• Tidak ada hasil yang ditemukan

Plagiarism Checker X Originality Report

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Plagiarism Checker X Originality Report"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Plagiarism Checker X Originality Report

Similarity Found: 39%

Date: Jumat, Agustus 28, 2020

Statistics: 2010 words Plagiarized / 5115 Total words

Remarks: Medium Plagiarism Detected - Your Document needs Selective Improvement. --- PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KLINIK KECANTIKAN ATAS PENGGUNAAN KOSMETIK RACIKAN DOKTER Difa Wardatul Izza Universitas Airlangga Surabaya

difawardatul@gmail.com Salma Zavira Universitas Airlangga Surabaya

salmazavira22@gmail.com ABSTRAK Penggunaan kosmetik sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Kosmetik digunakan sebagai produk perawatan untuk menjaga kesehatan dan mempercantik diri, perkembangan kosmetik pun terbilang sangat cepat. Hal ini terbukti dengan munculnya berbagai macam jenis kosmetik, mulai dari kosmetik tradisional yang menggunakan bahan alami hingga kosmetik modern yang dibuat dengan teknologi canggih masa kini.

Dengan pilihan yang beragam tersebut membuat konsumen kosmetik lebih memilih produk kosmetik yang diracik oleh dokter pada klinik kecantikan atas dasar kenyamanan dan keamanan. Namun dalam perkembangannya, kewenangan seorang dokter

dipertanyakan dalam meracik kosmetik. Apabila kosmetik racikan dokter tersebut menimbulkan kerugian bagi konsumen, konsumen dapat mengajukan gugatan

berdasarkan wanprestasi, gugatan berdasarkan perbuatan melanggar hukum, maupun gugatan berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Kata Kunci: Kosmetik Racikan, Klinik Kecantikan, Dokter, dan Perlindungan Konsumen. ABSTRACT The use of cosmetics has become an inseparable part of human life.

Cosmetics are used as care products to maintain health and to beautify themselves. The development of cosmetics was spelled out very quickly. This is evidenced by the

emergence of various types of cosmetics, ranging from traditional cosmetics using natural materials to modern cosmetics made with advanced technology. With a variety of options, making cosmetic consumers prefer cosmetic products are formulated by doctors at a beauty clinic on the basis of convenience and security. But in its

(2)

development, a doctor of questionable authority in dispensing cosmetic. If the cosmetic formulation of the doctor is causing harm to the consumer, the

consumer may file a lawsuit based on a breach, a lawsuit based on an unlawful act, as well as a lawsuit under the Consumer Protection Act. Keywords: Formulated Cosmetic, Beauty Clinic, Doctor, and Consumer Protection.

(3)
(4)

Kosmetik merupakan salah satu kebutuhan utama para wanita dari zaman dahulu, hal ini berawal dari sekitar dua belas ribu tahun yang lalu ketika Mesir Kuno menemukan efek penyembuhan dari parfum, mulai titik ini industri kosmetik naik ke level yang lebih tinggi dan menjadi bagian penting dari kepercayaan bangsa Mesir Kuno. Kosmetik digunakan sebagai produk perawatan untuk menjaga kesehatan dan mempercantik diri, sehingga perkembangan kosmetik pun terbilang sangat cepat.

Hal ini terbukti dengan munculnya berbagai macam jenis kosmetik, mulai dari kosmetik tradisional yang menggunakan bahan alami hingga kosmetik modern yang dibuat dengan teknologi canggih masa kini. Definisi kosmetik diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 445/MenKes/Permenkes/1998 tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat Pengawet, dan Tabir Surya pada Kosmetika yaitu Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.

Definisi kosmetik kemudian terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika, Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau

memelihara tubuh pada kondisi baik. Pengertian kosmetik menurut Retno Iswari Trenggono adalah bahan-bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dipercikan, disemprotkan, dimasukkan atau dituangkan pada badan atau bagian badan dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau merubah rupa dan tidak termasuk golongan obat._ Apabila merujuk pada definisi yang terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

445/MenKes/Permenkes/1998 kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik,

memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau

menyembuhkan suatu penyakit”. Istilah kosmetik racikan dokter dimaksudkan untuk kosmetik yang secara khusus diracik oleh dokter yang diperjual belikan pada klinik kecantikan, bukan kosmetik yang dijual secara bebas di pasaran.

(5)

Munculnya berbagai macam kosmetik yang tersedia di pasaran membuat konsumen dihadapkan dengan banyak pilihan kosmetik dengan jenis dan khasiatnya

masing-masing. Kondisi seperti ini mengharuskan konsumen lebih selektif dalam memilih kosmetik yang akan digunakan, apakah kosmetik tersebut aman untuk digunakan, apakah kosmetik tersebut menimbulkan efek samping.

Pertanyaan-pertanyaan yang muncul seperti ini, dan dengan minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen tentang kosmetik membuat mereka sangat berhati-hati dalam memilih kosmetik yang akan digunakan.

Untuk menjawab ketidakpastian tersebut, konsumen memiliki alternatif yaitu dengan menggunakan kosmetik yang diracik secara khusus oleh dokter kecantikan. Kosmetik yang diracik oleh dokter pun juga beragam, namun krim perawatan wajah seperti krim pemutih belakangan menjadi pilihan kaum wanita. Hal ini tentu untuk memperoleh penampilan yang sempurna di bagian wajahnya. Selain karena alasan kenyamanan dan keamanan, harga murah juga menjadi faktor utama pemilihan krim racikan dokter bila dibandingkan dengan produk kosmetik merek terkenal.

“Krim merupakan suatu sediaan berbentuk setengah padat mengandung satu atau lebih bahan kosmetik terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai, berupa emulsi kental mengandung tidak kurang 60 % air ditujukan untuk pemakaian luar”_

Keberadaan klinik kecantikan menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat untuk mendapatkan kosmetik racikan dokter yang mereka inginkan. Klinik kecantikan menyediakan berbagai macam kosmetik dan perawatan wajah. Untuk mendapatkan kosmetik ataupun perawatan yang sesuai dengan kondisi wajah, konsumen diberikan fasilitas layanan dokter yang telah disediakan oleh klinik kecantikan.

