• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Muksin Zaenal A Halaman 6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam merencanakan struktur sebuah bangunan diperlukan langkah-langkah yang mendasar dan sistematis untuk menjelaskan apakah bangunan tersebut memenuhi syarat keamanan sehingga dapat digunakan sepanjang umur rencananya, adapun langkah-langkah perencanaan struktur untuk sebuah bangunan dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Perumusan masalah dan analisis fungsi yang ditentukan oleh peruntukan bangunan, lokasi, karakter (bentuk khusus) dari segi arsitektural dan sebagainya.

2. Evaluasi pembebanan, menentukan tipe pembeban (jenis) serta besarnya nilai berikut kombinasinya yang mungkin terjadi pada bangunan.

3. Preliminary design, menentukan jenis material yang digunakan, denah dan skala dari sistem.

4. Mempelajari kinerja struktur atau perilaku dibawah pembebanan rencana. 5. Rancangan definitif dari sistem yaitu pemilihan ukuran, bentuk, kualitas dan

sebagainya dari semua bagian struktur.

6. Integrasi struktur dalam bangunan untuk memberikan kerangka bangunan terhadap aspek geoteknis, detail-detail arsitektural, peralatan mekanikal dan elektrikal, peralatan-peralatan penggunaan bangunan dan sebagainya.

7. Detail konstruksi mencakup studi metode, detail penggambaran struktur dan urutan pabrikasinya berikut pemasangan dilapangan.

Dari semua langkah diatas akan menjadi pedoman bagi perencana struktur untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dapat menyebabkan rusak atau runtuhnya struktur setelah struktur berdiri dan dibebani, salah satu faktor yang dapat menyebabkan kegagalan struktur adalah gaya lateral yang terjadi akibat terjadinya gempa bumi. Semakin tinggi bangunan akan semakin besar pula massa bangunan tersebut, sehingga akan menyebabkan gaya lateral yang terjadi pada bangunan tersebut meningkat. Selain faktor massa bangunan masih banyak faktor yang

(2)

Muksin Zaenal A Halaman 7

berpengaruh terhadap besarnya gaya lateral tersebut, untuk itu penulis juga akan menyinggung tentang konsep perencanaan gempa pada tulisan berikut.

2.1. Perilaku Struktur Gedung Tinggi Selama Gempa

Sebagaimana diketahui bahwa struktur bangunan akan mengalami kerusakan besar apabila frekuensi dominan beban (getaran) tanah akibat gempa berdekatan dengan frekuensi getaran bangunan. Getaran akibat gempa ini menyebabkan elemen-elemen vertikal struktur seperti kolom dan dinding geser mengalami perubahan atau deformasi dari kondisi semula. Semakin besar getaran maka akan terjadi suatu deformasi dari kondisi semula. Semakin besar getaran maka akan terjadi suatu deformasi pada elemen struktur dan jika deformasi tersebut mencapai titik kelelehan elemen-elemen struktur, maka struktur dapat mengalami keruntuhan.

Besarnya kekuatan gaya akibat getaran gempa, tergantung pada massa struktur, percepatan getaran tanah, karakteristik pondasi dan karakteristik dinamis struktur gedung.

Pada jenis pembebanan yang akan dibebankan pada struktur terdapat beban angin dan beban gempa. Kedua beban ini merupakan pembebanan yang arahnya tegak lurus terhadap struktur gedung. Dari kedua pembebanan ini, beban ini akan menimbulkan getaran pada struktur dimana gempa akan menimbulkan getaran yang lebih besar dampaknya pada struktur dibandingkan oleh getaran yang ditimbulkan akibat angin. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan;

1. Getaran gempa terjadi dalam frekuensi yang sangat singkat dibandingkan dengan angin,

2. Durasi (waktu) getaran yang ditimbulkan sangat singkat, namun dampak yang ditimbulkan tidak jauh berbeda akibat angin.

Oleh sebab itu, getaran yang ditimbulkan oleh gempa dirancang sebagai gaya horisontal lateral, yang dibebani terhadap struktur gedung tinggi.

Drift atau defleksi lateral merupakan peralihan lateral dari satu lantai dengan lantai dibawahnya. Defleksi lateral yang terjadi selama gempa harus dibatasi nilainya. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya tegangan maksimum yang harus diimbangi oleh komponen elemen struktur gedung. Total

(3)

Muksin Zaenal A Halaman 8

penyimpangan yang terjadi merupakan nilai absolut peralihan dari titik yang ditinjau berdasarkan titik dasar acuan.

Pencegahan defleksi lateral dapat dikurangi dengan perencanaan suatu struktur yang mampu mendistribusikan gaya lateral pada semua elemen struktur secara merata. Perencanaan struktur itu dapat berupa penambahan elemen bresing diagonal pada struktur gedung.

2.2. Konsep Perencanaan Gempa

Terdapat dua pendekatan dalam mendapatkan nilai gaya gempa. Pendekatan tersebut adalah;

1. Prosedur ekuivalen gaya statik 2. Prosedur analisa dinamis.

Berdasarkan pada peraturan perencanaan tahan gempa indonesia untuk gedung, pemakaian dua prosedur diatas dapat dibedakan berdasarkan pada struktur gedung tersebut.

Untuk penggunaan prosedur analisa dinamis dapat digunakan berdasarkan; a. Layout Struktur gedung sangat tidak beraturan.

K1 dan atau K1 > 0,25 A A K1 K2 K1 A

Gambar Denah Struktur Gedung K1

A

(4)

Muksin Zaenal A Halaman 9

b. Struktur gedung memiliki kekakuan tiap lantai tidak merata. c. Struktur gedung dengan tinggi lebih dari 40 m

d. Struktur gedung yang bentuk, ukuran dan peruntukkannya tidak umum. Diluar point diatas, perencanaan bangunan tahan gempa untuk gedung dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur analisa beban statik ekuivalen. Beban statik ekuivalen adalah suatu representasi dari beban gempa setelah disederhanakan dan dimodifikasi, yang mana gaya – inersia yang bekerja pada suatu masa akibat gempa disederhanakan menjadi ekivalen beban statik. Beban kerja horisontal dianggap mencerminkan muatan kerja yang maksimum seolah terjadi akibat gaya dinamis.

2.2.1 Analisa Dinamik pada Multi Storey Building

Struktur MDOF (Multi Degree of Freedom) dalam analisa dinamik dilakukan dengan melakukan modelisasi sistem struktur hingga diperoleh matriks massa dan matriks kekakuan struktur yang terkait dengan pembebanan yang terjadi pada struktur tersebut.

