• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN PERSEPSI WANITA PENYAPU JALAN RAYA DI KOTA TEGAL DALAM KEDUDUKAN DAN PERAN EKONOMI DI RUMAH TANGGA. Oleh :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN PERSEPSI WANITA PENYAPU JALAN RAYA DI KOTA TEGAL DALAM KEDUDUKAN DAN PERAN EKONOMI DI RUMAH TANGGA. Oleh :"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

1

LAPORAN PENELITIAN

PERSEPSI WANITA PENYAPU JALAN RAYA

DI KOTA TEGAL DALAM KEDUDUKAN DAN

PERAN EKONOMI DI RUMAH TANGGA

Oleh :

Dewi Amaliah Nafiati, S.Pd.

Dra. Faridah, M.Si.

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL

(2)

2

PENGESAHAN

Dengan ini kami mengesahkan bahwa :

Judul Penelitian : Persepsi Wanita Penyapu Jalan Raya di Kota Tegal dalam Kedudukan dan Peran Ekonomi di Rumah Tangga

Bidang Ilmu : Sosial

Peneliti : Ketua : Dewi Amaliah Nafiati, S.Pd. Anggota : Dra. Faridah, M.Si.

Jabatan : Asisten Ahli

Waktu Penelitian : Semester Gasal Tahun Akademik 2008/2009 Sumber Biaya : Anggaran Belanja Universitas Pancasakti Tegal

Telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan penelitian yang berlaku dan pengembangan yang berlaku di Universitas Pancasakti Tegal.

Ketua Lembaga Penelitian Peneliti,

Siswanto, S.H., M.H. Dewi Amaliah Nafiati, S.Pd.

NIP 131996651 NIPY 228512101978

(3)

3

PRAKATA

Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan petunjuk kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan laporan Penelitia Akademis. Judul dari Penelitian Akademis ini adalah Persepsi Wanita Penyapu Jalan Raya di Wilayah Kota Tegal dalam Kedudukan dan Peran Ekonomi di Rumah Tangga

Walaupun sederhana, namun besar harapan peneliti agar laporan akhir ini dapat dijadikan bahan kajian oleh sivitas akademika Universitas Pancasakti Tegal, untuk kepentingan penelitian lebih lanjut.

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, perkenankanlah peneliti mengucapkan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Pancasakti Tegal, atas keseluruhan biaya yang dialokasikan untuk penelitian dan penyusunan laporan akhir ini.

2. Kepala Lembaga Penelitian Universitas Pancasakti Tegal, yang dalam kesibukannya senantiasa menyempatkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepad peneliti baik selama proses penelitian berlangsung, maupun sepanjang penyusunan laporan akhir ini.

3. Dekan FKIP Universitas Pancasakti Tegal yang telah memberi kesempatan kepada peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian.

4. Ibu-ibu penyapu jalan raya di wilayah kota Tegal yang telah mengizinkan dan membantu penelitian ini dengan sebaik-baiknya.

5. Teman-teman Dosen yang telah membantu dan memberi asuhan tentang pelaksanaan dan hasil penelitian ini.

(4)

4

6. Semua pihak yang telah membantu dan memberi motivasi demi terlaksananya penelitian ini.

Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung kepada peneliti. Amin Yarobbal Alamiin.

Tegal, 20 Desember 2009

(5)

5

PERSEPSI WANITA PENYAPU JALAN RAYA DI KOTA TEGAL DALAM KEDUDUKAN DAN PERAN EKONOMI DI RUMAH TANGGA

ABSTRAK

Peningkatan kualitas wanita penyapu jalan raya di wilayah Kota Tegal dalam bidang ekonomi akan sangat berarti dalam pembangunan yang dilaksanakan. Untuk meningkatkan peran wanita penyapu jalan raya terutama di Kota Tegal diperlukan suatu program pembinaan terhadap wanita.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi dan perilaku wanita penyapu jalan raya di wilayah Kota Tegal dalam kedudukan dan peran ekonomi di dalam rumah tangga, mengetahui persepsi dan perilaku wanita penyapu jalan raya di wilayah Kota Tegal yang produktif terhadap pembagian waktu dalam tugas sebagai ibu rumah tangga, kegiatan sosial dan kegiatan ekonomi, dan mengetahui persepsi dan perilaku wanita penyapu jalan raya di wilayah Kota Tegal yang produktif bersama suaminya terhadap pembagian waktu dalam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh wanita penyapu jalan raya di wilayah Kota Tegal, pada umumnya merupakan pekerjaan utama untuk menunjang penghasilan suami terutama untuk menutup kebutuhan sehari-hari.

Lama bekerja berkisar antara dua tahun sampai 35 tahun, yaitu 30 % bekerja 2 – 5 tahun; 25 % selama 6 – 10 tahun dan lebih dari 26 tahun; 5 % selama 11 – 15 tahun dan 21 – 25 tahun; dan 10 % selama 16 – 20 tahun. Rata-rata penghasilan harian berkisar antara Rp. 5.000,00 sampai Rp.25.000,00 ; yaitu 2 orang/10% berpenghasilan Rp. 5.000,00 – Rp.10.000,00/hari; 4 orang/20% berpenghasilan Rp. 11.000,00 – Rp.15.000,00/hari, 12 orang/60% berpenghasilan Rp. 16.000,00-Rp. 20.000,00 dan 2 orang/10% berpenghasilan lebih dari Rp. 20.000,00.

Seluruh responden tidak ada yang memiliki peluang untuk menyisihkan penghasilannya dalam bentuk tabungan. Artinya bahwa kehidupan ekonomi tergolong subsistens, atau menggunakan hampir seluruh penghasilannya untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi.

Rata-rata pengeluaran harian adalah 25 % mengkonsumsi penghasilannya Rp. 10.000,00 – Rp.15.000,00/hari; 40 % berpengeluaran Rp. 16.000,00 – Rp.20.000,00/hari; 20 % berpenghasilan Rp. 21.000,00 – Rp.25.000,00/hari; dan 15 % mengkonsumsi penghasilannya lebih dari Rp. 26.000,00/hari.

Anggota keluarga yang menjadi tanggungan adalah 10 % menanggung 2 orang, 15 % menanggung 3 orang, 45 % menanggung 4 orang, 10 % menanggung 5 orang, 15 % menanggung 6 orang dan 5 % menanggung 8 orang.

Kata Kunci : Wanita Penyapu Jalan Raya, Kota Tegal, Kedudukan Dan Peran Ekonomi

(6)

6

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ……… ………1 HALAMAN PENGESAHAN ………...2 PRAKATA…………. ……….3 ABSTRAK ………..5 DAFTAR ISI ………..6 DAFTAR TABEL ………...8 BAB I PENDAHULUAN ………...9. A. Latar Belakang ………...………9 B. Perumusan Masalah ……….……….12 C. Tujuan Penelitian ………..………....13 D. Kontribusi Penelitian ……….13

BAB II TINJAUN PUSTAKA .……….14

A. Peran Wanita………...………...14

B. Kedudukan Wanita. ………...………15

C. Kedudukan Wanita dalam Ekonomi………..…….16

D. Pemberdayaan Wanita……….18

E. Kondisi Kehidupan Wanita Penyapu Jalan Raya di Wilayah Kota Tegal ……….21

BAB III METODe PENELITIAN ……….………….…24

A. Pendekatan Penelitian ………..………..24

B. Populasi dan Sampel ………..25

C. Proses Pengumpulan Data ……….………….25

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ………...26

E. Teknik Analisis Data ………..28

BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN ………...32

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ………….………32

B. Karakteristik Sosial Ekonomi Wanita Penyapu Jalan Raya di Kota Tegal . ……….….38

(7)

7

C. Pola Konsumsi Wanita Wanita Penyapu Jalan Raya di Kota

Tegal ……….40

D. Persepsi Sosial Ekonomi Wanita Penyapu Jalan Raya di Kota Tegal………...44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………48

A. Kesimpulan ………48

B. Saran ………...50

(8)

8

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Penduduk Kota Tegal Usia Lima Tahun Ke Atas Berdasarkan

Tingkat Pendidikan 34

Tabel 4.2. Jumlah Murid dan Satuan Pendidikan TK, SD, SMP, dan SMA

di Kota Tegal 35

Tabel 4.3. Indikator Ketenagakerjaan di kota Tegal 37

Tabel 4.4 Lama Bekerja Responden 39

Tabel 4.5 Rata-rata Penghasilan Harian dan Peluang Menabung

Responden 41

Tabel 4.6 Rata-rata Pengeluaran Harian Responden 42 Tabel 4.7 Anggota Keluarga Tanggungan Responden 43

(9)

9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Proses pembangunan sumber daya manusia di segala bidang, pada dasarnya mengikutsertakan partisipasi seluruh lapisan masyarakat, baik laki-laki ataupun perempuan. Pada hakikatnya pembangunan menyangkut tindakan

(doing) dan kemampuan (being). Upaya untuk menghilangkan kemiskinan,

mengurangi kebodohan dan melepaskan diri dari ikatan hidup yang sia-sia merupakan tindakan yang perlu dilakukan untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat.

