• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Setelah mencapai usia dewasa, seiring bertambahnya usia, secara alamiah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Setelah mencapai usia dewasa, seiring bertambahnya usia, secara alamiah"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penuaan

Setelah mencapai usia dewasa, seiring bertambahnya usia, secara alamiah seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya, justru terjadi penurunan karena proses penuaan. Terjadinya penurunan hormon karena proses penuaan atau yang memberikan gejala dan tanda seperti proses penuaan, terutama penurunan hormon testosteron dapat menimbulkan gangguan fungsi seksual, berkurangnya spermatogenesis, kelelahan, depresi, perasaan kacau, rasa panas dan keringat malam hari, gangguan fungsi kognitif, menurunnya volume sel darah merah, berkurangnya massa otot, peningkatan massa lemak dan sebagainya (Pangkahila, 2011).

Banyak upaya yang dapat dilakukan, agar walaupun usia terus bertambah, tetapi fungsi tubuh tetap dapat dipertahankan sehingga kualitas hidup tetap baik. Pada akhirnya, usia hidup menjadi lebih panjang dalam keadaan sehat. Perkembangan Anti-Aging Medicine (AAM) telah membawa konsep baru dalam dunia kedokteran dimana manusia dapat hidup dengan kualitas yang prima walaupun usia merambah naik. Bahkan proses penuaan dapat diperlambat, ditunda atau dihambat dan usia harapan hidup dapat menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2011; Pangkahila, 2013).

(2)

2.1.1 Konsep Anti-Aging Medicine

Anti-Aging Medicine (AAM) adalah bagian ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan dan perbaikan ke keadaan semula berbagai disfungsi, kelainan dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang bertujuan memperpanjang hidup dalam keadaan sehat. Penuaan dapat dianggap dan diperlakukan sama dengan penyakit, yang dapat dicegah, dihindari dan diobati, sehinggga dapat kembali ke keadaan semula. Dengan demikian, manusia tidak lagi harus membiarkan begitu saja dirinya menjadi tua dengan segala keluhan, barulah mendapatkan pengobatan atau perawatan yang belum tentu berhasil (Pangkahila, 2011).

2.1.2 Faktor Penyebab Proses Penuaan

Banyak faktor yang menyebabkan orang menjadi tua melalui proses penuaan, yang kemudian menyebabkan sakit dan akhirnya membawa pada kematian. Faktor penyebab penuaan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal ialah radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, system kekebalan yang menurun dan gen. Faktor eksternal yang utama ialah gaya hidup tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan, stress dan kemiskinan. Kalau radikal bebas dapat diatasi dengan antioksidan. Kalau gaya hidup tidak sehat ditinggalkan, kalau diet tidak sehat dihindari dan kalau hormon yang berkurang

(3)

diatasi dengan pengobatan, maka penyebab penuaan yang penting telah disingkirkan (Pangkahila, 2011).

Dengan melihat berbagai faktor di atas, kita dapat menentukan faktor mana yang dapat dihindari atau diatasi agar proses penuaan dapat dicegah atau diperlambat sehingga kualitas hidup dapat dipertahankan. Bermodalkan kesadaran tentang pentingnya menjaga kesehatan dan menghindari berbagai faktor penyebab proses penuaan dilengkapi dengan pengobatan, maka masyarakat mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk hidup lebih sehat dan berusia lebih panjang (Pangkahila, 2011).

2.1.3 Teori Penyebab Penuaan

Umur harapan hidup manusia amat tergantung pada proses penuaan, dan proses penuaan bukan kodrat tetapi disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: aktivitas berlebih (Wear and Tear Theory), hormonal (Neuroendocrinology Theory), genetic (The Genetic Control Theory) dan radikal bebas (The Free Radical Theory) (Pangkahila, 2013). Banyak teori yang menjelaskan mengapa manusia mengalami proses penuaan. Tetapi pada dasarnya teori tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu (Pangkahila, 2011):

1. Teori “pakai dan rusak” (wear and tear theory), meliputi kerusakan DNA, glikosilasi, dan radikal bebas. Teori ini menyatakan tubuh menjadi lemah lalu meninggal sebagai akibat dari penggunaan dan kerusakan yang terus-menerus. Tetapi kerusakan ini tidak terbatas pada organ melainkan juga terjadi di tingkat sel. Ini berarti, walaupun seseorang tidak pernah

(4)

merokok, minum alkohol dan hanya mengonsumsi makanan alami, dengan menggunakan organ tubuh secara biasa saja, pada akhirnya terjadi kerusakan. Penyalahgunaan organ tubuh membuat kerusakan lebih cepat. Pada masa muda, sistem perbaikan dan pemeliharaan tubuh mampu melakukan kompensasi terhadap pengaruh penggunaan dan kerusakan normal dan berlebihan. Dengan menjadi tua, tubuh kehilangan kemampuan memperbaiki kerusakan karena penyebab apapun. Teori ini meyakini bahwa pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tidak terlambat dapat membantu mengembalikan proses penuaan melalui mekanisme merangsang kemampuan tubuh untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan organ tubuh dan sel.

2. Teori program.

Teori ini menganggap di dalam tubuh manusia terdapat jam biologik, mulai dari proses konsepsi sampai ke kematian dalam suatu model terprogram.

a. Teori terbatasnya replikasi sel, dengan setiap replikasi sel, telomere memendek pada setiap pembelahan sel. Setelah sejumlah pembelahan sel, telomere telah dipakai dan pembelahan sel berhenti.

b. Proses imun, salah satu gambaran yang universal pada siklus hidup ialah involusi kelenjar thymus, Kelenjar ini merupakan sumber sel T, yang berperan penting pada system imun. Jumlah sel T tidak berkurang secara dramatis, tetapi fungsinya menurun.

(5)

c. Teori hormon, dimana hormon sangat berperan dalam berbagai fungsi organ tubuh. Hormon yang dikeluarkan oleh beberapa organ dikendalikan oleh suatu sistem poros dari hypothalamus-hypophyse-gonad. Pada usia muda, hormon bekerja dengan baik mengendalikan berbagai fungsi organ tubuh, tetapi pada saat tua, tubuh hanya mampu memproduksi hormon lebih sedikit sehingga levelnya menurun. Akibatnya berbagai fungsi tubuh menururn.

2.1.4 Tanda dan Gejala Penuaan

Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi berbagai organ tubuh. Akibat penurunan tersebut maka timbul berbagai tanda dan gejala proses penuaan diantaranya (Pangkahila, 2011):

1. Tanda fisik: massa otot berkurang, lemak meningkat, kulit berkerut, daya ingat berkurang, fungsi seksual dan reprodukdi terganggu, kemampuan kerja menurun dan sakit tulang

2. Tanda psikis: menurunnya gairah hidup, sulit tidur, mudah cemas, mudah tersinggung dan merasa tidak berarti lagi.

2.1.5 Peranan Hormon dalam Proses Penuaan

Kata hormon berasal dari kata Yunani “hormao” yang berarti bergairah atau bangkit. Hormon memberikan pengaruh melalui struktur kimianya yang unik yang dikenali oleh reseptor spesifik pada sel targetnya. Sekresinya dapat melalui sirkulasi umum ataupun lokal. Hormon berperan sangat penting, bahkan mutlak

(6)

dalam kehidupan manusia sejak awal kehidupan manusia. Hormon diproduksi oleh beberapa kelenjar yang ada dalam tubuh (tabel 2.1 dan tabel 2.2).

Tabel 2.1

Hormon, organ target dan efek fisiologisnya

Hormon Organ target utama Efek fisiologis utama Hipofise

Anterior

Growth hormone Hepar, jaringan adipose

Mengontrol pertumbuhan, mengontrol protein, metabolism lipid dan karbohidrat

Thyroid Stimulating Hormone (TSH)

Kelenjar tiroid Merangsang sekresi hormon tiroid

Adrenocorticotropic hormone (ACTH)

Cortex adrenalis Merangsang sekresi glucocorticoid

Prolactin Kelenjar mamma Produksi susu

Luteinizing hormone

(LH)

Ovarium dan testis Mengontrol fungsi seksual dan reproduksi

Follicle stimulating hormone (FSH)

Ovarium dan testis Mengontrol fungsi reproduksi Hipofise Antidiuretic hormone

(ADH)

Ginjal Konversi air

Posterior Oksitosin Ovarium dan testis Merangsang keluarnya susu dan kontraksi uterus, didapatkan saat ejakulasi, memfasilitasi transport sperma

(Sumber: Pangkahila, 2011) Tabel 2.2

Kelenjar/Organ yang menghasilkan hormon dan fungsinya

Organ/Kelenjar Hormon Fungsi

Tiroid Tiroid Merangsang panas tubuh,

pertumbuhan tulang dan metabolism

Paratiroid Paratiroid Mengatur kadar kalsium dan fosfat darah

Medulla adrenalis Epinephrine, norepinephrine

Memberikan pengaruh seperti rangsangan simpatis

Cortex adrenalis Cortisol, aldosterone Homeostatis glukosa, air, Na+ , K+

Pankreas Insulin Mengontrol penggunaan glukosa

Ovarium Estrogen, progesterone, testosterone

Fungsi seksual dan reproduksi Testis Testosterone Fungsi seksual dan reproduksi Pineal body (epiphysis) Melatonin Mengatur pola tidur, menurunkan

aktivitas motoric dan suhu tubuh

Thymus Thymus Berperan dalam system imun

(7)