Dengan memperhatikan persamaan dinamik struktur yang menggunakan prinsip hukum Newton II yaitu :

a m F (2.1) a m Fd Fs t F )( (2.1a) Fs Fd a m t F )( (2.1b) x k v c a m t F )( (2.1c) dengan u a ;v u;x u (2.2)

(5)

Muksin Zaenal A Halaman 10

maka persamaan dinamik adalah

u k cu mu t F )( (2.3a) u k cu mu mRug (2.4b) m = massa c = koefisien redaman k = kekakuan u = percepatan

u = kecepatan u = perpindahan

R = vektor arah percepatan tanah atau gempa yang menghubungkan arah pergerakan tanah akibat gempa dengan derajat kebebasan global

Setelah persamaan dinamik ditentukan, kemudian dilakukan kondensasi matriks untuk memudahkan analisa matriks dengan mengeliminir matriks massa yang bernilai nol dan menyederhanakan matriks kekakuan dalam sistem struktur tersebut.

Matriks sebelum kondensasi

ss mm M M M 0 0 (2.5) ss sm ms mm K K K K K (2.6)

Matriks sesudah kondensasi

mm M M~ (2.7) sm ss ms mm K K K K K~ 1 (2.8)

Analisa dilanjutkan dengan menentukan nilai eigen ( ) dengan perumusan berikut

0

(6)

Muksin Zaenal A Halaman 11

dengan

= 2 (2.9) Berikutnya dapat ditentukan pola getar ( ) struktur dengan perumusan berikut

0

i i M

K (2.10) Analisa dilanjutkan dengan menentukan percepatan gempa yang terjadi berdasarkan periode getar alami struktur. Penentuan percepatan gempa (Sa) dapat diketahui dengan memperhatikan zona wilayah gempa yang mempunyai grafik hubungan antara percepatan gempa dengan peiodenya pada peraturan SNI-03-1726-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung. Untuk analisis gempa ini dipilih menggunakan zona wilayah

2.2.2. Menentukan Beban Statik Ekuivalen

Setiap gedung harus direncanakan menahan suatu gaya geser dasar horisontal total akibat gempa (V).

R W I C

V 1. . t

dimana C = koefisien percepatan gempa (1/detik) I = faktor keutamaan

R = faktor Reduksi gempa

Wt = Kombinasi beban mati dan beban hidup (N)

V = gaya geser dasar rencana total (N)

(Badan Standarisasi Nasional, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk

Bangunan Gedung, SNI 03-1726-2002, hal 28)

2.2.2.1 Menentukan C

Nilai C didasarkan pada variabel ; waktu getar alami, wilayah gempa dari bangunan tersebut, serta jenis tanah dibawah bangunan.

a. Menentukan T (waktu getar alami)

Untuk taksiran permulaan, harga waktu getar dari gedung adalah sebagai berikut ;

(7)

Muksin Zaenal A Halaman 12

0,06. 4,untuk portalbeton

3 H T baja portal untuk , . 085 , 0 4 3 H T lainnya struktur untuk , . 09 , 0 H B T dimana :

H = tinggi bagian utama struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral, m

B = panjang seluruhnya dari denah struktur pada alasnya dalam arah yang ditinjau, m

b. Menetapkan wilayah gempa dari bangunan,

(Badan Standarisasi Nasional, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa

Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1726-2002, hal 21), gambar wilayah

gempa lihat lampiran.

c. Menetapkan jenis tanah dibawah bangunan

Dua jenis tanah bawah harus dapat dibedakan dalam memilih nilai C, yaitu tanah keras dan tanah lunak. Untuk pemakaian peraturan ini suatu struktur harus dianggap berdiri diatas tanah bawah yang lunak.

2. Menentukan faktor keutamaan [I]

Faktor keutamaan didasarkan pada kategori gedung dan bangunan yang akan dianalisa.

I I1.I2

I1 adalah faktor keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa

berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama umur gedung

I2 adalah faktor keutamaan untuk menyesuaikan periode ulang gempa

berkaitan dengan penyesuaian umur gedung. Nilai faktor I didasarkan pada tabel 2.1.

(8)

Muksin Zaenal A Halaman 13

Tabel 2.1 Faktor Keutamaan

Kategori Gedung Faktor Keutamaan

I1 I2 I

Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan dan perkantoran

1,0 1,0 1,0

Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6

Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi

1,4 1,0 1,4

Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun

1,6 12,0 1,6

Cerobong, tangki di atas menara 1,5 1,0 1,5

(Badan Standarisasi Nasional, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa

Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1726-2002, hal 7)

3. Menentukan faktor reduksi gempa [R]

Nilai faktor reduksi gempa merupakan faktor yang mempengaruhi taraf kinerja struktur gedung baik untuk kondisi elastis ataupun daktail penuh.

Faktor ini didasarkan pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Parameter Daktailitas Struktur Gempa

Taraf Kinerja Struktur Gedung

(faktor daktailitas struktur gedung)

R Elastik Penuh 1,0 1,6 Daktail Parsial 1,5 2,4 2,0 3,2 2,5 4,0 3,0 4,8 3,5 5,6 4,0 6,4 4,5 7,2 5,0 8,0 Daktail Penuh 5,3 8,5

(Badan Standarisasi Nasional, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa

(9)

Muksin Zaenal A Halaman 14

4 Menentukan Wt

Lantai Tingkat

Tinggi lantai (hi) Berat Lantai Wi 4 h1+h2+h3+h4 W4 3 h1+h2+h3 W3 2 h2+h1 W2 1 h1 W1 Jumlah Wt

Maka gaya gesar

R W I C

V 1. . t

(Badan Standarisasi Nasional, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk

Bangunan Gedung, SNI 03-1726-2002, hal 27)

2.3 Distribusi Gaya Geser Dasar Vertikal Total Akibat Gaya gempa (V)

Gaya geser dasar horisontal total akibat gaya gempa didistribusikan menjadi beban horisontal terpusat pada masing-masing lantai struktur gedung.