Peranan dokter di klinik kecantikan adalah untuk melayani konsultasi atas permasalahan kecantikan yang dialami konsumen dengan memberikan solusi perawatan kecantikan yang tepat. Tanpa dokter dan konsultasi pada klinik kecantikan, konsumen seringkali bingung untuk memilih kosmetik dan jenis perawatan, karena perawatan yang dipilihnya bisa saja tidak sesuai dengan kondisi kecantikan yang dialaminya. Kosmetik yang

disediakan tak jarang merupakan kosmetik berupa krim yang diracik sendiri oleh dokter yang disediakan oleh klinik kecantikan.

Namun karena kepercayaan konsumen pada dokter sangat tinggi, seringkali konsumen tidak mempedulikan apakah seorang dokter memiliki kompetensi untuk meracik

kosmetik sendiri. Apakah gelar dokter yang disandang oleh dokter tersebut secara otomatis memperikan wewenang dang kompetensi kepada dokter tersebut untuk meracik kosmetik. Konsumen seringkali beranggapan bahwa kosmetik racikan dokter memiliki tingkat keamanan yang lebih tinggi daripada kosmetik lain yang beredar di

(6)

pasaran.

Padahal konsumen memiliki hak untuk mengetahui informasi tentang bahan baku untuk membuat kosmetik yang diracik oleh dokter sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf c Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen bahwa konsumen memiliki hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga mengatur mengenai hak konsumen yaitu yang diatur dalam Pasal 4 huruf a Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menentukan bahwa konsumen memiliki hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa. Bagi konsumen kosmetik, salah satu informasi yang perlu diketahui bahwa adalah bahwa tugas meracik kosmetik bukanlah tugas yang dapat dilakukan oleh siapa saja, tidak terkecuali seorang dokter.

Maka ada baiknya jika konsumen mengetahui apakah dokter tersebut memiliki kewenangan atau kompetensi untuk meracik kosmetik atau tidak. Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.4.3870 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik disebutkan bahwa bagi

personalia yang bekerja pada industri kosmetik harus mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Mereka harus dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang dibebankan kepadanya.

Disebutkan pula bahwa semua personil yang langsung terlibat dalam kegiatan

pembuatan harus dilatih dalam pelaksanaan pembuatan sesuai dengan prinsip-prinsip Cara Pembuatan yang Baik. Sehingga apabila dokter yang meracik kosmetik dikaitkan dengan peraturan ini maka dokter yang disediakan oleh klinik kecantikan juga wajib mengikuti pelatihan sesuai dengan prinsip-prinsip pedoman cara pembuatan kosmetik yang baik. Apabila dokter tidak diberi pelatihan sebelum meracik kosmetik, maka dokter tidak hanya melanggar peraturan perundang-undangan, namun dikhawatirkan kosmetik yang diracik tersebut menimbulkan kerugian bagi konsumen.

Pemenuhan syarat dokter untuk mengikuti pelatihan meracik kosmetik merupakan wujud dari pemenuhan Pasal 7 huruf d Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu pelaku usaha wajib menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. Salah satu kasus kosmetik dokter yang merugikan kosmerik terjadi pada tahun 2013, hal ini dialami oleh seorang wanita berinisial BB. Sebelum melakukan perawatan wajah dan menggunakan krim wajah BB baik-baik saja namun keesokan harinya, BB mendapati beberapa bintik merah pada wajahnya. Pihak klinik

(7)

mengatakan bahwa hal tersebut merupakana reaksi pada wajah BB akibat kulit sensitif. Karena takut, BB berkonsultasi dengan dokter 1 yang bekerja pada klinik tersebut, dokter tersebut mengatakan bahwa bintik tersebut merupakan jerawat biasa, namun ternyata krim yang diberikan oleh dokter tersebut sudah kadaluarsa dan malah memperburuk kondisi kulit BB. Saat mendatangi dokter 2, barulah BB mengetahui bahwa jerawat yang dideritanya bukanlah merupakan jerawat biasa dan bahan yang terdapat dalam krim tersebut dapat memperparah kondisi kulit BB._ Tidak terpenuhinya persyaratan oleh dokter yang mengakibatkan timbulnya kerugian bagi konsumen kosmetik racikan dokter menimbulkan pertanyaan, siapakah yang bertanggung gugat terhadap kerugian yang timbul tersebut, apakah dokter bertanggung gugat secara pribadi ataukah klinik kecantikan yang menyediakan jasa dokter dalam melakukan usahanya.

Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa definisi pelaku usaha adalah: “Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi“_ Penjelasan pasal ini selanjutnya menyatakan bahwa yang termasuk dalam pengertian pelaku usaha dalam undang-undang ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.

Selanjutnya dalam pasal 13 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa seorang pelaku usaha dilarang untuk menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain. Dari rumusan pasal ini dapat disimpulkan bahwa pelayanan

kesehatan merupakan jasa yang tunduk pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Dengan demikian, pada saat seorang dokter memberikan jasa pelayanan kesehatan, dan menerima pembayaran untuk jasa yang diberikannya tersebut, seorang dokter dapat disebut sebagai pelaku usaha.

Dokter dapat disebut sebagai pelaku usaha juga didukung oleh Pasal 16 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika yang menyatakan bahwa industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi bertanggung jawab terhadap kosmetika yang diedarkan. PERUMUSAN MASALAH Apakah dokter memiliki kewenangan untuk meracik kosmetik bagi konsumen klinik

(8)

kecantikan? Tanggung gugat klinik kecantikan apabila kosmetik racikan dokter menimbulkan kerugian bagi konsumen METODE PENELITIAN Doctrinal research atau penelitian doktrinal adalah tipe penelitian hukum yang digunakan dalam jurnal ini. Penelitian ini menganalisis mengenai hubungan antara hubungan hukum yang

berkaitan dengan perlindungan kosumen dengan aturan hukum yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok permasalahan. Tipe

penelitian ini memungkinkan untuk menghasilkan penjelasan yang relevan dan sistematis terkait kompetensi dokter dalam meracik kosmetik serta tanggung gugat klinik kecantikan sebagai upaya perlindungan hukum bagi konsumen. Pendekatan pertama yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), yaitu pendekatan yang dilakukan dengan menelaah Undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang diteliti.

