• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Home Visit Lansia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Home Visit Lansia"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Usia lanjut atau lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, yang secara fisik terlihat berbeda dengan kelompok umur lainnya, sedangkan pra lansia adalah usia 45-59 tahun. Lansia dengan resiko tinggi adalah umur 70 tahun atau lebih dan lansia berusia 60 tahun dengan masalah kesehatan. Pada individu usia lanjut, kesehatan dan status fungsional ditentukan oleh resultan dari faktor-faktor fisik, psikologis, dan sosioekonomi individu tersebut. Oleh karena itu biasanya penyakit yang timbul pada usia lanjut akan berbeda perjalanan dan penampilannya dengan yang terdapat pada populasi lain sehingga pelayanan kesehatan pada usia lanjut akan berbeda dengan pelayanan kesehatan pada golongan populasi lain. (Darmojo, 2004)

Populasi lansia pada masa ini semakin meningkat, oleh karena itu pemerintah telah merumuskan berbagai kebijakan pelayanan kesehatan usia lanjut ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa tua bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya. Sebagai wujud nyata pelayanan sosial dan kesehatan pada kelompok usia lanjut ini, pemerintah telah mencanangkan pelayanan pada lansia melalui beberapa jenjang. Pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat adalah Posyandu lansia, pelayanan kesehatan lansia tingkat dasar adalah Puskesmas, dan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan adalah Rumah Sakit. Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Salah satu jenis pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada lansia adalah kunjungan rumah atau home visit geriatry.

Home visit merupakan kegiatan pelayanan kesahatan berbasis komunitas dimana seorang petugas kesehatan baik itu kader, perawat, maupun dokter mengunjungi rumah lansia untuk meninjau kesehatan lansia dan melakukan upaya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif baik kepada lansia maupun keluarganya. Pada home visit geriatry dilakukan evaluasi kesehatan secara

▸ Baca selengkapnya: contoh laporan home visit bk

(2)

komprehensif pada lansia dengan harapan dapat meningkatkan kualitas kesehatan lansia yang dikunjungi. Dari home visit geriatry dapat ditemui berbagai permasalahan pada lansia. Permasalahan yang umumnya ditemui pada home visit geriatry lansia adalah permasalahan kesehatan yang berkenaan dengan non-communicable disease seperti hipertensi, dan diabetes melitus.

Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST), meningkatnya tekanan sistolik menyebabkan besarnya kemungkinan timbulnya kejadian stroke dan infark myocard bahkan walaupun tekanan diastoliknya dalam batas normal (isolated systolic hypertension). Isolated systolic hypertension adalah bentuk hipertensi yang paling sering terjadi pada lansia. Pada suatu penelitian, hipertensi menempati 87% kasus pada orang yang berumur 50 sampai 59 tahun. Adanya hipertensi, baik HST maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia. Hipertensi masih merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung penyakit koroner, dimana peranannya diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang lebih muda (Kuswardhani, 2007)

Kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. Dinding, yang kini tidak elastis, tidak dapat lagi mengubah darah yang keluar dari jantung menjadi aliran yang lancar. Hasilnya adalah gelombang denyut yang tidak terputus dengan puncak yang tinggi (sistolik) dan lembah yang dalam (diastolik).

Disisi lain, diabetes melitus merupakan suatu penyakit degeneratif dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah dan urin. Saat ini, diabetes melitus menjadi penyakit dengan angka kejadian yang cukup tinggi di berbagai negara dan merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya jumlah kasus diabetes melitus di Indonesia yang berada di urutan ke- 4 setelah negara India, China dan Amerika dengan jumlah Diabetesi sebesar 8,4 juta orang dan diperkirakan akan terus meningkat sampai 21,3 juta orang di tahun 20302. Dilihat dari semakin meningkatnya jumlah

(3)

pendeita diabetes, maka perlu adanya kesadaran dari masyarakat terhadap pentingnya peran dari masyarakat untuk peduli terhadap masalah ini. Maka dari itu, tujuan penulisan makalah ini akan memberikan pengetahuan tentang diabetes serta cara untuk mengendalikannya, dengan harapan agar tingkat kematian penderita diabetes dapat berkurang.

A. Laporan home visit

Saat home visit lansia, kelompok kami mendapatkan 2 pasien lansia wanita sebut saja namanya Ny. C dan Ny. E yang kedua-duanya tinggal di desa makam kembar, RT 02 RW 07, kecamatan kejaksan, kelurahan kebon baru.

Ny. C berusia 57 tahun, tidak bekerja dan tidak menikah sehingga ia juga tidak mempunyai anak. Dia tinggal dengan keponakan laki-lakinya yang bernama Tn. A.

Ny. E berusia 66 tahun, tidak bekerja dan tidak menikah sehingga ia pun tidak mempunyai anak. Dia tinggal seorang diri dirumah tetapi banyak tetangga-tetangga dan ketua RT yang membantunya untuk membereskan rumah dan mengerjakan pekerjaan sehari-hari yang tidak mampu ia lakukan. Ia juga mempunya tetangga yang setiap hari selalu memberi makan kepadanya dan bisa dianggap orang terekatnya yaitu Tn. S

B. Berapa kali kunjungan

Pada home visit lansia yang kelompok kami lakukan, kami melakukan sebanyak 2 kali kunjungan. Kunjungan yang pertama kami menganamnesis pasien tersebut, pada kunjungan yang kedua kami melakukan pemeriksaan fisik generalisata dan pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dari pasien tersebut.

C. Apa yang dilakukan pada saat home visit

Saat kunjungan yang pertama kali kami melakukan anamnesis pada pasien tersebut dari mulai penggalian keluhan utama pasien tersebut saat sekarang, riwayat penyakitnya saat ini, riwayat penyakitnya terdahulu dan riwayat penyakit pada keluarga pasien tersebut. Selain itu kami juga menanyakan

(4)

aktivitas sehari-harinya, kebiasaannya, pola makan pasien, serta olahraga yang dilakukan oleh pasien tersebut.

Selain anamnesis tentang kesehatan fisik pasien, kami juga melakukan anamnesis untuk penapisan depresi dan status fungsional pasien serta status mental dari pasien tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan yang sudah ada.

Pada kunjungan kami yang kedua, kami lebih memfokuskan untuk melakukan pemeriksaan terhadap pasien. Kami melakukan pemeriksaan fisik secara generalisata (kecuali rektum dan genital) sampai dengan pemeriksaan kadar gula darah sewaktu pada pasien tersebut.

Selain pemeriksaan fisik di atas, kami juga melakukan inspeksi secara keseluruhan dari rumah pasien untuk mengetahui keadaan rumah pasien secara keseluruhan sehingga kelompok kami bisa mengetahui juga faktor-faktor lingkungan apa saja yang dapat membahayakan untuk pasien lansia tersebut.

D. Hasil assessment geriatric 1. Pasien 1

a. Identitas Pasien

Nama : Ny. C

Usia : 57 tahun

Agama : Islam

Alamat : Desa makam kembar, kecamatan

kejaksan, kelurahan kebon baru RT 02 RW 07

Pekerjaan : -

Nama Orang Terdekat : Tn. A (Keponakan)

Status : tidak menikah

b. Riwayat Medis

Keluhan Utama : kadar gula darah dan tekanan darah yang tinggi

(5)

RPS : tekanan darah dan kadar gula darah saat ini terhitung tinggi, namun masih terkontrol oleh obat-obatan yang diberikan dari puskesmas. Ia juga sering lelah jika berdiri terlalu lama dan tidak dapat berjalan jauh. Selain itu pasien juga merasakan baal & kesemutan pada tangan dan kakinya terutama pada pagi hari.

