• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bench Blasting

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bench Blasting"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IX BENCH BLASTING

9.1 Latar Belakang

Peledakan jenjang adalah peledakan memakai lubang bor vertical atau hamper vertical. Lubang bor diatur dalam satu deretan atau beberapa deretan sejajar atau kearah bidang bebas ( free Face)

Kondisi batuan dari suatu tempat ketempat yang lain akan berbeda walaupun mungkin jenisnya sama. Hal ini disebabkan oleh proses genesa batuan yang akan mempengaruhi karakteristik massa batuan secara fisik maupun mekanik. Perlu diamati pula kenampakan struktur geologi, misalnya retakan atau rekahan, sisipan (fissure) dari lempung, bidang diskontinuitas dan sebagainya. Kondisi geologi semacam itu akan mempengaruhi kemampu-ledakan (blastability). Tentunya pada batuan yang relatif kompak dan tanpa didominasi struktur geologi seperti tersebut di atas, jumlah bahan peledak yang diperlukan akan lebih banyak −untuk jumlah produksi tertentu− dibanding batuan yang sudah ada rekahannya. Jumlah bahan peledak tersebut dinamakan specific charge atau Powder Factor (PF) yaitu jumlah bahan peledak yang dipakai per m3 atau ton produksi batuan (kg/m3 atau kg/ton). Dengan demikian makin keras suatu batuan pada daerah tertentu memerlukan PF yang tinggi agar tegangan batuan terlampaui oleh kekuatan (strength) bahan peledak.

9.2 Tujuan Praktikum

1. Memahami prinsip peledakan jenjang.

2. Memahami macam pola pengeboran dan pola peledakan. 3. Memahami rangkaian peledakan jenjang.

9.3 Dasar Teori

Ada 3 (tiga) metode peledakan jenjang yang biasa digunakan untuk tambang terbuka, dan pemilihan salah satunya tergantung pada karakteristik batuan dan kemungkinan yang terjadi di bawah kondisi seharusnya. Ketiga metode tersebut adalah line drilling, cushion blasting, dan preslit. Faktor pemilihan teknik yang

(2)

digunakan berdasarkan pada sifat batuan, kekuatan tanah (ground strength), diameter lubang bor perimeter, spasi yang diperbolehkan, tipe bahan peledak yang digunakan, dan jarak lubang bor buffer (penahan) yang tersedia.

Semua metode menggunakan pembuatan lubang bor pada batas pinggir Penggalian dan itu dalam bentuk buffer zone (daerah penyangga) antara lubang bor produksi terdekat dengan lubang bor batas pinggir (perimeter). Juga, membutuhkan ketelitian penjajaran lubang bor. Ketika lubang bor produksi diledakkan, patahan-patahan terjadi padabuffer zone sampai garis lubang bor perimeter tapi tidak pas sampai garis.

Presplitting membutuhkan pengisian yang lebih sedikit (lightly loaded), lubang bor ditempatkan dengan teliti, dan diledakkan sebelum lubang bor produksi. Tujuan dari presplitting adalah, pertama, untuk membentuk lintasan bidang patahan dimana radial cracks dari peledakan produksi tidak akan dapat melewatinya. Kedua, bidang rekahan dibuat kemungkinan untuk memperbagus dinding dan memungkinkan penggunaan lereng yang dalam/tinggi dengan perawatan minimal. Presplitting sebaiknya digunakan untuk melindungi kedudukan final wall dari penyebab kerusakan oleh peledakan produksi.

Trimblasting adalah salah satu teknik pengendalian, digunakan untuk mencukur dinding akhir dengan rapi setelah peledakan produksi. Terlebih dahulu material hasil peledakan produksi mengambil tempat atau dengan menggunakan delay (pada peledakan yang sama) telah mengarahkan broken ore sehingga diperoleh bidang bebas bagi lubang bortrimblasting untuk meledak. Barisan lubang bor trimblast sepanjang perimeter yang diledakkan paling akhir selama peledakan produksi, sebenarnya tidak akan dapat melindungi stabilitas jenjang akhir. Radial crack dari peledakan produksi akan mencapai jenjang (dinding) akhir. Lapisan lumpur atau diskontinyu lainnya dapat meneruskan gas-gas dari area peledakan produksi sampai ke dinding akhir. Satu-satunya tujuan trimblasing adalah menghasilkan atau membuat dinding yang bagus untuk batas akhir (perimeter) yang stabil.