Dalam hal ini adalah berkaitan dengan perundang-undangan perlindungan konsumen. Pendekatan yang kedua adalah mendekatan konseptual (conceptual approach), yaitu pendekatan yang beranjak dari pendangan atau doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin yang dalam hal ini terkait dengan hukum perlindungan konsumen. PEMBAHASAN Pengaturan

Hukum Tentang Kewenangan Meracik Kosmetik Secara harfiah racikan memiliki pengertian hasil meracik._ Kata racikan adalah istilah yang sering digunakan dalam keseharian masyarakat Indonesia.

Racikan memiliki persamaan kata dengan irisan, potongan, rajangan, rincihan, campuran. Apabila merujuk pada definisi yang terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 445/MenKes/Permenkes/1998 tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat Pengawet, dan Tabir Surya pada Kosmetika dapat ditarik kesimpulan bahwa semua jenis kosmetik merupakan sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik,

memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau

menyembuhkan suatu penyakit. Istilah kosmetik racikan dokter dimaksudkan untuk kosmetik yang secara khusus diracik oleh dokter yang diperjual belikan pada klinik kecantikan, bukan kosmetik yang dijual secara bebas di pasaran.

Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan: Praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan

(9)

obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan; Pengertian tenaga kesehatan selanjutnya dinyatakan dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 yaitu, tenaga kesehatan dalam

ketentuan ini adalah tenaga kefarmasian sesuai dengan keahlian dan kewenangannya, dalam hal ini adalah apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 PP No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian yang dimaksud dengan Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sediaan farmasi yang dimaksud pada Pasal 1 angka 1 PP No. 51 Tahun 2009 meliputi obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika._

Pada pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (PP No. 51 Tahun 2009) menyatakan bahwa Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker._ Kosmetik merupakan salah satu sediaan farmasi yang dimaksud dalam peraturan di atas.

Sedangkan meracik kosmetik merupakan salah satu kegiatan pembuatan sediaan farmasi. Pasal-pasal tersebut menunjukkan bahwa pekerjaan meracik kosmetik adalah tugas dari tenaga kefarmasian. Sehingga yang memiliki kompetensi untuk membuat kosmetik pada klinik kecantikan adalah tenaga kefarmasian yang terdiri dari Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Pasal 34 ayat (1) huruf c PP No. 51 Tahun 2009

menyatakan bahwa “(1) Tenaga Kefarmasian melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada: c. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian melalui praktik di Apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.”

Sehingga klinik merupakan salah satu tempat yang diharuskan untuk mempekerjakan tenaga kefarmasian, termasuk klinik kecantikan. Selanjutnya yaitu tugas seorang dokter yang umum diketahui oleh masyarakat adalah memeriksa dan mengobati pasien, namun tugas seorang dokter lebih lanjut terdapat dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UU Nomor 29 Tahun 2004). Setiap dokter dan dokter gigi yang akan melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib melakukan registrasi._

(10)

Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap dokter dan dokter gigi yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk melakukan tindakan profesinya._ Hak seorang dokter diatur dalam Pasal 50 UU Nomor 29 Tahun 2004 dan kewajiban seorang dokter diatur dalam Pasal 51 UU Nomor 29 Tahun 2004. Dalam hak dan kewajiban tersebut tidak terdapat aturan yang secara jelas menyatakan bahwa dokter dapat meracik kosmetik. Pasal 35 ayat (1) Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan bahwa dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai

wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas: (j) meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah terpencil yang tidak ada apotek.

Pasal ini pun tidak memberikan kompetensi kepada dokter untuk meracik kosmetik, dokter hanya diberi kompetensi untuk meracik dan menyerahkan obat di daerah terpencil yang tidak ada apotek. Pasal 35 Pasal 1 huruf j Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan bahwa dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki dapat meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah terpencil yang tidak ada apotek. Ketentuan ini pun hanya memberi kompetensi dokter untuk meracik obat dan bukan kosmetik.

Oleh karena itu, dalam melakukan kegiatan meracik kosmetik perlu adanya legalitas yang menjamin bahwa kegiatan yang dilakukan oleh dokter tersebut bukan merupakan perbuatan melanggar hukum. Hal ini merupakan salah satu pemenuhan hak konsumen yaitu hak untuk mendapatkan kenyamanan saat menggunakan produk kosmetik yang diracik oleh dokter. Selain sebagai pemenuhan hak konsumen, legalitas untuk meracik dibutuhkan oleh dokter agar dokter tidak melanggar ketentuan pada Pasal 8 ayat (1) huruf a Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu: Pelaku usaha dilarang

memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan

perundang-undangan; Apabila kosmetik diracik oleh seorang dokter yang tidak memiliki persyaratan seperti yang telah diatur dalam PP No. 51 Tahun 2009 tentang Kefarmasian, maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai memproduksi dan/atau memperdagangkan barang yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tanggung Gugat Klinik Kecantikan Atas Kerugian Konsumen Akibat Penggunaan Kosmetik Racikan Dokter Umumnya produk yang sampai ke tangan konsumen telah melalui tahap kegiatan perdagangan yang panjang mulai dari produsen pembuat

(11)

(pabrik), distributor, pengecer, hingga ke konsumen._ Masing-masing memiliki peranannya masing-masing, namun tidak menutup kemungkinan produk sampai ke tangan konsumen langsung dari produsen. Begitu pula dengan produk kosmetik yang dijual oleh klinik kecantikan. Seorang konsumen kosmetik kecantikan dapat

memperoleh produknya dengan cara membeli, pembelian secara cuma-cuma maupun karena dikonsumsi secara bersama-sama.