V hi Wi hi Wi Fi . . .

dimana Wi = Berat lantai ke-i hi = tinggi lantai ke-i

V =Gaya geser dasar horisontal total gempa

(Badan Standarisasi Nasional, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk

Bangunan Gedung, SNI 03-1726-2002, hal 28) Tabel 2.3 distribusi Gaya geser dasar horisontal

Lantai Tingkat ke Tinggi Lantai (hi) (m) Berat tingkat (Wi) (ton) Wi . hi (ton . m) Fi (ton) 4 h1 + h2 + h3 + h4 W4 a 4 .V F a 3 h1 + h2 + h3 W3 b 3 .V F b W4 W3 W2 W1 (h 4 )/ 2 (h 4 + h 3 )/ 2 (h 3 + h 2 )/ 2 (h 2 + h 1 )/ 2 h4 h3 h2 h1

(10)

Muksin Zaenal A Halaman 15 2 h1 + h2 W2 c 2 .V F c 1 h1 W1 d 1 .V F d Wt V

Gambar. 2.2. Beban Lateral Ekuivalen

2.4 Sistem Struktur Gedung

Struktur gedung memiliki jenis elemen yang dapat dibedakan berdasarkan pada elemen vertikal dan elemen horisontal. Dalam keadaan pembebanan gaya gempa struktur elemen vertikal direncanakan sebagai elemen yang meneruskan gaya gempa ke pondasi. Elemen vertikal dapat berupa;

a. Dinding geser, dinding yang direncanakan secara menerus dari pondasi hingga keatas struktur.

b. Rangka bresing, Elemen diagonal vertikal pada rangka struktur yang memberikan kontribusi kekakuan pada struktur gedung.

c. Moment-resisting frame, salah satu bentuk rangka struktur dalam menahan gaya gempa.

Sedangkan struktur elemen horisontal direncanakan sebagai elemen pendistribusi gaya lateral ke elemen vertikal. Bentuk elemen horisontal dapat berupa;

(11)

Muksin Zaenal A Halaman 16

a. Diafragma; Suatu bagian struktur berupa sekat (pelat lantai atau atap) atau rangka yang berfungsi mendistribusikan gaya lateral.

b. Horisontal bresing ; berupa pelat lantai.

c. Balok; Untuk sistem pada struktur gedung, terdapat beberapa sistem struktur yang berfungsi untuk menahan gaya gempa yang terjadi. Sistem ini sering digunakan pada struktur gedung dalam mendistribusikan gaya gempa .

Tabel 2.4 JenisSistem struktur (Tabel 15.2-1. SNI-03-1729-2002)

Sistem Struktur Sistem Pemikul Beban Gempa 1. Sistem Dinding Penumpu

Sistem struktur yang memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Dinding penumpu atau sistem bresing memikul hampir semua beban gravitasi. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing

1. Dinding penumpu dengan rangka baja ringan dan bresing baja tarik 2. Rangka bresing dimana bresing

memikul beban gravitasi

2 Sistem Rangka Bangunan

Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen atau rangka bresing

1. Sistem rangka bresing kosentrik biasa

2. Sistem rangka bresing konsentrik khusus

3. Sistem rangka bresing eksentrik 3. Sistem Rangka Bangunan

Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur

1. Sistem rangka pemikul momen khusus

2. Sistem rangka pemuikul momen terbatas

3. Sistem rangka pemikul momen biasa

4. System rangka batang pemikul momen khusus

4.Sistem Ganda Terdiri dari :

a. Rangka ruang yang memikul seluruh beban gravitasi.

b. Pemikul beban lateral berupa dinding geser atau rangka bresing dengan rangka pemikul momen rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah mampu memikul sekurang-kurangnya 25 % dari

1. Dinding geser beton dengan system rangka pemikul momen biasa baja

2. Sistem rangka bresing eksentrik baja:

a.Dengan sistem rangka pemikul momen khusus baja

b.Dengan system rangka pemikul momen biasa baja

3. Sistem rangka bresing kosentrik biasa baja

(12)

Muksin Zaenal A Halaman 17

seluruh beban lateral

c. Kedua system harus direncanakan untuk memikul secara bersama-sama seluruh beban lateral dengan memperhatikan interaksi system ganda.

a.Dengan sistem rangka pemikul momen khusus baja

b.Dengan system rangka pemikul momen biasa baja

4. Sistem rangka bresing kosentrik khusus baja

a.Dengan sistem rangka pemikul momen khusus baja

b.Dengan system rangka pemikul momen biasa baja

5.Sistem Bangunan Kolom kantilever System struktur yang memanfaatkan kolom kantilever untuk memikul beban lateral

Komponen struktur kolom kantilever

Gambar 2.3 : Sistem Struktur Penahan beban lateral ; (a) Struktur baja moment-resisting frame, (b) Struktur beton moment-resisting frame, (c) Struktur rangka baja dengan shear walls, (d) Struktur rangka beton dengan shear walls, (e) Struktur bresing rangka baja, (f) Struktur rangka baja dengan pasangan dinding batu bata.

2.5 Sistem Struktur Bresing

Sistem struktur rangka sangat tidak efisien digunakan pada struktur gedung dengan jumlah lantai lebih dari 30 lantai. Hal ini disebabkan oleh defleksi yang dihasilkan akibat gaya gempa.

(a) (b)

(c) (d)

(13)

Muksin Zaenal A Halaman 18

Sistem struktur bresing direncanakan untuk mengurangi bending yang terjadi pada kolom dan balok. Dengan menambahkan suatu elemen diagonal, struktur gedung memiliki penambahan kekakuan struktur dalam menahan gaya gempa.

Sistem struktur bresing dapat disamakan dengan rangka bresing vertikal kantilever yang menahan beban lateral dengan kekakuan kolom dan bresing.

Kolom bekerja sebagai elemen vertikal yang menahan momen, sedangkan elemen diagonal bresing dan balok bekerja sebagai elemen yang menahan gaya horisontal.

2.5.1 Jenis rangka bresing

Rangka bresing dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yang didasari oleh karakteristik daktilitasnya, yaitu

a. concentric braced frames (CBF) atau Rangka Bresing Konsentris, sumbu

semua elemen bertemu dalam satu titik temu dan gaya bekerja secara aksial

b. eccentric braced frames (EBF) atau Rangka Bresing Eksentris,

memanfaatkan jarak terhadap sumbu axis untuk mendapatkan kelenturan dan kekuatan geser pada elemen sehingga meningkatkan kekakuan.

Rangka bresing dapat berbentuk dalam berbagai cara. Bentuk bresing tergantung pada gaya yang bekerja pada elemen diagonal, panjang elemen, kekakuan dan ruang kebebasan.