RPD : pasien memiliki sedikit cacat (kelainan bawaan pada kaki kirinya), tekanan darah yang tinggi sejak 4 tahun yang lalu diikuti dengan kadar gula darah yang tinggi sejak 1 tahun terakhir ini.

RPK : Ny. C adalah anak tertua dari 7

bersaudara. Ayah dan ibunya sudah meninggal dan memiliki riwayat dibetes, 1 adik laki-laki dan 2 adik perempuannya pun mengidap diabetes. Salah satu adik perempuannya yang mengidap diabetes meninggal karena diabetes tersebut.

Riwayat Pembedahan : tidak pernah menjalani pembedahan Riwayat Kesehatan lain : sering nyeri di bagian ulu hati terutama

jika terlambat makan. Cepat lelah saat berdiri terlalu lama

Riwayat Alergi : alergi makan ikan dan alergi minum obat antalgin yang membuatnya sulit buang air kecil, seteelah minum captopril ia juga sering terbatuk sehingga membuatnya sulit beristirahat.

(6)

Riwayat Konsumsi Obat : pasien hanya menggunakan obat-obatan atas resep dokter, yaitu captopril sebagai antihipertensi dan glibenklamid untuk mengontrol kadar gula darahnya.

Dari hasil anamnesis, kelompok kami mendapatkan keterangan lain selain data-data diatas tentang status kesehatan pasien. Kami mendapatkan bahwa Ny. C ternyata mengalami anoreksia (penurunan napsu makan) saat maagnya kambuh. Ia pernah terjatuh tanpa merasakan pusing atau mata berkunang-kunang sebelum jatuh, dan Ia juga mengeluhkan ada rasa baal/kesemutan pada tangan dan kakinya sejak beberapa bulan yang lalu terutama pada pagi hari. Untuk pengelihatan ia merasa sedikit buram jika dipakai untuk membaca di ruang yang kurang cahaya, sehingga ia harus membaca menggunakan kacamata. Jika di ruangan terang ia cukup membaca dengan sedikit menjauhkan buku yang dibacanya sekitar 50cm dari mata.

Untuk keadaan psikologis dari Ny. C juga menurut data-data yang kami peroleh, tidak terdapat tanda-tanda adanya depresi ataupun demensia.

Untuk status fungsional dari Ny. C bisa dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1.1 status fungsional Ny. C

GERIATRIC ASSESSMENT CENTER ACTIVITIES OF DAILY LIVIN PHYSICAL SELF-MAINTENANCE SCALE

No Activity Value

No 1 TOILET

4 Cares for self at toilet completely, no incontinence 3 Needs to be reminded, or needs help in cleaning self, or has rare (weekly at most) accidents

2 Soiling or wetting while asleep, more than once a week 1 Soiling or wetting while awake, more than once a week

(7)

0 No control of bowels or bladder 2 FEEDING

4 Eats without assistance

3 Eats with minor assistance at meal times, with help preparing food or with help in cleaning up after meals

2 Feeds self with moderate assistance and is untidy 1 Requires extensive assistance for all meals

0 Does not feed self at all and resists efforts of others to feed him

4

3 DRESSING

4 Dresses, undressed and selects clothes from own wardrobe 3 Dresses and undresses self, with minor assistance

2 Needs moderate assistance in dressing or selection of clothes 1 Needs major assistance in dressing but cooperated with efforts of other to help

0 Completely unable to dress self and resists efforts of others to help 4

4 GROOMING

4 Always neatly dressed and well-groomed, without assistance 3 Grooms self adequately, with occasional minor assistance

2 Needs moderate and regular assistance or supervision in grooming 1 Needs major assistance in dressing but cooperates with efforts of others to help

0 Actively negates all efforts to others to maintain grooming

4

5 PHYSICAL AMBULATION

4 Goes about .grounds or city

3 Ambulates within residence or about one block distant

2 Ambulates with assistance of (check one): another person, railing, cane, walker,or wheelchair: gets in and out without help needs help in getting in and out

1 Sits unsupported in chair or wheelchair, but cannot propel self without help

0 Bedridden more than half the time

3

(8)

4 Bathes self (tub, shower, sponge bath) without help 3 Bathes self, with help in getting in and out of tub

2 Washes face and hands only, but cannot bathe rest of body 1 Does not wash self but is cooperative with those who bathe him 0 Does not travel at all

4

7 RESPONSIBILITY FOR OWN MEDICATION

2 Is responsible for taking medication in correct dosage at correct time 1 Takes responsibility if medication is prepared in advance in separate dosages

0 Does not try to wash self, and resists efforts to keep him clean

2

SCORE 25

Tabel 1.2 daftar aktivitas Ny. C dan skalanya

GERIATRIC ASSESSMENT CENTER SCALE FOR INSTRUMENTAL ACTIVITIES OF DAILY LIVING

No Acitvity Value

1 ABILITY TO USE TELEPHONE

3 Operates telephone on own initiative; looks up and dials numbers, etc.

2 Dials a few well known numbers 1 Answers telephone but does not dial 0 Does not use telephone at all

0

2 SHOPPING

3 Takes care of all shopping needs independently 2 Shops independently for small purchases 1 Needs to be accompanied on any shopping trip 0 Needs to have meals prepared and served

1

3 FOOD PREPARATION

3 Plans, prepares and serves adequate meals independently 2 Prepares adequate meals if supplied with ingredients

1 Heats and serves prepared meals, or prepares meals but does not maintain adequate diet

(9)

0 Needs to have meals prepared and served 4 HOUSE KEEPING

4 Maintains house alone or with occasional assistance (e.g., heavy-work domestic help)` 3 Performs light daily tasks such as dish-washing and bed-making 2 Performs light daily tasks but cannot maintain acceptable \ level of cleanliness

1 Needs help with all home maintenance tasks 0 Does not participate in any housekeeping tasks

4

5 LAUNDRY

2 Does personal laundry completely

1 Launders small items; rinses socks, stockings, etc. 0 All laundry must be done by others

2

6 MODE OF TRANSPORTATION

4 Travels independently on public transportation or drives own car 3 Arranges own travel via taxi, but does not otherwise use public transportation

2 Travels on public transportation when assisted or accompanied by another

1 Travel limited to taxi or automobile, with assistance of another 0 Does not travel at all

2

7 RESPONSIBILITY OF OWN MEDICATION

2 Is responsible for taking medication in correct dosages at correct Time

1 Takes responsibility if medication is prepared in advance in separate dosages

0 Is not capable of dispensing own medication

2

8 ABILITY TO HANDLE FINANCE

2 Manages financial matters independently (budgets, write checks, pays rent and bills, goes to Bank)

(10)

1 Manages day-to-day purchases, but needs help with banking, major purchases, etc.

0 Incapable of handling money

2

SCORE 16

c. Pemeriksaan Fisik 1) Tanda Vital

Tabel 1.3 Hasil Pemeriksaan Tanda-tanda vital pada Ny. C

Tanda Vital Baring Duduk Berdiri

Tekanan darah 160/90 180/90 140/80

Nadi/menit 72x 60 x Tidak diperiksa

Laju

respirasi/menit 16 x 16 x Tidak diperiksa

Pengukuran Berat Badan : tidak dilakukan

Tinggi badan : 143cm

Berat Badan yang lalu : 48kg

Tanggal pemeriksaan yang lalu : 17 maret 2013

2) Pemeriksaan Generalisata a) Kulit

Pada pemeriksaan kulit yang kami lakukan pada Ny. C, ia tidak memiliki kelainan apapun di kulitnya, kulitnya pun tidak terlalu kering

b) Pendengaran

Kami tidak melakukan pemeriksaan pendengaran secara lengkap terhadap Ny. C. Tetapi dari hasil wawancara yang kami lakukan, kami mendapat kesimpulan bahwa tidak ada kelainan atau gangguan pada fungsi pendengarannya, karena ia pun masih bisa kami ajak mengobrol dengan jelas dan cukup kooperatif.

