• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3. METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

32

3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2005 sampai dengan Juni 2007 di Kota Bogor. Pengukuran konsentrasi gas CO2 ambien sebagai penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan Februari 2006 di 5 lokasi yakni: Warung Jambu, Tugu Kujang Baranang Siang, Pertigaan Ekalokasari, Jembatan Merah dan Hutan Penelitian Dramaga yang kemudian dilakukan penelitian berikutnya pada bulan Juni 2006 (musim kemarau) dan Februari 2007 (musim penghujan) di 10 lokasi: Warung Jambu, Tugu Kujang Baranang Siang, pertigaan Ekalokasari, Jembatan Merah dan Pasar Bogor sebagai tempat dengan kepadatan kendaraan bermotor yang tinggi dan di Taman Koleksi Cimanggu, Hutan Penelitian Dramaga, Bogor Lake Side, kompleks Indraprasta dan Ciremai Ujung sebagai lokasi dengan kepadatan kendaraan yang rendah pada pukul 7.30 – 9.00. Peta penyebaran lokasi pengukuran konsentrasi gas CO2 ambien dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pengukuran daya sink gas CO2 oleh pohon pada semua jenis tanaman dengan diameter yang hampir sama sekitar 30 - 40 cm dan atau memiliki ketinggian tajuk pohon yang sama. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi variasi keadaan tajuk pohon akibat umur yang terlalu berbeda. Pengukuran daya sink pada penelitian pertama dengan menggunakan alat pengukur laju fotosintesis ADC LCA-4 dilakukan di rumah kaca Fakultas Kehutanan IPB. Penelitian selanjutnya daya sink gas CO2 oleh pohon dilakukan dengan metode kadar karbohidrat pada daun. Lokasi tanaman contoh untuk penelitian pendahuluan adalah Arboretum IPB dan untuk penghitungan daya sink gas CO2 per pohon dilakukan di Kebun Raya Bogor dan Hutan Penelitian Dramaga.

Sepeti telah dijelaskan terdahulu bahwa pengukuran konsentrasi gas CO2 ambien dilakukan di 10 lokasi yakni: Warung Jambu, Tugu Kujang Baranang Siang, Pertigaan Ekalokasari, Jembatan Merah dan Pasar Bogor sebagai tempat dengan kepadatan kendaraan bermotor yang tinggi dan di lima lokasi lainnya yakni di Taman Koleksi Cimanggu, Hutan Penelitian Dramaga, kompleks Indraprasta, Bogor Lake Side dan Ciremai Ujung sebagai lokasi dengan kepadatan

(2)

33 kendaraan yang rendah. Pengukuran konsentrasi Gas CO2 ambien contoh dilakukan dengan menginjeksikan ke dalam botol yang akan dijelaskan kemudian pada Bab 3.8. sementara pengukuran kadar karbohidrat dijelaskan pada Bab 3.11.2, Bab 3.11.3.dan Bab 3.11.4. Pengukuran kadar gas maupun kadar karbohidrat daun dilakukan di laboratorium, masing-masing menggunakan alat gas kromatografi dan spektrofotometer di Laboratorium Pasca Panen dan Balai Besar Biologi Genetika, Cimanggu, Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah sodalime, drierite, alkohol 70%, HCl 0,7 N, NaOH 1 N, fenol merah, ZnSO4 5%, Ba(OH)2 0,3 N, pereaksi Cu, pereaksi Nelson, akuades, cutex, kertas saring, kantong plastik dan koran bekas, sedangkan alat-alat yang digunakan adalah ADC LCA-4 (IRGA, Infra Red Gas Analysis), spektrofotometer dengan panjang gelombang 500 µm, Leaf Area Meter (LAM) untuk mengukur luas daun, kromatografi gas, mikroskop, pemindai (Scanner) luas daun, spuit 20 ml dan jarumnya, injektor 2 μl, neraca analitik, penghitung tangan (hand counter), penangas air, mortar dan cawan porselen, oven, silet dan gunting. Alat-alat gelas yang digunakan berupa tabung kaca bersumbat karet dengan volume 25 ml, labu ukur 100 ml, pipet 10 ml, tabung reaksi, gelas objek dan gelas penutup (cover glass).

3.3. Komponen Penelitian dan Parameter yang Diamati

Penelitian ini terdiri dari 7 sub-penelitian yang fungsi dan kedudukannya masing-masing dapat dilihat dalam matriks seperti tercantum dalam Tabel di bawah ini:

(3)

34 Tabel 13. Matriks tabulasi penelitian

Sub-penelitian Parameter yang diukur Sumber data Hasil yang diharapkan Perhitungan

kebutuhan BBMG serta prediksi di masa yang akan datang

Jumlah BBMG Pertamina dan BPS Kota Bogor Konstanta penggunaan BBMG per orang per tahun.

Perhitungan Emisi Gas CO2

Jumlah penduduk, jumlah kebutuhan dan faktor emisi dari setiap jenis BBMG Pertamina, BPS Kota Bogor dan Internet

Konstanta emisi gas CO2 dari BBMG.

Nilai emisi gas CO2 (dalam ton gas CO2)

Penghitungan kepadatan kendaraan

Jumlah kendaraan

Data primer Kepadatan kendaraan tertinggi

Pengukuran kadar gas CO2 ambien

Kadar gas CO2

Data primer Kadar gas CO2 di musim kemarau dan musim hujan Penentuan

Kemampuan serapan atau sink gas CO2

Kemampuan sink gas CO2 oleh beberapa tanaman Sink gas CO2 dengan alat dan metode karbohidrat

Kemampuan sink gas CO2 per jenis per pohon.

