• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang dikemukakan oleh Barthes (via Faruk, 2012:82) bahwa karya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang dikemukakan oleh Barthes (via Faruk, 2012:82) bahwa karya"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pradopo (2012:121) mengatakan bahwa karya sastra merupakan sistem tanda yang memiliki makna dan mempergunakan medium bahasa. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Barthes (via Faruk, 2012:82) bahwa karya sastra sebagai second order semiotic system berada di atas bahasa sebagai primary semiotic system. Hal ini karena karya sastra merupakan sistem tanda yang ditentukan berdasarkan konvensi sastra sehingga kedudukannya lebih tinggi dari bahasa (Pradopo, 2012:122).

Salah satu genre karya sastra adalah puisi. O’Neill (1915:381) mengatakan bahwa, “Puisi adalah bahasa yang timbul dari sebuah keinginan besar dan imajinasi yang mewakili diri mereka di bawah kendali hukum keindahannya.” Imajinasi yang dimaksud dalam definisi tersebut diperjelas kembali oleh Hazlitt (1915:385) yaitu, kemampuan menghadirkan sebuah objek bukan dalam bentuk sesungguhnya, tetapi diungkapkan melalui pemikiran dan perasaan yang dimasukkan ke dalam variasi bentuk dan adanya kombinasi kekuatan. Definisi O’Neill mengarah pada pendapat Coleridge (via Pradopo, 2012:6) bahwa puisi didefinisikan sebagai kata-kata yang indah tersusun di atas susunan terindah. Hal ini karena bahasa yang digunakan di dalam puisi berbeda dari bahasa yang digunakan pada umumnya (Riffaterre, 1978:1). Dengan demikian, dapat dipadukan bahwa puisi adalah pengekspresian pemikiran yang membangkitkan perasaan dan merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama (Pradopo, 2012:7).

(2)

Puisi menyajikan tatanan artistik yang memberikan kontribusi bagi terciptanya makna tidak langsung dengan muatan pesan yang tersamar (Siswantoro, 2010:25). Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh seorang penyair terkemuka asal Palestina di dunia Arab, yaitu Maḥmūd Darwīsy. Ia sangat memperhatikan keteraturan dan pengekspresian melalui kosa kata puitis dan perumpamaan di dalam puisinya (Shehadeh dan Darwīsy, 2002:54). Misalnya kosa kata yang berkaitan erat dengan fenomena alam seperti, pegunungan, pepohonan, bunga-bunga, bebuahan, dan obat-obatan berupa zaitun dan thyme (Barakat, 2012:78). Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar puisi yang ditulis oleh Maḥmūd Darwīsy berbicara persoalan tanah air (Kuncahyono, 2014:103).

Maḥmūd Darwīsy banyak menggambarkan kesengsaraan warga Palestina atas ketidakjelasan identitas mereka sebagai bentuk protes kekejaman Israel (Kuncahyono, 2014:102). Contohnya adalah invasi yang dilakukan oleh Israel ke wilayah-wilayah Palestina, setidaknya telah menyebabkan warga Palestina melakukan eksodus dalam empat tahap sejak tahun 1947-1949 ke negara Lebanon, Suriah, Yordania, dan Mesir (Mattar, 2005:154-157). Akibatnya penduduk Palestina tersebar di beberapa negara sekitar Palestina. Hal ini diperkuat dengan adanya keterangan mengenai populasi Palestina yang terdaftar dalam program penyaluran makanan gratis bahwa terdapat sekitar 430.000 warga Palestina yang tinggal di kamp-kamp pengungsian dan 250.000 mencari akomodasi melalui koneksi kerabat mereka pada akhir tahun 1949 (Smith, 1986:93).

Salah satu peristiwa tersebut diabadikan oleh Maḥmūd Darwīsy dalam puisi “Ṭarīqu Dimasyqa” dalam antologi al-A‘mālu al-Aulā. Puisi tersebut menceritakan

(3)

tentang kisah perjalanan tokoh Aku dalam puisi bersama rakyat Palestina, yang melarikan diri bersama ke kota Damaskus hingga akhirnya kembali ke Palestina untuk kembali memperjuangkan tanah Palestina. Hal ini dilakukan sebagai tindak upaya mereka untuk menyelamatkan diri dari serangan zionis Israel sekaligus memohon simpati dari kota Damaskus untuk menerima mereka sebagai pengungsi. Pada akhirnya kota Damaskus menyediakan kamp-kamp pengungsian bagi para rakyat Palestina agar mereka tetap dapat hidup dengan layak dan memperjuangkan tanah Palestina bersama-sama karena mereka berasal dari satu tanah Arab.