Dengan demikian tampak bahwa ada dua golongan konsumen jika dibedakan dari segi cara memperoleh produk untuk dikonsumsi, yaitu:_ Konsumen yang memperoleh produk dengan cara membeli dari produsen yang berarti konsumen yang terikat hubungan kontraktual (perjanjian, kontrak) dengan produsen. Konsumen yang tidak membeli, tetapi memperolehnya dengan cara lain, yang berarti konsumen yang sama sekali tidak terikat dalam hubungan kontraktual (perjanjian, kontrak) dengan produsen. Bagi konsumen yang terikat dengan hubungan kontraktual, maka perjanjian tersebut haruslah perjanjian yang sah berdasarkan ketentuan Pasal 1320 BW, dimana syarat sah perjanjian tersebut adalah: Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; Suatu hal tertentu; Suatu sebab yang halal (yang

diperbolehkan)_ Hubungan hukum yang terjadi antara klinik dan dokter merupakan hubungan hukum melakukan pekerjaan, secara garis besar ada dua kelompok, yakni hubungan hukum yang melakukan pekerjaan dalam hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja (yang ditandai dengan adanya upah tertentu dan adanya “hubungan diperatas” atau dienstverhoudings); dan hubungan hukum di luar hubungan kerja. Untuk hubungan di luar hubungan kerja, ada yang dilakukan berdasarkan perjanjian melakukan jasa-jasa dan ada yang dilakukan atas dasar pemborongan pekerjaan. Demikian juga dalam perkembangannya, ada yang dilakukan dengan hubungan

kemitraan (partnership), dan ada yang dilakukan berdasarkan suatu anggaran dasar, hal ini sesuai dengan Pasal 1601, Pasal 1601 huruf a jo pasal 1601 huruf c BW dan Pasal 26 UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Hubungan hukum antara dokter dengan pasien didasarkan adanya suatu perjanjian atau sering dikenal dengan istilah transaksi terapeutik, yaitu suatu perjanjian dimana dokter berusaha semaksimal mungkin untuk menyembuhkan pasien dari penderitaan sakitnya atau yang lazim disebut perjanjian inspanning verbitenis, dimana dalam hal ini yang dituntut bukan perjanjian hasil atau resultaat verbitenis namun yang dituntut adalah suatu upaya yang maksimal yang dilakukan dokter atau usaha yang maksimal._ Hubungan hukum yang terbentuk antara klinik kecantikan dengan konsumen lahir karena adanya perjanjian jual beli. Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540 BW.

(12)

Menurut pasal 1457 BW, jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dari pengertian yang diberikan pasal 1457 tersebut, persetujuan jual beli sekaligus membebankan dua kewajiban yaitu:_ Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli. Kewajiban pihak

pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual. Unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, dimana antara penjual dan pembeli harus ada kata sepakat tentang harga dan benda yang menjadi objek jual beli.

Suatu perjanjian jual beli yang sah lahir apabila kedua belah pihak telah setuju tentang harga dan barang. Sifat konsensual dari perjanjian jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 yang berbunyi “jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelah orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar. Tentunya bisnis yang beradab senantiasa mengacu pada nilai-nilai moral etis dalam bingkai hukum (kontrak)._

Menurut Asas Kebebasan Berkontrak yang dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat 1 BW yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas Kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:_ Membuat atau tidak membuat perjanjian; Mengadakan perjanjian dengan siapa pun; Menentukan isi

perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan Bentuk perjanjian jual beli kosmetik yang dilakukan oleh klinik dan pasien adalah dalam bentuk lisan, hal ini dikarenakan dalam membeli kosmetik, para pihak tidak membuat suatu perjanjian tertulis.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen tidak hanya mengatur mengenai konsumen, tetapi juga mengatur mengenai pelaku usaha terutama dalam hal hak dan kewajiban antara konsumen dan pelaku usaha guna memberikan keseimbangan diantara keduanya. Hal tersebut sejalan dengan kenyataan bahwa produk berupa barang atau jasa tidak akan terserap tanpa adanya konsumen dan konsumen juga akan selalu membutuhkan barang atau jasa yang berasal dari pelaku usaha. Pengaturan mengenai hak yang dimiliki oleh pelaku usaha diatur dalam Pasal 6

Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan kewajiban dari pelaku usaha diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Secara spesifik setiap Klinik memiliki kewajiban yang diatur dalam Pasal 35 Permenkes No. 9 Tahun 2014 tentang Klinik. Apabila di lain hari akan muncul keluhan atas

(13)

bertanggung gugat atas beban kerugian yang diderita oleh konsumen._ Hal ini sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur mengenai tanggung gugat pelaku usaha yaitu: “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat

mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.” Secara umum, dasar dari tanggung gugat dalam perlindungan konsumen dalam menuntut ganti kerugian atas kerugian yang telah dialami oleh konsumen sebagai akibat penggunaan produk, baik yang berupa kerugian materi, fisik maupun jiwa, dapat didasarkan pada dua kategori yaitu tuntutan ganti kerugian berdasarkan wanprestasi dan tuntutan ganti kerugian berdasarkan perbuatan melanggar hukum._ Apabila tuntutan ganti kerugian didasarkan pada wanprestasi, maka pihak tergugat dengan pihak penggugat (pelaku usaha dan konsumen) haruslah terikat oleh suatu perjanjian. Dalam setiap perjanjian ada sejumlah janji yang harus dipenuhi oleh para pihak dan janji tersebut menimbulkan keterikatan secara hukum. Janji tersebut juga merupakan

kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak yang berjanji sekaligus menjadi hak bagi pihak lawan untuk menuntut pemenuhannya. Apabila tidak dipenuhi dan menimbulkan kerugian pihak lawan, tidak dipenuhinya perjanjian tersebut (wanprestasi) dapat