Analisis luasan ruang terbuka hijau dan perhitungan perubahan luasan ruang terbuka hijau Luasan setiap bentuk ruang terbuka hijau pada tahun yang berbeda Pemda Kota Bogor, laporan P4W LPPM IPB dan skripsi mahasiswa

Luasan vegetasi rapat, vegetasi jarang, sawah, semak dan rumput.

Persentase penurunan setiap bentuk ruang terbuka hijau

Penentuan kebutuhan luasan hutan kota dengan sistem dinamik Jumlah dan pertambahan penduduk, penggunaan BBMG. Konstanta emisi BBMG. Data sekunder: internet dan pustaka, Pertamina, Pemda Kota Bogor.

Kebutuhan luasan hutan kota berdasarkan hasil simulasi.

(4)

35

3.4. Asumsi dan Batasan Penelitian

Beberapa asumsi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

• Lingkungan udara Kota Bogor merupakan lingkungan yang tertutup. Tidak ada angin yang membawa atau mengeluarkan gas CO2 dari dan atau ke dalam kota.

• Penambahan gas CO2 ke udara ambien yang dimasukkan dalam sistem perhitungan hanya yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar minyak dan gas berdasarkan data dari PT Pertamina.

• Kendaraan yang masuk ke dalam Kota Bogor dianggap sama dengan kendaraan yang ke luar dari kota Bogor. Oleh sebab itu, emisi dari kendaraan yang masuk dianggap sama dengan emisi kendaraan yang ke luar dari Kota Bogor.

• Teknologi mesin di masa yang akan datang tidak berbeda secara nyata dengan teknologi ketika penelitian ini dilakukan.

• Jumlah konsumsi bahan bakar dan penggunaan lahan terbangun per jiwa sampai dengan tahun 2100 nanti tidak berbeda secara nyata dengan ketika penelitian ini dilakukan.

• Gas CO2 hasil pernapasan makhluk hidup dan hasil perombakan bahan organik tidak dimasukkan dalam sistem.

• Gas CO2 hasil pembakaran sampah dan proses bentukan lainnya, termasuk pembentukan CO2 dari gas CO tidak dimasukkan dalam perhitungan dalam sistem.

• Tidak ada pengaruh balik akibat meningkatnya konsentrasi gas CO2 terhadap pertambahan populasi manusia dan pertumbuhan pohon.

• Proses pelapukan batuan, bahan organik, halilintar dan lain sebagainya dianggap tidak menghasilkan gas CO2.

• Gas CO2 selama berada di udara tidak mengalami perubahan fisik dan juga tidak mengalami perubahan kimiawi.

• Nilai laju penurunan luasan ruang terbuka hijau di masa yang akan datang, sama dengan ketika penelitian ini dilakukan.

(5)

36 • Pengurangan jumlah pohon akibat adanya pohon tumbang dianggap

tidak ada. Penambahan jumlah pohon sebagai akibat dari penambahan pohon dalam program pengembangan hutan kota.

• Laju sink gas CO2 oleh daun dalam proses fotosintesis tidak mengalami perubahan berdasarkan kedudukan matahari secara harian maupun bulanan.

• Laju sink gas CO2 oleh daun tidak mengalami perubahan akibat meningkatnya konsentrasi gas CO2 ambien.

• Kemampuan sink gas CO2 yang dilakukan oleh padi sawah, rumput dan semak dianggap rata sepanjang tahun.

• Kemampuan sink gas CO2 oleh tanaman palawija sama dengan kemampuan sink oleh padi sawah, karena data kemampuan sink oleh tanaman palawija tidak ada.

• Semak dan rumput yang berada di bawah tajuk pohon tidak dihitung sebagai penyerap gas CO2.

3.5. Kerangka dan Rancang-bangun Penelitian

Manusia menggunakan bahan bakar minyak seperti bensin, solar, minyak tanah dan gas (LPG dan gas negara) yang kemudian akan menghasilkan gas CO2 yang dapat menurunkan kualitas lingkungan kota. Oleh sebab itu, gas ini perlu diturunkan konsentrasinya di udara ambien ke tingkat yang aman yaitu sekitar 300 – 350 ppm atau sedapat mungkin peningkatan konsentrasinya di udara ambien dapat ditekan serendah mungkin, tidak melonjak secara drastis. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah membangun hutan kota. Hal ini perlu dilakukan mengingat ruang terbuka hijau yang ada mempunyai kecenderungan luasannya terus menurun, karena beralih fungsi menjadi areal terbangun.

Keterkaitan masalah akibat meningkatnya jumlah penduduk dengan penggunaan bahan bakar minyak dan gas serta hubungan antara gas CO2 dengan luasan ruang terbuka hijau dan kebutuhan terhadap pembangunan dan penambahanan luasan hutan kota terlihat pada diagram simpal yang terdapat pada Gambar 6.

(6)

37 Gambar 6. Diagram simpal yang menggambarkan hubungan keterkaitan antara

jumlah penduduk, penggunaan bahan bakar minyak dan gas, ruang terbuka hijau dan kebutuhan hutan kota.

Analisis input-output dan rancang-bangun penelitian yang mendasari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8 berikut ini. Rincian model rancang-bangun yang dibuat berdasarkan program Power analyst dari Piranti Lunak PowerDesigner Process Analyst dapat dilihat pada Lampiran 2.