Kenyataan dalam pelaksanaannya selama ini menunjukkan bahwa proses dan tahapan pembangunan kurang mengikutsertakan perempuan, meskipun potensi perempuan sangat besar. Keikutsertaan perempuan dalam pembangunan muncul seiring dengan berkembangnya ideologi modernisme ke dalam konsep pembangunan di Indonesia. Dalam perkembangannya keikutsertaan perempuan yang pernah ditawarkan modernisme belum berhasil secara optimal. Pembangunan ekonomi yang semakin maju ternyata banyak menempatkan perempuan sebagai objek pembangunan. Pembangunan belum memberikan manfaat secara adil terhadap perempuan dan laki-laki. Pembangunan yang semula dapat diharapkan memberikan manfaat kepada semua warga ternyata memberikan kontribusi terhadap timbulnya ketidaksetaraan dan ketidakadilan jender yang dikenal dengan istilah

(10)

10

kesenjangan jender (gender gap) yang menimbulkan permasalahan jender

(gender issues).

Kesenjangan jender di berbagai bidang pembangunan itu misalnya dapat dilihat dari (Lies Marcoes-Natsir, 2001 : 14):

1. Masih rendahnya peluang yang dimiliki perempuan untuk bekerja dan berusaha terutama di sektor formal;

2. Rendahnya akses perempuan terhadap sumber daya ekonomi, seperti teknologi, informasi, pasar, kredit dan modal kerja;

3. Pembagian kerja yang tidak adil antara perempuan dan laki-laki dimana perempuan telah terlibat dalam pekerjaan produksi, namun kerja reproduksi di dalam rumah dianggap tetap sebagai tanggung jawab perempuan;

4. Posisi perempuan di wilayah sosial politik masih rendah dibandingkan dengan laki-laki;

5. Meskipun penghasilan perempuan pekerja memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap penghasilan dan kesejahteraan keluarga, namun perempuan masih dianggap sebagai pencari nafkah tambahan dan pekerja keluarga.

Model pembangunan yang dapat mengakomodir kepentingan perempuan dapat diwujudkan dengan mengintegrasikan perempuan ke dalam pembangunan. Pendekatan ini lebih dikenal dengan Woman In Development

(WID), dimana melalui pendekatan ini perempuan diharapkan tampak dan

(11)

11

dalam pembangunan tidak boleh melupakan peran keibuannya sebagai kodrat perempuan.

Karakteristik perempuan yang ikut bergabung dalam pembangunan adalah yang dapat menyejajarkan kodrat keibuannya dengan mobilisasinya dalam pembangunan. Kodrat ibu mendidik anak-anaknya untuk tumbuh menjadi generasi yang baik sehingga mampu menjadi penerus pembangunan. Peningkatan peran wanita terutama dalam bidang ekonomi, akan sangat berarti bagi pembangunan yang sedang dilaksanakan saat ini. Untuk meningkatkan peran wanita terutama di Kota Tegal, diperlukan suatu program pembinaan terhadap wanita. Program ini dapat terlaksana dengan baik apabila dilakukan penelitian terlebih dahulu tentang persepsi dan perilaku wanita itu sendiri terhadap kedudukan dan peran mereka dalam bidang ekonomi.

Penelitian ini memilih Kota Tegal karena daerah ini memiliki potensi yang besar untuk program pembinaan wanita dalam bidang ekonomi. Hal ini disebabkan karena Kota Tegal merupakan salah satu kota yang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sarana dan Prasarana yang demikian berkembang, terutama perkembangan jalan di sepanjang kota, baik perbaikan maupun pelebaran jalan kota. Perkembangan jalan tersebut, ternyata berdampak pada hal kebersihan, terutama budaya membuang sampah pada tempatnya. Kondisi tersebut berpotensi menciptakan kegiatan ekonomis yaitu berupa peluang dan kesempatan kerja sebagai penyapu jalan raya.

(12)

12

B. PERUMUSAN MASALAH

Kedudukan dan peran ekonomi wanita memiliki pengertian yang amat luas. Oleh karena itu, pembahasan kedudukan dan peran ekonomi wanita penyapu jalan raya di wilayah Kota Tegal adalah dilihat dari kedudukan wanita dibandingkan laki-laki di dalam memasuki lapangan kerja tertentu dan tingkat pendapatan serta pola konsumsinya. Peran wanita dalam penelitian ini adalah peran wanita yang bekerja untuk memperoleh penghasilan guna menambah pendapatan rumah tangganya dengan melihat upah/keuntungan yang diperolehnya.

Permasalahan yang akan dibahas di dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana persepsi dan perilaku wanita penyapu jalan raya di wilayah Kota Tegal dalam kedudukan dan peran ekonomi di dalam rumah tangga. 2. Bagaimana persepsi dan perilaku wanita penyapu jalan raya di wilayah

Kota Tegal yang produktif terhadap pembagian waktu dalam tugas sebagai ibu rumah tangga, kegiatan sosial dan kegiatan ekonomi.

3. Bagaimana persepsi dan perilaku penyapu jalan raya di wilayah Kota Tegal yang produktif bersama suaminya terhadap pembagian waktu dalam tugas rumah tangga, kegiatan sosial dan kegiatan ekonomi.

(13)

13

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui persepsi dan perilaku wanita penyapu jalan raya di wilayah Kota Tegal dalam kedudukan dan peran ekonomi di dalam rumah tangga. 2. Mengetahui persepsi dan perilaku wanita penyapu jalan raya di wilayah

Kota Tegal yang produktif terhadap pembagian waktu dalam tugas sebagai ibu rumah tangga, kegiatan sosial dan kegiatan ekonomi.

3. Mengetahui persepsi dan perilaku wanita penyapu jalan raya di wilayah Kota Tegal yang produktif bersama suaminya terhadap pembagian waktu dalam

D. Kontribusi Hasil Penelitian

Informasi empirik dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beragam pihak, sebagai umpan balik desain program pembinaan wanita penyapu jalan raya di wilayah Kota Tegal, khususnya dalam meningkatkan peran ekonomi mereka.

(14)

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Peran Wanita

Ada dua teori utama tentang peran wanita dan laki-laki dalam masyarakat yang berusaha untuk menjelaskan sebab-sebab terpusatnya kegiatan wanita di ranah domestik dan kegiatan laki-laki yang terpusat di luar ranah domestik, yaitu :

1. Teori Nature, yang beranggapan bahwa peran laki-laki dan wanita ditentukan oleh factor biologis; dan

2. Teori Nurture, yang beranggapan bahwa perbedaan peran antara wanita dan laki-laki tercipta melalui proses belajar dari lingkungan.

Adanya pembagian kerja antara wanita dan laki-laki menurut Talcott Parsons dalam Arif Budiman (1986), salah seorang penganut teori Nurture disebabkan oleh proses belajar mengajar dan keadaan lingkungan. Sementara itu teori Nature yang antara lain didukung oleh Sigmubd Freud, menyatakan bahwa pembagian kerja menurut jenis kelamin disebabkan oleh perbedaan biologis antara wanita dan laki-laki.

Pembagian kerja secara seksual yang membedakan wanita dan laki-laki sudah berlangsung sejak dahulu kala, sehingga orang cenderung menganggapnya sebagai sesuatu yang alamiah. Banyak orang percaya bahwa wanita sudah sewajarnya hidup dalam lingkungan rumah tangga. Tugas wanita adalah tugas yang diberikan oleh alam kepadanya, yaitu melahirkan anak,

(15)

15

membesarkan anak, melayani suami dan lain-lain. Sedangkan suami pergi keluar rumah mencari nafkah bagi keluarganya. Tidak perlu dipertanyakan apakah pembagian kerja sepeti itu adil atau tidak.

Dalam masyarakat sering adanya anggapan bahwa, pekerjaan wanita di rumah tangga cenderung dilihat sebagai pekerjaan yang kurang berharga dibansingkan dengan laki-laki yang bisa menghasilkan uang. Harga social seseorang cenderung untuk dihubungkan dengan kesanggupan mencari uang. Pekerjaan wanita di rumah tangga sering dianggap tidak mempunyai nilai pasar, tidak mempunyai nilai tukar meskipun pekerjaan itu jelas berguna.

Dalam suatu masyarakat dengan kondisi seperti itu, tampaknya bahwa keterlibatan wanita di ranah produktif perlu ditingkatkan, karena kemandiriannya secara ekonomi bisa mempengaruhi atau dapat meningkatkan statusnya baik dalam rumah tangga atau dalam masyarakat. Meskipun demikian, masih ada factor lain, misalnya pendidikan, nilai-nilai budaya dalam masyarakat yang bersangkutan dan lain-lain yang mempengaruhi status wanita.

