicampur dan dihidrat yang dihasilkan akan memiliki rongga udara yang lebih banyak sehingga kekuatan produk plaster lebih lemah dibandingkan
21
dengan produk stone. ADA merekomendasikan ukuran gipsum yaitu 0,045 mm sampai 0,250 mm.
c. Penambahan akselerator dan retarder
Retarder merupakan suatu bahan kimia yang ditambahkan pada gipsum untuk menambah setting time. Beberapa contoh retarder ialah boraks, asetat, potasium sitrat, NaCl >2%, Na2SO4 >3,4%, sodium sitrat, dll. Akselerator merupakan suatu bahan kimia yang ditambahkan pada gipsum untuk mengurangi setting time. Beberapa contoh akselerator ialah K2SO4, NaCl 2%, Na2SO4 3,4%, tera alba 1% dan lain-lain. Penambahan bahan retarder dan akselerator dapat mengurangi kekuatan basah maupun kekuatan kering gipsum sehingga kekuatan kompresi menurun. Hal ini disebabkan oleh penambahan bahan kimia tersebut mempengaruhi kemurnian dan mengurangi kohesi antar-kristal.
d. Suhu dan kelembaban udara
Penyimpanan model pada temperatur antara 90oC – 100oC akan mengakibatkan pengerutan yang disebabkan oleh kristalisasi air yang keluar dan mengubah dihidrat menjadi hemihidrat kembali sehingga kekuatan kompresi gipsum akan berkurang. Yosi KE, Arianto, Hartono S (1998) dalam penelitian mereka menyatakan bahwa suhu dan kelembaban ruang yang lebih tinggi menurunkan kekuatan kompresi gipsum tipe III secara signifikan pada gipsum tipe III.
2.3 Perubahan Dimensi
Perubahan dimensi biasanya dinyatakan sebagai persentase dari panjang semula atau volume. Perubahan dimensi dipengaruhi oleh setting ekspansi dan
22
ekspansi higroskopis. Ekspansi massa gipsum dapat dideteksi selama perubahan dari partikel hemihidrat menjadi partikel dihidrat. Setting ekspansi dapat dijelaskan berdasarkan mekanisme kristalisasi. Proses kristalisasi digambarkan sebagai suatu pertumbuhan kristal–kristal dihidrat dari nukleus yang saling berikatan satu dengan yang lainnya. Bila proses ini terjadi pada ribuan kristal–kristal selama pertumbuhan, suatu tekanan atau dorongan keluar dapat terjadi dan menghasilkan ekspansi massa keseluruhan sehingga gipsum mengalami perubahan dimensi. Tumbukan atau gerakan dari kristal–kristal ini menyebabkan terbentuknya mikroporus. Volume eksternal hasil reaksi gipsum yang lebih besar daripada volume kristalin menyebabkan terbentuknya porus. Oleh karena itu, struktur gipsum yang telah mengeras terdiri dari kristal–kristal yang saling terkait, di antaranya adalah mikroporus dan porus yang mengandung air berlebih. Air tersebut diperlukan ketika pengadukan. Namun, ketika mengering, kelebihan air tersebut menghilang dan ruangan kosong meningkat (Annusavice 2003). Agar dapat menghasilkan model atau dai yang akurat, setting ekspansi dari dental gipsum harus tetap dikendalikan. Beberapa faktor yang mempengaruhi setting ekspansi pada dental gipsum adalah: (Annusavice, 2003;Alberto dkk., 2011; Manapallil, 1998; Michalakis dk.k, 2009):
a. Rasio Air Bubuk
Semakin tinggi rasio air bubuk maka akan semakin sedikit nukleus kristalisasi per unit volume sehingga ruangan antar nukleus lebih besar pada keadaan tersebut. Akibatnya, pertumbuhan internal kristal–kristal dihidrat akan semakin sedikit, demikian juga dengan dorongan keluar dari kristal–kristal tersebut. Hal itulah yang menyebabkan semakin tinggi rasio air bubuk, maka semakin rendah nilai setting
23
ekspansinya. Sebaliknya, penurunan rasio air bubuk meningkatkan setting ekspansi dengan cara meningkatkan jumlah nukleus kristalisasi dari partikel dihidrat. Selain menyebabkan setting ekspansi yang tinggi, penurunan rasio air bubuk juga menyebabkan lebih banyak panas yang dilepaskan.