Manusia Penggunaan BBM & G R T H Gas CO2 + -Pembagunan Hutan Kota Kebutuhan Hutan Kota + Lahan Terbangun -Lahan Pengembangan + + + -Luasan Hutan Kota -+ + -- + +

(7)

38

Gambar 7. Analisis input-output pembangunan dan pengembangan hutan kota di Kota Bogor.

MANAJEMEN

HUTAN KOTA

INPUT TAK TERKENDALI • Dukungan PEMDA dan

DPRD

• Jumlah penduduk

• Harga bahan bakar minyak dan gas

• Luasan ruang terbuka hijau

INPUT TERKENDALI • Alokasi lahan • Luasan hutan kota • Dana pembangunan dan pemeliharaan hutan kota INPUT LINGKUNGAN • Bencana alam

• Iklim dan cuaca • Peraturan perundangan • RUTR Kota Bogor

PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN HUTAN KOTA

OUTPUT TAK DIKEHENDAKI • Biaya pembangunan dan pemeliharaan • Kebutuhan kebun bibit • Menurunnya ketersediaan lahan • Sampah berupa serasah • Penggunaan hutan kota untuk perun-tukan lainnya PARAMETER:

• Luasan Hutan Kota

OUTPUT DIKEHENDAKI • Konsentrasi gas CO2 dapat

dikendalikan

• Luasan hutan kota cukup • Lingkungan kota yang sehat,

(8)

39 Nilai konstanta Rosot Jenis RTH

Rosot Jenis RTH

Nilai konstanta Rosot Jenis HK klasiifikasi Met KH HPD Met KH KRB Rosot Pohon HPD Hasil Alat Hasil KH

Metd Karbohidrat ADC LCA4

Data Primer Data Sekunder Analisis Emisi Udara BBMG Analisis Rosot Perhitungan Rosot Rosot Pohon KRB Waktu Padat Kendaraan Tertinggi

Nilai level CO2 Ambien Analisis Gas Kromatografi

Analisis Luasan dan Penurunan

Perhitungan Emisi 4 Bahan Bakar 3 Pengambilan Sampel CO2 Ambien 14 Rosot CO2 oleh RTH 13 R_T_H 16

Simulasi Emisi Gas CO2 dan Rosotnya oleh RTH dan HK

dengan Program Powersim Analisis Kebutuhan Hutan Kota Jumlah Emisi CO2 Bentuk dan Luasan RTH Konsentrasi CO2 Ambien 8 Penelitian di Rumah Kaca 9 KRB 2 Penelitian Waktu Kepadatan Kendaraan 11 Klasifikasi Daya Rosot CO2 oleh

Pohon HK 5 Rosot 1 Emisi 6 Pohon 10 HPD 7 Penelitian di Arboretum IPB Pengujian Metoda Kelas Daya

Rosot Rosot oleh RTH

(9)

40

3.6. Perhitungan Kebutuhan Bahan Bakar Minyak dan Gas serta Prediksi Kebutuhannya di Masa yang Akan Datang

Data yang digunakan adalah data mengenai penggunaan bahan bakar minyak dan gas (bensin, solar, minyak tanah, minyak diesel dan LPG) yang diperoleh dari PT Pertamina, Jakarta tahun 2003 dan 2004. Dengan memperhatikan jumlah populasi penduduk Kota Bogor pada tahun tersebut, maka dapat dihitung penggunaan bensin, solar, minyak tanah, minyak diesel dan LPG per jiwa, dengan rumus sebagai berikut :

Jumlah penduduk di masa yang akan datang sampai tahun 2100 dihitung dengan memasukkan angka pertambahan penduduk pada program Powersim. Dengan demikian, kemudian dapat dihitung kebutuhan bahan bakar minyak dan gas pada tahun-tahun yang akan datang dengan rumus :

Kebutuhan BBMG = prediksi jumlah penduduk X kebutuhan BBMG per kapita.

3.7. Perhitungan Emisi Gas CO2

Setelah diperoleh angka kebutuhan bahan bakar minyak dan gas untuk tahun 2010– 2100, maka dapat dihitung jumlah emisi gas CO2 antropogenik melalui rumus:

Emisi gas CO2 antropogenik = jumlah penduduk x kebutuhan bahan bakar per jiwa x faktor emisi dari setiap jenis bahan bakar. Perhitungan jumlah emisi gas CO2 per jiwa dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Perhitungan jumlah emisi gas CO2

Jenis bahan bakar Penggunaan (l/jiwa) Faktor emisi (kg/l) Jumlah emisi (kg)

Bensin Ai 2,31 2,31 Ai

Solar Bi 2,68 2,68 Bi

Minyak Tanah Ci 2,52 2,52 Ci

LPG *) Di *) 1,51 1,51 Di

Minyak Diesel Ei 3,09 3,09 Ei

Jumlah Emisi Gas CO2 per jiwa 2,31Ai+2,68Bi+2,52Ci+1,51Di+3,09Ei Keterangan : *) Khusus satuan penggunaan untuk LPG adalah kg/jiwa

Kebutuhan BBMG per kapita = penggunaan BBMG jumlah penduduk

(10)

41

3.8. Penghitungan Kepadatan Kendaraan

Penghitungan kepadatan kendaraan dimaksudkan untuk menentukan waktu kepadatan kendaraan tertinggi. Informasi ini untuk dijadikan sebagai penentuan waktu pengambilan contoh gas CO2 ambien. Kepadatan kendaraan di lima lokasi yakni: Warung Jambu, Baranang Siang, Ekalokasari, Pasar Bogor dan Jembatan Merah dihitung secara langsung dengan mengunakan penghitung tangan (hand counter). Penghitungan dilakukan setiap setengah jam dari pukul 6.00 – 18.00 selama satu minggu. Setelah data terkumpul kemudian dibuat grafiknya.

