• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus pelagicus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus pelagicus)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

6

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus pelagicus)

Rajungan adalah salah satu anggota filum crustacea yang memiliki tubuh beruas-ruas. Klasifikasi rajungan (Portunus pelagicus) menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea

Sub kelas : Malacostraca Ordo : Eucaridae

Sub ordo : Decapoda Famili : Portunidae Genus : Portunus

Spesies : Portunus pelagicus

Gambar 2. Rajungan Jantan dan Rajungan Betina (Sumber : Sunarto 2011) Rajungan memiliki karapas yang sangat menonjol dibandingkan dengan abdomennya. Lebar karapas pada rajungan dewasa dapat mencapai ukuran 18,5 cm. Abdomennya berbentuk segitiga (meruncing pada jantan dan melebar pada betina), tereduksi dan melipat ke sisi ventral karapas. Kedua sisi muka karapas

(2)

terdapat 9 buah duri yang disebut sebagai duri marginal. Duri marginal pertama berukuran lebih besar daripada ketujuh duri belakangnya, sedangkan duri marginal ke-9 yang terletak di sisi karapas merupakan duri terbesar. Kaki rajungan berjumlah 5 pasang, pasangan kaki pertama berubah menjadi capit (cheliped) yang digunakan untuk memegang serta memasukkan makanan ke dalam mulutnya, pasangan kaki ke-2 sampai ke-4 menjadi kaki jalan, sedangkan pasangan kaki jalan kelima berfungsi sebagai pendayung atau alat renang, sehingga sering disebut sebagai kepiting renang (swimming crab). Kaki renang pada rajungan betina juga berfungsi sebagai alat pemegang dan inkubasi telur (Oemarjati dan Wisnu 1990).

2.1.1 Morfologi Rajungan

Rajungan adalah kepiting yang kuat dan mempunyai kemampuan berenang cepat sehingga dapat berimigrasi jauh kedalam air. Hal ini disebabkan karena rajungan mempunyai potongan-potongan kaki berbentuk dayung dan pada siang hari rajungan melintang di dalam pasir dan hanya saja kelihatan. Ukuran rajungan yang terdapat di alam sangat bervariasi tergantung wilayah dan musim. Perbedaan yang mencolok antara jantan dan betina terlihat jelas, dimana pada rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih besar, sapitnya pun lebih panjang daripada betina. Warna dasar pada jantan adalah kebiru-biruan dengan bercak-bercak putih terang, sedangkan pada betina berwarna dasar kehijau-hijauan dengan bercak-bercak putih agak suram (Kordi 1997).

2.1.2 Ciri Rajungan

Menurut Juwana dan Romimohtarto (2000) bahwa karapas rajungan mempunyai pinggiran samping depan yang bergerigi dan jumlah giginya sembilan buah. Abdomen terlipat kedepan dibawah karapas. Abdomen betina melebar dan membulat penuh dengan embelan yang berguna untuk menyimpan telur. Rajungan berkembang biak dengan cara bertelur setelah disimpan didalam lipatan abdomen. Rajungan berwarna kebiru-biruan dan bercak-bercak putih terang pada jantan, sedangkan betina berwarna dasar kehijau-hijauan dengan bercak putih agak

(3)

suram, perbedaan warna ini terlihat jelas pada rajungan dewasa. Sumpitnya kokoh, dan berduri biasanya jantan mempunyai ukuran yang lebih besar dan lebih panjang dari betina. Rajungan dapat tumbuh mencapai 18 cm (Kordi 1997).

2.2 Proses Pengolahan Rajungan

Pengolahan rajungan di kalangan masyarakat nelayan adalah merupakan salah satu rangkaian kegiatan dari proses kegiatan pengalengan rajungan. Prinsip dasar pengolahan produk perikanan adalah usaha untuk memanfaatkan produk perikanan sebaik-baiknya agar dapat digunakan semaksimal mungkin (Hadiwiyoto dalam Devananda 2007). Pengolahan bahan makanan dengan memanfaatkan panas merupakan salah satu cara yang telah dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan dan menambah kelezatan makanan. Proses pemanasan yang bertujuan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan adalah pengukusan, pasteurisasi dan sterilisasi ( Haris dalam Devananda 2007). Adapun tahap-tahap pengolahan daging rajungan meliputi persiapan bahan baku, penimbangan, perebusan, penirisan, pengupasan, penyortiran, pengemasan, pengiriman. Peralatan dalam pengolahan rajungan harus lengkap, hal ini berkaitan dengan mutu rajungan yang dihasilkan. Hal ini terlihat dari peralatan yang digunakan berikut ini:

1) Burner Elektrik

Burner Elektrik adalah seperangkat alat yang memiliki kegunaan seperti boiler, yang berfungsi untuk mengubah uap air menjadi uap panas.