b. Waktu dan kecepatan pengadukan
Sebagian kristal gipsum terbentuk langsung ketika gipsum berkontak dengan air. Begitu pengadukan dimulai, pembentukan kristal ini meningkat. Pada saat yang sama, kristal-kristal tersebut diputuskan oleh spatula dan didistribusikan merata dalam adukan dengan hasil pembentukan lebih banyak nukleus kristalisasi. Dalam jangka limitnya, semakin lama waktu pengadukan, maka akan meningkatkan jumlah nukleus kristalisasi dari partikel dihidrat. Akibatnya, jalinan ikatan kristalin yang terbentuk akan semakin banyak, pertumbuhan internal dan dorongan keluar dari kristal-kristal dihidrat meningkat. Hal inilah yang menyebabkan setting ekspansi gipsum meningkat sejalan dengan semakin lamanya waktu pengadukan untuk batasan waktu tertentu.
c. Penambahan Akselerator atau Retarder
Penambahan bahan kimia dalam bentuk akselerator atau retarder, yang biasanya ditambahkan oleh pabrik untuk mengatur setting time, juga mempunyai efek untuk menurunkan nilai setting ekspansi dengan cara mengubah bentuk kristal dihidrat yang terbentuk. Oleh karena itu, akselerator atau retarder disebut juga sebagai antiexpantion agent. Bahan kimia yang biasanya digunakan sebagai akselerator adalah potassium sulfat, sedangkan yang digunakan sebagai retarder adalah boraks.
24 d. Suhu dan kelembaban udara
Menurut Michalakis (2009) kelembaban udara dan lama penyimpanan sangat mempengaruhi terjadinya ekspansi pada gipsum. Hal ini dikarenakan adanya pertumbuhan kristal yang berlangsung terus menerus selama material gipsum yang telah mengeras dibiarkan diudara. Pertumbuhan kristal ini diakibatkan oleh masuknya uap air ke dalam mikroporeus yang mengakibatkan menurunnya tegangan permukaan sehingga kristal dapat tumbuh bebas. Pada saat seluruh hemihidrat telah berubah menjadi dihidrat maka air yang terdapat pada gipsum akan menguap dan jumlah air akan berkurang sehingga akan terjadi pengerutan pada gipsum.
2.4 Struktur Mikroskopis Gipsum
Struktur mikroskopis gipsum adalah susunan yang terkecil dari gipsum yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) (Bardella dkk., 2006). SEM adalah suatu tipe mikroskop elektron yang menggambarkan permukaan sampel melalui proses pindai dengan menggunakan pancaran energi yang tinggi dari elektron dalam suatu pola raster. Elektron akan berinteraksi dengan atom-atom yang akan membuat sampel menghasilkan sinyal dan memberikan informasi mengenai permukaan topografi sampel, komposisi dan sifat-sifat lainnya seperti konduktifitas listrik (Hani dkk., 2008). SEM dapat memberikan gambaran bentuk , ukuran dan jarak dari gipsum.
Gipsum tipe II merupakan agresi fibros yang memiliki struktur mikroskopis dengan kristal yang halus dengan pori kapiler, bentuk kristal tidak teratur dan berporus jarak antar kristal lebih renggang (Gambar 2.1).
25
Gambar 2.1. Partikel bubuk plaster of paris
(β hemihidrat) Pembesaran 400 kali
Gipsum tipe III memiliki struktur mikroskopis dengan bentuk kristal berupa prisma yang beraturan dan jarak antara kristal lebih rapat (Gambar 2.1). Jarak antara kristal gipsum yang rapat akan meningkatkan kekuatan kompresi.
Gambar 2.2 Partikel bubuk gipsum tipe III ( α hemihidrat ) Pembesaran 400 kal 2.5 Manipulasi Gipsum
Manipulasi yang tepat dari bahan gipsum dapat mempengaruhi kinerja dari gipsum. Manipulasi dapat dibagi menjadi beberapa fase yaitu pengukuran bubuk dan air, pengadukan, penuangan, dan desinfeksi (Power, 2006).