2.5.2 Sistem Rangka Bresing Konsentris

Ada beberapa jenis dari Concentric braced frames ; diantaranya adalah jenis V, K dan X. Penambahan elemen bresing pada sistem struktur membantu memberikan kekakuan struktur lebih besar. Dari segi arsitektur, concentric braced

frames memiliki kekurangan tersendiri, hal ini disebabkan karena area kebebasan

(14)

Muksin Zaenal A Halaman 19 Gambar 2.4: Konfigurasi Sistem Struktur Bresing Konsentris

2.5.3 Sistem Rangka Bresing Eksentris

Eccentric braced frames atau disebut juga Sistem Rangka Bresing Eksentris

merupakan sistem struktural yang mengkombinasikan kekuatan dan kekakuan rangka bresing dengan prilaku inelastic serta penghilangan momen rangka. Struktur eccentric braced frames (EBF) memfokuskan perilaku eksentrisitas yang bekerja pada balok dengan kolom serta balok dengan sambungan bresing. Elemen balok eksentrisitas bekerja sebagai elemen yang menghilangkan gaya torsi pada balok.

Segmen balok yang memiliki eksentrisitas di sebut bagian link biasa disebut

e , yang direncanakan untuk mendisipasi energi pada saat terjadi gempa kuat.

(15)

Muksin Zaenal A Halaman 20 Gambar. 2.6. Konfigurasi Sistem Rangka Bresing Eksentris

2.6 Batasan Perencanaan Pada Sistem Bresing Eksentris.

Batasan sistem bracing eksentris di fokuskan pada struktur baja, karena material baja merupakan bahan yang ideal untuk menahan gempa. Baja memiliki sifat yang menguntungkan dalam sistem bracing eksentris, namun dilain sisi baja juga memiliki kelemahan yang harus diperhatikan.

Sifat keuntungan yang dimiliki oleh baja adalah sifat daktailitas yang cukup tinggi dan kemampuan tegangan tarik dan tekan yang cukup besar. Baja mampu menaan regangan dan tahanan yang cukup besar akibat beban yang bekerja.

Sedangkan kerugian yang dimiliki oleh baja adalah sifat durabilitas yang mudah terjadi korosi seiring dengan perjalanan waktu, yang akan mengakibatkan menurunnya kekuatan baja.

Di Indonesia penggunaan material baja dalam sistem bresing eksentris harus didasarkan pada peraturan tata cara perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung, tahun 2002. Didalam peraturan tersebut terdapat persyaratan sistem bresing eksentris yang dikelompokan, sebagai berikut (Badan Standarisasi Nasional, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1729-2002, hal 147-149);

a. Link merupakan bagian dari balok yang direncanakan untuk mendisipasi energi pada saat terjadi gempa kuat. Link direncanakan pada kondisi deformasi inelastis, dimana link akan melampaui tegangan izin dasarnya namun tidak boleh melampaui tegangan lelehnya, yaitu 350 MPa.

(16)

Muksin Zaenal A Halaman 21 tw b h tf tf

b. Link harus memenuhi perbandingan lebar terhadap tebal sesuai dengan tabel 2.5

Gambar 2.7 : Penampang Profil

Tabel 2.5 : Nilai batas perbandingan lebar terhadap tebal, p, untuk elemen tekan(Tabel 15.7-1

SNI-03-1729-2002)

Keterangan elemen Perbandingan lebar terhadap tebal

Nilai batas perbandingan lebar terhadap tebal

Sayap-sayap profil I, profil hibrida atau profil tersusun dan profil kanal dalam lentur

b/t

y

f

135

Pelat-pelat badan pada kombinasi lentur dan aksial tekan y y b u y y b U y b u y y b U f N N f N N Bila N N f N N Bila 665 . 33 , 2 500 125 , 0 . . / . 54 , 1 1 365 , 1 125 , 0 . /

Penampang baja bulat berongga dalam aksial tekan atau lentur

D/t

y

f

9000

Penampang baja persegi berongga dalam aksial tekan atau lentur

b/t atau h/t

y

f

(17)

Muksin Zaenal A Halaman 22

c. Sudut rotasi link adalah sudut inelastis antara link dan bagian balok di luar link, yang memberikan batasan nilai

i. 0,08 radian untuk e 1,6.Mp/Vp

ii. 0,02 radian untuk e 2,6.Mp/Vp

Dimana: Mp = Zx. Fy Vp = 0,6 Fy.d.tw Mp = Momen plastis Vp = Geser Plastis Fy = Kuat leleh D = tinggi web tw = lebar web.

Kuat geser rencana link harus lebih besar daripada kuat geser perlu,

Vu Vn

. ;

dimana ,

Vn = kuat geser nominal link, diambil nilai terkecil dari Vp atau 2Mp / e. Vp = 0,6. fy (d – 2tf). Tw

= 0,9

e adalah panjang link

d. Beban aksial pada link ; Jika, Nu < 0,15. Ny

Ny = Ag. Fy

maka pengaruh gaya aksial pada kuat geser rencana link tidak perlu diperhitungkan

Jika, Nu >0,15. Ny , aksial diperhitungkan dengan ketentuan tambahan ; i. Kuat geser rencana link harus ditentukan sebagai nilai terkecil dari .

(18)

Muksin Zaenal A Halaman 23 9 , 0 / 1 . . 18 , 1 / 1 . 2 y u p pa y u p pa N N M M N N V V

ii. Panjang link tidak boleh melebihi ;

p p g w A M V A / 1,6 / 5 , 0 15 , 1 ' Untuk ' Aw Ag 0,3 p p V M / 6 , 1 Untuk ' Aw Ag 0,3 dengan, w f b w d t t A 2 u u V N '

e. Pemberian pengaku link setinggi badan link dan berada di kedua sisi pelat badan link dengan pengaturan spasi pengaku, yaitu;

i. Link dengan panjang, 1,6M /P Vp, tidak boleh melebihi

5

30tw d untuk sudut rotasi link 0,08 radian atau 5

52tw d untuk sudut rotasi link 0,02 radian

ii. Link dengan panjang diantara2,6M /P Vpdan 5M /P Vp, tidak boleh

melebihi ;

f

b 5 ,

1 , dari setiap ujung link;

iii. Link dengan panjang diantara1,6M /P Vpdan 2,6M /P Vp, direncanakan memiliki pengaku antara yang memenuhi ketentuan butir 1 dan 2 diatas

iv. Link dengan panjang lebih besar dari5M /P Vp, tidak memerlukan pengaku antara.

(19)

Muksin Zaenal A Halaman 24

f. Sambungan link-ke kolom

Direncanakan berdasarkan hasil pengujian siklik yang menunjukan kemampuan rotasi inelastis 200 .

