• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Para pelaku ekonomi yang terdiri atas pemerintah dan masyarakat sebagai orang perorangan atau badan hukum membutuhkan dana yang cukup besar. Berbagai lembaga keuangan, terutama bank konvensional telah membantu pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan memberikan pinjaman uang antara lain dalam bentuk kredit perbankan. Kredit perbankan merupakan salah satu usaha bank konvensional yang telah banyak dimanfaatkan oleh anggota masyarakat yang memerlukan dana.

Pemberian kredit yang tertuang dalam suatu perjanjian tidak dapat dilepaskan dari prinsip kepercayaan, yang sering menjadi sumber malapetaka bagi kreditur sehubungan dengan kredit macet. Pemberian kredit yang dilakukan oleh Bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya harus dapat memberikan perlindungan hukum bagi pemberi dan penerima kredit serta pihak yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga jaminan hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

(2)

Pemberian kredit yang dilakukan oleh bank tentu saja mengandung risiko. Bank dituntut kemampuan dan efektivitasnya dalam mengelola risiko kredit dan meminimalkan potensi kerugian, sehingga bank harus selalu

memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat, yaitu :1

1. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa surat perjanjian tertulis;

2. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit pada usaha yang sejak semula telah diperhitungkan kurang sehat dan akan membawa kerugian; 3. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk pembelian saham dan

modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli saham; dan

4. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit melampaui batas maksimum pemberian kredit (legal lending limit).

Bank dalam menyalurkan kredit wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analis yang mendalam atau itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan sesuai dengan yang diperjanjikan, hal ini diatur dalam Pasal 8 Ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Agunan sebagai jaminan tambahan sebenarnya merupakan hal yang sangat diutamakan oleh Bank, daripada sekedar jaminan berupa keyakinan bahwa debiturnya akan membayar kembali kredit tersebut.

Agunan yang ideal adalah agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan, meliputi surat berharga dan atau tagihan yang diterbitkan oleh pemerintah atau badan hukum lainnya yang mempunyai peringkat tinggi

1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung : 2006, hlm 509-510

(3)

berdasarkan hasil penilaian lembaga pemerintahan yang kompeten dan sewaktu-waktu dengan mudah dapat dijual ke pasar untuk dijadikan uang tunai. Mengacu pada jenis jaminan yang terdiri atas dua jenis, yaitu jaminan pribadi dan jaminan kebendaan maka agunan dapat dikelompokkan sebagai jaminan kebendaan. Mengingat hal yang demikian supaya agunan tersebut menjadi suatu agunan yang ideal, maka diperlukan tata cara pengikatannya. Sejak Tahun1996 dikenal adanya lembaga Hak Tanggungan, yang merupakan pengganti dari Hypotheek dan Credietverband.

Hak tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Dalam arti, jika debitur cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahului daripada kreditor yang lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang

negara menurut ketentuan hukum yang berlaku.2

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan pada Pasal 6 memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, apabila debitur cidera janji, dan pemegang Hak Tanggungan pertama tidak perlu meminta persetujuan terlebih dahulu dari pemberi Hak Tanggungan serta tidak

(4)

perlu pula meminta penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan eksekusi tersebut. Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut, hal ini diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan.

Pemegang Hak Tanggungan pertama itu dapat mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Lelang Negara setempat untuk pelaksanaan pelelangan umum dalam rangka eksekusi objek Hak Tanggungan tersebut. Kewenangan pemegang Hak Tanggungan pertama itu merupakan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang artinya kewenangan tersebut dipunyai demi hukum. Kepala

Kantor Lelang Negara harus menghormati dan mematuhi kewenangan tersebut.3

Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan Putusan No.77/PPU-IX/2011, yang menyatakan bahwa penyelesaian utang-utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tunduk pada ketentuan Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT). Atas dasar itu, apabila timbul masalah seperti piutang yang tidak tertagih, maka harus diselesaikan secara perdata biasa, bukan lewat Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Bank BUMN sebagai Perseroan Terbatas telah dipisahkan kekayaannya dari kekayaan negara. Setelah berlakunya Undang-

3 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan (Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah

(5)

Undang Perseroan Terbatas, maka piutang Bank BUMN dapat diselesaikan

sendiri oleh manajemen masing-masing Bank BUMN.4

Perubahan tentang tata cara penyelesaian piutang negara juga diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 1 Tahun 2004, piutang negara adalah :

“Jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lain yang sah”.