Puisi Ṭarīqu Dimasyqa dipilih menjadi objek penelitian disebabkan terdapat tanda-tanda yang memiliki makna di dalamnya. Tanda-tanda yang terlihat dari puisi Ṭarīqu Dimasyqa di antaranya ialah kata yang berhubungan dengan warna seperti, aḥmaru ‘merah’, al-burtuqālī ‘kuning’, akhḍaru ‘hijau’, aṣfaru ‘kuning’. Selain itu, macam-macam kata yang berhubungan dengan ungkapan romantisme seperti, qublatu as-saifi ‘ciuman pedang’, ṭaʽnatu al-wardi ‘tikaman mawar’. Kemudian istilah yang biasa digunakan dalam kemiliteran seperti, sāʽatu aṣ-ṣifri ‘jam Nol’, dan Baradā ‘Sungai Barada’. Oleh karena itu, puisi Ṭarīqu Dimasyqa akan diteliti dengan menggunakan analisis semiotik Riffaterre untuk lebih memahami makna yang terkandung di dalamnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah makna yang terkandung dalam puisi “Ṭarīqu Dimasyqa” dalam antologi al-A‘mālu al-Aulā karya Maḥmūd Darwīsy.

(4)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan makna yang terkandung di dalam puisi “Ṭarīqu Dimasyqa” dalam antologi al-A‘mālu al-Aulā karya Maḥmūd Darwīsy.

1.4 Tinjauan Pustaka

Sejauh pengamatan penulis, penelitian terhadap karya-karya Maḥmūd Darwīsy di antaranya sebagai berikut.

Sebuah artikel berjudul “Ilā Al-Gāˊibi Al-Ḥāḍiri.. Maḥmūd Darwīsy fī Asy-Syām Yabtadiˊu Az-Zamānu ‘Arabiyyu wa Yanṭafiˊu Az-Zamānu Al-Hamajiyyu” yang ditulis oleh Fātin Daʽbūl (2012) memuat puisi-puisi Maḥmūd Darwīsy yang merupakan satu lingkup dari tema refleksi perjalanan Maḥmūd Darwīsy di negeri Syam sebagai salah satu sarana pengekspresian penyair pada saat konflik Israel - Palestina menyeruak. Pada artikel ini, belum ditemukan adanya penjelasan secara rinci menggunakan analisis semiotik pada masing-masing kutipan puisi di dalamnya.

Aaisyah (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Makna Puisi 'Risālatun min al-Manfā” dalam antologi Aurāqu az-Zaitūn karya Maḥmūd Darwīsy: Analisis Semiotik” menyimpulkan bahwa kehidupan orang-orang Palestina di tempat pembuangan seperti orang yang telah mati dan tidak berharga sama sekali. Mereka tidak mendapatkan hak-hak mereka sebagaimana manusia yang semestinya. Mereka tidak dapat bergerak, berbicara dan berkomunikasi dengan keluarga, atau melakukan aktivitas lainnya. Mereka juga diperlakukan sebagaimana benda mati.

(5)

Mereka hanya dapat mencurahkan segala derita ke dalam lembaran-lembaran buku tulis layaknya menulis surat. Meskipun demikian, mereka selalu mengatakan bahwa mereka dalam keadaan baik agar keluarga mereka tidak khawatir.

Andriani (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Makna Puisi “Ᾱsyiqun Min Filasṭīna” dalam Antologi al-A‘mālu al-Aulā karya Maḥmūd Darwīsy: Analisis Semiotik” menyimpulkan bahwa di dalam puisi tersebut menggambarkan kecintaan dan kerinduan rakyat Palestina terhadap negerinya serta penggambaran kesedihan dan kesengsaraan yang dialami mereka akibat penjajahan Israel. Rasa cinta dan rindu yang mereka rasakan adalah bentuk harapan untuk dapat kembali ke tanah air mereka dengan kehidupan yang tenang dan damai, sedangkan kesedihan dan kesengsaraan harus mereka alami akibat pengambilan paksa kewarganegaraan mereka. Meskipun demikian, kegagalan yang mereka alami tidak membuat mereka patah semangat untuk terus berjuang merebut kembali tanah mereka, Palestina.