2) Pisau Stainless steel

Pisau digunakan dalam proses pengupasan, yaitu untuk memisahkan daging dari kulit rajungan.

3) Meja Pengolahan, terbuat dari stainless steel, tahan karat dan mudah dibersihkan. Meja berbentuk persegi dengan ukuran 2,5 m x 1 m dan ketinggian 1 m. Meja ini digunakan untuk proses pengupasan, sortir, penimbangan dan pengemasan daging rajungan.

4) Ember plastik, ember digunakan sebagai tempat air untuk mencuci tangan karyawan sebelum melakukan proses produksi. Ember berada di depan

(4)

ruangan proses produksi, sehingga ketika memasuki ruang produksi tangan setiap karyawan sudah bersih. Selain ember untuk tangan, ember plastik lain digunakan sebagai tempat pencucian rajungan yang telah direbus dan dikeluarkan cangkangnya atau rajungan yang siap untuk masuk tahap pengupasan.

5) Bak air, bak air digunakan sebagai tempat air yang digunakan untuk mencuci rajungan segar sebelum ditimbang dan masuk dalam proses perebusan, agar terhindar dari bahaya fisik seperti kerikil dan kotoran-kotoran lain yang menempel, serta mengurangi jumlah bakteri alami pada permukaaan tubuh rajungan.

6) Timbangan. Memiliki dua jenis timbangan, yaitu timbangan besar dan timbangan kecil. Timbangan besar digunakan untuk menimbang bahan baku yang baru datang dan yang akan diproses. Timbangan kecil digunakan untuk menimbang hasil daging rajungan yang telah dikupas ataupun yang telah disortir.

2.2.1 Penerimaan Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan adalah rajungan segar yang diperoleh dari nelayan. Kebanyakan rajungan yang diperoleh tersebut masih dalam kondisi hidup tanpa sortasi dan pencucian. Rajungan segar tersebut diletakkan dalam keranjang-keranjang plastik. Kemudian rajungan dicuci sampai bersih, sehingga terhindar dari bahaya fisik seperti kerikil dan kotoran-kotoran lain yang menempel, serta mengurangi jumlah bakteri alami pada permukaaan tubuh rajungan. Seteleh itu, dilakukan sortasi pada rajungan yang telah bersih, tetapi apabila rajungan hanya sedikit, sortasi tidak dilakukan.

2.2.2 Perebusan Rajungan

Pengukusan atau perebusan adalah proses pemanasan yang sering diterapkan pada sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan, pengalengan dan sebagainya (Poernomo dan Adiono 1987).

(5)

Perebusan rajungan bertujuan untuk mempermudah proses pemisahan daging rajungan dengan cangkangnya (picking). Picking dilakukan setelah rajungan matang yang sudah didinginkan. Agar tekstur daging yang diperoleh bagus maka dilakukan pendinginan terlebih dahulu. Indikator kematangan rajungan bila daging pada kaki jalan mudah dicabut dan daging tersebut memiliki tekstur yang empuk, padat dan kompak (Sulistyawati 2000).

2.2.3 Pendinginan

Rajungan yang telah dimasak setelah pemidahan dari tempat perebusan harus didinginkan pada temperatur ruang selama 1-2 jam. Jika rajungan tidak di kupas dalam waktu 12 jam maka rajungan yang telah dimasak harus didinginkan pada suhu 0-5 ºC.

2.2.4 Pengupasan

Pada proses pengupasan sudah dilakukan pemisahan berdasarkan klasifikasi jumbo, backfin special, claw meat, claw figer. Daging rajungan dari hasil pengupasan sebaiknya sesegera mungkin dalam waktu satu jam setelah pengupasan dikalengkan kemudian disimpan dalam cool storage dengan suhu 0-3 ºC. Menurut Philips Seafood dalam Mirzads (2008), daging rajungan dapat digolongkan menjadi lima jenis daging, yaitu:

1. Jumbo lump atau kolosal (daging putih) yang merupakan jaringan terbesar yang berhubungan dengan kaki renang.

Gambar 3. Jumbo lump (Sumber www.phillipsfoods.com)

2. Backfin (daging putih) yang merupakan jumbo kecil dan pecahan dari daging jumbo.

(6)

Gambar 4. Backfin (Sumber www.phillipsfoods.com)

3. Special (daging putih) yang merupakan daging yang berada di sekitar badan yang berupa serpihan-serpihan.

Gambar 5. Special (Sumber www.phillipsfoods.com)

4. Claw meat (daging merah) yang merupakan daging dari bagian kaki sampai capit dari rajungan.

5. Claw Finger (daging merah) yang merupakan bagian dari capit rajungan bersama dengan bagian shell yang dapat digerakkan.