menimbulkan hak bagi pihak lawan untuk menuntut penggantian kerugian._

Pada dasarnya pasal-pasal yang terkait dengan wanprestasi yang terdapat dalam BW dapat digunakan sebagai dasar bagi pelaku usaha dan konsumen. Namun terdapat kelemahan yang akan timbul apabila menggunakan pasal-pasal yang terdapat di BW, yaitu ketentuan pasal dalam BW terkait wanprestasi tidak menjangkau semua konsumen sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Hal ini dikarenakan ganti kerugian yang didasarkan pada wanprestasi, pihak tergugat dengan pihak penggugat (pelaku usaha dan kosumen) haruslah terikat oleh suatu perjanjian, dan pihak ketiga (bukan sebagai pihak dalam perjanjian) yang dirugikan tidak dapat menuntut ganti kerugian dengan alasan wanprestasi._ Hal ini dikarenakan pihak ketiga atau yang sering disebut sebagai konsumen akhir dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak terikat oleh perjanjian dengan pelaku usaha.

Apabila tuntutan ganti kerugian didasarkan pada perbuatan melanggar hukum maka berdasarkan Pasal 1365 BW yang menyatakan bahwa “Tiap perbuatan yang melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Jika melihat

ketentuan pasal tersebut, maka dalam menuntut ganti kerugian yang didasarkan perbuatan melanggar hukum, antara pelaku usaha dan konsumen tidak perlu

(14)

ganti kerugian. Sehingga pihak ketiga yang dirugikan juga dapat menuntut ganti kerugian. Bentuk tanggung gugat dari perbuatan hukum ialah tanggung gugat kesalahan (Liability based on fault).

Pada tanggung gugat atas dasar kesalahan seseorang harus bertanggung gugat atas kesalahan yang telah dilakukannya yang menimbulkan kerugian bagi orang lain. Pada perbuatan melawan hukum kesalahan secara eksplisit ditentukan sebagai dasar

bertanggung gugat, sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 BW. Selain itu gugat atas dasar kesalahan pihak yang dirugikan harus dapat membuktikan bahwa dirinya

menderita kerugian, beban pembuktian berada pada pihak yang dirugikan bukan pada pihak yang menyebabkan kerugian.

Maka dari itu kurang tepat apabila konsumen menggunakan Pasal 1365 BW untuk menuntut ganti kerugian kepada pelaku usaha atas dasar perbuatan melanggar hukum. Konsumen harus dapat membuktikan kesalahan dari pelaku usaha baik itu berupa kesengajaan maupun kekuranghati-hatian. Sedangkan konsumen sebagai pihak yang dirugikan tidak selalu dengan mudah membuktikan letak kesalahan dari pelaku usaha. Konsumen harus membuktikan adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian mengingat hal tersebut adalah unsur yang harus dipenuhi untuk dapat menuntut ganti kerugian dengan perbuatan melanggar hukum, hal ini tidak

dimungkinkan karena konsumen tidak mengetahui apakah produk yang dikonsumsinya adalah produk yang telah memenuhi persyaratan perundang-undangan yang

menyebabkan dirinya mengalami kerugian.

Apabila tuntutan ganti kerugian didasarkan pada UUPK maka sesuai dengan

kewajibannya, pelaku usaha wajib beritikad baik, memberi informasi, melayani dengan cara yang sama, memberi jaminan, memberi kesempatan mencoba, dan memberi kompensasi. Namun apabila pelaku usaha tidak melakukan kewajibannya maka

konsumen dapat menuntut kerugian kepada pelaku usaha. Sengketa yang timbul antara pelaku usaha dan konsumen yang berawal dari transaksi konsumen disebut sengketa konsumen._ Menurut ketentuan Pasal 45 ayat (1) jo. Pasal 47 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen, penyelesaian sengketa konsumen dapat melalui pengadilan, dengan tuntutan seketika, dan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)._ Penyelesaian sengketa melalui tuntutan seketika wajib ditempuh pertama kali untuk memperoleh kesepakatan para pihak, sedangkan dua cara lainnya adalah pilihan yang ditempuh setelah penyelesaian dengan cara kesepakatan gagal._ Apabila telah

menempuh cara melalui pengadilan maka tidak dapat lagi ditempuh penyelesaian BPSK dan sebaliknya._ Kewajiban memberikan ganti kerugian wajib dipenuhi oleh pelaku usaha, namun mengingat adanya ketentuan Pasal 19 ayat (5) Undang-Undang

(15)

Perlindungan Konsumen, maka ketentuan pemberian ganti rugi oleh pelaku usaha tidak akan berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan yang timbul merupakan kesalahan konsumen. Pembuktian kesalahan oleh pelaku usaha disebut sebagai pembalikan beban pembuktian sebagaimana juga diatur di dalam Pasal 28 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Sehingga dasar konsumen untuk menuntut ganti kerugian yang tepat ialah melalui pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen karena pada undang-undang tersebut baik si pembeli maupun orang lain yang ikut mengonsumsi kosmetik racikan dokter, meskipun bukan seorang pembeli sama-sama memiliki hak yang sama untuk memperoleh ganti kerugian dari pelaku usaha. PENUTUP Kesimpulan Dokter tidak memiliki kewenangan untuk meracik kosmetik, karena tidak terdapat ketentuan yang memperbolehkan dokter untuk meracik kosmetik.

Proses peracikan kosmetik hanya boleh dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang terdiri dari Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Hal ini telah diatur dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian yaitu Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sediaan farmasi yang dimaksud pada Pasal 1 angka 1 PP No.