Oleh karena itu, piutang negara hanyalah piutang Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah, dan tidak termasuk piutang badan-badan usaha yang secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara termasuk piutang Bank-Bank BUMN. Hal ini disebabkan, Pasal 1 angka 1 dan angka 10 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara mengatur bahwa BUMN adalah badan usaha yang memiliki kekayaan terpisah dari kekayaan negara, sehingga kewenangan pengurusan kekayaan, usaha, termasuk penyelesaian

utang-untang BUMN tunduk pada hukum Perseroan Terbatas.5

Undang-Undang No.1 Tahun 2004, telah mengubah pengertian piutang negara yang dikandung dalam Undang-Undang No.46 Tahun 1960. Piutang BUMN adalah piutang Perseroan Terbatas BUMN atau piutang swasta yang dibedakan dengan piutang negara atau piutang publik. Klasifikasi utang atau

4 www.google.com, M. Akil Mochtar, Penyelesaian Piutang Bank BUMN Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi, diakses Selasa 9 April 2013

(6)

piutang BUMN adalah piutang dari Perseroan, sehingga mekanisme penyelesaiannya mengikuti mekanisme perseroan. Piutang Bank-Bank BUMN dapat diselesaikan sendiri oleh masing-masing bank BUMN berdasarkan prinsip-prinsip yang sehat pada masing-masing Bank BUMN.

Bank Nagari sebagai salah satu bank yang beroperasi di Propinsi Sumatera Barat dan merupakan Badan Usaha Milik Pemerintah Daerah Sumatera Barat, yang juga beroperasi dibeberapa kota lainnya yaitu : Pekanbaru, Jakarta dan Bandung, juga memberikan fasilitas kredit kepada nasabahnya, baik perorangan maupun badan hukum. Dalam pemberian fasilitas kredit tersebut Bank Nagari juga dipersyaratkan adanya penyerahan jaminan utang oleh pihak peminjam kepada pihak yang memberi pinjaman. Jaminan utang dapat berupa barang (benda) sehingga merupakan jaminan kebendaan dan atau berupa janji penanggungan utang sehingga merupakan jaminan perorangan. Salah satu bentuk jaminan yang dapat dipergunakan pada Bank Nagari ini adalah Hak Tanggungan.

Pemberian fasilitas kredit yang dilaksanakan oleh Bank Nagari juga seringkali mengalami permasalahan. Salah satu diantaranya adalah terjadinya kredit macet. Sangat banyak sekali ditemui permasalahan mengenai kredit macet ini, namun yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah terjadinya kredit macet yang menggunakan jaminan hak tanggungan. Dimana proses penyelesaian kredit macet yang menggunakan jaminan hak tanggungan tersebut sebelumnya dapat dilakukan melalui proses pelelangan di muka umum. Barang (benda) yang menjadi objek hak tanggungan yang telah disita akan dilaksanakan lelang terhadapnya, jika penanggung utang tidak juga melunasi utang-utangnya.

