• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN NILAI KOEFISEIN KONDUKTIVITAS TERMAL DAN KALOR JENIS BATU BATA MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN LOGGER PRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN NILAI KOEFISEIN KONDUKTIVITAS TERMAL DAN KALOR JENIS BATU BATA MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN LOGGER PRO"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN NILAI KOEFISEIN KONDUKTIVITAS

TERMAL DAN KALOR JENIS BATU BATA

MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN LOGGER PRO

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Pendidikan Fisika

Oleh:

Elisabeth Meriqwin Baran

NIM: 151424005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(2)
(3)
(4)
(5)

v

LEMBAR PERSEMBAHAN

Hasil karya dan perjuanganku ini, kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus

Orang tua tercinta:

Fidelis Onek Baran

Kristina Kewa Beniehaq

Kakak dan adik tercinta:

Andreas Boli Baran

Maria Helena Bunga Baran

Antonius Yohanes Tido Baran

Timotius Anugerah Paskalis Baran

Keluarga Besar Baran dan Beniehaq

Peterpanku:

EXO

(6)
(7)

vii ABSTRAK

PENENTUAN NILAI KOEFISIEN KONDUKTIVITAS TERMAL DAN KALOR JENIS BATU BATA MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN

LOGGER PRO

Elisabeth Meriqwin Baran

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

2021

Telah dilakukan penelitian mengenai penentuan nilai koefisien konduktivitas termal (k) dan kalor jenis (c) pada batu bata menggunakan sensor suhu dan software Logger Pro. Jenis batu bata yang digunakan adalah batu bata merah jenis oven dengan ukuran 5 x 10 x 5,2 cm3. Rangkaian dalam eksperimen ini disusun secara seri dengan menggunakan catu daya sebagai sumber tegangan. Elemen pemanas dililitkan pada salah satu sisi batu bata dan masing-masing sisi batu bata akan dipasangi sensor suhu Stainless Steel Temperature Probe. Perbedaan suhu pada batu bata dimonitor menggunakan sensor suhu yang terhubung dengan aplikasi Logger Pro pada laptop. Dari hasil perekaman akan didapatkan grafik hubungan perbedaan suhu terhadap daya listrik. Nilai gradien dari grafik ini akan digunakan untuk menentukan nilai k dari batu bata. Nilai koefisien konduktivitas termal untuk batu bata merah oven adalah (0,36 ± 0,12) 10-1 W/m . Selain untuk menentukan nilai k batu bata merah, nilai daya listrik dan perbedaan suhu juga dapat digunakan untuk menentukan nilai kalor jenis batu bata. Nilai kalor jenis dapat ditentukan menggunakan analisis gradien grafik hubungan perbedaan suhu terhadap kalor sehingga diperoleh nilai kalor jenis batu bata merah oven adalah (438,1 ± 0,1) J/kg .

Kata kunci: konduksi, koefisien kondutivitas termal, kalor, software Logger

(8)

viii

ABSTRACT

THE DETERMINATION OF COEFICIENT VALUE OF THERMAL CONDUCTIVITY AND HEAT OF THE TYPES OF BRICKS USING

TEMPERATURE SENSOR AND LOGGER PRO

Elisabeth Meriqwin Baran Sanata Dharma University

Yogyakarta 2021

Research has been carried out on determining the value of thermal conductivity (k) and specific heat (c) in bricks using a temperature sensor and Logger Pro software. The type of brick used is the oven type red brick with a size of 5 x 10 x 5.2 cm3. The circuit in this experiment is arranged in series using the power supply as the voltage source. The heating element is wrapped around one side of the brick and each side of the brick will be fitted with a Stainless Stell Temperature Probe. The temperature difference in the bricks is monitored using a temperature sensor connected to the Logger Pro application on the labtop. From the recording results, a graph of the relationship between temperature differences and electric power will be obtained. The gradient values from this graph will be used to determine the k value of the brick. The coefficient value of thermal conductivity for oven brick red is (0,36 ± 0,12) 10-1W / m ℃. In addition to determining the k value of red bricks, the value of electric power and temperature differences can also be used to determine the specific heating value of the brick. The specific calorific value can be determined using a gradient graph analysis of the relationship between temperature differences to heat so that the specific heating value of oven brick is (438.1 ± 0.1) J / kg ℃.

Keywords: conduction, thermal conductivity coefficient, heat, Logger Pro software

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat, bimbingan dan cinta kasih-Nya yang senantiasa menemani hingga saat ini. Atas kehendak-Nya pula, penyusunan skripsi dengan judul “PENENTUAN NILAI KOEFISIEN KONDUKTIVITAS TERMAL DAN KALOR JENIS BATU BATA MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN LOGGER PRO” dapat diselesaikan dengan baik.

Penyususnan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penulisan dan penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik, karena mendapat bantuan dari banyak pihak. Penulis ingin menyampikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang dengan senang hati telah meluangkan waktu, tenaga dan memberikan bimbingan serta arahan dalam membantu menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ig. Edi Santosa, M.S. selaku dosen pembimbing dan Kaprodi Pendidikan Fisika, yang telah berkenan untuk menjadi pembimbing dan memberikan arahan dalam penyusunan skripsi dari awal hingga akhir. 2. Romo Paul Suparno SJ, selaku DPA yang selalu membimbing dan

memberikan arahan dari awal semester hingga akhir semester ini.

3. Bapak Petrus Ngadiono selaku laboran Laboratorium Pendidikan Fisika yang telah membantu menyediakan alat-alat eksperimen dan bimbingan dalam merangkai alat.

4. Seluruh dosen Pendidikan Fisika yang selalu membimbing selama perkulihan ini

5. Bapak ibu dirumah, bapak Fidelis Onek Baran dan ibu Kristina Kewa Beniehaq yang selalu mendoakan, memberi semangat dan cinta yang melimpah.

(10)
(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN OLEH PEMIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN OLEH PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

LEMBAR PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI HASIL KARYA ILMIAH ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ...1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 5 ... 1.3. Batasan Masalah ... 5 1.4. Tujuan Penelitian ... 5 1.5. Manfaat Penelitian ... 5 1.6. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II DASAR TEORI ... 7

2.1. Kalor dan Kapasitas Kalor ... 7

2.2. Transfer Kalor ... 8

2.3. Hukum Kekekalan Energi dan Daya ... 12

(12)

xii

3.1. Persiapan Alat ... 15

3.2. Pengambilan Data ... 19

3.3. Analisis Data ... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1. Hasil ... 27

4.2. Pembahasan ... 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………41

5.1. Kesimpulan ……….41

5.2. Saran ………...41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Konduksi panas benda………...9

Gambar 3.1. Skema rangkain alat dan bahan penelitian……….16

Gambar 3.2. Foto rangkain alat dan bahan penelitian……….17

Gambar 3.3. Lilitan elemen pemanas pada batu bata………...………..18

Gambar 3.4. Posisi sensor suhu pada batu bata….……….19

Gambar 3.5. Tampillan awal Logger Pro………….………..19

Gambar 3.6. Tampilan pada menu Data……….20

Gambar 3.7. Tampilan kotak dialog “New Calculated Column” ………..……20

Gambar 3.8a. Tampilan menur ”Insert” dan sub menu “Graph” ………..21

Gambar 3.8b. Tampilan Logger Pro setelah memilih sub menu “Graph” ……..21

Gambar 3.9a. Tampilan menu “Experiment” dan sub menu ”Data Colletion” ………....22

Gambar 39b. Tampilan kotak dialog ”Data Colletion” ………...…...22

Gambar 4.1. Grafik hubungan antara suhu pada titikT2 dan titik T1 terhadap waktu pada batu bata merah oven (l=(4,9 ± 0,1) 10-2 m), A=(25,0 ± 0,4) 10-2 m2)) yang dipanasi menggunakan elemen pemanas dengan daya (2,6 ± 0,5) watt………..………29

Gambar 4.2. Grafik hubungan perbedaan suhu pada titik T2 dan T1 terhadap waktu pada batu bata (l =(4,9 ± 0,1) 10-2 m), A=(25,0 ± 0,4) 10-2 m2)) yang dipanasi menggunakan elemen pemanas dengan daya (2,6 ± 0,5) watt………...………30

(14)

xiv

Gambar 4.3. Grafik hubungan perbedaan suhu dan daya listrik untuk percobaan pada Batu Bata Merah Oven ( l = =(4,9 ± 0,1) 10-2 m), A=(25,0 ±

0,4) 10-2 m2))………...31

Gambar 4.4. Grafik hubungan perbedaan suhu pada titik T2 dan T1 terhadap

Waktu pada Batu Bata Merah Oven ( l = (4,9 ± 0,1) 10-2 m), A=(25,0 ± 0,4) 10-2 m2)) yang dipanasi menggunakan Elemen Pemanas dengan Daya Listrik (2,6 ± 0,5) watt selama 6 Jam, beserta Daerah Kurva yang belum landai………..33

Gambar 4.5. Grafik hubungan perbedaan suhu rata-rata pada titik T2 dan T1

terhadap Kalor pada Batu Bata Merah Oven ( l = (4,9 ± 0,1) 10-2 m), A=(25,0 ± 0,4) 10-2 m2)) yang dipanasi menggunakan

