• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dokumen Ukl Upl Pt. Ovi Lengkap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dokumen Ukl Upl Pt. Ovi Lengkap"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

UKL

UKL

 – 

 – 

 UPL

 UPL

PERTAMBANGAN DAN PENGOLAHAN BATU GAMPING

PERTAMBANGAN DAN PENGOLAHAN BATU GAMPING

Desa Kolono dan Geresa

Desa Kolono dan Geresa

Kecamatan Bungku Timur

Kecamatan Bungku Timur

Kabupaten Morowali

Kabupaten Morowali

PT. OCEAN VALLEY INTERNATIONAL

PT. OCEAN VALLEY INTERNATIONAL

2017

(2)
(3)

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PENGESAHAN

Nomor : Nomor : Tanggal : Tanggal :

UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN

UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN

UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP

UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP

(UKL

(UKL

 – 

 – 

 UPL)

 UPL)

Kegiatan: Kegiatan:

PERTAMBANG

PERTAMBANGAN DAN

AN DAN PENGOLAHAN BATU GAMPING

PENGOLAHAN BATU GAMPING

DI DESA KOLONO DAN GERESA KECAMATAN BUNGKU TIMUR

DI DESA KOLONO DAN GERESA KECAMATAN BUNGKU TIMUR

KABUPATEN MOROWALI PROVINSI SULAWESI TENGAH

KABUPATEN MOROWALI PROVINSI SULAWESI TENGAH

Disusun Oleh: Disusun Oleh:

PT. OCEAN VALLEY INTERNATIONAL

PT. OCEAN VALLEY INTERNATIONAL

Disetujui Oleh: Disetujui Oleh:

KEPALA

KEPALA

DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

KABUPATEN MOROWALI

KABUPATEN MOROWALI

Drs. F A J A R

Drs. F A J A R

Pembina TKt. I Pembina TKt. I Nip. 19700228 199103 1 008 Nip. 19700228 199103 1 008

(4)
(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii BAB I IDENTITAS PEMRAKARSA DAN PENYUSUN

1.1. Pemrakarsa ... I-1 1.2. Penyusun ... I-1 BAB II RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN

2.1. Nama Rencana Usaha dan/atau Kegiatan ... II-1 2.2. Lokasi Rencana Usaha dan/atau Kegiatan ... II-1 2.3. Skala/Besaran Rencana Usaha dan/atau Kegiatan ... II-2 2.4. Garis Besar Komponen Rencana Usaha dan/atau Kegiatan ... II-4 2.5. Deskripsi Rona Lingkungan Hidup Awal ... II-26 BAB III DAMPAK LINGKUNGAN YANG DITIMBULKAN DAN UPAYA

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP SERTA UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP

3.1. Dampak Lingkungan ... III-1 3.2. Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup ... III-3 BAB IV JUMLAH DAN JENIS IZIN PPLH YANG DIBUTUHKA

BAB V SURAT PERNYATAAN DAFTAR PUSTAKA

(6)

DAFTAR TABEL

 Tabel 2.1. Koordinat Lokasi ... II-1  Tabel 2.2. Komposisi Tenaga Kerja Konstruksi ... II-10  Tabel 2.3. Kebutuhan Alat Berat ... II-11  Tabel 2.4. Jadwal Pelaksanaan Rencana Kegiatan ... II-25  Tabel 2.5. Rata –  Rata Curah Hujan Bulanan di Lokasi Studi

 Tahun 2006 – 2015 ... II-26  Tabel 2.6. Hasil Pengukuran Kualitas Udara ... II-27  Tabel 2.7. Prediksi Erosi ... II-31  Tabel 2.8. Erosi yang Ditoleransikan dan Indeks Bahaya Erosi ... II-31  Tabel 2.9. Prediksi Sedimentasi ... II-32  Tabel 2.10. DAS di Lokasi Sudi ... II-33  Tabel 2.11. Hasil Pengamatan Transportasi Darat ... II-37  Tabel 2.12. Jenis Vegetasi di Sekitar Lokasi Rencana Kegiatan ... II-37  Tabel 2.13. Jenis Fauna Darat di Sekitar Lokasi Proyek ... II-39  Tabel 2.14. Jumlah Sekolah, Guru dan Murid di Desa Kolono dan Geresa . II-40  Tabel 2.15. Jenis Usaha di Desa Kolono dan Geresa ... II-41  Tabel 2.16. Sarana Kesehatan dan Tenaga Kesehatan di

Kecamatan Bungku Timur ... II-47  Tabel 2.17. Banyaknya Penderita Penyakit Menurut Jenis Penyakit di

Kecamatan Bungku Timur Tahun 2016 ... II-48  Tabel 3.1. Matriks Identifikasi Dampak ... III-1  Tabel 3.2. Dampak Lingkungan yang Ditimbulkan ... III-2  Tabel 3.3. Matriks Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup III-4

(7)

DARTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Lokasi ... II-3 Gambar 2.2. Peta RTRW Kabupaten Morowali ... II-5 Gambar 2.3. Peta IPPIB... II-6 Gambar 2.4. Peta Kawasan Hutan ... II-7 Gambar 2.5. Lebar Jalan Angkut Dua Lajur pada Jalan Lurus ... II-12 Gambar 2.6. Potongan Melintang Jalan yang Ditimbun ... II-12 Gambar 2.7. Potongan Melintang yang Jalan yang Digali ... II-13 Gambar 2.8. Lapisan Konstruksi Jalan ... II-13 Gambar 2.9. Spesifikasi Jalan Angkut Dua Lajur Pada Tikungan ... II-19 Gambar 2.10. Sudut Maksimum Penyimpangan Kendaraan ... II-19 Gambar 2.11. Grafik Rata –  Rata Curah Hujan di Lokasi Studi

 Tahun 2006 – 2015 ... II-27 Gambar 2.12. Peta Kelas Lereng ... II-29 Gambar 2.13. Peta Jenis Tanah ... II-30 Gambar 2.14. Peta DAS ... II-35 Gambar 2.15. Peta Geologi ... II-36 Gambar 2.16. Grafik Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin ... II-40 Gambar 2.17. Peta Sampel dan Studi ... II-49 Gambar 3.1. Peta Lokasi UKL – UPL ... III-20

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. IUP Eksplorasi

Lampiran 2. Rekomendasi Kesesuaian RTRW Lampiran 3. Hasil Analisis Kualitas Udara Lampiran 4. Administrasi Tim Penyusun Lampiran 5. Dokumentasi Lokasi Sekitar Lampiran 6. Dokumentasi Survey

Lampiran 7. Rekapitulasi Peta

(9)

BAB I

IDENTITAS PEMRAKARSA DAN PENYUSUN

1.1. Pemrakarsa

Identitas pemrakarsa kegiatan ini yaitu sebagai berikut:

a. Nama Pemrakarsa : PT. OCEAN VALLEY INTERNASIONAL 

b. Alamat pemrakarsa : Jl. Pangeran Jayakarta 141-Blok 14-15  Jakarta Pusat

c. Penanggung Jawab : CAKRA MEGA TJUANTA

d.  Jabatan Penanggung Jawab : Direktur

e. Alamat Penanggung Jawab : Pakubowono Resd B. 12 E Kelurahan Gunung

Kecamatan Kebayoran Baru Kota Jakarta Selatan

Provinsi DKI Jakarta 1.2. Penyusun

Penyusunan dokumen ini dilakukan oleh pemrakarsa dengan meminta bantuan pihak lain yang merupaka penyusun perorangan. Adapun identitas tim penyusun  yaitu sebagai berikut:

a. Ketua Tim : Darsan, SP.,MP (Sertifikasi ATPA, Sertifikas Amdal A dan B,  Tenaga Ahli Fisik –  Kimia/Tanah)

b. Anggota :

1) Wayer Haris Sauntiri, ST (Ahli Pemetaan Lingkungan dan Pemetaan/Ahli Muda Teknik Lingkungan)

(10)

BAB II

RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN

2.1. Nama Rencana Usaha dan/atau Kegiatan

Nama rencana usaha dan/atau kegiatan ini yaitu “Pertambangan  dan Pengolahan Batu Gamping”.

2.2. Lokasi Rencana Usaha dan/atau Kegiatan

Secara administrasi, lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan ini yaitu:

Desa : Kolono dan Geresa

Kecamatan : Bungku Timur Kabupetean : Morowali

Provinsi : Sulawesi Tengah

Koordinat lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan sebagaimana disajikan pada  Tabel 2.1.

 Tabel 2.1. Koordinat Lokasi

No 0 Bujur Timur Lintang Selatan

' '' 0 ' '' 1 122 0 0,9 2 40 2,8 2 122 0 0,9 2 39 49,6 3 121 59 47,2 2 39 49,6 4 121 59 47,2 2 39 22,4 5 122 0 38,2 2 39 22,4 6 122 0 38,2 2 39 49,2 7 122 0 51,1 2 39 49,3 8 122 0 51,1 2 40 2,8

Sumber: IUP Eksplorasi PT. Ocean Valley Internasional, 2016

Adapun batas –  batas lokasi recana usaha dan/atau kegiatan yaitu:

Utara : Hutan

Selatan : Permukiman Desa Kolono dan Geresa

 Timur : Kebun Campuran

(11)

2.3. Skala/Besaran Rencana Usaha dan/atau Kegiatan

Skala/besaran rencana usaha dan/atau kegiatan ini yaitu mencakup kegiatan pertambangan batuan pada lahan seluas 194,8 ha dengan prediksi cadangan batuan sebesar 19.031.960 m3. Prediksi ini berdasarkan hasil penyelidikan pada

kegiatan eksplorasi sebelumnya dimana rata –  rata cadangan batuan yaitu 97.700 m3/ha. Pada kegitan ini direncanakan pembangunan dan pengoperasian mesin

pemecah batu (stone crusher) dengan kapasitas 450.000 m3/tahun.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analaisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, rencana usaha/kegiatan ini termasuk bidang energi dan sumber daya mineral yang merupakan kegiatan eksploitasi (operasi produksi) mineral bukan logam atau meneral batuan. Karena kapasitas rencana kegiatan ini ≤ 500.000 m3, maka rencana kegiatan ini tidak wajib Amdal

(12)

Rencana Usaha dan/atau Kegiatan II-3

(13)

2.4. Garis Besar Komponen Rencana Usaha dan/atau Kegiatan 2.4.1. Kesesuaian Lokasi Rencana Kegiatan dengan Tata Ruang

Penyusunan UKL  –   UPL wajib sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana diamanatkan pada Pasal 14 (2) PP Nomor 17 tahun 2012. Analisis kesesuaian RTRW dilakukan melalui analisis spasial berupa overlay   peta lokasi kegiatan dengan peta RTRW Kabupaten Morowali. Hasil analisis dapat disimpulkan bahwa lokasi rencana kegiatan pertambangan dan pengolahan batu gamping oleh PT. Ocea Valley International di Desa Kolono dan Geresa Kecamatan Bungku Timur Kabupaten Morowali telah sesuai dengan RTRW Kabupaten Morowali (RTRWK)  Tahun 2012 –  2023.