(7)

2.2.5 Penyortiran

Dalam penyortiran ada beberapa hal yang perlu diperhatikan selain size/ukuran daging rajungan dan memilih memisahan daging rajungan yang tidak layak untuk dikemas dalam kaleng. Dalam sortir ada beberapa hal yang perlu diperhatikan selain size/ukuran yaitu: Penampilan warna, kesegaran daging, konfirmasi atau kesegaran daging tidak pecah, daging padat dan kenyal, perlemakan dan kotoran tidak banyak.

2.2.6 Pengalengan

Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat dan diseterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini merupakan cara yang paling umum dilakukan karena bebas dari kebusukan serta untuk mempertahankan nilai gizi, citra rasa, dan daya tarik. Menurut Jupri dalam Devananda (2007), Pada pengalengan rajungan menggunakan kaleng plat timah yang merupakan pengemas berbahan logam. Plat timah (tin plate) adalah bahan yang digunakan untuk membuat kemasan kaleng, terdiri dari lembaran baja dengan pelapis timah. Plat timah ini berupa lembaran atau gulungan baja berkarbon rendah dengan ketebalan 0,15-0,5 mm dan kandungan timah putih berkisar antara 1,0-1,25% dari berat kaleng. Digunakan untuk produk yang mengalami sterilisasi (Julianti dan Nurminah 2007). Secara umum proses pengalengan meliputi adalah Persiapan bahan mentah, Pengisian, Pengisian dengan mengunakan tangan lebih menguntungkan karena lebih cepat. Daging yang akan diisikan ditimbang dengan berat tertentu. Pasteurisasi adalah proses pemanasan pada suhu dan waktu tertentu dimana semua bakteri yang berbahaya bagi manusia terbunuh ( Fardiaz 1992). Pendinginan, setelah pasteurisasi kaleng harus didinginkan untuk mencegah over cooking atau over processing yaitu daging rajungan mengalami pemasakan terlalu lanjut yang berakibat pada rasa,warna, dan tekstur daging. Pelebelan, memberikan indikasi tentang nama/jenis bahan yang di kaleng, bumbu yang dipakai, berat, bersih, nama produsen, tanggal kadaluwarsa.

(8)

2.3 Nilai Tambah Produk

Pengertian nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu produk atau komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja. Sedangkan marjin adalah selisih antara nilai produk dengan harga bahan bakunya saja. Dalam marjin ini tercakup komponen faktor produksi yang digunakan dan balas jasa pengusaha pengolahan (Hayami dalam Hidayat 2009). Berdasarkan pengertian sebelumnya, perubahan nilai bahan baku yang telah mengalami perlakuan pengolahan besar nilainya dapat diperkirakan. Dengan demikian, atas dasar nilai tambah yang diperoleh, marjin dapat dihitung dan selanjutnya imbalan bagi faktor produksi dapat diketahui.

2.4 Pemasaran

Pemasaran adalah serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan barang-barang atau jasa-jasa dari titik produsen ke titik konsumen (Limbong dan Sitorus 1987). Pemasaran menurut Kotler (1993), adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan, dengan cara menciptakan, menawarkan serta mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain. Pertukaran adalah konsep yang yang melandasi pemasaran.

Tujuan akhir dari pemasaran menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983) adalah menempatkan barang-barang ke tangan konsumen akhir. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan tataniaga yang dibangun berdasarkan arus barang yang meliputi proses pengumpulan (konsentrasi), proses pengimbangan (equalisasi) dan proses penyebaran (dispersi). Proses konsentrasi merupakan tahap pertama dari arus barang. Barang-barang yang dihasilkan dalam jumlah kecil dikumpulkan menjadi jumlah lebih besar, agar dapat disalurkan ke pasar-pasar eceran secara lebih efisien. Equalisasi (pengimbangan) merupakan proses tahap kedua dari arus barang, terjadi di antara proses konsentrasi dan

(9)

proses dispersi. Proses equalisasi ini merupakan tindakan penyesuaian permintaan dan penawaran, berdasarkan tempat, waktu, jumlah dan kualitas. Dispersi atau penyebaran merupakan proses tahap terakhir dari arus barang, di mana barang-barang yang telah terkumpul disebarkan ke arah konsumen atau pihak yang menggunakannya.