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Konduktivitas termal k untuk berbagai jenis bahan………..11 Tabel 4.1. Hubungan Perbedaan Suhu terhadap Daya Listrik yang digunakan

Elemen Pemanas yang Diberi Nilai Tegangan dan Kuat Arus Tertentu pada Batu Bata Merah Oven………31

Tabel 4.2. Hubungan Kalor Jenis Batu Bata Merah Oven terhadap Daya Listrik yang digunakan Elemen Pemanas……….35

(16)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam Ilmu Fisika telah dipelajari tentang “konduktivitas”. Konduktivitas adalah kemampuan suatu benda dalam mengantarkan kalor per satuan luas, dan per satuan perbedaan suhu. Perpindahan kalor dapat melalui tiga cara yaitu, konduksi/hantaran, konveksi/aliran dan radiasi/pancaran (Suparno, 2009). Ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara kalor dan bentuk-bentuk energi disebut termodinamika. Pada saat proses perpindahan kalor berlangsung akan ada keadaan dimana kedua benda yang pada awalnya memiliki suhu yang berbeda akan memiliki suhu yang sama, dalam keadaan ini proses perpindahan kalor tersebut akan berhenti. Keadaan ini disebut dengan keadaan setimbang atau disebut juga kesetimbangan termal. Setiap benda memiliki nilai konduktivitas masing-masing. Suatu benda yang memiliki nilai konduktivitas termal yang besar dikenal sebagai konduktor (penghantar panas yang baik) dan benda yang memiliki nilai konduktivitas termal yang kecil dikenal sebagai isolator (penyekat/penghambat panas). Konduktivitas termal suatu benda berbeda-beda bergantung pada jenis benda, dan suhu (Zemansky, Mark dan Rihard H, 1986). Banyaknya kalor yang diserap atau diperlukan oleh 1 gram benda untuk menaikan suhu sebesar 10C disebut kalor jenis. Bila energi panas yang diberikan pada suatu benda, maka benda tersebut akan mengalami perpindahan kalor sebagai akibat adanya perbedaan suhu (Suparno, 2009; Tipler, 1985).

Eksperimen penentuan nilai konduktivitas termal benda padat telah dilakukan. Tahapan eksperimen yang dilakukan dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah mengalirkan uap air dari tabung pemanas melalui selang yang diteruskan ke logam pemanas bagian atas, dimana logam pemanas ini terdiri dari dua bagian yaitu logam pemanas bagian atas atau kita sebut saja T1 dan logam pemanas bagian bawah atau T2. Logam yang akan

(17)

atas dan logam pemanas bagian bawah. Pada logam pemanas bagian atas (T1)

dan logam pemanas bagian bawah (T2) memiliki lubang untuk meletakkan

termometer pada masing-masing keping untuk diamati suhunya. Aliran uap akan dihentikan ketika suhu T1 dan T2 konstan lalu suhu T2 akan dicatat.

Tahap kedua adalah proses pendinginan, dalam tahap ini yang perlu dilakukan adalah meletakkan logam di atas permukaan logam pemanas bagian bawah T2 dan memanaskannya menggunakan spiritus. Ketika suhu

logam sudah mencapai 10 di atas suhu logam pemanas bagian bawah (T2),

spiritus dimatikan dan mencatat penurunan suhu logam setiap 2 menit hingga suhunya melewati 10 di bawah suhu logam pemanas bagian bawah T2

(Suparno dkk, 2014). Alat ukur suhu yang digunakan adalah termometer air raksa dimana dirasa kurang efektif. Hal ini dikarenakan ada nilai hasil pengukuran yang berada diantara garis-garis skala termometernya sehingga peneliti harus memperkirakan hasil nilai yang diperoleh, selain itu cukup berbahaya jika termometernya pecah dan air raksanya mengenai kulit. Harus melakukan dua kali pemanasan pada logam untuk bisa menentukan nilai koefisien konduktivitas termalnya.

Selain eksperimen yang dilakukan dalam mata kuliah praktium Termofisika, penelitian tentang konduktivitas suatu benda juga telah dilakukan. Penelitian yang dilakukan adalah menentukan nilai koefisien konduktivitas termal benda padat (batu bata) menggunakan metode non stasioner (Ficker, 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Ficker (1996), desain penelitian yang digunakan adalah elemen pemanas diletakkan di atas permukaan batu bata. Pada jarak 3 cm dari kawat dipasang pengukur semikonduktor (termistor manik tipe NTC), termistor ini berfungsi untuk mendata pulsa panas. Dalam penelitian ini, termistor berfungsi sebagai sensor suhu, yang mana cara kerjanya berbeda dengan sensor suhu pada umunya. Dimana untuk mengetahui kenaikan suhu dapat diihat nilai hambatan, artinya jika suhu naik maka hambatan berkurang. Oleh, karena itu digunakan ohm meter untuk mengukur nilai hambatannya. Desain dalam penelitian ini terbilang cukup berbahaya karena dapat memicu terjadinya hubungan singkat

(18)

dikarenakan tegangan dari catu daya langsung diteruskan ke elemen pemanas yang diletakkan pada permukaan batu bata, selain itu elemen pemanas yang hanya diletakkan pada permukaan batu bata kurang efektif karena kontak antara elemen pemanas dengan batu bata menjadi kurang maksimal. Alat ukur ohm meter yang digunakan dalam penelitian ini memiliki keakuratan terbatas dan sensitivitas termistor terhadap perubahan suhu yang terbatas.

Beberapa keterbatasan alat konvensional dalam menampilkan hasil pengukuran menyebabkan kesulitan dalam penelitian. Sehingga dikembangkan peralatan-peralatan yang berbasis komputer. Beberapa penelitian yang menggunakan peralatan berbasis komputer yang berkaitan dengan konduktivitas termal benda padat, selain penelitian yang dilakukan oleh (Ficker, 1996) adalah penentuan nilai koefisien konduktivitas termal pada beberapa jenis kayu menggunakan sensor suhu dan Logger Pro (Pratama, 2017), koefisien konduktivitas termal, kalor jenis dan konstanta pendinginan logam almunium dan tembaga menggunakan sensor suhu dan Logger Pro (Rosandy, 2018). Penelitian dengan beberapa jenis kayu yang dilakukan oleh Pratama (2017), desain penelitian yang digunakan adalah kayu dibor menjadi silinder berongga sehingga elemen pemanas mengalami kontak langsung dengan kayu selain itu untuk memasukan sensor suhu dibuat dua buah lubang dengan jari-jari tertentu. Elemen pemanas yang digunakan terbuat dari kumpulan kawat nikelin yang diselubungi oleh pipa almunium, hal ini dilakukan untuk memudahkan meletakkannya di dalam rongga kayu. Sedangkan Rosandy (2018) melakukan penelitian dengan logam tembaga dan almunium, desain penelitian yang dilakukan adalah elemen pemanas terbuat dari kumpulan kawat nikelin yang diselubungi oleh pipa almunium diletakkan diatas permukaan logam yang dimasukkan ke dalam balok. Sensor suhu diletakkan dekat dengan elemen pemanas dan salah satu ujung logam lainnya, selain itu terdapat sensor suhu di luar balok untuk mengukur suhu lingkungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Pratama, 2017) sensor suhu dan software Logger Pro yang digunakan sangat memudahkan dalam pengambilan data dan pengaplikasiannya.

(19)

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, peneliti menjadikan hal tersebut sebagai referensi untuk melakakukan penelitian terkait penentuan nilai koefisien konduktivitas termal dan kalor jenis pada batu bata menggunakan sensor suhu dan Logger Pro. Peneliti menggunakan sensor suhu Stainless Steel Temperature dan software LoggerPro dikarenakan pengaplikasiannya yang mudah dibandingkan termistor dan ohm meter. Selain itu posisi elemen pemanas tidak dibiarkan di atas permukaan batu bata tetapi dililitkan pada batu bata sehingga mengalamai kontak yang maksimal.

. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai koefisien konduktivitas termal batu bata merah. Batu bata merupakan salah satu komponen penting yang sering digunakan dalam konstruksi pembangunan khususnya untuk perumahan. Salah satu yang menjadi point penting mengapa batu bata lebih diminati daripada batako karena batu bata adalah material yang cukup baik dalam menahan panas dan lambat menghantarkannya, batu bata bisa digolongkan dalam isolator yang baik. Selain kelebihannya sebagai penghambat panas yang baik, keunggulan batu bata yang membuatnya masih diminati hingga saat ini adalah harganya yang murah, mudah didapat, warna yang unik dan kuat.

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi bidang pendidikan dan bidang penelitian. Untuk bidang pendidikan diharapkan para guru dapat menjadikan metode ini sebagai bahan ajar dikelas sehingga siswa dapat mengetahui penggunaan peralatan-peralatan yang berbasis komputer seperti Logger Pro dan untuk tingkat perguruan tinggi metode ini dapat digunakan untuk menentukan nilai koefisien konduktivitas termal bahan konduktor dan isolator lainnya. Penelitian ini juga diharapkan mampu membantu peserta didik untuk lebih memahami tentang materi kalor dan perpindahan kalor.