Bukti formal kesesuaian RTRW tersebut yaitu Surat Rekomendasi Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Pemanfaatan Ruang Kabupaten Morowali Nomor: 650/27/REK-RTRWK/DPUPRD/V/2017, yang dikeluarkan di Bungku tanggal 22 Mei 2017. Rekomendasi RTRW ditetapkan berdasarkan hasil evaluasi kunjungan lapangan dengan berpedoman pada Undang  –   Undang Nomor 26 Tahun 2007  Tentang Penetapan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2012  Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Morowali Tahun 2012 –  2032, serta Peraturan Bupati Morowali Nomor 21 Tahun 2015 Tentang Penetapan Ruang Manfaat Jalan (Rumaja) Ruang Milik Jalan (Rumija) dan Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasjalan). Peta RTRW Kabuaten Morowali disajikan pada Gambar 2.2.

Analisis spasial lokasi rencana kegitan juga dilakukan terhadap Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) Revisi XI sebagaimana pada Lampiran Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK. 6347/MenLHK-PKTL/IPSDH/PLA.1/11/2016 Tanggal 21 November 2016. Hasil analisis dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan lokasi lokasi rencana kegiatan pertambangan dan pengolahan batu gamping oleh PT. Ocean Valley International di Desa Kolono dan Geresa Kecamatan Bungku Timur Kabupaten Morowali berada diluar PIPPIB.

Hasil analisis spasial terhadap peta kawasan hutan menunjukkan bahwa sebagian besar lokasi rencana kegiatan ini berada dalam APL. Peta PIPPB selengkapnya disajikan pada Gambar 2.3. dan peta kawasan hutan sebagaimana disajikan pada Gambar 2.4.

(14)

Rencana Usaha dan/atau Kegiatan II-5

(15)

Rencana Usaha dan/atau Kegiatan II-6

(16)

Rencana Usaha dan/atau Kegiatan II-7

(17)

2.4.2. Penjelasan Mengenai Persetujuan Prinsip atas Rencana Kegiatan

Secara prinsip rencana kegiatan pertambangan dan pengolahan batu gamping di Desa Kolono dan Geresa Kecamatan Bungku Timur Kabupaten Morowali dapat dilaksanakan. Hal ini berdasarkan IUP Eksplorasi PT. Ocean Valley International Nomor: 540/635/DISESDM-G.ST/2016, tanggal 25 Agustus 2016, Surat Rekomendasi Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Pemanfaatan Ruang Kabupaten Morowali Nomor: 650/27/REK-RTRWK/DPUPRD/V/2017, tanggal 22 Mei 2017, hasil analisis PIPPIB Revisi XI sebagaimana pada Lampiran Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK. 6347/MenLHK-PKTL/IPSDH/PLA.1/11/2016 Tanggal 21 November 2016 dan hasil analisis peta kawasan hutan.

2.4.3. Uraian Mengenai Komponen Rencana Kegiatan yang Dapat Menimbulkan Dampak Lingkungan

Komponen rencana kegiatan yang dapat menimbulkan dampak lingkungan diuraikan berdasarkan tahapan proyek. Tahapan proyek rencana kegiatan pertambangan dan pengolahan batu gamping di Desa Kolono dan Geresa Kacamatan Bungku Timur Kabupaten Morowali oleh PT. Ocean Valley International terdiria atas tahap pra konstruksi, tahap konstruksi, tahap operasi dan tahap pasca operasi.

a. Tahap Pra Konstruksi 1) Perizinan

Pada tahap ini pemrakarsa akan melakukan pengurusan perizinan untuk memenuhi segela perizinan yang disyaratkan dalam rangka kegiatan pertambangan dan pengolahan batu gamping. Perizinan tersebut berupa Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Pertambangan, Rekomendasi Kesesuaian Lokasi Kegiatan dengan RTRW, Izin Lingkungan, Izin Operasi dan perizinan  –  perizinan lainya. Kegiatan perizinan ini akan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –  undangan yang berlaku.

2) Sosialisasi

Sebelum melakukan kegiatan pertambangan dan pengolahan batu gamping, pemrakarsa akan melakukan sosialisasi kegiatan yang dimaksud. Sasaran utama kegiatan sosialisasi ini yaitu masyakat disekitar lokasi proyek yakni masyarakat Desa Kolono dan Geresa Kacematan Bungku Timur. Sosialisasi dilakukan untuk

(18)

menyampaikan rencana kegiatan termasuk beberapa hal penting lainya seperti mekanisme perekrutan tenaga kerja, pengupahan tenaga kerja dan pembebasan lahan milik masyarakat. Sosialisasi dilakukan dengan metode pertemuan langsung antara pemrakarsa dengan masyarakat yang difasilitasi dan melibatkan beberapa stakeholder  terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Morowali, Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Morowali, pihak keamanan (kepolisian), pemerintah desa dan kecamatan serta tokoh masyarakat setempat.

3) Pembebasan lahan

Pembebasan lahan akan dilakukan oleh pemrakarsa pada lokasi sebagaimana  yang termuat dalam Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Batuan yang dimiliki. Untuk efisiensi dan efektifitas pembebasan lahan maka sebelumnya akan dilakukan identifikasi status dan kepemilikan lahan. Pada masyarakat yang teridentifikasi sebagai pemilik lahan selanjutnya dilakukan pertemuan secara langsung untuk membicarakan dan menyepakati rencana pembebasan lahan  yang akan dilakukan. Proses identifikasi dan pertemuan dengan masyarakat pemilik lahan akan melibatkan Badan Pertanahan Nasional, Pemerintah Desa Kolono dan Geresa, Pemerintah Kecamatan Bungku Timur dan pihak keamana setempat.

Lahan yang berada pada Hutan Produksi memerlukan persetujuan dalam bentuk izin pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan P50/MENLHK/SETJEN/KUM.I/VI/2016 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, sedangkan lokasi yang beradap pada APL atau yang diakui atu diklaim oleh masyarakat sekitar sebagai lahan garapan, sistem pemanfaatan lahan dilakukan dengan sistem dan mekanisme musyawarah untuk mencapai kesepakatan bersama akan harga tanah dengan memperhatikan harga  yang tercantum dalam NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) atas tanah.

b. Tahap Konstruksi

1) Penerimaan Tenaga Kerja Konstruksi

Penerimaan tenaga kerja konstruksi akan dilakukan oleh pemrakarsa untuk memenuhi kebutuhan dam progres kegiatan konstruksi rencana pertambangan dan pengolahan batu gamping. Oleh karena itu pemrakarsa akan merekrut tenaga kerja konstruksi dengan beberapa komposisi dan spesifikasi keahlian dan tingkat

(19)

pendidikan. Adapun komposisi tenaga kerja yang dibutuhkan yaitu sebagaimana disajikan pada Tabel 2.2.

 Tabel 2.2. Komposisi Tenaga Kerja Konstruksi

No Pekerja Pendidikan

Minimum  Jumlah

1 Mandor D3 3

2 Kepala Tukang Batu SMK/SMU 1

3 Kepala Tukan Kayu SMK/SMU 1

4 Kepala Tukan Besi SMK/SMU 1

5 Tukang Batu SD 8

6 Tukang Kayu SD 5

7 Tukang Besi SD 5

8 Juru Las SMK/SMU 3

9 Operator Alat Berat SMK 10

10 Operator Chain saw SMP 5

11 Mekanik D3 3 12 Elektrik D3 3 13 Buruh Kasar/Helper SD 16 14 Sopir SD 12 15 Keamanan SD 2 16 Staf Perencana S1 2 17 Juru Gambar/GIS D3 1  Total 81

Sumber: PT. Ocean Valley International, 2017

Penerimaan tenaga kerja konstruksi PT. Ocean Valley International akan dilakukan dan diinformasikan secara terbuka serta akan memprioritaskan tenaga kerja lokal khususnya masyarakat Desa Kolono dan Geresa Kecamatan Bungku  Timur sesuai spesifikasi tenaga kerja yang telah disyaratkan. Hak dan kewajiban

tenaga kerja yang direkrut akan dijelaskan dan dimuat dalam kontrak kerja yang akan ditandatangani sebelum pelaksanaan kegiatan konstruksi.

2) Mobilisasi Peralatan dan Material

Pada tahap ini pemrakarsa akan memobilisasi segala peralatan yang dibutuhkan dalam rangka konstruksi rencana pertambangan dan pengolahan batu gamping. Peralatan tersebut termasuk jenis alat berat. Adapun kebutuhan peralatan yang dibutuhkan PT. Ocean Valley International diantaranya yaitu sebagaimana disajikan pada Tabel 2.3.

(20)

 Tabel 2.3. Kebutuhan Alat Berat

No Nama Alat Jumlah (Unit)

1 Dump truck 10 2 Excavator 5 3 Bulldozer 1 4 Wheel Loader 1 6 S.W Roller 1 7 Motor Greeder 2 8 Compactor 2 9 Processing Plant 1 10 Timbangan 1

Sumber: PT. Ocean Valley International, 2017

Untuk kebutuhan konstruksi juga dibutuhan material berupa semen, pasir sirtu dan batuan. Material yang tidak tersedia dilokasi proyek akan dimobilisasi dari tempat lain yang terdekat. Mobilisasi peralatan dan material akan melintasi Jalan  Trans Sulawesi kemudian masuk kedalam lokasi pertambangan melalui jalan

tambang.