3.9. Pengukuran Kandungan Gas CO2 Ambien

Mengingat gas CO2 bukan merupakan polutan, maka data tentang konsentrasi ambien gas ini jarang tersedia dan jarang pula diukur. Metode pengambilan sampelnya pun tidak tersedia. Pada buku Hadi (2006) yang berjudul: Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan terbitan PT Gramedia Pustaka Utama juga tidak membahasnya. Alat yang dapat dipergunakan untuk mengukur konsentrasi ambien gas ini adalah NDIR (Non Dispersive Infrared) Gas Analyzer. Namun karena alat ini tidak tersedia dan harga sewa pakainya pun sangat mahal, maka dalam penelitian ini digunakan metode seperti yang akan dijelaskan berikut ini.

Mula-mula udara yang ada di dalam tabung gelas yang bersumbat karet dengan volume sekitar 25 ml disedot dengan menggunakan spuit 20 ml. Ketika terasa sedotan kuat di spuit, lalu spuit tabung penyedot dengan cepat ditanggalkan dari sambungan jarum, dengan kondisi jarum tetap berada pada karet sumbat botol. Perlakuan ini dilakukan sebanyak 5 kali. Hal ini dimaksudkan agar udara ambien dapat masuk ke dalam tabung gelas dengan baik dan sebaliknya udara yang terperangkap dalam tabung akan keluar. Dengan dibiarkan jarum tetap berada dalam sumbat karet untuk beberapa saat, maka tekanan dalam tabung sama dengan udara luar yaitu sekitar 1 atm. Spuit kemudian digunakan untuk mengisap udara ambien, lalu udara dimasukkan ke dalam tabung gelas dengan menekan pendorong spuit. Perlakuan seperti itu dilakukan sebanyak lima kali. Setelah selesai, lubang bekas tusukan jarum ditutup dengan parafin dan dibungkus dengan plastik wrap. Tabung gelas kemudian diberi nomor dan dicatat sesuai dengan lokasinya.

(11)

42 Tabung berisi udara sampel kemudian dibawa ke laboratorium. Setelah sampai di laboratorium pembungkus plastik wrap dibuka dan sumbat parafin dikelupas. Jarum siring sangat kecil ditusukkan ke dalam sumbat karet pada bekas tusukan jarum ketika pengisian sampel. Dengan menggunakan siring 2 µl gas disedot sebanyak 0,5 µl dan diinjeksikan ke dalam lubang injeksi gas kromatografi. Spesifikasi alat yang dipergunakan adalah kolom OV 17 dan detektor FID. Temperatur alat diset inisial dan final pada suhu 80oC, sedangkan suhu pada injektor 120 oC dan suhu pada detektor 150 oC. Setelah beberapa saat printer akan mencatat hasil pengukuran.

Pengukuran konsentrasi standar sama dengan tahapan pengerjaan untuk pengukuran sampel. Konsentrasi gas standar pada pengukuran pertama 200 ppm sedangkan pada pengukuran kedua 250 ppm. Penghitungan konsentrasi sampel dengan menghitung persen konsentrasi sampel (hasil tercatat pada kertas printer pada uji sampel) dikalikan dengan persen konsentrasi standar (hasil tercatat pada kertas printer pada uji standar). Waktu retensi untuk gas CO2 sekitar 3,42 menit. Hasil pengukuran contoh kemudian dihitung berdasarkan konsentrasi standar.

Foto-foto alat kromatografi gas beserta kolom dan pencatat untuk mengukur konsentrasi CO2 ambien terdapat pada Lampiran 13 serta foto-foto ketika peng-ambilan sampel gas CO2 di lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 14.

3.10. Luasan Ruang Terbuka Hijau dan Perhitungan Perubahannya

Bentuk dan luasan ruang terbuka hijau dianalisis berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Tata Kota dan Pertamanan, Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor serta hasil penelitian dari Indriyani (2005), Herdiansyah (2005) dan data dari P4W LPPM IPB. Selain data tentang luasan, serial data ini kemudian dihitung untuk mendapatkan angka penurunan luasan dari setiap bentuk ruang terbuka hijau pada beberapa tahun terakhir.

Bentuk-bentuk ruang terbuka hijau yang ada di Kota Bogor dibedakan menjadi: vegetasi rapat, vegetasi jarang, sawah, semak dan rumput. Data kepadatan pohon diperoleh dengan mengukur jumlah pohon yang diameternya lebih dari 20 cm yang diukur pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah dengan ukuran plot 100 x 100 m pada lokasi yang ditentukan berdasarkan rona pada citra

(12)

43 yang berbeda. Lokasi pengukuran untuk vegetasi rapat di: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) di Cimanggu, Hutan Penelitian Dramaga, Pusat Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Gunung Batu, Kebun Raya Bogor dan kebun di Cimahpar dan Tanah Baru, sedangkan untuk pengukuran kepadatan pada vegetasi jarang di: Mulyaharja, Pamoyanan, Rancamaya, Bojongkerta, Kertamaya, Genteng, Muara Sari dan pemakaman Dreded dan Kebon Pedes.