Pada dasarnya fungsi berbagai hormon dalam tubuh dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu:

1. diferensiasi seksual dan reproduksi 2. perkembangan dan pertumbuhan 3. mempertahankan lingkungan internal 4. pengaturan metabolisme dan suplai nutrisi

Sekresi hormon berkaitan dengan negative feedback control (kontrol umpan balik negatif) melalui beberapa jalan. Hubungan umpan balik ini melibatkan poros hipotalamus-hipofise yang mendeteksi perubahan konsentrasi hormon yang disekresi oleh beberapa kelenjar endokrin perifer, atau satu kelenjar dapat merasakan dan bereaksi terhadap perubahan di dalam variabel yang dikontrolnya. Gangguan pada fungsi umpan balik tersebut mempunyai arti penting secara klinis dan penting untuk diagnosis. Level hormon pada sirkulasi diatur oleh lima mekanisme sebagai berikut:

1. Pelepasan hormon secara spontan atau basal

2. Hambatan umpan balik oleh hormon yang disintesis atau dilepas

3. Rangsangan atau hambatan pelepasan hormon oleh bahan yang diatur atau tidak diatur oleh hormon yang sama

4. Pengaturan oleh circadian rhytms (ritme sirkadian) untuk pelepasan hormon oleh system tertentu seperti otak

5. Rangsangan atau hambatan pelepasan hormon melalui otak sebagai reaksi terhadap kecemasan, antisipasi aktivitas tertentu atau masukan sensoris yang lain.

(8)

Penurunan level hormon seiring bertambahnya usia menimbulkan berbagai tanda dan keluhan. Hormon yang levelnya menurun ialah testosteron, estrogen, growth hormone, IGF-1, Renin, aldosterone, triiodothyronine (T3), DHEA, DHEAS. Sebaliknya hormon yang levelnya meningkat dengan bertambahnya usia adalah FSH, LH, Vasopressin, Insulin, Parathyroid hormone (PTH), Atrial natriuretic hormone (ANH), dan Leptin. Beberapa faktor yang berakibat buruk bagi fungsi hormon adalah kurang berolahraga, kurang tidur, nutrisi tidak cukup atau tidak sehat, efek samping obat tertentu dan keracunan karena lingkungan yang tidak sehat, termasuk yang melalui makanan dan udara. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidup berpengaruh besar terhadap fungsi hormon. Gaya hidup yang sehat meningkatkan fungsi hormon, sebaliknya gaya yang tidak sehat menghambat fungsi hormon terhadap berbagai organ tubuh (Pangkahila, 2011).

Pada saat orang melakukan aktivitas yang melampaui kapasitas kerja (overtraining / overworking) maka saat itu mulai terjadi radikal bebas dan terjadi penurunan beberapa kadar hormon sehingga keadaan inilah yang mempercepat proses penuaan (Pangkahila, 2013; Pangkahila dan Milas, 2015).

2.2 Hormon Seks Steroid pada Pria

Sintesis hormon seks steroid diproduksi secara primer oleh gonad dan dilakukan oleh dua macam gonadotropic hormone yang dihasilkan oleh adenohipofisis. Hipothalamus mengeluarkan GnRH dengan proses sekresinya setiap 90-120 menit melalui aliran portal hipothalamohipofisial. Setelah sampai di hipofise anterior, GnRH akan mengikat sel gonadotrop dan merangsang

(9)

pengeluaran FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Lutheinizing Hormone). Waktu paruh LH kurang lebih 30 menit sedangkan FSH sekitar 3 jam. FSH dan LH berikatan dengan reseptor yang terdapat pada ovarium dan testis, serta mempengaruhi fungsi gonad yang berperan dalam produksi hormon seks steroid dan gametogenesis (Rahmanisa, 2014).

Hormon-hormon steroid seks pada pria yang terpenting dalam reproduksi adalah testosteron, dihidrotestosteron (DHT) dan estradiol. Hormon seks wanita dalam jumlah kecil ditemukan juga pada laki-laki dan sebaliknya hormon seks laki-laki dijumpai dalam jumlah kecil pada wanita (Braunstein, 2011).

Testis mensekresi sebagian kecil dari DHT yang merupakan androgen poten dan dehidroepiandrosteron (DHEA) yang merupakan androgen lemah. Selain itu, sel Leydig juga mensekresi sebagian kecil dari estradiol, estrone, pregnenolon, progesteron, 17α-hidroksipregnenolon, dan 17α-hidroksiprogesteron. Testis hanya mengsekresikan 25% estradiol. Estradiol terutama dihasilkan dari konversi perifer dari testosteron dan androstenedione, seperti tampak pada gambar 2.1 (Tsutsui et al., 2010). Estrogen membantu mengatur sekresi Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) dan LH. Dihidrotestosteron (DHT) dan estradiol bukan hanya dihasilkan dari testis, tetapi juga dapat dihasilkan dari konversi di jaringan perifer dari androgen dan prekursor estrogen yang disekresi baik oleh testis maupun adrenal (Braunstein, 2011).

(10)

Gambar 2.1 Biosynthesis Hormon Seks Steroid (Tsutsui et al., 2010).

2.2.1. Testosteron

Testosteron merupakan hormon seks pria yang paling penting dengan berat molekul 288,41 Dalton. Testosteron disekresikan oleh sel-sel interstisial Leydig di dalam testis. Testis mensekresi beberapa hormon kelamin pria, yang secara bersamaan disebut dengan androgen, termasuk testosteron, dihidrotestosteron, dan androstenedion. Testosteron mempunyai peranan pada banyak organ tubuh selain sistem seksual dan reproduksi, yaitu pada otak, tulang, otot, lemak, sistem hematopoiesis dan sistem imun. Hormon androgen tidak hanya diproduksi oleh pria, melainkan juga oleh perempuan. Pada pria, lebih 95% hormon androgen diproduksi di dalam testis oleh sel Leydig dan sisanya diproduksi oleh cortex adrenalis. Pada perempuan, androgen diproduksi oleh ovarium (25%), kelenjar adrenalis (25%) dan konversi perifer (50%) dari prehormon androstenedione dan precursor dehydroepiandrostenedione (DHEA). Androstenedione diproduksi di

(11)

dalam ovarium (50%) sedangkan DHEA diproduksi hampir seluruhnya di kelenjar adrenalis (90-95%). Testosteron jumlahnya lebih banyak dari yang lain sehingga dapat dianggap sebagai hormon testikular terpenting, walaupun sebagian besar testosteron diubah menjadi hormon dihidrotestosteron yang lebih aktif pada jaringan target. Nilai rujukan normal testosteron total adalah 300-1000 ng/dl seperti tampak pada tabel 2.3 di bawah ini (Rahmanisa, 2014).

Tabel 2.3

Harga Normal Hormon Testosteron pada Pria Hormon Jenis kelamin Unit Konvensional (ng/dL) Testosteron Pria - Prepubertas - Pubertas - Dewasa 8-14 84-180 300-1000

(Disadur dari Greenspan dan Gardner, 2004) Di dalam aliran darah testosteron terikat oleh protein serum dan sebagian tidak terikat. Sebanyak 60% testosteron terikat kuat dengan binding protein utama yaitu SHBG dan sekitar 38% terikat lemah dengan albumin dan cortisol binding globulin. Sekitar 2% sirkulasi testosteron tidak terikat oleh protein serum tetapi masuk ke dalam sel. Testosteron yang terikat secara biologis kurang berarti dibandingkan dengan testosteron bebas. Testosteron yang terikat dengan SHBG sebagian besar tidak berfungsi pada proses fisiologis. Testosteron diubah menjadi dihidrotestosteron di dalam target jaringan testosteron yang spesifik. Metabolisme testosteron terjadi di hepar. Testosteron dikonversi menjadi androstenedion dan etiokolanolon. Testosteron masuk ke dalam membran sel dengan cepat dan di dalam sel, testosteron berubah secara enzimatik menjadi androgen dihidrotestosteron dengan bantuan isoenzim microsomal reduktase-2 dan isoenzim

(12)

5-reduktase-1. Pada pria, testosteron memegang peranan penting dalam diferensiasi sistem organ genital pria pada saat pertumbuhan fetus dan masa pertumbuhan. Fungsi organ yang dipengaruhi oleh testosteron seperti skrotum, epididymis, vas deferens, vesika seminalis, prostat dan penis. Testosteron juga berperan dalam pertumbuhan organ skeletal, laring yang berperan dalam pembentukan suara pada pria dan kartilago epifisial serta mempengaruhi pertumbuhan rambut pada daerah pubis, axilla, janggut, jambang, dada, abdomen, dan daerah punggung, aktivitas kelenjar sebacea dan perubahan tingkah laku (Rahmanisa, 2014; Batubara, 2010).

Kadar testosteron dapat meningkat oleh pengaruh estrogen, tamoxifen, fenitoin, hormon tiroid, keadaan hipertiroidism dan sirosis, sedangkan kadarnya menurun apabila terdapat pengaruh androgen eksogen, glukokortikoid, growth hormone, keadaan hipotiroidisme, akromegali, obesitas dan hiperinsulinemia (Braunstein, 2011; Pangkahila, 2011).