(20)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah:

a. Bagaimana cara mengukur konduktivitas termal dan kalor jenis batu bata menggunakan Sensor Suhu dan Logger Pro?

b. Berapa nilai konduktivitas termal dan kalor jenis batu bata yang diperoleh menggunakan Sensor Suhu dan Logger Pro?

1.3. Batasan Masalah

Permasalahan yang diteliti pada penelitian ini dibatasi pada:

a. Sampel yang digunakan adalah batu bata dengan ukuran 5 x 10 x 5,2 cm3 b. Sensor suhu yang digunakan adalah Stainless Stell Temperature Probe dan

Logger Pro

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengukuran konduktivitas termal batu bata dengan menggunakan Sensor Suhu dan Logger Pro.

b. Untuk mengetahui nilai konduktivitas termal dan kalor jenis dari batu bata yang digunakan.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Mengetahui cara untuk menganalisi data menggunakan software Logger Pro

b. Memahamai konsep perpindahan kalor secara konduksi pada benda padat yaitu batu bata.

c. Mengetahui jenis bata yang baik untuk digunakan sebagai bahan utama pembangunan rumah yang sejuk.

d. Menjadi referensi dalam pembelajaran khusunya saat pelaksanaan pratikum terkait materi kalor dan perpindahan panas

(21)

e. Membantu mengembangkan metode penelitian perpindahan kalor secara konduksi dengan menggunakan Sensor Suhu dan Logger Pro

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan ini adalah sebagai barikut: BAB 1. Pendahuluan

Bab 1 menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan

BAB 2. Dasar Teori

Bab 2 berisi tentang teori-teori yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan

BAB 3. Metode Eksperimen

Bab 3 menguraikan tentang alat, bahan, prosedur eksperimen, dan cara menganalisis data

BAB 4. Hasil dan Pembahasan

Bab 4 berisi hasil pengolahan data dan pembahasan dari hasil eksperimen yang dilakukan

BAB 5. Penutup

(22)

7

BAB 2

DASAR TEORI

2.1.

Kalor dan Kapasitas Kalor

Orang sering mengartikan bahwa kalor dan suhu adalah hal yang sama, padahal baik kalor maupun suhu memiliki konsep dan makna berbeda tetapi saling berkaitan. Suhu didefinisikan sebagai panas atau dinginya suatu benda sedangkan kalor adalah energi yang ditransfer dari suatu benda ke benda lain karena beda temperatur. Kalor dapat dipindahkan dari suatu benda ke benda yang lain yang memiliki suhu berbeda. Ketika sebuah benda disalah satu sisinya diberikan suhu yang tinggi maka lama-kelamaan akan terjadi perpindahan kalor yang menyebabkan sisi yang suhunya rendah akan mengalami kenaikan suhu secara perlahan. Perpindahan kalor tidak dapat diukur dan diamati secara langsung tetapi pengaruhnya dapat dirasakan, diamati dan diukur (Kreith, 1985; Tipler, 1998).

Ketika benda diberikan kalor, maka benda tersebut akan mengalami kenaikan suhu (Tipler, 1998). Kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu suatu benda sebesar 10C disebut kapasitas kalor. Untuk menentukan kapasitas kalor suatu zat digunakan persamaan:

Q = m.c. Δ (2.1) C =

(2.2) dengan: Q : banyaknya kalor (J) C : kapasitas kalor (J/K) ΔT : perbedaan suhu (K) c : kalor jenis (J/kg0C)

(23)

m : massa benda (kg)

Selain persamaan (2.1), kapasitas kalor juga dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan:

C = m.c (2.3)

dengan:

c : kalor jenis zat (J/kg0C) m : massa benda (kg)

2.2. Transfer Kalor

Ada tiga cara untuk memindahkan kalor, yaitu: konduksi/hantaran, konveksi/aliran, dan radiasi/pancaran.

2.2.1. Konduksi

Konduksi atau hantaran diartikan sebagai perpindahan panas dari partikel-partikel yang memiliki suhu lebih tinggi dari suatu benda ke partikel-partikel yang memiliki suhu lebih rendah, sebagai akibat dari interaksi antara partikel-partikel tersebut (Suparno, 2009). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa konduksi adalah perpindahan energi panas yang melewati suatu bahan tanpa disertai dengan perpindahan partikelnya. Sebagai contoh sederhana ketika kita memanaskan sebatang logam disalah satu ujungnya, lama kelamaan kita akan merasakan panas di ujung satunya. Dari eksperimen sederhana ini dapat kita ketahui bahwa salah satu syarat penting untuk terjadinya perpindahan kalor secara konduksi adalah dengan adanya perbedaan suhu dari obyek.

Gambar 2.1. menunjukkan sebuah benda dengan konduktivitas termal k yang memiliki beda suhu diantara kedua sisinya, sehingga menyebabkan terjadinya aliran kalor. Kalor mengalir dari sisi benda bersuhu tinggi T2 pada koordinat x2 menuju sisi benda yang bersuhu

(24)

suhu dipermukaan batu bata baik disisi kiri T2 dan disisi kanan T1 pada

partikel-partikel di dalam batu bata akan menjadi konstan. Keadaan ini disebut dengan “keadaan tunak atau kesetimbangan termal”.

bagian yang panas bagian yang dingin

arah aliran kalor

Gambar 2.1 konduksi panas pada benda

Dari gambar di atas dapat kita simpulkan bahwa perpindahan panas secara konduksi dapat berlangsung apabila adanya perbedaan suhu pada dan antara benda. Besarnya kalor yang mengalir tiap satuan waktu dapat dirumuskan sebagai berikut:

H = -k. A. (2.4)

H = -k. A. (2.5)

dengan:

H : kalor yang mengalir per satu satuan waktu (watt) k : koefisien konduktivitas panas zat (W/m 0C) A : luas permukaan arah aliran kalor (m2) dT : beda suhu (0C)

dx : panjang benda (meter)

Besarnya perpindahan panas yang dikonduksikan melalui suatu medium tergantung pada beberapa unsur yaitu: panjang benda serta

T

2

T

1

A

(25)

perbedaan suhu benda. Hubungan dasar untuk perpindahan panas secara konduksi diusulkan oleh ilmuan Prancis, J. B. J. Fourier , dalam tahun 1882. Hubungan ini menyatakan bahwa H laju aliran kalor dengan cara konduksi dalam suatu benda, sama dengan hasil kali dari tiga besaran berikut: konduktivitas termal benda k, luas permukaan arah aliran kalor

A dan gradien suhu luas permukaan benda , yaitu laju perbedaan suhu

T terhadap jarak dalam arah aliran panas x.

Tanda negatif yang terdapat pada persamaan (2.4) dan (2.5) menunjukkan kalor mengalir dari benda yang bersuhu tinggi menuju benda bersuhu rendah. Nilai k merupakan nilai yang menunjukkan konduktivitas termal suatu benda. Bila nilai k besar, maka panas yang diantarkan juga besar. Benda yang menghantarkan panas dengan baik disebut konduktor, contohnya: besi, tembaga, dan perak. Bila nilai k kecil, maka panas yang diantarkan juga kecil. Benda yang menghantarkan panas kurang baik disebut isolator, contohnya: karet, kawat, kayu, wool, steyforoam dan gabus. Berikut adalah nilai konduktivitas termal k beberapa jenis bahan (Kreith, 1985; Suparno, 2009; Tipler, 1998):

(26)

Tabel 2.1. konduktivitas termal k untuk berbagai jenis bahan

No Jenis Bahan W/m 0C

1 Gas pada tekanan atmosfer 0,0069 – 0,017

2 Bahan isolasi 0,034 – 0,21

3 Cairan bukan logam 0,086 – 0,69

4 Zat padat bukan logam (bata, batu, semen) 0,034 – 2,6

5 Logam cair 8,6 – 76 6 Paduan 14 – 120 7 Logam murni 52 – 410 8 Kayu Ek 0,15 9 Gelas 0,7 – 0,9 2.2.2. Konveksi

Konveksi merupakan salah satu bentuk perpindahan kalor yang terjadi antara permukaan benda padat yang bersuhu tinggi dengan benda cair atau gas yang berdekatan yang bersuhu rendah, melalui gerakan atau aliran benda cair atau gas tersebut. Konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan kalor antara permukaan benda padat dan cairan atau gas. Dalam konveksi zat cair maupun gas memegang peranan penting karena hanya kedua zat ini yang dapat mengalami perpindahan secara konveksi. Besarnya perpindahan kalor secara konveksi dirumuskan mengikuti persamaan (2.6) sebagai berikut dan diberi nama Hukum Newton (Kreith, 1985; Suparno, 2009):

H = h. A. ΔT (2.6)

(27)

H : kalor yang mengalir per satu satuan waktu (watt) h : koefisien konveksi (Wm2.K)

A : luas permukaan arah aliran kalor (m2) ΔT : beda suhu (0C)

