• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Pendehuluan Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Asma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Pendehuluan Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Asma"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDEHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN DENGAN

ASMA BRONKIAL DI RUANG IGD RS DR. MOCH. ANSHARI SALEH

BANJARMASIN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Kegawatdaruratan

Dibuat oleh: Nanda Fajar Rezki

P07120214068

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

JURUSAN KEPERAWATAN BANJARBARU

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Nanda Fajar Rezki NIM : P07120214068

Judu : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Asma Bronkial

Tempat : RSUD Dr. Moch. Anshari Saleh

Mengetahui

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(3)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ASMA BRONKIAL DI RUANGAN IGD RSUD

DR. MOHC. ANSHARI SALEH BANJARMASIN

A. Konsep Dasar 1. Deskripsi

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten ,reversible dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.(Brunner&Suddarth, 2001)

Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan .Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran nafas secara periodik dan reversible akibat bronkospasme. Penyempitan jalan nafas ini disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa dan hipersekresi mukus yang kental.(Silvia.A,1995).

2. Patofisiologi

a. Asma bronchiale tipe atopik (ekstrinsik)

Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat pemaparan allergen. Alergen yang masuk tubih melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya akan merangsang pembentukan IgE.

IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basifil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil ,makrofag dan trombosit juga memiliki resepotor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orangyang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala.Orang tersebut sudah dianggap desentisasi atau baru menjadi rentan.

(4)

Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan allergen yang sama ,allergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil.Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.

Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel .Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul(preformed ) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologic,yaitu histamin, Eosinofil Chemotactic Factor A(ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.

Hiperaktifitas bronkus yaitu brokus yang mudah sekali mengkerut ( konstriksi) bila terpapar dengan bahan/ faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya polusi, asap rokok/ dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang berupa iritan maupun bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa hiperaktifitas bronkus disebabakan oleh inflamasi brponkus yang kronik.Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilaas bronkus pasien asma bronchiale sebagai bronchitis kronik eosinofilik.Hiperreaktifitas berhubungan dengan derajat berat penyakit.

Berdasarkan hal tersebut diatas penyakit asma dianggap secara klinik sebagai penyakit bronkospasme yang reversible, secara patofisiologik sebagai suatu hiperreaksi bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.

Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya ,infiltrasi sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus diatasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi . Ditemukan pula pada pasien asma bronchiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkus.

(5)

Akibat dari bronkospasme, oedema mukosa dan dinding bronkus serta hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak ,nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.

Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang HPA axis.HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno corticotropik hormone (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA) .Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkus sehingga menimbulkan asma bronkiale.

b. Asma bronchiale tipe non atopik (intrisik)

Asma non alergik (asma intrinsik ) terjadi bukan karena pemaparan allergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas ,olah raga atau kegiatan jasmani yang berat ,serta tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat ganguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blockade adrenergic beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa.Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergic alfa diduga meningkat yang mengakibatkan bronkokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas. c. Asma bronchiale campuran (mixed)

Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik

Secara singkat patofisilogi asma bronchiale sampai menimbulkan masalah keperawatan dapat digambarkan sebagai berikut

(6)

Kontak terhadap tubuh

Pembentukan antibody(IgE)

Kurang Informasi

Ikatan antigen & antibody

Menyerang sel-sel mast dalam paru

Pelepasan mediator (histamine, bradikinin, Prostaglandin serta anafilaksis SRS-A)

Mempengaruhi otot polos & kelenjar jalan nafas

Pembengkakan membrane Bronkospasme Pembentukan mukus mukosa yangbanyak Penyebab: -Alergen -Non allergen/idiopatik: Common cold,infeksi traktus respiratorius,emosi, latihan, dehidrasi,iritan non spesifik -Hipersensitif terhadap penisilin Kurang pengetahuan Bersihan jalan nafas tidak efektif Resiko tinggi infeksi

(7)

Penyempitan jalan nafas

Sesak nafas Expirasi lebih panjang Ketidaksamaan ventilasi danperfusi

dari inspirasi

usah makan

Usaha nafas meningkat

Pemakaian energy meningkat

Kelemahan fisik

3. Penatalaksanaan

Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah : 1) Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.

2) Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma

3) Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Gangguan istirahat dan tidur Pola nafas

tidak efektif Kerusakan pertukaran gas

Cemas

Intoleransi aktivitas

(8)

penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya

sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu: 1) Pengobatan non farmakologik:

Memberikan penyuluhan Menghindari faktor pencetus Pemberian cairan

Fisiotherapy Beri O2 bila perlu.