Diet dan gaya hidup merupakan salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi peningkatan testosteron. Diet suplemen tinggi protein whey mengandung asam amino triptofan yang tinggi, yang dapat meningkatkan sekresi serotonin dan growth hormone (GH) pada hipofisis sehingga ketika berikatan dengan growth hormone receptor (GHR) pada hati merangsang diproduksinya IGF-1 (Melnik et al., 2011). IGF-1 dapat meningkatkan sekresi testosteron oleh sel leydig. Aktivitas fisik intensitas sedang juga dapat meningkatkan hormon testosteron melalui peningkatan sekresi IGF-1 secara lokal pada otot skelet yang

(13)

kemudian dilepaskan ke sirkulasi dan mempengaruhi salah satu sel target IGF-1 yaitu sel leydig (Hambrecht et al., 2005).

2.2.2 Estrogen

Estrogen merupakan hormon dominan pada wanita, pria juga memproduksi hormon ini dan memanfaatkannya. Estrogen dapat memberikan efek fisiologis melalui dua tipe reseptor estrogen yaitu ERα dan ERβ. ERα terutama pada system reproduksi, ginjal, tulang, jaringan adipose dan hati. ERβ pada ovarium, prostat, paru, saluran cerna, bladder, sel hematopoetik dan susunan saraf pusat (Faulds et al., 2012). Estrogen pada pria dihasilkan oleh aromatisasi testosteron dari sel Leydig dan sel germinal. Sel germinal lebih banyak memproduksi estrogen dibandingkan sel Leydig. Pada testis terjadi konversi testosteron menjadi estradiol melalui mekanisme aromatisasi sitokrom P 450 yang menyebabkan konsentrasi estrogen tinggi dalam cairan testis dan seminal (Anwar, 2005).

Jumlah kadar estrogen pada pria dalam konsentrasi kecil dalam darah tepi sekitar 2-180 pg/ml. Konsentrasi estrogen tinggi pada vena testicular dan pembuluh limfenya, serta tinggi pada sistem reproduksi, tinggi pada semen dan cairan testis. Ada tiga jenis estrogen utama dalam tubuh yaitu estron, estradiol (estrogen paling kuat) dan estriol (Pangkahila, 2011; Rahmanisa, 2014). Pada saat keluar dari sirkulasi, hormon steroid berikatan dengan protein plasma, dimana estradiol berikatan dengan SHBG dan berikatan lemah dengan albumin. Estron berikatan kuat dengan albumin. Sirkulasi estradiol secara cepat diubah menjadi estron di hepar dengan bantuan 17-hidroksisteroid dehydrogenase. Sebagian

(14)

estron masuk kembali ke sirkulasi dan sebagian lagi dimetabolisme menjadi hidroksiestrone yang dikonversi menjadi estriol (Anwar, 2005).

Pada pria, estrogen bekerja berkoordinasi dengan hormon androgen, tetapi sebaliknya dapat juga bersifat sebagai antiandrogenik. Efek fisiologik testosteron merupakan gabungan efek testosteron dengan estrogen, namun efek androgeniknya lebih dominan karena rasio androgen dengan estrogen sangat tinggi (250:1). Penurunan rasio ini dapat menyebabkan gejala feminisasi / ginekomasti. Terlalu banyak estrogen pada pria terutama kombinasi dengan rendahnya testosteron secara abnormal dapat menyebabkan meningkatnya akumulasi lemak, begitu juga pada payudara wanita. Estrogen yg terbentuk pada pria berasal dari male androgen testosteron dan adrostenedion sebagai akibat kerja dari enzim aromatase. Bodybuilder terkadang menggunakan suplemen atau obat untuk menghambat aromatase ini dan memperlambat atau menghambat produksi estrogen, untuk menjaga lemak tubuh tetap rendah (Kumar, 2013).

Peningkatan hormon estrogen bisa disebabkan juga oleh konsumsi suplemen yang mengandung phytoestrogen seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Bonora (2015) pada susu pengganti cair Pediasure. Susu Pediasure terbukti mengandung estrogen sebesar 4,87 pg/g dan progesteron sebesar 5,11 pg/ng, dan perlakuan susu ini pada tikus lepas sapih selama 21 hari dapat meningkatkan kadar estrogen. Margo (2015) juga melalukan penelitian pada susu Morinaga BMT soya yang mengandung phytoestrogen 12,09 mg/100gr yang menghasilkan peningkatan pada kadar estrogen 48,09% dibandingkan kontrol.

(15)

2.2.3 Mekanisme Kontrol Hormon Seks Steroid pada Pria

Pengaturan dari produksi androgen dan spermatogenesis diatur oleh sistem kompleks mekanisme umpan balik yang melibatkan hipothalamus, hipofise anterior, testis, dan target organ. Dalam hipothalamus, neurotransmiter akan meregulasi sintesis dan pelepasan pulsasi GnRH (Gonadothropine Releasing Hormone), yang dilakukan setiap 3 jam masuk dalam vena portal hipofise. GnRH di hipofise anterior akan merangsang sekresi LH (Lutheinizing Hormone) dan FSH (Follicle Stimulating Hormone). LH mempengaruhi sel Leydig yang berikatan dengan reseptor spesifik membran dan menyebabkan sekresi testosteron. Sebagai inhibisi, peningkatan kadar androgen akan menghambat sekresi LH dari hipofise anterior melalui efek langsung pada hipofise dan hipothalamus. Hipothalamus dan hipofise mempunyai reseptor androgen dan estrogen. Efek inhibisi terutama diperantarai oleh estradiol yang dihasilkan dari aromatisasi testosteron. FSH berikatan dengan reseptor spesifik pada sel-sel Sertoli di tubulus seminiferus dan merangsang pembentukan Androgen Binding Protein (ABP). FSH mempengaruhi tubulus seminiferus sel Sertoli untuk merangsang terjadinya spermatogenesis. Sekresi FSH dihambat oleh inhibin yang dihasilkan oleh sel Sertoli. Begitu juga yang terjadi pada LH, sekresi LH akan dihambat oleh inhibin yang dihasilkan oleh sel Leydig (Gingrich, 2010; Pangkahila, 2011).

(16)

Gambar 2.2 Aksis Hipotalamus – Hipofise –Testis (Gingrich, 2010) Pada alur reproduksi, terdapat 2 (dua) golongan hormon yang berperan, yaitu hormon peptida dan hormon steroid. Masing-masing golongan tersebut memiliki cara kerja yang berbeda untuk memberikan respon biologi. Yang termasuk hormon peptida adalah Lutheinizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH), sedangkan yang termasuk hormon steroid adalah testosteron dan estradiol. Reproduksi yang normal, tergantung pada kerjasama dari beberapa hormon dan regulasinya harus dikendalikan dengan baik. Mekanisme pengendalian yang utama adalah dengan cara pengendalian umpan balik (feedback control), dimana sintesis dan aktivitas hormon tersebut dapat dikendalikan oleh

(17)

hormon itu sendiri, bahkan juga dapat mengendalikan hormon lain. Komponen alur HPG (Hypothalamus Pituitary Gonad ) (Safarinejad, 2009):

A. Hipotalamus sebagai pusat dari alur HPG. Hipotalamus menerima masukan rangsang dari pusat-pusat yang ada di otak, yang akan mensekresi hormon yang merangsang atau menghambat pengeluaran hormon-hormon lain. Secara anatomi, hipotalamus terhubung dengan kelenjar pituitari, sehingga secara langsung hormon-hormon dari hipotalamus bisa masuk ke kelenjar pituitari anterior. Hormon yang berperan pada sistem reproduksi adalah gonadotropin releasing hormone (GnRH) dan luteinizing hormone releasing hormone (LHRH). Fungsi GnRH adalah untuk menstimulasi sekresi hormon LH dan FSH dari kelenjar pituitari anterior.

B. Pituitary anterior GnRH merangsang produksi dan pengeluaran hormon FSH dan LH dari kelenjar pituitari anterior. FSH dan LH berperan dalam proses regulasi fungsi dari testis. Regulasi sekresi LH dilakukan oleh androgen dan estrogen melalui umpan balik negatif. Didalam testis, LH merangsang steroidogenesis dalam sel Leydig dengan cara menginduksi konversi kolesterol menjadi pregnenolon dan testosteron. FSH terikat pada sel-sel Sertoli dan membran sprematogonial dalam testis dan ini merupakan stimulator utama dari pertumbuhan tubulus seminiferous saat perkembangan. FSH sangat diperlukan pada proses inisiasi spermatogenesis pada saat pubertas. Pada pria dewasa, fungsi FSH yang

(18)

utama adalah merangsang spermatogenesis untuk menghasilkan jumlah sel sperma yang normal.

C. Testis, kesuburan dan kemampuan seksual seorang pria memerlukan hormon-hormon eksokrin maupun endokrin dari testis. Semuanya berada dalam kontrol alur HPG. Bagian intersisial testis mengandung sel-sel Leydig yang berfungsi pada proses steroidogenesis. Tubulus seminiferous memiliki fungsi eksokrin untuk memproduksi spermatozoa.

Produksi testosteron dikontrol secara umpan balik negatif pada alur HPG, dan testosteron tersebut dimetabolisir menjadi 2 macam metabolit aktif yaitu dihidrotestosteron (DHT) akibat katalisis dari 5-alfa-reduktase dan estrogen estradiol, sebagai hasil reaksi dengan aromatase. DHT merupakan androgen yang jauh lebih kuat daripada testosteron (Umam, 2010; Sutyarso, 2012).

Komponen aktif dari testosteron adalah testosteron terikat albumin dan testosteron bebas yang kemudian diubah oleh enzim menjadi estradiol (dengan aromatase) dan dehidrotestosteron (dengan 5-alfa reduktase) (Mustofa, 2010).