3) Pembangunan Sarana dan Prasaran Penunjang

Sarana dan prasarana penunjang yang akan dibangun pada tahap ini diantaranya  yaitu jalan tambang, base cam p tenaga kerja konstruksi, bangunan kantor, mess karyawan, bangunan utilitas energi, tempat ibadah, poskeamanan, Tempat Penyimpanan Sementara Limbah Berbahaya dan Beracun (LB3) dan kolam pengendapan lumpur (sedimen pond ).

a)  Jalan Tambang

 Jalan tambang berfungsi sebagai jalan penghubung antara jalan utama dengan lokasi Basecamp , Stockpile, Stone Crusher, work shop   dan kantor serta menuju lokasi penambangan. Jalan tambang diperlukan baik selama masa konstruksi maupun selama masa operasi dan pemeliharaan. Jalan tambang ini biasanya dibuat mulai dari jalan terdekat yang sudah ada menuju lokasi Basecamp, Stockpile, Stone Crusher, work shop, kantor dan lokasi penambangan. Klasifikasi  jalan masuk sesuai dengan klasifikasi dan kebutuhan lalu lintas ke lokasi rencana kegiatan. Jalan masuk akan dibuat dengan perkerasan batuan yang diperoleh dari sekitar lokasi rencana kegiatan.

 Jalan tambang yang lebar diharapkan akan membuat lalu lintas pengangkutan lancar dan aman. Dalam perhitungan untuk lebar jalan tambang yang lurus dan

(21)

ruang gerak yang lebih lebar akibat jejak ban depan dan belakang yang ditinggalkan di atas jalan melebar. Disamping itu, perhitungan jalan perlu mempertimbangkan jumlah lajur, yaitu lajur tunggal untuk jalan satu arah atau lajur ganda untuk jalan dua arah.

Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan jalur ganda atau lebih, menurut Aasho Manual Rural High Way Design , harus ditambah dengan setengah lebar alat angkut pada bagian tepi kiri dan kanan jalan. Spesifikasi jalan tambang selengkapnya sebagaimana ditampilkan pada Gambar 2.5. - 2.8.

Gambar 2.5. Lebar Jalan Angkut Dua Lajur pada Jalan Lurus

(22)

Gambar 2.7. Potongan Melintang yang Jalan yang Digali

Gambar 2.8. Lapisan Konstruksi Jalan b) Bangunan Kantor

Bangunan kantor tambang merupakan bagian dari infrastruktur tambang  yang digunakan untuk kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi dari kegiatan operasi penambangan pada lokasi tersebut. Sarana perkantoran sebagai pusat pengendalian dari kegiatan-kegiatan penambangan, baik kegiatan operasional di lapangan maupun kegiatan administrasi dan kearsipan. Ukuran bangunan kantor disesuaikan dengan jumlah karyawan yang bekerja. Lokasi bangunan kantor dipilih berdasarkan kemudahan jalan masuk dan keluar daerah pertambangan. Beberapa fasilitas yang disediakan dalam kantor antara lain: fasilitas jaringan listrik, fasilitas jaringan air/ sumber air bersih, fasilitas jaringan komunikasi, Fasilitas computer dan lain-lain.

c) Mess Karyawan

Mess karyawan yang akan dibangun seluruhnya seluas 300 m² terdiri dari bangunan mess senior staf house seluas 100 m² dan bangunan karyawan staf seluas 200 m². Bangunan karyawan non staf terdiri dari 2 unit masing-masing dengan luas 120 m². Tiap –  tiap unit terdiri dari 6 kamar tidur berukuran 2,5 x

(23)

selasar dengan ukuran 1,5 x 20 m dan dilengkapi dengan MCK dengan 3 buah kamar mandi berukuran 2 x 2,5 m, serta dapur.

d) Bangunan Utilitas Energi

• Stasiun BBM

Untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar operasi pertambangan dan pengolahan batuan di lokasi, maka perlu dibangun stasiun pengisian BBM, terdiri dari 2 tanki bahan bakar yang mempunyai kapasitas 100.000 liter. Dari tanki BBM disalurkan melalui pipa menuju ruang pelayanan yang mengatur pemakaian bahan bakar. Luas bangunan untuk stasiun BBM ini adalah 100 m² (10 x 10 m).

• Bangunan Gardu Listrik/Genset

Bangunan gardu pembangkit listrik dibuat dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik untuk beberapa kepentingan. Luas bangunan adalah 9 m² (3 x 3 m). Sebagai pondasi genset digunakan pondasi beton bertulang. Pondasi ini dibuat untuk meredam getaran yang ditimbulkan oleh mesin genset.

• Bangunan Instalasi Air

Luas bangunan untuk instalasi air ini adalah 40 m² (8 x 5 m), yang disediakan untuk keperluan penyediaan air minum dan kebutuhan sehari –  hari sperti untuk pencucian kendaraan dan bengkel alat-alat berat. Stasiun pompa air ini harus dapat menyediakan air bersih dan sehat yang memenuhi kualitas kesehatan.

e) Bangunan Utilitas Mekanik

• Bengkel tambang

Bengkel merupakan infrastruktur yang digunakan untuk alat-alat berat yang memerlukan perbaikan dan perawatan. Letak bangunan ini diusahakan tidak terlalu jauh dari lokasi penambangan agar alat-alat berat yang memerlukan perbaikan dapat dengan cepat diperbaiki. Bangunan ini juga dilengkapi dengan peralatan bengkel alat berat. Kontruksinya dari kayu dengan atap asbes. Luas lahan yang direncanakan adalah :

Bengkel beratap (workshop) = 15 x 20 m = 300 m² Bengkel tidak beratap = 15 x 30 m = 450 m²

(24)

• Gudang Peralatan

Bangunan ini digunakan sebagai tempat menyimpan suku cadang alat-alat berat dan peralatan tambang lainnya dan termasuk dalam bangunan workshop dengan luas lahan 10 x 10 m².

f)  Tempat Ibadah

Bangunan tempat ibadah berupa mushola yang berukuran 8 x 5 m, terdiri dari ruang sholat, ruang penjaga dan tempat wudhu.

g) Pos Keamanan

Pos keamanan akan dibangun pada setiap lokasi yang strategis yang membutuhkan pengamanan khusus yaitu di daerah perkantoran, perumahan, pengolahan, stockpile, dan gudang bahan peledak. Pos keamanan yang akan dibangun sebanyak 3 buah masing-masing berukuran 3 x 3 m.

h) Pembangunan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah Berbahaya dan Beracun (LB3)

Dalam rangka kegiatan pertambangan dan pengolahan batu gamping yang menggunakan alat berat, memungkinkan adanya LB3 berupa oli dan sisa-sisa pelumas lainnya yang merupakan LB3 cair. Penangan yang akan dilakukan berupa penyimpanan dalam bak penampungan sementara limbah B3 dengan mengacu pada PP No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun. Bak penyimpanan limbah B3 dibuat dari beton kedap air dengan ukuran 2 x 1 x 1 m.

Penanganan LB3 akan mengikuti regulasi yang mengatur pengelolaan limbah B3 tersebut. Mulai dari teknis atau tata cara penyimpanan limbah oli bekas dan dokumen pengangkutan saat menyerahkan kepada pengumpul yang berizin. pemrakarsa akan membangun TPS Limbah B3 sesuai dengan spesifikasi teknis  yang dipersyaratkan serta memilih lokasi pada tapak proyek yang bukan merupakan daerah yang bebas banjir dan telah melalui pengurugan sehingga aman dari kemungkinan banjir serta jarak minimum antara lokasi dengan fasilitas umum adalah 2 km meter. Bangunan TPS LB3 akan dibuat terpisah dengan bangunan lain dengan jarak minimal 20 meter. Penanganan Limbah B3 berdasarkan Kep. Bappedal No. 1 Tahun 1995 Tentang Tata Cara dan Persyaratan  Teknis dan Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan

(25)

Adapun tatacara cara penyimpanan LB3 yang dilakukan oleh PT. Ocean Valley International akan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

 - Karakteristik pelumas bekas yang disimpan;

 - Kemasan disesuaikan dengan karakteristik pelumas bekas dapat berupa

drum;

 - Pola penyimpanan akan dibuat dengan sistem blok, sehingga dapat

dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan jika terjadi kerusakan dan apabila terjadi kecelakaan dapat segera ditangani;

 - Lebar gang antar blok harus akan diatur sedemikian rupa, sehingga dapat

digunakan untuk lalu lintas manusia, dan kendaraan pengangkut (forklift);

 - Penumpukan kemasan akan mempertimbangkan kestabilan tumpukan

kemasan. Jika berupa drum (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum 3 (tiga) lapis dengan tiap lapis dialasi dengan palet dan bila tumpukan lebih dan 3 (tiga) lapis atau kemasan terbuat dan plastik, maka harus dipergunakan rak;

 - Lokasi peyimpanan akan dilengkapi dengan tanggul disekelilingnya dan

dilengkapi dengan saluran pembuangan menuju bak penampungan yang kedap air. Bak penampungan dibuat mampu menampung 110 % dari kapasitas volume drum atau tangki yang ada di dalam ruang penyimpanan, serta tangki harus diatur sedemikian sehingga bila terguling tidak akan menimpa tangki lain;

 - Mempunyai tempat bongkar muat kemasan yang memadai dengan lantai

 yang kedap air.

Secara detail, rencana penanganan penyimpanan limbah oli bekas sebagai berikut:

 - Penyimpanan kemasan akan dibuat dengan sistem blok. Setiap blok terdiri

atas 2 (dua) x 2 (dua) kemasan, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan sehingga jika terdapat kerusakan kecelakaan dapat segera ditangani;

 - Lebar gang antar blok harus memenuhi persyaratan peruntukannya. Lebar

gang untuk lalu lintas manusia minimal 60 cm dan lebar gang untuk lalu lintas kendaraan pengangkut (forklift) disesuaikan dengan kelayakan pengoperasiannya;

(26)

 - Penumpukan kemasan limbah B3 harus mempertimbangkan kestabilan

tumpukan kemasan. Jika kemasan berupa drum logam (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum adalah 3 (tiga) lapis dengan tiap lapis dialasi palet (setiap palet mengalasi 4 drum). Jika tumpukan lebih dan 3 (tiga) lapis atau kemasan terbuat dari plastik, maka harus dipergunakan rak;

 -  Jarak tumpukan kemasan tertinggi dan jarak blok kemasan terluar

terhadap atap dan dinding bangunan penyimpanan tidak boleh kurang dari 1 (satu) meter;

 - Kemasan  –   kemasan berisi limbah B3 yang tidak saling cocok akan

disimpan secara terpisah, tidak dalam satu blok, dan tidak dalam bagian penyimpanan yang sama. Penempatan kemasan harus dengan syarat bahwa tidak ada kemungkinan bagi limbah-limbah yang tersebut jika terguling/tumpah akan tercampur/masuk ke dalam bak penampungan bagian penyimpanan lain.