2) Pengobatan farmakologik :

Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :

a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin) Nama obat : Orsiprenalin (Alupent)

Fenoterol (berotec) Terbutalin (bricasma)

Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.

b. Santin (teofilin) Nama obat :

Aminofilin (Amicam supp) Aminofilin (Euphilin Retard) Teofilin (Amilex)

(9)

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.

Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).

Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anakanak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.

Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.

B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut: a. Riwayat kesehatan yang lalu:

1) Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya 2) Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor

lingkungan.

3) Kaji riwayat pekerjaan pasien. b. Aktivitas

(10)

2) Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan

3) ktivitas sehari-hari.

4) Tidur dalam posisi duduk tinggi. c. Pernapasan

1) Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan. 2) Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur. 3) Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu,

melebarkan 4) hidung.

5) Adanya bunyi napas mengi, Adanya batuk berulang.

d. Sirkulasi

1) danya peningkatan tekanan darah. 2) Adanya peningkatan frekuensi jantung.

3) Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis, 4) Kemerahan atau berkeringat.

e. Integritas ego

Ansietas, Ketakutan, Peka rangsangan, Gelisah f. Asupan nutrisi

1) Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan. 2) Penurunan berat badan karena anoreksia.

g. Hubungan sosal

1) Keterbatasan mobilitas fisik.

2) Susah bicara atau bicara terbata-bata. 3) Adanya ketergantungan pada orang lain. h. Seksualitas

(11)

2. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sekret b. Kerusakan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi c. Pola nafas tak efektif b/d bronkospasme

d. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik e. Cemas b/d kesukaran bernapas

f. Gangguan istirahat dan tidur b/d sesak nafas g. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi

(12)

Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa keperawatan

Tujuan Rencana tindakan Rasionalisasi

1. Ketidakefektifa n bersihan jalan napas b/d penumpukan sekret Setelah diberi tindakan perawatan selama 3x 24 jam jalan nafas pasien efektif ,dengan KE: -Bunyi jalan nafas bersih/jelas -Pasien bisa batuk efektif dan mengeluarkan sekret 1. Auskultasi bunyi nafas ,catat adanya bunyi mengi, ronkhi 2. Pantau frekuensi

pernafasan.catat rasio inspirasi/ expirasi

3. Beri posisi nyaman, misal:peninggian kepala tempat tidur,duduk pada sandaran tempat tidur

4. Beri pasien 6-8 gelas /hari kecuali ada indikasi lain

5. Ajarkan dan berikan dorongan

penggunaan teknik pernafasan

diafragma dan batuk 6. Lakukan drainage

postural dengan perkusi dan fibrasi pada pagi dan malam sesuai yang diharuskan

7. Instruksikan pasien menghindari iritan seperti asap , asap rokok, aerosol, cuaca dingin 8. Beri bronkodilator sesuai therapi 1. Mengetahui luasnya obstruksi oleh mucus 2. Mengetahui tanda stress pernafasan 3. Sekresi bergerak sesuai gaya gravitasi akibat perubahan posisi dan meningkatkan kepala tempat tidur akan memindahkan isi perut menjauhi diafragma sehingga memungkinkan diafragma untuk berkontraks 4. Mengencerkan sekret. 5. Mengeluarkan sekret dan meningkatkan patensi jalan nafas 6. Merontokkan sekret agar mudah dikeluarkan 7. Tidak merangsang pembentukan

(13)

mukus lagi 8. Memfasilitasi pergerakan sekret. 2. Kerusakan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi Setelah diberi tindakan perawatan selama 3x24 jam terjadi perbaikan dalam pertukaran gas dengan KE: -AGD dalam rentang normal -Gejala disstres pernafasan tidak ada -Tanda –tanda vital dalam batas normal -Gelisah tidak ada 1. Observasi frekuensi, kedalaman pernafasan,catat penggunaan otot bantu nafas,nafas bibir,ketidakmampu an bicara/ berbincang 2. Observasi tingkat kesadaran 3. Monitor AGD 4. Atur pemberian oksigen 5. Beri posisi duduk(fowler) 6. Dorong nafas dalam

perlahan atau nafas bibir sesuai

kemampuan 7. Beri bronkodilator

sesuai therapy 8. Observasi tanda

vital, dan warna membrane mukosa kulit

9. Kolaboratif tindakan intubasi dan ventilasi mekanik bila perlu

1. Mengetahui adekuatnya jalan nafas dan meningkatnya kerja pernafasan 2. Mengetahui indikasi hipoksia 3. Menentukan keseimbangan asam basa ,dan kebutuhan oksigen 4. Menambah suplai O2 sehingga meningkatkan pertukaran gas 5. Mengoptimalka n kontraksi diafragma 6. Memfasilitasi pernafasan yang dalam sehingga O2 yang masuk lebih banyak 7. Meningkatkan diameter jalan nafas sehingga mengurangi kerja pernafasan 8. Mengetahui adekuatnya suplai O2 ke paru-paru dan jaringan 9. Mempertahanka