B. Kedudukan Wanita

Meskipun sampai saat ini Indonesia belum menempatkan diri dalam suatu keadaan final dalam hal-hal yang telah dicapai oleh wanita, namun dapat dikatakan bahwa kedudukan dan peran wanita di ranah sosial semakin diakui. Walaupun Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) wanita di Indonesia lebih rendah dibandingkan laki-laki (karena factor social, budaya dan agama),

(16)

16

bila dicermati lebih lanjut ada kecenderungan bahwa TPAK wanita terus meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan TPAK laki-laki justru cenderung menurun (Ken Suratiyah dalam Irwan Abdullah, 2003). Semakin meningkatnya TPAK wanita mengandung dua arti yang sangat perlu untuk diperhatikan, yaitu : pertama, kecenderungan itu menunjukkan suatu pernyataan semakin banyak wanita yang bekerja; kedua, menimbulkan pertanyaan : apakah semakin banyak wanita yang bekerja itu menjadi tanda meningkatnya status wanita, apakah mereka bekerja pada pekerjaan yang statusnya lebih tinggi atau justru pekerjaan rendahan saja.

C. Kedudukan Wanita dalam Ekonomi

Dalam masyarakat khususnya masyarakat Jawa kecenderungan pembagian kerja yang cukup jelas berdasarkan jenis kelamin. Dalam rumah tangga jawa, seorang isteri terutama berkewajiban mengurus rumah tangganya, walaupun suami sebagai kepala rumah tangga, suami lebih mengutamakan hal-hal yang berada di luar rumah tangga dan jarang sekali menaruh perhatian terhadap masalah sehari-hari dalam rumah tangganya. Suami memberikan uang belanjanya pada waktu-waktu tertentu kepada isteri, sedangkan isteri harus mengelola uang itu sedemikian rupa sehingga cukup.

Namun demikian konsep mengenai status wanita dalam masyarakat jawa nampaknya juga ditentukan oleh kekuasaannya dalam bidang ekonomi. Dalam hal ini, status wanita jawa tergolong tinggi. Wanita bisa memiliki tanah dan mengawasi penggarapnya. Dengan memiliki tanah ia memiliki kesempatan

(17)

17

yang lebih besar untuk menguasai sumber-sumber ekonomi strategis dalam masyarakat tersebut. Selain itu, wanita memiliki akses ke sebagian besar pekerjaan termasuk berbagai corak kerja seperti kerja sawah ladang, dagang kecil, jual beli borongan, usaha kecil membantu rumah tangga dan mengajar. Tentu saja ada beberapa pekerjaan yang tertutup bagi wanita, khususnya yang menuntut kekuatan fisik yang besar.

Ketentuan mengenai pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin pada masyarakat jawa, khususnya dalam keluarga, sedikit banyak tergantung pada tipe masyarakatnya. Secara umum ada lima pola kerja sama antara isteri dan suami di dalam rumah tangga keluarga jawa, yaitu :

1. Pola yang lazim di perkotaan : suami bekerja di luar rumah, isteri di rumah, kadang-kadang menggarap pekerjaan rumah tangganya sendiri, kadang-kadang mengawasi pembantu yang melakukan segala pekerjaan rumah tangga.

2. Pola yang berlaku pada keluarga petani : suami dan isteri bekerja bersama-sama. Disini tidak terdapaat garis pemisah yang tajam antara dunia laki-laki dan wanita, walaupun pada umumnya terdapat pembagian tugas secara tradisional, misalnya laki-laki membajak sawah dan wanita menyiangi.

3. Suami melakukan pekerjaan produktif utama, isteri melakukan pekerjaan ringan di rumah seperti menjahit, beternak ayam atau berjualan sembako untuk keluarga.

(18)

18

4. Suami dan isteri melakukan dua pekerjaan yang berbeda, kemudian pendapatannya dijadikan satu.

5. Mitra usaha : baik suami atau isteri bekerja bersama. Bentuk yang paling umum dari pola pekerjaan ini ditentukan di kalangan pedagang batik.

Uraian di atas memperlihatkan bahwa konsepsi jawa mengenai kedudukan dan peran wanita dalam masyarakat relatif lentur dan kontekstual, tergantung pada kebudayaan yang berlaku di dalam golongan-golongan masyarakat tertentu (atas, menengah, bawah) maupun tipe-tipe masyarakat tertentu (perkotaan dan pedesaan). Selain itu wanita pun memiliki akses untuk meningkatkan kedudukan sosialnya, antara lain melalui peningkatan perekonomiannya. Keadaan ini dapat saja ditafsirkan sebagai suatu lahan yang baik guna menyemaikan program peningkatan wanita.

D. Pemberdayaan Wanita

Dinamika politik dan budaya di Indonesia pasca reformasi telah menumbuhkan kesadaran dan apresiasi terhadap pemberdayaan wanita. Isu penting yang berkenaan dengan pemberdayaan tersebut ialah perlunya

political will yang kuat dalam menciptakan consensus dan budaya kesetaraan

jender. Isu itu menuntut dimasukkannya perspektif jender ke dalam semua kebijakan dan program pemerintah yang mengarah ke kesetaraan jender. Lebih lanjut, isu itu menekankan pula pentingnya menempatkan wanita dalam posisi strategis di berbagai sector kehidupan.

(19)

19

Sejalan dengan itu, peluang pemberdayaan wanita harus memiliki landasan kebijakan yang konstruktif dalam kerangka otonomi daerah. Konsepsi dasar dan karakteristik Pemerintahan Daerah yang merujuk kepada kebijakan otonomi daerah sebagaimana yang tersirat dalam UU Nomor 32 Tahun 2004, adalah sebagai berikut :

1. Pelaksanaan otonomi daerah bukan didasarkan pada alasan kepentingan ekonomi dan keuangan daerah sebagai factor utama, melainkan pada penegakan kedaulatan rakyat sebagai wujud demokratisasi, dan peningkatan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.

2. Bagaimana membatasi penggunaan kekuasaan agar aparatur dapat meningkatkan citra dan wibawa pemerintah serta tidak lagi melakukan KKN.

3. Bagaimana agar kepentingan masyarakat lebih diutamakan dan pelayanan masyarakat dapat lebih ditingkatkan efisiensi dan efektifitasnya.

4. Ada jaminan kepada Pemerintah Daerah dan masyarakat di daerah untuk mengelola daerah sesuai dengan aspirasi masyarakat, serta menggali dan mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki baik secara mandiri maupun melalui kerja sama dengan daerah lain di dalam dan di luar negeri.

5. Bagaimana peraturan perundang-undangan mampu mendorong pemerintah untuk melakukan reposisi dan restrukturisasi terhadap kewenangan, kelembagaan, kepegawaian dan tata laksana dalam upaya meningkatkan kinerja aparatur.

(20)

20

Pemerintah Indonesia telah menandatangani Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita, pada tahun 1980 di

Kopenhagen. Kemudian ditindaklanjuti oleh ratifikasi konvensi tersebut

dengan menetapkan UU No 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita. Tahun 1955, di dalam Mission Statement Plan of Action dari Jakarta Declaration for the

Advancement of Woman in Asia and The Pacific disebutkan tujuan untuk

mencapai kedudukan kesetaraan yaitu wanita sebagai peserta, pengambil keputusan, dan penikmat dalam kehidupan politik, ekonomi, social dan budaya (Soeseno & Sarwono, 1994 : 1).

Ditinjau secara lebih jauh lagi bahwa secara social budaya, wanita di Indonesia harus diposisikan setara dengan laki-laki. Dari perspektif sosiologis, kesetaraan yang dimaksud adalah meliputi pula pemerataan kesempatan berpartisipasi di dalam pengambilan keputusan dan penempatan wanita dalam posisi strategis di berbagai ranah kehidupan.

Analisis jender dengan menggunakan kerangka pemberdayaan perempuan terdapat lima aspek yang dianalisis, yaitu : (Een Nuraeni, 2001) 1. Kesejahteraan, batasan untuk menganalisis aspek kesejahteraan, adalah

mengenai suplai makanan, pendapatan dan perawatan kesehatan.

2. Akses, batasan untuk menganalisis aspek akses, adalah mengenai akses yang sama ke tanah/lahan, pekerjaan, penghargaan, pelatihan dan akses fasilitas lainnya.

(21)

21

3. Keyakinan, batasan untuk menganalisis aspek keyakinan, adlaah mengenai pemahaman masyarakat tentang perbedaan seks dan jender, kepercayaan terhadap pembagian kerja secara seksual.

4. Partisipasi, batasan untuk menganalisis aspek partisipasi, adalah mengenai partisipasi perempuan yang setara dlam proses pembuatan keputusan, pembuatan kebijakan, perencanaan hingga evaluasi.

5. Kontrol, batasan untuk menganalisis aspek kontrol, adalah mengenai persamaan kontrol, suatu keseimbangan kontrol antara laki-laki dan perempuan (tidak ada salah satu yang lebih dominan dalam kontrol).