2.7 Peraturan LFRD

Ketetapan LFRD menetapkan suatu ketentuan struktur dalam menganalisa kekuatan struktur. Analisa ini dilakukan saat kondisi desain dan masa pelayanan

2.7.1 Kombinasi Pembebanan

Kombinasi pembebanan dilakukan untuk mendapatkan suatu gaya dalam terfaktor baik gaya aksial terfaktor dan momen lentur terfaktor. Sesuai peraturan SNI 03-1729-2002 maka Struktur baja dengan gaya lateral diatas harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan dibawah ini :

a. 1,2DL + γL.LL+ ΩE

b. 0,9DL + ΩE

γL : = 0,5 bila LL< 5 kPa dan = 1 bila LL > 5 kPa

(Badan Standarisasi Nasional, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja

Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1729-2002, hal 125)

Untuk SRBE , Ω = 2,8

(Tabel 15.2-1.Badan Standarisasi Nasional, Tata Cara Perencanaan

Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1729-2002, hal 152) 2.7.2 Analisa Pemenuhan Kondisi Desain

Analisa pada pemenuhan kondisi desain meliputi analisa untuk mendapatkan dimensi awal pada elemen-elemen struktur.

A. Elemen Kolom

Rumusan pada elemen kolom ;

y g cr g n f A f A N . . ,

(20)

Muksin Zaenal A Halaman 25 fcr fy , E f r Lk y c . , Lk kc. L dimana c < 0,25 maka =1 , 0,25 < c <1,2 maka c 67 , 0 6 , 1 43 , 1 c >1,2 maka =1,25. c2 y u g f N A .

dengan fy = tegangan leleh material

Nu = gaya aksial yang didapat dari perhitungan komputer.

B. Elemen Bresing

Profil kanal ganda sering digunakan profil pada elemen bresing. Elemen bresing mengalami gaya kombinasi tekan dan tarik. Karena digunakan material baja maka elemen bresing menggunakan analisa gaya tekan pada penampang ganda. Adapun rumusan yang digunakan adalah;

a. Struktur aksial tekan

Kelangsingan sumbu bahan x-x

x kx x r L , g x x A I r

Kelangsingan sumbu bahan y-y

2 2 . 2 l y iyx m y ky y r L , g y y A I r y y x x

(21)

Muksin Zaenal A Halaman 26 min r Ll l y g n f A N . y u g f N A .

fy = tegangan leleh metrial

Nu = gaya aksial yang didapat dari perhitungan komputer.

b. Struktur lentur w y n n u A f V V V . . 6 , 0 9 , 0 .. y u w f V A . 6 , 0 .

fy = tegangan leleh metrial

Vu = gaya geser yang didapat dari perhitungan komputer.

Ditetapkan profil yang memenuhi kedua ketetapan.

C. Elemen Balok

Elemen balok terdiri dari elemen balok link dan balok luar link yang dipisahkan oleh adanya elemen diagonal dengan suatu jarak eksentrisitas. Elemen balok dianalisa dengan menggunakan analisa kombinasi gaya aksial dan momen plastis. Adapun rumusan yang digunakan;

a. Struktur gaya aksial

Rumusan yang digunakan sama dengan rumusan pada elemen balok. Namun tegangan yang digunakan adalah tegangan leleh, karena balok dianalisa sebagai elemen plastis.

Struktur momen plastis, lentur;

n u M M . 9 , 0 .

(22)

Muksin Zaenal A Halaman 27 x y p n M f S M . y u x f M S . 9 , 0 fy = tegangan leleh

Mu = momen lentur yang didapat dari perhitungan komputer

Dari kombinasi analisa didapat dua profil, akibat gaya aksial dan akibat momen lentur. Tetapkan profil yang akan digunakan, kemudian melakukan penganalisaan kembali apakah profil tersebut mampu mendukung pembebanan yang terjadi.

2.7.3 Analisa Pemenuhan Kondisi Masa Pelayanan

Analisa ini menguraikan kemampuan struktur dalam menahan gaya gempa yang terjadi dengan mengkontrol kondisi elemen-elemen struktur berdasarkan gaya interaksi aksial-momen dan lendutannya.

A. Elemen Kolom

1. Step 1 ; Pembebanan

a. Beban aksial terfaktor Nu,

didapat dari perhitungan komputer dengan pembebanan aksial terfaktor maksimum antara 2 kombinasi pembebanan berikut : 1,2DL + γL.LL+ ΩE atau 0,9DL + ΩE

b. Momen ultimate akibat beban lateral Mu,

Diperoleh dari perhitungan komputer dengan pembebanan momen terfaktor maksimum yang terjadi dari 2 kombinasi pembebanan diatas

2. Step 2 ; Analisa elemen kolom

i. 2 2 . E f r Lk y c ii. fcr 0,658 2.fy [Ref : 5, p 253] iii. Nn Ag.fcr

(23)

Muksin Zaenal A Halaman 28 iv. .Nn 0,85.Ag.fcr v. kontrol; 2 , 0 . n u N N atau 0,2 . n u N N

3. Step 3 ; Efek tambahan

Efek tambahan merupakan efek momen yang mengakibatkan simpangan pada struktur.

Mu = b.Mntu + s.Mltu cr u m b N N c 1

cm = 1 karena momen yang terjadi pada ujung-ujung kolom seragam.

HL N oh u s 1 1

oh didapat dari perhitungan komputer terhadap simpangan yang

ditinjau

4. Step 4 ; Kontrol

Analisa kekuatan elemen terhadap gaya aksial dan momen dengan menggunakan interaksi aksial-momen

(i) Bila 0,2 . n u N N maka 1,0 . 9 8 . b nx ux n u M M N N (ii) Bila 0,2 . n u N N maka 1,0 . . . 2 b nx ux n u M M N N

Syarat ketentuan yang telah dipenuhi menetapkan dimensi profil yang akan digunakan pada struktur

B. Elemen Bresing

1. Step 1 ; Gaya geser dalam

Vn bracing , Vn link, di peroleh dari perhitungan sebelumnya, dengan dimensi

(24)