2.2.3. Radiasi

Radiasi merupakan perpindahan kalor dari suatu benda ke benda yang lain dalam bentuk gelombang elektromagnetik (photon). Perpindahan kalor secara radiasi tidak memerlukan medium karena radiasi dapat melewati daerah vakum atau daerah tanpa udara. Laju radiasi energi termis suatu benda sebanding dengan luas benda dan dengan pangkat empat temperatur absolutnya. Menurut Stefan Boltzman besarnya radiasi yang dipancarkan mengikuti persamaan (2.7) sebagai berikut (Suparno, 2009; Tipler, 1991):

H = ε. σ. A. T4 (2.7)

dimana:

H : kalor yang mengalir per satu satuan waktu (watt)

ε

: emisivitas

σ :

konstanta Stefan Boltzman (5,67 x 10-8 W/m2.K4)

A :

luas permukaan arah aliran kalor (m2)

T :

suhu Kelvin

2.3. Hukum Kekekalan Energi dan Daya

Energi merupakan kemampuan suatu benda dalam melakukan kerja. Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai bentuk energi, seperti: energi panas, energi gerak, energi listrik dan energi cahaya. Dalam ilmu fisika energi yang kita temui itu dikelompokkan atau digolongkan dalam bentuknya

(28)

masing-masing, seperti: energi kinetik, energi potensial, dan energi termal. Setiap benda memiliki energi total dengan jumlah yang konstan, energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Energi total dari benda tersebut merupakan kombinasi dari beberapa bentuk energi. Dalam sains dikenal satu prinsip yang penting yaitu Hukum Kekekalan Energi yang menyatakan bahwa “energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan tetapi energi dapat dipindahkan dari suatu benda ke benda lain atau suatu sistem ke sistem lain”. Sederhananya bisa dikatakan ketika sebuah benda melepas sejumlah energi, energi lain akan masuk ke dalam benda tersebut. Besar energi yang diterima oleh sebuah benda tiap satu satuan waktu dikenal dengan istilah daya. Besarnya daya yang digunakan dalam kehidupan dinyatakan dalam satuan Watt (Tipler, 1998; Giancoli, 2001).

Sebuah pemanas yang dihubungkan dengan sumber tegangan listrik akan menerima energi listrik. Energi listrik inilah yang kemudian diubah menjadi energi panas atau kalor. Besarnya energi listrik yang diterima oleh suatu sistem atau benda tiap satuan waktu disebut daya listrik. Daya listrik yang diterima merupakan hasil kali antara nilai tegangan dan kuat arus yang mengalir pada benda tersebut. Hubungan antara Tegangan (volt), Arus (ampere) dan Daya (watt) adalah:

P = V . I (2.8)

dengan:

P : daya listrik (watt) V : tegangan (volt) I : kuat arus (ampere)

Berdasarkan hukum kekekalan energi, elemen pemanas yang digunakan untuk memanaskan suatu benda akan menerima energi listrik lalu mengubahnya menjadi energi panas dan diteruskan menuju benda. Besarnya kalor yang mengalir pada benda ditunjukkan oleh gambar (2.1) mengikuti

(29)

persamaan (2.5). Kalor yang diterima elemen pemanas adalah hasil kali dari tegangan dengan arus listrik, sehingga persamaan (2.5) menjadi:

P = -k. A. (2.9)

Berdasarkan persamaan (2.9) daya (P) merupakan hasil kali antara nilai tegangan dan arus listrik dimana daya (P) sama dengan H yaitu hantaran kalor. Dalam persamaan (2.9), perbedaan suhu yang terjadi pada bahan berbanding lurus dengan nilai daya listrik yang digunakan oleh pemanas. Perbedaan suhu yang terjadi pada bahan disebabkan oleh panas yang diberikan oleh elemen pemanas. Sehingga, nilai beda suhu yang terjadi pada bahan ditentukan oleh nilai daya listrik yang digunakan elemen pemanas. Berdasarkan hal tersebut, persamaan (2.9) dapat dituliskan menjadi:

ΔT= . P (2.10) dengan:

P : daya listrik (watt)

k : koefisien konduktivitas termal (W/m 0C)

A :

luas permukaan arah aliran kalor (m2) dx : panjang benda (meter)

ΔT : beda suhu antara titik yang suhu lebih tinggi T2 dan suhu

(30)

15

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Persiapan Alat

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Batu bata

Batu bata yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bata merah oven dengan ukuran 5 x 10 x 5,2 cm3

2. Elemen Pemanas

Elemen pemanas yang digunakan dalam penelitian ini adalah kawat nikelin dengan diameter 0,15 mm

3. Amperemeter

Amperemeter berfungsi untuk mengukur besarnya kuat arus listrik yang digunakan dalam rangkaian. Amperemeter bisa digunakan untuk mengukur arus bolak balik (AC) dan searah (DC). Dalam penelitian ini amperemeter yang digunakan berfungsi untuk mengukur arus searah (DC) karena arus dari catu daya adalah arus searah (DC).

4. Catu daya

Catu daya berfungsi sebagai pembangkit tegangan searah (DC) yang akan digunakan dalam penelitian ini.

5. Sensor suhu

Sensor suhu digunakan untuk mengetahui perubahan suhu pada batu bata dan kawat tiap satuan waktu. Sensor suhu yang digunakan merupakan produk Vernier bernama Stainless Steel Temperature Probe yang memiliki batas ukur suhu mulai dari -40 hingga 135 (-40

hingga 275 ). resolusi yang dimiliki oleh sensor suhu adalah 0,17 pada

suhu -40 sampai 0 ; 0,003 pada suhu 0 sampai 40 ; 0,1 pada

suhu 40 sampai 100 , dan 0,25 pada suhu 100 smpai 135 . Suhu

maksimum yang dapat ditoleransi oleh sensor tanpa kerusakan adalah 150 (www.vernier.com).

(31)

6. Interface

Interface merupakan alat yang digunakan untuk menghubungkan sensor suhu dengan laptop. Tujuannya agar hasil rekaman sensor suhu dari Stainless Steel Temperature Probe dapat ditampilkan pada laptop untuk kemudian diolah. Interface yang digunakan dalam penelitian ini adalah Interface Labpro.

7. Laptop

Laptop disini berfungsi untuk menampilkan hasil rekaman sensor suhu dari Stainless Steel Temperature Probe dan menyimpannya. Hasil rekaman tersebut dapat di analisa menggunakan software Logger Pro yang terinstal di labtop.

8. Statip

Statip digunakan untuk menjepit sensor suhu saat dilakukan pemanasan dan pengukuran suhu pada batu bata.

Alat dan bahan kemudian dirangkai seperti gambar 3.1 dan 3.2.

Gambar 3.1 Skema rangkain alat dan bahan penelitian

1

6

7

4

3

5

2

8

(32)

Keterangan gambar 1. Batu bata

2. Elemen pemanas 3. Amperemeter 4. Catu daya

5. Sensor suhu Stainless Steel Temperature Probe 6. Interface Lab Pro

7. Labtop 8. Statip

Gambar 3.2. Foto rangkaian alat dan bahan penelitian

Elemen pemanas yang digunakan dalam penelitian merupakan elemen pemanas elektrik yang terbuat dari lilitan kawat nikelin dengan diameter 0,15 mm. Batu bata yang digunakan berukuran 5 x 10 x 5,2 cm3.Pada gambar 3.3 dapat dilihat bahwa elemen pemanas yaitu kawat nikelin dililitkan pada batu bata tujuannya supaya terjadi kontak langsung antara elemen pemanas dengan

(33)

benda yaitu batu bata. Panas yang diterima oleh elemen pemanas akan dialirkan sepenuhnya ke batu bata. Besarnya panas yang diberikan oleh elemen pemanas tiap satu satuan waktu pada penelitian ini sama dengan daya listrik yang digunakan elemen pemanas.

Gambar 3.3. Lilitan elemen pemanas pada batu bata

Ketika elemen pemanas dialiri arus listrik dari catu daya maka elemen pemanas akan mengalami kenaikan suhu. Hal ini akan menyebabkan terjadinya perbedaan suhu antara elemen pemanas dan batu bata yang mengakibatkan terjadinya aliran kalor. Dimana arah aliran kalornya tegak lurus dengan luas penampang dari batu bata.

Suhu dua buah titik pada batu bata dimonitor menggunakan sensor suhu. Posisi sensor suhu yang digunakan untuk memonitor suhu pada T2 dan T1

dapat dilihat pada gambar 3.4.

(34)

Gambar 3.4. Posisi sensor suhu pada batu bata

3.2. Pengambilan Data

Dalam penelitian ini, data yang dicari adalah perbedaan suhu antara dua titik pada batu bata. Berikut adalah langkah-langkah untuk mendapatkan kedua data tersebut:

1. Merangkai alat dan bahan seperti gambar (3.1) 2. Mengatur tampilan Logger Pro (3.5)

Gambar 3.5. Tampilan awal Logger Pro

T

1

(35)

3. Menambahkan kolom “perbedaan suhu” pada tabel yang tercantum dalam Logger Pro dengan memilih sub menu ”New Calculated Column” pada menut “Data” seperti gambar (3.6), kemudian mengatur nilai-nilai pada kotak dialog “New Calculated Column” seperti gambar (3.7)

Gambar 3.6. Tampilan pada menu Data

Gambar 3.7. Tampilan kotak dialog “New Calculated Column”

4. Menambahkan grafik beda suhu dengan memilih menu “Insert” kemudian memilih sub menu “Graph” seperti pad gambar (3.8a) dan (3.8b)

(36)

Gambar 3.8a. Tampilan menu “Insert” dan sub menu “Graph”

Gambar 3.8b. Tampilan Logger Pro setelah memilih sub menu “Graph”

5. Mengklik menu “Experiment” kemudian memilih sub menu “Data Collection” untuk mengatur durasi perekaman pada kotak dialog “Data Collection” seperti gambar (3.9a) dan (3.9b)

(37)

Gambar 3.9a. Tampilan menu “Experiment” dan sub menu “Data Collection”

Gambar 3.9b. Tampilan kotak dialog “Data Collection”

.