(7)

Bank Nagari saat ini telah bekerja sama dengan Balai Lelang Mandiri Prasarana (PT. BALEMAN) yang didirikan dengan Akta Pendirian Perusahaan Nomor 26 tanggal 7 April 1999. PT. BALEMAN berupaya untuk menyelesaikan kredit macet pada Bank Nagari. Berbagai upaya dilakukan agar utang kredit dapat dilunasi oleh debitur. Diantaranya adalah dengan melakukan penagihan secara langsung kepada debitur, mencarikan pembeli terhadap objek jaminan kredit dan lain sebagainya. Apabila langkah-langkah yang telah dilaksanakan tersebut tidak membuahkan hasil, barulah dilakukan pelelangan terhadap objek hak tanggungan yang dilakukan oleh Balai Lelang Mandiri Prasarana (BALEMAN). Pelelangan tersebut juga dilakukan secara terbuka dan kegiatan pelelangan sesuai dengan daerah operasional Bank Nagari yang memberikan fasilitas kredit tersebut. Balai Lelang Mandiri Prasarana menyelenggarakan lelang atas asset yang diserahkan ke Balai Lelang. BALEMAN dalam melaksanakan lelang, harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) untuk lelang eksekusi dan Pejabat Lelang Kelas II untuk lelang sukarela, agar dapat menerbitkan penetapan tanggal lelang serta dapat menerbitkan risalah lelang bagi pemenang lelang. Dalam pelaksanaan lelang, BALEMAN bertanggung jawab atas pembayaran harga lelang kepada pemilik barang, penyerahan barang yang dilelang dan dokumen terkait kepada pemenang lelang

Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menulis karya ilmiah berupa tesis dengan judul : “LELANG EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN MELALUI BALAI LELANG MANDIRI

(8)

PRASARANA (PT.BALEMAN) UNTUK PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA BANK NAGARI”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah tata cara lelang eksekusi hak tanggungan melalui Balai Mandiri Prasarana (PT. BALEMAN) untuk penyelesaian kredit macet pada Bank Nagari ?

2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam lelang eksekusi hak tanggungan melalui Balai Mandiri Prasarana (PT. BALEMAN) untuk penyelesaian kredit macet pada Bank Nagari dan langkah-langkah yang ditempuh untuk mengatasi kendala tersebut ?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Lelang Eksekusi Hak Tanggungan dengan judul “Lelang Eksekusi Hak Tanggungan Melalui Balai Lelang Mandiri Prasarana (PT.BALEMAN) Untuk Penyelesaian Kredit Macet Pada Bank Nagari” sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Namun demikian, apabila ternyata pernah dilakukan penelitian dengan topik yang sama dengan penelitian ini, maka penelitian ini diharapkan dapat melengkapinya.

(9)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan yang ingin penulis capai melalui penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui proses lelang eksekusi hak tanggungan melalui Balai Mandiri Prasarana (PT.BALEMAN) untuk penyelesaian kredit macet pada Bank Nagari.

2. Untuk mengetahui Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam lelang

eksekusi hak tanggungan melalui Balai Mandiri Prasarana

(PT.BALEMAN) untuk penyelesaian kredit macet pada Bank Nagari dan langkah-langkah yang ditempuh untuk mengatasi kendala tersebut.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

1. Secara Teoritis

a. Menerapkan ilmu teoritis yang didapat dibangku perkuliahan Program Magister Kenotariatan dan menghubungkannya dalam kenyataan yang ada dalam masyarakat.

b. Menambah pengetahuan dan literatur di bidang hukum perdata yang dapat dijadikan sumber pengetahuan baru.

(10)

2. Secara Praktis

a. Memberi pengetahuan kepada penulis dan pembaca mengenai proses lelang eksekusi hak tanggungan melalui Balai Mandiri Prasarana (PT. BALEMAN) untuk penyelesaian kredit macet pada Bank Nagari. b. Agar penelitian yang dilakukan dapat bermanfaat bagi masyarakat

serta dapat digunakan sebagai informasi ilmiah.

c. Memberikan informasi kepada pemerintah dan dapat digunakan dalam pelaksanaan pemerintahan yang sedang dijalankan.

d. Dapat dijadikan sebagai masukan bagi pembuat kebijakan terkait dengan pelaksanaan lelang dan juga penyelesaian kredit macet yang pada saat ini bukan lagi merupakan piutang negara.

F. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, hal ini diatur dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan

sebagai kredit perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:6

6 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rajawali Pers : Jakarta 2010, hlm 76-78

(11)

a. Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang;

b. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain;

c. Adanya kewajiban melunasi utang; d. Adanya jangka waktu tertentu; e. Adanya pemberian bunga kredit.

Pemberian kredit dapat dilaksanakan apabila ada persetujuan atau perjanjian antara bank sebagai kreditur dengan nasabah penerima kredit sebagai debitur. Dalam memberikan kredit kepada masyarakat, bank harus merasa yakin bahwa dana yang dipinjamkan kepada masyarakat itu akan dapat dikembalikan tepat pada waktunya beserta bunganya dan dengan syarat-syarat yang telah disepakati bersama oleh bank dan nasabah yang bersangkutan di dalam perjanjian kredit. Untuk mengetahui kemampuan dan kemauan nasabah mengembalikan pinjaman dengan tepat waktu, di dalam permohonan kredit, bank perlu mengkaji permohonan kredit yaitu sebagai

berikut :7

a. Character (Kepribadian) b. Capacity (Kemampuan) c. Capital (Modal)

d. Collateral (Agunan)

e. Condition of Economy (Kondisi Ekonomi)

(12)

Debitur yang melakukan cidera janji (wanprestasi) adalah apabila ia tidak mampu melakukan prestasi sesuai dengan yang telah diperjanjikan dengan pihak bank (kreditur). Kriteria dalam cidera janji ini dapat berupa kelalaian pembayaran angsuran, tidak melakukan pembayaran pada

waktunya atau sama sekali tidak melakukan pembayaran.8 Menurut

ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/14/BPPP tertanggal 29 Mei Tahun 1993, kolektibilitas kredit terdiri dari :

a. Kredit lancar;

b. Kredit kurang lancar; c. Kredit yang diragukan; d. Kredit macet.

Apabila terjadi kredit macet dimana debitur dalam keadaan sama sekali tidak dapat melakukan pembayaran, secara yuridis seharusnya jaminan merupakan sarana yang paling tepat, namun dalam praktek perbankan karena penilaian ditekankan kepada segi ekonomi, maka fungsi jaminan secara yuridis hanya akan berperan pada tahap akhir apabila jalan lain tidak

dapat menyelesaikannya.9

Hak tanggungan merupakan jaminan kebendaan yang melekat pada bendanya dan bukan tergantung kepada siapa yang menjadi pemilik atau yang menguasai fisik benda tersebut. Hukum tidak menghalangi seorang pemilik benda yang telah dibebani dengan suatu hak tanggungan untuk menjual agunan tersebut kepada pihak-pihak lainnya untuk pelunasan utang.

8 Djuhaenadah Hasan dalam Seri Dasar Hukum Ekonomi 4, Hukum Jaminan Indonesia, Elips : Jakarta, 1998, hlm 63

(13)

Tanah merupakan barang jaminan untuk pembayaran utang yang paling disukai oleh lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit, sebab tanah pada umumnya mudah dijual, harganya terus meningkat, mempunyai tanda bukti hak, sulit digelapkan dan dapat dibebani dengan hak tanggungan

yang memberikan hak istimewa kepada kreditur.10

Undang-Undang Hak Tanggungan mengisyaratkan bahwa tidak semua hak atas tanah dapat dibebani hak tanggungan. Hak-hak atas tanah

yang dapat dibebani hak tanggungan hanyalah hak-hak primer, yaitu :11

a. Hak milik;

b. Hak guna bangunan; c. Hak guna usaha;

d. Hak pakai yang punya nilai ekonomis; e. Hak milik atas satuan rumah susun.

Hak tanggungan mempunyai ciri dan sifat khusus, yaitu :

a. Hak tanggungan bersifat memberikan hak preference (droit de preference) atau kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu daripada kreditur lainnya;

b. Hak tanggungan mengikuti tempat benda berada;

c. Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, kecuali telah diperjanjikan sebelumnya;

d. Hak tanggungan dapat digunakan untuk menjamin utang yang sudah ada atau yang akan ada;

10 Adrian Sutedi, Op.Cit, hlm 15

(14)

e. Hak tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial;

f. Hak tanggungan memiliki sifat spesialitas dan publisitas.

