• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELVIURETERIC JUNCTION OBSTRUCTION (PUJO) GAMBARAN PADA COMPUTED TOMOGRAPHY (CT) SCAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELVIURETERIC JUNCTION OBSTRUCTION (PUJO) GAMBARAN PADA COMPUTED TOMOGRAPHY (CT) SCAN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Spesialis Radiologi

Diajukan Oleh: Herri Syahbana 09/303159/PKU/11514

Pembimbing: dr. Hesti Gunarti, Sp.Rad

BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA 2013

(2)
(3)
(4)

BAB I PENDAHULUAN

Hidronefrosis merupakan salah satu penyebab utama dari massa abdomen pada bayi dan anak-anak, selain Wilm’s tumor dan ginjal multikistik unilateral.1 Sebagian besar massa di regio flank pada kelompok usia anak-anak, disebabkan oleh suatu hidronefrosis1

Hidronefrosis cenderung lebih merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit, sehingga etiologinya perlu diketahui secara lebih pasti. Sebagian besar hidronefrosis pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh sumbatan pada pelviureteric junction (pelviureteric junction obstruction, PUJO).2,3,4

PUJO dianggap sebagai kelainan kongenital, namun dapat baru menimbulkan manifestasi klinis kapan saja.3,5 PUJO sebagai penyebab hidronefrosis justru sering terabaikan oleh besarnya hidronefrosis yang terlihat. Dengan menangani PUJO yang ada, hidronefrosis sebenarnya dapat diatasi. Oleh karena itu, adanya PUJO perlu dikenali, agar dapat diambil keputusan dan tata laksana yang tepat pada pasien-pasien anak-anak dengan hidronefrosis.

Pada laporan kasus ini, kami laporkan seorang pasien yang dicurigai menderita nefroblastoma. Informasi mengenai adanya hidronefrosis bilateral pada pemeriksaan CT scan abdomen belum membuat dokter yang merawat (klinisi) mengubah kecurigaan tersebut. Setelah diinformasikan bahwa terdapat kecurigaan adanya obstruksi di PUJ, berdasarkan hasil CT scan yang sama, klinisi mengubah diagnosisnya dan melakukan tindakan operatif.

Keputusan klinisi untuk melakukan perubahan diagnosis berdasarkan informasi adanya PUJO menunjukkan bahwa informasi tersebut merupakan sesuatu yang penting. Oleh karena itu, seorang radiolog sedapat mungkin menginformasikan hal tersebut dalam laporannya. Pemeriksaan CT dikatakan mampu untuk menegakkan diagnosis PUJO secara anatomis.5 Laporan kasus ini disusun untuk berbagi informasi mengenai bagaimana cara menganalisis gambaran CT scan pasien dengan hidronefrosis yang disebabkan oleh adanya PUJO.

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN PERKEMBANGAN GINJAL DAN URETER

Ginjal pada embrio berkembang melalui 3 tahapan, yaitu pronefros, mesonefros serta metanefros. Ketiganya berkembang secara berurutan, dan hanya metanefros yang bertahan dan menjadi ginjal yang definitif.6,7

Duktus pronefros terbentuk dari gabungan tonjolan-tonjolan pada segmen cervicalis ke-5 sampai thoracalis ke-3 mesoderm. Duktus ini kemudian tumbuh ke kaudal sampai bertemu dengan bagian anterior kloaka. Selanjutnya, mulai akhir minggu ke-4, pronefros akan mulai mengalami regresi. Pronefros membentuk sistem duktus dan sepanjang duktus tersebut terbentuk glomerulus, yang tidak pernah berfungsi. Duktus tersebut selanjutnya mengalami atrofi secara cepat dan menghilang.7

Seiring dengan terjadinya regresi pada pronefros pada minggu ke-4, mesonefros berkembang di sebelah kaudal pronefros. Vesikula-vesikula mesonefros memanjang dan membentuk tubulus. Ujung medial tubulus ini diselimuti oleh kapiler sehingga terbentuk kapsula Bowman, sementara ujung lateral membentuk duktus mesonphros. Ujung kaudal dari duktus mesonphros ini berhubungan dengan sinus urogenital. Mesonefros mengalami atrofi dan sebagian besar menghilang, ketika mulai terbentuk metaphros, pada minggu ke-6 atau ke-7. Pada minggu ke-5, hanya tersisa beberapa tubulus mesonefros yang tersisa.7