E. Kondisi Kehidupan Wanita Penyapu Jalan Raya Di Wilayah Kota Tegal

Untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi wanita penyapu jalan raya di wilayah Kota Tegal, selayaknya berangkat dari kerangka teori yang lebih khusus tentang itu. Namun ternyata kerangka teoritis yang demikian itu dalam arti acuan analitis dan empiris tentang wanita penyapu jalan raya di wilayah Kota Tegal sebagai pelaku ekonomi atau sebagai anggota komunitas masih sulit ditemukan. Karena itu telaah kepustakaan ini mungkin lebih banyak diwarnai oleh sejumlah teoritika dan kenyataan sosial yang ditemukan di lapangan.

Penyediaan kesempatan kerja bagi wanita penyapu jalan raya di wilayah Kota Tegal, membuka peluang berusaha dan peluang bekerja sehingga bermuara pada pendapatan melalui upah dan gaji yang pada gilirannya membuat mereka mampu membiayai pangan, sandang, papan, pendidikan dan

(22)

22

kesehatan bagi keluarganya sesuai dengan sasaran delapan jalur pemerataan. (Darus : 1993)

Peluang berusaha tidak dapat dipisahkan dari kesejahteraan dan kemampuan meningkatkan kesejahteraan hidup wanita penyapu jalan raya di wilayah Kota Tegal. Konsentrasi ukuran tingkat kesejahteraan antara lain dengan pendapatan, macam dan jumlah barang konsumsi yang dikuasai, serta tingkat kebebasan menentukan pilihan barang atau usaha apa yang akan dikerjakan untuk meningkatkan kepuasaan hidupnya. Sedangkan kemampuan untuk meningkatkan kesejahteraan dapat berupa pemilihan sarana usaha yang cukup serta keterampilan yang memadai.

Taraf hidup wanita penyapu jalan raya di wilayah Kota Tegal tersebut pada umumnya rendah. Hal ini disebabkan karena pekerjaan sebagai penyapu jalan raya, sering tidak seimbang antara pengorbanan tenaga dengan pendapatan yang diperoleh. Maka untuk mencukupi kebutuhan konsumsinya, seringkali mereka menggadaikan barang-barang miliknya dengan harga seperdelapan dari harga beli yang sebenarnya. Mengingat bunga gadai yang cukup tinggi, akibatnya seringkali mereka tidak mampu menebus kembali barang miliknya tersebut. Selain itu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, mereka juga banyak yang meminjam uang pada tukang kredit keliling atau biasa dikenal dengan nama “Bank Mendreng”, dengan sistem pengembalian atau mencicil uang secara harian.

Secara teoritis gambaran kasus di atas merupakan fenomena yang lumrah terjadi di daerah pedesaan. Fenomena tersebut dilukiskan oleh Edi

(23)

23

Susilo sebagai suatu peringkat dimana kondisi kehidupan wanita penyapu jalan raya di wilayah Kota Tegal yang penuh dengan ketidaktentuan, mengidentikkan mereka pada suatu posisi siap dimangsa. Selanjutnya diterangkan posisi wanita penyapu jalan raya di wilayah Kota Tegal pada peringkat ini lebih merupakan orang-orang yang ingin mempertahankan hidupnya (hak atau substansi) dengan bantuan orang-orang yang menarik keuntungan atas bantuan yang diberikannya itu. (Susilo : 1986)

Sekalipun telaah kepustakaan ini masih terasa kurang tandas dalam menjelaskan kondisi sosial ekonomis wanita penyapu jalan raya di wilayah Kota Tegal, namun sebagai kerangka berfikir lebih lanjut, ia tetap mengandung potensi untuk dikembangkan atau bahkan disintesiskan dengan deskripsi hasil penelitian nanti.

(24)

24

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian berspektif gender timbul karena metode penelitian pada umumnya bersifat sexist atau menempatkan satu kategori jenis kelamin di atas yang lainnya. Hal terpenting dalam sensitifitas gender yaitu harus mengintegrasikan metode dan teknik penelitian. Metode dan teknik penelitian tersebut mencakup masalah perempuan dalam relasinya dengan laki-laki, gender sebagai “tool of analysis”, metodologi berperspektif gender, dan berorientasi pada manfaat.

A. Pendekatan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan atau survey, yang bertujuan untuk mengkaji permasalahan dan memperoleh makna yang lebih mendalam sesuai dengan kondisi lingkungan. Terdapat beberapa pertimbangan yang mendasari digunakannya pendekatan tersebut. Pertama, peneliti bermaksud mengembangkan konsep pemikiran, pemahaman atas pola yang terkandung di dalam data, melihat secara keseluruhan suatu keadaan, proses, individu dan kelompok tanpa mengurangi variabel, sensitif terhadap orang yang diteliti dan mendeskripsikannnya secara induktif.

Kedua, peneliti bermaksud untuk menganalisis dan menafsirkan suatu fakta, gejala dan peristiwa yang berkaitan dengan perilaku dan persepsi manusia terhadap lingkungan sosialnya.

(25)

25

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita penyapu jalan raya di wilayah Kota Tegal. Sampel ditarik secara prosedur simple random sampling. Hal ini dikarenakan semua elemen populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih sebagai subjek dalam sample. Penentuan sampelnya dengan langsung menemui responden di pusat-pusat berkumpulnya wanita penyapu jalan raya di wilayah Kota Tegal.

C. Proses Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini mengikuti prosedur yaitu : 1. Tahap orientasi dan overview.

Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menetapkan fokus penelitian, dengan cara mempelajari berbagai dokumen termasuk kajian teoritik, wawancara dan observasi.

2. Tahap eksplorasi

Pada tahap ini peneliti melakukan penajaman atas focus penelitian sehingga pengumpulan data lebih terarah dan spesifik, dengan cara wawancara dilakukan secara terstruktur dan observasi serta kajian teoritik yang paling berhubungan dengan fokus penelitian.

3. Tahap ketiga, member chek

Pada tahap ini peneliti mengecek kebenaran data atau informasi yang dikumpulkan sehingga kredibilitas hasil penelitian dapat dicapai.

(26)

26

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Teknik dan Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini berupa angket, observasi, wawancara dan studi pustaka.

1. Angket

Pengertian angket atau kuesioner menurut Winarno Surachmad (1992 : 182) adalah teknik mendapatkan satu data dengan mengajukan daftar pertanyaan tertulis yang harus dijawab oleh responden secara tertulis pula. Sedangkan menurut Djumhur dan Moh. Surya (1995:55) angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan komunikasi secara tertulis dengan sumber data. Pengertian angket menurut Yatin Rianto (1996:70) merupakan alat untuk mengumpulkan data yang berupa daftar pertanyaan yang disampaikan kepada responden untuk dijawab secara tertulis.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa angket merupakan alat pengumpul data yang dilaksanakan dengan memberikan pertanyaan kepada responden secara tertulis pula berdasarkan atas keadaan dari responden itu sendiri atau orang lain yang mengetahui keadaan responden.

Adapun macam-macam angket menurut Sutrisno Hadi (1996:98) sebagai berikut :

1. Ditinjau dari subjek yang menjawab, angket dibedakan menjadi dua : a. Angket langsung

Angket langsung adalah data yang diperoleh dari responden atau siswa yang bersangkutan.

b. Angket tidak langsung

Angket tidak langsung adalah data yang diperoleh melalui orang lain.

(27)

27

a. Pertanyaan tertutup (close form questions) yaitu pertanyaan-pertanyaan yang berbentuk dimana responden tinggal memilih jawaban-jawaban yang telah disediakan did lam angket itu. terbuka b. Pertanyaan yang terbuka (open form questions) yaitu dimana pertanyaan masih memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi responden untuk memberikan jawabannya atau tanggapannya terhadap angket tersebut.

c. Pertanyaan yang terbuka dan tertutup (open and close form

questions) yaitu merupakan percampuran dari kedua macam

pertanyaan yang terbuka juga terdapat pertanyaan yang tertutup.

Berisi daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh responden, dengan memilih jawaban yang telah tersedia. Pemilihan jawaban oleh responden adalah memilih jawaban yang paling sesuai menurut pertimbangannya. Disamping itu angket juga berisi pertanyaan yang dijawab oleh responden secara terbuka sesuai dengan kenyataan yang dialami oleh masing-masing responden.

2. Observasi

Dalam penelitian ini penulis melakukan pengamatan dengan tingkatan partisipasi aktif dan pasif secara bergantian, dengan memperhatikan sifat situasi dan peristiwa yang terjadi di lapangan sebagai tempat keterlibatan peneliti dengan responden. Pilihan tingkat partisipasi tersebut dimaksudkan agar penulis dapat melakukan pendekatan terhadap semua responden dalam suasana persahabatan. Sejalan dengan itu, peneliti pun berkeinginanagar kehadiran di lokasi penelitian tidak mengganggu atau mempengaruhi kewajaran proses kegiatan yang biasa dilakukan oleh responden.