26
Setiap bahan gipsum memiliki rasio air bubuk yang dianjurkan. Rasio air bubuk mempengaruhi konsistensi campuran, kekuatan material, setting time dan
setting expansi. Oleh karena itu, proporsi air dan bubuk yang benar sangat penting.
Jumlah air dapat diukur dengan menggunakan silinder pengukur volume sedangkan bubuk diukur dengan satuan massa dan bukan berdasarkan volume.
Tindakan mencampur bubuk dan air bersama-sama disebut pengadukan. Pengadukan bahan gipsum dapat dilakukan dengan tangan atau mekanis. Bahan plaster biasanya diaduk dengan tangan dalam mangkuk karet fleksibel. Bahan stone dapat diaduk secara mekanis atau dengan tangan, namun bahan dental stone
high-strength hampir selalu dengan metode pengadukan mekanis. Saat gipsum diaduk
dengan tangan, bubuk dan air diaduk menggunakan spatula dengan kecepatan sekitar 2 putaran per detik selama sekitar 1 menit. Jika gipsum dicampur dengan mixer, operator harus mengaduk bubuk dan air dengan tangan selama beberapa detik untuk memastikan bahwa pengadukan mekanik akan bekerja secara efektif. Terlepas dari metode yang digunakan untuk mencampur bahan, vibrator hampir selalu digunakan untuk membantu menghilangkan gelembung yang terbentuk selama pencampuran. Biasanya, campuran tersebut digetarkan selama 10 sampai 15 detik untuk memaksa gelembung ke atas campuran. Getaran juga digunakan untuk memudahkan memindahkan gipsum ke bahan cetak atau wadah lainnya.
Ada beberapa metode umum untuk menuangkan model atau cor. Metode pertama, lembaran lilin lunak yang disebut boxing wax dilekatkan di pinggir cetakan kira-kira 1 cm di luar sisi jaringan hasil cetakan untuk memberikan dasar pada model. Metode kedua dimulai dengan menuangkan gipsum pada gigi dan permukaan
27
jaringan lunak hasil cetakan. Cetakan yang telah diisi kemudian dibuatkan basis modelnya dengan cara menempatkan cetakan pada tumpukan campuran gipsum yang diletakkan di atas permukaan nonabsorbent seperti kaca. Metode ketiga untuk menuangkan model ini mirip dengan metode kedua tetapi menggunakan wadah yang disebut rubber base untuk membentuk dasar cetakan.
Model dan dai dapat didesinfeksi dengan semprotan iodophor sesuai instruksi pabrik atau dengan cara merendamnya dalam larutan natrium hipoklorit 5% dengan pengenceran 1:10 selama 30 menit. Model yang telah didesinfeksi harus diperiksa dengan cermat untuk melihat kerusakan permukaan, karena tidak semua desinfektan kompatibel dengan produk gipsum.
Tabel 2.3 Efek beberapa variabel pada proses manipulasi terhadap karakteristik gipsum (Annusavice 1997; Power, 2006)
Karakteristik Gipsum
Variabel Setting Time Kekentalan Setting
Ekspansi
Kekuatan Kompresi
Memperbesar rasio
air/bubuk
Meningkat Meningkat Menurun Menurun
Meningkatkan
kecepatan pengadukan
Menurun Menurun Meningkat Tidak ada
efek Meningkatkan
temperatur air yang akan dicampur dari 230 hingga 300C
Menurun Menurun Meningkat Tidak ada
28 2.6 Model Untuk Pembuatan Gigi Tiruan
Model untuk pembuatan gigi tiruan merupakan replika yang mencakup jaringan keras dan lunak dari permukaan rongga mulut. Model ini digunakan sebagai media untuk menentukan diagnosis, menjelaskan rencana perawatan dan proses perawatan kepada pasien, serta media pembuatan gigi tiruan (Hatrick dkk., 2011).