Metanefros merupakan ginjal yang definitif dan immatur. Organ ini tumbuh dari dua buah struktur yang berhubungan dekat, yaitu ureteric bud dan metanephrogenic blastema. Ureteric bud tumbuh dari dekat lokasi masuknya duktus Wolfii ke dalam kloaka, kemudian menembus bagian tengah mesonefros dan tumbuh sepanjang dinding posterior abdomen. Ureteric bud membentuk duktus pengumpul dan tubulus dari piramid ginjal, kaliks, pelvis renis serta ureter. Tubulus ginjal berkembang dari metanephrogenic blastema dan memanjang secara cepat membentuk bagian-bagian nefron: tubulus proksimalis, ansa Henle serta tubulus convolutus

(6)

distalis. Tahap-tahap perkembangan ginjal embrional ini dapat dilihat pada gambar 1.6

Setelah ureteric bud dan nephrogenic blastema bergabung, struktur yang akan menjadi ginjal ini akan mulai bergerak ke atas dan berotasi. Ketika struktur ini sampai ke daerah lumbal, ia akan menerima suplai darah baru dari aorta dan drainase vena baru ke vena cava. selama minggu ke-7 dan 8 calon ginjal ini akan mengalami rotasi sebesar 90 derajat, sehingga parenkim ginjal menjadi di sebelah lateral pelvis.7

B. PELVIURETERIC JUNCTION OBSTRUCTION (PUJO) 1. Definisi

Pelviureteric junction obstruction didefinisikan sebagai sumbatan total atau sebagian pada aliran urin dari pelvis renis ke dalam ureter proksimal sehingga menyebabkan dilatasi sistem pengumpul dan bila tidak ditangani maka akan berpotensi secara progresif menimbulkan kerusakan dan penurunan fungsi ginjal.8,9 PUJO dapat diklasifikasikan sebagai PUJO primer dan sekunder. PUJO primer dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi intrinsik dan ekstrinsik.9,10

Kondisi ini sudah dikenal sejak dulu. Hippocrates dan Tulp pernah menjelaskan kondisi ini. Nefrektomi pertama akibat kelainan ini dijelaskan pertama kali oleh Simon (1862) dan Trendelenburg (1886) merupakan orang pertama yang melakukan operasi konservatif untuk koreksi PUJO. Setelah itu, banyak yang menjelaskan teknik pyeloplasti dan menamai teknik tersebut sesuai nama mereka masing-masing, seperti Kuster (1891), Fenger (1892), von Lichtenberg (1921), Anderson-Hynes (1949) dan Culp (1951).11

2. Epidemiologi

PUJO merupakan lokasi tersering dari sumbatan pada saluran kencing bagian atas pada anak-anak.12 Sebanyak 44-65% kasus hidronefrosis yang terdiagnosis janin serta bayi disebabkan oleh PUJO.2

(7)

Insidensi keseluruhan dari PUJO yang pernah dilaporkan adalah sebesar 1 pada 500-2.000 kelahiran hidup.2,10 Gejala, rasio pria-wanitaa serta insidensi keterlibatan satu atau dua sisi ginjal berbeda-beda tergantung usia. Secara umum, puncak insidensinya adalah dalam 6 bulan pertama setelah lahir. Laki-laki lebih sering megalami PUJO dibandingkan perempuan, khususnya pada periode neonatal, dengan rasio lebih dari 2:1. Sisi kiri lebih sering mengalami pujo dibandingkan sisi kanan, dengan selisih sampai 67%. Kejadian PUJO bilateral dilaporkan mencapai 10-40%.2,10 Pada kasus-kasus duplikasi, struktur yang bagian bawah cenderung lebih sering mengalami obstruksi, meskipun dapat mengenai keduanya.2

3. Etiologi dan patofisiologi

Sebagian besar PUJO bersifat primer dan kongenital,8 meskipun secara klinis mungkin baru timbul gejala jauh hari setelah lahir. Penyebab dari PUJO kongenital masih belum jelas13 namun telah diketahui secara umum bahwa tepat di distal dari PUJ terdapat segmen yang adinamis, yang tidak berfungsi secara baik.2 Sebuah teori menyatakan bahwa PUJO disebabkan oleh rekanalisasi lumen tubulus ureteric bud pada daerah PUJ.14

