BAB V
BRIKET BATUBARA KARBONISASI
5.1.
TujuanAdapun tujuan dari praktikum briket batubara karbonisasi, antara lain:
1. Praktikan mengerti tentang briket batubara karbonisasi
2. Praktikan mampu melaksanakan proses pembuatan briket karbonisasi 3. Praktikan mampu menganalisa campuran bahan dalam briket karbonisasi
5.2.
Dasar TeoriGagasan awal pembuatan briket batubara adalah untuk memanfaatkan limbah/sisa hasil penambangan batubara yang tidak diambil/tidak laku dijual karena ukuran butirnya kecil/tidak lagi memenuhi persyaratan yang diinginkan oleh pembeli (buyer).
Batubara yang diperoleh langsung dari tempat penambangan, ukurannnya masih sangat bervariasi. Sesudah melalui proses penggilingan, kemudian disaring, dan diperoleh ukuran tertentu. Ukuran tersebut akan disesuaikan dengan keinginan pembeli, sedang ukuran yang lebih kecil dari persyaratan yang ditentukan, ditinggalkan dan tidak dimanfaatkan. Dalam hal demikian, sisa hasil proses penyaringan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan briket . Beberapa pengalaman, briket dengan kuat tekan > 6 Kg/cm2 cukup kuat dan tidak mudah pecah pada saat dibawa, diangkut dan diangkat.
Briket batubara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari batubara yang merupakan bahan bakar alternatif atau pengganti minyak
tanah yang paling murah dan memungkinkan dikembangkan secara massal dalam waktu yang relatif singkat mengingat teknologi dan juga peralatan yang relatif sederhana.
Batubara yang telah mengalami proses karbonisasi menjadi briket akan lebih mahal daripada briket tanpa karbonisasi. Hal in dikarenakan adanya biaya tambahan untuk energi dalam pemprosesannya, juga membutuhkan batubara dalam jumlah yang banyak. Namun disisi lain, memiliki keuntungan yaitu dapat menggunakan tungku yang lebih fleksibel bentuknya sehingga lebih mudah untuk digunakan.
Karbonisasi sendiri memiliki pengertian proses pemanasan batubara sampai suhu dan waktu tertentu pada kondisi sedikit oksigen untuk menghilangkan kandungan zat terbang dari batubara sehingga dihasilkan padatan berupa arang dengan hasil sampling yang telah dilakukan pembakaran pada batubara.
Pembakaran briket batubara dilakukan melalui dua proses yaitu proses pencampuran bahan baku batubara dan proses dari pengolahan briket dengan menggunakan bahan baku kokas, coalisting soda dan air, pada proses kabonisasi batubara diolah menjadi coalite dengan memperlakukan sebagai berikut:
1. Proses penggerusan
Proses penggerusan adalah proses yang dilakukan untuk mereduksi ukuran butir agar campuran yang dihasilkan akan semakin baik dikarenakan pembuatan briket batubara selalu memerlukan ukuran butir yang halus supaya material bisa tercampur secara homogen.
2. Pemanasan
Pemansan merupakan salah satu yang tak sangat penting karena disini campuran briket yang sudah dicampur lalu dipanaskan agar zat terbangnya semakin kecil untuk membuat briket bertahan lama.
Pengayakan adalah salah satu proses pemisahan material dengan ukuran tertentu
4. Karbonisasi
Karbonisasi merupakan suatu proses untuk mengonversi bahan organik menjadi arang. Pada proses karbonisasi akan melepaskan zat yang mudah terbakar seperti CO, CH4, H2, formaldehit, metana, formik, dan acetil acid serta zat yang tidak terbakar seperti CO2, H2O, dan Tar cair. Gas-gas yang dilepaskan pada proses ini mempunyai kalor yang tinggi dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalor pada proses kalor. Proses karbonisasi dapat merupakan reaksi endoterm atau eksoterm tergantung pada temperatur dan proses reaksi yang sedang terjadi.