3.11. Pengukuran Daya Sink Gas CO2

3.11.1. Penelitian di Rumah Kaca dengan Menggunakan Alat Pengukur Laju Fotosintesis

Sebanyak 5 jenis tanaman diteliti kemampuan fotosintesisnya di rumah kaca. Kelima jenis tanaman adalah: mangga (Mangifera indica), jati (Tectona grandis), kenari (Canarium commune), tanjung (Mimusops elengi), dan sawo duren (Chrysophyllum cainito). Pengukuran dilakukan dengan alat yang menggunakan prinsip analisis kadar gas CO2 dengan sinar inframerah. Alat ini menggunakan bahan kimia sodalime dan drierite yang dimasukkan dalam tabung kaca.

Sebelum dipergunakan alat ini harus di-set up terlebih dahulu dengan mengatur nilai parameter-parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap fotosintesis, agar sesuai dengan kondisi yang diinginkan. Suhu diset pada 250C, sedangkan intensitas cahaya pada panjang gelombang untuk Photosynthetically Active Radiation (PAR) yang diukur pada: 0, 20, 40, 60, 80, 100, 200, 300, 400, 500, 600, 900, 1000, 1200, 1400, 1600, 1800 dan 2000 µmol foton/m2/detik. Aliran udara yang digunakan sebesar 280 µmol per detik.

Sampel daun dijepit oleh sensor yang terdapat pada kepala PLC dengan luasan daun dalam chamber 6,25 cm2. Pengambilan data dilakukan setelah kondisi parameter yang terlihat pada monitor LCA menunjukkan angka yang stabil. Pengukuran dilakukan pada pukul 07.30 hingga 11.00 WIB dengan tiga ulangan. Setelah pengukuran selesai, data dipindahkan ke komputer melalui kabel penghubung dengan menggunakan software EPROM versi 1.01.

Data yang dihasilkan dari pengukuran daya serap CO2 menggunakan alat digunakan untuk membuat kurva respons cahaya dengan menggunakan Software

(13)

44 Curve Expert. Menurut Farquhr dan Wong (1984) dalam June (2003), respon fotosintesis terhadap cahaya dapat ditentukan dengan rumus berikut:

Keterangan :

A : laju fotosintesis (µmol CO2 m-2 s-1) Q : intensitas cahaya (µmol foton m-2 s-1)

θ : efisiensi penggunaan cahaya dalam fotosintesis (µmol foton m-2 s-1)

Amax : kecepatan fotosintesis tertinggi yang bisa dicapai oleh tumbuhan (µmol

CO2 m-2 s-1)

ε : faktor kemiringan kurva

Rdark : respirasi yang dilakukan tanaman ketika tidak ada cahaya

(µmol CO2 m-2s-1)

Daya serap CO2 daun tanaman melalui fotosintesis dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

P : daya serap CO2 daun tanaman melalui fotosintesis (µmol CO2. m-2 s-1) Pc : daya serap CO2 daun tanaman pada hari cerah (µmol CO2 m-2. hari-1)

Po : daya serap CO2 daun tanaman pada hari mendung (µmol CO2 m-2. hari-1)

Sedangkan untuk Pc dan Po dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

Ā : laju fotosintesis rerata (µmol CO2 m-2 . s -1)

n : rerata per hari lama penyinaran aktual (detik . hari-1) N : rerata per hari lama penyinaran maksimum (detik . hari-1)

c : perbandingan rerata per hari laju fotosintesis pada hari mendung dengan hari cerah yaitu sebesar 0,46

Sitompul (1995) dalam Triono (2004) menyatakan bahwa Kota Bogor yang berada pada garis lintang 60 Lintang Selatan memiliki nilai c dan N masing-masing sebesar 0,46 dan 43.465 detik.hari-1. Nilai n didapatkan pada penelitian Abdullah (2000) dalam Triono (2004) yaitu sebesar 19.286 detik. Rerata harian intensitas cahaya matahari di Kota Bogor adalah 1.396,67 µmol foton m-2.detik-1.

P = Pc + Po

Pc = Ā x n Po = c x Ā x (N-n)

AA = - Rdark

(14)

45 Persamaan berikut ini adalah rumus untuk menghitung CO2 yang dihasilkan oleh tanaman pada malam hari :

Keterangan :

R : Jumlah pelepasan CO2 melalui respirasi (µmol CO2 m-2 . hari-1)

Rdark : Laju respirasi daun yang diukur dengan ADC LCA-4 (µmol CO2 m-2 . s-1)

H : Rerata jumlah waktu per hari untuk Kota Bogor nilainya sebesar 86400 detik . hari-1

N : Rerata lama penyinaran harian maksimum untuk Kota Bogor nilainya 43465 detik . hari-1

Daya serap CO2 bersih merupakan selisih antara daya serap CO2 tanaman melalui fotosintesis dan pelepasan CO2 melalui respirasi. Sehingga untuk menghitungnya digunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan:

G : Daya serap CO2 bersih daun tanaman (µmol CO2 m-2 hari-1)

P : Daya serap CO2 daun tanaman melalui fotosintesis (µmol CO2 m-2 hari-1) R : Jumlah CO2 hasil respirasi (µmol CO2 m-2 hari-1)

Dengan mengukur luas per lembar daun pada lima jenis tanaman yang diteliti, maka akan diketahui nilai sink gas CO2 per lembar daun. Foto-foto alat yang dipergunakan terdapat pada Lampiran 12.