Fungsi testis dikontrol oleh 2 hormon gonadotropik yang disekresikan oleh hipofisis anterior yaitu: LH dan FSH. Kedua hormon ini bekerja pada bagian testis yang berbeda. LH bekerja pada sel Leydig (intersisial) untuk mensekresi testosteron, sedangkan FSH bekerja pada tubulus seminiferus sel Sertoli yang berpengaruh terhadap spermatogenesis (Sherwood, 2013).

(19)

Kadar Testosteron puncak terlihat pada pagi hari, sekitar 20-30% lebih tinggi kadarnya dari pada malam hari (Kumar, 2013). Pengukuran immunoassays testosteron dan estrogen mengukur konsentrasi kadar total serum. Metode yang dipercaya adalah dengan immunoassays spesifik dikuti ekstraksi dari serum atau gas chromatography (GC) atau dengan liquid chromatography (LC) digabung dengan spektroskopi (Braunstein, 2011).

Tabel 2.4

Kadar Hormon Normal pada Pria Dewasa

Hormon Batas Normal

Testosteron total 260 –1000 ng/dL (9,0 –34,7 nmol/L) Testosterone free 50 –210 pg/mL (173–729 pmol/L) Dihidrostenedione 27 –75 ng/dL (0,9–2,6 nmol/L) Androstenedione 50 –250 ng/dL (1,7–8,5 nmol/L)

Estradiol 10 –50 pg/mL (3,67–18,35 pmol/L)

Estrone 15 –65 pg/mL (55,5–240 pmol/L)

(Sumber: Braunstein, 2011) 2.2.5 Fungsi Hormon Seks Steroid pada Pria

Testosteron antara lain bertanggungjawab terhadap berbagai sifat maskulinisasi tubuh. Pengaruh testosteron pada perkembangan sifat kelamin primer dan sekunder pada pria dewasa antara lain:

a. Sekresi testosteron setelah pubertas menyebabkan scrotum, penis dan testis membesar kira-kira delapan kali lipat sampai sebelum usia 20 tahun.

(20)

b. Pengaruh pada penyebaran bulu rambut tubuh antara lain diatas pubis, ke arah sepanjang linea alba kadang-kadang sampai umbilicus dan diatasnya, serta pada wajah dan dada.

c. Menyebabkan hipertropi mukosa laring dan pembesaran laring. Pengaruh terhadap suara pada awalnya terjadi “suara serak”, tetapi secara bertahap berubah menjadi suara bass maskulin yang khas. d. Meningkatkan ketebalan kulit di seluruh tubuh dan meningkatkan

kekasaran jaringan subkutan.

e. Meningkatkan pembentukan protein dan peningkatan massa otot. f. Berpengaruh pada pertumbuhan tulang dan retensi kalsium.

Testosteron meningkatkan jumlah total matriks tulang dan menyebabkan retensi kalsium.

g. Testosteron juga berpengaruh penting pada metabolisme basal, produksi sel darah merah, sistem imun, serta pengaturan elektrolit dan keseimbangan cairan tubuh.

Selain fungsi di atas, hormon testosteron berpengaruh pula pada fungsi-fungsi yang lain, diantaranya pada fungsi seksual menjadi terganggu akibat testosteron yang menurun, spermatogenesis terganggu, kelelahan, ganguan mood, perasaan bingung, rasa panas (hot flush), keringat malam hari, serta perubahan komposisi tubuh berupa timbunan lemak visceral (Pangkahila, 2011; Rahmanisa, 2014).

Jumlah sel spermatogenik sangat tergantung pada aktivitas tubuli seminiferi yang dipengaruhi oleh sistem hormon, sehingga faktor endokrin mempunyai efek paling penting terhadap spermatogenesis. Testosteron yang disintesis sel Leydig

(21)

diperlukan untuk berlangsungnya proses spermatogenesis pada tubuli seminiferi. Apabila metabolisme sel Leydig terganggu atau sel Leydig tidak dapat memproduksi hormon testosteron secara optimal, maka kadar testosteron akan menurun. Gangguan spermatogenesis akibat kadar testosteron yang rendah menyebabkan peningkatan resiko terhadap rendahnya mutu spermatozoa yang dihasilkan, yaitu penurunan konsentrasi spermatozoa. Testis sebagai tempat berlangsungnya spermatogenesis bersifat sangat rentan terhadap proses oksidasi oleh radikal bebas. Terdapatnya radikal bebas pada testis dapat mengubah kestabilan dan fungsi membran, akibat berlanjutnya peroksidasi lipid. Proses peroksidasi lipid dilaporkan mengakibatkan gangguan spermatogenesis. Radical scavenger akan membersihkan radikal bebas pada jaringan-jaringan yang memproduksi spermatozoa (Astuti et al., 2008).

Estrogen merupakan hormon yang ada pada pria dan wanita. Estrogen pada pria mempunyai peranan dalam proses fertilitas. Pada testis, estradiol mempunyai peranan membantu fungsi testis. Estradiol bila bekerja sendiri, tidak mampu menstimulasi steroidogenesis sel Leydig. Estrogen pada proses perkembangan testis, mempunyai kemampuan untuk membangun fungsi sel Sertoli dan membantu adesi sel Sertoli dan germinal. Selain itu, estradiol bertanggung jawab untuk inisiasi spermatogenesis atau pembentukan dan maturasi sperma pada laki-laki. Estrogen juga mempunyai peranan pada duktus efferent yang membawa sperma dari testis ke epididimis. Duktus efferent mempunyai fungsi utama untuk reabsorpsi lebih dari 90% cairan testis sehingga terjadi pemekatan sperma untuk memasuki lumen epididimis. Estrogen juga mempunyai peranan membantu

(22)

kekuatan tulang, maturasi seksual dan metabolisme kolesterol (Hess dan Carnes, 2004).

2.2.7 Penggunan Hormon Seks Steroid untuk Pembesaran Otot pada Pria Bila otot dilatih bekerja keras secara teratur akan merespon dengan menjadi lebih besar dan kuat. Peningkatan ukuran dan kekuatan otot tersebut dihasilkan dari meningkatnya jumlah protein kontraktil di dalam sel otot. Selain latihan, mereka menggunakan zat-zat yang diduga akan memberikan efek ergogenik pada peningkatan kekuatan dan daya tahan otot. Salah satu zat yang diduga dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot adalah anabolik “androgenik” steroid, suatu zat sintetik yang mirip dengan hormon pria (testosteron) (Soewolo, 2009). Pemakaian anabolik steroid secara rutin berpengaruh jelek terhadap kesehatan manusia antara lain terhadap hati, kardiovaskuler, timbulnya depresi, tendensi bunuh diri, perasaan terkalahkan, timbulnya halusinasi pendengaran, kemandulan pada pria, atropi testis, haid tidak teratur, penurunan hormon seks wanita, mengecilnya buah dada, wanita lebih maskulin, dan membesarnya klitoris (Soewolo, 2009).

Anabolik Androgenik Steroid (AAS) adalah derivat sintetis dari hormon seks testosteron endogen pria, yang merangsang efek anabolik (sintesis protein) dan androgenik (maskulinisasi). Penggunaan AAS jangka panjang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan hati namun secara fisiologik, elevasi konsentrasi testosteron dapat menstimulasi sintesis protein sehingga berdampak pada peningkatan ukuran otot, massa tubuh dan ketahanan tubuh. Testosteron juga

(23)

berfungsi dalam perkembangan dan pematangan ciri seks sekunder pria seperti pertumbuhan rambut badan, suara yang maskulin, libido, sifat agresif dan produksi sperma (Wongkar, 2014).

Penggunaan anabolik steroid telah lama diketahui dan berkembang luas di masyarakat khususnya di kalangan atlit. Dalam dunia olahraga obat ini dapat meningkatan ukuran dan kekuatan otot, mengurangi kerusakan otot, meningkatkan sintesis protein, meningkatkan lipolisis, meningkatkan kepadatan tulang, meningkatkan pembentukan sel darah merah, hemoglobin, hematokrit serta peningkatan penyimpanan kolagen. Efek inilah yang sering menyebabkan terjadinya penyalahgunaan AAS dikalangan atlit, non atlit, pria dan wanita, dari rentang umur yang berbeda-beda yang menggunakan AAS dengan tujuan yang berbeda yaitu untuk kosmetik dan untuk efek anabolik (Andiana, 2012).

AAS sangat mudah diperoleh secara ilegal karena tersedia dan dijual bebas pada tempat-tempat kebugaran. Penggunaan AAS jangka panjang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan hati oleh karena semua testosteron memilki jalur metabolisme utama di hati. Kerusakan hati akibat bahan kimia (obat) ditandai dengan lesi awal yang memberikan rangkaian perubahan fungsi dan struktur pada hati. Hal ini ditandai dengan terdapatnya sel radang berupa sel-sel fagosit yakni monosit dan polimorfonuklear yang dapat dilihat dengan mikroskop pada sediaan jaringan hati serta degenerasi-degenerasi pada sitoplasma seperti perlemakan yang ditandai dengan adanya penimbunan lemak dalam parenkim hati, yang dapat berupa bercak, zonal, atau merata (Sari et al., 2015).