Musthafa (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Makna Puisi “Lāʽibu an-Nardi” dalam antologi Lā Urīdu li Hāżihi al-Qaṣīdati an Tantahiya karya Maḥmūd Darwīsy: Analisis Semiotik”. Musthafa menyimpulkan bahwa puisi tersebut menggambarkan eksistensi rakyat Palestina di negaranya. Upaya eksistensi tersebut, mereka mengugat Israel dengan melakukan perlawanan, baik secara diplomasi maupun kekerasan.

Rama (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Makna Puisi “Al-Mazāmīru Aṡ-Ṡānī” dalam antologi Uḥibbuki Au La Uḥibbuki: Analisis Semiotik” menyimpulkan bahwa identitas rakyat Palestina di bawah penjajahan Israel telah

(6)

membuat kehidupan mereka terkekang sebagai pemilik sah tanah air Palestina, rakyat. Palestina berjuang dengan berbagai cara agar dapat merebut kembali Palestina. Salah satunya dengan memalsukan identitas diri agar mendapatkan kebebasan dan taraf kehidupan yang lebih layak. Akan tetapi, segala upaya belum tercapai karena selalu dihalangi oleh zionis Israel dimulai dari peperangan hingga pembantaian yang terus-menerus dilakukan sebagai upaya perebutan tanah Palestina demi mendapatkan hak untuk tinggal.

Adapun puisi “Ṭarīqu Dimasyqa” dalam antologi Al-A‘mālu Al-Aulā karya Maḥmūd Darwīsy belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya menggunakan analisis semiotik Riffaterre dan akan dijelaskan secara mendalam untuk mengungkapkan makna di setiap tanda yang terkandung di dalam puisi tersebut. 1.5 Landasan Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotik. Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda-tanda. Tanda dapat berupa sebuah kata atau frasa yang berhubungan dengan arti puisi (Riffaterre, 1978:23). Tanda-tanda dalam puisi memiliki dua prinsip, yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda adalah sesuatu yang menandai dan petanda adalah arti dari tanda tersebut. Kedua prinsip tersebut tidak dapat dibaca secara terpisah, tetapi keduanya merupakan sebuah hubungan keterkaitan yang membentuk lalu menjadi sebuah jaringan (Riffaterre, 1978:2 dan 12).

Keterkaitan antara penanda (signifier) dan petanda (signified) adalah adanya tiga jenis tanda pokok, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah suatu sifat persamaan bentuk alamiah yang disebabkan oleh keterkaitan antara penanda dan

(7)

petanda. Contohnya adalah gambar rumah sebagai penanda yang menandai rumah sebagai artinya. Indeks adalah suatu sifat hubungan sebab-akibat yang dihasilkan oleh suatu tanda. Contohnya adalah kata asap yang menandai bahwa sebelumnya ada api yang menyebabkan adanya asap. Simbol adalah suatu tanda yang tidak menunjukkan adanya hubungan keterkaitan antara petanda dan penanda. Contohnya adalah kata ‘Ibu’ dalam bahasa Indonesia dan ‘Mother’ dalam bahasa Inggris (Pradopo, 2012:121).

Puisi adalah bagian dari sastra yang memiliki sistem kebahasaan dan ketandaan di atas kata-kata biasanya. Hal ini dapat dilihat dari dua sistem dalam kebahasaan secara semiotik, yaitu sistem semiotik tingkat pertama (meaning) dan sistem semiotik tingkat kedua (meaning of meaning). Sistem semiotik tingkat pertama adalah arti dari sebuah karya sastra. Hal ini disebabkan karena puisi juga menggunakan bahasa yang digunakan sesuai dengan konvensi masyarakat. Sistem semiotik tingkat kedua adalah pemaknaan dari sebuah karya sastra (Pradopo, 2012:122). Hal ini karena bahasa yang digunakan dalam puisi bukanlah bahasa yang digunakan oleh masyarakat pada umumnya (Riffaterre, 1978:1). Pada tingkat ini perlu ada kegiatan pemaknaan sebagai upaya pembacaan puisi sebagai karya sastra. Dengan demikian, pada penelitian makna puisi “Ṭarīqu Dimasyqa” dalam antologi Al-A‘mālu Al-Aulā karya Maḥmūd Darwīsy menggunakan teori semiotik Riffaterre.