(11)

Untuk pengelihatan, kami juga tidak melakukan banyak pemeriksaan secara lengkap, kami hanya mendapatkan bahwa pada Ny. C terdapat presbiopi (rabun jauh), karena ia kurang dapat membaca tulisan-tulisan yang kecil dengan jarak yang dekat. Tetapi dia bisa membaca dengan bantuan kacamata plus dan dengan jarak kurang lebih 50cm..

d) Mulut

Pada pemeriksaan gigi, kami mendapatkan bahwa pada Ny. C terdapat karies pada bagian inferior molar sinistranya. e) Leher

Pada hasil pemeriksaan leher, kami tidak menemukan kelainan apapun, tidak ada pembengkakan kelenjar pada Ny. C. f) Dinding Thorax & Sistem Kardiovaskular

Tabel 1.4 hasil Pemeriksaan Thorax dan Kardiovaskular Pemeriksaan Hasil

Inspeksi

Gerakan dada kanan kiri simetris, tidak didapatkan retraksi interkosta, tidak terlihat sesak, tidak ada edema.

Palpasi Tidak ada nyeri tekan, Tidak teraba pembesaran organ

Perkusi Didapatkan suara sonor seluruh lapang paru

Auskultasi

Didapatkan suara vesikuler pada seluruh lapang paru, irama jantung yang reguler, tidak terdapat bising pernapasan maupun bising jantung, tidak ada suara gallop jantung juga.

g) Abdomen

Pada pemeriksaan abdomen, kami tidak menemukan kelainan apapun pada Ny. C. Hanya ditemukan nyeri tekan pada bagian epigastrium Ny. C.

(12)

h) Muskuloskeletal

Pada pemeriksaan ini, didapatkan kelainan pada kaki sebelah kiri Ny. C. Kelainan berupa telapak kaki yang tidak dapat menyentuh ke tanah karena sedikit kelainan pada bentuk kakinya dan untuk berjalan agak terpincang-pincang, sehingga dia tidak dapat berjalan terlalu jauh. Ny. C juga mengaku pernah tiba-tiba terjatuh karena berdiri terlalu lama dengan posisi kaki yang tidak seimbang.

i) Status Mental

Pada pemeriksaan neurologis, kami tidak memeriksa refleks-refleks pada Ny. C. Kami hanya melakukan pemeriksaan status mental pada Ny. C. Dari hasil pemeriksan yang kami dapatkan, kami tidak menemukan tanda-tanda kelainan status mental pada Ny. C tersebut baik dari aspek orientasi, daya ingat, maupun deteksi untuk kecurigaan demensia.

3) Pemeriksaan MMSE

Tabel 1.4 Hasil Pemeriksaan MMSE pada Ny. C

Interpretasi Hasil

a) 0-2 kesalahan = baik

b) 3-4 kesalahan = gangguan intelek ringan c) 5-7 kesalahan = gangguan intelek sedang

(13)

d) 8-10 kesalahan = gangguan intelek berat

Jadi dalam pemeriksaan ini pasien dalam keadaan baik karena bisa menjawab semua pertanyaan dengan benar.

4) Pemeriksaan Geriatric Depression Scale (GDS)

Tabel 1.5 Hasil Pemeriksaan GDS pada Ny. C

Kuesioner untuk depresi dengan jawaban ya atau tidak. Penilaian untuk jawaban ya bernilai 1 dan jawaban tidak bernilai 0. Dimana hasil jawaban kemudian di jumlah sehingga mendapat

(14)

hasil yang kemudian digolongkan menjadi tiga kategori tingkat depresi yaitu:

a) Hasil: Normal (score 0) b) depresi ringan score < 5 c) depresi sedang score 5 – 9 d) depresi berat score ≥ 10

5) Lingkungan Rumah Kamar Tidur Ny. C Ruang TV Ny. C

(15)

d. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium, kami hanya mengukur kadar gula darah sewaktu Ny. C. Hasil yang kami dapatkan, gula darah sewaktunya adalah 175 mg/dL

2. Pasien 2

a. Identitas Pasien

Nama : Ny. E

Usia : 66 tahun

Alamat : Desa makam kembar, kecamatan

kejaksan, kelurahan kebon baru RT 02 RW 07

Pekerjaan : -

Nama Orang Terdekat : Tn. S (Tetangga)

Status : tidak menikah

b. Riwayat Medis/Evaluasi Fisik

Keluhan Utama : Kadar gula darah tinggi dan tekanan darah tinggi

RPS : Gula darah tinggi, tekanan darah tinggi, minum sampai 4 liter dalam sehari dan sering buang air kecil pada malam hari.

RPD : Sinusitis

(16)

RPK : Ny. E adalah anak ke-3 dari 7 bersaudara. Ayahnya sudah meninggal dan memiliki riwayat sakit jantung dan hipertensi. Ibunya meninggal karena riwayat penyakit jantung, hipertensi dan diabetes yang dideritanya. Ny. E juga mempunyai 1 kakak laki-laki dengan riwayat jantung dsn sudah meninggal, 1 adik laki-laki dengan riwayat diabetes, 1 adik laki-laki dengan riwayat jantung dan sudah meninggal, dan 1 orang adik perempuan dengan riwayat jantung yang masih hidup sampai saat ini. Riwayat Pembedahan : (-)

Riwayat Kesehatan lain : Penglihatan presbiopi, ada benjolan kecil di daerah lengan kanan dan kiri, serta belakang leher, tetapi tidak membesar, dan dapat digerakkan. Riwayat Alergi : -

Riwayat Konsumsi Obat : Royal jelly (tidak dengan resep dari dokter), Glukovance (obat gula darah) 2x1, Tensivask (Obat anti hipertensi) 1x1.

Dari hasil anamnesis, kelompok kami mendapatkan keterangan lain selain data-data diatas tentang status kesehatan pasien. Kami mendapatkan bahwa Ny. E ternyata mengalami gangguan penglihatan, sehingga dia harus menggunakan kacamata plus. Ny. E juga pernah terjatuh sebanyak 21 kali.

Untuk keadaan psikologis menurut data-data yang kami peroleh, Ny.E tampak sedih karena sering mengingat keluarga yang sudah

(17)

meninggal, dan Ny. E juga sering merasa kesepian dirumah karena tinggal seorang diri.