2.6.1 Model Studi
Model studi merupakan salah satu jenis dari model gigi tiruan. Model studi disebut juga dengan model diagnostik digunakan oleh dokter gigi untuk mengamati dan mempelajari keadaan rongga mulut pasien. Umumnya model studi terbuat dari
dental plaster atau gipsum tipe II (Hatrick dkk., 2011; Powers, 2008) Kegunaan studi
model adalah sebagai berikut (Noort, 2007)
a. Memperlihatkan gambaran tiga dimensi dari keadaan jaringan keras dan lunak rongga mulut.
b. Sebagai media pembelajaran tentang relasi oklusal dari lengkung rahang. c. Sebagai media pembelajaran tentang ukuran gigi, letak dan bentuk serta hubungan rahang.
d. Sebagai media perbandingan antara keadaan sebelum dan sesudah dilakukan perawatan.
e. Sebagai media komunikasi kepada pasien.
f. Sebagai media rekaman legal mengenai lengkung rahang pasien untuk keperluan asuransi, gugatan hukum dan forensik.
29 2.6.2 Model Kerja
Model kerja merupakan replika dari struktur rongga mulut yang digunakan sebagai media pembuatan gigi tiruan. Model kerja umumnya terbuat dari dental stone atau gipsum tipe III yang memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan tekanan selama prosedur laboratoris (Hatrick dkk., 2011). Sifat-sifat ideal model kerja adalah sebagai berikut (Sorratur, 2002)
a. Model harus kuat dan keras.
b. Stabilitas dimensi harus dipertahankan selama dan setelah proses pengerasan.
c. Tidak melengkung atau mengalami distorsi.
d. Tidak pecah atau rusak selama proses laboratoris atau proses pengukiran malam.
e. Cocok dengan semua jenis bahan cetak. f. Resisten terhadap abrasi dan fraktur.
2.7 Gipsum Daur Ulang
Daur ulang merupakan suatu proses pengelolaan limbah sehingga dapat digunakan kembali untuk fungsi yang sama maupun fungsi yang lain. Penumpukan limbah yang tidak diolah akan menyebabkan berbagai polusi baik polusi udara, air, tanah dan juga polusi lain yang akan menjadi sarang penyakit.Sama halnya dengan limbah gipsum yang sangat banyak ini sesuai ketentuan akan dibuang di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Hal tersebut akan menyebabkan masalah pencemaran lingkungan sebab limbah tersebut tidak dapat dengan mudah diuraikan. Abidoye LK
30
dan RA Bello (2010) menyatakan bahwa kalsium sulfat dihidrat bisa menyebabkan ancaman polusi yang besar bila terus menerus meningkat jumlahnya. Limbah gipsum ini tidak mudah terurai sehingga dapat mencemari lingkungan. Limbah gipsum dapat menghasilkan gas H2S dan SO2 yang berbahaya terhadap lingkungan, selain itu limbah gipsum yang dibuang begitu saja lama kelamaan dapat menyebabkan air disekitar pembuangan limbah bersifat alkali karena kandungan Ca dalam gipsum. Air yang tercemar limbah ini bila dikonsumsi terus menerus oleh tubuh dapat menyebabkan alkalosis metabolik dan penumpukan kalsium pada ginjal (Sumansutra, 2014).
2.7.1 Mekanisme
Mekanisme atau pengelolaan yaitu proses mengolah limbah menjadi bahan yang siap pakai. Pada penelitian Ibrahim RM dkk (1995) serta Abidoye LK dan Bello RA (2010), proses pengelolaan dilakukan dengan cara memanaskan limbah gipsum. Berdasarkan penelitian tersebut, dinyatakan bahwa gipsum tersebut dapat didaur ulang dan menunjukkan keadaan mikrostruktural jarum kristal yang mirip dengan gipsum komersial, tetapi terdapat molekul air yang terperangkap pada kisi kristal sehingga dapat mengakibatkan menurunnya kekuatan kompresi dari gipsum (Ibrahim dkk., 1995; Abidoye dkk., 2010).