Briket batubara karbonisasi adalah briket batubara yang bahan bakunya (batubara) dikarbonisasi sebelum menjadi briket prosesnya sendiri dimulai dari suhu 200o C–1000o C dimana memerlukan suhu yang tinggi menjadi mengapa dalam aplikasi pembuatan briket banyak ditinggalkan, terutama skala kecil menengah. Fungsi utama dari karbonisasi meningkatkan nilai kalori karena menghilangkan kadar air. Dengan karbonisasi zat terkandung dalam batubara tersebut akan diturunkan yaitu zat terbang sehingga produk akhirnya tidak berbau dan tidak berasap, akhirnya biaya produksi meningkat karena pada batubara itu menjadi redum 50%.
Jenis briket batubara karbonisasi mempunyai karakteristik lebih baik dibandingkan dengan briket non karbonisasi. Hal ini disebabkan sebagian besar volatile matter-nya sudah hilang atau berubah menjadi senyawa karbon di dalam briketnya. Apabila dilakukan pembakaran tidak lagi mengeluarkan bau dan asap yang banyak kecuali dari hasil pembakaran zat pengikatnya. Nilai kalor yang ditimbulkan lebih tinggi dibanding dengan briket batubara non karbonisasi, karena jumlah karbon terikatnya cukup
besar. Pengolahan awal dengan cara karbonisasi batubara. Untuk meningkatkan kadar karbonnya dan menghilangkan sejumlah kandungan belerang sehingga mengurangi polusi dalam penggunaannya . Ruang lingkup dalam proses pembuatan briket batubara karbonisasi memiliki pedoman yang cukup, jenis, bahan baku, tipe standar kualitas batubara sebagai bahan baku briket batubara dan bahan bakar padat berbasis batubara dan prosedur pembuatan briket batubara untuk industri kecil dan rumah tangga serta karakteristik dan standar kualitas batubara berbagai jenis briket batubara.
Tujuan dari proses karbonisasi adalah menaikkan kadar karbon padat dan menghilangkan zat terbang (volatile matter) yang terkandung dalam batubara serendah mungkin sehingga dihasilkan semi kokas atau kokas dengan kandungan zat terbang yang ideal 8-15% dengan nilai kalori yang cukup tinggi di atas 6000 kkal/kg. Kandungan zat terbang berhubungan erat dengan kelas batubara, makin tinggi zat terbangnya maka makin rendah kelas batubara, karena zat terbang akan mempercepat pembakaran karbon padatnya. Dengan karbonisasi juga akan menghasilkan produk akhir yang tidak berbau dan berasap.
Adapun sifat fisik batubara setelah dikarbonisasi adalah sebagai be rikut:
1. Free Swelling Index (FSI)
Free Swelling Index (FSI) merupakan suatu parameter seberapa jauh batubara akan memuai apabila dipanaskan. FSI ditentukan dengan memanaskan batubara yang telah digerus dan dicetak sampai 800ºC di dalam cawan selama waktu tertentu. Setelah zat terbang habis kokas yang lebih kecil dari ukuran semula tetap berada dalam cawan. Penampang sisa kokas dibandingkan dengan penampang baku bernomor 1-10. Adapun pengaruh nilai FSI pada batu bara adalah sebagai berikut:
a. Bila pemuaian kokas mengakibatkan ia sama dengan ukuran panjang nomor 0-2 ( jadi FSInya 0-2) batubara tersebut bukan batubara kokas yang baik (pori-porinya terlalu rendah).
b. Bila FSI -nya 8-10 berarti tingkat pemuaiannya terlalu tinggi berarti bila dijadikan kokas terlalu berpori-pori besar sangat rapuh. c. Batubara dengan nomor FSI 4-6 adalah ideal untuk diproses menjadi kokas (batubara ini akan menjadi kokas yang cukup berpori dan kuat menahan beban).
2.