Line drilling, adalah teknik pengendalian dinding jenjang mahal dapat digunakan untuk menghasilkan dinding jenjang yang bagus, namun tergantung pada kondisi geologi. Line drilling digunakan sebagai pelindung final contour dariradial crack yang berfungsi sebagai konsentrator tegangan yang menyebabkan retakan antara lubang line drilling, selama peledakan produksi

(3)

berlangsung. Jika pengendalian dinding sangatlah penting, sebaiknya tidak hanya menggunakan line drilling untuk keperluan perlindungan dinding akhir. Line drilling lebih sering digunakan dalam menghubungkan salah satu dari presplitting atau trimblasting.

9.4 Pelaksanaan Praktikum

9.4.1 Waktu dan Pelaksanaan Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 9 November 2015 pukul 07.30 WIB di Laboratorium Pengeboran dan Peledakan di Kampus II UPN "Veteran" Yogyakarta.

9.4.2 Peralatan dan Perlengkapan 1. Dummy detonator nonel

2. Peralatan dan perlengkapan nonel 3. Dummy bidang / face jenjang 9.4.3 Prosedur Praktikum

1. Buat perhitungan rancangan peledakan jenjang, dengan parameter desain ditentukan sendiri.

2. Membuat rangkaian instalasi peledakan pada jenjang. 3. Tentukan pola peledakannya.

9.4.4 Gambar Peralatan

Gambar

9.1 Gambar 9.2

Dodol Dinamit DetonatorGeometri Peledakan Jenjang

Terdapat beberapa cara untuk menghitung geometri peledakan yang telah diperkenalkan oleh para akhli, antara lain: Anderson (1952), Pearse (1955), R.L. Ash (1963), Langefors (1978), Konya (1972), Foldesi (1980), Olofsson (1990), Rustan (1990) dan lainnya. Caracara tersebut menyajikan batasan konstanta untuk

(4)

menentukan dan menghitung geometri peledakan, terutama menentukan ukuran 3burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan setempat dan jenis bahan peledak. Disamping itu produsen bahan peledak memberikan cara coba-coba (rule of thumb) untuk menentukan geometri peledakan, diantaranya ICI Explosive, Atlas Powder Company, Sasol SMX Explosives Engineers Field Guide dan lainlain.

Gambar 1 memperlihatkan geometri peledakan dan cara menghitung dimensi geometri peledakan tersebut diperlihatkan di bawah ini dan dapat digunakan sebagai acuan.

Gambar 9.3

Geometri peledakan jenjang Untuk

memperoleh hasil pembongkaran

batuan sesuai dengan

yang

diinginkan, maka perlu suatu

perencanaan peledakan dengan memperhatikan besaran- besaran

geometri peledakan. Dan salah satunya dengan menggunakan teori coba-coba atau yang sering disebut dengan Geometri Peledakan “Rules of Thumb” (Dyno Nobel). Dasar dari penggunaan Teori “Rules of Thumb” adalah dari percobaan para praktisi di lapangan maupun dari produsen bahan peledak yang tujuannya ingin mempermudah dalam menentukan geometri peledakan karena geometri yang selama ini digunakan seperti R.L. Ash (1963) dan C.J. Konya (1972) menyajikan batasan range/konstanta untuk menentukan dan menghitung geometri peledakan, terutama menentukan ukuran burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan setempat dan jenis bahan peledak., sehingga para praktisi dilapangan mencetuskan pendesainan geometri “Rules of Thumb” yang penggunaannya lebih simpel dan disesuaikan dengan kondisi lapangan.