Bangunan tempat penyimpanan LB3 akan dibangun dengan ketentuan  –  ketentuan sebagai berikut:

 - Memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan

 jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan/akan disimpan;

 -  Terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak

langsung;

 - Dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang memadai

untuk mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang penyimpanan, serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang penyimpanan;

 - Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai

untuk operasional penggudangan atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu penerangan harus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan dengan sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar bangunan;

 - Dilengkapi dengan sistem penangkal petir;

 - Pada bagian luar tempat penyimpanan diberi penandaan (simbol) sesuai

dengan tata cara yang berlaku;

(27)

 - Lantai bagian dalam dibuat melandai turun kearah bak penampungan

dengan kemiringan maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan, kemiringan lantai diatur sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir kearah menjauhi bangunan penyimpanan;

 - Sarana lain yang harus tersedia adalah: peralatan dan sistem pemadam

kebakaran, pagar pengaman, pembangkit listrik cadangan, fasilitas pertolongan pertama, peralatan komunikasi, gudang tempat penyimpanan peralatan dan perlengkapan pintu darurat dan Alarm.

i) Pembangunan Sedimen Pond

Sediment pond (kolam pengendap) yaitu tempat untuk menangkap run-off   dan menahan air ketika tanah dan kotoran lain dalam air mengendap menjadi sedimen. Kolam pengendap diperlukan karena air keluaran yang mengandung banyak Total Suspended Solid atau residu tersuspensi yang melampaui baku mutu kualitas keluaran air. Secara garis besar kolam pengendap bisa dibuat dengan membangun tanggul penahan atau menggali lubang untuk tampungan air atau sedimen. Kolam pengendap berbeda dengan sebuah dam dimana bertujuan untuk menahan air hanya selama untuk mengendapkan material tersuspensi, setelah air jernih, air tersebut bisa dialirkan. Kolam pengendap juga harus dipelihara, dimana bila sediment telah mengendap dan mencapai kadar air tertentu dimana bisa dibuang, maka pembuangan atau pengerukan kolam dilakukan.

Kolam pengendap selain sebagai tempat untuk mengendapkan material tersuspensi, di area tambang juga berfungsi sebagai penampungan air limbah  yang mengandung logam berat (Fe dan Mn) dan air yang mengandung asam (pH < 6), dimana di dalam tampungan tersebut dilakukan perlakuan penetralan air limbah atau tercemar sehingga bisa menjadi normal sesuai ambang batas baku mutu yang disyaratkan oleh Pemerintah. Di kolam pengendap tersebut bisa dilakukan treatment berupa pengapuran, pemberian alum, aerasi, dan perlakuan-perlakuan lainnya sesuai dengan kondisi kandungan limbahnya.

Lebar jalan angkut pada tikungan selalu lebih besar daripada lebar jalan lurus. Untuk jalur ganda, maka lebar jalan minimum pada tikungan didasarkan pada:

 - Lebar jejak ban.

 - Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan

(28)

 -  Jarak antara alat angkut atau kendaraan pada saat bersimpangan.  -  Jarak dari kedua tepi jalan.

Spesifikasi jalan angkut dua lajur pada tikungan sebagaimana disajikan pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Spesifikasi Jalan Angkut Dua Lajur Pada Tikungan

 Jari –  jari tikungan jalan angkut berhubungan dengan kontruksi alat angkut yang digunakan, khususnya jarak horizontal antara poros roda depan dan belakang memperlihatkan jari-jari lingkaran yang dijalani roda belakang dan roda depan berpotongan di pusat C dengan besar sudut sama dengan sudut penyimpangan roda depan, selengkapnya sebagaimana pada Gambar 2.10.

(29)

Adapun spesifikasi jalan tambang yang direncanakan oleh PT. Ocean Valley International adalah sebagai berikut:

 - Lebar daerah penguasaan (ROW) : 12 m

 -  Jumlah jalur : 2 buah

 - Lebar perkerasan normal : 4 meter

 - Lebar bahu jalan : 1 meter

 - Lereng melintang perkerasan : 2 %  - Lereng melintang bahu jalan : 4 %

 - Kebebasan minimum samping : 1,5 –  3,5 meter  - Kebebasan minimum atas : 4,5 meter

 Jalan tambang juga dilengkapi saluran drainase tepi dan saluran melintang di tempat-tempat tertentu, disesuaikan dengan topografi jalur alan dan intensitas hujan yang diperkirakan. Kapasitas saluran drainase harus dapat menampung dan mengalirkan air untuk mengurangi pengaruh negative air terhadap jalan. Khusus untuk jalan pengalihan dari jalan yang ada di sekitar kolam penenang, klasifikasi dan spesifikasi jalan mengikuti jalan yang sudah ada.

 j) Stockpile

Stockpile   berfungsi sebagai lokasi penampungan sementara material hasil penambangan maupun material hasil pengolahan stone crusher. Stockpile  dibuat dengan pemadatan dan penutupan permukaan dengan material batuan.

4) Konstruksi Stone Crusher 

Pemasangan komponen-komponen Stone Crusher dilakukan oleh teknisi yang berpengalaman dengan dibantu oleh tenaga kerja non  skill   yang telah direkrut sebelumnya. Besaran Stone Crusher  yang dibangun disesuaikan dengan kebutuhan material yang akan diolah oleh pemrakarsa. Stone Crusher dibuat untuk mengolah material batuan berukuran besar yang akan ditambang oleh pemrakarsa menjadi material yang sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan oleh pabrik/smelter nikel yang membutuhkan.

5) Pemutusan Hubungan Kerja Tenaga Kerja Konstruksi

Pemutusan hubungan kerja konstruksi dilakukan setelah kegiatan konstruksi pertambangan telah selesai. Pemutusan hubungan kerja konstruksi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –  undangan yang berlaku dengan memperhatikan dan memenuhi hak  –   hak tenaga kerja yang akan diputuskan.

(30)

Selain itu juga akan memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan yang termuat dalam kontrak kerja yang telah disepakati dan ditandatangan pada tahap penerimaan tenaga kerja konstruksi. Dari jumlah total tenaga kerja konstruksi, tidak semua akan dilakukan pemutusan hubungan kerja, beberapa tenaga kerja konstruksi akan dilanjutkan mejadi tenaga kerja operasi terutama pada tenaga kerja yang memiliki skill  tertentu dalam pemeliharaan sarana dan prasarana serta konstruksi stone crusher  yang telah dibanguan.

c. Tahap Operasi

1) Penambangan dan Pengolahan Batu Gamping

Penambangan dan pengolahan batu gamping merupakan kegiatan utama yang direncanakan oleh PT. Oceal Valley International di Desa Kolono dan Geresa Kecamatan Bungku Timur Kabupaten Morowali. Pada tahap ini ada beberapa komponen kegiatan yang dilaksanakan yakni pembukaan (land clearing ), penambangan batuan, penyimpanan sementara batuan hasil penambangan, pengangkutan dan pengoperasian stone crusher .

• Pembukaan (Land Clearing )

Kegiatan pembukaan lahan penambangan dilakukan yaitu membersihkan  front  kerja dari pohon, akar atau rumput. Kemudian juga dilakukan pembersihan dan pengupasan top soil  pada permukaan. Pembukaan lahan dilakukan dengan tidak melakukan pembakaran sebagaimana yang diamanatkan dalam Keputusan DitjenBun No. 38/KB.110/SK/DJ-Bun/05.95 tentang Pembukaan Lahan Tanpa Bakar. Pada tahapan ini juga dilakukan pembuatan Sediment Pond , sump  serta Mining Boundaries   sebagai mekanisme perlindungan lingkungan terhadap gangguan kualitas air yang bersumber dari front penambangan. Khusus top soil  akan ditempatkan di pinggiran lokasi yang selanjutnya digunakan untuk keperluan reklamasi dan revegetasi.

Pekerjaan galian dan pengurugan yang akan dilakukan sesuai dengan kondisi lahan. Untuk daerah yang terlalu tinggi dari elevasi yang direncanakan perlu dilakukan pekerjaan galian. Sedangkan untuk area yang lebih rendah akan diurug dengan material yang memenuhi kriteria tanah urug untuk selanjutnya dipadatkan. Apabila tanah galian di lokasi memenuhi kriteria tanah urug, maka hasil galian tersebut ditempatkan di lokasi sementara untuk selanjutnya

(31)

digunakan sebagai tanah urug. Tetapi apabila tidak memenuhi syarat, maka hasil galian akan dibuang ke luar lokasi.

• Penambangan Batuan

Penambangan batuan yang terdiri dari material batuan akan dilakukan dengan menggunakan alat berat yang terdiri dari 1 Dozer dan 3 unit excavator PC-200 serta 6 unit dump truck kapasitas 18 ton sebagai fasilitas pemuatan material tambang untuk selanjutnya dibawa ke lokasi stockpile . Adapun jenis tambang akan dikelola yakni material batuan dengan kadar gamping tinggi yang nantinya akan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan smelter nikel/industry baja  yang sedang beroperasi di Kabupaten Morowali khususnya dan daerah lain pada umumnya. Metode penambangan yang diterapkan yaitu metode tambang terbuka quarry , penambangan dimulai pada lokasi dekat areal pengolahan sampai area  yang jauh dari lokasi pengolahan yang mengarah pada batas akhir IUP.

• Penyimpanan Sementara Batuan Hasil Penambangan

Hasil penambangan kemudian disimpan sementara pada stockpile. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dan memperlancar kegiatan penambangan batuan. Penyimpanan ini berada tidak jauh dari titik lokasi penambangan. Setelah tertumpuk cukup banyak, batuan hasil penambangan kemudian diangkut.