51 Tahun 2009 meliputi obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Pada pasal 1 angka 3 PP No. 51 Tahun 2009 menyatakan bahwa Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Hubungan hukum yang terjadi antara klinik kecantikan dan konsumen mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban para pihak. Gugatan berdasarkan wanprestasi sangat lemah karena mensyaratkan adanya hubungan kontraktual antara para pihaknya sehingga hanya pihak yang terikat kontrak yang dapat menggugat. Dengan demikian, pelaku usaha bisa menolak bertanggung jawab dengan alasan tidak ada hubungan kontraktual antara para pihak. Namun terdapat upaya hukum lain yang dapat diajukan konsumen, yaitu dengan sarana gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum yang tidak mensyaratkan adanya hubungan kontraktual antara konsumen dengan pelaku usaha. Sistim pembuktian yang digunakan dalam tanggung gugat pelaku usaha ini diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menggunakan pembalikan beban pembuktian yaitu, pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha. Akibatnya adalah

(16)

pelaku usaha tersebut yang harus membuktikan ada atau tidaknya kesalahan pada dirinya.

Sehingga apabila kosmetik racikan dokter menimbulkan kerugian bagi konsumen, dasar gugatan yang sesuai adalah gugatan berdasarkan Undang-Undang Perlindungan

Konsumen. Rekomendasi Tidak terdapatnya peraturan yang memberi kewenangan untuk meracik kosmetik menunjukkan bahwa dokter melampaui kewenangannya sebagai seorang dokter. Rekomendasi yang dapat kami berikan adalah diharapkan untuk para dokter untuk menyerahkan wewenang untuk meracik kosmetik kepada tenaga kefarmasian dengan cara menulis resep.

Konsumen yang dirugikan untuk menggugat pelaku usaha dengan dasar gugatan perbuatan melanggar hukum dengan berdasar pada aturan yang terdapat pada

Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Hal ini dikarenakan dengan dasar perbuatan melanggar hukum, konsumen yang dirugikan dapat memperoleh ganti rugi baik meteriil maupun immateriil secara maksimal. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih

terutama ditujukan kepada pemberi dana penelitian atau donatur. Ucapan terima kasih dapat juga disampaikan kepada pihak-pihak yang membantu pelaksanaan penelitian. DAFTAR BACAAN Peraturan Perundangan-Undangan: Kitab Undang-undang Hukum Perdata / Burgerlijk Wetboek voor Indonesie (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821)

Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3781) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5044) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik (Berita Negara Tahun 2014 Nomor 232) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika (Berita Negara Tahun 2010 Nomor 397) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

445/MenKes/Permenkes/1998 tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat Pengawet, dan Tabir Surya pada Kosmetika Peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK.00.05.4.3870 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Registrasi Dokter dan Dokter Gigi (Berita Negara Tahun 2012 Nomor 354) Buku Adrian Sutedi. (2002). Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen. Bogor: Ghalia Indonesia. Ahmadi Miru. (2011).

(17)

Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Janus Sidabalok. (2006).

Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Moh Anief. (1988). Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press. M. Yahya Harahap. (1986). Segi-segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni. Retno Iswari Tranggono. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Salim H.S.. (2003). Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan

Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa. (1999) Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Artikel Jurnal Agus Yudha Hernoko. (2007). “Azas Proporsionalitas Sebagai Perwujudan Doktrin Keadilan Berkontrak”. Jurnal Perspektif.

12(3), 221-244. H. Yunanto. (2011) “Pertanggungjawaban Dokter Dalam Transaksi Terapeutik”, Jurnal Law Reform. 6(1). Laman/Media Online Bun, ‘My Horrific Post-Facial Experience. You Need To Read This’,

https://www.bforbunbun.com/my-horrific-post-facial-experience-you-need-to-read-this /. INTERNET SOURCES: --- 3% - http://repository.unair.ac.id/72767/ <1% - https://www.researchgate.net/publication/314491051_Peran_BPOM_dan_BPKN_dalam_ Memberikan_Perlindungan_Hukum_Bagi_Konsumen_terhadap_Peredaran_Vaksin_Palsu <1% - https://www.justice.gov/civil/current-and-recent-cases 1% - http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._12_ttg_Penyelenggaraan_I munisasi_.pdf <1% - http://repository.ump.ac.id/3526/3/BAB%20II_TITIS%20ARUM%20IKA%20Y.A._FARMASI %2711.pdf 1% - http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/138/jtptunimus-gdl-windikusum-6893-3-babii.pdf <1% - https://www.slideshare.net/ZlHud/hirarki-per-uu-an-uupppkm-dan-pbom-2017 1% - https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/11741/Waspada-Kosmetik-Palsu.html <1% - https://www.scribd.com/document/359224147/IRFAN-NURHIDAYAT-fkik-pdf <1% - https://zakariahdoumbojo.blogspot.com/2012/04/proposal-thesis.html 1% - https://ilmuef.blogspot.com/2016/02/defenisi-kosmetika.html

(18)

<1% - http://ik.pom.go.id/v2016/artikel/ARTIKEL-ASAM-RETINOAT.pdf <1% - https://lead.sabda.org/16/aug/2005/kepemimpinan_identitas_dan_status_di_tempat_pel ayanan <1% - https://cantikwanitaa.blogspot.com/ <1% - http://repository.unisba.ac.id/bitstream/handle/123456789/5238/05bab1_dedien_10060 311104_skr_2015.pdf?sequence=5&isAllowed=y <1% - https://obat-net.blogspot.com/2012/06/cara-pembuatan-obat-tradisional-dan.html <1% - https://id.123dok.com/document/myjrrg2z-perlindungan-konsumen-kecantikan-terjadi-kerusakan-perawatan-kecantikan-lampung.html 1% - http://journal.uad.ac.id/index.php/JSTIF/article/download/2577/1530 <1% - https://iuditrilukman.wordpress.com/category/tugas/ <1% - https://sireka.pom.go.id/requirement/UU-8-1999-Perlindungan-Konsumen.pdf <1% - https://www.pinterpandai.com/perlindungan-konsumen-hak-kewajiban-konsumen-pela nggan-pengusaha-contoh-kasus/ <1% - https://pt.scribd.com/document/244571038/PER-KBPOM-NO-HK-03-42-06-10-4556-TA HUN-2010 <1% - https://id.scribd.com/doc/172661901/CPKB-kosmetik-6 <1% - https://kisiikisi.blogspot.com/2016/12/inilah-contoh-makalah-studi-kasus-yang.html <1% - https://id.scribd.com/doc/92256930/Cara-Pembuatan-Kosmetik-Yang-Baik <1% - https://id.123dok.com/document/lzgwv08y-tanggung-jawab-apoteker-terhadap-konsu men-ditinjau-dari-undang-undang-nomor-8-tahun-1999-tentang-perlindungan-konsu men.html <1% - https://pengertiankomplit.blogspot.com/2017/01/pengertian-pelaku-usaha.html <1% - https://mediakonsumen.com/undang-undang-perlindungan-konsumen 2% - https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl4762/apakah-dokter-termasuk-pel aku-usaha/ <1% - https://pengawasfarmasidanmakanan.files.wordpress.com/2017/08/8-modul-sertifikasi_ edit.doc <1% - http://jdih.pom.go.id/rancanganpublikshowpdf.php?u=30R0tzca68RXPEjr9OISkNLI0CK6