6. Menghubungkan catu daya ke sumber listrik PLN, kemudian mengatur tegangan pada catu daya lalu dihubungkan ke amperemeter (A) sebelum dihubungkan ke kawat pemanas untuk mencegah terjadinya hubungan singkat.

7. Merekam perubahan suhu pada batu bata dengan mengklik icon “Collect” warna hijau.

(38)

8. Melakukan langkah 7 dan 8 kembali untuk nilai tegangan yang berbeda berikutnya.

3.3. Analisis Data

1. Perbedaan Suhu antara Dua Titik pada Batu Bata

Data dari dua buah titik yang direkam oleh Logger Pro merupakan data perubahan suhu pada dua buah titik yang berada pada batu bata merah oven. Titik-titik tersebut kemudian diberi nama titik T2 dan titik

T1. Titik T2 merupakan titik yang suhunya lebih tinggi dan berada dekat

dengan elemen pemanas yang dililitkan pada batu bata. Titik T1

merupakan titik yang suhunya lebih rendah dari T2 dan berada pada sisi

batu bata yang tidak dililiti elemen pemanas. Suhu pada kedua titik direkam setiap 30 detik hingga suhu pada kedua titik tersebut relatif konstan. Hal ini dapat diihat dengan bentuk grafik hubungan antara suhu pada titik T2 dan titik T1 terhadap waktu pada batu bata merah oven yang

ditampilkan oleh Logger Pro. Ketika kedua grafik suhu yang ditampilkan sudah saling sejajar yang mana hal itu menunjukkan bahwa batu bata sudah berada dalam keadaan setimbang, maka proses perekam data dihentikan.

Dari grafik hubungan antara titik T2 dan titik T1 terhadap waktu akan

diperoleh grafik perbedaan suhu terhadap waktu. Pada grafik perbedaan suhu antara titik T2 dan T1 terhadap waktu akan diblock daerah yang

saling sejajar yang menandakan keadaan setimbang, ketika daerah tersebut diblock secara otomatis daerah pada grafik perbedaan suhu terhadap waktu juga akan ikut terblock. Nilai pada daerah yang diblock inilah menunjukkan nilai beda suhu yang relatif konstan. Data-data yang termasuk dalam range kurva cenderung landai tersebut kemudian dicari nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata inilah yang kemudian digunakan dalam perhitungan nilai koefisien konduktivitas termal batu bata.

(39)

2. Konduktivitas Termal

Nilai konduktivitas termal k dapat diketahui melalui nilai gradien dari grafik hubungan perbedaan suhu (Δ) terhadap daya listrik (P). Selain nilai gradien dari grafik diperlukan nilai panjang dan luas permukaan arah aliran kalor pada batu bata. Besarnya kalor yang dileapaskan oleh elemen pemanas selama waktu penelitian setiap satu satuan waktu menunjukkan besarnya daya listrik yang digunakan. Grafik hubungan perbedaan suhu terhadap daya listrik merupakan grafik linear dengan persamaan grafik:

dT = nP + b (3.1)

dengan:

dT : beda suhu (0C)

n : gradien grafik (0C/Watt) P : daya listrik (Watt) b : konstan

Berdasarkan persamaan (2.10) dan (3.1), diperoleh persamaan gradien grafiknya:

n = (3.2)

dengan:

n : gradien grafik (0C/Watt)

Berdasarkan persamaan (3.2), nilai konduktivitas termal dapat dihitung menggunakan persamaan:

k = (3.3)

dengan:

A : luas permukaan arah aliran kalor (m2)

(40)

(0C/Watt)

x : panjang benda (m)

3. Kalor Jenis Batu Bata

Nilai kalor jenis ditentukan menggunakan grafik hubungan antara kalor yang diterima (Q) terhadap perbedaan suhu (Δ). Besarnya kalor yang diterima merupakan hasil kali dari daya listrik (P) dengan waktu (t). Grafik hubungan kalor yang diterima terhadap perbedaan suhu merupakan grafik linear dengan persamaan grafik:

Q = C. dT + b (3.4)

dengan:

dT : perbedaan suhu (0C) Q : kalor yang diterima (Joule) C : kapasitas kalor ( J/0C)

b : konstanta

Berdasarkan persamaan (2.1) dan (3.4), diperoleh persamaan gradien grafik:

C = mb.c (3.5)

dengan:

mb = massa benda (kg) c = kalor jenis ( J/kg0C)

Nilai kapasitas kalor pada persamaan (3.5) didapatkan dari nilai gradien grafik hubungan nilai perbedaan suhu rata-rata terhadap kalor. Berdasarkan persamaan (3.5), nilai kalor jenis dapat dihitung menggunakan persamaan:

(41)
(42)

26

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai konduktivitas termal dan kalor jenis batu bata dengan cara memanaskan batu bata menggunakan arus listrik yang menyebabkan terjadinya perbedaan suhu yang akan dideteksi menggunakan Sensor Suhu Stainless Steel Temperature Probe. Berikut adalah hasil penelitian yang telah dilakukan:

4.1. Hasil

Batu bata yang digunakan dalam penelitian ini adalah batu bata merah oven. Batu bata ini dipanaskan dengan tegangan yang berasal dari catu daya dan diteruskan melalui elemen pemanas yaitu kawat nikelin dengan besar nilai tegangan yang divariasikan. Proses memanaskan batu bata bertujuan untuk melihat perpindahan kalor yang diketahui dengan adanya perubahan suhu yang terjadi pada batu bata. Kemudian, dari perubahan suhu tersebut dilihat besarnya nilai perbedaan suhu antara dua buah titik pada batu bata. Nilai gradien dari grafik hubungan antara beda suhu terhadap daya listrik dibuat untuk menentukan nilai koefisien konduktivitas termal pada batu bata merah oven dan nilai gradien dari grafik hubungan antara beda suhu terhadap kalor digunakan untuk menentukan nilai kalor jenis dari batu bata merah oven.

4.1.1. Spesifikasi Batu Bata

Batu bata yang digunakan dalam penelitian ini adalah batu bata merah yang dililit dengan elemen pemanas yaitu kawat nikelin. Elemen pemanas dililitkan pada permukaan batu bata dengan tidak saling berhimpit satu dengan yang lain. Sensor suhu yang digunakan adalah sensor suhu Stainless Steel Temperature Probe sejumlah dua buah kita sebut saja T1 dan T2. Sensor suhu T2

(43)

bata yang dililiti elemen pemanas dan sensor suhu T1 diletakkan

pada sisi lainnya yang tidak dililiti elemen pemanas. Hasil pengukuran panjang batu bata, luas penampang batu bata dan massa batu bata beserta ralatnya secara berurutan adalah (4,9 ± 0,1)

10-2 m, (25,0 ± 0,4) 10-2 m2 dan (0,4 ± 0,1) 10-3 kg. Data pengukuran secara bertahap dapat dilihat pada lampiran 1.

4.1.2. Penentuan Nilai Koefisien Konduktivitas Termal Batu Bata Batu bata yang digunakan adalah batu bata merah oven dengan panjang (4,9 ± 0,1) 10-2 m dan luas permukaan batu bata (25,0 ± 0,4) 10-2 m2 dipanasi menggunakan elemen pemanas. Daya yang digunakan dibuat bervariasi untuk mendapatkan nilai beda suhu yang berbeda-beda. Nilai daya listrik divariasikan dengan mengatur nilai tegangan yang digunakan oleh elemen pemanas. Catu daya digunakan untuk mengatur besarnya tegangan yang digunakan oleh elemen pemanas. Pertama-tama, besarnya tegangan yang digunakan diatur sebesar (6,5 ± 0,5) volt. Nilai kuat arus yang ditunjukkan oleh amperemeter adalah (0,40 ± 0,05) A. Nilai daya listrik merupakan hasil kali antara tegangan dan kuat arus. Nilai daya listrik dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan (2.7) sehingga diperoleh nilai (2,6 ± 0,3) watt.

Elemen pemanas dililitkan pada salah satu sisi batu bata seperti pada gambar (3.3) kemudian dialiri arus listrik akan mengalami kenaikan suhu, sehingga ada perbedaan suhu antara elemen pemanas dengan batu bata. Hal ini mengakibatkan terjadinya perpindahan kalor pada setiap titik batu bata. Besarnya nilai perbedaan suhu antara sisi batu bata yang dililiti elemen pemanas T2 dengan sisi batu bata yang tidak dililiti elemen pemanas T1 akan

terbaca dilaptop yang telah dihubungkan dengan Logger Pro dan sensor suhu Stainless Steel Temperature Probe. Data perbedaan

(44)

suhu kedua titik tersebut akan menghasilkan grafik perbedaan suhu pada titik T2 dan T1. Gambar 4.1 merupakan grafik hubungan

antara suhu pada titik T2 dan T1 terhadap waktu pada batu bata

merah yang dipanasi menggunakan elemen pemanas dengan daya listrik (2,6 ± 0,3) watt.

