• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Penelitian Terdahulu

Sebagai pertimbangan dalam penelitian ini, penulis mencari referensi hasil penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan pada fokus penelitian yang ingin diteliti. Adapun penelitian terdahulu yang dapat digunakan sebagai referensi antara lain yaitu pertama, skripsi yang ditulis oleh Fandi Setiawan dengan judul “Strategi Media Relations Humas Polda Jatim dalam Menjalin Hubungan Baik dengan Media Relations”. Penelitian ini dilakukan oleh Fandi Setiawan sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Petra Surabaya pada tahun 2008. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan tujuan ingin mengetahui dan memahami strategi apa yang dijalankan humas Polda Jatim. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa Humas Polda Jatim menjalankan fungsinya melalui pengelolaan, penyampaian pemberitaan, dan kemitraan dengan media massa dalam menjalankan opini positif masyarakat. Setiap hari jumat mengadakan pertemuan intens dengan para wartawan melalui konferensi pers. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah penelitiaan ini mengungkapkan tentang strategi, sedangkan penelitian yang penulis lakukan adalah untuk mengetahui apa dan bagaimana aktivitas humas dalam menjalankan

media relations.

Kedua, skripsi yang ditulis oleh Arofatul Zulia dengan judul “Aktivitas PR PT. Telekomunikasi Indonesia Divisi Regional V Jawa Timur dalam Pengembangan Citra Perusahaan”. Penelitian ini dilakukan oleh Arofatul Zulia sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi IAIN Sunan Ampel pada tahun 2006. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan tujuan memahami aktivitas yang dilakukan PR PT. Telekomunikasi Indonesia dalam mengembangkan citra perusahaan. Selain itu, penelitian ini juga memiliki tujuan ingin mengetahui apa saja yang sudah dilakukan oleh pihak PR untuk mengembangkan citra perusahaan dan faktor penghambat serta pendorong.

(2)

Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa PR Informations Care sebagai program pengembangan image perusahaan dan didalamnya banyak berhubungan dengan media. Kreatifitas dan kinerja seorang PR yang tinggi sehingga dapat menciptakan perencanaan program yang berkualitas. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian ini lebih menekankan kepada Informations Care dalam pembentukan citra sedangkan penelitian yang penulis lakukan menjelaskan kegiatan media relations yang dilakukan humas.

Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Carissa Belinda Pfaf dengan judul “Strategi Public Relations PT. Bumi Serpong Damai Tbk dalam Mengelola Hubungan dengan Pers Media Cetak Untuk Mempertahankan Citra Positif BSD”. Penelitian ini dilakukan oleh Carissa Belinda Pfaf sebagai mahasiswa ilmu komunikasi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta pada tahun 2010. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan tujuan untuk mengetahui lebih dalam strategi public relations PT. BSD Tbk dalam mengelola hubungan dengan pers media cetak untuk mempertahankan citra positif BSD City. Hasil dari penelitian ini adalah PT.BSD Tbk mengimplementasikan salah satu strategi media

relations dalam mempertahankan citra positif BSD City seperti mengelola relasi

yang dilakukan dengan menjalin hubungan baik dengan institusi media massa beserta para wartawan. Selanjutnya mengembangkan strategi, dilakukan dengan menempatkan sumber daya manusia yang tersedia sesuai dengan kekuatan dan kemampuan yang dimiliki, sedangkan mengembangkan jaringan dilakukan dengan mulai dari media lokal sampai dengan media nasional bahkan internasional. Kemudian penetapan strategi media relations yang dilakukan PR PT. Bumi Serpong Damai Tbk berdasarkan analisis SWOT. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu penelitian ini membicarakan strategi PR dalam mengelola hubungan dengan media pers guna mempertahankan citra positif. Sedangkan yang penulis teliti adalah aktivitas humas dalam menjalankan media relations. Perbedaan lainnya terletak pada tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui secara lebih mendalam strategi PR, sedangkan penulis bertujuan menggambarkan dan menganalisa aktivitas humas.

(3)

Keempat, jurnal yang ditulis oleh Cristina Yuliani dengan judul “Aktivitas Media Relations yang Dilakukan oleh Public Relations Hotel Ciputra Jakarta Ditinjau dari Intereffication Model”. Penelitian ini dilakukan oleh Cristina Yuliani sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pelita Harapan Jakarta Communique Vol.6, No. 1 Juli 2010. Penelitian ini menggunakan metode

interiffication model dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas apa saja yang

dilakukan Divisi Public Relations Hotel Ciputra Jakarta adalah mendukung kegiatan marketing melalui media relations. Hasil dari penelitian ini yaitu PR HCJ merancang flayer untuk mempromosikan dan menerbitkan newsletter tiga bulan sekali. PR HCJ menjalin hubungan dengan koran. Target market HCJ meliputi keluarga dan traveler. Aktivitas media relations yang sering dilakukan oleh PR HCJ adalah mengirimkan press release dalam rangka promosi food &

beverages setiap bulan dan mengirimkan press release dalam rangka promosi

program. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah pada penelitian ini lebih fokus pada aktivitas PR dalam meningkatkan ketertarikan pengunjung hotel atau dalam istilahnya PR mempromosikan dirinya sebagai

marketing tool. Sedangkan yang penulis teliti adalah aktivitas humas dalam

menjalankan media relations.