Gipsum umumnya didapatkan dari batuan mineral gipsum alam. Gipsum adalah bentuk dihidrat dari kalsium sulfat (CaSO4·2H2O), ketika dipanaskan pada suhu <200oC, akan kehilangan 1,5 g mol dari 2 g mol H2O dan dikonversikan
31
menjadi kalsium sulfat hemihidrat (CaSO4·½ H2O) atau kadang ditulis (CaSO4)2·H2O (Powers dkk., 2009).
2CaSO4.2H2O + pemanasan (CaSO4)2.H2O + 3H2O Kalsium sulfat dihidrat Kalsium sulfat hemihirat Air
Ketika kalsium sulfat hemihidrat dicampur dengan air, reaksi sebaliknya akan terjadi sehingga kalsium sulfat hemihidrat dikonversikan kembali ke kalsium sulfat dihidrat. Oleh sebab itu, dehidrasi sebagian dari mineral gipsum dan rehidrasi kalsium sulfat hemihidrat bersifat reversibel. Reaksi pengerasan gipsum yang umumnya terjadi sebagai berikut (Powers dkk., 2009).
CaSO4·½ H2O + 1½H2O CaSO4·2H2O + 3900 kal/g mol Kalsium sulfat hemihidrat Air Kalsium sulfat dihidrat Reaksi pengerasan yang terjadi bersifat eksotermis. Jika 1 g mol kalsium sulfat hemihidrat direaksikan dengan 1,5 g mol air maka 1 g mol kalsium sulfat dihidrat akan terbentuk dan 3900 kalori dalam bentuk panas akan dilepaskan (Powers dkk., 2009).
2.7.2 Syarat
Beberapa persyaratan dalam proses daur ulang:
1. Limbah gipsum yang didaur ulang berasal dari tipe gipsum yang sama Tipe limbah gipsum perlu diperhatikan sebab proses pembentukan setiap tipe gipsum berbeda. Selain itu, manipulasi gipsum yang dijadikan limbah juga berbeda, seperti rasio air bubuk untuk setiap tipe gipsum berbeda, sehingga limbah gipsum
32
yang didaur ulang sebaiknya berasal dari tipe gipsum yang sama sebab dapat mempengaruhi kekuatan kompresi gipsum daur ulang (Combe, 1986).
2. Pemurnian limbah
Limbah yang akan di daur ulang harus sejenis, sehingga perlu dilakukan proses pemisahan dan pengelompokan. Tahapan berikutnya adalah pemurnian yaitu untuk mendapatkan bahan/elemen semurni mungkin, baik melalui proses fisik, kimia, biologi, atau termal (Abidoye, 2010).
2.7.3 Faktor yang Mempengaruhi
Beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan kompresi gipsum daur ulang: 1. Proses daur ulang yang dilakukan harus sesuai dengan proses pembentukan gipsum
Perbedaan proses pemanasan akan menghasilkan hemihidrat yang berbeda. Gipsum dapat didaur ulang dengan memanaskan kembali gipsum sesuai dengan proses pembentukannya. Limbah gipsum tipe III dapat menjadi gipsum tipe III daur ulang dengan memanaskannya kembali dalam autoklaf dengan suhu 120-1300C.