Gambar 4.1. Grafik hubungan antara suhu pada titikT2 dan titik T1 terhadap

waktu pada batu bata merah oven (dx=(4,9 ± 0,1) 10-2 m), A=(25,0 ± 0,4)

10-2 m2)) yang dipanasi menggunakan elemen pemanas dengan daya (2,6 ± 0,3)

watt.

Dari grafik pada gambar 4.1. terlihat bahwa lama kelamaan bentuk kedua grafik semakin sejajar, hal ini menandakan bahwa suhu dititik T2 dan titik T1 berada dalam keadaan setimbang.

Bentuk grafik yang sejajar tersebut kemudian diblock dan diperoleh grafik hubungan perbedaan suhu terhadap waktu seperti pada gambar 4.2. Dari grafik perbedaan suhu terhadap waktu pada gambar 4.2 akan diperoleh nilai gradien yang akan digunakan dalam persamaan (3.4) untuk mencari nilai koefisien konduktivitas termal batu bata.

(45)

Gambar 4.2. Grafik hubungan perbedaan suhu terhadap waktu pada batu bata (dx=(4,9 ± 0,1) 10-2 m), A=(25,0 ± 0,4) 10-2 m2)) yang dipanasi

menggunakan elemen pemanas dengan daya (2,6 ± 0,3) watt.

Data grafik hubungan antara suhu pada titik T2 dan T1 terhadap

waktu, grafik perbedaan suhu terhadap waktu, tabel dan data penelitian secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 2.

Pada gambar 4.2 daerah yang diblock adalah daerah yang menunjukkan suhu pada batu bata berada dalam keadan setimbang. Nilai-nilai dari daerah yang diblock ini kemudian dihitung nilai rata-ratanya, sehingga diperoleh hasil perhitungan nilai perbedaan suhu rata-ratanya adalah (1,8 ± 0,2) .

Setelah memperoleh nilai beda suhu pada percobaan menggunakan elemen pemanas dengan daya (2,6 ± 0,3) watt dengan lamanya waktu pengambilan data yaitu 6 Jam, aliran arus dihentikan sambil menunggu suhu batu bata menurun. Langkah yang sama dilakukan untuk dua nilai tegangan lainnya. Data-data

(46)

yang didapatkan, yaitu nilai kuat arus, tegangan, daya listrik, dan perbedaan suhu antara titik T2 dan titik T1 yang dapat dilihat pada

tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hubungan Perbedaan Suhu terhadap Daya Listrik yang digunakan Elemen Pemanas yang Diberi Nilai Tegangan dan Kuat Arus Tertentu pada Batu Bata Merah Oven

No. Tegangan (volt) Kuat Arus (A) Daya Listrik (watt) Beda Suhu ( ) 1 6,5 ± 0,5 0,40 ± 0,05 2,6 ± 0,3 1,8 ± 0,2 2 7,0 ± 0,5 0,60 ± 0,05 4,2 ± 0,3 2,9 ± 0,2 3 7,5 ± 0,5 0,80 ± 0,05 6,0 ± 0,3 7,2 ± 0,5

Data daya listrik dan perbedaan suhu pada tabel 4.1. digunakan untuk membuat grafik hubungan antara beda suhu dan daya listrik. Gradien dari grafik inilah yang akan digunakan untuk menentukan nilai koefisien konduktivitas termal batu bata merah oven menggunakan persamaan (3.3)

Gambar 4.3. Grafik hubungan perbedaan suhu terhadap daya listrik untuk percobaan pada Batu Bata Merah Oven ( dx=(4,9 ± 0,1) 10-2 m), A=(25,0 ±

(47)

Nilai gradien beserta ralat yang diperoleh dari grafik pada gambar 4.3. adalah:

n = (5,4 ± 1,8) /Watt

Dari grafik diperoleh nilai gradien beserta ralatnya adalah (5,4 ± 1,8) /Watt. Setelah memperoleh nilai gradiennya kita dapat

menghitung nilai koefisien konduktivitas termal batu bata merah oven dengan persamaan (3.4). Melalui perhitungan, kita mendapatkan nilai koefisien kondutivitas termal batu bata merah oven sebesar:

k =

k =

k = 0,036 W/m

Perhitungan nilai ketidakpastian dari koefisien konduktivitas termal adalah sebagai berikut:

=

=

Δk = ± 0,012 W/m .

Nilai koefisien kondutivitas termal untuk batu bata merah oven beserta ralatnya adalah:

(48)

4.1.3. Penentuan Nilai Kalor Jenis Batu Bata.

Bagian grafik yang diblock pada gambar grafik 4.4 merupakan daerah yang menunjukkan kenaikan suhu yang belum stabil dan data dari daerah yang diblock tersebut akan dimasukkan kedalam tabel.

Gambar 4.4. Grafik hubungan perbedaan suhu pada titik T2 dan T1 terhadap

Waktu pada Batu Bata Merah Oven ( dx = (4,9 ± 0,1) 10-2 m), A=(25,0 ±

0,4) 10-2 m2)) yang dipanasi menggunakan Elemen Pemanas dengan Daya

Listrik (2,6 ± 0,3) watt selama 6 Jam, beserta Daerah Kurva yang belum landai.

Data-data nilai perbedaan suhu dan waktu terjadinya perbedaan suhu yang didapatkan dari kurva grafik 4.4, dimasukkan kedalam tabel hubungan perbedaan suhu terhadap kalor yang digunakan elemen pemanas yang diberi daya listrik dan waktu tertentu pada batu bata terdapat pada lampiran 3. Data tersebut digunakan untuk membuat grafik hubungan kalor terhadap perbedaan suhu. Nilai kalor (Q) yang diperoleh pada tabel merupakan energi panas yang didapatkan dari hasi kali daya listrik (P) dan waktu pemanasan (t).

(49)

Nilai dari gradien grafik inilah yang kita gunakan untuk menghitung nilai kalor jenis batu bata merah oven menggunakan persamaan (2.3) dan (3.8)

Gambar 4.5. Grafik hubungan kalor terhadap perbedaan suhu rata-rata pada titik T2 dan T1 pada Batu Bata Merah Oven ( dx =(4,9 ± 0,1) 10-2 m),

A=(25,0 ± 0,4) 10-2 m2)) yang dipanasi menggunakan Elemen Pemanas

dengan Daya Listrik (2,6 ± 0,3) watt.

Nilai gradien yang diperoleh dari grafik perubahan suhu terhadap Kalor pada gambar 4.5. adalah:

n = ( 175,3) Joule/

Nilai gradien yang diperoleh kemudian digunakan untuk menentukan nilai kalor jenis batu bata dengan persamaan (3.9). Melalui persamaan ini dapat diketahui nilai kalor jenis batu bata merah oven yang dipanasi menggunakan daya listrik sebesar (2,6 ± 0,3) watt adalah:

(50)

c =

c

= 438,2 J/kg

Setalah memperoleh nilai kalor jenis batu bata merah oven dengan menggunakan daya listrik sebesar (2,6 ± 0,3) watt, selanjutnya dengan menggunakan persamaan yang sama kita dapat mencari nilai kalor jenis untuk daya listrik lainnya. Data-data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2. berikut:

Tabel 4.2. Hubungan Kalor Jenis Batu Bata Merah Oven terhadap Daya Listrik yang digunakan Elemen Pemanas

No Daya Listrik (watt) Kalor Jenis (J/kg 0C) 1 2,6 ± 0,3 438,2 2 4,2 ± 0,3 438,0 3 6,0 ± 0,3 438,0 Rata-rata 438,1

Nilai kalor jenis pada masing-masing daya listrik pada tabel merupakan hasil yang diperoleh dari nilai gradien masing-masing grafik dan hasil perhitungan menggunakan persamaan ((3.8). Data lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3. Nilai rata-rata pada tabel 4.2. adalah nilai kalor jenis batu bata merah dari keseluruhan daya listrik yang digunakan pada penelitian ini. Melalui perhitungan diperoleh nilai kalor jenis batu bata merah oven sebesar 438,1 J/kg . Nilai ketidakpastian dari kalor jenis dapat diperoleh dengan perhitungan berikut:

(51)

=

= 0,07

= 0,1

Dari hasil perhitungan diperoleh nilai kalor jenis batu bata beserta nilai ketidakpastiannya adalah:

c = (438,1 ± 0,1) J/kg

4.2. Pembahasan

Konduktivitas adalah kemampuan benda dalam menghantarkan panas/kalor (Suparno, 2009). Kalor merupakan energi yang dapat berpindah dari suatu benda ke benda yang lain. Kalor dapat dipindahkan dengan tiga cara yaitu: konduksi/hantaran, konveksi/aliran dan radiasi/pancaran. Penelitian ini berfokus pada perpindahan kalor secara konduksi/hantaran. Konduksi adalah perpindahan kalor melalui pada benda tanpa disertai perpindahan bagian-bagian benda tersebut, jadi pada intinya yang berpindah hanya kalornya bukan bendanya. Syarat utama agar terjadinya perpindahan kalor secara konduksi ialah adanya perbedaan suhu pada benda.