Sertifikat hak tanggungan sebagai tanda bukti adanya hak tanggungan memuat irah-irah dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sertifikat hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti Grosse Acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah. Hal tersebut dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada sertifikat hak tanggungan, sehingga apabila debitur cidera janji, hak tanggungan siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui tata cara dan dengan menggunakan parate executie sesuai dengan peraturan Hukum

Acara Perdata.12

Sita eksekusi dilanjutkan dengan penjualan lelang (executorial verkoop, sale under execution, foreclosure sale). Hal ini ditegaskan Pasal 200 ayat (1) HIR, Pasal 216 ayat (1) RBG, yang berbunyi :

“Penjualan barang yang disita dilakukan dengan bantuan Kantor Lelang, atau menurut keadaan yang akan dipertimbangkan Ketua, oleh orang yang melakukan penyitaan itu atau orang lain yang cakap dan dapat dipercaya, yang ditunjuk oleh Ketua untuk itu dan berdiam di tempat dimana penjualan itu harus dilakukan atau di dekat tempat itu”

(15)

Jadi, setelah sita eksekusi dilaksanakan, undang-undang memerintahkan penjualan barang sitaan. Cara penjualannya dengan perantaraan Kantor Lelang dan penjualannya disebut Penjualan Lelang. Dengan demikian, Ketua Pengadilan Negeri wajib meminta intervensi kantor lelang dalam

bentuk bantuan menjalankan penjualan barang sitaan yang dimaksud.13

Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum baik secara langsung maupun melalui media elektronis dengan cara penawaran harga secara lisan dan/atau tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan peminat, hal ini diatur dalam Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Keuangan No. 450/KMK 01/2002. Lelang terdiri atas dua bagian, yakni lelang eksekusi dan lelang non-eksekusi. Jenis lelang eksekusi merupakan penjualan umum untuk melaksanakan atau mengeksekusi putusan atau penetapan pengadilan atau dokumen yang dipersamakan dengan putusan pengadilan, seperti Hipotik, Hak Tanggungan, atau Jaminan Fidusia. Sedangkan lelang non-eksekusi merupakan penjualan umum di luar pelaksanaan putusan atau penetapan pengadilan, yang terdiri dari : lelang barang milik/dikuasai negara dan lelang sukarela atas barang

milik swasta.14

Penjualan umum atau lelang hanya boleh dilakukan oleh Pejabat Lelang atau Juru Lelang. Pejabat Lelang (vendumeester) adalah orang yang khusus diberi kewenangan oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang berdasarkan peraturan

13 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar Grafika : Jakarta, 2010, hlm 113

(16)

perundang-undangan15. Lelang dapat dilaksanakan dengan didahului permohonan lelang terlebih dahulu kepada Kantor Lelang secara tertulis dan disertai dengan dokumen-dokumen yang berisi syarat-syarat kelengkapan lelang. Kantor Lelang tidak boleh menolak prmohonan lelang yang diajukan kepadanya sepanjang persyaratan lelang sudah dipenuhi. Dokumen persyaratan lelang yang bersifat umum yaitu : salinan/fotocopi Surat Keputusan penunjuk penjual, syarat lelang dari penjual (bila ada) dan daftar barang yang akan dijual. Sedangkan dokumen lelalng eksekusi Hak Tanggungan secara khususnya adalah :

a. Salinan/fotocopi perjanjian kredit;

b. Salinan/fotocopi Sertifikat Hak Tanggungan;

c. Salinan/fotocopi bukti bahwa debitur wanprestasi yang dapat berupa peringatan maupun penyitaan dari pihak kreditur;

d. Surat pernyataan dari kreditur yang akan bertanggung jawab apabila terjadi gugatan perdata atau tuntutan pidana;

e. Salinan/fotocopi bukti pemilik hak.