• Pengangkutan dan Pengoperasian Stone Crusher 

Pengankutan yang dimaksud pada tahapan ini yaitu pengangkutan batuan hasil penambangan dari lokasi stockpile ke lokasi stone crusher. Pengangkutan akan menggunakan jalan tambang yang telah dibuat pada tahap konstruksi. Material penambangan yang telah diangkut selanjutnya dilakukan pengolahan pada unit Stone Crusher . Tujuan dari pengolahan pada unit Stone Crusher adalah untuk mendapatkan material hasil pengolahan berupa suplit   (batu pecah) berbagai ukuran, pasir batu dan abu batu. Pengoparasian Stone Crusher oleh pemrakarsa pada dasarnya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pabrik/smelter nikel ataupun pabrik baja, namun tidak menutup kemungkinan pemrakarsa juga akan melayani kebutuhan masyarakat dan proyek yang dilaksanakan di sekitar lokasi rencana kegiatan. Peruntukan material hasil pengolahan diantaranya dipergunakan untuk kebutuhan lapisan pondasi jalan agregat kasar dan lapisan pondasi jalan agregat halus, suplit sebagai bahan campuran pekerjaan beton pada  jembatan dan box culvert. Sebelum batuan hasil pengolahan dipasarkan/dijual

(32)

pada pihak yang membutuhkan, maka material hasil pengolahan tersebut akan ditampung dan disimpan pada lokasi stockpile  yang telah disediakan.

2) Pengoperasian Sarana dan Prasaran Penunjang

Sejalan dengan kegiatan penambangan dan pengolahan batu gamping, sarana dan prasarana juga di operasikan atau digunakan. Hal ini dalam rangka menunjang kelancaran kegiatan penambangan dan pengolahan batu gamping  yang merupakan kegiatan utama dalam proyek ini.

3) Reklamasi, Revegetasi dan Penataan Lahan Pasca Tambang

Pada beberapa lokasi yang telah ditambang, kegiatan reklamasi, revegetasi dan penataan lahan langsung dilaksanakan. Tujuannya yaitu untuk memulihkan kualitas lahan yang terdegradasi selama kegiatan penambangan. Reklamasi dilakukan dengan mengembalikan top soil   yang telah dipisahkan sebelumnya pada kegiatan pembukaan lahan dan pengupasan top soil .

Revegetasi dilakukan dengan memanfaatkan tanaman yang lebih mudah beradaptasi pada lahan pasca tambang berupa tanaman pioner dan tanaman cover crop seperti Mucuna pruriens, Centrosema virginianum dan  Colopogonium mucunoides . Sedangkan untuk lahan yang telah selesai ditambang namun tidak dapat direklamasi karena kekurangan material over burden dan top soil maka lahan tersebut dibentuk sedemikian rupa agar menyerupai kolam/embung sebagai wadah penampungan air hujan yang nantinya dapat berfungsi sebagai cadangan air tanah bagi daerah –  daerah disekitarnya. Kegitan ini didesain sebaik mungkin untuk memberikan nilai estetika yang merupaka salahsatu tujuan penataan lahan pasca tambang.

d. Tahap Pasca Operasi

1) Demobilisasi Peralatan

Dengan selesainya kegiatan operasi pertambangan dan pengolahan batu gamping, segala peralatan yang digunakan kemudian didemobilisasi. Demobilisasi dilakukan dari lokasi proyek ke lokasi kantor atau gudang yang disediakan oleh PT. Ocean Valley International. Demobilisasi akan menggunakan jalur seperti kegiatan mobilisasi yakni dari jalan tambang kemudian melalui Jalan Trans Sulawesi.

(33)

2) Penanganan Tenaga Kerja

Penangan tenaga kerja pada bagia ini termasuk pemutusan hubungan kerja. PHK dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang  –   undangan yang berlaku dengan memperhatikan dan memenuhi hak  –   hak tenaga kerja serta memperhatikan dan memenuhi segala ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja yang telah disepakati dan ditandatangan bersama oleh pemrakarsa dan tenaga kerja yang bersangkutan. Pemrakarsa juga akan memfasilitasi tenega kerja yang diputuskan agar dapat menajadi tenaga kerja pada perusahaan yang lainnya pada kegiatan pertambangan yang sama.

3) Penyerahan Aset

Beberapa aset perusahaan utamanya aset yang tidak bergerak seperti jalan,  jembatan dan lain sebagainya, akan diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten

Morowali sesuai dengan ketentuan perundang –  undangan yang berlaku.

Ringkasan komponen rencana kegiatan yang dapat menyebabkan dampak lingkungan kegiatan pertambangan dan pengolahan batu gamping di Desa Kolono dan Geresa Kecamatan Bungku Timur Kabupaten Morowali oleh PT. Ocean Valley International yaitu sebagai berikut:

a. Tahap Pra Konstruksi 1) Perizinan

2) Sosialisasi

3) Pembebasan lahan b. Tahap Konstruksi

1) Penerimaan Tenaga Kerja Konstruksi 2) Mobilisasi Peralatan dan Material

3) Pembangunan Sarana dan Prasaran Penunjang 4) Konstruksi Stone Crusher 

5) Pemutusan Hubungan Kerja Tenaga Kerja Konstruksi c. Tahap Operasi

1) Penambangan dan Pengolahan Batu Gamping 2) Pengoperasian Sarana dan Prasaran Penunjang

(34)

d. Tahap Pasca Operasi

1) Demobilisasi Peralatan 2) Penanganan Tenaga Kerja 3) Penyerahan Aset

Rencana pelaksanaan rencana kegiatan pertambangan dan pengolahan batu gamping PT. Ocean Valley International direncanakan selama 5 (lima) tahun sesuai batas perizinan pada umumnya. Namun demikian jika cadangan bahan tambang masih tersedia dan layak tambang maka perizinan akan dilakukan perpanjangan. Jadwal pelaksanaan rencana kegiatan selama 5 (lima) tahun sebagaimana disajikan pada Tabel 2.4.

 Tabel 2.4. Jadwal Pelaksanaan Rencana Kegiatan

No Tahapan dan Jenis Kegiatan  Tahun

2017 2018 2019 2020 2021 2022 a Tahap Pra Konstruksi

1 Perizinan 2 Sosialisasi

3 Pembebasan Lahan b Tahap Konstruksi

1 Penerimaan Tenaga Konstruksi 2 Mobilisasi Peralatan dan material 3 Pembangunan Sarana dan Prasarana

penunjang

4 Konstruki stone crusher 5 PHK TK Konstruksi c Tahap Operasi

1 Penambangan dan pengolahan batu gamping

2 Pengoperasian sarana dan prasarana penunjang

3 Reklamasi, revegetasi dan penataan lahan pasca tambang

d Tahap Pasca Operasi 1 Demobilisasi Peralatan 2 Penanganan Tenaga Kerja 3 Penyerahan Aset

Sumber: PT. Oceal Valley International, 2017

(35)

2.5. Deskripsi Rona Lingkungan Hidup Awal 2.5.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia

a. Iklim

Iklim memiliki peranan penting dalam mempengaruhi serta menunjang kegiatan pertambangan dan pengolahan batu gamping terutama kaitanya dengan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Sebagai contoh yaitu peningkatan run –  off  sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Dengan mengetahui kondisi curah hujan, kegitan pembukaan lahan dapat dihindari pada saat –  saat musim hujan sehingga ran –  off tidak erosif. Kondisi curah hujan di lokasi studi dapat digambarkan berdasarkan data rata  –  rata curah hujan bulanan pada pencatatan di Stasiun BMKG Bubung Kabupaten Luwuk Provinsi Sulawesi Tengah selama 10 tahun (tahun 2006 –  2015) sebagaimana disajikan pada Tabel 2.5. dan grafik rata –  rata curah hujan sebagaimana disajikan pada Gambar 2.11.

 Tabel 2.5. Rata –  Rata Curah Hujan Bulanan di Lokasi Studi Tahun 2006 –  2015

 Tahun Bulan

 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 2006 114 78 182 147 61 612 43 69 40 10 21 118 2007 40 65 155 199 151 150 236 140 21 13 75 129 2008 85 164 170 198 183 158 467 342 95 112 197 127 2009 233 91 138 164 74 123 61 49 7 10 66 48 2010 54 3 94 107 203 126 78 182 94 89 65 273 2011 126 287 80 147 116 153 255 57 105 23 63 92 2012 129 144 174 149 158 274 215 146 66 58 94 158 2013 34,2 80,2 61,6 103,2 100,2 120,1 178,5 71,6 58,7 40,5 61,6 102,4 2014 64,8 69,4 100,3 129,2 50,9 233 111,2 200,8 2,2 7 ,8 44,6 59,7 2015 119,8 61,5 57,6 165 26,7 177 139 23 3 0 33 93,9

(36)

Gambar 2.11. Grafik Rata –  Rata Curah Hujan di Lokasi Studi Tahun 2006 –  2015

B. Kualitas Udara

Kualitas udara dianalisis dengan parameter Sulfur Dioksida (SOx), Nitrogen Dioksida (NOx), Karbon Monoksida (CO), Suhu, Debu dan Kebisingan. Jika bandingkan dengan baku mutu udara sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor : 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, dari semua parameter udara tersebut menunjukkan bahwa tidak melebihi baku mutu. Hasil pengukuran kualitas udara selengkapnya sebagaimana disajikan pada Tabel 2.6.

 Tabel 2.6. Hasil Pengukuran Kualitas Udara

No Parameter Waktu

Pengambilan

Hasil (µg/Mm³) Baku Mutu (µg/Mm³) U-01 U-02

1 Sulfur Dioksida (Sox) 1 jam 5,8 8,4 900 2 Nitrogen Dioksida ( Nox) 1 jam 100 110 400 3 Karbon Monoksida (CO) 1 jam 600 700 30.000

4 Suhu °C 33,6 33,5

-5 Debu 1 jam 4,8 5,7 90

6 Kebisingan (dΒ) 1 jam 46-54 45-51 perumahan & Pemukiman = 55 dΒ Industri = 70 dΒ Perkantoran & Perdagangan = 65 dΒ, Pemerintahan

& Fas. Umum= 60 dΒ

Sumber: Hasil Analisis Laboratorium, 2017 Koordinat Sampel: U-01: 020 40' 13,60'' S 1220 00' 52,80'' E 0 100 200 300 400 500 600 700 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober

(37)

C. Lahan

1) Penggunaan Lahan dan status kawan

 Jenis penggunaan lahan di lokasi studi pada umunya merupakan hutan. Hanya sebagian kecil kebun masyarakat dengan kondisi merupakan bekas kebun yang tidak terrawat. Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa sebagian besar lokasi studi merupakan Areal Penggunaan Lain (APL), sisanya merupakan kawasan lindung lainnya. Pada kawasan lindung ini, pemrakarsa perlu menyelesaikan segala perizinan yang diperlukan berupa pinjam pakai kawasan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.16/2014 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.