Untuk status fungsional dari Ny. E dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1.6 Status Fungsional Ny. E

GERIATRIC ASSESSMENT CENTER ACTIVITIES OF DAILY LIVIN PHYSICAL SELF-MAINTENANCE SCALE

No Activity Value

No 1 TOILET

4 Cares for self at toilet completely, no incontinence 3 Needs to be reminded, or needs help in cleaning self, or has rare (weekly at most) accidents

2 Soiling or wetting while asleep, more than once a week 1 Soiling or wetting while awake, more than once a week 0 No control of bowels or bladder

4

2 FEEDING

4 Eats without assistance

3 Eats with minor assistance at meal times, with help preparing food or with help in cleaning up after meals

2 Feeds self with moderate assistance and is untidy 1 Requires extensive assistance for all meals

0 Does not feed self at all and resists efforts of others to feed him

3

3 DRESSING

4 Dresses, undressed and selects clothes from own wardrobe 3 Dresses and undresses self, with minor assistance

2 Needs moderate assistance in dressing or selection of clothes 1 Needs major assistance in dressing but cooperated with efforts of other to help

0 Completely unable to dress self and resists efforts of others to help 4

(18)

4 Always neatly dressed and well-groomed, without assistance 3 Grooms self adequately, with occasional minor assistance

2 Needs moderate and regular assistance or supervision in grooming 1 Needs major assistance in dressing but cooperates with efforts of others to help

0 Actively negates all efforts to others to maintain grooming

4

5 PHYSICAL AMBULATION

4 Goes about .grounds or city

3 Ambulates within residence or about one block distant

2 Ambulates with assistance of (check one): another person, railing, cane, walker,or wheelchair: gets in and out without help needs help in getting in and out

1 Sits unsupported in chair or wheelchair, but cannot propel self without help

0 Bedridden more than half the time

2

6 BATHING

4 Bathes self (tub, shower, sponge bath) without help 3 Bathes self, with help in getting in and out of tub

2 Washes face and hands only, but cannot bathe rest of body 1 Does not wash self but is cooperative with those who bathe him 0 Does not travel at all

4

7 RESPONSIBILITY FOR OWN MEDICATION

2 Is responsible for taking medication in correct dosage at correct time 1 Takes responsibility if medication is prepared in advance in separate dosages

0 Does not try to wash self, and resists efforts to keep him clean

2

SCORE 23

Tabel 1.6 Daftar Aktivitas Ny. E dan Skalanya

GERIATRIC ASSESSMENT CENTER SCALE FOR INSTRUMENTAL ACTIVITIES OF DAILY LIVING

(19)

1 ABILITY TO USE TELEPHONE

3 Operates telephone on own initiative; looks up and dials numbers, etc.

2 Dials a few well known numbers 1 Answers telephone but does not dial 0 Does not use telephone at all

3

2 SHOPPING

3 Takes care of all shopping needs independently 2 Shops independently for small purchases 1 Needs to be accompanied on any shopping trip 0 Needs to have meals prepared and served

2

3 FOOD PREPARATION

3 Plans, prepares and serves adequate meals independently 2 Prepares adequate meals if supplied with ingredients

1 Heats and serves prepared meals, or prepares meals but does not maintain adequate diet

0 Needs to have meals prepared and served

0

4 HOUSE KEEPING

4 Maintains house alone or with occasional assistance (e.g., heavy-work domestic help)` 3 Performs light daily tasks such as dish-washing and bed-making 2 Performs light daily tasks but cannot maintain acceptable \ level of cleanliness

1 Needs help with all home maintenance tasks 0 Does not participate in any housekeeping tasks

3

5 LAUNDRY

2 Does personal laundry completely

1 Launders small items; rinses socks, stockings, etc. 0 All laundry must be done by others

0

(20)

4 Travels independently on public transportation or drives own car 3 Arranges own travel via taxi, but does not otherwise use public transportation

2 Travels on public transportation when assisted or accompanied by another

1 Travel limited to taxi or automobile, with assistance of another 0 Does not travel at all

1

7 RESPONSIBILITY OF OWN MEDICATION

2 Is responsible for taking medication in correct dosages at correct Time

1 Takes responsibility if medication is prepared in advance in separate dosages

0 Is not capable of dispensing own medication

2

8 ABILITY TO HANDLE FINANCE

2 Manages financial matters independently (budgets, write checks, pays rent and bills, goes to Bank)

collects and keeps track of income

1 Manages day-to-day purchases, but needs help with banking, major purchases, etc.

0 Incapable of handling money

2

SCORE 13

c. Pemeriksaan Fisik

1) Pemeriksaan Tanda Vital

Tabel 1.7 Hasil Pemeriksaan Vital Signpada Ny. E

Tanda Vital Baring Duduk Berdiri

Tekanan darah 160/80 160/90 160/80

Nadi/menit 72x 84x 80x

Laju

respirasi/menit 20x 24x 24x

(21)

Tinggi badan : 160cm Berat Badan yang lalu : 63 kg

Tanggal pemeriksaan yang lalu : 17 maret 2013

2) Pemeriksaan Generalisata a) Kulit

Pada pemeriksaan kulit yang kami lakukan pada Ny. E, terdapat benjolan di bagian lengan atas kanan dan kiri di bagian dalam serta di belakang kepala. Benjolan dapat digerakkan dan tidak membesar.

b) Pendengaran

Kami tidak melakukan pemeriksaan pendengaran secara lengkap terhadap Ny. E. Tetapi dari hasil wawancara yang kami lakukan, kami mendapat kesimpulan bahwa tidak ada kelainan atau gangguan pada fungsi pendengarannya, karena ia pun masih bisa kami ajak mengobrol dengan jelas dan cukup kooperatif.

c) Penglihatan

Untuk pengelihatan, kami juga tidak melakukan banyak pemeriksaan secara lengkap, kami hanya mendapatkan bahwa pada Ny. E terdapat presbiopi (rabun jauh), karena ia kurang dapat membaca tulisan-tulisan yang kecil dengan jarak yang dekat. Tetapi dia bisa membaca dengan bantuan kacamata plus. d) Mulut

Pada pemeriksaan gigi, kami mendapatkan bahwa pada Ny. E terdapat karies pada premolar dextra superior dan molar sinistra superior.

e) Leher

Pada hasil pemeriksaan leher, kami tidak menemukan kelainan apapun, tidak ada pembengkakan kelenjar pada Ny. E. f) Dinding Thorax dan Sistem Kardiovaskular

(22)

Dari hasil pemeriksaan dinding thorax, kelompok kami mendapatkan beberapa keterangan sebagai berikut :

Tabel 1.8 Hasil Pemeriksaan Dinding Thorax dan Sistem Kardiovaskular

Pemeriksaan Hasil

Inspeksi

Gerakan dada kanan kiri simetris, Tidak didapatkan retraksi interkosta, Tidak terlihat

sesak, tidak ada edema.

Palpasi Tidak ada nyeri tekan, Tidak teraba pembesaran organ

Perkusi Didapatkan suara sonor seluruh lapang paru

Auskultasi

Didapatkan suara vesikuler pada seluruh lapang paru, irama jantung yang reguler, tidak terdapat bising pernapasan maupun bising jantung, tidak

ada suara gallop jantung juga.

g) Abdomen

Pada pemeriksaan abdomen, kami tidak menemukan kelainan apapun pada Ny. E.

h) Muskuloskeletal

Pada pemeriksaan ini, didapatkan kelainan pada kaki sebelah kanan & kiri Ny. E berupa kelainan sendi yang menyebabkannya sulit berjalan saat ini sehingga membutuhkan alat bantu berupa tongkat untuk berjalan.

i) Status Mental

Pada pemeriksaan neurologis, kami tidak memeriksa refleks-refleks pada Ny. E. Kami hanya melakukan pemeriksaan status mental pada Ny. E. Dari hasil pemeriksan yang kami dapatkan, kami tidak menemukan tanda-tanda kelainan status mental pada Ny. E dia hanya terlihat sedikit

(23)

sedih, karena kesepian dan merasa tidak mampu melakukan apapun untuk hidupnya sendiri.

3) Pemeriksaan MMSE

Tabel 1.9 Hasil Pemeriksaan MMSE pada Ny. E

Interpretasi Hasil

a) 0-2 kesalahan = baik

b) 3-4 kesalahan = gangguan intelek ringan c) 5-7 kesalahan = gangguan intelek sedang d) 8-10 kesalahan = gangguan intelek berat

Jadi dalam pemeriksaan ini pasien dalam keadaan baik karena bisa menjawab semua pertanyaan dengan benar.