(14)

n suplai O2 saat terjadi gagal nafas

3. Pola nafas tidak efektif b/d bronkospasme Setelah diberi tindakan perawatan selama 3x24 jam pola nafas pasien efektif, dengan KE: -Tanda-tanda vital dalam batas normal -Tidak terjadi sianosis dan tanda hipoksia -Bunyi nafas bersih 1. Observasi perubahan pada RR dan dalamnya pernafasan 2. Atur pemberian oksigen

3. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai

kemampuan 4. Beri bronkodilator

sesuai therapy 5. Observasi tanda

vital, dan warna membrane mukosa kulit 6. Beri posisi duduk(fowler) 1. Menentukan adekuatnya pola nafas yang berefek pada suplai O2 yang masuk 2. Suplai O2 yang cukup akan mengurangi kerja pernafasan 3. Memfasilitasi pernafasan yang dalam sehingga O2 yang masuk lebih banyak 4. Meningkatkan diameter jalan nafas sehingga mengurangi kerja pernafasan 5. Mengetahui adekuatnya suplai O2 ke paru-paru dan jaringan 6. Mengoptimalka n kontraksi diafragma

(15)

4. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik Setelah diberi tindakan perawatan selama 3x24 jam pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas, dengan KE: -Pasien dapat dan mau melakukan aktivitas sesuai kemampuannya -Tanda tanda vital dalam batas normal 1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas 2. Catat adanya dispnea, peningkatan kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas. 3. Berikan kepada pasien aktivitas sesuai kemampuannya 4. Pertahankan obyek yang digunakan pasien agar mudah terjangkau

5. Bantu pasien

melakukan aktivitas dengan melibatkan keluarga

6. Observasi vital sign

1. Menentukan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas 2. Menentukan periode istirahat pasien dan aktivitas yang menimbulkan kelelahan pasien. 3. Memenuhi kebutuhan pasien tanpa menimbulkan kelelahan 4. Memudahkan pasien dalam penggunaan sehingga mengurangi penggunaan O2 5. Semua kebutuhan pasien dapat terpenuhi 6. Tanda vital yang normal mendukung pasien untuk beraktivitas

(16)

5. Cemas b/d kesukaran bernapas Setelah diberi tindakan perawatan 2x 30 menit rasa cemas pasien berkurang dengan, KE : -Pasien mengatakan sudah bisa bernafas -Pasien mengatakan merasa nyaman -Pasien tidak gelisah dan merasa aman

1. Kaji tingkat cemas pasien(ringan

,sedang, berat,panik) 2. Bantu pasien

menggunakan koping yang efekti 3. Berikan informasi

tentang tindakan dan prosedur therapy yang dilakukan 4. Tetap disamping 5. pasien selama fase

akut 6. Batasi pengunjung bila perlu 1. Petunjuk intervensi yang terapeutik 2. Bisa menghilangkan cemas ,membantu pasien menggunakan pikiran yang sehat kedepan. 3. Pengetahuan meningkat akan 4. mengurangi cemas 5. Pasien merasa aman dan mengurangi ketakutan 6. Membantu mengurangi rasa cemas 6. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d susah makan Setelah diberikan tindakan perawatan 1x 24 jam pasien tidak mengalami perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan KE: -Pasien mau makan -Sesak nafas dan batuk berkurang 1. Lakukan prosedur terapi sesuai advis 2. Beri informasi tentang pentingnya nutrisi untuk pemulihan 3. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien makan 4. Beri diet lunak

TKTP 1. Sesak dan produksi mukus berkurang 2. Pasien termotivasi untuk mau makan 3. Kebutuhan pasien akan nutrisi terpenuhi 4. Makanan mudah dicerna dan kebutuhan kalori terpenuhi

(17)

