• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. Implementasi Pelayanan Kesehatan Hewan di Kabupaten Sleman dan faktorfaktor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. Implementasi Pelayanan Kesehatan Hewan di Kabupaten Sleman dan faktorfaktor"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa Implementasi Pelayanan Kesehatan Hewan di Kabupaten Sleman dan faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah sebagai berikut:

1. Implementasi Pelayanan Kesehatan Hewan

a. Berdasarkan variabel kepatuhan para petugas kesehatan hewan, pelayanan yang diberikan puskeswan sudah dilaksanakan sesuai peraturan yang terdiri dari pelayanan aktif, semi aktif dan pasif; puskeswan sudah menyampaikan laporan secara berkala kepala Dinas melalui kepala UPT; pelayanan yang diberikan tidak dikenakan biaya pelayanan pengobatan, namun apabila obat dan bahan yang dibutuhkan dalam pelayanan tidak tersedia, maka kepada peternak/klien diberikan resep (SK Kepala Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Nomor: 188/146 tentang SOP Pelayanan Kesehatan Hewan; dan pelayanan puskeswan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan program pengendalian wabah dan atau kejadian penyakit menular di wilayah kerjanya tidak dikenakan biaya. Namun Belum ada peraturan daerah yang mengatur tentang pemungutan biaya pelayanan kesehatan hewan seperti tercantum dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 dan Permentan No. 64/Permentan/OT.140/09/2007, sehingga pelayanan

(2)

yang diberikan tidak dikenakan biaya/gratis; untuk prosedur terkait pemberian resep obat kepada peternak/klien tidak dilaksanakan oleh petugas puskeswan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa implementor yaitu para petugas puskeswan belum sepenuhnya patuh terhadap aturan yang telah ditetapkan.

b. Instrumen pelayanan gratis tidak sesuai dengan apa yang diatur dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 dan Permentan No. 64/Permentan/OT.140/09/2007, sehingga pelaksanaannya di Kabupaten Sleman tidak berjalan dengan baik karena tidak didukung sarana prasarana termasuk peralatan dan obat-obatan.

c. Berdasarkan variabel kualitas keluaran kebijakan: akses pelayanan mudah karena bisa menggunakan alat komunikasi, untuk pelayanan pengobatan semua peternak mendapatkan kesempatan yang sama, namun untuk pelayanan aktif (yanduwan) belum semua kelompok terlayani sehingga terkesan masih pilih-pilih; cakupan untuk pelayanan pengobatan ternak sakit sudah hampir semua terlayani, namun untuk yanduan baru sedikit yang terlayani (dibawah 40%); frekuensi pelayanan untuk pengobatan ternak sakit sudah sesuai kebutuhan, sedangkan untuk yanduwan masih rendah; masih ada bias/distorsi sekitar 2%; ketepatan layanan cukup tepat karena petugas puskeswan berusaha untuk segera mengobati ternak yang sakit, dan jika dilakukan penundaan itu hanya untuk kasus-kasus penyakit ringan; pelayanan

(3)

kesehatan hewan yang diberikan oleh puskeswan cukup akuntabel untuk pengobatan ternak sakit, namun terjadi pengurangan hak (kurang akuntabel) untuk pelayanan yanduwan; kebijakan pelayanan kesehatan hewan yang diberlakukan sudah sesuai dengan kebutuhan peternak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kualitas keluaran kebijakan masih kurang baik.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi pelayanan kesehatan hewan adalah sebagai berikut:

a. Variabel komunikasi dalam implementasi pelayanan kesehatan hewan di Kabupaten Sleman dalam hal perumusan tujuan sudah jelas yaitu untuk meningkatkan status kesehatan ternak/hewan sehingga produksi dan produktivitasnya meningkat dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan dan kesehatan. Selain itu penyampaian tujuan pelayanan kesehatan hewan kepada petugas puskeswan sudah cukup baik, terlihat dengan semua pelaksana sudah memahaminya. Namun instrumen pelayanan kesehatan hewan gratis yang diberlakukan tidak mendukung tujuan yang telah ditetapkan karena membatasi pelayanan yang diberikan kepada peternak; pemerintah Kabupaten Sleman juga tidak membuat perda untuk menindaklanjuti peraturan di tingkat pusat; selain itu sebagian peternak belum memahami pentingnya pelayanan kesehatan hewan sehingga sosialisasi harus terus dilakukan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor komunikasi dalam pelayanan kesehatan hewan belum efektif.