2. Suhu dan lama penyimpanan limbah
Lama penyimpanan dan keadaan lingkungan penyimpanan (suhu dan kelembaban) dapat mempengaruhi jumlah kandungan air dalam limbah gipsum Penyimpanan limbah pada temperatur di atas temperatur ruangan akan mengakibatkan pengerutan yang disebabkan oleh kristalisasi air keluar dan mengubah dihidrat menjadi hemihidrat kembali Selain itu, limbah gipsum yang disimpan lebih lama akan memiliki kandungan air yang semakin kecil. Kandungan air yang semakin
33
tinggi akan menurunkan kekuatan kompresi gipsum (Abidoye dkk., 2010;
1 2.8 Landasan Teori Kekuatan Kompresi w/p Ratio Setting Time Perubahan Dimensi
Sisa molekul air terperangkap dalam
kisi kristal
Penambahan gipsum komersial (CaSO4 . 1 /2H2O) Kekuatan Kompresi Mineral Gipsum (CaSO4 . 2H2O) Kalsinasi Kering Basah
Gipsum komersial (CaSO4 . 1
/2H2O) Gipsum komersial (CaSO4
. 1
/2H2O)
Tipe I
Klasifikasi ADA no. 25
Tipe II Tipe III Tipe IV Tipe V
Fungsi Model kerja (CaSO4 . 2H2O) Limbah Gipsum Daur ulang Mekanisme Syarat Faktor yang mempengaruhi Kelemahan Pertumbuhan kristal renggang Kekuatan kompresi << Mengatasi kelemahan
Pertumbuhan kristal padat
Kekuatan kompresi >>
Gipsum daur ulang (CaSO4 . 1 /2H2O) Struktur mikroskopis Karakteristik Karakteristik Dipengaruhi oleh: Waktu dan kecepatan pengadukan Aselerator dan Retarder w/p Ratio Suhu dan tekananan atmosfer Struktur mikroskopis Pencemaran lingkungan gas H2S dan SO2 berbahaya bagi lingkungan Kandungan Ca air disekitar limbah bersifat alkali alkalosis metabolik w/p Ratio Setting Time Setting Ekspansi Perubahan Dimensi Setting Ekspansi
2
Ekspansi Ekspansi Gipsum
2.9 Kerangka Konsep
Perubahan Dimensi < Perubahan Dimensi >
Penambahan Gipsum Komersial Merangsang
Pertumbuhan Kristal
Bentuk Kristal Sedikit Lebih Beraturan Bereaksi Dengan Molekul Air Kekuatan Kompresi Meningkat Struktur Mikroskopis Pertumbuhan Kristal Menjadi Padat Jarak Antara Kristal Lebih Dekat Kristal Dihidrat Tumbuh Lebih
Bebas Jarak Antara Kristal Besar reversibel dehi drasi hidr asi dehi drasi dehi drasi daur ulang Struktur Mikroskopis
Sisa Molekul Air Terperangkap Dalam Kisi Kristal
Bereaksi Dengan Molekul Air
Bentuk Kristal Tidak Beraturan dan Sedikit Renggang Lebih Banyak Ruang Pertumbuhan
Kristal Dihidrat Mulai Tumbuh dan Jarak Antar Kristal
Menjadi Padat
Bereaksi Dengan Molekul Air
Kekuatan Kompresi Menurun
Kekuatan Kompresi Bentuk Kristal Teratur, Padat
dan Tidak Porus
Struktur Mikroskopis MINERAL GIPSUM (CaSO4 . 2H2O)
GIPSUM TIPE III KOMERSIAL (CaSO4
. 1
/2H2O)
GIPSUM TIPE III DAUR ULANG MURNI+10%, 20%, 30% GIPSUM TIPE
III KOMERSIAL GIPSUM TIPE III DAUR
ULANG MURNI (CaSO4 . 1 /2H2O) MODEL KERJA (CaSO4 . 2H2O)
Jarak Antara Kristal Besar Dorongan Antara Kristal
Mengecil
Jarak Antara Kristal Lebih Dekat Kristal Saling Mendorong
36 2.10 Hipotesis Penelitian
1. Ada perbedaan struktur mikroskopis gipsum tipe III komersial dengan gipsum tipe III daur ulang murni dan gipsum tipe III daur ulang dengan penambahan 10%, 20%, 30% gipsum tipe III komersial
2. Ada perbedaan kekuatan kompresi gipsum tipe III komersial dengan gipsum tipe III daur ulang murni dan gipsum tipe III daur ulang dengan penambahan 10%, 20%, 30% gipsum tipe III komersial
3. Ada perbedaan perubahan dimensi gipsum tipe III komersial dengan gipsum tipe III daur ulang murni dan gipsum tipe III daur ulang dengan penambahan 10%, 20%, 30% gipsum tipe III komersial
4. Ada korelasi antara kekuatan kompresi dan perubahan dimensi gipsum tipe III komersial dengan gipsum tipe III daur ulang murni dan gipsum tipe III daur ulang dengan penambahan 10%, 20%, 30% gipsum tipe III komersial