2)  Topografi dan Kelerengan

 Topografi dan kelerengan di lokasi IUP Eksplorasi PT. Ocean Valley International di Desa Kolono dan Geresa Kecamatan Bungku Timur Kabupaten Morowali terdiri dari beberapa kelas. Hasil survey lapangan dan analisis spasial menunjukkan bahwa ketinggia tempat di lokasi studi yaitu 100 –  700 mdpl. Kemudian tingkat kelerengan terdiri atas kelerengan 0  –   15% seluas 87,7 ha (44,92%) dan kelerengan 15 –  30% seluas 107,3 ha (55,08%). Peta kelas lereng selengkapnya sebagaimana disajikan pada Gambar 2.12.

3)  Tanah

 Tanah merupakan tubuh alam bebas yang bersumber dari pelapukan bahan induk dari batuan induk dengan berbagai karakteristik fisik, kimia dan biologi padanya. Hasil survey lapangan dan analisis peta jenis tanah menunjukkan bahwa jenis tanah di lokasi studi merupaka podsolik merah kuning (PMK), termasuk sub order udalt. Jenis tanah ini umumnya berkembang diatas batuan kuarsa, gamping dan kapur. Secara fisik sangat cocok bagi berbagai jenis tanaman pertanian namun secara kimia umumnya terdapat beberapa jenis unsur hara esensial dengan kadar yang rendah. Peta jenis tanah di lokasi studi selengkapnya disajikan pada Gambar 2.13.

(38)

Rencana Usaha dan/atau Kegiatan II-29

(39)

Rencana Usaha dan/atau Kegiatan II-30

(40)

4) Erosi

Besarya erosi yang terjadi di lokasi IUP PT. Ocean Valley International diprediksi dengan menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation ). Formulasinya dapat digunakan rumus dari Wischmeier dan Smith (1978) dalam Banuwa (2013) sebagai berikut :

A = R K L S C P Dimana:

A = Banyaknya tanah yang tererosi (ton/ha/tahun) R = Faktor erosivitas hujan (joule/ha/tahun)

K = Faktor erodibilitas tanah (ton/joule) L = Faktor panjang lereng (m)

S = Faktor kecuraman lereng (%) C = Faktor pengelolaan tanaman

P = Faktor pengolahan tanah (tindakan konservasi)

Sebelum adanya kegiatan pertambangan dan pengolahan batu gamping, prediksi erosi yang terjadi di lokasi studi yaitu sebagaimana disajikan pada Tabel 2.7.

 Tabel 2.7. Prediksi Erosi

No UL R K LS CP A (ton/ha/thn) Luas (Ha) Rerata Imbang (ton/thn) 1 S-1 748,03 0,50 0,17 0,04 2,48 78,22 1,00 2 S-2 748,03 0,49 0,41 0,0006 0,09 116,58 0,05  Jumlah 1,05

Sumber: Hasil Analisis, 2017

Koordinat sampling = S-1: 020 40' 00,7'' S 1220 00' 43,6'' E

S-2: 020 39' 29,9'' S 1220 00' 29,8'' E

Hasil analisis menunjukkan bahwa rerata imbang prediksi erosi yang terjadi di lokasi studi adalah 1,05 ton/tahun. Berdasarkan kriteria erosi, besaran prediksi erosi tersebut termasuk kelas I (sangat rendah) dengan kriteria sangat baik. Dengan demikian maka Indeks Bahaya Erosi (IBE) termasuk harkat rendah. IBE diperoleh dari nilai erosi yang ditoleransikan. Hasil analisis erosi yang ditoleransikan dan indeks bahaya erosi selengkapnya sebagaimana disajikan pada  Tabel 2.8.

 Tabel 2.8 Erosi yang Ditoleransikan dan Indeks Bahaya Erosi

No UL KE (mm) Sub Order  Tanah MPT (tahun) BV Etol (Ton/ha/tahun) A

(ton/ha/thn) IBE Harkat 1 S-1 570 Udult 300 1,11 16,87 2,48 0,15 Rendah 2 S-2 623 Udult 300 1,01 16,78 0,09 0,01 Rendah

(41)

5) Sedimentasi

Kondisi rona lingkungan hidup awal sedimentasi dihitung menggunakan metode Sediment Delivery Ratio (SDR). SDR merupkan rasio antara jumlah sedimen yang terangkut ke dalam sungai terhadap jumlah e rosi yang terjadi di DAS yang disebut sebagai rasio pelepasan sedimen. Metode penetapan SDR berdasarkan penelitian empiris dikemukakan oleh Boyce (1975) dalam Kodoatie dan Sugianto (2002) dengan persamaan sebagai berikut :

SDR = 0,41 A-0,3

dimana SDR adalah rasio pelepasan sedimen dan A adalah luas DAS (km2). Sedangkan cara memperkirakan besarnya hasil sedimentasi menurut SCN National Engineering Handbook (DPMA, 1984 dalam Asdak, 2002) adalah sebagai berikut :

Y = E (SDR) A

dimana Y adalah hasil sedimen persatuan luas, E adalah erosi total, SDR adalah rasio pelepasan sedimen, dan A adalah luas DAS. Prediksi sedimentasi tanpa adanya kegiatan pertambangan dan pengolahan batu gamping sebagaimana disajikan pada Tabel 2.9.

 Tabel 2.9. Prediksi Sedimentasi No Satuan Lahan E (ton/ha/thn) SDR A (km2) Y (ton/ha/thn) Luas

(Ha) Rerata Imbang

1 S-1 2,48 0,22 7,8 4,290 78,22 0,02

2 S-2 0,09 0,20 11,7 0,203 116,58 0,001

 Total 0,02

Sumber: Hasil Analisis, 2017

Koordinat sampling = S-1: 020 40' 00,7'' S 1220 00' 43,6'' E

S-2: 020 39' 29,9'' S 1220 00' 29,8'' E

D. Hidrologi

Keadaan hidrologi di lokasi studi terdiri atas sumber-sumber air yang berasal dari air tanah, air permukaan dan air hujan. Sebagai daerah yang merupakan daerah berbukit dan bergunung –  gunung. Air tanah pada umumnya diperoleh dari air  yang berasal dari mata air yang berasal dari pegunungan yang mempunyai jenis

flora dan pepohonan yang cukup rapat.

Secara umum kuantitas air terutama air permukaan di wilayah studi cukup baik, hal ini didukung oleh adanya kondisi jenis flora dan pepohonan yang cukup rapat.

(42)

Pada wilayah studi tidak terdapat sungai yang mengalir sepanjang tahun namun terdapat beberapa aliran kecil yang berair pada saat hujan (intermiten ). Daerah studi terletak pada 4 (empat) wilayah tangkapan air (catchment area ) yaitu DAS Laroue, DAS Laronsangi, DAS Lasoni dan DAS Nambo dengan luasan yang bervariasi sebagaimana disajikan pada Tabel 2.10. dan peta DAS selengkapnya disajikan pada Gambar 2.14.

 Tabel 2.10. DAS di Lokasi Sudi

No Nama DAS Luas DAS

(Ha)

Luas DAS dalam IUP

Ha % 1 DAS Laroue 423.08 78.51 40.30 2 DAS Laronsangi 27262.38 115.11 59.09 3 DAS Lasoni 2590.34 0.29 0.15 4 DAS Nambo 345.57 0.89 0.46  Jumlah 194.8 100.00

Sumber: Hasil Analisis Spasial, 2017

E. Geologi

Lokasi studi termasuk dalam Formasi Tokala (TRJt ) dan aluvium (Qa ). Formasi  Tokala merupakan batugamping klastika, batupasir sela, wake, serpih, napal dan lempung pasiran dengan sisipan argilit. Batugamping klastika, berwarna kelabu muda, kelabu sampai merah jambu, berbutir halus, sangat padu, serta memiliki perlapisan yang baik, dengan kekar yang diisi urat kalsit putih kotor. Umumnya telah mengalami pelipatan kuat; tidak jarang ditemukan sinklin dan antiklin, serta lapisan yang hampir tegak (melebihi 80o). Setempat terdaunkan. Batupasir

sela, berukuran halus sampai kasar, berwarna kelabu kehijauan sampai merah kecoklatan terakat lempung dan oksida besi lunak, setempat padat, mengandung sedikit kuarsa, berlapis baik. Wake, berwarna kelabu kehijauan sampai kecoklatan, berbutir sedang sampai kasar, terekat lempung. Perlapisan berkisar dari tidak jelas sampai baik. Di beberapa tempat tampak perlapisan bersusun; tebal lapisan mencapai 50 cm. Serpih dan napal, berwarna kelabu sampai kekbu tua, memiliki perlapisan baik, tebal lapisan antara 10 - 20 cm. Lempung pasiran, berwarna kelabu sampai kecoklatan, perlapisan baik, tebal lapisan antara 1 - 10 cm berselingan dengan batuan yang disebutkan terdahulu. Argilit, menunjukkan kesan rijang, berwarna kelabu, beberapa sisipan. Batugamping, mengandung fosil Halobia, Amonit dan belemnit yang diperkirakan berumur Trias - Jura Awal

(43)

Formasi Tokala tersingkap di bagian selatan dan tenggara Lembar. Sedang nama formasi berdasarkan pada tempat singkapan yang baik di G. Tokala, Lembar Batui. Satuan batuan ini berketebalan melebihi 1000 m, secara selaras tertindih Formasi Nanaka dan secara tektonik bersentuhan dengan batuan ultramafik. Formasi Aluvium (Qa ) : lumpur, lempung, pasir, kerikil, dan kerakal. Lempung, berwarna coklat muda sampai coklat tua; kelabu tua sampai kehitaman berselingan dengan pasir, kerikil dan kerakal. Sebagian endapan danau agak padat. Tebal lapisannya beberapa cm sampai puluhan cm. Pasir, berwarna coklat, berbutir halus sampai kasar, perlapisan buruk dan tidak padat. Tebalnya dari beberapa cm sampai puluhan cm. Setempat membentuk struktur perlapisan bersusun, mengandung sisa tumbuhan. Kerikil dan kerakal, bersifat lepas dan kemas terbuka; komponennya berukuran sampai 5 cm, membulat-tanggung sampai membulat, terdiri atas kepingan batuan ultramafik, sedimen malih, kuarsit, batugamping terdaunkan dan rijang. Aluvium berupa endapan sungai, rawa, danau dan pantai; diperkirakan berumur Plistosen - Holosen. Sebarannya terdapat di sepanjang tepi danau dan pantai timur Lembar Bungku. Peta geologi lokasi studi selengkapnya sebagaimana disajikan pada Gambar 2.15.