(24)

4) Pemeriksaan GDS

Tabel 1.10 Hasil GDS pada Ny. E

Kuesioner untuk depresi dengan jawaban ya atau tidak. Penilaian untuk jawaban ya bernilai 1 dan jawaban tidak bernilai 0. Dimana hasil jawaban kemudian di jumlah sehingga mendapat hasil yang kemudian digolongkan menjadi tiga kategori tingkat depresi yaitu:

a) Hasil: Normal (score 0) b) depresi ringan score < 5 c) depresi sedang score 5 – 9

(25)

d) depresi berat score ≥ 10

5) Lingkungan Rumah

Ruang Makan Ny. E Dapur Ny. E

Kamar Mandi Ny. E Kamar Tidur Ny. E

Ruang Tamu Ny. E Ruang tengah

sekaligus ruang makan Ny. E

(26)

d. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium, kami hanya mengukur kadar gula darah sewaktu Ny. E. Hasil yang kami dapatkan, gula darah sewaktunya adalah 147 mg/dL itupun karena dia sudah makan pagi dan sudah mengkonsumsi obat glukofance untuk mengobati diabetesnya.

E. Identifikasi masalah

1. Identifikasi Masalah Pada Ny. C

Dari hasil home visit lansia yang kami lakukan, kami mendapatkan bahwa Ny. C menderita penyakit Diabetes Mellitus tipe II, dan hipertensi. Ny. C juga memiliki riwayat keluarga yang mengidap Diabetes Mellitus yaitu ayah, ibu, dan adiknya. Untuk status fungsional Ny. C ini masih cukup baik, karena dia masih dapat mengerjakan pekerjaan rumah sehari-hari seperti memasak, mencuci dan membersihkan rumahnya. Hanya saja, dari hasil wawancara yang kelompok kami lakukan, kami menemukan keluhan dengan penggunaan antihipertensi (captopril) pada Ny. C sehingga dia menjadi jarang mengkonsumsi obat tersebut yang mengakibatkan tekanan darahnya kurang terkontrol. Ny. C juga mengeluhkan pernah terjatuh secara tiba-tiba tanpa didahului oleh pusing atau mata yang berkunang-kunang sebelumnya, ketika dia berdiri terlalu lama.

Untuk status mental dari Ny. C ini kelompok kami dapat menyimpulkan bahawa tidak didapatkan kelainan apapun pada dirinya. Dia juga tergolong lansia yang hidupnya bahagia karena dia ditemani oleh keponakannya Tn. A dirumah dan keponakannya yang lainpun sering berkunjung untuk menjenguknya sehingga dia tidak merasa kesepian di masa tuanya sekarang ini.

2. Identifikasi Masalah Pada Ny. E

Dari hasil home visit yang kami lakukan pada Ny. E, mendapatkan bahwa Ny. E saat ini tinggal seorang diri dirumahnya. Ia tidak menikah

(27)

dan tidak memiliki anak juga. Ia memiliki orang terdekat yaitu Tn. S (tetangganya) yang setiap hari mengiriminya makan. Ny. E menderita diabetes melitus dan hipertensi dan sampai saat ini dia masih mengkonsumsi obat-obatan tersebut secara rutin. Dia mengkonsumsi obat antihipertensi (glukofast) dan metformin untuk mengontrol diabetesnya. Dia mempunyai 2 orang kakak dan 4 orang adik namun semuanya sudah berkeluarga. Kedua orangtuanya memiliki riwayat penyakit jantung dan meninggal karena penyakit jantung tersebut. Kakak pertamanya dan adiknya juga meninggal karena penyakit jantung.

Dari hasil home visit yang kelompok kami lakukan juga, kami mengetahui bahwa Ny. C jarang memeriksakan dirinya ke puskesmas, karena dia agak sulit untuk berjalan, sehingga dia hanya memeriksakan diri jika ada posbindu dari puskesmas yaitu setiap bulan tanggal 17.

Saat ini dia selalu merasa kesepian karena hanya seorang diri dirumah, dia juga mengalami beberapa keterbatasan dalam aktivitasnya sehingga dia hanya dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang ringan seperti menyapu rumah dan mencuci piring. Pekerjaan rumah selebihnya dia dibantu oleh ketua RT dan tetangganya. Untuk makan dia tidak dapat menyiapkan/memasak sendiri, tetapi setiap hari dia dikirimi makanan oleh Tn. S (tetangganya) sehingga dia tetap dapat makan walaupun tidak memasaknya sendiri. Keluarganya saat ini masih memperhatikannya dan memenuhi kebutuhannya, namun jarang mengunjungi dirinya.

(28)

BAB II PEMBAHASAN

A. Diabetes Melitus 1. Definisi

Diabetes Mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. (PERKENI, 2006)

2. Etiologi

Menurut Smeltzer & Bare (2002) DM tipe II disebabkan kegagalan relatif sel β dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glikosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defensiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.

3. Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe II

Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi DM tipe II (Smeltzer & Bare, 2002) antara lain :

a. Kelainan genetik

Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena gen yang mengakibatkan tubuh tak dapat menghasilkan insulin dengan baik.

b. Usia

Umumnya penderita DM tipe II mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis, DM tipe II sering muncul setelah usia 30 tahun ke atas dan pada mereka yang berat badannya berlebihan sehingga tubuhnya tidak peka terhadap insulin.

(29)

c. Gaya hidup stress

Stres kronis cenderung membuat seseorang makan makanan yang manis-manis untuk meningkatkan kadar lemak serotonin otak. Serotonin ini mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi gula dan lemak berbahaya bagj mereka yang beresiko mengidap penyakit DM tipe II.

d. Pola makan yang salah

Pada penderita DM tipe II terjadi obesitas (gemuk berlebihan) yang dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi insulin). Obesitas bukan karena makanan yang manis atau kaya lemak, tetapi lebih disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak, sehingga cadangan gula darah yang disimpan didalam tubuh sangat berlebihan. Sekitar 80% pasien DM tipe II adalah mereka yang tergolong gemuk.

4. Manifestasi Klinik Diabetes Mellitus Tipe II

Gejala klasik DM seperti poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan tidak selalu tampak pada lansia penderita DM karena seiring dengan meningkatnya usia terjadi kenaikan ambang batas ginjal untuk glukosa sehingga glukosa baru dikeluarkan melalui urin bila glukosa darah sudah cukup tinggi. Selain itu, karena mekanisme haus terganggu seiring dengan penuaan, maka polidipsi pun tidak terjadi, sehingga lansia penderita DM mudah mengalami dehidrasi hiperosmolar akibat hiperglikemia berat. DM pada lansia umumnya bersifat asimptomatik, kalaupun ada gejala, seringkali berupa gejala tidak khas seperti kelemahan, letargi, perubahan tingkah laku, menurunnya status kognitif atau kemampuan fungsional (antara lain delirium, demensia, depresi, agitasi, mudah jatuh, dan inkontinensia urin). Inilah yang menyebabkan diagnosis DM pada lansia seringkali agak terlambat.

(30)

Tabel 2.1 Manifestasi Klinik Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Sebelum di Diagnosis Diabetes Mellitus

5. Diagnosis Diabetes Mellitus

Diagnosis DM menurut PERKENI atau yang dianjurkan ADA (American Diabetes Association) adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2 Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus

B. Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai

(31)

tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps,2005).

2. Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

a. Hipertensi primer (esensial) Adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal, Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup + 90% dari kasus hipertensi.

b. Hipertensi sekunder Adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan ini menyangkut + 10% dari kasus-kasus hipertensi.