Hardgrove Grindability Index (HGI)
Hardgrove Grindability Index (HGI) adalah indeks kemampugerusan atau indeks kekerasan hardgrove, yakni ukuran/tingkat mudah atau sukarnya batubara digerus menjadi tepung batubara sebagai bahan bakar (khususnya pada PLTU). Indeks ini terdiri dari angka 0 – 100. Adapun pengaruh nilai HGI pada batubara adalah sebagai berikut:
a. Batubara dengan indeks hardgove kurang dari 50 adalah keras sehingga sukar digerus dan memerlukan serangkaian alat penggerus yang mahal.
b. Batubara yang mempunyai indeks hardgrove 50 keatas adalah batubara lunak sehingga mudah untuk digerus.
3.
Specific Heat
Specific Heat merupakan indikasi kandungan nilai energi yang terdapat pada batubara, dan merepresentasikan kombinasi pembakaran dari karbon, hidrogen, nitrogen, dan sulfur. Specific Heat sangat berpengaruh terhadap pengoperasian pulveriser atau mill, pipa batubara dan windbox serta burner. Adapun pengaruh Specific Heat pada batubara adalah sebagai berikut:
a. Semakin tinggi Specific Heat maka aliran batubara setiap jam-nya semakin rendah sehingga kecepatan coal feeder harus disesuaikan. b. Untuk batubara dengan kadar kelembaban dan tingkat ketergerusan
yang sama, maka dengan Specific Heat yang tinggi menyebabkan pulveriser akan beroperasi di bawah kapasitas normalnya (menurut
desain), atau dengan kata lainoperating ratio nya menjadi lebih rendah.
4.
Size Stability
Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus (pulverized coal atau dust coal) dan butirkasar (lump coal). Butir paling halus untuk ukuran maksimum 3mm, sedangkan butir paling kasar sampai dengan ukuran 50 mm. Pengaruh Specific Heat pada batubara yaitu semakin kecil ukuran partikel batubara, maka semakin besar luas permukaanya.
5.
Bulk Density
Bulk Density (kepadatan Massal) adalah nilai massa suatu bahan padat yang dibagi dengan total volume mereka tempati. Total volume meliputi volume partikel, volume void (kosong) antar-partikel dan Volume internal pori-pori bahan.
Pengaruh Bulk Density terhadap kualitas batubara adalah semakin besar nilai bulk densitynya maka kualitas batubara itu semakin baik/tinggi , sebab dengan bulk density yang lebih besar maka jumlah massa batubara dalam volume tersebut lebih banyak jumlah nya pada total volume yang ditempati bernilai sama. Adapun bulk kepadatan batubara adalah: a. Batubara Antrasit: 50 - 58 (lb/ft 3 ), 800 - 929 (kg/m 3 ) b. Batubara Bitumen: 42-57 (lb / ft 3), 673-913 (kg / m 3 ) c. Batubara Lignit: 40 - 54 (lb / ft 3), 641-865 (kg / m 3 )
Bahan pengikat pada proses pembuatan briket batubara karbonisasi dibagi menjadi 3 macam diantaranya adalah:
1. Bahan pengikat biasa adalah bahan pencampuran pada proses pembuatan briket batubara yang terdiri dari bahan pengikat organik dan bahan pengikat anorganik.
2. Bahan pengikat organik adalah bahan penca m pur pada pembuatan briket batubara karbonisasi atau tanpa karbonisasi yang dapat merembes ke
dalam pemukaan dengan cara terabsor b si sebagai ke dalam pori – pori atau celah yang ada antara lain seperti kanji .
3. Bahan pengikat anorganik adalah bahan pencampur pada pembuatan briket batubara karbonisasi, tanpa karbonisasi dan b io briket . Batubara yang berfungsi sebagai perekat antara permukaan p a rtikel – partikel batubara yang tidak relatif dan berfungsi sebagai stabilitas i selama pembakaran antara lain seperti tanah liat.
Bahan baku utama briket batubara karbonisasi adalah batubara dengan persentase antara 80 – 90% , sisanya 5 – 15% merupakan bahan pengikat dan bahan imbuh. Bahan imbuh yang dipergunakan adalah kapur dengan kadar maksimum 5% yang berupa yang berfungsi untuk menghilangkan bau pada briket batubara dan juga berfungsi sebagai a b sorban untuk menangkap SO2.