3.11.2. Penelitian Pendahuluan dengan Metode Karbohidrat

Penelitian ini dilakukan karena alasan keterbatasan alat. Dengan demikian dicari cara lain yang dapat menggantikan cara pengukuran dengan alat yakni dengan metode karbohidrat yaitu dengan mengukur kadar karbohidrat total pada daun dan ranting. Landsberg dan Gower (1997) menyatakan bahwa besaran nilai produk fotosintesis bersih (NPP) dapat didekati dengan mengukur kadar karbo-hidrat, biomassa dan serasah secara sekuensial, sedangkan menurut Kramer dan Kozlowski (1979), laju fotosintesis dapat diestimasi dengan mengukur pening-katan berat bersihnya. Barnes et al. (1998) demikian juga Kramer dan Kozlowski (1979) menyatakan bahwa setelah gas CO2 diserap oleh daun, maka akan diubah menjadi karbohidrat yang kemudian akan diikuti oleh beberapa proses seperti

R = Rdark x (H - N)

(15)

46 yang terlihat pada Gambar 9. Oleh sebab itu, pengukuran kadar karbohidrat yang kedua dilakukan pukul 10.00. Hal ini dimaksudkan agar proses-proses lainnya yang bekerja mengubah karbohidrat, masih belum banyak terjadi.

S

Gambar 9. Proses serapan gas CO2, pembentukan karbohidrat dan beberapa proses lainnya dalam ekosistem. Sumber: Barnes et al. (1998).

Konsumsi oleh heterop CO2 Karbohidrat Respirasi Gelap Jaringan fotosintesis Pembangunan dan pemeliharaan

Jaringan produksi primer

CO2 Konsumsi Ekskresi Asimilasi Jaringan produksi sekunder

Kematian hidup dari konsumen Akumulasi biomassa

Akumulasi biomassa hidup dari tumbuhan

CO2

Karbon dalam Makhluk hidup Produksi Serasah

Dekomposisi

CO2 Akumulasi bahan

(16)

47 Sebelum dilakukan pengukuran laju fotosintesis pada jenis tanaman lainnya dengan mengunakan metoda karbohidrat, maka dilakukan pengujian terlebih dahulu ketelitian metode karbohidrat pada lima jenis tanaman. Pada penelitian kedua digunakan 5 jenis tanaman yakni: krey payung (Filicium decipiens), manggis (Garcinia mangostana), melinjo (Gnetum gnemon), sawo kecik (Manilkara kauki) dan trengguli (Cassia fistula) yang tumbuh di arboretum dekat gedung Rektorat Institut Pertanian Bogor. Pemilihan jenis selain karena jenis-jenis tersebut banyak ditanam di Kota Bogor juga jenis tersebut lokasinya berdekatan dan keadaan pertumbuhannya baik dan sehat.

Kadar kandungan karbohidrat pada ranting dan daun setiap jenis tanaman diukur pada pukul 05.00 pagi, pukul 08.00 dan pukul 10.00. Pengukuran laju fotosintesis dilakukan di pagi hari, karena pada pagi hari laju fotosintesis dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari. Sedangkan di siang dan sore hari, selain dipengaruhi oleh faktor cahaya matahari juga dipengaruhi oleh cekaman air daun juga oleh bukaan stomata yang kemudian akan mempengaruhi jumlah masukan gas CO2 (Kramer dan Kozlowski 1979).

Sebanyak masing-masing 3 sampel daun dan ranting dari dua pohon setiap jenis tanaman diambil dengan gunting pohon kemudian difiksasi dengan cara merendamnya dalam alkohol 70 % selama 15 menit. Semua pengambilan sampel ranting dan daun sampai dengan fiksasi selesai sekitar pukul 05.30. Sampel daun dan ranting kemudian dijemur di panas matahari. Setelah kering sampel di oven dengan suhu 70oC selama 2 hari. Daun dan cabang yang sudah kering kemudian dibawa ke Balai Besar Biologi dan Genetika Pertanian, Bogor. Sampel kemudian digiling sampai halus dan diayak dan diaduk sampai merata menjadi sampel komposit. Sebanyak 20 gram tepung daun komposit ini dimasukkan dalam wadah gelas kemudian ditambah dengan 20 ml HCl 0,7 N dan dihidrolisis selama 2,5 jam dalam penangas air. Saring dalam labu ukur 100 ml lalu netralkan dengan NaOH 1 N setelah diberi phenol merah. Terjadi perubahan larutan dari berwarna biru akan berubah menjadi warna merah muda setelah dititrasi. Kemudian ditambah-kan 5 ml ZnSO4 5% dan 5 ml Ba(OH)2 0,3 N dengan tujuan mengendapditambah-kan protein dari sampel. Hal ini dimaksudkan agar gugusan CHO yang terjadi benar-benar hanya karbohidrat. Setelah itu ditambahkan kembali larutan akuades sampai

(17)

48 tanda tera 100 ml. Setelah disaring, larutan supernatan yang sudah jernih diambil dengan pipet 1 ml kemudian disimpan dalam tabung kimia. Deret strandar karbohidrat lalu dibuat 0, 5, 10, 15, 20, 25 mg kemudian tambahkan pereaksi Cu sebanyak 2 ml dan dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit lalu didinginkan. Setelah itu ditambahkan pereaksi Nelson dan ditambah 20 ml air sampai tanda tera pada masing-masing deret standar lalu kocok dan dibiarkan selama 20 menit, kemudian diukur dengan spektrofotometer pada gelombang 500 µm. Untuk mendapatkan kandungan karbohidrat dihitung berdasarkan rumus:

Keterangan:

S : Rerata nilai absorbansi standar A : Rerata nilai absorbansi contoh

Dari nilai selisih kadar karbohidrat pukul 05.00 dan pukul 10.00 kemudian dihitung nilai sink gas CO2 dengan mengalikannya dengan angka 1,467. Angka ini diturunkan dari rumus fotosintesis:

264 g CO2 + 108 g H2O Æ 180 g (CH2O)6 + 192 g O2

Dengan mengukur luas per lembar daun pada lima jenis tanaman yang diteliti, maka akan diketahui nilai sink gas CO2 per lembar daun. Setelah diperoleh data dari 5 jenis, maka dianalisis hasilnya dengan uji-T dengan menggunakan piranti lunak SPSS 13.0. Jika selisih perbedaan data sink kedua jenis tanaman ini kurang dari 10%, maka metode karbohidrat dianggap sama dengan metode alat. Dengan perkataan lain metode karbohidrat dapat diper-gunakan untuk menggantikan metode pengukuran daya sink dengan alat.