2.2 Paradigma Kajian 2.2.1 Paradigma Positivis

Positivisme adalah positif. Positif adalah segala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-pengalaman objektif. Paham filsafat positivisme menganjurkan bahwa pengetahuan haruslah positif. Pengetahuan yang positif adalah pengetahuan yang objektif serta bebas dari nilai, prasangka, dan subjektivitas.

Paradigma merupakan suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma penelitian menjelaskan bagaimana seseorang peneliti memahami suatu masalah penelitian, kriteria pengujian sebagai landasan menjawab masalah penelitian. Kehadiran paradigma sebagai bagaimana peneliti memandang sebuah realita bisa dipandang dari berbagai sudut yang berbeda.

(4)

Paradigma positivis adalah paradigma yang memandang sebuah realitas sosial, keberadaan manusia (human being), ilmu pengetahuan (nature of science) dan tujuan penelitian sosial. Positivis memandang realitas bahwa realitas sebagai “out

there”, bebas dari kesadaran manusia, objektif, patuh pada keteraturan (rest on order), diatur oleh hukum yang ketat, alamiah dan tidak berubah, biasa direalisasi

melalui pengalaman sebab cara pandang masyarakat sama karena mereka saling berbagi arti yang sama pula. Paradigma positivis berpendapat bahwa manusia adalah individu yang rasional diatur oleh hukum sosial, perilaku individu dapat dipelajari melalui observasi. Dunia not deterministic karena menghasilkan efek dibawah kondisi tersebut. Selain itu paradigma positivis juga mengatur science dalam prosedur aturan yang sangat ketat yang digunakan untuk menjelaskan, menghubungkan peristiwa sosial (www.academia.edu).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma positivis dalam memahami permasalahan yang akan diteliti. Positivistik bisa menjalankan peran pendekatan ilmiah pada gejala lingkungan untuk diformulasikan menjadi pengetahuan yang bemakna. Pengetahuan modern mengharuskan adanya kepastian dalam suatu kebenaran. Sehingga, sebuah fakta dan gejala dapat dikumpulkan secara sistematis dan terencana harus mengikuti asas yang terukur, terobservasi dan diverifikasi. Dengan begini, pengetahuan menjadi bermakna dan sah menurut tata cara positivistik. Paham positivis lebih berusaha mencari kearah fakta atau sebab-sebab terjadinya fenomena secara objektif, terlepas dari pandangan pribadi yang bersifat subjektif.

2.3 Komunikasi

Secara epistimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa latin, yakni

communication yang bersumber dari kata communis. Arti communis disini adalah

sama, dalam arti sama makna dalam suatu hal. Komunikasi berlangsung apabila diantara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Jika satu orang mengerti akan suatu hal yang disampaikan oleh orang lain kepadanya, maka komunikasi berlangsung. Dengan kata lain hubungan diantara mereka bersifat komunikatif (Effendy, 2003: 30).

Salah satu defenisi singkat yang dibuat oleh Harold D. Laswell seorang sarjana politik Amerika pada tahun 1948 yang kemudian memperkenalkan model ini (Hafied Cangara, 2000: 46).

(5)

Mengatakan apa Melalui apa Kepada siapa Dan apa akibatnya Bagan 2.1 Model Komunikasi

Hafied Cangara, 2000.Pengantar Ilmu Komunikasi.

Dari model tersebut dapat dilihat bahwa komunikasi meliputi lima unsur yaitu komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek. Komunikator yaitu pihak yang menyampaikan pesan dan informasi. Pesan yaitu pernyataan yang didukung oleh lembaga, bahasa, gambar, dan sebagainya. Media adalah sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan berada jauh ataupun juga karena banyaknya jumlah maka diperlukan media sebagai penyampai pesan. Komunikan adalah orang yang menerima pesan atau informasi yang disampaikan komunikator. Efek adalah dampak sebagai pengaruh pesan tersebut.

Di dalam sebuah organisasi maupun lembaga, keberadaan komunikasi sangatlah penting. Dengan komunikasi manusia dapat berinteraksi untuk memperoleh tujuan dan kesamaan makna. Persoalannya bagaimana komunikasi dapat berjalan efektif dalam tujuan agar dapat membangun hubungan, mempengaruhi publik, menetapkan keputusan dan membangun citra yang positif. Hal ini adalah salah satu tugas dari seorang public relations dalam suatu organisasi.

Kegiatan public relations dalam sebuah organisasi pada hakikatnya adalah sebuah kegiatan komunikasi. Komunikasi yang dilakukan oleh public relations memiliki ciri-ciri tertentu yang disebabkan oleh fungsi public relations itu sendiri, salah satunya komunikasi timbal balik (two-way traffic communications).