(24)

Penggunaan AAS tanpa indikasi yang jelas dapat memberikan efek samping yang buruk pada sistem reproduksi dan endokrin (hormonal) pria. Penggunaan AAS dapat menekan sekresi hormon testosteron endogen melalui mekanisme umpan balik negatif (negative feedback mechanism) di aksis hipotalamus hipofisis testiskular, luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH). Gangguan pada sekresi hormon testosteron endogen, LH dan FSH dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, dan infertilitas (azoospermia dan oligozoospermia) dan penurunan ukuran testis atau atrofi testis (Wongkar, 2014).

Dalam praktik klinik kedokteran AAS digunakan untuk mengatasi masalah -masalah kesehatan seperti hipogonadisme, impotensi, keterlambatan pertumbuhan, penyakit katabolik yang disebabkan berbagai jenis kanker dan infeksi HIV, osteoporosis, berbagai jenis anemia, penyembuhan luka bakar, dan gagal ginjal (Andiana, 2012).

2.3 Aktivitas Fisik Sedang

Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh oleh otot skeletal yang apabila dilakukan secara teratur dengan intensitas sedang memiliki dampak yang baik untuk kesehatan tubuh kita (WHO, 2014). Selain itu, olahraga dengan intensitas sedang dapat meminimalkan produksi radikal bebas berlebihan serta meningkatkan jumlah antioksidan endogen. Aktivitas fisik seperti olahraga meningkatkan pengeluaran energi, dengan memperhatikan frekuensi (3-4 kali seminggu), intensitas (72-87% dari denyut jantung maksimal (220-umur)), tipe / jenis olahraga seperti berenang, sepeda statis dan sebagainya dan time (15 menit

(25)

pemanasan, 30-60 menit kombinasi latihan aerobik dan otot, 10 menit pendinginan). Tujuan dari prinsip FITT (Frequency, Intensity, Type, Time) adalah untuk mencapai efek pelatihan yang optimal (Pangkahila, 2007; Pangkahila dan Milas, 2015).

Aktivitas fisik yang sesuai dengan gaya hidup sehat hanya dilakukan oleh 9,1 % manusia di dunia, sedangkan sisanya melakukan aktivitas fisik yang tidak sesuai dengan kaidah ilmiah. Suatu aktivitas fisik yang kurang maupun kelebihan akan menyebabkan pengeluaran hormon yang tidak seimbang sehingga ketidakseimbangan inilah yang akan menyebabkan seseorang mengalami kerusakan sel (Pangkahila, 2011).

Aktivitas fisik dapat mempengaruhi (Sharkey, 2003):

1. Growth hormone: dihasilkan oleh kelenjar pituitari pada otak. Growth hormone merangsang otot, kekuatan tulang, tendon, ligamen dan tulang rawan, serta mengurangi kadar lemak dalam tubuh dan mempertahankan kadar normal glukosa darah.

2. Endorfin: ketika kita melakukan aktivitas fisik lebih dari 30 menit, maka kadar endorfin darah meningkat, di mana fungsi endorfin adalah untuk memblok rasa sakit, menurunkan nafsu makan, mengurangi tekanan dan rasa cemas.

3. Testosteron: kadar testosteron meningkat setelah berolahraga selama 20 menit, berperan untuk mempertahankan kekuatan otot, menurunkan kadar lemak dalam tubuh.

(26)

4. Estrogen: kadar estrogen meningkat setelah aktivitas fisik selama 1-4 jam, berfungsi sebagai sumber energi dengan memecahkan lemak, meningkatkan metabolisme dan libido.

5. Tiroksin (T4): berperan untuk meningkatkan metabolisme, serta menurunkan berat badan.

6. Epinefrin: merangsang pemecahan glikogen pada hati dan otot yang aktif, merangsang pemecahan lemak, serta berperan sebagai sumber energi. 7. Insulin / adrenalin: berperan dalam mengatur kadar gula darah, lemak,

protein. Insulin sering disebut sebagai hormon lemak karena konsumsi gula sederhana meningkatkan insulin yang menyebabkan peningkatan kadar lemak. Kadar insulin menurun setelah aktivitas fisik selama 10-70 menit.

8. Glukagon: kadar glukagon meningkat setelah aktivitas fisik selama 30 menit, di mana kadar gula darah mulai menurun. Glukagon disekresi ketika kadar gula darah rendah serta berperan untuk meningkatkan kadar gula darah hingga mencapai normal.

Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui bahwa aktivitas fisik secara teratur yaitu berolahraga minimal 3 kali dalam seminggu, dilakukan minimal 30 menit setiap kali latihan, dan selama 12 minggu akan dapat menurunkan berat badan. Kegiatan olahraga sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia, diantaranya (Cadroy et al., 2002):

1. Meningkatkan kerja dan fungsi jantung, paru dan pembuluh darah yang ditandai dengan: denyut nadi istirahat menurun, penumpukan asam laktat

(27)

berkurang, meningkatkan pembuluh darah kolateral, meningkatkan HDL kolesterol dan mengurangi aterosklerosis.

2. Meningkatkan kekuatan otot dan kepadatan tulang pada anak, pada orang dewasa menurunkan nyeri sendi kronis pada pinggang, punggung dan lutut.

3. Meningkatkan kelenturan (fleksibilitas) pada tubuh sehingga dapat mengurangi cedera.

4. Meningkatkan metabolisme tubuh untuk mencegah kegemukan dan mempertahankan berat badan ideal.

5. Mengurangi resiko terjadinya berbagai penyakit, seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, diabetes melitus, infeksi (meningkatkan sistem imunitas).

6. Meningkatkan sistem hormonal melalui peningkatan sensitifitas hormon terhadap jaringan tubuh.

Aktivitas fisik dibagi menjadi 4 kategori yaitu (Ranggadwipa dan Murbawani, 2014):

1) Inaktif

Tidak ada aktivitas lain selain aktivitas dasar. Pada tingkat aktivitas ini dapat menjadikan seseorang tidak sehat. Yang dimaksud aktivitas dasar yaitu aktivitas kecil seperti sehari hari seperti berdiri dan berjalan pelan.

2) Aktivitas ringan

Ada aktivitas selain aktivitas dasar tetapi intensitas aktivitas dibawah 150 menit perminggunya

(28)

3) Aktivitas sedang

Melakukan aktivitas lain selain aktivitas dasar. Aktivitas tersebut antara dilakukan 150-300 menit per minggunya.

4) Aktivitas berat

Aktivitas fisik yang dilakukan lebih dari 300 menit per minggunya.

Pengukuran aktivitas fisik dapat dilakukan dengan cara mengukur banyaknya energi yang dikeluarkan untuk aktivitas setiap menitnya. Metode IPAQ memiliki kelebihan yaitu memiliki ketelitian yang tinggi dan juga mudah di gunakan khususnya pada responden dewasa. Sebagai standar yang dipakai adalah banyaknya energi yang dikeluarkan tubuh dalam keadaan istirahat duduk yang dinyatakan dalam satuan METs (Metabolic Equivalent Task). Satu METs diartikan sebagai energi yang dikeluarkan per menit/kg BB orang dewasa (1 METs = 1.2 kkal/menit). IPAQ menetapkan skor aktivitas fisik dengan rumus: METs/minggu = METs Level (jenis aktivitas) X Jumlah menit aktivitas X Jumlah hari/minggu. Kategori aktivitas fisik menurut IPAQ adalah total energi yang dikeluarkan dalam aktivitas fisik dalam satu minggu (7 hari) terakhir, dikatakan aktivitas ringan jika kurang dari 600 METs/minggu, aktivitas sedang jika sebesar antara 600 –1500 METs/minggu, sedangkan aktivitas berat jika lebih dari 1500 METs/minggu (IPAQ group, 2002; Harvard Publication Health, 2009).

Aktivitas fisik dapat merangsang peningkatan level testosteron pada tikus jantan, berkaitan dengan peningkatan asam laktat dalam darah, seperti pada latihan kekuatan (strength training) menyebabkan terjadinya hipertrofi otot dimana produksi laktat yang tinggi menunjukkan adanya hubungan yang kuat

(29)

antara mekanisme peningkatan level testosteron dan stimulasi laktat pada testis. Mekanisme lain melalui peningkatan aktivitas simpatis sebagai respon terhadap latihan, terjadinya vasodilatasi dan aliran darah yang meningkat berkaitan dengan lepasnya nitric oxide yang mengakibatkan peningkatan sekresi hormon (Cadore dan Kruel, 2012).

Aktivitas fisik dapat meningkatkan testosteron sehingga androgen reseptor juga meningkat, Jumlah androgen reseptor yang meningkat (ARs) menyebabkan peningkatan sensibilitas reseptor terhadap hormon sehingga efek testosteron pada sel target juga meningkat (Cadore dan Kruel, 2012).

Aktivitas fisik yang dilakukan secara berlebihan (overtraining / volume dan intensitas latihan yang tinggi), dapat menurunkan testosteron melalui inhibisi langsung oleh karena efek cortisol yang tinggi pada testis (Cadore dan Kruel, 2012).

Aizawa et al (2008) melakukan penelitian pada tikus jantan usia 10 minggu dengan latihan treadmill lari, 30m/min selama 30 menit menunjukkan terjadinya peningkatan ekspresi enzim yang berkaitan dengan steroidogenesis diantaranya enzim 17β-HSD, 3β-HSD dan P450arom pada otot skeletal setelah latihan. Hormon seks steroid seperti testosteron dan estrogen memegang peranan penting dalam pembentukan kekuatan dan masa otot skeletal dimana otot skeletal dikatakan dapat mensintesis hormon seks steroid.