(4)

b. Ketersediaan sumber daya untuk melaksanakan pelayanan kesehatan hewan di Kabupaten Sleman adalah sebagai berikut: SDM petugas pelayanan kesehatan hewan sudah memiliki kompetensi sesuai tugas pokok dan fungsinya, akan tetapi jumlahnya baru 39 orang, sangat kurang dari standar permentan yaitu 104 orang untuk 13 puskeswan; sedangkan untuk sarana prasarana pelayanan kesehatan hewan, Kabupaten Sleman sudah memiliki 12 gedung puskeswan, namun untuk kendaraan operasional, peralatan kantor, peralatan dan bahan medis serta peralatan dan bahan laboratorium masih jauh dari standar permentan; anggaran untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan hewan khususnya untuk pembelian obat-obatan masih sangat kurang yaitu sebesar Rp. 351.874.488,- jauh dari kebutuhan yaitu 1.182.314.750,-.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor ketersediaan sumber daya untuk implementasi pelayanan kesehatan hewan di Kabupaten Sleman masih sangat kurang.

c. Variabel disposisi yaitu dalam hal komitmen dari Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sampai dengan petugas puskeswan terhadap pelayanan kesehatan hewan sudah cukup tinggi.

d. Variabel struktur birokrasi yang diteliti menunjukkan bahwa jenjang hierarki pelaksana Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 dan Permentan Nomor 64/Permentan/OT.1.40/09/2007 terkait pelayanan kesehatan hewan cukup panjang karena kewenangannya mulai dari

(5)

Dinas, UPT dan puskeswan sehingga menyebabkan kurang efektifnya pengambilan keputusan yang harus diambil. Sedangkan mengenai SOP, sudah ada SOP untuk pelayanan kesehatan hewan sebagai pedoman bagi petugas, namun masih ada aturan dalam SOP yang sulit pelaksanaannya yaitu dalam hal pemberian resep obat kepada peternak/klien.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa struktur birokrasi dalam rangka implementasi pelayanan kesehatan hewan di Kabupaten Sleman kurang efektif.

Berdasarkan kesimpulan masing-masing variabel, maka dapat disimpulkan bahwa implementasi pelayanan kesehatan hewan di Kabupaten Sleman belum optimal. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi yang sifatnya mendukung adalah komunikasi dalam hal tujuan pelayanan kesehatan hewan yang dirumuskan dengan jelas dan disampaikan kepada petugas puskeswan dengan baik sehingga pelaksana sudah memahaminya; sumber daya berupa tenaga kesehatan hewan yang sudah berkompeten; disposisi dalam bentuk komitmen yang tinggi dari Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sampai dengan petugas puskeswan; dan faktor struktur birokrasi yaitu dengan sudah dibuatnya SOP sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kesehatan hewan. Faktor-faktor yang sifatnya menghambat implementasi pelayanan kesehatan hewan adalah: dari komunikasi adalah tidak adanya konsistensi rumusan tujuan pelayanan kesehatan hewan dengan instrumen kebijakan yang berupa pelayanan gratis dan tidak ditindaklanjutinya peraturan di tingkat pusat dengan peraturan

(6)

daerah serta sebagian peternak belum memahami pentingnya pelayanan kesehatan hewan; faktor sumber daya yaitu jumlah SDM pelayanan kesehatan hewan, anggaran dan sarana prasarana pelayanan kesehatan hewan masih kurang; faktor struktur birokrasi berupa jenjang hierarki birokrasi yang cukup panjang dan SOP yang ada belum sepenuhnya bisa dijalankan terutama dalam hal pemberian resep obat kepada peternak/klien.

7.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan kesehatan hewan di Kabupaten Sleman agar kedepannya dapat optimal adalah sebagai berikut:

1. Terkait dengan kepatuhan para petugas kesehatan hewan, petugas puskeswan seharusnya mematuhi semua prosedur yang telah ditetapkan termasuk dalam hal pemberian resep obat kepada peternak/klien.