2.4 Humas

Perkembangan humas (public relations) saat ini sangatlah pesat. Namun sampai saat ini belum terdapat pengertian pasti mengenai definisi tetap public

relations atau hubungan masyarakat (humas), yang selanjutnya kedua istilah

(6)

tersebut akan digunakan secara bergantian dalam tulisan ini. Hal ini terjadi disebabkan oleh beberapa faktor seperti beragamnya defenisi humas yang telah dikemukakan baik oleh para pakar maupun profesional humas didasari pada perbedaan sudut pandang mereka terhadap pengertian humas. Selain itu perkembangan kegiatan humas yang bersifat dinamis dan fleksibel terhadap perkembangan dinamika kehidupan masyarakat yang mengikuti kemajuan zaman khususnya di era keterbukaan informasi saat ini.

Meskipun demikian, disini penulis ingin mengemukakan beberapa pendapat dari para ahli mengenai defenisi public relations. Menurut Scott M. Cutlip & Allen H. Center (1978) definisi public relations adalah proses berkesinambungan/kontinu dari usaha-usaha manajemen untuk memperoleh kerja sama dan bisa saling pengertian kepada pelanggan, pegawai bank, publik umumnya, dalam mengadakan analisa dan perbaikan terhadap diri sendiri, dan keluar dengan menyampaikan pernyataan-pernyataan (Dananjaja, 2011:16). Dengan melakukan perbaikan tersebut, keterbukaan terhadap suatu masalah yang mungkin timbul dan menghambat dalam mencapai tujuan bersama akan semakin jelas. Sehingga akan terjalin hubungan yang lebih baik antara publik internal dengan publik eksternal.

Sementara itu, International Public Relations Associations (IPRA) 1978, menyatakan bahwa definisi public relations adalah fungsi manajemen yang khas dan mendukung pembinaan, pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dengan publiknya, menyangkut aktivitas komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerja sama, melibatkan manajemen dalam menghadapi persoalan/permasalahan, membantu manajemen untuk mampu menangani opini publik, mendukung manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif, bertindak sebagai sistem peringatan dini dalam mengantisipasi kecenderungan dalam penggunaan penelitian serta teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai sarana utama (Effendy , 1989: 117-118).

Sasaran dari kegiatan public relations adalah publik. Publik sendiri berbeda-beda menurut jenis organisasi atau perusahaannya. Namun secara umum publik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu publik internal dan publik eksternal. Publik internal biasanya publik yang berada dalam suatu instansi atau organisasi seperti karyawan maupun pihak manajemen, serta stockholder. Sedangkan publik

(7)

eksternal yaitu konsumen atau pelanggan, komunitas, pemerintah, masyarakat, media, bank, dll.

Public relations merupakan suatu fungsi manajemen dalam melaksanakan

kegiatan komunikasi. Sebagai fungsi manajemen, tujuan dari kegiatan public

relations tersebut yaitu untuk menciptakan pemahaman antara perusahaan dan

publiknya, membangun citra perusahaan, membentuk opini publik, dan membentuk kerjasama. Melalui kegiatan komunikasi diharapkan terjadi kecukupan informasi antara perusahaan dengan publiknya dalam mencapai tujuan bersama sehingga dapat mencegah timbulnya kesalah pahaman. Apabila hal ini berlangsung dengan baik, maka perusahaan tersebut akan memiliki citra yang baik di mata publiknya sehingga akan menambah kepercayaan publiknya terhadap perusahaan itu dan memungkinkan kerjasama yang lebih baik kedepannya.

Sebagai sebuah manajemen humas dalam sebuah organisasi biasanya menjalankan fungsinya melalui beberapa tahapan berikut :

a. Perencanaan (Planning); meliputi penetapan tujuan dan standar, penentuan aturan dan prosedur, pembuatan rencana serta ramalan (prediksi) apa yang akan terjadi.

b. Pengorganisasian (organizing); meliputi pemberian tugas terpisah kepada masing-masing pihak, membentuk bagian, mendelegasikan dan menetapkan jalur wewenang, mendelegasikan dan menetapkan sistem komunikasi, serta mengkoordinir kerja setiap karyawan dalam satu tim yang solid dan terorganisasi.

c. Penyusunan formasi (staffing); meliputi menentukan persyaratan personil yang akan dikerjakan, merekrut calon karyawan, menentukan job

description dan persyaratan teknis suatu pekerjaan, melakukan penilaian

dan pelatihan termasuk di dalamnya pengembangan kualitas dan kuantitas karyawan sebagai acuan untuk penyusunan setiap fungsi dalam manajemen organisasi.

d. Memimpin (leading); meliputi membuat orang lain melaksanakan tugasnya, mendorong dan memotivasi bawahan, serta menciptakan iklim atau suasana pekerjaan yang kondusif-khususnya dalam metode komunikasi dari atas ke bawah atau sebaliknya-sehingga timbul saling pengertian dan kepercayaan yang baik. Menumbuh kembangkan disiplin kerja dan sense of belonging (rasa memiliki) pada setiap karyawan dan jajaran manajemen ( publik internal).

e. Pengawasan (controlling); fungsi terakhir manajemen ini mencakup, persiapan suatu standar kualitas dan kuantitas hasil kerja, baik berbentuk produk maupun jasa yang diberikan perusahaan/organisasi dalam upaya

(8)

pencapaian tujuan, produktivitas dan terciptanya citra yang positif (Ruslan, 2008: 2-3).