(19)

ug4k03Lo%2FaHDvWg%3D <1% - https://www.saplaw.top/pendekatan-perundang-undangan-statute-approach-dalam-pe nelitian-hukum/ <1% - http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/jurisdictie/article/download/5502/pdf <1% - https://pt.scribd.com/doc/112312113/Skripsi-a-Syamsul-Bakhri-N11107054 1% - http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/al-kimia/article/download/1655/1613 <1% - https://farmasetika.com/2019/12/19/inilah-naskah-akademik-dan-draft-rancangan-unda ng-undang-kefarmasian/ 1% - http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._73_ttg_Standar_Pelayanan_ Kefarmasian_Di_Apotek_.pdf <1% - https://pafimalang.blogspot.com/2017/03/peraturan-menteri-kesehatan-no-9-2017.htm l#! <1% - http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/1627.pdf 1% - http://klikfarmasi.com/artikel-ilmiah/manajemen-apotek/ <1% - http://repository.setiabudi.ac.id/4233/1/PROPOSAL%20KKL%20APT%2024%20PURWOS ARI.pdf <1% - https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2009/51TAHUN2009PPPenjel.htm <1% - http://oaji.net/articles/2015/820-1432888716.pdf <1% - https://keluargazainofa.blogspot.com/2009/10/pelayanan-praktik-kefarmasian-dalam-p p.html <1% - http://gajiroum.kemkes.go.id/data/UU_NO_36_2014.pdf <1% - https://aaanzie.blogspot.com/2011/07/peraturan-pemerintah-republik-indonesia.html <1% - https://pt.scribd.com/document/240669387/Kerjasama-klinik-BPJS <1% - https://anfifa.blogspot.com/2017/02/penyimpangan-etika-profesi-perekam.html 1% - https://www.kompasiana.com/tammysiarif/5bca81a2677ffb4d9704f594/surat-tanda-regi strasi-dan-surat-ijin-praktik-dokter <1% - https://www.scribd.com/document/330543887/Hubungan-etika-disiplin-dan-hukum-ant ara-dokter-pasien 1% - https://hukumkes.wordpress.com/2009/05/26/uu-no-292004-tentang-praktik-kedoktera n/

(20)

<1% - http://best-dokter.com/bolehkah-direktur-rumah-sakit-berpraktik-mengobati-pasien/ <1% - https://agungganjar27.blogspot.com/2015/04/pbl-27-etika-disiplin-dan.html <1% - https://syifafauziakamila.wordpress.com/category/tak-berkategori/ <1% - https://yogislaluhokky.wordpress.com/author/yogislaluhokky/page/2/ <1% - https://rizkypradanadefandynie.blogspot.com/2017/ <1% - http://repository.wima.ac.id/1489/6/Bab%205.pdf 1% - https://e-journal.unair.ac.id/JD/article/download/11008/6235 <1% - https://id.123dok.com/document/7q0d73z6-aspek-perlindungan-konsumen-perjanjian-operasi-caesar-pasien-imelda.html <1% - https://rahmadvai.blogspot.com/2013/11/ 1% - https://anairmajulianasari.blogspot.com/2016/06/makalah-kasus-rahasia-jabatan-dan.ht ml <1% - https://pertanyaanburuh.blogspot.com/2011/12/profesi-dokter.html <1% - https://www.scribd.com/document/381036366/Hukum-Dagang 1% - https://www.kajianpustaka.com/2013/01/usaha-mikro-kecil-dan-menengah.html 1% - http://eprints.undip.ac.id/17134/1/dr.H.Yunanto.pdf <1% - https://legal-community.blogspot.com/2011/08/aspek-aspek-hukum-transaksi-jual-beli. html 1% - https://irmadevita.com/2013/jual-beli-dan-levering/ 1% - https://www.indonesiana.id/read/103032/perjanjian-jual-beli <1% - https://core.ac.uk/download/pdf/147564278.pdf <1% - http://eprints.umm.ac.id/38922/3/BAB%20II.pdf 1% - https://www.dosenpendidikan.co.id/mou-adalah/ <1% - https://annisawally0208.blogspot.com/2016/03/materi-kuliah-hukum-perlindungan.html <1% - http://www.sangkoeno.com/2013/09/hak-dan-kewajiban-konsumen-serta-pelaku.html <1% - https://www.slideshare.net/ulfahhanum1/peraturan-menteri-kesehatan-no-9-tahun-201 4-tentang-klinik <1% - https://id.123dok.com/document/zgrmln2q-bab-ii-tinjauan-umum-tentang-hukum-perli ndungan-konsumen-dan-penyampaian-informasi-kepada-konsumen-melalui-iklan-h-tin jauan-umum-tentang-hukum-perlindungan-konsumen-1-beberapa-peristilahan-dalam-hukum-perlindungan-konsumen-perlindungan-konsumen-atas-i.html <1% -