(28)

28

Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian yang berpendekatan naturalistik. Kegiatan wawancara dilakukan secara terus menerus dengan responden dalam berbagai situasi, meskipun kadangkala dilakukan pula dalam situasi yang khusus. Pelaksanaan wawancara pada prinsipnya dimaksudkan untuk mendapatkan data yang cukup sehubungan dengan pokok masalah penelitian yang telah diidentifikasi.

G. Teknik Analisis Data

Teknis analisis gender adalah suatu analisis yang mempertanyakan ketidakadilan sosial/kesenjangan dari aspek hubungan jenis kelamin. Tujuan dari analisis gender adalah mengidentifikasi kesenjangan gender (peran, akses, kontrol dan manfaat yang diperoleh), mengetahui latar belakang terjadinya kesenjangan gender, merumuskan permasalahan sebagai akibat adanya kesenjangan gender, dan mengidentifikasi langkah-langkah/tindakan intervensi yang diperlukan. Penelitian ini menggunakan model analisis interaktif yang terdiri dari tiga komponen yaitu berupa reduksi data, unitisasi data, kategorisasi data dan penarikan kesimpulan.

Reduksi data dilakukan dengan cara memilih data yang sudah disusun dalam laporan, dengan cara menyusun kembali dalam bentuk uraian atau laporan yang lebih terperinci. Selanjutnya laporan yang direduksi dirangkum dan dipilih berdasarkan hal-hal pokok serta difokuskan pada hal-hal yang penting dan relevan dengan fokus penelitian.

Unitisasi merupakan kegiatan penyusun data dalam satu satuan masalah, dimana dari data mentah dapat diubah secara sistematis menjadi satu kesatuan

(29)

29

yang dapat diuraikan sesuai dengan ciri-cirinya. Dalam tahap ini dibuat batasan dari setiap satuan atau unit, kemudian melakukan pengkodean data sehingga data mentah yang sudah diperoleh ditransformasikan secara sistematis menjadi unit-unit menurut karakteristik yang terkait.

Kategorisasi adalah memilah-milah sejumlah unit menjadi satu kategori tertentu berdasarkan karakteristik yang mirip. Selanjutnya dari sejumlah unit data dipilih menjadi kategori untuk dilakukan penguraian secara tertulis agar dapat dipahami semua aspek yang terdapat di dalamnya.

Penarikan kesimpulan merupakan suatu pengorganisasian data-data yang telah terkumpul sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan. Dalam awal pengumpulan data, peneliti berusaha memahami keteraturan, pola-pola, pernyataan, konfigurasi-konfigurasim arahan sebab akibat dan proposisi-proposisi. Peneliti bersifat terbuka dan skeptis. Konklusi yang pada awalnya kurang jelas kemudian meningkat secara eksplisit dan memiliki landasan yang kuat. Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai proses pengumpulan data berakhir.

Pada setiap tahapan analisis digunakan analisis gender. Analisis gender adalah proses mengurai data dan informasi secara sistematik tentang kedudukan, fungsi, peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan dalam program pengembangan dan factor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan teknik analisis model ”Harvard“. Teknik analisis model”Harvard“ adalah teknik analisis yang memiliki manfaat untuk memetakan perbedaan aktivitas antara laki-laki dan perempuan, memetakan perbedaan akses kontrol, memetakan faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut, dan analisis siklus proyek. Kerangka analisis ”Harvard“ terdiri atas matriks yang mengumpulkan data pada tingkat mikro (masyarakat

(30)

30

dan rumah tangga), meliputi empat komponen yang berhubungan satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, data yang berupa angka, dipahami maknanya dengan statistika deskriptif berupa perhitungan rata-rata dan persentase.

Adapun instrumen teknik analisis model ”Harvard“ berdasarkan aspek yang dianalisis adalah sebagai berikut :

1. Profil Kegiatan

Kegiatan

Gender/Usia Waktu Lokasi Pendapatan

D A D A D A D A P L P L P L P L P L P L P L P L (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) 1. Produktif  Penyapu jalan  Jenis alat Penyapu jalan  yang dimiliki  Rata-rata penghasilan per hari /minggu  Tabungan Jumlah 2. Reproduksi  Merawat anak  Menyiapkan makanan  Mencuci  Mengambil air  Kesehatan Jumlah 3. Sosial Kemasyarakatan  Pendidikan  Organisasi Formal dan informal Jumlah

(31)

31

2. Profil Akses dan Kontrol

Sumber daya Akses Kontrol P L P L (18) (19) (20) (21) (22) SD Fisik  Rumah

 Harta Yang dimiliki  Modal  Alat-alat produksi PASAR TENAGA KERJA DAN KOMODITI SUMBER DAYA

POLITIK DAN SOSBUD  Informasi

 Pendidikan  Pelayanan Sosial

2. Faktor-faktor yang Berpengaruh

Faktor-faktor

Dampak Kesempatan Kendala

P L P L P L Ekonomi Politik Sosial Budaya Pendidikan Hukum Demografi Struktur Kelembagaan

(32)

32

BAB IV

DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kota Tegal merupakan salah satu di antara 35 kota/kabupaten di wilayah Propinsi Jawa Tengah. Catatan sejarah pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 menunjukkan perkembangan kebijakan kota Tegal berikut ini. Pertama, kota Tegal dijadikan Gementee pada tahun 1906 berdasarkan

ordonantie 21 Februari 1906, Stbl 1906 No. 123. Tanggal 1 April 1906

dilantiklah Dewan Kota Tegal yang beranggota 13 orang, diangkat oleh Gubernur Jenderal.

Kedua, berdasarkan Stbl. 1929 No. 391, Gementee Tegal dijadikan

Stadsgementee di bawah pengawasan Proviencie Jawa Tengah, dikepalai oleh

seorang Burgemeester dan dijabat oleh seorang pensiunan Mayor KNIL DJ. Spanjaard. Pada masa Jepang berkuasa di Indonesia (9 Maret 1942-17 Agustus 1945), tidak diadakan Dewan Perwakilan Rakyat di daerah, pemerintah bersifat eenhoofding dan dilakukan oleh Kepala Daerah, Sityoo di Kota dan Kentyoo di Kabupaten.

Tidak lama setelah proklamasi kemerdekaan , daerah Tegal mengalami pergolakan yang meluas ke kabupaten Brebes dan Pemalang. Pergolakan tersebut dikenal dengan Peristiwa Tiga Daerah, dan tercatat sejarah heroic Tegal pada pasca proklamasi kemerdekaan, tepatnya sejak Agustus sampai dengan Desember 1945. Disertasi Anton E. Lucas sebagaimana yang dibahas oleh sejarawan kelahiran Tegal Suryomihardjo (1981), mengungkapkan

(33)

33

bahwa Peristiwa Tiga Daerah berintikan revolusi yang dipergunakan oleh rakyat untuk menghantam elit birokratik (pangreh praja) setempat yang dipersepsikan sebagai representasi kaum colonial.

Ketiga, Peristiwa Tiga Daerah kemudian disusul oleh peristiwa clash

pertama (27 Juli 1947) dan kedua (20 Desember 1948) dengan Belanda, dan pemberontakan DI/TII. Segera setelah pengakuan kedaulatan RI, pada akhir April 1950 dibangun kembali pemerintah daerah Kotapradja Tegal. Selanjutnya, berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 1950, Kota Tegal diresmikan menjadi Kota Kecil, dan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1954 diresmikan menjadi Kota Besar.

Secara administratif, luas wilayah Kota Tegal sekitar 38,25 Km2 yang terbagi ke dalam empat kecamatan, dengan perincian sebagai berikut :

1. Kecamatan Tegal Timur yang terdiri atas lima kelurahan, yaitu Mintaragen, Mangkukusuman, Panggung, Slerok, dan Kejambon.

2. Kecamatan Tegal Barat dengan tujuh kelurahan, yaitu Tegalsari, Kraton, Kemandungan, Muarareja, Pesurungan Kidul, dan Debong Lor.

3. Kecamatan Tegal Selatan yang terdiri atas delapan keluarahan, yaitu Kalinyamat Wetan, Debong Tengah, Debong Kidul, Tunon, Debong Kulon, Keturen, Bandung dan Randugunting.

4. Kecamatan Margadana yang terdiri atas tujuh kelurahan, yaitu Pesurungan Lor, Kalinyamat Kulon, Sumurpanggang, Margadana, Cabawan, Krandon, dan Kaligangsa.