Tahapan ini merupakan hal pertama dalam perencanaan dan merancang program dan kebijakan yang akan dilakukan oleh public relations. Dengan melakukan tahapan ini, diharapkan dapat menjelaskan kepada publik akan kepentingan perusahaan, menyampaikan kepada manajer tentang sikap publik, serta melakukan pengawasan dan perbaikan terhadap kebijakan yang telah dilaksanakan.

Public relations itu dikatakan berfungsi apabila public relations tersebut

mampu melakukan tugas dan kewajibannya dengan baik. Menurut Cutlip & Center fungsi public relations adalah menunjang kegiatan manajemen dan mencapai tujuan organisasi, menciptakan komunikasi dua arah secara timbal balik dengan menyebarkan informasi dari perusahaan kepada publik dan menyalurkan opini publik kepada perusahaan, melayani publik dan memberi nasihat kepada pimpinan perusahaan untuk kepentingan umum, serta membina hubungan secara harmonis antara perusahaan dan publik, baik internal maupun eksternal (Kriyantono, 2008: 22).

Pada tahun 1965, dalam pertemuan Asosiasi Humas Internasional (IPRA) di Athena, Yunani telah diterbitkan Code Of Athens atau International Code Of Ethics untuk mempertegas kode perilaku praktisi humas dari kode etik IPRA (IPRA Code Of Conduct). Kode Etik IPRA telah di perbaharui di Teheran, Iran pada tanggal 17 april 1968, secara normatif dan etis memuat butir-butir terdiri dari satu mukadimah dan berisikan 13 pasal. Secara garis besar kode etik IPRA mencakup butir-butir pokok sebagai Standart Moral of Public Relations sebagai berikut:

a. Kode perilaku b. Kode moral

c. Menjunjung tinggi standar moral d. Memiliki kejujuran yang tinggi

e. Mengatur secara etis mana yang boleh diperbuat dan tidak boleh diperbuat oleh profesional PR/Humas (Ruslan, Rosady, 2001: 73-74).

Sebagai sebuah saluran atau penyuara organisasi untuk menjangkau publiknya, media dalam hal ini memiliki peranan yang cukup signifikan dalam aktivitas public relations dengan tanpa mengesampingkan aktivitas lainnya. Kekuatan media dapat menjangkau seluruh masyarakat diharapkan mampu menjaga citra yang selama ini akan dan telah dibangun sebuah organisasi. Hubungan baik yang senantiasa terpelihara dengan media massa akan membantu

(9)

lancarnya publikasi. Press release yang dikirimkan kepada media massa dengan permintaan untuk disiarkan mungkin di prioritaskan bila sejak sebelumnya sudah dibina hubungan baik. Demikian pula penyiaran iklan akan dibantu supaya efektif.

2.5 Media Relations

Media massa merupakan sarana yang paling ampuh untuk mendukung kegiatan humas atau public relations. Kekuatan media massa dapat membentuk opini terhadap ide atau gagasan di ruang publik. Kekuatan lainnya yang di miliki oleh media yaitu media mampu menyampaikan pesan kepada publik yang tersebar secara geografis dan demografis dalam waktu yang bersamaan dengan menerima pesan yang sama pula.

Menurut Frank Jefkins definisi “hubungan media adalah usaha untuk mencari publikasi atau penyiaran yang maksimum atas suatu pesan atau informasi humas dalam rangka menciptakan pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak dari organisasi perusahaan yang bersangkutan” (Jefkins, 1998: 98). Apa yang menjadi tujuan humas juga menjadi tujuan hubungan media. Tujuan hubungan media/media relations tidak sekedar memberikan informasi semata, tetapi menciptakan citra positif bagi sebuah lembaga yang bersangkutan. Semakin baik hubungan media yang terjalin, semakin baik pula citra lembaga atau perusahaan tersebut. Dari hasil kerja sama yang baik inilah diharapkan akan tercipta suatu opini publik yang positif serta memperoleh citra yang baik pula dari pihak publik sebagai target sasarannya dan masyarakat luas lainnya.

Sementara itu Yosal Iriantara mendefinisikan “media relations sebagai bagian dari humas eksternal yang membina dan mengembangkan hubungan baik dengan media massa sebagai sarana komunikasi antara organisasi dengan publik-publiknya untuk mencapai tujuan organisasi” (Iriantara, 2005: 32).

Kesimpulannya, media relations tidak hanya terkait dengan kepentingan sepihak, organisasi saja atau media massa saja, melainkan kedua pihak memiliki kepentingan yang sama. Dengan demikian, akan membuat hubungan kerjasama menjadi win-win solutions. Dalam hal ini, perusahaan atau praktisi PR harus

(10)

benar-benar memahami kepentingan-kepentingan perusahaan media, wartawan serta insan-insan media lain yang terlibat di dalam aktivitas industri media itu sendiri.