Pada PUJO primer intrinsik, pemeriksaan menggunakan mikroskop cahaya13 menemukan bahwa pada segmen yang mengalami stenosis tidak dijumpai serat-serat otot polos, atau dijumpai namun tidak beraturan, serta berkurangnya jumlah serabut saraf serta ujung-ujung saraf. Serabut-serabut otot tersebut digantikan oleh jaringan kolagen, menyebabkan fibrosis dan stenosis. Pada pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron, dijumpai adanya kerusakan pada batas intrasel yang penting untuk mengkoordinasi transmisi gelombang peristaltik. Gangguan ekspresi sel-sel Cajal, polip ureter, papiloma ureter serta fetal fold yang menetap di segmen proksimal ureter juga dapat menyebabkan terjadinya PUJO primer yang intrinsik.2

(8)

PUJO primer ekstrinsik dapat disebabkan oleh tekanan arteri renalis pole inferior yang bersilangan dengan ureter bagian proksimal. Tekanan ini semakin meningkat saat pelvis renis yang terdistensi jatuh ke sela-sela antara pembuluh-pembuluh darah ginjal bagian superior dan inferior.2 PUJO juga dapat terjadi bila terjadi tekanan oleh vena cava inferior, abnormalitas duplikasi serta rotasi. Tumor yang menekan ureter bagian proksimal juga dapat mengakibatkan terjadinya PUJO primer eksternal.2

PUJO sekunder dapat disebabkan oleh tindakan operatif sebelumnya untuk penanganan penyakit lain atau akibat kegagalan penanganan PUJO primer. Pada vesicoureter reflux (VUR) yang masif, dapat membuat ureter menjadi berkelok-kelok sehingga menyebabkan PUJO sekunder, namun, sumbatan semacam ini bersifat sementara dan tidak menyebabkan pelebaran pelvis renis, pada kecepatan produksi urin yang normal.2

Untuk menghindari terjadinya peningkatan tekanan akibat adanya obstruksi di PUJ, maka pada awalnya sistem pengumpul akan melakukan dilatasi. Bila obstruksi berlangsung terus-menerus, maka akan terjadi hipertrofi pelvis renis dan terjadinya peningkatan tekanan di dalam sistem pengumpul. Akibat peningkatan tekanan tersebut, terjadi iskemi dan nekrosis pada papilla serta kerusakan pada ansa Henle, sehingga pada ginjal yang mengalamihidronefrosis terjadi gangguan kemampuan untuk mengkonsentrasikan urin. PUJO yang signifikan pada akhirnya akan menyebabkan dilatasi tubulus, sklerosis pada glemoruli, infiltrasi sel-sel radang di medula dan korteks serta terjadi fibrosis. PUJ yang terjadi pada janin usia muda akan mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi ginjal, sehingga menyebabkan terjadinya ginjal yang displastik dan berukuran kecil. Selanjutnya ginjal yang displastik tersebut akan mengalami dilatasi sistem pengumpul, setelah sebelumnya terjadi perubahan-perubahan fungsional dan histologis.2

(9)

4. Gejala Klinis

Pemeriksaan USG antenatal memungkinkan PUJO dideteksi sebelum menimbulkan gejala, namun, tetap saja ditemukan PUJO yang baru terdeteksi pada bayi dan anak-anak.15 Gejala yang dijumpai sangat bervariasi, tergantung dari usia pasien.

Pada bayi, PUJO biasanya dijumpai sebagai massa abdomen

asimtomatik.10 Sekitar 50% massa intraabdomen merupakan

hidronefrosis dan 40% diantaranya disebabkan oleh PUJO.2 Dapat juga dijumpai adanya kegagalan pertumbuhan (failure to thrive), demam yang tidak jelas penyebabnya serta infeksi saluran kemih berulang. Pada kasus-kasus yang parah, dapat terjadi sepsis.

Pada anak-anak, gejala yang paling sering dijumpai pada pasien saat datang adalah nyeri yang hilang timbul di abdomen atau flank, yang ditemukan pada sekitar 50% kasus. Rasa nyeri ini mencerminkan distensi akut pada pelvis renis dan dapat disertai timbulnya rasa mual serta muntah, yang sering dianggap sebagai gangguan di saluran pencernaan. Pada kasus-kasus yang klasik, rasa nyeri timbul 2-3 jam setelah pasien minum.3 Gejala lain yang sering dijumpai meliputi infeksi saluran kemih serta teraba massa di intraabdomen. Meskipun jarang, dapat juga dijumpai adanya hematuria dan hipertensi.10 Hematuria diperkirakan terjadi akibat terjadinya ruptur pada pembuluh-pembuluh darah yang terdilatasi di sistem pengumpul ginjal. Hipertensi kemungkin terjadi akibat adanya regangan pada arteri renalis yang disebabkan oleh dilatasi pelvis renis.2