Berdasarkan bentuknya, hipertensi dibagi 3 yaitu hipertensi diastolic, campuran, dan sistolik.

a. Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik. Biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.

b. Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi) yaitu peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol.

c. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik. Umumnya ditemukan pada usia lanjut.

3. Faktor-faktor Resiko Hipertensi

Berikut adalah beberapa faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya hipertensi :

a. Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah di

(32)

dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur (Julianti, 2005).

b. Jenis kelamin juga sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi dimana pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita mengalami menopause Perbandingan antara pria dan wanita, ternyata wanita lebih banyak menderita hipertensi

c. Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah terjadinya hipertensi hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita memiliki riwayat hipertensi maka sepanjang hidup kita memiliki kemungkinan 25% terkena hipertensi

d. Garam dapur merupakan faktor yang sangat dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan hipertensi yang rendah jika asupan garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadai melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Basha, 2004).Garam mengandung 40% sodium dan 60% klorida. Orang-orang peka sodium lebih mudah meningkat sodium, yang menimbulkan retensi cairan dan peningkatan tekanan darah (Sheps, 2000).Garam berhubungan erat dengan terjadinya tekanan darah tinggi gangguan pembuluh darah ini hampir tidak ditemui pada suku pedalaman yang asupan garamnya rendah. Jika asupan garam kurang dari 3 gram sehari prevalensi

(33)

hipertensi presentasinya rendah, tetapi jika asupan garam 5-15 gram perhari, akan meningkat prevalensinya 15-20% (Wiryowidagdo, 2004).Garam mempunyai sifat menahan air. Mengkonsumsi garam lebih atau makanmakanan yang diasinkan dengan sendirinya akan menaikan tekanan darah. Hindari pemakaian garam yang berkebih atau makanan yang diasinkan. Hal ini tidak berarti menghentikan pemakaian garam sama sekali dalan makanan. Sebaliknya jumlah garam yang dikonsumsi dibatasi.

e. Merokok merupaka salah satu faktor yang dapat diubah, adapun hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan peningkatan tekana darah karena nikotin akan diserap pembulu darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah hingga ke otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin dengan member sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin (Adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembulu darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi.Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokok menggantikan oksigen dalam darah. Hal ini akan menagakibatkan tekana darah karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup kedalam orga dan jaringan tubuh.

f. Aktivitas sangat mempengaruhiterjadinya hipertensi, dimana pada orang yang kuan aktvitas akan cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tingi sehingga otot jantung akan harus bekerja lebih keras pada tiap kontraksi.Makin keras dan sering otot jantung memompa maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.

g. Stress juga sangat erat merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi dimana hubungan antara stress dengan hipertensi diduga

(34)

melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Dunitz, 2001).

4. Etiologi hipertensi

Corwin (2003) menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Maka peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi.

Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme. Namun, peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak meninbulkan hipertensi

Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik ( Amir, 2002)

Peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan Total Periperial Resistence, jantung harus memompa

(35)

secara lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrifi (membesar). Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat sehingga. ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi. kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup.( Hayens, 2003 )

5. Patofisiologi hipertensi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya,

(36)

yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi ( Dekker, 1996 )

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin,2003).

6. Tanda dan Gejala Hipertensi

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus) Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma [peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin]. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi

(37)

sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan

Crowin (2003: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa :Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial,Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi,Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat,Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.

7. Komplikasi Hipertensi

Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma (Corwin, 2003).

Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti, orang bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak (Santoso, 2006).

Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi

(38)

ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan (Corwin, 2003).

Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2003).

Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya kejantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru,kaki dan jaringan lain sering disebut edma.Cairan didalam paru – paru menyebabkan sesak napas,timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema (Corwin, 2003)

Ensefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neronneron disekitarnya kolap dan terjadi koma serta kematian (Corwin, 2003).

(39)

BAB III

USULAN PENATALAKSANAAN

A. Rencana Penatalaksanan Masalah Pada Lansia 1. Penatalaksanaan Secara Umum

a. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Target terapi DM yang dianjurkan adalah HbA1c <7,0% untuk lansia dengan komorbiditas minimal dan <8,0% untuk lansia yang renta, harapan hidup <5 tahun, dan lansia yang berisiko bila dilakukan kontrol gula darah intensif risiko. Namun, rekomendasi target terapi ini tidak mutlak dan perlu disesuaikan secara individual menurut tingkat disabilitas, angka harapan hidup, dan kepatuhan pengobatan. Anjuran terapi DM yang banyak digunakan saat ini adalah sebagaimana dianjurkan dalam guideline konsensus ADA-EASD untuk terapi DM tipe 2. Berdasarkan konsensus ini, terapi DM tipe 2 dibagi menjadi 2 tingkatan.

1) Tingkat 1 : terapi utama yang telah terbukti (well validated core therapies) Intervensi ini merupakan yang paling banyak digunakan dan paling cost effective untuk mencapai target gula darah. Terapi tingkat 1 ini terdiri dari modifikasi gaya hidup (untuk menurunkan berat badan & olah raga), metformin, sulfonilurea, dan insulin. 2) Tingkat 2: terapi yang belum banyak dibuktikan (less well

validated therapies). Intervensi ini terdiri dari pilihan terapi yang berguna pada sebagian orang, tetapi dikelompokkan ke dalam tingkat 2 karena masih terbatasnya pengalaman klinis. Termasuk ke dalam tingkat 2 ini adalah tiazolidindion (pioglitazon) dan Glucagon Like Peptide-1/GLP-1 agonis (exenatide).

Tingkat 1/Langkah 1 (Tier 1/Step 1)

Konsensus ADA-EASD (2008) menganjurkan untuk melakukan intervensi segera setelah pasien terdiagnosis menderita DM. Intervensi awal yang dilakukan adalah kombinasi modifikasi gaya hidup dan

(40)

pemberian metformin. Modifikasi gaya hidup pada lansia penderita DM meliputi menjaga pola makan (diet) yang baik, olah raga dan penurunan berat badan.

1) Modifikasi gaya hidup a) Terapi diet

Terapi diet untuk lansia dapat merupakan sebuah masalah tersendiri karena adanya berbagai keterbatasan, antara lain berupa : keterbatasan finansial, tidak mampu menyediakan bahan makanan karena masalah transportasi/mobilitas, tidak mampu menyiapkan makanan (terutama pada lansia pria tanpa istri), keterbatasan dalam mengikuti instruksi diet karena adanya gangguan fungsi kognitif, berkurangnya pengecapan karena berkurangnya kepekaan dan jumlah reseptor pengecap, meningkatnya kejadian konstipasi pada lansia. Total kalori dan komposisi makanan juga harus diperhitungkan

b) Olah raga

Berikut ini adalah pertimbangan manfaat-risiko olah raga pada lansia.

Tabel 3.1 Peran Olahraga dalam penatalaksanaan DM pada Lansia

Karena pada lansia, seringkali dijumpai juga penyakit penyerta seperti osteoartritis, parkinson, gangguan penglihatan, dan gangguan keseimbangan, maka olah raga sebaiknya dilakukan di lingkungan yang memang dekat, dan jenis olah raga yang dilakukan lebih bersifat isotonik daripada isometrik.

(41)

2) Metformin

Dalam konsensus ADA-EASD (2008), metformin dianjurkan sebagai terapi obat lini pertama untuk semua pasien DM tipe 2 kecuali pada mereka yang punya kontraindikasi terhadap metformin misalnya antara lain gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >133 mmol/L atau 1,5 mg/dL pada pria dan >124 mmol/L atau 1,4 mg/dL pada wanita), gangguan fungsi hati, gagal jantung kongestif, asidosis metabolik, dehidrasi, hipoksia dan pengguna alkohol. Namun, karena kreatinin serum tidak menggambarkan keadaan fungsi ginjal yang sebenarnya pada usia sangat lanjut, maka metformin sama sekali tidak dianjurkan pada lansia >80 tahun. Metformin bermanfaat terhadap sistem kardiovaskular dan mempunyai risiko yang kecil terhadap kejadian hipoglikemia.