Komunikasi yang dikembangkan dalam praktik PR adalah komunikasi dua arah. Komunikasinya bukan hanya dari organisasi pada publik-publiknya melainkan juga sebaliknya. Secara sederhana, bila digambarkan arus komunikasi dalam praktik media relations itu akan muncul sebagai berikut (Iriantara, 2005: 31) :

Bagan 2.2

Arus Komunikasi Media Relations

Yosal Iriantara, 2005. Media Relations: Konsep, Pendekatan, dan Praktik.

Gambar tersebut menunjukkan, organisasi menyampaikan informasi, gagasan atau citra melalui media massa kepada publik. Sedangkan publik, bisa menyampaikan aspirasi, harapan, keinginan atau informasi melalui media massa pada organisasi. Namun publik juga bisa menyampaikan secara langsung melalui saluran komunikasi yang tersedia antara publik dan organisasi. Saluran tersebut bisa berupa saluran komunikasi formal, seperti layanan customer service organisasi, bisa juga melalui saluran informal melalui kontak komunikasi langsung dengan staf organisasi. Meskipun terkadang publik memiliki akses langsung untuk menyampaikan aspirasinya kepada organisasi, namun penyampaian aspirasi melalui media massa cenderung lebih memiliki kekuatan yang lebih besar dan lebih kuat mengingat kemampuan media massa yang besar dalam mempengaruhi opini publik dan citra suatu organisasi.

Pelaksanaan media relations diawali dengan memahami hubungan antara jurnalis dan praktik public relations. Para jurnalis yang mengumpulkan dan mengolah informasi untuk media cenderung menganggap sangat serius tanggung

Media Massa

(11)

jawab mereka terhadap masyarakat. Mereka memahami diri mereka sebagai mata dan telinga publik, menjadi pengawas bagi kebenaran institusi publik, meletakkannya pada perspektif, dan mempublikasikannya sehingga orang dapat melakukan urusan mereka dengan pengetahuan yang cukup.

Bentuk hubungan humas dengan media dan pers dapat membentuk hubungan yang fungsional maupun pendekatan personal. Menurut Frank Jefkins (1992), bentuk-bentuk hubungan pers adalah sebagai berikut:

a. Kontak pribadi (Personal contact); keberhasilan pelaksanaan hubungan media dan pers tergantung “apa dan bagaimana” kontak pribadi antara kedua belah pihak yang dijalin melalui hubungan informal seperti adanya kejujuran, saling pengertian, dan saling menghormati serta kerja sama yang baik demi tercapainya tujuan atau publikasi yang positif.

b. Pelayanan Informasi atau Berita (News Services); pelayanan yang sebaik-baiknya diberikan oleh pihak public relations kepada pihak pers/reporter dalam bentuk pemberian informasi, publikasi dan berita baik tertulis, tercetak (press release, news letter, photo press), maupun yang terekam (video release, cassets recorded, slide film).

c. Mengantisipasi kemungkinan hal darurat (Contingency plan); untuk mengentisipasi kemungkinan permintaan yang bersifat mendadak dari pihak wartawan/pers mengenai wawancara, konfirmasi dan sebagainya, demi menjaga hubungan baik yang selama ini telah terbina, dan citra serta nama baik bagi narasumbernya (Ruslan, 2001 : 164-165).

Bentuk hubungan yang dikemukakan oleh Frank Jefkin tersebut menuntut humas untuk lebih aktif dalam mendekatkan diri kepada media atau pers. Humas harus berupaya untuk mendekatkan diri melalui kontak pribadi yang mengharuskan humas untuk menjalin hubungan yang harmonis. Humas juga harus memberikan pelayanan sebaik-baiknya dengan terbuka dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh media tau pers. Selain itu, humas juga dituntut untuk selalu siap sedia apabila ada kemungkinan permintaan yang mendadak dari pihak media atau pers untuk melakukan wawancara, konfirmasi, dan sebagainya. Semua dilakukan dengan tujuan untuk menjaga hubungan baik yang telah terbina, dan citra serta nama baik bagi organisasi atau perusahaannya.

Menurut Nurudin bentuk-bentuk hubungan media dapat dilakukan dengan banyak cara yang bisa dijadikan alat yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan program, acara, atau aktivitas kehumasan perusahaan. Beberapa diantaranya adalah newsletter (majalah intern perusahaan) dan brosur,

(12)

acara khusus, press tour, laporan tahunan, pensponsoran, poster, iklan, seminar dan program latihan, majalah dinding, pameran, surat selebaran, dan surat pembaca (Nurudin, 2008: 15-31).

Sebagai saluran komunikasi, media massa memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan media lainnya. Beberapa karakteristik media massa meliputi. Pertama, komunikator terlembagakan, pihak yang mengelola media massa melibatkan banyak individu baik sebagai karyawan, lay-out, cameramen, dsb. Kedua, media massa menimbulkan keserempakan, kelebihan komunikasi massa dibandingkan komunikasi lainnya adalah jumlah sasaran khalayak yang dicapainya relatif banyak dan tidak terbatas. Bahkan lebih dari itu, khalayak yang banyak tersebut secara serempak pada waktu yang bersamaan memperoleh pesan yang sama pula. Ketiga, komunikannya heterogen, khalayak dari media massa bisa siapa saja karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda. Keempat, komunikasi massa bersifat satu arah, karena komunikasinya melalui media massa, maka komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung. Kelima, umpan balik tertunda dan tidak langsung, artinya komunikator komunikasi massa tidak dapat dengan segera mengetahui bagaimana reaksi khalayak terhadap pesan yang disampaikannya (Elvinaro,dkk. 2007: 6-12).