Bila dijumpai pada pasien-pasien dewasa, biasanya gejala yang muncul minimal, sehingga PUJO ditemukan secara kebetulan pada saat melakukan CT scan abdomen. Pada kelompok pasien ini, bila tidak bergejala atau gejala yang muncul tidak parah, PUJO yang ada tidak memerlukan terapi operatif.3

(10)

5. Diagnosis

Penggunaan yang luas dari USG serta kemajuan dari teknik-teknik pencitraan modern menyebabkan PUJO dapat terdiagnosis secara lebih awal.16,17 Meskipun USG sangat baik dipakai untuk skrining, namun modalitas ini dikatakan tidak diagnostik. Diagnosis PUJO dapat dipastikan secara anatomis melalui pemeriksaan CT scan abdomen dan secara fungsional menggunakan renografi diuretik.8,5

6. Diagnosis Banding

PUJO perlu didiagnosis banding dengan keadaan-keadaan lain yang juga dapat menyebabkan hidronefrosis, seperti mega ureter, tumor ekstrinsik yang mengkompresi ureter, batu atau tumor di dalam lumen ureter yang menyebabkan sumbatan serta tumor prostat atau ginekologis yang menginvasi ureter bagian distal.3

Pada mega ureter serta tumor prostat atau ginekologis yang menginvasi ureter bagian distal selain dijumpai hidronefrosis maka akan terlihat juga adanya dilatasi pada ureter. Hal ini dapat dengan segera menyingkirkan diagnosis PUJO.

Obstruksi lumen oleh batu atau tumor intralumen, atau kompresi tumor ekstrinsik pada ureter, dapat terjadi di mana saja, sepanjang ureter, termasuk di PUJ. Bila terjadi di PUJ, maka diagnosis ditegakkan dengan menemukan sumber sumbatan tersebut, baik pada pembedahan ataupun pada pencitraan.

7. Pencitraan

Pencitraan yang dipergunakan untuk pemeriksaan PUJO ada berbagai modalitas pencitraan, seperti BNO, ultrasonografi (USG) IVP, ureterografi retrograd atau antegrad (Gambar 2), CT scan dan renografi. USG dapat digunakan untuk skrining kemungkinan adanya PUJO antenatal. Penggunaan USG secara luas untuk pemeriksaan janin menyebabkan lebih dari separuh kasus PUJO terdeteksi sebelum

(11)

timbulnya gejala klinis.18 Hidronefrosis pada fetus merupakan temuan yang dapat mengarahkan diagnosis kepada kecurigaan suatu PUJO, bahkan sebuah tulisan menyebutkan bahwa dari semua bayi yang mengalami hidronefrosis antenatal akhirnya semua menunjukkan PUJO sebagai penyebabnya.

CT san dapat dipakai untuk memastikan diagnosis PUJO secara

anatomis.8,5 Temuan pada CT scan (Gambar 3) umumnya berupa

hidronefrosis dengan penyempitan tiba-tiba (area transisi yang sangat pendek) tanpa disertai dilatasi ureter.19 CT scan ini juga bermanfaat untuk menilai pembuluh-pembuluh darah yang melintasi daerah PUJ, khususnya bila direncanakan untuk dilakukan terapi operatif.14

8. Tatalaksana dan Prognosis

Kemajuan ilmu kedokteran yang menyebabkan kasus-kasus PUJO dapat terdeteksi sebelum menimbulkan gejala klinis menimbulkan kebingungan mengenai penatalaksanaan kasus-kasus tersebut.18 Masih terdapat ketidaksepakatan mengenai batasan-batasan kapan seorang pasien harus perlu menjalani terapi operatif.18 Seorang penulis menyebutkan bahwa terapi operatif harus ditawarkan jika terdapat terdapat keluhan atau komplikasi yang berhubungan dengan obstruksi.5 Pilihan terapi operatif yang ada meliputi endpyelotomi dan pyeloplasti.5 Pyeloplasti lebih disukai karena memiliki tingkat keberhasilan jangka panjang yang lebih baik dan dapat diterapkan pada hampir semua variasi anatomis PUJO. Saat ini, yang banyak dipakai adalah teknik pyeloplasti-laparoskopik dengan 3 atau 4 port. Teknik ini memiliki tingkat keberhasilan yang sebanding dengan pyeloplasti terbuka, dengan morbiditas yang lebih rendah.5

(12)

BAB III LAPORAN KASUS

CR, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun 8 bulan, dibawa orang tuanya periksa ke RSU. T karena muntah dan diare. Di RSU T dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) karena dari pemeriksaan fisik didapatkan perut yang membesar. Dari pemeriksaan USG, didapatkan massa kistik di abdomen bilateral terutama kiri. Hasil tersebut kemudian dikonsultasikan kepada spesialis bedah, yang selanjutnya merujuk pasien ke RSS dengan diagnosis nefroblastoma bilateral.