Untuk menghancurkan batuan maka bahan peledak harus ditempatkan dalam batuan itu sendiri dengan jarak tertentu dibelakangbidang bebas atau

(5)

disebut free face. Masa batuan tersebut harus memiliki satu atau lebih free face. Geometri peledakan terdiri dari burden, spacing,sub-drilling, stemming, dan kedalaman lubang bor, seperti terlihat pada Gambar III.1.

Gambar 9.4

Diagram Desain Peledakan pada Bench 9.5 Pembahasan

1. Burden

Burden dapat didefinisikan sebagai jarak dari lubang bor terhadap bidang bebas (free face) yang terdekat pada saat terjadi peledakan. Peledakan dengan jumlah baris (row) yang banyak, true burden tergantung penggunaan bentuk pola peledakan yang digunakan delay detonator dari tiap-tiap baris delay yang berdekatan akan menghasilkan free face yang baru. Burden juga berpengaruh pada fragmentasi dan efek peledakan (gambar III.2).

Burden merupakan variabel yang sangat penting dan kritis dalam mendesain peledakan. Dengan jenis bahan peledak yang dipakai dan jenis batuan yang dihadapi, terdapat jarak maksimum burden agar hasil ledakan menjadi baik.

Jarak burden sangat erat hubungannya dengan besar kecilnya lubang bor yang digunakan, secara garis besar jarak burden optimum adalah:

(6)

Gambar 9.5

Pengaruh Burden bagi Hasil Peledakan Berikut ini persamaan untuk menghitung burden :

a. Menurut C.J. Konya 3 . . 15 , 3 SGr SGe De B Keterangan: B = burden (ft)

De = diameter lubang tembak (inch) SGe = specific gravity bahan peledak

SGr = specific gravity batuan yang diledakkan b. Menurut Langefors ) .( . . 33 c f E V S P db V  Keterangan: V = burden (m)

db = diameter mata bor (mm)

P = derajat packing (1 – 1,6 kg/dm3) S = kekuatan bahan peledak

f = derajat fraction (jika lubang vertikal = 1) c = konstanta batuan (0,45)

(7)

E/V = perbandingan spacing dengan burden c. Menurut Anderson L d B  . Keterangan: B = burden (ft)

d = diameter mata bor (inch) L = kedalaman lubang bor (ft)

d. Menurut R.L. Ash 12 .d Kb B Keterangan: B = burden (ft)

Kb = burden ratio (14 – 49 ; harga rata-rata 30) d = diameter mata bor (inch)

2. Spacing

Spacing adalah jarak antara lubang tembak dalam satu baris (row) dan diukur sejajar terhadap pit wall. Biasanya spacing tergantung pada burden, kedalaman lubang bor, letak primer, waktu tunda, dan arah struktur bidang batuan. Yang perlu diperhatikan dalam memperkirakan spacing adalah apakah ada interaksi antar charges yang berdekatan. Bila masing-masing lubang bor diledakkan sendiri-sendiri dengan interval waktu yang cukup panjang, untuk memungkinkan setiap lubang bor meledak dengan sempurna, tidak akan terjadi interaksi antar gelombang energi masing-masing. Kalau waktu tunda diperpendek maka akan terjadi interaksi sehingga menyebabkan efek yang kompleks.

Spacing merupakan fungsi daripada burden dan dihitung setelah burden ditetapkan terlebih dahulu. Spacing yang lebih kecil dari ketentuan akan menyebabkan ukuran batuan hasil peledakan terlalu hancur. Tetapi jika spacing lebih besar dari ketentuan akan menyebabkan banyak terjadi bongkah (boulder) dan tonjolan (stump) diantara dua lubang ledak setelah peledakan. Pada Geometri Rules of Thumb menerapkan peledakan dengan pola equilateral (segitiga sama sisi) dan beruntun tiap lubang ledak dalam baris yang sama.