Muksin Zaenal A Halaman 29

2. Step 2 ; Kontrol

Pengevaluasian elemen bracing

link bracing 1,25. y. n. n n R V V V C. Elemen Balok 1. Step 1 ; Menentukan

Vn = kuat geser nominal link, diambil nilai terkecil dari Vp atau 2Mp / e. Vp = 0,6. fy (d – 2tf). Tw x y p f Z M . = 0,9

e adalah panjang link

2. Step 2 ; Menentukan beban aksial pada link Nu

a. Jika, Nu < 0,15. Ny Ny = Ag. Fy

maka pengaruh gaya aksial pada kuat geser rencana link tidak perlu diperhitungkan, Nu=0

b. Jika, Nu >0,15. Ny , aksial diperhitungkan dengan ketentuan tambahan ;

i. Kuat geser rencana link harus ditentukan sebagai nilai terkecil dari

. Vpa atau 2 .Mpa / e, dimana ; 9 , 0 / 1 . . 18 , 1 / 1 . 2 y u p pa y u p pa N N M M N N V V

ii. Panjang link tidak boleh melebihi ;

p p g w A M V A / 1,6 / 5 , 0 15 , 1 ' Untuk ' Aw Ag 0,3 p p V M / 6 , 1 Untuk ' Aw Ag 0,3

(25)

Muksin Zaenal A Halaman 30 dengan, Aw db 2tf tw , ' Nu Vu iii. kontrol; 2 , 0 . n u N N atau 0,2 . n u N N

3. Step 3 ; Rotasi link

Dari hitungan SAP 2000 didapat simpangan antar lantai s. Simpangan Inelastis, m =0,7.R. s

a. batasan nilai

i. 0,08 radian untuk e 1,6.Mp/Vp

ii. 0,02 radian untuk e 2,6.Mp/Vp 2.7.4 Simpangan Struktur

Simpangan maksimum antar lantai yang terjadi harus ≤ 0.02 h , jika waktu getar struktur 0.7 detik , dan harus ≤ 0.025 h , jika waktu getar struktur ≤ 0.7 detik.

2.7.5 Perencanaan Sambungan

Kuat rencana setiap komponen sambungan tidak boleh kurang dari beban terfaktor yang dihitung. Perencanaan sambungan harus memenuhi persyaratan berikut;

1). Gaya dalam yang disalurkan berada dalam keseimbangan dengan gaya-gaya yang bekerja pada sambungan.

2). Deformasi pada sambungan masih berada dalam batas kemampuan deformasi sambungan.

3). Sambungan dan komponen yang berdekatan harus mampu memikul gaya-gaya yang bekerja padanya.

(26)

Muksin Zaenal A Halaman 31

Kuat rencana minimum sambungan struktur harus direncanakan agar sedikitnya dapat menerima gaya sebesar gaya-gaya yang berasal dari komponen struktur. Gaya-gaya pada sambungan satu baut dapat berupa ;

a. Baut dalam gaya geser.

b b u f n f d V r f A V . .1. .

b. Baut dalam gaya tarik

b b u f n f d T f A T . .0,75. .

c. Baut dalam kombinasi geser dan tarik

Baut yang memikul gaya kombinasi harus memenuhi

a). r f m A n V f f ub b u uv . . . . 1 b). n T A f b a f. 1. 2 . 2 1 1 f r f f f uv

Untuk baut mutu normal f1 = 410 Mpa, f2 = 310 Mpa

r2 = 1,9

Pada struktur bresing terdapat persyaratan yang harus dipenuhi dalam ketentuan sambungan. Berdasarkan SKSNI 2002, ketentuan sambungan pada struktur bresing eksentrisitas adalah;

a. Sambungan balok-ke-kolom

Sambungan balok-ke-kolom pada ujung jauh link sebagai sendi pada bidang pelat badan.

f f y

n f b t

V balok-luar 0,02. . .

dimana bf adalah lebar sayap balok link tf adalah tebal sayap balok link b. Sambungan bresing-ke-balok

Kuat perlu sambungan batang bresing-ke-balok, pada ujung link batang bracing ditentukan ;

link bracing 1,25. y. n

n R V

(27)

Muksin Zaenal A Halaman 32

dimana Vn adalah kuat rencana balok link

c. Sambungan link-ke-kolom

Sambungan harus memperhatikan kuat lentur, yang diukur dimuka kolom, sekurang-kurangnya sama dengan momen plastis nominal balok,

Mp. x y p f S M . 2.8 DESAIN KAPASITAS

Pada saat terjadi gempa, suatu struktur mengalami getaran gempa dari lapisan tanah dibawah dasar bangunannya secara acak dalam berbagai arah. Apabila struktur tersebut sangat kaku atau dengan kata lain mempunyai waktu getar alami T yang mendekati nol detik, maka besarnya gaya inersia F yang timbul akibat gempa dan yang bekerja pada titik massa adalah:

F = M x

a

g

Dimana :

M : massa bangunan

a

g : percepatan getaran gempa

Dalam hal ini struktur memberikan respon percepatan yang sama besar dengan percepatan getaran gempa pada tanah di dasar bangunan. Namun umumnya struktur-struktur bangunan mempunyai nilai kekakuan lateral yang beraneka ragam dan dengan demikian memiliki waktu getar alami T yang berbeda-beda pula. Oleh karenanya respon percepatan maksimum struktur tidak selalu sama besar dengan percepatan gempa.

Mengingat kemungkinan besarnya gaya inersia gempa yang bekerja pada titik pusat massa bangunan, maka telah diterima sebagai kenyataan, bahwa tidaklah ekonomis untuk merencanakan struktur-struktur umum sedemikian kuatnya, sehingga tetap berperilaku elastic saat dilanda gempa kuat. Berbagai peraturan perencanaan bangunan terhadap gempa, termasuk pedoman perencanaan yang berlaku di Indonesia menetapkan suatu taraf beban gempa

(28)

Muksin Zaenal A Halaman 33

rencana yang menjamin suatu struktur agar tidak rusak oleh gempa-gempa kecil atau sedang, tetapi saat dilanda gempa kuat yang jarang terjadi, struktur tersebut mampu berperilaku daktail dengan memencarkan energi gempa dan sekaligus membatasi beban gempa yang masuk kedalam struktur.