Pada tanggal 9 Januari 2013, CR dibawa orang tuanya periksa ke poliklinik rawat jalan bedah anak, dengan keluhan utama perut membesar. Dari anamnesis, didapatkan bahwa sejak usia 8 bulan perut pasien tampak membesar, terutama sisi sebelah kiri. Pembesaran semakin lama semakin besar. Pasien tidak mengeluh nyeri di perutnya. Tidak terdapat kembung. Tidak terdapat keluhan gangguan buang air kecil maupun besar.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan perut yang tampak besar dengan gambaran venektasi. Peristaltik terdengar normal. Pada perabaan, teraba massa di hipokondrium kiri yang melebar ke tengah, kesan terfiksasi. Tidak didapatkan nyeri tekan. Dari hasil-hasil tersebut, daribagian bedah anak dibuat diagnosis massa intraabdomen, curiga neuroblastoma DD. Nefroblastoma. Pasien direncanakan untuk menjalani pemeriksaan computed tomography (CT) scan abdomen.

Pada tanggal 14 Januari 2013, pasien menjalani pemeriksaan CT scan abdomen (Gambar 4). Dari pemeriksaan tersebut, didapatkan kesan: 1) hidronefrosis bilateral, terutama kiri, 2) distensi VU, 3) organ lain dalam batas normal. Hasil tersebut selanjutnya dibawa kontrol ke bagian bedah anak.

Pada tanggal 15 Januari 2013, pasien membawa hasil CT scan abdomen tersebut ke bagian bedah anak. Dengan memperhatikan hasil CT scan tersebut, diagnosis dari bagian bedah anak adalah massa intraabdomen e/c suspek nefroblastoma. Pasien selanjutnya dikonsultasikan ke unit penyakit anak (UPA).

(13)

Oleh UPA, hasil CT scan abdomen kemudian dikonsultasikan ulang ke bagian radiologi. Jawaban dari bagian radiologi adalah sebagai berikut: 1) hidronefrosis kiri grade IV, sangat mungkin e.c. stenosis di pelviureteric junction kiri. 2) hidronefrosis kanan grade I-II, curiga e.c. indentasi ureter kanan oleh pelvis renis kiri DD. stenosis di pelviureter-junction kanan. 3) tak tampak gambaran neuroblastoma maupun nefroblastoma. 4) vesica urinaria besar, tak tampak gambaran khas neurogenic bladder. Berdasarkan jawaban tersebut, direncanakan untuk dilakukan operasi.

Operasi dilakukan pada tanggal 25 Januari 2013. Diagnosis sebelum operasi adalah hidronefrosis kiri e.c. suspect PUJO, hidronefrosis kanan. Diagnosis pasca operasi adalah hidronefrosis kiri e.c. stenosis PUJ kiri dan hidronefrosis kanan. Selama operasi dilakukan tindakan reseksi anastomosis pyelo-ureter, pyeloplasti, nefrostomi serta insersi drain.

(14)

BAB IV PEMBAHASAN

Dilaporkan seorang anak laki-laki berusia 5 tahun yang dibawa periksa ke RSS oleh orang tuanya karena rujukan dari spesialis bedah di RSU T dengan diagnosis nefroblastoma bilateral. Diagnosis tersebut dibuat berdasarkan hasil USG yang menyatakan adanya massa kistik di abdomen bilateral, terutama kiri.

Nefroblastoma (Wilm’s tumor), ginjal multikistik unilateral serta hidronefrosis merupakan tiga kelainan ginjal sebagai penyebab terbanyak dari massa ginjal yang dijumpai pada bayi dan anak-anak.1 Hidronefrosis merupakan massa flank terbanyak pada pasien anak-anak.1 Karena pasien ini seorang anak-anak, maka ditemukannya massa di abdomen harus memikirkan hidronefrosis sebagai diagnosis banding.

Hasil CT scan abdomen menemukan bahwa lesi kistik di abdomen pasien adalah suatu hidronefrosis bilateral, terutama ginjal kiri. Hasil CT scan tersebut juga menunjukkan bahwa tidak ada massa ginjal kanan maupun kiri yang bisa menyokong diagnosis nefroblastoma. Dari hasil tersebut, semestinya diagnosis nefroblastoma sudah dapat disingkirkan, namun ternyata informasi bahwa terdapat hidronefrosis bilateral belum dapat menyebabkan klinisi menyingkirkan diagnosis nefroblastoma.