(8)

Berikut ini persamaan untuk menghitung spacing : a. Menurut C.J. Konya L B S  . Keterangan: S = spacing (m)

L = kedalaman lubang ledak (m) B = burden (m) b. Menurut Langefors V E1,25. Keterangan: E = spacing (m) V = burden (m) c. Menurut R.L. Ash B Ks S . Keterangan: S = spacing (ft)

Ks = spacing ratio (1-3; rata-rata 1,5) B = burden (ft)

Jumlah Spacing

3. Diameter Lubang Ledak / Blast Hole Diameter

Ukuran diameter lubang tembak merupakan faktor yang penting dalammerancang suatu peledakan, karena akan mempengaruhi dalam penentuan jarakburden dan jumlah bahan peledak yang digunakan pada setiap lubangnya. Untuk diameter lubang tembak yang kecil, maka energi yang dihasilkan akan kecil.Sehingga jarak antar lubang bor dan jarak ke bidang bebas haruslah kecil juga,dengan maksud agar energi ledakan cukup kuat untuk menghancurkan batuan. Begitupula sebaliknya.Pemilihan diameter lubang ledak di didalam teori “Rules of Thumb”dipengaruhi oleh besarnya tinggi jenjang / bench height . Namun dalampengamatan saya kali ini pemilihan diameter lubang ledaknya berdasarkan lajuproduksi yang direncanakan. Karena makin besar diameter lubang akan diperolehlaju produksi yang besar pula dengan persyaratan alat bor dan

∑ Spacing = S W

(9)

kondisi lapangan yangbaik. Berikut adalah formula dari teori “Rules of Thumb” dalam penentuan diameter lubang ledak:

Blast Hole Diametre (mm) ≤ 15 x Bench Height (m)……….(3.1) 4. Sub-drilling

Subdrilling adalah tambahan kedalaman daripada lubang bor dibawah rencana lantai jenjang. Subdrilling perlu untuk menghindari problem tonjolan pada lantai (toe), karena dibagian ini adalah tempat yang paling sukar diledakkan. Dengan demikian, gelombang ledak yang ditimbulkan pada lantai dasar jenjang yang akan bekerja secara maksimum.

Tujuan dari sub-drilling adalah supaya batuan bisa meledak secara full face sebagaimana yang diharapkan. Tonjolan-tonjolan pada lantai (floor) yang terjadi setelah dilakukan peledakan akan menyulitkan peledakan selanjutnya, atau pada waktu pemuatan dan pengangkutan Besarnya KJ tergantung dari struktur dan jenis batuan, serta arah lubang bor. Pada batuan yang miring KJ yang dibutuhkan lebih kecil. Terkadang pada lubang bor yang vertikal juga sering tidak diperlukan adanya sub-drilling, misalnya pada coal stripping atau rock quarry tertentu.

Subdrilling = (3 – 15) x Blast Hole Diameter...(3.4) Nilai subdrilling dapat ditentukan dengan menggunakan rumus-rumus berikut: 1. Menurut C.J. Konya B Ks SD . Keterangan: SD = subdrilling (ft) Ks = antara 0,3 sampai 0.5 B = burden (ft) 2. Menurut R.L. Ash B Kj J  . Keterangan: J = subdrilling (ft)

Kj = subdrilling ratio (rata-rata 0,33 dan minimum 0,3) B = burden (ft)

(10)

Stemming adalah panjang isian lubang ledak yang tidak diisi dengan bahanpeledak tapi diisi dengan material seperti tanah liat atau material hasil pemboran(cutting), dimana stemming berfungsi untuk mengurung gas yang timbul sehinggaair blast dan flyrock dapat terkontrol. Untuk bahan stemming batuan hasil daricrushing jauh lebih baik daripada cutting rock (material bekas pemboran). Namundalam hal ini panjang stemming juga dapat mempengaruhi fragmentasi batuan hasilpeledakan. Dimana stemming yang terlalu panjang dapat mengakibatkanterbentuknya bongkah apabila energi ledakan tidak mampu untuk menghancurkanbatuan di sekitar stemming tersebut, dan stemming yang terlalu pendek bisamengakibatkan terjadinya batuan terbang dan pecahnya batuan menjadi lebih kecil(Gambar III.3).