Serangkaian hasil analisis dinamis menunjukkan bahwa struktur daktail dengan waktu getar alami T yang relatif panjang cenderung untuk memiliki respon elastoplastis dengan defleksi maksimum yang sama besar dengan defleksi maksimum respon elastisnya. Besarnya faktor pembatasan beban gempa rencana R sama dengan besarnya daktailitas struktur (yang merupakan rasio antara defleksi maksimum dan defleksi saat leleh pertama) sedangkan struktur dengan waktu getar alami T yang relatif pendek cenderung berperilaku elastoplastis dengan energi potensial yang sama besar dengan energi potensial respon elastisnya. Besarnya faktor beban R, dalam hal ini sama dengan dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa, terbentuknya sendi-sendi plastis, yang mampu memencarkan energi gempa dan membatasi besarnya beban gempa yang masuk kedalam struktur harus dikendalikan sedemikian rupa agar struktur berperilaku memuaskan dan tidak sampai runtuh saat terjadi gempa kuat. Pengendalian terbentuknya sendi-sendi plastis pada lokasi-lokasi yang telah ditentukan lebih dahulu dapat dilakukan secara terlepas dari kekuatan dan karakteristik gempa. Filosofi ini disebut dengan Konsep Desain Kapasitas.

Untuk menghadapi gempa kuat yang mungkin terjadi dalam periode tertentu, misalnya 500 tahun, maka mekanisme keruntuhan suatu portal rangka terbuka dipilih sedemikian rupa sehingga memencarkan energi gempa secara memuaskan dan keruntuhan yang bersifat catastrophic dapat dihindarkan.

Ada dua mekanisme yang khas dapat terjadi pada portal-portal rangka terbuka: 1. Sendi Plastis pada balok tidak menyebabkan keruntuhan (Mekanisme

Keruntuhan yang diinginkan)

2. Sendi Plastis pada kolom tidak menyebabkan keruntuhan lokal pada satu tingkat (Mekanisme Keruntuhan yang tidak diinginkan)

Mekanisme goyangan dengan pembentukan sebagian besar sendi plastis pada balok-balok lebih dikehendaki daripada mekanisme dengan pembentukan

(29)

Muksin Zaenal A Halaman 34

sendi plastis yang terpusat hanya pada ujung-ujung kolom suatu lantai (soft story

mechanism), karena beberapa alasan sebagai berikut:

1. Pada mekanisme pertama pemencaran energi terjadi di dalam banyak unsur, sedangkan pada mekanisme kedua pemencaran energi terpusat pada sejumlah kecil kolom-kolom struktur.

2. Daktalitas kurvatur dituntut pada balok untuk menghasilkan daktalitas struktur tertentu.

Guna menjamin terjadinya mekanisme goyang dengan pembentukan sebagian besar sendi plastis pada balok, Konsep Desain Kapasitas diterapkan untuk merencanakan agar kolom-kolom lebih kuat dari balok-balok portal (strong

column – weak beam). Keruntuhan geser pada balok yang bersifat getas juga

diusahakan agar tidak terjadi lebih dahulu dari kegagalan akibat beban lentur pada sendi-sendi plastis balok setelah mengalami rotasi-rotasi plastis yang cukup besar.

Pada prinsipnya, dengan konsep desain kapasitas, elemen-elemen utama penahan gempa dapat dipilih, direncanakan dan didetail sedemikian rupa, sehingga mampu memencarkan energi gempa dengan deformasiinelastis yang cukup besar tanpa runtuh, sedangkan elemen-elemen lainnya diberi kekuatan yang cukup, sehingga mekanisme yang telah dipilih dapat dipertahankan pada saat terjadi gempa kuat.

2.8.1 Kinerja Batas Layan dan Batas Ultimit

Berdasarkan SNI 1726-2002 pasal 8, untuk menjamin struktur agar memenuhi persyaratan kinerja, maka simpangan antar lantai akibat beban lateral perlu dibatasi dengan dua batasan yaitu: Batas Layan dan Batas Ultimit.

Kinerja batas layan mensyaratkan bahwa simpangan antar tingkat tidak boleh melebihi 0.03R kali tinggi tingkat yang bersangkutan atau 30mm. kinerja batas layan ini dimaksudkan untuk membatasi terjadinya pelelehan baja pada saat terjadi gempa. Selan itu kinerja layan juga dimaksudkan untuk mencegah kerusakan non struktur dan ketidaknyamanan penghuni.

Kinerja batas ultimit ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar tingkat maksimum akibat gempa rencana saat kondisi struktur berada di ambang

(30)

Muksin Zaenal A Halaman 35

keruntuhan. Persyaratan ini dimaksudkan untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan yang dapat menimbulkan korban jiwa dan untuk mencegah terjadinya benturan dengan gedung tetangga atau bagian struktur lain yang dipisahkan dengan dilatasi. Simpangan dan simpangan antar tingkat ini harus dihitung akibat pembebanan gempa nominal yang dikalikan dengan suatu faktor pengali . Untuk struktur gedung beraturan, nilai diambil sebesar 0.7R. disyaratkan bahwa simpangan antar tingkat tidak boleh melebihi 0.02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan pada saat terjadi gempa arah x dan y.

2.8.2 Performance Based Design

Performance based design digunakan untuk memeriksa kinerja struktur

bangunan sehingga owner sebagai pihak yang mendanai mengetahui jelas seberapa besar risiko yang ditanggungnya dengan dana yang dikeluarkan.

Performance based design memanfaatkan teknik analisis nonlinier berbasis

computer untuk menganalisis perilaku inelastis struktur dari berbagai macam intensitas gerakan tanah (gempa). Program-program yang digunakan antara lain SAP 2000 v.9

Dalam menganalisa performance based design pertama-tama kita menentukan nilai momen-momen kurvatur yang akan memberikan informasi titik pelelehan pertama dan titik ultimit yang akan digunakan untuk memprediksi terjadinya sendi plastis yang akan digunakan dalam analisa selanjutnya menggunakan program SAP 2000 v.9. dari hasil plot momen-momen kurvatur titik leleh dapat dilihat yaitu pada saat kurva pertama kali berbelok atau berubah arah setelah meningkat secara linier dari titik nol. Pada titik itu lalu dibaca nilai momennya yang merupakan yield moment my dan nilai kurvatur yang merupakan

yield curvature ( y). pada saat momennya melebihi My, struktur berperilaku

plastis dimana besarnya tegangan yang terjadi tidak bertambah secara linier terhadap pertambahan regangan kondisi ini terus berlangsung hingga seluruh penampang elemen mengalami leleh, titik ini disebut titik ultimit atau ultimate

point. Pada titik ini juga diperoleh kordinat momen dan kurvatur yang merupakan

(31)

Muksin Zaenal A Halaman 36

Program SAP 2000 v.9 digunakan untuk menjalankan analisa nonlinier pushover dan analisa nonlinier time history. Dari kedua analisa ini didapat letak-letak terjadinya sendi plastis, besarnya damage index dan drif ratio yang terjadi.