1.6 Metode Penelitian

Menurut Riffaterre terdapat empat metode yang perlu diperhatikan ketika meneliti sebuah puisi. Keempat metode tersebut adalah pembacaan semiotik,

(8)

ketidak langsunganekspresi dengan tiga halnya, hypogram, dan matriks (via Faruk, 2012: 50). Pembacaan semiotik terdiri atas pembacaan heuristik dan hermeneutik. Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur bahasanya atau konvensi sistem semiotik tingkat pertama. Pembacaan hermenutik adalah tahap selanjutnya dari tahap heuristik, pembacaan ulang (retroaktif) dengan memberikan konvensi sastranya (Pradopo, 1995: 135).

Menurut Riffaterre, puisi memiliki pengertian secara tidak langsung. Hal ini dapat diketahui dari adanya tiga ciri, yaitu adanya penggantian makna (displacing meaning), penyimpangan makna (distorting meaning), dan penciptaan makna (creating meaning). Riffaterre (Riffaterre, 1978:2) mengatakan bahwa,

“... there are three possible ways for semantic indirection to occur. Indirection is produced by displacing, distorting, or creating meaning. Displacing, when the sign shifts from one meaning to another, when one word “stands for” another, as happen with metaphor and metonymy. Distorting, when there is ambiguity, contradiction, or nonsense. Creating, when textual space serves as a principle of organization for making signs out of linguistic items that may not be meaningful otherwise.”

Riffaterre menjelaskan dalam kutipan di atas bahwa pergantian makna terjadi ketika ada pergantian dari satu makna ke makna lainnya karena adanya metafora dan metonimi. Penyimpangan makna terjadi ketika ada ambiguitas, kontradiksi, atau nonsense. Penciptaan makna terjadi ketika terdapat suatu penciptaan makna dari ruang tekstual untuk membuat tanda-tanda linguistik yang bisa jadi memiliki makna lain. Teori lain dari Riffaterre disebut hypogram, maksudnya adalah hubungan intertekstual puisi antara satu teks dengan teks lainnya (Pradopo, 2012:227). Kemudian, matriks ialah hipotetis, aktualisasi struktur gramatikal dan leksikal (Riffaterre, 1978:19).

(9)

Pada penelitian makna puisi “Ṭarīqu Dimasyqa” dalam antologi Al-A‘mālu Al-Aulā karya Maḥmūd Darwīsy menggunakan metode pembacaan semiotik Riffaterre. Pada teori pembacaan semiotik, terdapat dua tahap pada pembacaan teks puisi tersebut. Tahapan tersebut terdiri atas pembacaan heuristik dan tahap pembacaan hermeneutik.

1.7 Sistematika Penulisan

Penulisan hasil penelitian terdiri dari empat bab. Bab I berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan, dan pedoman transliterasi. Bab II berisi biografi Maḥmūd Darwīsy dan transliterasi puisi “Ṭarīqu Dimasyqa”. Bab III berisi analisis semiotik terhadap puisi “Ṭarīqu Dimasyqa” dalam antologi al-A‘mālu Al- Aulā karya Maḥmūd Darwīsy.

1.8 Pedoman Transliterasi

Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam penelitian ini menggunakan pedoman transliterasi yang berdasarkan atas keputusan bersama Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI no. 158 tahun 1987 dan no. 0543 b/u/1987. Berikut pedoman transliterasinya.

1.8.1. Konsonan Konsonan

Arab Nama Huruf Latin Nama

ا

Alif Tidak

dilambangkan Tidak dilambangkan

ب

bāˊ b be

(10)

Konsonan

Arab Nama Huruf Latin Nama

ث

ṡāˊ ṡ es (dengan titik atas)

ج

jīm j je

ح

ḥāˊ ḥ ha (dengan titik bawah)

خ

khāˊ kh ka dan ha

د

dal d de

ذ

żal ż zet (dengan titik atas)

ر

rāˊ r er

ز

zai z zet

س

sin s es

ش

syin sy es dan ye

ص

ṣāḍ ṣ es (dengan titik bawah)

ض

ḍāḍ ḍ de (dengan titik bawah)

ط

ṭāˊ ṭ te (dengan titik bawah)

ظ

ẓāˊ ẓ zet (dengan titik bawah)

ع

ʽain ʽ koma terbalik di atas

غ

gain g ge

ف

fāʽ f ef

ق

qāf q ki

ك

kāf k ka dan ha

ل

lām l el

م

mīm m em

(11)

Konsonan

Arab Nama Huruf Latin Nama

ن

nūn n en

و

wau w we

ه

hāˊ h ha

ء

hamzah ˊ apostrop

ي

yāˊ y ye 1.8.2. Vokal

Vokal bahasa Arab terdiri dari vokal pendek, vokal panjang, dan diftong. Dalam transliterasi sebagian dilambangkan dengan huruf dan sebagian lagi dengan huruf dan tanda sekaligus.