(34)

34

Dengan total penduduk 240.762 jiwa, Kota Tegal memiliki kepadatan penduduk 6.254 jiwa/Km2 dan rata-rata laju pertumbuhan tahunan 1,90% (1991-2001). Struktur umur penduduk kota Tegal mencerminkan angka ketergantungan cukup tinggi, yaitu 58,71; dalam arti setiap 100 orang penduduk produktif menanggung sekitar 59 orang penduduk tak produktif. Berdasarkan tingkat pendidikannya, penduduk usia lima tahun ke atas di Kota Tegal dapat diperinci dalam table 4.1

Tabel 4.1

PENDUDUK KOTA TEGAL USIA LIMA TAHUN KE ATAS BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN

PENDIDIKAN JUMLAH

PERSEN

USIA 5 TAHUN > TOTAL PENDUDUK

Perguruan Tinggi 5324 2,48 2,22 SLTA 29258 13,60 12,15 SLTP 35353 16,44 14,68 SD 61647 28,67 25,60 Tidak Tamat SD 24668 11,47 10,25 Belum Tamat SD 37948 17,65 15,76 Tidak Sekolah 19817 9,69 8,23 JUMLAH 215033 100 89,31

Sumber : Pemkot Tegal, 2008

Dari jumlah tersebut, APM masing-masing kelompok usia sekolah itu menunjukkan perbedaan antar kecamatan. Di Tegal Barat, APM SD 81,41;

(35)

35

APM SLTP 75,18; APM SLTA 59,17. Di Kecamatan Tegal Timur, angka tersebut masing-masing berkisar 94,72; 103,73; 38,32 dan 110,83. Untuk Kecamatan Tegal Selatan, 61,4; 38,32; dan 30,12. Sedangkan di Kecamatan Margadana APM masing-masing kelompok usia sekolah itu adalah 90,98; 46,69; dan 17,31. Adapun jumlah satuan pendidikan dan murid di jenjang prasekolah, pendidikan dasar dan menengah di Kota Tegal disajikan dalam table 4.2.

Situasi ketenagakerjaan di Kota Tegal sangat erat kaitannya dengan kondisi perekonomian sektoral yang dilanda krisis moneter sejak pertengahan tahun 1997. Dalam kondisi demikian, tiddak sedikit aktivitas perekonomian mengalami pengurangan kapasitas dan waktu produksi. Di dalam sektor-sektor ekonomi yang lebih rentan terhadap akibat krisis moneter itu, banyak pelaku ekonomi yang memutuskan untuk menghentikan kegiatan produksinya. Pilihan kebijakan efisiensi ini secara langsung berdampak sangat luas terhadap ketenagakerjaan.

Tabel 4.2

JUMLAH MURID DAN SATUAN PENDIDIKAN TK, SD, SMP, DAN SMA DI KOTA TEGAL

SEKOLAH SWASTA NEGERI JUMLAH SEKOLAH JUMLAH MURID JUMAH SEKOLAH JUMLAH MURID TK 56 2860 (100%) - - SD 16 2415 (8,4%) 133 26429 (91,6%) SMP 11 2577 (19,6%) 19 10603 (80,4%) SMA 8 4084 (54,8%) 5 3363 (45,2%) JUMLAH 91 17336 157 11215

(36)

36

Selanjutnya, dalam table 4.3 disajikan indicator ketenagakerjaan Kota Tegal di masa krisis. Angka-angka yang disajikan dalam tebel tersebut menjelaskan fenomena berikut ini. Pertama, penurunan TPAK sebesar 8,14% yaitu dari 60,29% tahun 1997 menjadi 52,15% pada tahun 1998. Artinya, penduduk usia 10 tahun ke atas yang sedang bekerja dan mencari pekerjaan mengalami penurunan sekitar 8,14%.

Kedua, tingkat pengangguran terbuka menurun secara signifikan.

Fenomena ini menarik karena terjadi ketika banyak kegiatan ekonomi melakukan PHK. Analisis tentatif Pemkot Tegal menjelaskan fenomena ini sebagai kondisi yang dimungkinkan oleh peralihan sumber nafkah penduduk, meskipun pekerjaan baru yang dipilih tidak sesuai dengan keahliannya, misalnya karyawan swasta yang beralih pekerjaan ke sektor informal.

Ketiga, persentase tingkat kesempatan kerja dapat dipahami sebagai

angka komplemen dari tingkat kesempatan kerja. Pada dasarnya persentase tersebut mereflesikan kenaikan kesempatan kerja. Keempat, perdagangan, industri, jasa dan pertanian, merupakan sektor-sektor ekonomi kota yang memiliki daya serap angkatan kerja relatif besar daripada sektor-sektor lainnya.

(37)

37

Tabel 4.3

INDIKATOR KETENAGAKERJAAN DI KOTA TEGAL INDIKATOR

KETENAGAKERJAAN

(%) TAHUN

1997 1998

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

60,29 52,15

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPK)

14,79 6,08

Tingkat Kesempatan Kerja (TKK)

85,21 93,92

KONTRIBUSI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTORAL (%)

Pertanian 11,66 11,13

Pertambangan dan Galian 0,39 0,00

Industri 15,07 14,90

Listrik, Gas dan Air 1,07 0,93

Konstruksi 6,40 5,52

Perdagangan 36,54 41,64

Komunikasi dan Perhubungan 6,60 7,23

Keuangan 1,27 1,60

Jasa 20,99 17,05

JUMLAH KONTRIBUSI (%) 100 100

Sumber: ASPM Kota Tegal, 2000

Berdasarkan uraian diatas, dapat dinyatakan bahwa Kota Tegal memiliki ciri-ciri geografi, topografi, iklim dan sifat perkotaan yang sama dengan beberapa kota besar lainnya di sepanjang Pantai Utara Pulau Jawa. Dari segi sifat perkotaannya, yaitu maritime, perdagangan, dan industri, keberadaan Kota Tegal menjadi daya tarik masyarakat sub-urban untuk mencari alternatif sumber nafkah.

Dalam kerangka perkembangan itu, Kota Tegal yang terkenal dengan kota “BAHARI”, dan berturut-turut selalu memperoleh piala Adipura sebagai kota yang selalu mengutamakan kebersihan, maka peran penyapu jalan raya di Kota Tegal mutlak memiliki kontribusi yang cukup penting terhadap kota Tegal. Walaupun budaya hidup bersih selalu ditanamkan pada setiap warga kota Tegal, tetapi keberadaan penyapu jalan raya yang didominasi oleh kaum

(38)

38

wanita sangat membantu dalam mewujudkan kota Tegal yang bersih dan bebas dari sampah yang berserakan.

B. Karakteristik Sosial Ekonomi Wanita Penyapu Jalan Raya di Kota Tegal

Responden penelitian ini adalah 20 orang wanita penyapu jalan raya kota Tegal yang berada di seputar jalan Veteran, jalan Timor-timur, Taman PAI Tegal, BAlai Kota Lama (depan kantor POS Tegal), Alun-alun Kota Tegal, jalan Ahmad Yani (depan Pasar Pagi Tegal), jalan Setia Budi dan di sekitar Terminal Kota Tegal. Mereka terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi menyapu jalan raya di kota Tegal. Pekerjaan sebagai penyapu jalan raya di kota Tegal tersebut hampir dikerjakan/didominasi oleh para wanita, baik yang berstatus belum menikah atau ibu rumah tangga yang kondisi perekonomiannya kurang mapan dan tidak mempunyai pekerjaan tetap. Karena mereka mencari tambahan pendapatan untuk menutup kebutuhan sehari-hari yang diperlukan. Hal ini disebabkan karena pendapatan suami yang tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Rata-rata mereka bekerja dan bertanggung jawab terhadap area kebersihan yang sudah dipetakan oleh dinas melalui tenaga teknis lapangan. Jam kerja para wanita penyapu jalan raya kota Tegal dimulai dari jam 04.00 (habis subuh) sampai dengan jam 08.00 atau 09.00, tergantung dari situasi selesainya pekerjaan tersebut.

Lama bekerja responden beragam, berkisar antara dua tahun (paling pendek) sampai dengan 35 tahun (paling lama). Perinciannya (tabel 4.5.)

(39)

39

adalah masing-masing 30 % responden yang memiliki lama bekerja 2 – 5 tahun; 25 % responden telah bekerja selama 6 – 10 tahun dan lebih dari 26 tahun; 5 % responden telah bekerja selama 11 – 15 tahun dan 21 – 25 tahun; dan responden yang bekerja selama 16 – 20 tahun sebanyak 10 %.

Tabel 4.4

LAMA BEKERJA RESPONDEN

LAMA BEKERJA (TAHUN) JUMLAH %

2 – 5 6 – 10 11 – 15 16 – 20 21 – 25 26 > 6 5 1 2 1 5 30 25 5 10 5 25 Jumlah 20 100

Sumber : Angket, item 1

Untuk melakukan pekerjaan sebagai wanita penyapu jalan raya kota Tegal, para pekerja biasanya memiliki beberapa jenis alat untuk dapat menjalankan pekerjaannya dengan baik. Biasanya pekerja mempunyai lebih dari satu jenis alat yang digunakan untuk melakukan pekerjaan menyapu jalan raya. Hal ini dikarenakan sebagai alat jaga-jaga atau untuk menjaga kondisi alat supaya tidak cepat rusak, karena hampir setiap hari alat-alat tersebut digunakan untuk melancarkan aktivitas mereka.