Melalui damage index dan drif ratio yang didapatkan tersebut, perencana struktur harus memilih tingkat kinerja (performance) yang diharapkan terjadi berdasarkan beberapa kondisi batas. Kondisi batas ini sifatnya fleksibel karena dapat ditentukan perencanaan berdasarkan kesepakatan dengan pihak pemilik bangunan (owner).

Dalam skripsi ini kondisi batas yang digunakan adalah base objective. Sesuai dengan ATC-40 bangunan akan dievaluasi kinerjanya melalui tiga tingkat intensitas gempa yaitu:

1. Surviceability Earthquake yaitu: gempa dengan peluang terjadinya sebesar 50% dalam 50 tahun atau setara dengan periode ulang 75 tahun. dalam skripsi ini diambil periode 100 tahun.

2. Moderate Earthquake yaitu: gempa dengan peluang terjadinya sebesar 10% dalam 50 tahun atau setara dengan gempa periode ulang 500 tahun.

3. Maximum Earthquake yaitu: gempa dengan peluang terjadinya sebesar 10% dalam 50 tahun atau setara dengan gempa periode ulang 1000 tahun.

Besarnya tingkat kinerja suatu bangunan ditentukan melalui besarnya drif ratio dan damage index yang terjadi. Untuk batasan nilai drif ratio dan damage index mengacu pada FEMA 273. FEMA membagi tingkat kinerja menjadi tiga tingkatan kerja yaitu:

1. Immediate Accupancy

Pada batasan ini, fungsi bangunan dapat dipertahankan karena kegiatan operasional masih bisa berfungsi. Kerusakan hanya terjadi pada elemen-elemen nonstruktural saja. Selain itu hampir tidak terjadi sendi plastis pada elemen struktur yang pada mulanya memang direncanakan untuk mengalami sendi plastis. kriteria damage index sebesar 0.1 – 0.333 dan drift ratio maksimum sebesar 0.5%

2. Life safety

Pada batasan ini, diperbolehkan terjadi sendi-sendi plastis pada elemen-elemen yang memang direncanakan untuk terjadi sendi plastis, namun

(32)

Muksin Zaenal A Halaman 37

kerusakan yang terjadi pada daerah sendi plastis masih berada dalam koreksi yang masih dapat diperbaiki. Daerah yang berada di luar sendi plastis tidak mengalami pelelehan pada elemen-elemen struktur, tidak ada yang mengalami kegagalan geser. Criteria damage index sebesar 0.333 – 0.5 dan drift ratio maksimum sebesar 1.5%.

3. Collapse Prevention

Pada batasan ini, terjadi sendi-sendi plastis yang cukup parah pada elemen-elemen struktur yang direncanakan mengalami sendi plastis dan tidak dapat diperbaiki lagi. Namun secara keseluruhan struktur masih cukup efektif untuk mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur tersebut tetap berdiri walaupun sudah berada dalam kondisi diambang keruntuhan. Pada tahapan ini struktur tidak dapat dipakai lagi. Kriteria damage index sebesar 0.5 – 1.0 dan drift ratio maksimum sebesar 2%.

Dengan adanya pengelompokkan tersebut maka tujuan perencanaan (base

objective) dan kinerja struktur dapat dinilai secara jelas dan kuantitatif.

2.9 ANALISA PUSHOVER

Analisa statis pushover nonlinier adalah suatu metode nonlinier yang memberikan beban lateral statis dengan pola pembebanan tertentu dalam satu arah yang ditingkatkan secara bertahap. Peningkatan beban lateral ini terus dilakukan sampai displacement atau base shear yang terjadi mencapai suatu target yang disebut performance point. Pada saat performance point inilah tingkat kinerja struktur dinilai.

Analisa statis pushover nonlinier ini memang bukan cara yang terbaik untuk mendapatkan jawaban terhadap masalah-masalah analisis dan desain tetapi cara ini relatif sederhana untuk mendapatkan respon nonlinier suatu struktur. Meskipun metode ini sangat sederhana tetapi informasi yang dihasilkan sangat berguna karena mampu menggambarkan respon inelastis bangunan. Dalam analisis ini kurva kapasitas diplot menjadi satu dengan kurva demand untuk mempresentasikan keadaan inelastis. Kurva demand elastis perlu direduksi terlebih dahulu perpotongan ini disebut performance point. Pada performance

(33)

Muksin Zaenal A Halaman 38

point diperoleh informasi mengenai periode bangunan dan damping efektif akibat

perubahan kekakuan struktur setelah terjadinya sendi plastis.

Berdasarkan infomasi tersebut respon-respon struktur lainnya seperti nilai simpangan antar tingkat dan posisi sendi plastis dapat diketahui. Procedure pushover analisis selengkapnya dapat diikuti pada ATC 1940.

Gambar

Gambar Denah Struktur GedungK1
Tabel 2.2  Parameter Daktailitas Struktur Gempa
Tabel 2.3 distribusi Gaya geser dasar horisontal  Lantai  Tingkat  ke  Tinggi Lantai (hi) (m)  Berat tingkat (Wi) (ton)  Wi
Tabel 2.4 Jenis Sistem struktur (Tabel 15.2-1. SNI-03-1729-2002)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisa dengan metode decision tree dalam penelitian ini ditarik kesimpulan bahwa atribut Lingkungan sangat berpengaruh dalam faktor penyalahgunaan narkoba sebagai root

Penanganan yang tepat dari permasalahan perbedaan musim dan fluktuasi harga terhadap bawang merah dan bawang putih antara lain: pada pertanian bawang merah dan

Waktu transpor mukosilia diukur menggunakan uji sakarin terhadap 20 pasien rinosinusitis akut sebelum dan 7 hari sesudah pemberian larutan pencuci hidung salin

Hasil penelitian menunjukkan Penggunaan pembelajaran kooperatif tipe giving question and getting answersudah baik jika dilihat dari hasil setiap siklus, Dalam kegiatan

Dimana perencanaan ini dinamakan sebagai Desain Kapasitas yang artinya ketika struktur gedung memikul pengaruh Gempa Rencana, sendi-sendi plastis di dalam struktur gedung

Pemohon dalam permohonan a quo menyatakan bahwa keberadaan ketentuan Pasal 29, Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), dan Pasal 138 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

masyarakat dengan peningkatan pendapatan. Oleh karena itu pada bagian ke lima dari tulisan ini kajian difokuskna pada pendapatan dan pengeluaran penduduk di lokasi kajian.