Meskipun demikian, penggunaan metformin pada lansia dibatasi oleh adanya efek samping gastrointestinal berupa anoreksia, mual, dan perasaan tidak nyaman pada perut (terjadi pada 30% pasien). Untuk mengurangi kejadian efek samping ini, dapat diberikan dosis awal 500 mg, kemudian ditingkatkan 500 mg/minggu untuk dapat mencapai kadar gula darah yang diinginkan.

Walaupun terapi awal dengan modifikasi gaya hidup dan metformin pada mulanya efektif, hal yang terjadi secara alami pada sebagian besar pasien DM tipe 2 adalah kecenderungan naiknya gula darah seiring dengan berjalannya waktu dengan prevalensi 5-10% per tahun. Sebuah studi UKPDS menyatakan bahwa 50% pasien yang terkontrol dengan obat-obatan tunggal memerlukan penambahan obat kedua setelah 3 tahun; dan setelah 9 tahun, 75% pasien memerlukan terapi multipel untuk mencapai target HbA1C <7%.

Berikut ini adalah faktor yang turut memperburuk kontrol gula darah tersebut :

(42)

a) Penurunan kepatuhan terhadap modifikasi gaya hidup (diet, olah raga, dan usaha menurunkan berat badan) maupun kepatuhan minum obat hipoglikemik.

b) Adanya penyakit lain atau mengkonsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan resistensi insulin, mempengaruhi pelepasan insulin, atau meningkatkan produksi glukosa hati. Hal ini terutama berperanan pada lansia penderita DM yang umumnya mengkonsumsi banyak obat.

c) Progresivitas DM tipe 2 dapat berupa meningkatnya resistensi insulin atau defek sekresi insulin. Konsensus ADA dan EASD menganjurkan pemeriksaan HbA1C setiap 3 bulan serta penambahan obat kedua jika target terapi HbA1C <7% tidak tercapai dengan modifikasi gaya hidup dan metformin (lihat algoritma). Untuk dapat mencapai target HbA1C, diperlukan target kadar gula darah puasa 70-130 mg/dl dan kadar gula postprandial <180 mg/ dL. Untuk pasien DM yang tidak gula darahnya tidak terkendali dengan kombinasi modifikasi gaya hidup dan metformin, ada 4 golongan obat-obatan yang dapat diberikan menurut konsensus ADA-EASD. Obat-obatan ini terdiri dari 2 golongan yaitu terapi tingkat 1/langkah 2 yang terdiri dari sulfoniliurea dan insulin serta terapi tingkat 2 yang terdiri dari tiazolidindion dan agonis Glucagon Like Peptide-1/GLP-1. Di antara semua obat ini, sulfonilurea adalah yang paling cost-effective, sedangkan insulin dianggap sebagai terapi yang paling efektif dalam mencapai target gula darah. Namun, sulfonilurea dan insulin berhubungan dengan risiko hipoglikemia dan peningkatan berat badan.

Tingkat 1/Langkah 2 (Tier 1/Step 2)

1) Sulfonilurea

Sulfonilurea dapat digunakan ketika ada keadaan yang merupakan kontraindikasi untuk metformin, atau digunakan

(43)

sebagai dalam kombinasi dengan metformin jika gula darah target belum tercapai. Sulfonilurea jenis apapun yang digunakan tunggal menyebabkan penurunan HbA1C sebesar 1-2%.

Mekanisme kerja utama sulfonilurea adalah meningkatkan sekresi insulin sel b pankreas. Pada studi UKPDS, tampak tidak ada perbedaan dalam hal efektivitas dan keamanan penggunaan sulfonilurea (klorpropramid, glibenklamid, dan glipizid), tetapi sulfoniliurea generasi kedua dengan masa kerja singkat lebih dipilih untuk lansia dengan DM. Sedangkan klorpropramid dipilih untuk tidak digunakan pada lansia karena masa kerja yang panjang, efek antidiuretik, dan berhubungan dengan hipoglikemia berkepanjangan. Di antara sulfonilrea generasi kedua, glipizid mempunyai risiko hipoglikemia yang paling rendah sehingga merupakan obat terpilih untuk lansia.

Meskipun demikian, semua sulfonilurea dapat menyebabkan hipoglikemia. Oleh karena itu, pemberiannya harus dimulai dengan dosis yang rendah dan ditingkatkan secara bertahap untuk mencapai gula darah target, sembari dilakukan pengawasan untuk mencegah terjadinya efek samping.

2) Insulin

Berdasarkan konsensus ADA-EASD, insulin dapat diberikan bila target gula darah tidak tercapai dengan modifikasi gaya hidup dan pemberian metformin. Selain itu, insulin juga diberikan pada keadaan adanya kondisi akut, seperti sakit berat, keadaan hiperosmolar, ketosis, dan pada pembedahan. Keputusan untuk memulai pemberian insulin dibuat berdasarkan pertimbangan akan kemampuan penderita untuk menyuntikkan sendiri insulin, dan keutuhan fungsi kognitif. Pada lansia yang bergantung pada orang lain untuk memberikan insulin, maka gunakan insulin masa kerja panjang (long-acting) dengan dosis sekali sehari, walaupun ini

(44)

tidak dapat memberikan kontrol gula darah sebaik yang dicapai dengan pemberian insulin basal bolus atau regimen dua kali sehari.

Pada lansia yang hanya menggunakan insulin basal, saatnya pemberian insulin bukan hal yang penting. Jika kontrol gula darah atau glukosa postprandial target tidak tercapai dengan pemberian basal insulin, maka dapat diberikan insulin kerja singkat (short-acting). Namun, pada pemberian bolus insulin short acting, saatnya makan merupakan faktor penting, dan sering menimbulkan masalah pada pasien yang renta yang tidak dapat menyuntikkan insulinnya sendiri.

Dibandingkan dengan insulin jenis lain, insulin analog paling mendekati pola sekresi insulin endogen basal pada orang dewasa sehat. Walaupun demikian, penggunaan insulin berhubungan dengan efek samping peningkatan berat badan dan hipoglikemia. Dari berbagai studi dilaporkan bahwa efek samping hipoglikemia lebih jarang terjadi pada penggunaan analog insulin (detemir dan glargine) dibandingkan NPH. Sementara itu, didapati efek peningkatan berat badan dengan nilai yang sama (+ 3 kg dalam 6 bulan) baik pada golongan analog insulin maupun NPH.

Bila kegagalan sel β pankreas mensekresi insulin sudah demikian parah, diperlukan pemberian insulin untuk kontrol gula darah, sehingga insulin memegang peranan penting dalam tata laksana DM. Lansia merupakan kelompok populasi yang rentan terhadap efek samping hipoglikemia. Oleh sebab itu, diperlukan edukasi bagi lansia dan pengasuhnya tentang pengenalan gejala hipoglikemia dan penanganannya.

Tingkat 2 (Tier 2)

Obat-obatan pada terapi tingkat 2 belum banyak dibuktikan secara klinis seperti yang digunakan pada terapi tingkat 1, sehingga penggunaannya masih terbatas, termasuk pada lansia. Berikut ini

(45)

sedikit pembahasan mengenai obat-obat yang digunakan pada terapi tingkat 2.