(21)

https://silpiintansuseno7.wordpress.com/2017/07/06/makalah-perlindungan-konsumen/ <1% - https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt52f391f92aaba/langkah-hukum-jika -barang-yang-diberikan-penjual-tidak-lengkap/ 1% - https://sardarafika.wordpress.com/2017/09/27/ganti-kerugian-kualifikasi-peristiwa-yang -menimbulkan-kerugian-pada-kosumen/ <1% - https://unsuri.ac.id/wp-content/uploads/2019/02/2.JURNAL-RANI.doc <1% - https://irwansyah-hukum.blogspot.com/2012/05/upaya-hukum-bagi-para-pihak-dalam. html <1% - https://konsultasiskripsi.com/tag/hukum/page/2/ <1% - https://sarjanahukumasli.blogspot.com/2018/05/makalah-perlindungan-konsumen-terh adap.html <1% - https://id.123dok.com/document/myjxg56z-pelaksanaan-ganti-terkait-migrasi-layanan-t elkomsel-telkom-sumatera.html <1% - https://gubukhukum.blogspot.com/2015/04/perlindungan-hukum-bagi-pekerja-yang-di .html 1% - http://digilib.unila.ac.id/2610/12/BAB%20II.pdf <1% - http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/hukum-teknologi/665-tanggung-jawab-penyeleng gara-sistem-elektronik-perbankan-dalam-kegiatan-transaksi-elektronik-pasca-uu-no-11 -tahun-2008.html <1% - https://nurse-yusnil.blogspot.com/2014/12/tanggung-gugat.html <1% - https://rahmanamin1984.blogspot.com/2014/03/pertanggungjawaban-putusan-hakim.h tml <1% - https://skripsi-skripsiun.blogspot.com/2014/05/skripsi-hukum-tinjauan-yuridis-terhadap .html <1% - https://panginyongan.blogspot.com/2008/07/tanggung-jawab-yuridis-pelaku-usaha.ht ml <1% - http://repository.unair.ac.id/13736/11/11.%20Bab%203.pdf <1% - https://arsiregar.blogspot.com/2017/12/jaminan-produk-halal-peranan-fatwa-mui.html <1% -

(22)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/60871/Chapter%20II.pdf;sequen ce=3 <1% - https://feezha.blog.uns.ac.id/2010/03/25/perlindungan-hukum-terhadap-konsumen-yan g-menderita-kerugian-dalam-transaksi-properti-menurut-undang-undang-perlindunga n-konsumen-studi-pada-pengembang-perumahan-pt-fajar-bangun-raharja-surakarta-h / 1% - https://online-hukum.blogspot.com/2011_01_20_archive.html <1% - https://online-hukum.blogspot.com/2011/01/ <1% - https://pt.scribd.com/doc/114420329/Pertanggungjawaban-Pelaku-Usaha-dalam-Perlin dungan-Konsumen <1% - https://rupa-free.blogspot.com/2012/03/perbedaan-praktek-bidan-perawat-dan.html <1% - https://ynrifarmasi.blogspot.com/2015/10/ruang-lingkup-pekerjaan-kefarmasian.html <1% - https://ardinsadress.blogspot.com/2018/09/contoh-beberapa-perusahaan-yang.html <1% - http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JIS/article/download/46/45 <1% - http://eprints.ulm.ac.id/137/1/Jurnal%20Syariah%20IAIN_Tanggung%20...pdf <1% - https://teknikindustriitm.blogspot.com/2009/12/pelaku-usaha.html 1% - http://journal.unhas.ac.id/index.php/jsn/about/submissions <1% - https://www.scribd.com/document/380284615/Ae-Peraturan-Perundang-undangan-Pen inggalan-Kolonial-Belanda <1% - https://www.persi.or.id/images/2018/data/pmk102018.pdf <1% - https://4cardio.files.wordpress.com/2013/12/permenkes-003-tahun2010.pdf <1% - http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2016/bn182-2016.pdf <1% - https://www.scribd.com/document/364635831/Laila-Novilia-Makmun-fkik <1% - http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/66259/Reference.pdf?sequence =1&isAllowed=y <1% - https://lppmunigresblog.files.wordpress.com/2016/05/cahaya-kampus-jurnal-volume-13 -no-1-2015-agustus.doc

Referensi

Dokumen terkait

Al-Raghib Al-Isfahani menjelaskan bahwa hikmah adalah perolehan kebenaran dengan perantara ilmu dan akal, yang berasal dari Allah atau manusia. Jika berasal dari

memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka berarti suatu Kekuasaan yang berdiri sendiri dan tidak dalam intervensi dari kekuasaan lainya dalam menjalankan

Strategi dan pendekatan yang dapat diterapkan di Kawasan Wisata Danau Ranau Lumbok Seminung dengan pendekatan Community Based Tourism (CBT) diantaranya, melibatkan

Kandungan Cr pada organ ikan di Dayeuhkolot cukup tinggi dengan rata-rata 12,38 ppm namun masih lebih rendah dibandingkan ikan di Situ Cisanti (stasiun 1) dan Sapan

Sehingga, oli peredam Shock Absorber dengan menggunakan oli CPO dengan nilai viskositas sebesar 1.28 Poise dapat dikatakan bisa digunakan sebagai oli peredam dari Shock

Dewan Kehortmatan IAI Jakarta layak mendapat apresiasi akan diumumkan pada Malam Penghargaan IAI Jakarta 2018 pada bulan Maret 2018  Karya dalam kategori Anugerah harus sudah

Penelitian yang mendukung adalah penelitian yang dilakukan oleh Sholihah (2011) dimana hasil penelitiannya menunjukkan perubahan yang signifikan (adanya penuruna

Dari data hasil pengukuran krom tersebut, dapat dibuat grafik hubungan antara konsentrasi krom dengan jarak untuk setiap interval 3 jam yang dapat dilihat pada gambar B.l sampai