Dari karakteristik yang dimiliki media tersebut kita dapat melihat pentingnya media dalam aktivitas humas menyebarkan informasi kepada publik. Sebagai sebuah lembaga, media memiliki struktur yang baik, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya dapat terlaksana dengan baik. Dalam penyebaran informasi, praktisi humas diuntungkan karena informasi yang ingin disampaikan oleh praktisi humas dapat disampaikan dengan cepat kepada seluruh publik yang keberadaannya tersebar dalam waktu yang bersamaan. Komunikan dari media massa yang heterogen dapat menguntungkan perusahaan dalam mempromosikan barang/jasa ataupun citra baik perusahaan.

Selain memasok berbagai materi yang layak diterbitkan atau disiarkan, pejabat humas perlu memahami media massa, seperti bagaimana surat kabar dan majalah itu diterbitkan, bagaimana pula caranya memproduksi program-program siaran radio dan televisi. Frank Jefkins dalam bukunya Public Relations mengemukakan beberapa hal penting perihal media yang perlu diketahui oleh pejabat humas:

a. Kebijakan redaksi. Hal ini merupakan pandangan dasar dari suatu media yang dengan sendirinya akan melandasi pemilihan subjek-subjek yang akan dicetak maupun diterbitkannya.

b. Frekuensi penerbitan. Setiap terbitan mempunyai frekuensi penerbitan yang berbeda-beda, bisa harian, dua kali seminggu, mingguan, bulanan, tiga bulanan, atau bahkan tahunan. Jumlah edisi yang diterbitkan dalam satu kali penerbitan juga perlu diketahui oleh para praktisi humas.

(13)

c. Tanggal terbit. Kapan tanggal dan saat terakhir sebuah naskah harus diserahkan ke redaksi untuk penerbitan yang akan datang. Hal ini ditentukan oleh frekuensi dan proses percetakannya.

d. Proses percetakan. Apakah suatu media di cetak secara biasa (letterpress) atau dengan teknik lainnya.

e. Daerah sirkulasi. Apakah jangkauan sirkulasi dari suatu media tersebut berskala lokal, khusus di daerah pedesaan, perkotaan, berskala nasional, ataukah berskala internasional. Untuk kota berskala provinsi, daerah manakah yang terjangkau, teknologi satelit memungkinkan dilakukannya sirkulasi atau distribusi media secara internasional (Jefkins, 1998: 115-116).

Hubungan yang terjalin antara humas dan media pun tak selamanya berjalan mulus, ini disebabkan karena adanya perbedaan orientasi maupun tujuan yang hendak dicapai masing-masing organisasi. Maka tidak heran apabila sering terjadi pertentangan antara yang diharapkan oleh humas dengan yang diberitakan oleh media. Disatu sisi humas menginginkan citra positif melalui pemberitaan media dan disisi yang lain media menginginkan sesuatu yang sensasional untuk meningkatkan oplah penjualan.

(14)

Berikut adalah bagan yang menunjukkan perbedaan fungsi dan tugas antara humas dan media.

Bagan 2.3

Perbedaan Fungsi dan Tugas Humas dan Media

1. Issue (rumor) 1. Publisitas Positif 2. News value 2. Superlatif

3. Sensasional 3. Promosi/Pengenalan 4. Berita Segi Negatif 4. Berita Segi Positif

Rosady Ruslan, 2008.Manajemen Public Relations & Media Komunikasi

Dari bagan di atas terlihat bahwa pada dasarnya, kegiatan humas dan wartawan mempunyai tujuan akhir yang berbeda, di mana humas bertujuan membentuk citra yang positif bagi organisasinya, sementara wartawan bertujuan menghasilkan berita yang memiliki news value. Untuk mendapatkan pencitraan yang positif, humas tentu membutuhkan pemberitaan yang positif. Di sisi lain, wartawan tentu selalu membutuhkan berita yang positif. Di sisi lain, wartawan tidak selalu membutuhkan berita yang positif untuk menghasilkan berita yang

news value. Seringkali, berita negatif pun dapat menjadi berita yang bernilai

tinggi bagi wartawan, inilah yang sering dikenal dengan “ bad news is good

news”.

BERITA

PERBEDAAN ANTARA FUNGSI DAN TUGAS

Media Humas/PR

Berupaya Mencari Berupaya Mencari

(15)

Menurut Rosady, upaya tertentu dalam pembinaan hubungan media yang harmonis pada dasarnya dilakukan melalui sikap saling menghargai antara kedua belah pihak (mutual appreciation), saling pengertian tentang peran, fungsi, kewajiban, dan tugas sesuai dengan etika profesinya masing-masing (mutual

understanding), saling percaya akan peran untuk kepentingan bersama dan tidak

untuk kepentingan sepihak (mutual confidence), dan sikap saling toleransi dari kedua belah pihak (tolerance) (Ruslan, 2008: 175-178).