2. Sehubungan dengan instrumen pelayanan gratis yang tidak berjalan dengan baik akibat keterbatasan sumberdaya, maka hendaknya seluruh stakeholder yang terlibat dalam pelayanan kesehatan hewan ini dapat duduk bersama membahas model ideal instrumen pelayanan kesehatan hewan di Kabupaten Sleman. Salah satu model yang paling memungkinkan adalah dengan pemberian subsidi pelayanan pengobatan hewan seperti yang diberlakukan di puskesmas. Peternak tetap membayar pelayanan kesehatan hewan dengan biaya yang tidak terlalu mahal, kemudian biaya tersebut dijadikan PAD yang disetorkan ke pemerintah daerah. Hasil PAD tersebut nantinya yang

(7)

akan digunakan untuk operasional puskeswan. Dengan demikian akan terjadi kesinambungan biaya dalam pelayanan kesehatan hewan. Cara seperti ini juga sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 64/Permentan/OT.140/09/2007 tentang Pedoman Pelayanan Pusat Kesehatan Hewan.

3. Kualitas keluaran kebijakan dari parameter akses untuk pelayanan yanduwan seharusnya peternak/ kelompok ternak juga mendapatkan akses yang sama seperti pada pelayanan pengobatan; cakupan dan frekuensi kelompok ternak yang dilayani untuk kegiatan yanduwan harus ditingkatkan; petugas harus meniadakan bias/distorsi dan dilakukan koordinasi dengan kabupaten lain, sehingga hanya peternak di wilayah Kabupaten Sleman yang dilayani; petugas puskeswan dalam memberikan pelayanan kesehatan hewan khususnya yanduan harus akuntabel sehingga hak-hak peternak dapat terpenuhi.

4. Perlu adanya konsistensi rumusan tujuan kebijakan dengan instrumen kebijakan yaitu dengan mengkaji kembali instrumen pelayanan kesehatan hewan yang telah ada. Selain itu perlu dibuat peraturan daerah terkait pelayanan kesehatan hewan sehingga terjadi konsisitensi isi dan tujuan kebijakan baik dari pusat dan daerah. Aturan di tingkat pusat yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64/Permentan/OT.140/09/2007 terkait pelayanan kesehatan hewan seharusnya bisa menjadi pedoman Pemerintah Kabupaten Sleman dalam merumuskan kebijakan pelayanan kesehatan hewan di daerahnya.

(8)

5. Jumlah SDM pelaksana, anggaran dan sarana prasarana pelayanan kesehatan hewan perlu ditambah sehingga mencapai jumlah yang ideal. 6. Jenjang hierarki birokrasi yang cukup panjang dapat diatasi dengan

pembentukan puskeswan menjadi UPT tersendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan menggabungkan beberapa puskeswan, sehingga nantinya terbentuk 3 puskeswan yaitu Puskeswan Wilayah Barat, Puskeswan Wilayah Tengah dan Puskeswan Wilayah Timur. Tentunya hal ini bertujuan untuk memperpendek jenjang birokrasi.

7. SOP yang sudah ada harus ditinjau ulang dan dalam penyusunannya hendaknya dapat melibatkan seluruh stakeholder yang terlibat.

Referensi

Dokumen terkait

Pada kelompok terkontaminasi saliva dengan re-conditioning, nilai rerata kekuatan tarik antara resin komposit dengan jaringan dentin lebih besar dibanding tanpa

Variabel kepercayaan responden pada berbagai kebi- asaan lokal terkait diare diukur dengan 6 indikator yang meliputi: kepercayaan bahwa diare merupakan: (1) tan- da

(6) Penyelenggaraan tugas belajar luar negeri dapat dilakukan sepanjang mendapat pembiayaan dari anggaran pendapatan dan belanja Negara dan sumber pembiayaan lain yang tidak

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Implementasi model pembelajaran Team Assisted Individualization

Berdasarkan hasil analisis data yang didukung dengan hasil uji independent t-test, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbe- daan pengaruh penerapan model

Variabel terikat penelitian adalah prestasi belajar mata diklat Sistem Mikroprosesor siswa SMKN 1 Cimahi kompetensi keahlian Teknik Elektronika Industri... Variabel X

Stimulation (TENS) dan Neurodynamic dapat mengurangi nyeri pada kondisi ischialgia akibat Hernia Nucleus Pulposus?, (2) Apakah Transcutaneus Electrical Nerve

Oleh kerana kajian ini adalah bertujuan untuk menentukan sama ada terdapat perbezaan yang signifikan di antara faktor demografi iaitu jantina dan opsyen guru