Prinsip lelang yaitu dilaksanakan dalam wilayah kerja Kantor Lelang tempat barang berada, dengan demikian patokan menentukan kompetensi relatif pelaksanaan lelang didasarkan pada tempat barang berada atau terletak (forum rei sitae). Akan tetapi berdasarkan perubahan atas Pasal 5 Keputusan Menteri Keuangan No. 450/KMK 01/2002 yang dihubungkan dengan Pasal 4 ayat (2) Keputusan Direktur Jendral Piutang

(17)

dan Lelang Negara No. 35/PL/2002, lelang dapat juga dilaksanakan diluar wilayah kerja Kantor Lelang tempat dimana barang berada, dengan syarat mendapat persetujuan dari : Direktur Jendral Piutang dan Lelang Negara untuk barang-barang yang berada dalam wilayah antar Kantor Wilayah Direktur Jendral Piutang dan Lelang Negara dan Kepala Kantor Wilayah Direktur Jendral Piutang dan Lelang Negara setempat untuk barang-barang yang berada di wilayah Kantor Wilayah Direktur Jendral Piutang dan

Lelang Negara setempat.16

2. Kerangka Konseptual a. Pelaksanaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pelaksanaan adalah perihal perbuatan atau kegiatan mempraktekkan teori.

b. Lelang

Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 450/KMK 01/2002, Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum baik secara langsung maupun melalui media elektronis dengan cara penawaran harga

secara lisan dan/atau tertulis yang didahului dengan usaha

mengumpulkan peminat. c. Hak Tanggungan

Menurut Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Hak Tanggungan, Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah

(18)

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya.

e. Kredit

Kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta, atau pada waktu yang

akan datang, karena penyerahan barang-barang sekarang.17

f. Kredit Macet

Kredit macet apabila terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari, atau kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru, atau dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.

G. Metode Penelitian

Dalam penulisan tesis ini, dilakukan suatu penelitian guna melengkapi data yang harus diperoleh untuk dipertanggungjawabkan kebenarannya yang akan dijadikan sebagai bahan penulisan dan jawaban yang objektif. Maka metode penelitian yang dipakai adalah :

1. Pendekatan masalah

Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis sosiologis, dimana

(19)

penelitiannya menekankan pada permasalahan dengan memperhatikan fakta-fakta permasalahan yang ditemui di lapangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Sifat penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu data yang menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk mengetahui dengan jelas proses pelaksanaan lelang terhadap jaminan hak tanggungan dalam penyelesaian kredit macet pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat.

3. Jenis data

Data merupakan suatu keadaan yang meliputi gejala dan peristiwa dan lain-lain yang menggambarkan suatu hubungan antara suatu unsur dengan unsur lainnya yang didapat melalui unsur secara langsung maupun secara tidak langsung. Dalam penelitian ini menggunakan dua sumber, yaitu : a. Data Primer

Merupakan data yang langsung diperoleh melalui penelitian pada Balai Mandiri Prasarana (PT. BALEMAN) dan Bank Nagari.

b. Data Sekunder

Yaitu data yang tidak langsung diperoleh dari responden, melainkan diperoleh melalui studi kepustakaan yang terdiri dari :

a) Bahan hukum primer yaitu bahan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang mencakup perundang-undangan yang berlaku yang ada hubungannya dengan masalah ini. Adapun peraturan yang

(20)

digunakan adalah KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, Keputusan Menteri Keuangan No. 450/KMK 01/2002, Keputusan Direktur Jendral Piutang dan Lelang Negara No. 35/PL/2002, dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan yang diteliti.

b) Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer yang meliputi :

1) Buku-buku/literatur yang erat kaitannya dengan permasalahan yang akan diteliti

2) Dokumen-dokumen yang erat kaitannya dengan permasalahan yang akan diteliti.