(30)

Whey merupakan protein kompleks yang berasal dari susu, yang dikelompokkan ke dalam functional food dengan berbagai manfaat kesehatannya. Susu mengandung dua sumber utama protein yaitu casein dan whey. Setelah mengalami proses pengolahan, casein merupakan protein yang bertanggungjawab terhadap terjadinya curd / dadih / bahan dasar keju, sedangkan whey tetap berada pada bagian yang cair. Protein dalam susu 20% merupakan whey dan 80% adalah casein (Pal et al., 2010). Protein casein bentuk curd, dalam lambung mengalami hidrolisis dan memperlambat masuknya ke dalam usus halus, sedangkan whey tidak terkoagulasi oleh suasana asam sehingga dianggap sebagai protein yang cepat karena cepat mencapai jejunum setelah masuk ke dalam saluran cerna. Setelah mencapai usus halus, hidrolisis whey lebih lambat dibandingkan casein sehingga menyebabkan terjadi proses absorpsi yang lebih besar selama berada di usus halus (Marshall, 2004; Nagadevi & Puraikalan, 2013).

Komponen yang terkandung dalam whey diantaranya beta-lactoglobulin, alpha-lactalbumin, bovine serum albumin, lactoferrin, immunoglobulin, lactoperoxidase enzymes, glycomacropeptides, lactose dan mineral. Whey merupakan dietary protein supplement yang popular saat ini yang dapat memberikan efek sebagai antimikroba, immune modulation, meningkatkan kekuatan otot dan untuk meningkatkan komposisi tubuh, dan mencegah penyakit cardiovaskuler dan osteoporosis. Whey protein secara komersial saat ini tersedia dalam berbagai bentuk, seperti terlihat pada tabel 2.5 berikut (Marshall. 2004):

(31)

Tabel 2.5

Types of Commercially Available Whey Protein

Product Description Protein Consentration Fat, lactose and mineral content

Whey protein isolate 90-95% Sedikit jika ada

Whey protein consentrate

25-89% Biasanya 80%

Beberapa fat, lactose dan mineral

Bila konsentrasi protein meningkat, fat, lactose dan mineral kandungannya semakin rendah

Hydrolized whey protein

Bervariasi

Hydrolysis digunakan untuk memecah ikatan peptide Semakin besar protein maka semakin kecil fraksi

peptidanya

Mengurangi resiko alergi dibandingkan yang non-hydrolized

Bervariasi berkaitan dengan konsentrasi proteinnya

Undenaturated whey concentrate

Bervariasi

Biasanya antara 25-89%

Beberapa fat, lactose, dan mineral

Konsentrasi protein yang meningkat, menyebabkan fat,

lactose dan mineral semakin

menurun

(32)

struktur native protein, biasanya memiliki jumlah

immunoglobulin dan lactoferrin

yang lebih besar

(Sumber: Marshall, 2004). Masing-masing produk whey bervariasi dalam jumlah protein, karbohidrat, immunoglobulin, lactose, mineral dan fat pada produk akhirnya. Variabel ini merupakan faktor yang penting dalam memilih fraksi whey untuk aplikasi nutrisi yang spesifik (Marshall, 2004).

2.4.1 Komponen Biologis Protein Whey

Protein whey mengandung semua asam amino esensial dan konsentrasinya tinggi dibandingkan dengan sumber protein dari sayur-sayuran seperti kedelei, jagung dan wheat gluten. Di samping memiliki semua spektrum asam amino, asam amino dalam protein whey diabsorbsi dan dimanfaatkan secara efisien (Marshall, 2004).

Tabel dibawah ini menunjukkan komponen yang ditemukan dalam protein whey (tabel 2.6).

Tabel 2.6

Komponen Protein Whey Komponen Whey % of whey protein Kegunaan

Beta-lactoglobulin 50-55% Sumber esensial asam amino dan

BCAAs

Alpha-lactalbumin 20-25% Protein yang terutama ditemukan pada

human breast milk

Sumber esensial asam amino dan BCAAs

(33)

Memodulasi imun

Lactoferrin 1-2% Antioksidant

Antibakterial, antiviral, antifungal Merangsang pertumbuhan bakteri yang menguntungkan

Secara alami ditemukan dalam

breastmilk, airmata, saliva,empedu, darah dan mucus

Lactoperoxidase 0,50% Menghambat pertumbuhan bakteri

Bovine serum albumin 5-10% Sumber esensial asam amino

Merupakan protein besar

Glycomacropeptide 10-15% Sumber BCAA

Sedikit mengandung asam amino aromatik

(Sumber: Marshall, 2004) Dibandingkan dengan sumber protein yang lain, whey mengandung BCAAs (Branched chain amino acids) leucine, isoleucine dan valine dalam konsentrasi tinggi. BCAAs terutama leucine merupakan faktor yang penting untuk pertumbuhan jaringan dan perbaikan jaringan. Leucine diidentifikasi sebagai asam amino yang berperan dalam sintesis protein. Protein whey juga kaya akan sulfur yang mengandung cycteine dan methionine. Dengan tingginya konsentrasi asam amino ini, fungsi imun juga meningkat melalui konversi intraseluler menjadi glutathione (Marshall, 2004; Arazi, 2011; Eid et al., 2014).

Protein utama dalam protein whey adalah beta-globulin dan alpha-lactalbumin. Alpha-lactalbumin ini merupakan sumber tryptophan alami tertinggi yang bisa diperoleh dari susu (Markus et al., 2002).

2.4.2 Mekanisme Kerja Protein Whey

Whey memiliki aktivitas antioksidan yang paten, oleh karena terdapatnya protein yang kaya dengan cysteine yang berperan dalam sintesis glutathione (GSH). GSH dibentuk dari glycine, glutamate dan cysteine (gambar 2.1). Cysteine

(34)

mengandung thiol (sulfhydryl) group yang berperan sebagai active reducing agent dalam mencegah oksidasi dan kerusakan jaringan. Sebagai antioksidan, glutathione lebih efektif dalam bentuk tereduksi. Riboflavin, niacinamide dan glutathione reductase merupakan esensial kofaktor dalam proses reduksi glutathione. Karena efek glutathione atau komponen antioksidan dari protein whey ini, sehingga banyak penelitian dilakukan sebagai agen anti-aging. Sebagai detoxifying agent, glutathione peroksidase yang dibentuk dari selenium dan cysteine, merupakan enzim antioksidan endogen yang memiliki kemampuan untuk mengubah lipid peroksidase menjadi hidroksi acid yang tidak terlalu berbahaya. Peroksidase berikatan dengan hydrogen peroksida sehingga membentuk air dan potensi oksidatifnya menjadi menurun (Marshal, 2004; Arazi, 2011; Nagadevi & Puraikalan, 2013).

Sintesis Gluthatione pada protein whey dapat terlihat pada gambar 2.3 di bawah ini:

Step 1 Glutamic acid Step 2 g-Glutamylcysteine

+ + Cysteine Glycine + + ATP ATP g-Glutamylcysteine glutathione synthetase synthetase g-Glutamylcysteine Glutathione + + ADP ADP + + P P

Gambar 2.3 Sintesis Gluthatione dari Cysteine, Glutamate dan Glycine (Marshall, 2004)

(35)

2.4.3 Protein Whey dan IGF-1

Susu suplemen tinggi protein whey sering dikonsumsi untuk dapat memberikan pembentukan otot secara lebih cepat. Protein whey banyak digunakan oleh bodybuilders dan athletes karena kemampuannya untuk merangsang pertumbuhan otot. Whey Protein Isolate (WPI) bila dibandingkan dengan Whey Protein Consentrate atau Whey Protein Hydrolisate, mengandung jumlah protein yang lebih banyak (90-95%) dengan jumlah lactose yang rendah, lebih mudah dicerna dan diabsorpsi dan juga mengandung banyak imunoglobulin dan sangat rendah lemak. Susu suplemen jenis WPI ini banyak dikonsumsi untuk membantu pembentukan tubuh atletis dengan massa otot kering tanpa lemak (Marshall, 2004; Eid et al., 2014).

Protein whey mengandung alpha-lactalbumin (20-25%) seperti terlihat pada tabel 2.6. Alpha-lactalbumin dapat meningkatkan tryptophan melalui peningkatan rasio tryptophan – large neutral amino acids (Trp-LNAA ratio) (Markus et al., 2002). Konsumsi susu suplemen tinggi protein whey pada manusia meningkatkan aktivitas aksis somatotropic dan secara signifikan meningkatkan kadar serum GH dan IGF-1 (Rich-Edwards et al., 2007) (Gambar 2.4).

(36)

Gambar 2.4 Jalur Molekuler Pengaruh Susu Tinggi Protein Whey terhadap Kadar IGF-1(Rich et al., 2007)

Konsumsi oral dari protein whey yang tinggi α-lactalbumin telah terbukti meningkatkan kadar somatotropic pada wanita yang sehat. Ada bukti epidemiologis yang kuat bahwa konsumsi susu secara signifikan meningkatkan kadar serum IGF-1 pada manusia (Crowe et al., 2006). Hal ini menjelaskan mengapa asupan susu tinggi protein whey meningkatkan pertumbuhan dan masa otot (Hoppe et al., 2006).

Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1) merupakan salah satu elemen kunci yang mengatur pertumbuhan otot skeletal. IGF-1 merupakan komponen awal yang merangsang aktivasi kaskade protein Akt yang kemudian terlibat dalam aktivasi mammalian Target of Rapamycin (mTOR) dan inaktivasi Glycogen Synthase Kinase 3β (GSK3β) dengan target final adalah inaktivasi gen Forkhead box O

(37)

(FOXO) yang mengatur puluhan jalur metabolisme dalam sel otot skeletal terkait pertumbuhan dan proliferasi (Schiaffino dan Mammucari, 2011).

2.4.4 Indikasi Klinis Protein Whey

Protein whey telah diteliti secara ekstensif dalam usaha pencegahan dan pengobatan cancer, hepatitis, HIV, penyakit kardiovaskuler, obesitas, proses penyembuhan luka, osteoporosis, sebagai antimicrobial, dan terutama yang berkaitan dengan exercise (Marshall, 2004).

Suplemen protein whey untuk exercise sangat dikenal di masyarakat karena memiliki skor kualitas protein yang tinggi dan kandungan BCAAs yang tinggi juga. Protein whey mengandung 26% BCAA, yang merupakan substrat yang efisien untuk sintesis protein baru. BCAA leucine bertindak sebagai molekul yang memberikan signal untuk terjadinya inisiasi sintesis protein. Kandungan leucine ini juga dipertimbangkan sebagai protein yang dapat meningkatkan hipertrofi otot dan kekuatan otot. Profil asam amino dalam diet protein mempengaruhi pemanfaatan nitrogen, dan kualitas diet protein yang rendah menyebabkan peningkatan kehilangan nitrogen dan membatasi sintesis protein (Marshall, 2004). Penelitian pada pria dengan resistance training program yang mendapatkan suplemen protein whey dan menghasilkan peningkatan yang lebih besar dalam kekuatan daripada pria dengan resistance training saja. Selama dilakukannya moderate exercise untuk meningkatkan imunitas, pelatihan atlit secara intensif menunjukkan terjadinya stress pada sistem imun. Produksi radikal bebas dan peningkatan aktivitas inflamasi dianggap berperan terhadap terjadinya gangguan

(38)

aktivitas system imun pada overtrained athletes. Performance otot pada individu yang mendapatkan pelatihan yang tinggi dan proses pemulihannya dihalangi oleh terjadinya stress oksidatif. Keberadaan glutathione telah terbukti dapat mengurangi terjadinya stress oksidatif. Sebagai cysteine donor, protein whey dapat meningkatkan level glutathione intraseluler in vitro. Peningkatan biosintesis dari glutathione intraseluler, dapat ditunjukan oleh meningkatnya level limfosit GSH, dan merupakan mekanisme yang bertanggungjawab terhadap terjadinya peningkatan performance otot. Profil asam amino dari protein whey ini menjadikannya ideal untuk komposisi tubuh dan mendukung terjadinya sintesis protein dan pertumbuhan otot (Marshall, 2004).

Komponen bioaktif yang lain pada protein whey memberikan tambahan keuntungan bagi orang-orang yang aktif dan athlete yang mendapatkan pelatihan dengan cara meningkatkan fungsi imun, gastrointestinal health dan menunjukkan aktivitas antiinflamasi. Komponen whey seperti IgA, glutamine dan lactoferrin dapat memberikan dampak yang menguntungkan terhadap terjadinya komplain pada athlete seperti infeksi yang berulang, dan gangguan saluran cerna. Level IgG dan glutamine yang rendah ditemukan setelah exercise yang intensif dan pada individu overtrained, dan berkaitan dengan peningkatan frekuensi terjadinya infeksi. Defisiensi glutamine berperan dalam terjadinya komplain saluran cerna pada individu dengan latihan yang tinggi. Kerusakan radikal bebas menyebabkan terlambatnya pemulihan otot dan gangguan performance. Whey mencegah kerusakan radikal bebas melalui peningkatan level glutathione intraseluler dan tersedianya lactoferrin untuk aktivitas antioksidant tambahan (Marshall, 2004).

(39)

Kalman et al., 2007 melakukan penelitian pada 20 subyek yang diberikan suplementasi 50 gr/hari dengan 4 macam sumber protein yang berbeda yaitu soy consentrate, soy isolate, soy isolate dan whey blend, dan whey blend, yang dikombinasikan dengan resistance training program 3 kali seminggu selama 12 minggu. Suplementasi protein ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam lean body mass. Pengukuran free dan total testosterone tidak berbeda secara signifikan pada semua grup. Peningkatan yang signifikan ditemukan pada testosteron/estradiol ratio pada semua grup terutama pada grup SW (soy isolate + whey blend).

Penelitian yang dilakukan pada pria dewasa muda dengan resistance training program 3 kali seminggu, yang membandingkan pemberian protein whey (1,8 gr/KgBb/hari) dengan placebo selama 8 minggu, menghasilkan peningkatan dalam kekuatan otot dan berat badan dan juga terjadi peningkatan kadar testosteron dalam darah (Arazi et al., 2011).

Penelitian lain dilakukan pada 140 adult male albino rat, dibagi menjadi 4 grup (grup kontrol, grup Nandrolone, grup whey protein dan grup whey protein + Nandrolone). Level testosteron pada grup yang diberi Nandrolone atau whey protein + Nandrolone secara signifikan menurun, sedangkan pada grup dengan suplementasi whey protein menunjukkan peningkatan yang signifikan (Eid, et al., 2014).

Dalam beberapa percobaan yang melibatkan latihan kekuatan, suplementsi protein whey (1,2-1,5 gr/kg/hari selama 6-12 minggu) secara signifikan memberikan peningkatan yang lebih baik pada kekuatan otot bila dibandingkan

(40)

dengan karbohidrat. Pada orang dewasa muda yang sehat, suplementasi dengan protein whey terbukti mempercepat pemulihan setelah olahraga daya tahan yang berat. Dibandingkan dengan plasebo karbohidrat, suplementasi dengan WPI (1gr/kg/hari) setelah olahraga selama 14 hari menghasilkan pada jumlah pemulihan yang secara signifikan lebih cepat untuk kekuatan yang maksimal dan menurunkan level keratin kinase yang merupakan penanda kerusakan otot. Suplementasi dengan produk WPI memberikan pemulihan yang lebih cepat setelah latihan daya tahan yang berat. Pemeliharaan status GSH dalam tubuh adalah penting bagi performa daya tahan. Dalam suatu grup pembalap sepeda yang sangat terlatih, satu dosis 1 gr/kg/hari mencegah penurunan konsentrasi glutatione darah selama 6 minggu latihan bersepeda secara intens di jalanan. Para atlit dalam studi ini melakukan 4 sesi per minggu (30-70 menit masing-masing) yang terdiri dari olahraga intensitas yang moderat (50-70% maksimum rata-rata detak jantung) dan intensitas tinggi (80% + maksimum rata-rata detak jantung). Oleh karenanya, daya tahan para atlit yang melaksanakan volume latihan yang lebih besar dapat mensyaratkan dosis protein whey yang lebih banyak setiap harinya untuk menjaga status GSH. Binaragawan dan orang-orang lain yang menginginkan penambahan optimal pada massa otot hendaknya menuju kepada konsumsi satu dosis protein whey 1,5 gr/kg/hari selama program latihan daya tahan (Cribb, 2006; Harahap, 2014).

Protein whey memberikan sejumlah manfaat unik terhadap para atlit (Cribb, 2006):

(41)

1. Secara cepat dicerna dan merupakan sumber protein berkualitas tinggi yang dapat menstimulasi sejumlah sintesis protein yang lebih besar dan penerimaan protein bersih dalam jaringan daripada sumber protein lainnya.

2. Secara langsung meningkatkan fungsi kekebalan terhadap penyakit dan infeksi. 3. Sumber terkaya BCAAs yang berperan dalam pembentukan glutamine (bahan bakar utama sistem kekebalan) dan menstimulasi sintesa protein dalam otot juga memberikan pemicu energi bagi otot yang bekerja.

4. Merupakan sumber protein yang kaya cysteine yang dapat meningkatkan kapasitas antioksidan dan meningkatkan performa olahraga.

5. Memberikan level glikogen yang lebih tinggi dalam organ hati; bentuk penyimpanan energi yang penting untuk olahraga.

6. Menurunkan penanda kerusakan otot dan mempercepat pemulihan setelah olahraga.

7. Memberikan kekuatan yang lebih besar pada saat latihan daya tahan dan ukuran otot yang lebih baik dimana hal ini meningkat selama olahraga binaraga.

8. Memberikan sumber kalsium yang tersedia secara alamiah untuk membantu menjaga kesehatan dan mencegah cedera-stres dimana banyak atlit mengalaminya selama latihan.

9. Bersamaan dengan solubilitasnya yang tinggi, karakter-karakter ini membuat protein whey sebagai tambahan yang ideal untuk setiap minuman olahraga atau pengganti makanan untuk konsumsi sebelum, selama dan setelah olahraga.

(42)

2.4.5 Susu Suplemen Tinggi Protein Whey (L-men Platinum)

Susu suplemen tinggi protein whey saat ini sangat banyak digunakan terutama oleh pria yang sering fitness dan ingin mendapatkan pembesaran otot secara lebih cepat. Kebutuhan konsumsi suplemen nutrisi ini juga bertujuan untuk meningkatkan performance athletic, mengurangi rasa lelah dan mengubah komposisi tutbuh. Pada resistance exercise yang berat dapat mengakibatkan terjadinya gangguan atau kerusakan active muscle fiber sehingga dengan adanya protein whey dapt memperbaiki dan menimbulkan terjadinya proses remodeling pada otot tersebut. Penurunan kerusakan otot dan peningkatan proses pemulihan dari resistance exercise juga merupakan salah satu tujuan pemberian protein ini (Arazi, 2011).