Ada beberapa hal yang mungkin menyebabkan klinisi tidak menyingkirkan diagnosis nefroblastoma setelah ada hasil CT scan. Yang pertama, hidronefrosis dianggap oleh klinisi sebagai suatu akibat, bukan sebagai suatu penyakit, sehingga mereka memikirkan kemungkinan penyebab hidronefrosis tersebut, termasuk adanya nefroblastoma. Kedua, hasil CT scan tidak menyebutkan secara eksplisit bahwa tidak ada nefroblastoma. Dengan tidak disebutkannya secara eksplisit, maka klinisi berpikir bahwa masih ada kemungkinan kelainan tersebut ada dan menyebabkan hidronefrosis kedua ginjal.

Hidronefrosis merupakan istilah yang dipakai untuk menerangkan keadaan adanya urin dalam jumlah yang melebihi normal di dalam sistem pengumpul.20 Hidronefrosis adalah suatu akibat dari kelainan yang mengenai ginjal dan ureter,20

(15)

dan penanganannya tergantung pada penyebabnya. Laporan CT menyebutkan adanya hidronefrosis pada kedua ginjal, namun tidak menyebutkan kemungkinan penyebabnya. Hal ini kemungkinan menyebabkan klinisi masih memperkirakan kemungkinan penyebab hidronefrosis yang ada. Dengan adanya diagnosis awal kecurigaan suatu nefroblastoma, klinisi masih berpikir bahwa hidronefrosis yang dijumpai merupakan efek dari nefroblastoma.

Setelah bagian radiologi mengeluarkan jawaban konsultasi ulang hasil CT scan abdomen, klinisi mengubah diagnosisnya menjadi kecurigaan PUJO. Hal ini menunjukkan bahwa informasi mengenai adanya PUJO merupakan informasi yang dianggap penting oleh klinisi, sehingga seorang radiolog perlu menyebutkannya di dalam laporan radiologi, bila menemukannya.

Dalam kasus ini, adanya PUJO bisa dideteksi pada hasil CT scan abdomen. Pada hasil tersebut, terlihat adanya hidronefrosis bilateral, terutama kiri. Hal ini menunjukkan adanya masalah (obstruksi) di ginjal atau ureter. Karena yang melebar adalah sistem pelvicocalices (gambar 4), menunjukkan bahwa obstruksi ada di luar ginjal.

Pada hasil CT scan abdomen, setelah pelvis renis sinistra yang tampak sangat besar, tidak dijumpai gambaran ureter, baik bagian distal, medial maupun proksimal (Gambar 5). Bila terjadi obstruksi di ureter bagian distal, medial atau bahkan proksimal, maka ureter di bagian proksimal obstruksi akan mengalami dilatasi dan mengalami hidroureter. Karena tidak dijumpai gambaran hidroureter pada hasil CT scan abdomen pasien ini, sementara pelvis renis mengalami dilatasi yang hebat, maka disimpulkan bahwa obstruksi terjadi di distal pelvis renis namun belum terlalu jauh memasuki ureter bagian proksimal: pelviureteric junction.

Hidronefrosis yang terjadi pada pasien ini bersifat bilateral, namun adanya perbedaan besar kedua ginjal yang mengalami hidronefrosis mengindikasikan bahwa kelainan tidak terjadi dalam waktu yang bersamaan atau kelainan terjadi bersamaan namun dalam derajat yang berbeda. PUJO bilateral hanya terjadi pada sebagian kecil kasus yang pernah dilaporkan2 sehingga kemungkinan lebih besar hidronefrosis yang lebih ringan terjadi belakangan dan disebabkan oleh sebab yang berbeda. Dengan memperhatikan hasil CT scan yang ada, obstruksi di ginjal

(16)

sebelah kanan kemungkinan disebabkan oleh adanya indentasi pada ureter kana bagian proksimal oleh struktur-struktur di sebelah medialnya, yang terdesak dan terdorong oleh pelvis renis kiri yang membesar.

Pada kasus ini, jenis kelamin pasien (laki-laki) serta sisi ginjal yang mengalami PUJO (kiri) juga menyokong diagnosis PUJO. Dengan mempertimbangkan semua hal yang telah dibahas tersebut, seorang radiolog dapat membuat kesimpulan adanya PUJO kiri yang menyebabkan hidronefrosis kiri. Dalam kasus ini, kesimpulan tersebut dikonfirmasi dan didukung oleh hasil operasi.