Panjang pendeknya stemming juga akan mempengaruhi hasil dari peledakan,jika stemming terlalu panjang, maka :

a. Ground vibration tinggi (getar tinggi) b. Lemparan kurang

c. Fragmentasi area jelek d. Suara kurang

Jika stemming terlalu pendek : a. Fragmentasi diarea bawah jelek

b. Terdapat toe di floor (tonjolan di floor) c. Terjadi flying rock (batu terbang)

d. Suara keras (noise) or (airblast)

Stemming ≥ 20 x Blast Hole Diametre or (0,7 – 1,2) x Burden………….(3.5) Rumus-rumus menghitung stemming antara lain:

Menurut C.J. Konya

2

OB

Kb

T

Keterangan: T = stemming (m) Kt = 0.17 sampai 1 kali B B = burden (m) OB = overburden (m) Menurut R.L Ash B Kt T  . Keterangan: T = stemming (ft)

(11)

Kt = stemming ratio (0,5-1; rata-rat 0,7) B = burden (ft)

6. Kedalaman Lubang Tembak / Blast Hole Depth

Kedalaman lubang ledak tergantung pada ketinggian bench, burden, dan arah pemboran.Kedalaman lubang tembak merupakan penjumlahan dari besarnya stemming dan panjang kolom isian bahan peledak. Kedalaman lubang ledakbiasanya disesuaikan dengan tingkat produksi (kapasitas alat muat) danpertimbangan geoteknik.

Blast Hole Depth = Bench Height + Subdrilling………(3.7) Kedalaman lubang tembak tidak boleh lebih kecil dari burden. Hal ini untuk menghindari terjadinya overbreaks atau cratering. Disamping itu letak primer menentukan kedalaman lubang bor. Berdasarkan arah lubang ledak maka kedalaman lubang ledak dapat ditentukan dengan rumus:

Untuk lubang ledak vertikal J

L H   Keterangan:

H = kedalaman lubang ledak (m) L = tinggi bench (m)

J = subdrilling (m)

Untuk lubang ledak miring J L H    cos Keterangan:

H = kedalaman lubang ledak (m) L = tinggi bench (m)

J = subdrilling (m)

α = sudut kemiringan lubang ledak terhadap bidang vertical. 7. Bench Height/Tinggi Jenjang

Tinggi jenjang berhubungan erat dengan parameter geometri peledakan kainnya dan ditentukan terlebih dahulu atau terkadang ditentukan kemudian setelah parameter atau aspek - aspek lainnya diketahui. Tinggi jenjang maksimum biasanya dipengaruhi oleh kemampuan alat bor dan ukuran mangkok serta tinggi jangkauan alat muat.

(12)

Gambar 9.6

Pengaruh Diameter Lubang Tembak Bagi Tinggi Stemming

Umumnya peledakan pada tambang terbuka dengan diameter lubang besar, tinggi jenjang berkisar antara 10 -15 m. pertimbangan lain yang harus diperhatikan adalah kestabilan jenjang jangan sampai runtuh, baik karena daya dukungnya lemah atau akibat getaran peledakan. Dapat disimpulkan bahwa dengan jenjang yang pendek memerlukan diameter lubang bor yang kecil, sementara untuk diameter lubang bor yang besar dapat diterapkan pada jenjang yang lebih tinggi.

Bench Height ≥ Blast Hole Diametre / 15………... (3.6) 8. Charge Length / Panjang Kolom Isian Bahan Peladak

Bagian dari lubang tembak yang berisikan bahan peledak dan juga primer. Dalam perhitungan besarnya kolom isian bahan peledak menggunakan rumus sebagai berikut : Charge Length = ≥ 20 x Blast Hole Diametre………. (3.7) 9. Specific Charge q = n B S K Qtotal n     ATAU q = W B K Qtotal n    10. Powder Factor (PF)

Powderfactor adalah perbandingan antara jumlah bahan peledak dengan berat batuan yang diledakkan. Adapun rumus perhitungannya adalah sebagai berikut :

(13)