Penelitian ini menggunakan sensor suhu Stainless Steel Temperature Probe untuk menentukan nilai perbedaan suhu pada batu bata. Stainless Steel Probe Temperature memiliki batas ukur suhu mulai dari -40 hingga 135 (-400 hingga 275 ). Resolusi yang dimiliki oleh sensor suhu adalah 0,17 pada suhu -40 sampai 0 , 0,003 pada suhu 0 sampai

40 , 0,1 pada suhu 40 sampai 100 , dan 0,25 pada suhu 100

sampai 135 . Suhu maksimum yang dapat ditoleransi oleh sensor tanpa

kerusakan adalah 150 . Elemen pemanas yang digunakan disini adalah

(52)

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah batu bata merah oven. Batu bata ini banya digunakan dalam pembangunan baik itu perumahan maupun pertokoan. Alasan batu bata masih banyak menjadi pilihan masyarakat karena batu bata merupakan material yang dapat menahan panas dengan baik dan lambat dalam menghantarkannya, tidak mudah terbakar, warna yang menarik dan harga yang ekonomis. Ada dua jenis batu bata merah yang beredar di masyarakat yaitu bata merah biasa dan bata merah oven. Bahan dasar pembuatan batu bata ini sama tetapi yang membedakannya adalah proses produksinya, dimana untuk bata merah biasa masih menggunakan metode yang lama yaitu dibentuk dan dicetak langsung oleh manusia sedangkan untuk bata merah oven dibentuk dan dicetak menggunakan mesin. Proses produksinya yang berbeda menghasilkan hasil yang berbeda juga, hal dapat dilihat dari warna, tingkat kerapatan dan harga dari bata tersebut.

Dalam menentukan nilai koefisien konduktivitas termal batu bata merah oven kita perlu mengetahui massa dari batu bata yang digunakan, luas permukaan arah aliran kalor pada batu bata dan panjang batu bata dimana besaran-besaran ini akan digunakan saat proses analisis data sedangkan untuk perbedaan suhunya akan diperoleh selama penelitian berlangsung. Batu bata yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 5 x 10 x 5,2 cm3, batu bata kemudian dililiti dengan elemen pemanas pada salah satu sisi yang sudah ditentukan. Elemen pemanas yang digunakan adalah kawat nikelin yang berfungsi untuk memanaskan batu bata. Pada saat melilitikan elemen pemanas dipastikan tidak ada lilitan yang saling menumpuk dan berhimpit harus ada jaraknya, hal ini dilakukan sehingga arus dan tegangan yang diberikan dapat teraliri dengan baik. Setelah itu sensor suhu diletakan pada masing-masing sisi batu bata yang telah ditentukan. Kemudian menghubungkan tegangan dari catu daya menuju elemen pemanas dan amperemeter lalu arus dari amperemter juga dihubungkan pada elemen pemanas yang dililitkan pada salah satu sisi batu bata. Dalam

(53)

penelitian ini alat dan bahannya dirangkai secara seri dan arus yang digunakan adalah arus DC.

Perubahan suhu pada titik T2 (sisi batu bata yang dililiti elemen

pemanas) dan titik T1 (sisi lain batu bata yang tidak dililiti elemen

pemanas) dimonitor oleh sensor suhu yang terhubung dengan aplikasi Logger Pro yang akan terbaca pada Laptop yang telah terhubung. Sensor suhu dan aplikasi Logger Pro akan terus memonitor hingga batas waktu yang telah ditentukan. Dari hasil perekaman seperti yang gambar grafik 4.1. terlihat bahwa lama kelamaan bentuk kedua grafik terlihat saling sejajar, pada keadaan tersebut dikatakan bahwa kedua suhu telah mencapai keadaan setimbang. Pada saat pengambilan data tidak hanya terjadi perpindahan kalor secara konduksi tetapi juga perpindahan kalor secara konveksi. Perpindahan kalor secara konveksi terjadi antara udara di dalam ruangan dengan udara di luar ruangan laboratorium, walaupun nilainya tidak terlalu besar tetapi pada saat itu terjadi perpindahan panas secara konveksi.

Eksperimen pendahuluan sangat penting dilakukan untuk meminimalisir input-input pengganggu yang mungkin muncul saat melakukan eksperimen. Penelitian ini menggunakan dua buah sensor suhu yang berfungsi untuk memonitor perbedaan suhu pada titik T2 dan titik T1

yang diletakkan dimasing-masing sisi batu bata. Nilai dari perbedaan suhu pada masing-masing titik inilah yang akan diolah untuk menentukan nilai koefisien konduktivitas termal batu bata merah oven. Tegangan dari catu daya akan diteruskan ke amperemeter, amperemeter berfungsi untuk menunjukkan besarnya kuat arus yang digunakan dalam rangkaian. Arus listrik yang dialiri pada elemen pemanas yang telah dililitkan disalah satu sisi batu bata ini menyebabkan terjadinya aliran kalor. Kemudian nilai tegangan dan kuat arus yang terlihat pada amperemter dan catu daya dicatat karena akan digunakan dalam perhitungan daya listrik yang digunakan dalam eskperimen. Daya listrik yang digunakan menunjukkan besarnya energi yang diberikan elemen pemanas tiap satu satuan waktu,

(54)

hal ini juga yang mempengaruhi nilai perbedaan suhu pada masing-masing titik untuk setiap nilai daya listriknya. Pengambilan data dilakukan sebanyak tiga kali dengan nilai tegangan dan arus yang berbeda.

Nilai koefisien konduktivitas termal batu bata merah oven ditentukan melalui data perbedaan suhu dari titik T2 dan titik T1 saat keadaan

konduksi telah stabil. Dari data perbedaan suhu ini kemudian dibuat grafik hubungan antara perbedaan suhu terhadap daya listrik, grafik yang dihasilkan adalah grafik linear. Dari grafik perbedaan suhu terhadap daya listrik akan diperoleh nilai gradiennya, dimana nilai gradien tersebut akan digunakan dalam persamaan (3.3) untuk mencari nilai koefisien konduktivitas termal.

Dari hasil perhitungan, didapatkan nilai koefisien konduktivitas termalnya sebesar (0,36 ± 0,12) 10-1 W/m . Seperti yang telah

dijelasakan pada dasar teori bahwa semakin besar nilai k suatu benda maka benda tersebut merupakan konduktor (penghantar panas) yang baik begitupun sebaliknya, semakin kecil nilai k suatu benda maka benda tersebut tergolong sebagi konduktor yang kurang baik. Penelitian lain yang telah menentukan nilai k dari batu bata adalah penelitian yang dilakukan oleh T Ficker. Nilai k yang didapatkan pada penelitian tersebut adalah (0,81 ± 0,02) W/m .

Nilai k yang diperoleh dalam penelitian ini dan penelitian yang telah dilakukan berbeda tetapi nilai yang diperoleh dalam penelitian ini berada dalam rentang data nilai k untuk berbagai jenis bahan pada tabel 1.1 nomor 4 sebesar 0,034 – 2,6 W/m . Namun dapat disumpulkan bahwa batu bata

merupakan salah satu benda yang tergolong dalam isolator yang baik karena nilai k yang kecil.

Data rata-rata perubahan suhu yang digunakan untuk menentukan nilai kalor jenis batu bata adalah dari daerah yang kurva grafiknya mengalami kenaikan suhu secara linear. Hal ini dikarenakan pada daerah tersebut mudah untuk melihat kenaikan suhu sebesar 1 . Nilai kalor jenis

(55)

ditentukan melalui nilai gradien grafik hubungan perbedaan suhu rata-rata di titik T2 dan titik T1 terhadap kalor. Grafik hubungan perbedaan suhu

rata-rata dititik T2 dan titik T1 terhadap kalor yang dibuat memiliki bentuk

linear. Hal ini sesuai dengan persamaan (2.3) yang menyatakan bahwa nilai kalor berbanding lurus dengan niai perubahan suhu. Dari perhitungan didapatkan nilai kalor jenis batu bata merah oven adalah (438,1 ± 0,1) J/kg . Dari tabel 4.2. hubungan kalor jenis batu bata merah oven

terhadap daya listrik dapat dilihat bahwa nilai kalor jenis semakin kecil saat daya yang diberikan semakin besar, walaupun pengurangannya relatif kecil.

Penelitian ini mengandalkan sensor suhu serta software Logger Pro sebagai pengganti termometer air raksa. Penggunaan sensor suhu dan software Logger Pro sangat membantu hal ini dapat dibandingkan dengan prosedur praktikum termofisika. Dari segi prosedur sangat sederhana, ketelitian yang lebih baik dan dapat mempermudah pengguna dalam mengolah data karena diengkapi dengan persamaan-persamaan fisika. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi bidang pendidikan dan bidang penelitian. Untuk bidang pendidikan diharapkan para guru dapat menjadikan metode ini sebagai bahan ajar dikelas sehingga siswa dapat mengetahui penggunaan peralatan-peralatan yang berbasis komputer seperti Logger Pro dan untuk tingkat perguruan tinggi metode ini dapat digunakan untuk menentukan nilai koefisien konduktivitas termal bahan konduktor dan isolator lainnya. Penelitian ini juga diharapkan mampu membantu peserta didik untuk lebih memahami tentang materi kalor dan perpindahan kalor.