(17)

BAB V KESIMPULAN

Telah dilaporkan seorang anak laki-laki berusia 5 tahun yang dikirim untuk menjalani CT scan abdomen karena dicurigai menderita nefroblastoma. Laporan CT scan abdomen menyebutkan terdapat hidronefrosis bilateral. Dengan adanya informasi dari hasil CT scan tersebut, klinisi tidak menghilangkan kecurigaannya akan adanya nefroblastoma. Setelah hasil konsultasi ulang dengan bagian radiologi menyebutkan bahwa terdapat PUJO yang menyebabkan hidronefrosis serta tidak dijumpai gambaran nefroblastoma maupun neuroblastoma, klinisi mengubah diagnosis mereka menjadi kecurigaan PUJO dan merencanakan terapi operatif. Hasil operasi mengkonfirmasi adanya PUJO yang disebabkan oleh adanya stenosis di PUJ kiri.

Hidronefrosis merupakan akibat dari adanya obstruksi di ginjal atau ureter, sehingga perlu dicari penyebabnya. Hidronefrosis pada bayi dan anak-anak sangat sering disebabkan oleh adanya PUJO. Gambaran PUJO dapat ditunjukkan dengan baik menggunakan CT scan abdomen. Dalam laporan radiologi hasil CT scan abdomen, sedapat mungkin adanya PUJO ini diinformasikan, bila memang ada.

Temuan pada CT scan abdomen yang menyokong adanya suatu PUJO meliputi adanya hidronefrosis, baik bilateral ataupun unilateral terutama sisi kiri, dengan penyempitan tiba-tiba tepat di distal dari pelvis renis tanpa gambaran dilatasi ureter.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

1. Poole CA & Viamonte M. Unusual renal masses in the pediatric age group. 1970; 109(2):368-79.

2. Vaos G. Pelvi-ureteric junction obstruction. In: Sakellaris G. Essentials in Pediatric Urology. Kerala: Research Signpost. 2012:125-38.

3. Ewingurologyclinic. Pelvi-ureteric junction obstruction. [Accessed on 2013 Des 2nd] Available from http://www.ewingurologyclinic.co.uk.

4. Dahnert W. Urogenital tract. In Radiology review manual 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2003:977-8

5. Chiu PKF, Chan SWH, Yuen SKK, Ho LY, Au WH. Laparoendoscopic single-site pyeloplasty for recurrent pelvic-uretero junction obstruction. Surgical Practice [online]. 2013; 17:34. [Accessed on 2013 Des 2nd] Available from http://www.cshk.org/surgical_practice/multimedia_article/

Feb_2013_issue_MM24.htm.

6. Kieran K & Cooper CS. Embryology od the urinary tract. Pediatric Urology Book [online] [Accessed 2013 Des 2nd] Available from http://www.

pediatricurologybook.com/embryology_urinary_tract.html.

7. Dimopoulou D & Sakellaris G. Development of the urogenital system. In: Sakellaris G. Essentials in Pediatric Urology. Kerala: Research Signpost. 2012:1-7.

8. Krish Sairam. Pelvi-ureteric junction obstruction (PUJO). [Accessed 2013 Des 2nd] Available from http://krishairam.com/PUJobstruction.html.

9. Thomas DFM. Essential of pediatric urology. 2nd ed. London: Informa Healthcare.

10. Mughal SA, Soomro S. Pelvi-ureteric junction obstruction in children. J Surg Pak (Int). 2008; 13(4):163-5.

11. Hooykaas JAP. Pelvi-ureteric Obstruction [online]. [Accessed 2013 Des 2nd] Available from http://www.urolog.nl/urolog/theses.

12. Thomas DFM. Prenatal diagnosis: what do we know of long-term outcomes? J Pediatr Urol. 2010; 6:204-11.

(19)

13. Bosoteanu M, Bosoteanu C, Deacu M, et al. Etio-pathogenic and morphological correlations in congenital hydronephrosis. Rom J Morphol Embryol. 2011; 52:129-36.

14. Weerakkody Y. Pelviureteric junction obstruction. [online] [Accessed 2013 Des 9th] Available from http://www.radiopaedia.org/articles/pelviureteric

-junction-obstruction.html.

15. Braga LHP, Liard A, Bachy, et al. Ureteropelvic junction obstruction in children: two variants of the same congenital anomaly? Int Braz J Urol. 2003; 29:528-34.