Peralatan usaha yang digunakan antara lain : sapu dan serok. (sumber : angket item 2). Peralatan usaha yang digunakan para pekerja diperoleh dari dinas tata kota dan diserahkan kepada para wanita penyapu jalan raya kota

(40)

40

Tegal. Latar belakang pendidikan para wanita penyapu jalan raya kota Tegal berpendidikan rendah bahkan ada sebagian yang buta aksara.

C. Pola Konsumsi Wanita Penyapu Jalan Raya di Kota Tegal

Rata-rata penghasilan responden adalah tingkat pendapatan tunai yang akan menjadi bagian untuk dikonsumsi dan tabungan. Untuk memahami pola konsumsi wanita penyapu jalan raya kota Tegal, berturut-turut akan peneliti uraikan aspek-aspek kebutuhan konsumsi mereka.

Berdasarkan tabel 4.5 rata-rata penghasilan harian responden berkisar antara Rp. 5.000,00 (paling rendah) sampai dengan Rp. 25.000,00 (paling tinggi). Perinciannya (tabel 4.5) adalah 2 orang (sekitar 10%) responden berpenghasilan antara Rp. 5.000,00 – Rp. 10.000,00 perhari; 4 orang (sekitar 20%) responden berpenghasilan antara Rp. 11.000,00 – Rp. 15.000,00 perhari; 12 orang (sekitar 60%) responden berpenghasilan antara Rp. 16.000,00 – Rp.20.000,00 perhari; dan 2 orang (10%) responden berpenghasilan lebih dari Rp. 20.000,00.

(41)

41

Tabel 4.5

RATA-RATA PENGHASILAN HARIAN DAN PELUANG MENABUNG RESPONDEN PENGHASILAN HARIAN (RIBU RP) JUMLAH TABUNGAN RUTIN KADANG-KADANG TIDAK 5 – 10 11 – 15 16 – 20 20 > 2 (10 %) 4(20 %) 12(60%) 2(10%) 0 0 - 0 0 0 - 0 2 4 6 8 Jumlah 20 (100 %) 0 0 20

Sumber : Angket item 3 & 17

Dari seluruh responden masing-masing kategori penghasilan harian tersebut, tidak ada yang memiliki peluang untuk menyisihkan penghasilannya dalam bentuk tabungan. Artinya bahwa kehidupan ekonomi sebagian besar responden tergolong subsistem, atau menggunakan hampir seluruh penghasilannya untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi.

Fakta tersebut dapat dipahami dengan dua indikator lainnya, yaitu rata-rata pengeluaran harian dan jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan responden. Mengenai rata-rata pengeluaran harian para responden berkisar antara Rp 10.000,00 (paling rendah) sampai dengan Rp. 30.000,00 (paling tinggi). Perinciannya disajikan dalam tabel 4.6

(42)

42

Tabel 4.6

RATA-RATA PENGELUARAN HARIAN RESPONDEN PENGELUARAN HARIAN (RIBU RP.) JUMLAH %

10 – 15 16 – 20 21 – 25 26 > 5 8 4 3 25 40 20 15 Jumlah 20 100

Sumber : Angket, item 11

Angka-angka pengeluaran yang diperinci dalam tabel di atas menjelaskan bahwa 25 % responden mengkonsumsi penghasilannya Rp.10.000,00 – Rp.15.000,00 perhari; 40 % responden berpengeluaran Rp.16.000,00 – Rp.20.000,00 perhari; 20 % responden berpenghasilan Rp.21.000,00 – Rp.25.000,00 perhari; dan 15 % responden yang mengkonsumsi penghasilannya lebih dari Rp. 26.000,00 perhari. Data tersebut menginformasikan pula bahwa makin kecil penghasilan harian responden, makin besar penghasilan yang dikonsumsi. Selanjutnya, tabel 4.8. menyajikan jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan responden.

Angka-angka pengeluaran dan jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan responden sebagaimana yang tersaji dalam kedua tabel (tabel 4.7. dan 4.8.) menunjukkan pula posisi pekerjaan dan penghasilan dalam keluarga responden.

(43)

43

Tabel 4.7

ANGGOTA KELUARGA TANGGUNGAN RESPONDEN ANGGOTA KELUARGA (ORANG) JUMLAH % 0 1 2 3 4 5 6 7 8 - - 2 3 9 2 3 - 1 - - 10 15 45 10 15 - 5 Jumlah 20 100

Sumber : Angket item 4

Berdasarkan tabel 4.7 anggota keluarga tanggungan responden adalah 10% menanggung 2 orang anggota keluarga, 15 % menanggung 3 orang anggota keluarga, 45 % menanggung 4 orang anggota keluarga, 10 % menanggung 5 orang anggota keluarga, 15 % menanggung 6 orang anggota keluarga dan 5 % menanggung 8 orang anggota keluarga.

Berdasarkan keterangan tersebut, komponen yang menentukan besar kecilnya pengeluaran, terutama ditentukan oleh jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan responden. Ragam bahan pangan yang dikonsumsi, tidak diperinci dalam instrumen penelitian.

(44)

44

D. Persepsi Sosial Ekonomi Wanita Penyapu Jalan Raya Kota Tegal

1. Bidang Perlindungan Hukum

Persepsi tentang perlindungan hukum lebih kepada isu perlindungan tenaga kerja wanita. Perhatian pemerintah dalam hal perlindungan hukum tersebut sudah cukup baik, terbukti dari UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mencantumkan perlindungan tenaga kerja wanita. Namun demikian dalam pelaksanaan di lapangan sering terjadi diskriminasi terhadap pekerja wanita, misalnya upah/gaji yang lebih rendah disbanding laki-laki, pemotongan upah/gaji ketika berhalangan hadir karena izin menstruasi hari pertama atau cuti melahirkan, pelecehan seksual dan tindakan kekerasan.

Perlindungan hukum terhadap wanita dalam keluarga sudah cukup baik. Hal ini terbukti dengan ditetapkannya UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Namun demikian pemahaman UU tersebut belum sampai ke tingkat bawah. Selama ini banyak kasus kekerasan baik fisik, ekonomi, psikis maupun seksual yang tidak dilaporkan karena berbagai pertimbangan, antara lain takut tidak diberi nafkah oleh suami. Diharapkan agar kaum wanita mendapatkan perlindungan hukum dalam keluarga. Hal ini dapat dicapai apabila ada sosialisasi dan pemahaman terhadap UU Nomor 23 tahun 2004 tentang KDRT sampai ke tingkat bawah.

(45)

45

2. Pemerataan Kesempatan Memperoleh Layanan Publik

Kondisi saat ini wanita belum memperoleh akses yang sama dengan laki-laki dalam memperoleh pendidikan. Hal ini lebih banyak disebabkan oleh faktor sosial budaya dimana wanita bukan sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga. Diharapkan agar wanita mendapatkan akses yang sama dengan laki-laki dalam hal kesempatan memperoleh pendidikan. Hal ini karena dengan pendidikan yang memadai, maka wanita akan mempunyai akses, peluang dan kesempatan yang lebih luas dan terbuka disbanding yang tidak berpendidikan. Di samping itu wanita mempunyai peran yang sangat menonjol dalam mendidik anak dimana anak merupakan tunas-tunas bangsa.

Wanita sebaiknya mendapatkan pelayanan publik yang sama dengan laki-laki. Dalam bidang kesehatan Pemerintah dan masyarakat bersama-sama melalui Gerakan Sayang Ibu (GSI) berupaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dengan meningkatkan kesiapan pelayanan ibu hamil/melahirkan.

Kebutuhan pelayanan publik terhadap wanita lebih ditingkatkan. Bidang-bidang layanan publik untuk wanita yang seharusnya mendapatkan perhatian khusus, yaitu tersedianya air bersih, Rumah Bersalin, PMI, pemberian makan tambahan ibu hamil, Ambulance Desa, pendataan wanita yang potensial, kehendak politik dari Pemerintah terhadap penghapusan kekerasan terhadap wanita, dan adanya pendidikan politik bagi wanita.

(46)

46

E. Pembahasan

Secara sosial budaya, fungsi-fungsi dan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh wanita penyapu jalan raya di lokasi penelitian tidak sepenuhnya merujuk kepada tradisi pembagian tugas (ranah domestic untuk wanita dan ranah luar untuk laki-laki) sebagaimana yang berlaku dalam budaya masyarakat Jawa. Kegiatan ekonomi wanita penyapu jalan raya di lokasi penelitian lebih tepat dimaknai sebagai inisiatif mereka untuk memelihara kelangsungan hidup keluarga. Hal ini terbukti dari besarnya proporsi responden (90%) yang menempatkan kegiatan ekonominya sebagai pekerjaan utama dan telah digeluti dalam waktu lama.

Secara subsistensi pekerjaan, sebagian besar bahkan hamper seluruh penghasilan yang mereka peroleh dari pekerjaannya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi. Persoalan subsistensi ekonomi ini menjadi bertentangan dengan konsepsi tentang aspek-aspek jender dalam kerangka pemberdayaan wanita, antara lain : (1) Kesejahteraan, batasan untuk menganalisis aspek kesejahteraan adalah mengenai suplai makanan, pendapatan dan perawatan kesehatan; (2) Akses, yang meliputi akses yang sama ke lahan, pekerjaan, penghargaan, pelatihan dan fasilitias lainnya.