(44)

Rencana Usaha dan/atau Kegiatan II-35

(45)

Rencana Usaha dan/atau Kegiatan II-36

(46)

f. Transportasi

Data transportasi darat disekitar lokasi proyek diperoleh melalui pengamatan langsung dilapangan. Pengamatan transportasi darat dilakukan di Desa Geresa  yakni pada jalan poros yang merupaka Jalan Trans Sulawesi. Hasil pengamatan

transportasi darat selengkapnya sebagaimana disajikan pada Tabel 2.11.  Tabel 2.11. Hasil Pengamatan Transportasi Darat

No Jenis Kendaraan smp  Jumlah/jam

Kendaraan Smp

1 Sepeda motor 0,9 181 162,9

2 Sedan, jeep, pick up, minibus 1 51 51

3 Bus, tangki 2 sumbu, truck 1,8 17 30,6

Sumber: Hasil Pengamatan, 2017

Koordinat Pengamatan: 020 40' 15,8'' S 1220 00' 53,3'' E

2.5.2. Komponen Biologi a. Flora Darat

Inventarisasi flora yang dilakukan disekitar rencana lokasi kegiatan pertambangan dan pengolahan batu gamping dilakukan dengan metode pengamatan langsung. Hasil inventarisasi menunjukkan bahwa di lokasi studi terdapat dua kelompok jenis flora yang tumbuh yaitu vegetasi non budidaya dan vegetasi budidaya. Daftar lengkap dari hasil inventarisasi komponen vegetasi/flora non bididaya di lokasi proyek sebagaimana disajikan pada  Tabel 2.12.

 Tabel 2.12. Jenis Vegetasi di Sekitar Lokasi Rencana Kegiatan

No Nama Lokal Spesies

1 Nangka Artocarpus heterophyllus

2 Rotan Calamus trachycoleus

3 Kayu Besi Metrosideros petiolata

4 Beringin Ficus benjamina L.

5 Aren Arenga pinnata

6 Jambu Mete Anacardium occidentale

7 Kayu kolaka Maranthes corymbosa

8 Kume Drypentes longifolia

9 Londrong Koordersiodendron pinnatum

10 Macaranga daun lebar Macaranga gigantean 11 Mirip Ketapang Semecarpus cuneiformis

(47)

No Nama Lokal Spesies 15 Mirip pohon asam Desmanthus virgatus

16 Cendana Santalum album

17 Waru Hibiscus tiliaceus

18 Daun gerigi kecil Thea lanceolata

19 Beringin Ficus benjamina

20 Gamal Glirisidea sepium

21 Rumput-rumputan Gramineae

22 Cemara Laut Casuarina equisetifolia

23 Mangga hutan Buchanania sp

24 Meranti Shorea sp

25 Kelapa Cocos nucifera L.

26 Jambu-jambu Syzygium sp.

27 Ketapang Terminalia catapa

28 Kedondong Laut Nothopanax fruticosum miq

29 Bambu Rambat Gigantochloa sp

30 Kayu Angin Casuarina sumatrana

31 Jati Tectona grandis

32 Ponto Buchanania arbirences

33 Belimbing Wuluh Averrhoa bilimbi

34 Eha Castanopsis buruana

35 Singi/dongi Dolichandrone spathscea

36 Cabai Capsicum. Sp

37 Pisang Musa Sp.

38 Cengkeh Syzygium aromaticum

39 Pala Myristica fragrans

40 Pepaya Carica papaya L.

41 Kakao/Coklat Theobroma cacao L.

Sumber: Hasil Survey Lapangan, 2017

 Tingkat keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis tinggi  jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies (jenis) dengan kelimpahan spesies  yang sama atau hampir sama. Sebaliknya jika komunitas itu disusun oleh spesies  yang sangat sedikit, serta hanya sedikit spesies yang dominan, maka keanekaragaman jenisnya rendah. Keanekaragaman jenis di suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh banyaknya jenis, tetapi juga oleh banyaknya individu dari setiap jenis.

Selanjutnya nilai kualitas lingkungan biotik (flora) dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa parameter di antaranya kerapatan pohon/ha, keanekaan flora, dan jenis yang dilindungi undang-undang.

(48)

b. Fauna Darat

Berdasar hasil pengamatan pada lokasi yang sama dengan flora darat dan wawancara dengan masyarakat serta studi pustaka, fauna darat yang ada di sekitar rencana lokasi usaha pertambangan dan pengolahan batu gamping sebagaimana disajikan pada Tabel 2.13.

 Tabel 2.13. Jenis Fauna Darat di Sekitar Lokasi Proyek

NO Nama Lokal Spesies

1 Ayam Hutan Gallus gallus

2 Walet polos Collocalia vanikorensis

3 Pipit Ptilinopus bernteinii

4 Babi Hutan Sus scrofa

5  Jangkrik Neoxabea bipunclata geer

6 Kera Macaca ochreata

7 Kelelawar Myotis adversus

8 Katak Rana sp

9 Kadal Mabuya multifasciata

10 Biawak Varanus bengalensis

11 Nyamuk hutan Aedes stimulans Wlker

12 Laba-laba tanah Lycosa sp

13 Kaki Seribu Polydesmid millipede

Sumber: Hasil Survey Lapangan, 2017 2.5.3. Komponen Sosio-Ekonomi-Budaya a. Kependudukan

 Jumlah penduduk Kecamatan Bungku Timur pada tahun 2014 yaitu 8.388 jiwa kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2015 menjadi 8.515 jiwa. Untuk Desa Kolono, jumlah penduduk pada tahun 2015 yaitu 1.735 jiwa, merupakan desa dengan jumlah penduduk paling banyak di Kecamatan Bungku Timur. Sementara itu, jumlah penduduk Desa Geresa tahun 2015 yaitu 622 jiwa. Luas wilayah Desa Kolono yaitu 48 km2  sehingga kepadatan penduduknya yaitu 36

 jiwa/km2. Kemudian luas wilayah Desa Geresa yaitu 17 km2 sehingga kepadatan

penduduknya yaitu 37 jiwa/km2. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di

(49)

Gambar 2.16. Grafik Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin b. Pendidikan

Peningkatan kualitas pendidikan sangat dipengaaruhi sarana dan prasarana pendukung dalam penyelenggaraan pendidikan. Di Desa Kolono dan Geresa terdapat beberapa sekolah dengan guru dan mirid sebagaimana disajikan pada  Tabel 2.14.

 Tabel 2.14. Jumlah Sekolah, Guru dan Murid di Desa Kolono dan Geresa  Jumlah Sekolah Desa TK SD SLTP SLTA SMK Kolono 1 1 1 1 1 Geresa 1 1 0 0 0  Jumlah Guru Desa TK SD SLTP SLTA SMK Kolono 4 16 23 23 12 Geresa 4 13 0 0 0  Jumlah Murid Desa TK SD SLTP SLTA SMK Kolono 72 246 244 282 59 Geresa 26 120 0 0 0 Sumber: BPS, 2016 c. Agama

Sebagaimana umumnya Etnis Bungku yang beragama Islam, maka agama yang dipeluk oleh seluruh warga Desa Kolono dan Geresa adalah agama Islam, sehingga untuk menunjang kegiatan peribadatan dan pembinaan agama di lingkungan masyarakat, terdapat 2 buah masjid di Desa Kolono dan 1 masjid di Desa Geresa  yang dibawah pengelolaan Pegawai Sara dan Pengurus Masjid, beberapa Tempat Pengajian Al-Qur’an (TPA) yang dikelola oleh guru mengaji. Sementara untuk

0 200 400 600 800 1000 Kolono Geresa Laki-Laki 832 306 Perempuan 903 316

(50)

urusan Nikah, Talaq, Cerai dan Rujuk (NTCR) diangkat seorang Pegawai Pembantu Pencatat Nikah, Talaq, Cerai dan Rujuk (P3NTCR) yang merupakan perwakilan Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bungku Timur.

d. Mata Pencaharian Penduduk

Mata pencaharian sebagian besar masyarakat Desa Kolono dan Geresa adalah petani baik petani tanaman musiman maupun tanaman perkebunan seperti kelapa dalam, kakao, cengkeh dan pala. Mata pencaharian selanjutnya yaitu nelayan dimana Desa Kolono dan Geresa berbatasan langsung dengan garis pantai Teluk Tolo. Sebagian masyarakat juga berprofesi sebagai pedang termasuk perdagangan hasil bumi antar pulau. Data BPS (2016) menunjukkan bahwa di Desa Kolono terdapat 10 kios/toko dan di Desa Geresa terdapat 11 kios/toko. Di Desa Kolono dan Moramo juga terdapat beberapa orang PNS/ASN.

 Terdapat beberapa jenis usaha yang digeluti masyarakat di Desa Kolono dan Geresa. Data selengkapnya sebagaimana disajikan pada Tabel 2.15.