Sebenarnya pertentangan antara humas dan media dapat diatasi seandainya hubungan tersebut berlandaskan kepada prinsip-prinsip keterbukaan, serta saling menghargai peran satu sama lainnya dan saling mendukung. Setiap pihak akan berfungsi serta bertindak sesuai dan terikat dengan kode etik profesinya masing-masing.

Sementara itu Frank Jefkins mengungkapkan bahwa seorang praktisi humas tidak boleh menutup mata. Humas harus terus mengadakan perubahan dan perbaikan agar hubungan yang terjalin dengan media dapat terus terjaga dengan baik. Hal-hal tersebut dapat dilakukan yakni, melalui:

1. Servicing the media ( melayani media). Agar tercipta hubungan yang baik, memahami serta melayani apa kebutuhan media menjadi hal yang utama. Hal demikian bisa menjawab pertanyaan sebagai berikut: apa yang sebenarnya dibutuhkan media? Informasi apa yang sebenarnya dibutuhkan media? Media tersebut bergerak dibidang apa?

2. Estabilishing a reputations for reliability (membangun reputasi sebagai orang yang dipercaya). Sudah sepantasnya bagi praktisi humas agar senantiasa siap menyediakan atau memasok materi-materi yang akurat, lengkap dan terpercaya dimana saja dan kapan saja dibutuhkan. Cara seperti ini tidak saja akan mendekatkan hubungan dengan para wartawan, tetapi membangun reputasi yang baik.

3. Supplying good copy (menyediakan salinan yang baik). Salinan ini tidak hanya berupa data-data yang tercetak dalam kertas, tetapi juga rekaman foto, kaset, atau video yang berguna bagi wartawan.

4. Cooperation in providing material (bekerja sama dalam penyediaan materi). Karena kerja praktisi humas sangat berkaitan erat dengan wartawan, maka kedua pihak itu harus bekerja sama dengan baik.

5. Building personal relationship with the media (membangun hubungan personal yang kokoh). Membangun hubungan dengan media khususnya wartawan tidak mesti ketika sedang menjalankan tugas. Di luar itu, hubungan secara personal atau peribadi harus tetap terjaga dengan baik. Implikasi dari hubungan tersebut adalah terciptanya reputasi yang baik

(16)

dimata wartawan yang berujung pemberitaan yang baik pula (Nurudin, 2008: 47-49).

Melalui prinsip-prinsip hubungan pers yang positif diharapkan akan tercipta suatu hubungan saling menguntungkan kedua belah pihak (mutual symbiosis). Agar hubungan yang terjalin semakin baik, praktisi humas perlu melihat wartawan sebagai mitra, maka posisi antara praktisi humas dan wartawan adalah setara. Dengan begitu, diharapkan kepecayaan kerja wartawan terhadap praktisi humas dapat terbentuk begitu pula sebaliknya.

2.6 Humas Pemerintah

Keberadaan unit kehumasan di sebuah lembaga atau instansi pemerintah merupakan keharusan secara fungsional dan operasional dalam upaya menyebarluaskan atau mempublikasikan tentang sesuatu kegiatan atau aktivitas instansi bersangkutan yang ditujukan baik untuk hubungan publik internal maupun publik eksternal. Perbedaan pokok antara fungsi dan tugas humas yang terdapat di instansi pemerintah dengan non pemerintah (lembaga komersial) adalah tidak adanya unsur komersial walaupun humas pemerintah juga melakukan hal yang sama dalam kegiatan publikasi, promosi, dan periklanan. Humas pemerintah lebih menekankan pada public service atau demi meningkatkan pelayanan umum.

Humas pemerintah adalah lembaga humas/praktisi humas pemerintah yang melakukan fungsi manajemen dalam bidang informasi dan komunikasi yang persuasif, efektif, dan efisien, untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan publiknya melalui berbagai sarana kehumasan dalam rangka menciptakan citra dan reputasi yang positif bagi instansi pemerintah.

Melalui humas, pemerintah menjelaskan tindakan-tindakan dan kebijaksanaan-kebijaksanaannya dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Menurut Jhon. D. Millet dalam bukunya “Management in the Public Service The Quest for Effective Performance”, Public Relations dalam dinas pemerintah meliputi emapat hal pokok, yaitu kegiatan mempelajari hasrat kehendak dan aspirasi publik, kegiatan memberi nasihat tentang apa yang sebaiknya dikehendaki oleh publik, mengusahakan hubungan yang memuaskan di antara publik dan

(17)

petugas-petugas pemerintah serta memberikan penerangan atau penjelasan apa yang dikerjakan suatu dinas pemerintahan (Siswanto,1992: 47).