9.6 Kesimpulan

Kepentingan dari fragmentasi tidak bisa diremehkan karena pada tingkatan yang luas fragmentasi merupakan ukuran dari suksesnya peledakan, hal ini mempengaruhi biaya operasional dan perawatan dari operasi-operasi selanjutnya serta termasuk pengoperasian alat berat seperti penggalian atau pemuatan, pengangkutan dan crushing. Oleh karena itu pengeboran dan peledakan sangat berhubungan dengan optimasi operasi-operasi selanjutnya. Fragmentasi yang buruk menghasilkan oversize atau bongkahan besar yang mengakibatkan bertambahnya biaya penghancuran sekunder untuk mengurangi ukurannya sampai pada ukuran yang dapat diolah secara ekonomis, aman dan efisien dengan alat-alat angkut dan muat. Faktor fragmentasi batuan dapat digolongkan dalam tiga kelompok parameter:

a. Parameter peledak, mencakup densitas, kecepatan detonasi, volume gas dan energi yang tersedia.

b. Parameter pemuatan lubang ledak, mencakup diameter lubang ledak, stemming, de-coupling,serta tipe dan titik inisiasi.

c. Parameter batuan yang berhubungan dengan densitas batuan, kekuatan (compressive dan tensile), tekstur dan kecepatan propagasi.

Produksi berlebih dari batuan undersize atau berukuran halus juga tidak diinginkan karena mengindikasikan penggunaan berlebih yang tidak berguna dari bahan peledak, pengurangan ukuran yang ekonomis dapat dicapai dengan penggunaan instalasi crushing yang sesuai. Biar bagaimanapun dibawah kondisi tertentu, fragmentasi dapat diperbaiki dengan mengadopsi salah satu atau lebih lengkah berikut (diterapkan dalam peledakan bench):

1. Mengurangi spacing antara lubang yang saling sejajar dalam baris.

2. Mengurangi jarak burden.

3. Menggunakan detonator dengan short delay.

Sangat penting mengetahui fragmentasi hasil peledakan secara teoritis sebelum peledakan dilakukan. Peramalan fragmentasi dengan memperhitungkan factor geologi disamping beberapa parameter peledakan lain biasanya dilakukan

(14)

dengan cara Kuz-Ram (Cunningham, 1983). Cara ini terdiri dari dua persamaan, yaitu:

1. Persamaan Kuznetsov untuk mencari ukuran rata-rata dari hasil peledakan dalam cm. 3 0 1 9 6 1 115 . 8 , 0             Qe E Qe Vo A X Keterangan:

X = ukuran rata-rata dari hasil peledakan (cm) A = Faktor batuan

7 untuk batuan medium strength

10 untuk batuan keras yang berjoint intensif 13 untuk batuan keras dengan sedikit joint sebaiknya antara 8 – 12 (Cunningham, 1983)

Blastability index (BI) x 0,15 (Lily, 1986) Vo = volume batuan dalam m3 per lubang ledak

(burden x spacing x tinggi bench)

Qe = Massa bahan peledak yang digunakan tiap lubang ledak (kg) E = Kekuatan berat relative bahan peledak

(ANFO = 100 ; TNT = 115) 2.

.

100

%

n c x x

e

R

    

Persamaan Rosin-Ramler untuk mencari

material yang tertahan pada saringan.

n c X X 1 693 . 0      Keterangan:

R = Perbandingan material yang tertahan pada saringan X = Ukuran screen

Xc = Karakteristik dari ukuran batuan n = index keseragaman

= (2,2 – 14 B/d) (1 – W/B) (1 + (A’ – 1)/2) L/H . SF B = burden

(15)

W = standart deviasi dari kedalaman lubang bor (m) A’ = spacing / burden

L = panjang charge di atas level (m) H = tinggi bench (m)

SF = staggered factor (Jika memakai staggered drilling pattern maka n dinaikkan 10 %)

(16)

Gambar

Gambar   1   memperlihatkan   geometri   peledakan   dan   cara   menghitung   dimensi geometri   peledakan   tersebut   diperlihatkan   di   bawah   ini   dan   dapat   digunakan sebagai acuan.

Referensi

Dokumen terkait