(21)

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data yang dilakukan adalah :

a. Studi dokumen, yaitu dengan mempelajari dokumen-dokumen berupa data tertulis mengenai masalah yang diteliti.

b.Wawancara (interview), dilakukan pada Balai Mandiri Prasarana (PT. BALEMAN) dan PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat, yang mana pedoman wawancara telah disiapkan terlebih dahulu dalam bentuk daftar pertanyaan.

5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh diolah dengan cara Editing, yaitu data yang telah diperoleh tidak semuanya dimasukkan ke dalam hasil penelitian, namun dipilih terlebih dahulu data yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, sehingga diperoleh data yang lebih terstruktur. Data tersebut diolah, kemudian dianalisis secara kualitatif, yaitu analisis terhadap data-data untuk menghasilkan data-data yang tersusun secara sistematis berdasarkan peraturan perundang-undangan, pandangan para ahli dan pengalaman peneliti.

6. Jadwal Penelitian

Jadwal Penelitian yang dilaksanakan penulis adalah sebagai berikut a. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan ini penelitian dimulai dengan kegiatan yang disebut sebagai pra-riset, yang termasuk di dalamnya yaitu pengumpulan seluruh bahan-bahan kepustakaan, kemudian dilanjutkan

(22)

dengan pengajuan judul, setelah judul disetujui dan ditetapkan maka disusunlah rancangan usulan penelitian (proposal) yang kemudian diajukan kepada pembimbing tesis untuk kemudian dikonsultasikan demi mencapai kesempurnaan dari penulisan penelitian ini. Setelah diperoleh persetujuan dari pembimbing tesis dilanjutkan dengan penyusunan instrument penelitian dan pengurusan izin penelitian dan hal-hal lain yang dianggap perlu.

b. Tahap Pelaksanaan

Tahap ini diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :

1. Pada pelaksanaan penelitian kepustakaan diawali dengan

pengumpulan dan pengkajian terhadap data sekunder.

2. Pada penelitian lapangan dilakukan wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya sehingga memperoleh data yang akurat dari permasalahan yang diteliti.

c. Tahap Penyelesaian

Tahap ini merupakan tahap akhir dalam penyelesaian penulisan penelitian yang dilakukan beberapa tahap, dimulai dengan kegiatan menganalisis data penelitian, kemudian dilanjutkan ke tahap penulisan laporan awal dan konsultasi dengan pembimbing tesis. Setelah itu barulah melangkah ke tahap akhir yaitu penyususnan laporan akhir dan presentasi akhir di hadapan sidang dosen penguji.

(23)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang didapatkan dari 54 responden, secara umum kelompok lanjut usia di Kelurahan Kinilow Kecamatan Tomohon Utara Kota Tomohon paling banyak memiliki

Melakukan koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah dan/atau instansi vertical yang tugas dan fungsinya di bidang pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan

Lebih lanjut dijelaskan bahwa Pendidikan Keaksaraan dasar merupakan program pendidikan nonformal yang memfokuskan pada program pembelajaran untuk warga belajar atau peserta

Penelitian ini bertujuan untuk membangun suatu sistem pakar yang dapat mempermudah dalam menganalisa perancangan bangunan komersial ruko tahan gempa di Kota

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa tata usaha perpajakan adalah merupakan instrumen dari pelaksanaan hukum pajak khususnya ketentuan formal perpajakan, atau

Manajemen keselamatan kerja (Mathis dan Jackson, 2002:258) merupakan hal yang penting di suatu perusahaan, dengan membuat manajemen yang efektif maka dapat

Kami mencatat lokasinya dengan hati-hati, dan keesokan harinya aku menggambar empat buah peta, untuk kami masing-masing satu, dan menuliskan tanda kami berempat di bagian

Tidak ada perbedaan bermakna pada kedua kelompok pada keluhan muntah dengan 2 subjek (6,1%) yang mengalami muntah.Simpulan penelitian ini adalah pemberian tropisetron 5 mg lebih