16. Han SW. Ureteropelvic junction obstruction [online] Last updated July 28, 2006 [Accessed 2013 Des 2nd] Available from www.eMedicine.com.

17. Debnath J, Roy S, Sahoo SK, Pandit A. Congenital giant hydronephrosis: a rare cause for upper abdominal mass in the newborn. J Clin Neonat. 2013; 2(1):33-5.

18. Shimada K, Matsumoto F, Kawagoe M, Matsui F. Urological emergency in neonates with congenital hydronephrosis. Int J Urol. 2007; 14(5):388-92. 19. Lenton J & Wah T. Pelvo-ureteric junction obstruction in the lower pole

moiety of a duplex kidney with an associated intraparenchymal abscess: a case report. J Med Case Rep [online]. 2008; 2(241):3 pages. Available from

http://www.jmedicalcasereports.com/content/2/1/241.

20. Monash Children Southern Health. Hydronephrosis. [online] [Accessed 2013 Des 2nd] Available from http://www.monashchildren.org.au/icms_docs/8495

(20)

Gambar 1. Tahapan perkembangan ginjal embrional.

Pronefros, mesonefros dan metanefros tumbuh secara berurutan. Metanefros, calon ginjal dewasa, terbentuk dari dua struktur terpisah: ureteric bud dan

metanephric blastema.6

Gambar 2. Uretererografi antegrad.

Tampak duplikasi ginjal. Sistem pelvicocalices ginjal yang inferior tampak dilatasi dan mengecil secara tiba-tiba (panah), tak tampak dilatasi ureter. Hal ini sesuai dengan PUJO pada ginjal yang inferior.19

Gambar 3. CT scan abdomen.

Tampak dilatasi pelvis renis yang mengecil tiba-tiba di bagian distal. Tak tampak dilatasi ureter. Temuan ini sesuai untuk PUJO.14

(21)

(A) (B) (C)

Gambar 4. Hasil CT scan abdomen anak 5 tahun dengan benjolan di abdomen bagian kiri. Tampak hidronefrosis bilateral, terutama kiri. Pelvis renis kiri sangat besar sampai melewati garis tengah tubuh, tak tampak dilatasi ureter kiri.

(A) (B)

(C) (D)

Gambar 5. Hasil CT scan abdomen anak laki-laki usia 5 tahun dengan kecurigaan massa intraabdomen.

Tampak hidronefrosis bilateral, terutama kiri. Di sebelah distal pelvis renis kiri yang tampak sangat besar, tak tampak gambaran ureter kiri bagian proksimal

Gambar

Gambar 3. CT scan abdomen.
Gambar 5. Hasil CT scan abdomen anak laki-laki usia 5 tahun dengan kecurigaan  massa intraabdomen

Referensi

Dokumen terkait

Pada pasien cedera kepala dengan gambaran CT-scan yang menunjukkan tekanan tinggi intrakranial, kadar glukosa darah sewaktu lebih tinggi secara bermakna bila

Tabel 3 menunjukkan bahwa pasien diffuse injury tanpa tekanan tinggi intrakranial berdasarkan gambaran CT-Scan cenderung memiliki jumlah leukosit darah tepi yang termasuk

Skripsi dengan judul ”Kesesuaian antara letak lesi infark cerebri pada gambaran Computed Tomography Scaning (CT Scan) kepala terhadap gangguan ekstremitas kontralateral di RS..

Hasil penelitian mengenai hubungan gambaran CT Scan kepala pada pasien stroke dengan Diabetes Mellitus yang disertai hipertensi, di RSUD dr.Moewardi Surakarta

Penghitungan volume phantom dari citra CT Scan dengan pensentase error paling kecil yaitu posisi phantom tegak lurus terhadap central ray sebesar 3,63 %.. Pergeseran posisi ke kanan

5 mSv/tahunmata untuk kaki, tangan, kulit Tabel 3 Perbandingan Dosis Efektif kalkulasi Impact Scan dan Standar Internasional Kalkulasi Impact Scan ICRP 103 Kalkulasi Impact Scan

Arinda Maharani, 2023 GAMBARAN BRAIN CT SCAN PASIEN STROKE ISKEMIK DENGAN COVID-19 DI RS PON TAHUN 2021 UPN “Veteran” Jakarta, Fakultas Kedokteran, S1 Kedokteran [www.upnvj.ac.id –

Menganalisis korelasi antara derajat deviasi septum nasi pada pasien yang menjalani pemeriksaan CT scan kepala terhadap tingkat keparahan obstruksi nasal NOSE scale 1.4 Hipotesis