3.11.3. Penelitian di Kebun Raya Bogor

Setelah diuji secara statistik yang menyatakan bahwa daya sink gas CO2 oleh 5 jenis tanaman yang diukur dengan alat seperti yang telah dijelaskan pada Bab 3.11.1 dan metode karbohidrat seperti yang telah dijelaskan pada Bab 3.11.2 tidak berbeda nyata, maka metode karbohidrat dipergunakan untuk mengukur daya sink tanaman di Kebun Raya Bogor dan di Hutan Penelitian Dramaga.

(

)

000 . 1000 % 100 1 20 2 . 0 100 x x x S A

(18)

49 Sebanyak masing-masing 25 jenis tanaman yang tumbuh di Kebun Raya Bogor diukur kemampuannya dalam menyerap gas CO2. Pemilihan jenis tanaman selain berdasarkan penggunaannya yang telah banyak ditanam di Kota Bogor, juga letak pohonnya tidak terlalu berjauhan serta daun dan rantingnya masih dapat dijangkau oleh galah. Jenis eksotik tidak diukur kemampuan daya sinknya, selain karena sangat tinggi, juga tidak banyak ditanam di Kota Bogor.

Metode yang dipergunakan untuk menetapkan nilai kemampuan tanaman dalam menyerap gas CO2 dilakukan dengan metode pengukuran karbohidrat pada daun dan ranting pada pukul 05.00 dan 10.00 pagi. Cara pengambilan sampel, jumlah ranting dan penanganan ranting dan daun sampel selanjutnya sama dengan metoda yang dilakukan pada Bab 3.11.2. Pengukuran kadar karbohidrat dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 µm dilakukan di Balai Besar Biologi dan Genetika Pertanian, Bogor.

Dari analisis karbohidrat yang diperoleh untuk menghitung rerata pemben-tukan karbohidrat per jam adalah dengan cara membagi kadar karbohidrat dibagi 4, karena fotosintesis dilakukan selama 4 jam yakni dari jam 06.00 – 10.00. Sedangkan untuk menghitung nilai daya serap gas CO2 per jam, tetapan yang dipergunakan sebesar 1,467 yang diperoleh dari pembagian nilai 264/180 dari persamaan fotosintesis:

264 g CO2 + 108 g H2O Æ 180 g (CH2O)6 + 192 g O2

Cara pengambilan contoh daun pada pohon yaitu daun dari yang termuda sampai tertua yang terdapat pada ranting diambil sebanyak 3 ranting dari cabang pohon yang berbeda pada satu pohon. Cara penanganan daun dan ranting selanjutnya sama dengan cara yang dipergunakan pada Bab 3.11.2.

Untuk menghitung jumlah daun pada pohon dilakukan dengan penghitungan langsung dengan bantuan teropong dan penghitung tangan (hand counter). Jika jumlah pohon lebih dari tiga, maka rerata jumlah daun didapat dari penghitungan jumlah daun pada pohon dengan jumlah daun terbanyak, sedang dan yang paling sedikit.

Untuk mengukur luas daun, daun yang tertua sampai daun yang termuda diambil dan dipindai (scan) dengan alat pemindai lalu dicatat luas daun secara keseluruhan. Rerata luasan per lembar daun dihitung dengan membagi luas

(19)

50 seluruh daun dengan jumlah daun. Parameter lainnya yang diteliti adalah jumlah dan ukuran stomata.

Tahapan kerja selanjutnya yang dilakukan di laboratorium sama dengan penelitian yang dilakukan pada Bab 3.11.2. Untuk mendapatkan nilai kemampuan sink tanaman pepohonan di Kebun Raya Bogor terhadap gas CO2 adalah dengan mengalikan jumlah pohon dengan sink per jenis tanaman per pohon (X).

3.11.4. Penelitian di Hutan Penelitian Dramaga

Sampel sebanyak 21 jenis tumbuhan yang dipilih berdasarkan dominansi jumlah pohon, letaknya tidak terlalu berjauhan dan ranting dan daunnya masih dapat dijangkau dengan galah. Ke-21 jenis ini kemudian dihitung jumlah dan rerata luas daunnya. Metode pengambilan daun dan pengukuran luas daun dan jumlah daun per pohon sama dengan metode yang dilakukan di Kebun Raya Bogor. Tahapan kerja selanjutnya yang dilakukan di laboratorium sama dengan penelitian yang dilakukan pada Bab 3.11.2. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini sama dengan kedua metode terdahulu, seperti yang telah dijelaskan pada Bab 3.11.2 dan Bab 3.11.3.