Wanita penyapu jalan raya juga memiliki persepsi yang kritis terhadap pentingnya peningkatan taraf hidup wanita penyapu jalan raya. Pertama, perlindungan hukum, terutama perlindungan tenaga kerja wanita untuk mencegah diskriminasi terhadap pekerja wanita, misalnya upah/gaji yang lebih rendah disbanding laki-laki, pemotongan upah/gaji ketika berhalangan

(47)

47

hadir karena izin menstruasi hari pertama atau cuti melahirkan, pelecehan seksual dan tindakan kekerasan.

Kedua, perlindungan hukum terhadap wanita dalam keluarga. Selama ini banyak kasus kekerasan baik fisik, ekonomi, psikis maupun seksual yang tidak dilaporkan karena berbagai pertimbangan, antara lain takut tidak diberi nafkah oleh suami.

Ketiga, wanita harus mendapatkan akses yang sama dengan laki-laki dalam hal kesempatan memperoleh pendidikan, kesehatan, tersedianya air bersih, Rumah Bersalin, PMI, pemberian makan tambahan ibu hamil, Ambulance Desa, pendataan wanita yang potensial, kehendak politik dari Pemerintah terhadap penghapusan kekerasan terhadap wanita, dan adanya pendidikan politik bagi wanita.

(48)

48

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari deskripsi dan pembahasan hasil penelitian sebagimana yang telah disajikan pada bab keempat, dapat disarikan butir-butir simpulan mengenai persepsi ekonomi wanita penyapu jalan raya di Kota Tegal sebagai berikut : 1. Kategori pekerjaan wanita penyapu jalan raya di Kota Tegal adalah

pekerja di bawah dinas tata kota tetapi bersifat lepas atau tidak tetap (non PNS)

2. Pekerjaan yang dilakukan oleh wanita penyapu jalan raya di Kota Tegal, pada umumnya merupakan pekerjaan utama untuk menunjang penghasilan suami terutama untuk menutup kebutuhan sehari-hari karena pendapatan suami yang tidak mencukupi.

3. Lama bekerja beragam, berkisar antara dua tahun (paling pendek) sampai dengan 35 tahun (paling lama). Perinciannya adalah masing-masing 30 % responden yang memiliki lama bekerja 2 – 5 tahun; 25 % responden telah bekerja selama 6 – 10 tahun dan lebih dari 26 tahun; 5 % responden telah bekerja selama 11 – 15 tahun dan 21 – 25 tahun; dan responden yang bekerja selama 16 – 20 tahun sebanyak 10 %.

4. Rata-rata penghasilan harian responden berkisar antara Rp. 5.000,00 (paling rendah) sampai dengan Rp. 25.000,00 (paling tinggi). Perinciannya (tabel 4.6.) adalah 2 orang (sekitar 10%) responden berpenghasilan antara Rp. 5.000,00 – Rp. 10.000,00 perhari; 4 orang (sekitar 20%) responden

(49)

49

berpenghasilan antara Rp. 11.000,00 – Rp. 15.000,00 perhari; 12 orang (sekitar 60%) responden berpenghasilan antara Rp. 16.000,00 – Rp.20.000,00 perhari; dan 2 orang (10%) responden berpenghasilan lebih dari Rp. 20.000,00.

5. Seluruh responden masing-masing kategori penghasilan harian tersebut, tidak ada yang memiliki peluang untuk menyisihkan penghasilannya dalam bentuk tabungan. Artinya bahwa kehidupan ekonomi sebagian besar responden tergolong subsistens, atau menggunakan hampir seluruh penghasilannya untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi.

6. Rata-rata pengeluaran harian para responden adalah 25 % responden mengkonsumsi penghasilannya Rp.10.000,00 – Rp.15.000,00 perhari; 40 % responden berpengeluaran Rp.16.000,00 – Rp.20.000,00 perhari; 20 % responden berpenghasilan Rp.21.000,00 – Rp.25.000,00 perhari; dan 15 % responden yang mengkonsumsi penghasilannya lebih dari Rp. 26.000,00 perhari.

7. Anggota keluarga yang menjadi tanggungan responden adalah 10 % menanggung 2 orang anggota keluarga, 15 % menanggung 3 orang anggota keluarga, 45 % menanggung 4 orang anggota keluarga, 10 % menanggung 5 orang anggota keluarga, 15 % menanggung 6 orang anggota keluarga dan 5 % menanggung 8 orang anggota keluarga.

(50)

50

B. Saran

1. Melakukan pendekatan-pendekatan yang bersifat persuasif kepada wanita penyapu jalan raya di Kota Tegal, terutama untuk mengarahkan kepada keteraturan pengeluaran. Perilaku konsumtif seperti pembelian barang nonproduktif perlu diarahkan kepada investasi yang lebih produktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan ekonomis mereka.

2. Pada dimensi kelembagaan sosial ekonomi masyarakat perlu dikembangkan upaya-upaya pemberdayaan wanita penyapu jalan raya melalui koperasi, program-program advokasi peluang usaha, bimbingan dan penyuluhan ekonomi rumah produktif rumah tangga, aksesibilitas perkreditan usaha rumah tangga dan bentuk-bentuk pemberdaaan lainnya. 3. Lembaga-lembaga perekonomian Desa yang resmi, kiranya perlu lebih

meningkatkan fungsinya. Dengan begitu ketergantungan wanita penyapu jalan raya pada unorganized money market dapat dikurangi. Tampaknya masalah-masalah yang berkembang di kalangan wanita penyapu jalan raya di Kota Tegal tidak sekedar aspek ekonomis, melainkan berkenaan pula dengan segi pendidikan, kesadaran hukum dan sebagainya.

(51)

51

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Irwan. 2003. Sangkan Peran Gender, Jakarta : Pustaka Pelajar.

Budiman, Arief. 1986. Pembagian Kerja Secara Seksual : Sebuah Pembahasan

Sosiologis Tentang Peran Wanita di dalam Masyarakat. Jakarta: PT.

Gramedia.

Darus, B. 1993. “Kesempatan Kerja Subsektor Perikanan adalah Seluas Lautan

yang dapat Dijangkau”, dalam Analisa, No. 7/tahun XII, CSSI, Jakarta.

Dwi Asuti Nurhaeni, Ismi. 2009. Reformasi Kebijakan Pendidikan Menuju

Kesetaraan dan Keadilan Gender. Solo: Lembaga Pengembangan Pendidikan

(LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press).

Kartono, Kartini. 1990. Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung : Mandar Maju.

Kelompok Studi Wanita FISIP-UI. 1986. Para Ibu yang Berperan Tunggal dan

yang Berperan Ganda {Laporan Penelitian). Jakarta.: Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.

Natsir, Lies Marcoes. 2001. Pengarusutamaan Jender Suatu Strategis dalam

Pembangunan.

Nuraeni, Een. 2001. Perempuan dan Program Pemanfaatan Tumbuhan Obat Di

Taman Nasional Meru Betiri Jember Jawa Timur. Akses 25 April 2004

Robiyanto, Febra, SE, Akt., Wyati Sadewisasi, SE. Msi dan Dra. Mamik Indaryani, MS (2003), Sumber Daya Manusia, Semarang, Studi Nusa.

Sugiyono. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Sumardi, Mulyanto dan Dieter Evers, Hans. 1985. Kemiskinan dan Kebutuhan

Pokok. Jakarta: CV. Rajawali.

Susilo, Edi. 1986. Nelayan Diantara Tengkulak dan Tempat Pelelangan Ikan,

Referensi

Dokumen terkait

Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Kampus Tembalang, Semarang 50275 Telp/Fax. Sampel sedimen yang diperoleh kemudian

Abstrak: Kinerja perawat merupakan tindakan yang dilakukan seorang perawat dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing, dimana kinerja yang

pasien berpenampilan sesuai dengan orang normal, pasien tidak memiliki masalah dalam pembicaraan, pasien terlihat gelisah dan mengatakan takut suara itu datang

Dalam uji pendahuluan berdasarkan pengamatan selama pemeliharaan 1 bulan terlihat bahwa benih-benih yang diberi pakan dengan bahan pengkaya sari wortel dan krill ternyata

The Expansion of AGE class on one, two and three dimensions for Cartesian, cylindrical and spherical coordinate systems make a decision that AGE - BRIAN methods is an

Dari pemikiran-pemikiran di atas, dapat disimpulkan bahwa ide-ide pokok Durkheim terhadap agama, yakni : (1) bahwa agama primitif adalah ”kultus klan, (2) kultus

rnendiskripsikan kenrbali apa yang sudah dipelajari, menuliskan hal-hal yang menalik, menantan g, dun membingungkan pada hari itu sedangkan dosen dapat menemukan