 Tabel 2.15. Jenis Usaha di Desa Kolono dan Geresa

No Jenis Usaha  Jumlah (Unit)

Kolono Geresa

1 Industri kecil 4 3

2 Industri rumah tangga 15 17

3 Kerajinan kayu 3 3 4 Kerajinan anyaman 1 1 5 Tukang kayu 26 20 6 Tukang jahit 1 3 7 Tukang cukur 0 2 8 Bengkel las 2 1 9 Bengkel motor 4 1 Sumber: BPS, 2016 e. Tingkat Pendapatan

Indikator kemakmuran atau kesejahteraan suatu masyarakat adalah besarnya pendapatan masyarakat dapat dilihat melalui jenis mata pencaharian/pekerjaan  yang digelutinya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa sebagian besar masyarakat Desa Kolono dan Geresa memiliki pendapatan Rp 750.000,- sampai Rp 2.500.000,-/bulan disusul Rp 2.500.000,- sampai Rp 4.500.000,-/bulan kemudian diatas Rp 4.500.000,-/bulan dengan jumlah

(51)

d. Pola Pemilikan dan Penggunaan Lahan

Hasil survey di lokasi studi, diperoleh data dan informasi bahwa pola kepemilikan lahan sebagian besar penduduk sudah memiliki sertifikat. Selain itu, ada pula bukti kepemilikan lahan berupa Surat Keterangan Kepemilikan Tanah (SKPT). Bukti kepemilikan lahan hanya sebatas surat  –   surat dari pemerintah desa ataupun kesaksian tokoh-tokoh masyarakat dan warga lainnya dan bukti pembayaran pajak (PBB).

e. Sosial Budaya

Pada lokasi rencana lokasi kegiatan ditemukan kenyataan bahwa nilai budaya dan adat istiadat setempat masih begitu kuat eksistensinya dimasyarakat, baik dalam konteks hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, maupun manusia dengan lingkungannya. Dalam hal hubungan manusia dengan  Tuhannya, baik masyarakat Etnis Bungku sebagai masyarakat lokal maupun

suku –  suku pendatang lainnya sangat meyakini mengenai adanya kekuatan yang lebih tinggi yang mengatasi kekuatan manusia dan alam yaitu kekuatan Tuhan semesta alam. Oleh karena itu, mereka meyakini bahwa manusia harus taat dan patuh terhadap Tuhan yang Maha Kuasa. Segala perilaku dan tindakan, terlepas itu kemudian ditaati atau dipatuhi, selalu didasari oleh kesadaran mengenai adanya Tuhan. Kenyataan seperti ini didapati pada semua warga Desa Kolono dan Geresa. Dalam wujudnya yang paling nyata, misalnya ketika mereka membuka lahan perkebunan mereka meyakini bahwa berhasil tidaknya usaha tersebut tergantung pada kehendak Tuhan. Selain percaya kepada Tuhan, masyarakat di daerah ini pula masih mempercayai mengenai adanya mahluk halus dan tabu (pantangan). Sebagai contoh, masyarakat masih percaya bahwa pada sebagian kawasan baik di hutan atau di laut dihuni oleh mahluk-mahluk halus sehingga untuk memasukinya diperlukan ritual –  ritual tertentu.

Dalam hal hubungan manusia dengan manusia, di kalangan masyarakat Desa Kolono dan geresa masih menjunjung tinggi adat istiadat setempat, seperti orang tua harus dihormati dan orang seusia harus saling menghargai. Adat istiadat seperti ini masih cukup melekat kuat baik di kalangan orang tua maupun di kalangan generasi muda. Mereka pun memiliki konsepsi bahwa pendatang atau orang baru harus menjunjung tinggi adat istiadat masyarakat setempat atau yang punya kampung, sehingga dengan demikian mereka pula akan memberikan penghargaan yang setara. Dalam wujudnya yang paling nyata mengenai adat

(52)

tersebut yaitu ketika seorang anak muda yang melintas didepan orang tua akan mengatakan tabe (permisi) sambil membungkukkan badan, tegur sapa yang ramah dikalangan golongan seusia, sikap menghargai pendatang atau orang baru sembari memberikan senyum, mengajak mengobrol, mengajak minum air panas, atau membantu sebisanya jika ada yang minta tolong.

Solidaritas sosial baik atas dasar hubungan kekerabatan maupun hubungan kedaerahan masih cukup kuat dikalangan masyarakat di daerah ini. Solidaritas sosial atas dasar kekerabatan dikalangan masyarakat Etnis Bungku maupun suku  –   suku lain nampak dalam acara perkawinan, kerja kebun atau penggalangan dana sumbangan untuk pembangunan tempat ibadah dan pendidikan. Begitu pula solidaritas sosial atas dasar kedaerahan juga cukup menonjol. Hal ini nampak dalam pergaulan sehari –  hari yang cukup akrab tanpa menampakkan unsur etnis. Kenyataan pula menunjukkan bahwa banyak pekerjaan seperti kerja sama membangun rumah dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat yang tidak melihat status sosialnya, baik kaya mapun miskin, baik tokoh masyarakat maupun masyarakat biasa.

Dalam hal perkawinan, walaupun masyarakat seluruhnya beragama Islam, tetapi dalam penyelenggaraan upacara perkawinan tetap dilaksanakan secara adat bersamaan tuntunan dalam agama Islam. Hal ini nampak dalam proses pelamaran dan perkawinan. Unsur agama hanya nampak pada pengucapan Ijab Qabul/janji dan sumpah kedua mempelai, sedangkan adat terdapat pada keseluruhan proses perkawinan. Perkawinan semacam ini tidak saja diberlakukan pada perkawinan dikalangan masyarakat Desa Kolono dan Geresa sendiri saja tetapi pula diberlakukan bagi orang lain yang menikahi perempuan warga Desa Kolono dan Geresa. Bahkan pada beberapa kasus orang luar yang melangsungkan prosesi pernikahan di Desa Kolono dan Geresa menggunakan adat masyarakat lokal yang menjadi pasangannya. Dikalangan warga masyarakat Etnis Bungku maupun suku-suku lain, upacara adat yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu antara lain setelah panen dan membangun rumah. Dalam upacara mendirikan rumah baru, penduduk menyediakan makanan tradisional.

Apabila terjadi sengketa baik antara individu maupun kelompok, khususnya perkara yang bersifat perdata seperti sengketa tanah, kebun, tumbuh –  tumbuhan dan lain-lain, dapat diselesaikan oleh seorang tokoh adat bersama –  sama dengan

(53)

penyelesaiannya adalah melalui proses musyawarah yang dipimpin oleh tokoh adat dan disaksikan oleh aparat pemerintah. Sedangkan untuk perkara –  perkara  yang bersifat pidana seperti perkelahian atau pencurian, masyarakat masih memilih penyelesaian di desa setempat, dan dapat diselesaikan bersama tokoh –  tokoh masyarakat, tokoh agama, maupun tokoh pemuda. Kemudian pihak –  pihak  yang bertikai atau yang mencuri dapat dikenakan denda sesuai ketentuan yang berlaku di desa, dan apabila persoalan tersebut tidak dapat diselesaikan di desa, kemudian kepala desa akan melaporkan kepada aparat kepolisian setempat. Karakteristik Masyarakat

Karakteristik masyarakat di Desa Kolono dan Geresa secara garis besar dapat dibagi dua kelompok, yakni karakteristik masyarakat bekerja sebagai pegawai (masyarakat modern), serta karateristik petani, masyarakat nelayan, dan gabungan antara petani dan nelayan. Karakteristik masyarakat bekerja sebagai pegawai dilembaga pendidikan dan kesehatan baik sebagai PNS/ASN maupun sebagai honorer yang pada umumnya mereka yang mempunyai sumberdaya manusia dan skill sesuai bidang profesi masing-masing. Setiap aktivitasnya telah diatur oleh instansi yang menaunginya, secara otomatis mereka akan terbiasa hidup disiplin dan mematuhi aturan dan karakteristik masyarakat petani terdapat pada kelompok masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari hasil-hasil pertanian, perkebunan jangka panjang dan hasil laut. Bagi kelompok ini sumberdaya (basis material) yang paling utama adalah tanah (land ) dengan suatu sistem kepemilikan (kepenguasaan) baik yang berdasarkan hukum positif (ipso  jure ) maupun yang berdasarkan hukum adat (ipso facto ) maupun perairan laut.

Kelembagaan Masyarakat

Kelembagaan masyarakat yang terdapat di Desa Kolono dan Geresa meliputi kelembagaan masyarakat yang bersifat modern, sementara itu yang bersifat tradisional seperti misalnya lembaga adat. Kelembagaan masyarakat yang bersifat modern tersebut meliputi Pemerintah Desa, BPD, PKK dan Persatuan Pemuda serta lembaga bentukan masyarakat lainnya baik yang bersifat formal maupun informal. Lembaga-lembaga ini sangat berperan namun demikian peran pemerintah desa tetap menjadi ujung tombak dalam hal urusan pemerintahan. Sementara lembaga yang bersifat tradisional yakni Ketua Adat yang berperan menyelasaikan hal-hal yang sifatnya mengandung adat istiadat di kampung, seperti halnya perkawinan, acara pesta rakyat dan lain –  lain.

Gambar

Gambar 2.6. Potongan Melintang Jalan yang Ditimbun
Gambar 2.7. Potongan Melintang yang Jalan yang Digali
Gambar 2.10. Sudut Maksimum Penyimpangan Kendaraan
Gambar 2.11. Grafik Rata –  Rata Curah Hujan di Lokasi Studi Tahun 2006 –  2015
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, terlihat perubahan ke arah yang lebih baik indeks plak gigi rata-rata antara sebelum dan sesudah pendidikan pada siswa-siswi SLB-A, baik

Berdasarkan data hasil pengujian yang dilakukan pada air produk di Coca- Cola Amatil Indonesia Jakarta Plant, dengan parameter bau, warna, rasa, klorin bebas, pH,

Untuk Leverage lebih besar dari satu, maka perubahan nilai spread yang diakibatkan oleh perubahan waktu sampai jatuh tempo adalah tidak searah, sehingga spread semakin

 Hindari menggunakan kata atau frasa yang sama pada badan soal.  Hindari pilihan BUKAN SALAH SATU DI ATAS atau

Sejalan dengan hal tersebut Kurniasih &amp; Sani (2014) menyatakan bahwa ketentuan dalam pembuatan buku ajar adalah relevan dengan tujuan pendidikan nasional dan sesuai

Dari penelitian yang telah disebutkan belum ada penelitian yang melakukan uji korelasi Spearman dan korelasi Kendall yang berhubungan dengan metode bootstrap,

Dengan data rating yang rendah dari program musik BREAKOUT yang bersinggungan dengan target audiens utama BREAKOUT dan kota Surabaya yang memiliki profil penonton yang rendah di

Rakyat kaya awake dhewe ki sajakke sengaja digawe mlarat, digawe bodho ben gampang diapusi. Lha thik ora?? Wong mlarat kaya awake dhewe ki di iming-imingi dhuwit rong