1. Vokal Tunggal

Tanda Nama Huruf

Latin Nama

َـ

fatḥah a a

ِـ

kasrah i i

ُـ

ḍammah u u Contoh:

باتك

/kitābun/

(12)

Vokal Rangkap Tanda dan huruf Nama Gabungan huruf Nama

َـ

ي

Fatḥah dan yāˊ ai a dan i

َـ

و

Fatḥah dan wawu au a dan u

Contoh:

فوخ

/khaufun/

ءيش

/syaiˊun/ 2. Maddah

Harakat dan huruf Nama Huruf dan

tanda Nama

َـ

ا

fatḥah dan alif ā a dan garis di atas

ِـ

ي

Kasrah dan yāˊ ī I dan garis di atas

ُـ

و

ḍammah dan wawu ū u dan garis di atas Contoh:

اهيحون

/

nūḥīhā/ 1.8.3. Ta` Marbūṭah

Ta` marbūṭah hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah, atau ḍammah translitarasinya adalah /t/, sedangkan ta` marbūṭah mati atau mendapat harakat sukun transliterasinya adalah /h/.

(13)

Contoh:

ُةرَّونلما ُةنيدلما

- /

al-madīnatu al-munawwarah

/

1.8.4. Syaddah

Syaddah atau tasydīd dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda syaddah atau tasydīd. Dalam transliterasinya, tanda syaddah itu dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut.

Contoh:

ٌّيوق

-

/qawiyyun/ 1.8.5 Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf al. kata sandang tersebut dibedakan menjadi kata sandang yang diikuti huruf syamsiyyah dan huruf qamariyyah. Kata sandang yang diikuti huruf syamsiyyah adalahkata sandang yang ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut, sedangkan kata sandang yang diikuti huruf qamariyyah adalah kata sandang yang ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda simpang (-).

Contoh:

(14)

رمقلا

-

/al-qamaru/ 1.8.6. Hamzah

Hamzah yang ditransliterasikan dengan apostrof hanya berlaku untuk hamzah yang terletak di tengah dan belakang. Hamzah yang terletak di depan tidak dilambangkan dengan apostrof karena dalam tulisan Arab berupa Alif.

Contoh:

ءيش

- /syaiʽun/ 1.8.7. Penulisan kata

Pada dasarnya, setiap kata ditulis terpisah, tetapi untuk kata-kata tertentu yang penulisannya dalam huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka transliterasinya dirangkaikan dengan kata lain yang mengikutinya,

Contoh:

ِروُرُغلا ُعاَتَم َّلاإ اَيْنُّدلا ُةاَيَلحا اَمَو

/Wa mā al-ḥayātu ad-dunyā illā matāʽu al-gurūri/

1.8.8. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasinya huruf kapital digunakan dengan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

(15)

ٍروُن ْنِم ُهَل اَمَف اًروُن ُهَل ُللها ِلَعْجَي ْمَل ْنَمَو

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi terlepas dari kebebasan para pihak dalam membuat sebuah perjanjian; syarat sahnya perjanjian juga menjadi dasar apakah perjanjian yang dilakukan para pihak

Ide penting yang paling menonjol dalam usulan ini dan belum pernah dilakukan oleh pemulia tanaman adalah pembuatan suatu model strategis agar pengujian multi

β3= 1,092 adalah besarnya koefisien regrei varibel bebas KURS (X3) sikap pengaruh ini positif yang berarti setiap kenaikan 1 variabel KURS (X3) akan menaikan variabel return

bahwa terdapat peningkatan penyalahgunaan zat psikoaktif baru yang memiliki potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan dan membahayakan kesehatan masyarakat

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya

Tujuan prinsipal dari penelitian ini adalah mengetahui karakter kenyamanan thermal bagi penghuni bangunan Gereja Blendug (dalam melakukan aktivitas peribadatan)

Berdasarkan dengan surat yang berisi hinaan tersebut, penuntut umum mendakwa terdakwa melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk

(2005) bahwa untuk jumlah lebih banyak akan menghasilkan intensitas pola interferensi yang lebih tajam. Jika interferensi yang teramati jelas, maka dalam menentukan terang