1) Tiazolidindion

Tiazolidindion merupakan kelompok obat yang dapat memperbaiki kontrol gula darah dengan meningkatkan kepekaan jaringan perifer terhadap insulin. Penggunaan tiazolidindion (pioglitazon dan rosiglitazon) sebagai monoterapi menyebabkan penurunan HbA1C sebesar 0,5-1,4%. Pada berbagai studi klinis didapatkan bahwa kontrol gula darah dengan rosiglitazon lebih lama dibandingkan dengan metformin.

Tidak seperti obat DM lainnya, tiazolidindion memperbaiki berbagai marker fungsi sel β pankreas yang antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya sekresi insulin selama 6 bulan. Namun, efek ini hanya sementara, setelah 6 bulan terapi dengan tiazolidindion, terjadi penurunan fungsi sel β pankreas.

Di luar manfaat tersebut, tiazolidindion mempunyai beberapa efek samping, antara lain peningkatan berat badan dan edema yang terkait dengan risiko kardiovaskular. Studi menunjukkan bahwa risiko gagal jantung meningkat sebesar 1,2-2 kali lipat pada penggunaan tiazolidindion dibandingkan obat hipoglikemik lain. Gagal jantung terjadi pada median terapi selama 6 bulan, baik pada dosis tinggi maupun rendah, dan ini terutama terjadi pada lansia.

Baik pioglitazon maupun rosiglitazon berisiko menimbulkan gagal jantung. Bahkan rosiglitazon juga berisiko memicu kejadian iskemia miokard (peningkatan risiko relatif 40%) sehingga konsensus ADA/EASD (2008) tidak menganjurkan rosiglitazon untuk terapi DM tipe 2. Berbeda dengan rosiglitazon, pioglitazon dapat mengurangi kejadian kardiovaskular karena pioglitazon dapat memperbaiki profil lipid aterogenik.

Efek samping lain dari tiazolidindion adalah meningkatnya risiko fraktur >2 kali lipat, terutama pada panggul. Efek samping ini dapat terjadi setelah penggunaan tiazolidindion 12-18 bulan.

(46)

Risiko fraktur ini sama baik dengan dosis tinggi maupun rendah, pada pasien lansia maupun nonlansia, dan pada pria maupun wanita.

2) Agonis GLP-1

Sistem gastrointestinal memegang peranan penting dalam homeostasis glukosa. Hal ini terlihat berupa lebih banyaknya respons insulinotropik pada pemberian nutrisi per oral dibandingkan pada pemberian glukosa intravena. Yang berperanan dalam hal ini adalah hormon inkretin yang terdiri dari GLP-1 dan Glucose-dependent Insulinotropic Poplypeptide/GIP). Pada pasien DM tipe 2, sekresi GIP setelah makan hanya sedikit terganggu, sementara sekresi 1 terganggu secara nyata. Pemberian GLP-1 parenteral meningkatkan sekresi insulin secara dose-dependent dan juga menurunkan sekresi glukagon, sehingga menurunkan kadar gula darah puasa dan postprandial. Hal ini tidak terjadi pada pemberian GIP parenteral. Sayangnya GLP-1 cepat didegradasi oleh enzim DPP-4. Untuk mengatasi hal ini, saat ini dikembangkan agonis reseptor GLP-1 yang memperpanjang masa kerja GLP-1 endogen dan melawan efek enzim DPP-4. Pemberian agonis reseptor GLP-1 akan meningkatkan aksi kerja GLP-1 (menurunkan kadar gula darah, mengurangi sekresi glukagon, menurunkan berat badan, menimbulkan rasa cepat kenyang, memperlambat pengosongan lambung).

Walaupun tidak digunakan sebagai monoterapi dalam tata laksana DM tipe 2, beberapa uji klinis menunjukkan bahwa pada penggunaan agonis reseptor GLP-1 terjadi penurunan HbA1C sebesar 0,5-1,5 %.

Penggunaan obat golongan tingkat 2 berdasarkan konsensus ADA-EASD tampaknya menjanjikan untuk tata laksana DM, namun masih terbatasnya penelitian dan pengalaman klinis terhadap obat-obatan tersebut menyebabkan penggunaannya masih

(47)

terbatas. Oleh sebab itu, kelompok obat ini belum dianjurkan untuk digunakan pada lansia.

3) Obat-obatan lain

Dalam konsensus ADA-EASD, sekelompok obat yang dalam penelitian terlihat kurang efektif dalam menurunkan kadar gula darah berikut dimasukkan dalam kelompok obat-obatan lain. Kelompok ini juga belum banyak diteliti dan harganya lebih mahal. Termasuk dalam kelompok ini penghambat a-glukosidase, glinid, pramlintide, penghambat DPP-4.

b. Penatalaksanaan Hipertensi

Banyak penelitian menunjukkan bahwa pentingnya terapi hipertensi pada lanjut usia; dimana terjadi penurunan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Sebelum diberikan pengobatan, pemeriksaan tekanan darah pada lanjut usia hendaknya dengan perhatian khusus, mengingat beberapa orang lanjut usia menunjukkan pseudohipertensi (pembacaan spigmomanometer tinggi palsu) akibat kekakuan pembuluh darah yang berat. Khususnya pada perempuan sering ditemukan hipertensi jas putih dan sangat bervariasinya TDS.

1) Sasaran tekanan darah

Pada hipertensi lanjut usia, penurunan TDD hendaknya mempertimbangkan aliran darah ke otak, jantung dan ginjal. Sasaran yang diajukan pada JNCVI dimana pengendalian tekanan darah (TDS <140 mmHg dan TDD <90mmHg) tampaknya terlalu ketat untuk penderita lanjut usia. Sys-Eur trial merekomendasikan penurunan TDS < 160 mmHg sebagai sasaran intermediet tekanan darah, atau penurunan sebanyak 20 mmHg dari tekanan darah awal.

Gambar

Tabel 1.1 status fungsional Ny. C
Tabel 1.2 daftar aktivitas Ny. C dan skalanya
Tabel 1.3 Hasil Pemeriksaan Tanda-tanda vital pada Ny. C
Tabel 1.4 Hasil Pemeriksaan MMSE pada Ny. C
+7

Referensi

Dokumen terkait

 The leader of KM initiative in Indonesian HE is academic library, especially when it supports Open Access Institutional Repository (OAIR) known as green roads movement that is

 Menanya tentang hal-hal yang berkaitan dengan cara mengidentifikasi kekurangan teks eksplanasi (struktur dan ciri-ciri bahasa) Mengeksplorasikan.  Membaca teks hasil observasi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pemberian modul pembelajaran tematik berbasis qur’an dan hadist dengan buku paket tematik terhadap

1 Lakukan salah satu dari yang berikut: Panduan Pengguna: Versi Lengkap berisi petunjuk penggunaan printer dan informasi lain seperti: · Cara menggunakan perangkat lunak (pada

Semangat kemajuan dalam bidang pendidikan untuk mencerdaskan perempuan Minangkabau di awal abad XX semakin meluas dengan berdirinya sekolah-sekolah khusus perempuan

Pengaruh Komitmen Dan Persepsi Kepala Sekolah Tentang Perilaku Kepemimpinan Kepala Upt Terhadap Kinerja Kepala Sdn Di Kecamatan Gununghalu.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Yang saya ingin Anda lakukan adalah menciptakan cerita baru yang dibingkai dengan cara pandang dari komunitas yang tidak tercapai.. SEMOGA ANDA MENIKMATI AQUARIUS

Sultan Mahmud Badaruddin II: handbook Museum, 2008 says that Museum is not just to save ancient objects, but also an institution to care for things,