Apabila briket batubara akan dimanfaatkan sebagai bahan bakar yang diperlukan persyaratan minimal dalam proses pembakarannya tidak mencemari lingkungan. Beberapa sifat dari briket yang baik diantaranya adalah:
1. Tidak berasap dan tidak berbau pada saat pembakaran
2. Mempunyai daya tekan atau kekuatan tertentu sehingga tidak mudah pecah dalam proses pemindahan dan sebagainya
3. Mempunyai suhu pembakaran yang tetap dengan jangka waktu yang relatif lama antara 2 sampai 10 jam
4. Setelah hasil pembakaran terdapat abu yang tidak menempel pada tungku sehingga mudah dipindahkan atau dibuang
5. Hasil pembakaran tidak mengandung kandungan karbon monoksida dengan kadar yang tinggi
Men g gen e ralisasi bahan setiap pembakaran briket batubara sangat berbahaya bahkan membuat nyawa melayang . P erlu dikla r ifikasi kan karena dapat menyesatkan, hal ini disebut dalam suatu pembahasan yang pokok, yang pertama setiap pembukaan bahan bakar fosil (khususnya batubara sebagai bahan baku briket) pasti menimbulkan emisi berupa gas seperti Co,
CO2 dan lain – lain. Emisi seperti ini bukan hanya berasal dari pembakaran batubara saja melainkan dari pembakaran minyak bumi yang dapat mengakibatkan emisi. Untuk mengatasi atau minimal mengurangi emisi , banyak cara yang dilakukan, cara yang paling efektif adalah dengan mengatur dan membuat sistem pembakaran sedemikian rupa sehingga menghasilkan pembakaran yang sempurna. Pembakaran yang sempurna selalu mengurangi emisi secara signifikan, juga akan membuat kinerja dan efisiensi pengguna energi lebih optimal. Dengan pembakaran sempurna selain itu selain itu menghasilkan kinerja yang baik , emisi gas juga akan berkurang secara signifikan karena emisi sebagian ikut terbakar.
B erbahaya tidaknya pembakaran briket batubara tergantung pada tiga faktor utama yaitu bahan baku (berupa batubara), bahan imbuhan berupa briket dan pengering emisi, serta kondisi terdapat dimana briket batubara ini dibakar sejauh ini hasil penelitian yang telah dilakukan Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan batubara Indonesia sebagai bahan baku briket batubara memiliki kadar sulfur dan abu yang rendah, masing – masing di bawah 1% untuk abu, sementara itu diperkenalkannya bio briket batubara yang memakai bahan berupa biomassa, emisi gas beracun ternyata dapat diminimalkan atau bahkan mendekati nol . A dapun pengaruh kondisi tempat pembakaran sangat tergantung sampai sejauh mana ventilasi mangannya.
(Anonim, 201 3 )
Salah satu masalah dalam pengembangan industri briket di Indonesia adalah perlunya karbonisasi dalam proses pembuatannya hal ini terutama karena batubara yang dapat digunakan termasuk dalam peringkat rendah dengan kadar zat terbang rata – rata diatas 35% sehingga dalam proses pembakarannya dapat menimbulkan asap dan bau. Sedangkan di
Korea, Cina dan Vietnam, batubara yang digunakan untuk briket adalah dari jenis antrasit sehingga tidak perlu dilakukan proses dari karbonisasi karena kadar zat terbangnya rata – rata di bawah dari 15%.
Beberapa parameter yang diperhatikan dalam pembuatan briket batubara, yaitu:
1. Kandungan air
Kandungan air akan sangat mempengaruhi nilai kalori dan panas yang akan dihasilkan oleh briket batubara karbonisasi.
2. Tekanan mesin pencetak batubara T
ekanan mes in pencetak batubara s angat mempengaruhi kekompakan hasil pencetakan brike t.
3. Ukuran butir
J ika ukuran butir batubara semakin kecil maka briket dapat lebih kompak setelah dicampur bahan perekat .
Proses yang digunakan pada penelitian baik tidaknya suatu briket batubara dengan menggunakan uji pembakaran secara sederhana tapi menyangkut seluruh aspek yang terkandung dalam briket.