Pemasaran dapat dipelajari dari berbagai sudut pandang dan pendekatan yang berbeda. Seperti pendekatan fungsional atau fungsi pemasaran, pendekatan organisasional atau kelembagaan yang meliputi seluruh partisipan yang terlibat dalam pendekatan subsistem komoditas yang menggabungkan kedua pendekatan sebelumnya. Dalam pendekatan subsistem komoditas, analisis kelembagaan didasarkan pada identifikasi saluran pemasaran utama. Dimana analisis mengenai saluran pemasaran tersebut menyediakan pengetahuan yang sistematis bagaimana arus barang dan jasa mengalir dari titik asal (produsen) sampai titik akhir (konsumen).

2.4.1 Lembaga Pemasaran Produk Rajungan

Lembaga pemasaran rajungan adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen ke konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran muncul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komonditi yang sesuai dengan waktu (time utility), tempat (pleace utility) dan bentuk (form utility). Lembaga pemasaran yang bertugas untuk menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Imbalan yang diterima lembaga pemasaran dari pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran adalah margin pemasaran (yang terdiri dari biaya pemasaran dan kentungan). Lembaga pemasaran yang termasuk dalam pemasaran produk rajungan adalah nelayan, pedagang pengumpul atau bakul, miniplant, pemilik restoran, pabrik pengolah rajungan, eksportir.

(10)

2.4.2 Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran adalah cara atau sistem untuk menyampaikan produk yang dihasilkan oleh produsen kepada konsumen. Dalam saluran pemasaran terdapat lembaga-lembaga pemasaran seperti produsen, pedagang pengumpul, pedagang antar kota dan sebagainya. Menurut Hanafiah dan Saeffudin (1986) lembaga pemasaran (tata niaga) adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran dengan mana barang-barang bergerak dari pihak produsen sampai pihak konsumen. Saluran pemasaran yang dilalui oleh barang dan jasa akan sangat menentukan nilai keuntungan dari suatu produk dan berpengaruh pada pembagian penerimaan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran.

Saluran pemasaran dikarakteristikan dengan jumlah tingkat saluran pemasaran. Setiap perantara yang menjalankan pekerjaan tertentu untuk mengalihkan produk dan kepemilikannya agar lebih mendekati pembeli akhir bisa akan membentuk tingkat saluran, karena produsen dan pelanggan akhir, kedua-duanya melaksanakan pekerjaan tertentu dan kekedua-duanya merupakan bagian dari setiap saluran pemasaran. Pihak produsen adalah pihak yang memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan. Pihak lembaga perantara adalah yang memberikan pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian atau penjualan barang dan jasa dari produsen dan konsumen, yaitu pedagang besar (wholeseller) dan pedagang pengecer (retailer). Sedangkan konsumen akhir adalah pihak yang langsung menggunakan barang dan jasa yang dipasarkan (Limbong dan Sitorus 1987). Panjang-pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu hasil perikanan menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983), tergantung pada beberapa faktor, antara lain :

a) Jarak antara produsen dan konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh produk.

b) Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak harus segera diterima konsumen, dan dengan demikian menghendaki saluran yang pendek dan cepat.

(11)

c) Skala produksi apabila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, hal mana akan tidak menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar. d) Posisi keuangan pengusaha produsen yang posisi keuangannya kuat

cenderung untuk memperpendek saluran pemasaran. Pola saluran pemasaran untuk produk perikanan relatif agak berbeda dengan pola saluran pemasaran produk non perikanan. Hal ini dikarenakan produk perikanan yang mempunyai sifat mudah rusak (perishable). Pergerakan hasil perikanan sebagai barang konsumsi (segar atau produk olahan) dari produsen sampai konsumen pada dasarnya menggambarkan proses pengumpulan maupun penyebaran.

2.4.3 Fungsi – Fungsi Pemasaran

Fungsi-fungsi pemasaran merupakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk memindahkan barang-barang atau jasa-jasa dari sektor produksi ke sektor konsumsi (Hanafiah dan Saefuddin 1983). Fungsi pemasaran menurut Mubyarto (1994) adalah mengusahakan agar pembeli atau konsumen memperoleh barang yang diinginkan pada tempat, waktu dan harga yang tepat. Fungsi-fungsi pemasaran dalam pelaksanaan aktivitasnya dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran ini yang akan terlibat dalam proses penyampaian barang dan jasa dari produsen sampai ke tangan konsumen.

Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran terdiri dari dua fungsi, yaitu fungsi penjualan dan fungsi pembelian. Fungsi penjualan adalah kegiatan yang bertujuan mencari atau mengusahakan agar ada pembeli atau ada permintaan pasar yang cukup baik pada tingkat harga yang menguntungkan. Fungsi pembelian adalah pembelian persediaan produksi untuk diolah dan dijual kembali. Fungsi pengadaan secara fisik adalah semua kegiatan atau tindakan yang menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu pada barang dan jasa. Fungsi fisik meliputi pengangkutan dan penyimpanan. Fungsi pelancar adalah semua tindakan yang berhubungan dengan kegiatan pertukaran yang terjadi antara

(12)

produsen dengan konsumen. Fungsi pelancar meliputi dari fungsi permodalan, penangungan resiko, standardisasi dan grading, informasi pasar.

2.4.4 Struktur Pasar

Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan atau industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagi ukuran, deskripsi produk atau deferensiasi produk, syarat-syarat masuk atau penguasaan pangsa pasar (Limbong dan Sitorus, 1987). Terdapat ada empat karakteristik pasar yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan struktur pasar, yaitu : jumlah atau ukuran pasar, kondisi atau keadaan produk, kondisi keluar atau masuk pasar, tingkat pengetahuan informasi pasar yang dimiliki oleh partisipan dalam pemasaran misalnya biaya, harga, dan kondisi pasar antara partisipan (Dahl dan Hammond dalam Setiorini 2008).

2.4.5 Efisiensi Pemasaran

Efisiensi pemasaran adalah maksimisasi dari ratio input dan output. Input berupa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam memasarkan hasil perikanan. Sedangkan output adalah kepuasan dari konsumen. Perubahan yang mengurangi biaya input tanpa mengurangi kepuasan konsumen akan meningkatkan efisiensi sedangkan perubahan yang mengurangi biaya input tetapi mengurangi kepuasan konsumen akan menurunkan efisiensi pemasaran. (Soekartawi 1985).

2.4.6 Marjin Pemasaran

Marjin didefinisikan sebagai perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir (Saefuddin dan Hanafiah 1983). Perlakuan yang berbeda-beda yang diberikan masing-masing pelaku pemasaran terhadap komoditas yang dipasarkan menyebabkan perbedaan harga jual antar tiap lembaga yang terlibat hingga sampai ke konsumen akhir. Perbedaan harga inilah yang disebut dengan marjin pemasaran. Rendahnya marjin pemasaran suatu komoditas belum tentu dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi. Salah

(13)

satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tata niaga adalah dengan membandingkan harga yang ditentukan.

Gambar

Gambar 2.  Rajungan Jantan dan Rajungan Betina (Sumber : Sunarto 2011)  Rajungan  memiliki  karapas  yang  sangat  menonjol  dibandingkan  dengan  abdomennya
Gambar 4.  Backfin (Sumber www.phillipsfoods.com)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara Kemandirian Belajar Dan Lingkungan Sekolah Terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran IPS Pada

Pada hasil uji pengujian sterilitas pinset anatomis didapatkan hasil negatif, dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa pinset anatomis yang di kemas dengan pengemasan pouches

Penerapan akad istishna’ di kawasan pengrajin meubel Antang Kota Makassar berperan sebagai salah satu instrumen dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang tidak memilki

Pada tahun ketiga program IbPE, UKM Lestari Jaya memiliki jumlah tenaga kerja sebanyak 25 orang, hal ini menunjukkan peningkatan yang signifikan sebesar 150 persen dibandingkan

Menurut Chaer (1994) sebuah morfem merupakan segmen terkecil dari bahasa yang harus memenuhi kriteria: (a) mempunyai arti, (b) tidak dapat dipisahkan ke dalam bentuk

Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim dll)

Pada kedua kromatogram ini, terdapat beberapa puncak yang menunjukkan keberadaan asam organik yang dilihat berdasarkan waktu retensi dari asam-asam organik

Pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat dengan judul: “Penyuluhan Family Literacy Sebagai Stimulasi Untuk Meningkatkan Literasi Budaya Pada Masyarakat Wilayah