-Pasien tahu pentingnya nutrisi untuk pemulihan 7. Gangguan istirahat dan tidur b/d sesak nafas Setelah diberikan tindakan perawatan 2x 24 jam kebutuhan istirahat dan tidur pasien terpenuhi dengan KE : -Pasien mengatakan sudah dapat tidur -Pasien mengatakan sesak berkurang -Retraksi otot dada berkurang -RR 16- 24 x/ menit 1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan batasi pengunjung 2. Beri KIE pentingnya

tidur untuk pemulihan

3. Delegatif pemberian teraphy sesuai dosis 4. Delegatif pemberian O2 5. Libatkan satu anggota keluarga untuk menemani 1. Suasana tenang dan pemakaian O2 ruangan tidak berbagi sehingga pasien bisa istirahat 2. Pasien mau untuk istirahat dan tidur 3. Melonggarkan

jalan nafas dan sesak berkurang 4. Suplai O2 meningkat sehingga sesak berkurang 5. Pasien merasa aman sehingga bisa istirahat dengan tenang

(18)

8. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi Setelah diberikan tindakan perawatan 2 x 30 menit pengetahuan pasien bertambah dengan KE : -Pasien tahu tentang penyakitnya -Pasien tahu penyebab/ pencetus penyakit -Pasien tahu cara menghindari kekambuhan

1. Beri KIE tentang pengertian dan penyebab / pencetus dari penyakit

2. Beri KIE cara menghindari kekambuhan

seperti:menghindari cuaca dingin dan debu, memakai baju penghangat dan masker hidung, mengurangi aktivitas / latihan berlebih. 3. Beri KIE untuk

kontrol ulang penyakitnya

1. Pasien tahu tentang sakitnya dan tahu faktor penyebab / pencetus penyakit

2. Pasien tahu dan bisa menghindari faktor pencetus kambuh 3. Pasien tahu perkembangan penyakit sehingga resiko kambuh berkurang 9. Resiko tinggi infeksi b/d peningkatan produksi mukus Setelah diberi tindakan perawatan 3 x 24 jam pasien tidak mengalami infeksi dengan KE: -Batuk dan dahak berkurang -Tidak ada dahak purulen - Vital sign dalam batas normal

1. Kaji batuk dan pengeluaran dahak selama 24 jam 2. Observasi perubahan

warna dahak 3. Cek vital sign 4. Anjurkan minum air

putih 2-3 liter/ hari 5. Delegatif pemberian antibiotika 1. Mengetahui pengurangan produksi mucus 2. Dahak purulen tanda infeksi 3. Mengetahui tanda- tanda infeksi 4. Dahak encer sehingga mudah keluar 5. Kuman penyakit tidak bisa berkembang biak sehingga tidak terjadi infeksi.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer Arif ,dkk (2000) . Kapita Selekta Kedokteran

Ed.3 Jilid 1.Jakarta : Media Aesculapius.

Lynda Juall Carpenito ,(1998). Diagnosa Keperawatan

Ed. 6. Jakarta : EGC

Brunner &Suddarth ,(2001) Keperawatan Medikal

Bedah . Ed 8. Jakarta : EGC

Silvia A Price ,(1995) . Konsep Klinis Proses- Proses

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Tesis ini membahas analisis yuridis-sosiologis terhadap pelanggaran izin pengangkutan bahan bakar minyak oleh motor bandong (studi kasus di Kabupaten Sintang).

Dapatan kajian menunjukkan tahap kesediaan pelatih ILP dengan teori dan kemahiran sebelum menjalani latihan sambil kerja (OJT) selama 6 bulan di sesebuah organisasi

Berdasarkan hasil dari simulasi pada plant TWPT, kontroler hasil desain mampu menjaga kestabilan pada sudut 0 radian dan dapat melakukan pergerakan ( steering

Dari hasil pengujian bahan seperti tersebut di atas bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi persyaratan sebagai bahan peneliti. an. Hasil

Demikian surat kewenangan ini agar dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.. Yang Diberikan Kewenangan Dian Nurjanah NIP

Nama Dokter yang tidak kerjasama dengan Allianz dalam pelayanan Rawat Jalan dan Rawat Inap : 1. Sudarto

Setelah nilai kecocokan diperoleh maka aplikasi ini akan menghitung nilai total integral dari setiap penyakit yang terpilih kemudian akan dilakukan proses perankingan dan nilai

Pada penelitian ini telah dilakukan analisis gugus fungsi menggunakan spektroskopi FTIR untuk sampel α-selulosa dan nanokristal selulosa yang diisolasi dari pelepah nipah pada