(56)

41

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Batu bata yang diteliti, dipanasi menggunakan elemen pemanas yang telah dililitkan pada batu bata dan diberi daya listrik dengan nilai tertentu. Suhu pada dua buah titik pada batu bata dimonitor, kemudian dilakukan pengolahan data-data yang telah didapatkan. Nilai koefisien konduktivitas termal batu bata dapat ditentukan dengan gradien dari grafik hubungan perbedaan suhu terhadap daya listrik.

2. Nilai koefisien konduktivitas termal batu bata merah oven yang diperoleh dari penelitian ini adalah (0,36 ± 0,12) 10-1 W/m .

3. Nilai kalor jenis batu bata merah oven yang diperoleh dari penelitian ini adalah (438,1 ± 0,1)J/kg .

5.2. Saran

Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran bagi pembaca, yaitu:

1. Metode pengukuran ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar di kelas dan dapat dijadikan sebagai materi eksperimen Fisika tingkat Universitas dengan pengukuran berbasis komputer. Hal ini dapat membantu siswa dan mahasiswa dalam memahami materi sekaligus prakteknya.

2. Metode serupa dapat digunakan untuk menentukan nilai koefisien konduktivitas termal dan kalor jenis bahan konduktor maupun isolator selain batu bata merah.

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Ficker, T. 1996. A non-stationary method for the measurement of thermal conductivity of solids in student laboratories, Phys. 17. UK: Department Of Physis.

Giancoli, Douglas C.. 2001. Fisika. Jilid 1. Edisi kelima. Diterjemahkan oleh: Yuhilza Hanum. Jakarta: Erlangga

Kreith, Frank. 1985. Prinsip-Prinsip Perpindahan Panas. Edisi ketiga. Diterjemahkan oleh: Arko Prijono. Jakarta: Erlangga.

Pratama, Antonius Dian. 2017. Penentuan Nilai Koefisien Konduktikvitas Termal Pada Beberapa Jenis Kayu Menggunakan Sensor Suhu Dan Logger Pro. Skripsi. F.K.I.P. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Rosandy, Antonius Hendy. 2018. Penentuan Nilai Koefisien Konduktikvitas Termal, Kalor Jenis, dan Konstanta Pendinginan Logam Aluminium dan Tembaga Menggunakan Sensor Suhu Dan Logger Pro. Skripsi. F.K.I.P. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Suparno, Paul. 2009. Pengantar Termofisika. Yogyakarta: Universitas Sanata

Dharma.

Suparno, Paulus dkk. 2014. Praktikum Fisika. Editor: Ign Edi Santosa. Yogyakarta: Laboratorium Fisika Universitas Sanata Dharma.

Tipler, Paul A.. 1991. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jilid satu. Editor: Joko Sutrisno. Jakarta: Erlangga.

Zemansky, Mark dan Rihard. 1986. Kalor dan Termodinamika. Edisi keenam. Bandung: Institut Teknologi Bandung

http://www.vernier.com./products/sensors/temperature-sensors/tmp-bat/ (diakses pada 20/06/2020)

(58)
(59)

LAMPIRAN 1

A. Data Luas Permukaan Batu Bata

Tabel 1. Data Pengukuran Berulang Panjang dan Lebar Batu Bata Merah Oven

No Panjang Batu Bata

(x 10-2 m)

Lebar Batu Bata (x 10-2 m) 1 4,9 5,1 2 4,9 5,1 3 4,9 5,0 4 5,0 5,1 5 4,9 5,1 6 5,0 5,1 7 4,9 5,0 8 4,9 5,1 9 5,0 5,1 Nilai rata-rata 4,9 5,1

Perhitungan Luas Permukaan Batu Bata. Contoh perhitungan luas permukaan batu bata merah oven dari tabel 1 data nomor 1

A = p l

A = (4,9 5,1) x 10-2 m

A = 24,99 10-2 m2

Cara yang sama dapat digunakan untuk menghitung data dari nomor 2 sampai 9, sehingga diperoleh datanya seperti pada tabel 2 berikut:

(60)

Tabel 2. Data Pengukuran Luas Permukaan Batu Bata

No Luas Permukaan Batu Bata (A) x 10-2 m2

1 24,9 2 24,9 3 24,5 4 25,5 5 24,99 6 25,5 7 24,5 8 24,9 9 25,5 25,05

B. Data Massa Batu Bata Merah Oven

Tabel 5. Data Pengukuran Berulang Massa Batu Bata Merah Oven

No m (kg) 1 0,451 2 0,451 3 0,4512 4 0,451 5 0,4512 6 0,451 7 0,4512 8 0,451 0,451

(61)

LAMPIRAN 2

Grafik dan Data Tabel Penentuan Nilai Koefisien Konduktivitas Termal Batu Bata Oven

1. Grafik Hubungan Perubahan Suhu dititik T2 dan titik T1 terhadap Waktu

pada Batu Bata Oven yang Dipanasi Menggunakan Elemen Pemanas dengan Daya Listrik (2,6 ± 0,3) watt

2. Grafik Hubungan Beda Suhu Suhu terhadap Waktu pada Batu Bata Oven yang Dipanasi Menggunakan Elemen Pemanas dengan Daya Listrik (2,6 ± 0,3) watt, beserta Daerah Kurva Grafik yang Cenderung Landai.

(62)

3. Tabel Beda Suhu pada Kurva Grafik Hubungan Beda Suhu terhadap Waktu pada Batu Bata Oven yang Dipanasi Menggunakan Elemen Pemanas dengan Daya Listrik (2,6 ± 0,3) watt yang Cenderung Landai

No Beda Suhu ( ) No Beda Suhu ( ) No Beda Suhu ( )

1 2,04 101 1,94 201 1,76 2 1,97 102 1,83 202 1,78 3 2,01 103 1,83 203 1,85 4 2,06 104 1,78 204 1,78 5 1,99 105 1,78 205 1,87 6 1,99 106 1,76 206 1,94 7 1,90 107 1,69 207 1,83 8 1,92 108 1,83 208 1,78 9 1,85 109 1,83 209 1,73 10 1,83 110 1,78 210 1,69 11 1,87 111 1,92 211 1,66 12 1,87 112 1,90 212 1,69

(63)

13 1,87 113 1,97 213 1,71 14 1,92 114 1,85 214 1,71 15 1,94 115 1,90 215 1,64 16 1,80 116 1,94 216 1,59 17 1,73 117 1.99 217 1,57 18 1,80 118 2,01 218 1,57 19 1,83 119 1,99 219 1,54 20 1,90 120 1,94 220 1,54 21 1,80 121 1,94 221 1,66 22 1,75 122 1,94 222 1,66 23 1,71 123 1,92 223 1,71 24 1,68 124 1,87 224 1,69 25 1,66 125 1,92 225 1,71 26 1,68 126 1,78 226 1,71 27 1,71 127 1,78 227 1,80 28 1,71 128 1,76 228 1,80 29 1,64 129 1,73 229 1,76 30 1,66 130 1,76 230 1,73 31 1,64 131 1,76 231 1,66 32 1,66 132 1,78 232 1,71 33 1,61 133 1,80 233 1,57 34 1,71 134 1,73 234 1,66 35 1,59 135 1,76 235 1,73 36 1,71 136 1,71 236 1,80 37 1,66 137 1,73 237 1,66 38 1,69 138 1,76 238 1,76 39 1,76 139 1,69 239 1,68 40 1,87 140 1,76 240 1,64 41 1,90 141 1,76 241 1,68 42 1,85 142 1,76 242 1,68

Gambar

Gambar 4.3.  Grafik hubungan perbedaan suhu dan daya listrik untuk percobaan  pada Batu Bata Merah Oven ( l = =(4,9 ± 0,1)   10 -2  m), A=(25,0 ±  0,4)   10 -2  m 2 ))…………………………………………………...31  Gambar 4.4
Tabel 2.1. Konduktivitas termal k untuk berbagai jenis bahan…………………..11  Tabel 4.1. Hubungan Perbedaan Suhu terhadap Daya Listrik yang digunakan
Gambar  2.1.  menunjukkan  sebuah  benda  dengan  konduktivitas  termal  k  yang  memiliki  beda  suhu  diantara  kedua  sisinya,  sehingga  menyebabkan  terjadinya  aliran  kalor
Gambar 2.1 konduksi panas pada benda
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan Bina Marga 2018 Revisi 2, makan nilai stabilitas marshall memenuhi karena lebih dari 800 kg dan filler serbuk batu bata merah dapat digunakan dalam campuran aspal beton

Berdasarkan hasil penelitian, nilai persentase optimum fly ash batu bara sebagai substitusi sebagian semen terhadap nilai kuat tekan maksimum bata ringan berjenis CLC diperoleh pada