2.4.5.1 Kandungan Nutrisi Susu Suplemen Tinggi Protein Whey (L-men Platinum) L-men Platinum merupakan susu suplemen tinggi protein whey yang diproduksi oleh PT Nutrifood Indonesia dan sebanyak 23 gram/saji yang efektif membantu pembentukan tubuh atletis dengan massa otot kering tanpa lemak (Anonim,2015).

(43)

L-men platinum merupakan suplemen whey dengan nutrisi yang paling lengkap yang mengandung vitamin B-complex untuk meningkatkan metabolisme dan penyerapan asam amino, mengandung L-carnitine yang efektif membakar lemak menjadi energi, creatine yang membantu meningkatkan energi serta BCAA dan L-glutamine yang berfungsi meningkatkan daya tahan otot agar tidak diurai setelah berolahraga. Kandungan asam amino esensial dan nonesensial yang terdapat dalam L-men platinum terlihat pada tabel 2.7 berikut (Anonim,2015) :

Tabel 2.7

Kandungan Nutrisi L-men Platinum (per 100 gram) L-carnitine ***L-Glutamine **Threonine **Methionine **Valine **Phenylalanine **Isoleucine **Leucine **Lysine **Cysteine 250 mg 4800mg 8000mg 2200mg 4600mg 3000mg 3800mg 10000mg 7700mg 1300mg **BCAA Alanine Aspartic acid Glutamic acid Serine Histidine Glysine Tyrosine Proline Arginine 18600mg 310mg 9000mg 14500mg 4300mg 1400mg 150mg 3400mg 9900mg 2600mg (Sumber: Anonim, 2015) ** = Asam amino esensial

*** = asam amino non-esensial

L-men platinum diformulasikan dengan laktosa yang rendah sehingga aman dikonsumsi oleh orang yang tidak terbiasa minum susu atau memiliki intoleransi laktosa. Untuk hasil maksimal, L-men platinum dikonsumsi sebelum dan sesudah latihan fisik.

2.4.5.2 Hasil Analisis Susu Suplemen Tinggi Protein Whey (L-men Platinum) Ternyata hasil analisis susu suplemen tinggi protein whey (L-men Platinum) yang dilakukan di Laboratorium Analitik Kampus Bukit Jimbaran Universitas

(44)

Udayana menunjukkan bahwa produk protein whey tersebut mengandung phytoestrogen (0,092mg/100g) dan estradiol (0,025mg/100g) (Lampiran 2).

2.5 Hewan Coba

Tikus putih adalah binatang asli Asia, India, dan Eropa Barat, termasuk dalam keluarga rodentia, sehingga masih termasuk kerabat dengan hamster, gerbil, tupai, dan mahluk pengerat lainnya. Makanan tikus putih adalah biji-bijian, akar berdaging, daun, batang dan serangga.Tikus putih sering digunakan sebagai sarana penelitian biomedis, pengujian dan pendidikan. Kaitannya dengan biomedis, tikus putih digunakan sebagai model penyakit manusia dalam hal genetika. Hal tersebut karena kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi, metabolisme, dan biokimianya cukup dekat dengan manusia. Tikus putih yang dimaksud adalah seekor tikus dengan seluruh tubuh dari ujung kepala sampai ekor serba putih, sedangkan matanya berwarna merah jambu. Selain tikus putih, jenis tikus yang sering digunakan untuk penelitian adalah tikus putih besar (rattus norvegicus). Tikus putih yang digunakan untuk penelitian memiliki keseragaman galur, umur, dan bobot tubuh. Cara pemeliharaannya pun juga sedikit berbeda, lebih diperhatikan masalah kebersihan dan pakannya. Galur/strain Rattus norvegicus yang biasa diminta untuk penelitian dari galur Wistar dan Sprague Dawley (SD) (Mohammad, 2011).

Tikus putih memiliki beberapa sifat yang menguntungkan sebagai hewan uji penelitian di antaranya perkembangbiakan cepat, mempunyai ukuran yang lebih besar dari mencit, mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak. Tikus putih juga

(45)

memiliki ciri-ciri morfologis seperti albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih panjang dibandingkan badannya, pertumbuhannya cepat, temperamennya baik, kemampuan laktasi tinggi, dan tahan terhadap arsenik tiroksid. Klasifikasi tikus putih adalah sebagai berikut (Akbhar, 2010):

Gambar 2.6 Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Akbhar, 2010) Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia Subordo : Odontoceti Familia : Muridae Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Pada tabel 2.8 dan tabel 2.9 di bawah ini, didapatkan data biologis tentang tikus putih galur wistar dan juga kadar estrogen dan testosteron normal pada tikus tersebut.

(46)

Data Biologis Tikus Wistar Berat badan lahir

Berat badan dewasa jantan Berat badan dewasa betina Usia maksimum

Usia reproduksi Konsumsi makanan Konsumsi air minum

4,5-6 gram 250-300 gram 180-220 gram 2-4 tahun 8-10 minggu 15-30 gr/hari 10-15 ml/hari

(Sumber: Hubrecht dan Kirkwood, 2010)

Tabel 2.9

Kadar Hormon Estrogen dan Testosteron Normal pada Tikus Jantan Muda Darah vena

Kadar Estradiol Testosteron

2,48-2,94 pg/ml 0,66-5,4 ng/ml

(Sumber: Hess dan Carnes, 2004 ; ALPCO,2013) Pemeliharaan tikus putih meliputi kebersihan sangkar, kebersihan tikus putih itu sendiri serta kebersihan kandang. Kebersihan sangkar dilakukan dengan cara penggantian sekam setiap 3 hari. Pengecekan kesehatan dilakukan secara rutin agar tikus putih yang dihasilkan terjaga kualitasnya. Pakan diberikan sebanyak 10% bobot badan, yaitu sekitar 10-15 gram/ekor/hari. Pakan diberikan pada pagi hari pada pukul 07.00 dan sore hari pada pukul 16.00 atau diberikan secara ad libitum. Air minum diberikan secara ad libitum dan pergantian air minum setiap hari. Sangkar terbuat dari bak plastik yang tertutup dengan anyaman kawat dengan luas 1 cm 2. Tikus putih jantan dan betina dipelihara pada masing-masing 1 buah sangkar. Alas sangkar menggunakan sekam dan dilakukan penggantian sekam setiap 3 hari sekali. Sangkar disusun pada rak kayu. Bagian atas kandang ditutup dengan anyaman kawat agar hewan luar tidak masuk dalam kandang tikus putih (Widiartini et al., 2013).

(47)

Pemantauan keselamatan tikus di laboratorium antara lain (Ngatidjan, 2006): 1. Kandang tikus sebaiknya dari bahan yang kuat, tidak mudah rusak, mudah

dibersihkan (satu kali seminggu), tidak berkarat, mudah dipasang lagi, hewan tidak mudah lepas. Ukuran kandang harus diperhatikan, agar tikus bisa bergerak bebas tanpa ada ketegangan yang diakibatkan oleh kandang yang terlalu sempit.

2. Alas tidur harus dapat menyerap air kemih supaya kandang tetap kering. Syarat bahan alas tidur adalah dapat menghisap air, tidak melukai hewan coba, tidak menarik untuk dimakan, tidak berbau dan tidak mengandung zat yang dapat mengganggu kesehatan hewan coba. Umumnya dipakai sekam padi atau serbuk gergaji.

3. Menciptakan suasana lingkungan yang stabil dan sesuai dengan keperluan fisiologi tikus (suhu, kelembaban, dan kecepatan pertukaran udara yang ekstrim harus dihindari).

Gambar

Gambar 2.4 Jalur Molekuler Pengaruh Susu Tinggi Protein Whey terhadap Kadar  IGF-1(Rich et al., 2007)
Gambar 2.6 Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Akbhar, 2010)  Kingdom  : Animalia   Filum    : Chordata   Kelas    : Mammalia   Ordo    : Rodentia   Subordo  : Odontoceti   Familia  : Muridae   Genus    : Rattus

Referensi

Dokumen terkait

Tulisan ini akan mengkaji isu kelima yang terkait pada Pasal 87 UU 12/2012 yang menyebutkan, “Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan hak pengelolaan kekayaan

Mutans yang menempel pada permukaan gigi dan

Tinjauan Manajemen: capaian dari sasaran mutu belum ditambahkan, nilai IKM belum dikonversi dalam bentuk angka (bisa mengacu pada laporan IKM UB), evaluasi kinerja

Berdasarkan angka sementara hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013, jumlah usaha pertanian di Kabupaten Hulu Sungai Selatan sebanyak 34.350 dikelola oleh rumah

3. Penelitian dengan menggunakan dua model pembelajaran ini telah pernah dilakukan oleh Muhammad Firdaus dengan judul Eksperimen Model Pembelajaran Kontekstual Dan Reciprocal

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) unsur intrinsik yang berupa alur, penokohan, latar, tema, dan hubungan antarunsur tersebut; (2) wujud hubungan antara

Menurut (Schumacher, 2017) konsumen setidaknya harus mampu mempertimbangkan proses integrasi langsung pakaian yang dikenakan dengan kulit dan topografi tubuh, hal ini

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2013 tentang Rencana Induk Pengembangan Bahan Baku Obat