3.11.5. Jumlah dan Ukuran Stomata

Daun yang tidak terlalu tua dan juga tidak terlalu muda dari tanaman yang diukur kemampuan sinknya di Kebun Raya Bogor dan di Hutan Penelitian Dramaga dipetik dari rantingnya lalu diolesi dengan cutex (cat kuku) yang transparan lalu dibiarkan mengering. Setelah kering cutex dikelupas dengan hati-hati dari permukaan daun agar tidak robek. Cutex lalu diletakkan di bawah lensa objektif kemudian diamati dan diambil fotonya. Parameter yang diteliti adalah jumlah dan kerapatan serta panjang dan lebar stomata.

Nilai sink per cm2 untuk setiap jenis tanaman kemudian dicari hubungannya dengan panjang stomata, lebar stomata dan kerapatannya dengan menggunakan program SPSS 13.0. Jika koefisien diterminasinya lebih dari 0,7; maka dianggap mempunyai hubungan yang berarti (Mattjik dan Sumertajaya 2002 serta Sulaiman 2002).

(20)

51

3.12. Simulasi Konsentrasi Gas CO2 Ambien dan Penentuan Kebutuhan

Luasan Hutan Kota

Data tentang konsumsi bahan bakar minyak dan gas meliputi: bensin, solar, minyak tanah dan gas LPG kemudian dihitung untuk dijadikan data konstanta penggunaan bahan bakar minyak dan gas per orang per tahun. Dari data ini kemudian dihitung emisi gas CO2 tahun 2010 sampai tahun 2100.

Nilai sink gas CO2 oleh pepohonan baik yang diperoleh dari tanaman Kebun Raya Bogor maupun yang diperoleh dari Hutan Penelitian Dramaga sejumlah 46 jenis yakni 25 jenis dari Kebun Raya Bogor dan 21 jenis dari Hutan Penelitian Dramaga kemudian diurutkan dari yang terendah sampai tertinggi, lalu dibuat klasifikasinya dan dihitung rerata daya sink untuk setiap kelas. Karena ada tiga jenis yang sama, maka jumlah jenis yang diurutkan nanti ada 43 jenis tanaman. Klasifikasi daya sink adalah: sangat rendah, rendah, sedang, agak tinggi, tinggi dan sangat tinggi. Nilai sink sangat tinggi, tinggi dan agak tinggi akan digunakan sebagai konstanta daya sink pada model penentuan luasan hutan kota melalui model diagram alir dengan program Powersim 2.5. Model diagram alir dapat dilihat pada Lampiran 3.

Sebelum dilakukan simulasi, mengingat Kota Bogor merupakan kota dengan curah hujan yang tinggi yakni antara 3.200 - 4.600 mm serta hari hujan 200 - 270 hari dalam setahun, dengan curah hujan tertinggi pada bulan Januari sebanyak 629 mm/bulan dan terendah pada bulan September 118 mm/bulan, maka dalam penentuan luasan hutan kota, simulasinya dibuat: (1). Jika tidak dipengaruhi oleh hujan dan (2). Dipengaruhi oleh hujan. Nilai curah hujan yang akan digunakan dalam simulasi sebesar 4.000 mm/tahun. Jika hasil perhitungan dan simulasi hujan tidak berpengaruh nyata dalam menurunkan konsentrasi gas CO2 ambien, maka hujan tidak dimasukkan dalam model.

Selain simulasi dengan menggunakan variasi daya sink tanaman juga disimulasikan penghematan bahan bakar, penekanan laju pertambahan penduduk serta pengkayaan pada areal bervegetasi jarang dengan jenis tanaman berdaya sink sangat tinggi dan upaya gabungan dari beberapa cara yang telah disebutkan terdahulu. Simulasi selanjutnya adalah untuk mencari daya dukung kependudukan Kota Bogor berdasarkan emisi dan sink gas CO2. Daya dukung dihitung dengan

(21)

52 memperhatikan luasan ruang terbuka hijau seluas 32% dengan lahan terbangun seluas 68%. Jika penduduk telah menempati lahan terbangun yang luasnya 68% dari luas kota, maka penduduk membutuhkan bangunan berlantai dua pada lahan terbangun yang luasnya tetap seluas 68%. Demikian seterusnya sampai luasan hutan kota yang dibutuhkan melebihi peruntukan lahan ruang terbuka hijau yang luasnya 32%.

Gambar

Gambar 7. Analisis input-output pembangunan dan pengembangan hutan kota di  Kota Bogor
Gambar 8. Rancang bangun penelitian.
Gambar 9. Proses serapan gas CO 2 , pembentukan karbohidrat dan beberapa proses   lainnya dalam ekosistem

Referensi

Dokumen terkait

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan yaitu Memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU) dengan kualifikasi Kecil (Gred 2,3,4) pada

For example, a program that has been run by the local government held a periodic socialization program on waste recycling management, so that the community will be aware of how

Apabila sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di atas untuk melaksanakan Penugasan Pelaksanaan Program Pengabdian

Indikator dari pertumbuhan jumlah wajib pajak badan adalah persentase perbandingan selisih jumlah wajib pajak bulan ini (t) dan jumlah wajib pajak bulan lalu (t-1) dengan

Dengan pola yang berdasar pada kajian pragmatik, proses pembelajaran bahasa yang diterima oleh siswa secara otomatis akan mengacu pada suatu kondisi praktis

Faktor pendukung yang paling utama, dari penerapan sedekah terpimpin, adalah KSPPS-MUI kekurangan dana sosial untuk menunjang pelaksanaan kegiatan sosial

Pada tabel tersebut, untuk metode evaluasi hasil uji 1 dan 2 terlihat jumlah laboratorium tidak memuaskan dan nilai Z-score yang sama.. Seperti dijelaskan sebelumnya hal

Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database