Suatu usaha humas dinas pemerintahan dapat dikatakan berhasil apabila antara masyarakat dan instansi pemerintah yang bersangkutan terjadi saling pengertian yang harmonis. Untuk memperoleh dukungan masyarakat dan menciptakan iklim saling pengertian dapat ditempuh melalui komunikasi. Dalam berkomunikasi dikenal bermacam model. Model paling umum adalah S-M-C-R-E (Source-Message- Channel- Receiver- Effect). Atau mengikuti ajaran Lasswell : Who, says what, in which channel, to whom and with what effect. Kincaid & Schramm dalam buku strategi komunikasi karangan Anwar Arifin, kemudian memperkenalkan pula tiga model proses komunikasi, yaitu model komunikasi umpan balik, model timbale balik dalam komunikasi dan model komunikasi antar manusia (Siswanto, 1992: 48).

Fungsi pokok humas pemerintah pada dasarnya sebagai berikut :

a. Mengamankan kebijaksanaan dan program kerja pemerintah yang diwakilinya;

b. Memberikan pelayanan, menyebarluaskan pesan-pesan dan informasi mengenai kebijaksanaan, hingga mampu mensosialisasikan program-program pembangunan, baik secara nasional maupun daerah kepada masyarakat;

c. Menjadi komunikator sekaligus mediator yang proaktif dalam upaya menjembatani kepentingan instansi pemerintah di satu pihak dan menampung aspirasi atau opini publik (masyarakat), serta memperhatikan keinginan-keinginan masyarakat di lain pihak;

d. Berperan serta secara aktif dalam menciptakan iklim yang kondusif dan dinamis demi mengamankan stabilitas dan program pembangunan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Ruslan, Rosady, 2001: 110).

Humas pemerintahan pusat dapat dijelaskan mempunyai dua tugas utama yaitu menyebarkan informasi secara teratur mengenai kebijaksanaan, perencanaan, dan hasil yang telah dicapai, dan menerangkan dan mendidik publik mengenai perundang-undangan, peraturan-peraturan dan hal-hal yang bersangkutan dengan kehidupan rakyat sehari-hari. Humas pemerintahan daerah pada hakikatnya sama saja dengan humas pemerintahan pusat dalam pengorganisasian, namun bedanya hanya pada ruang lingkup saja.

Tugas pokok humas adalah bertindak sebagai komunikator, untuk membantu (back up) mencapai tujuan dan sasaran bagi instansi/lembaga kepemerintahan bersangkutan, memiliki kemampuan membangun hubungan yang positif, konsep

(18)

kerja yang terencana baik, hingga menciptakan citra serta opini masyarakat yang menguntungkan. Secara garis besarnya humas mempunyai peran ganda yaitu fungsi keluar berupaya memberikan informasi atau pesan-pesan sesuai dengan ketentuan dan kebijaksanaan instansi/lembaga kepada masyarakat sebagai khalayak sasaran secara jujur dan objektif, sedangkan ke dalam wajib menyerap reaksi, aspirasi atau opini khalayak tersebut diserasikan demi kepentingan instansinya atau tujuan bersama, kemudian melakukan perbaikan terhadap kebijakan publik yang telah terlaksana maupun terhadap kebijakan publik yang baru. Humas pemerintah juga harus memberikan pelayanan terbaik, dengan birokrasi yang tidak berbelit-belit untuk memberikan kepuasan kepada rakyat atau masyarakat sehingga lembaga pemerintahan memperoleh citra positif dari rakyat atau publik.

Dalam menyiarkan informasinya, pejabat humas pemerintah tentunya membutuhkan peran serta media untuk mempublikasikan aktivitas yang sudah dijalankannya. Sehingga wajar bila dikatakan hubungan humas dan media merupakan hubungan dua arah. Disatu pihak, organisasi menyediakan informasi dan memberikan fasilitas-fasilitas kepada pers apabila diminta sebaliknya pihak pers memberikan komentar-komentar dan menyiarkan berita. Sehingga dalam upaya menjalankan media relations, maka humas melakukan berbagai kegiatan yang bersentuhan dengan media massa atau pers (Elvinaro, dkk. 2007: 182-183), diantaranya:

a. Konferensi pers, temu pers atau jumpa pers yaitu informasi yang diberikan secara simultan/ berbarengan oleh seseorang dari pejabat pemerintah kepada sekelompok wartawan, bahkan bisa ratusan wartawan. Biasanya pihak humas berinisiatif untuk melakukan pertemuan dengan para wartawan tentang sesuatu topik pembicaraan yang sedang hangat dibicarakan.

b. Press breafing, yaitu pemberian informasi diselenggarakan secara regular oleh seorang pejabat humas. Dalam kegiatan ini disampaikan informasi-informasi mengenai kegiatan yang baru terjadi kepada pers, juga diadakan tanggapan atau pertanyaan bila wartawan belum puas dan menginginkan keterangan lebih terperinci.

c. Pers tour, yaitu kegiatan yang diselenggarakan oleh suatu lembaga untuk mengunjungi daerah tertentu dan mereka (media/pers) diajak menikmati objek wisata yang menarik. Keuntungan dari kegiatan ini adalah wartawan

(19)

akan dianggap sebagai bagian “keluarga sendiri”oleh organisasi sehingga secara batiniah wartawan akan punya hubungan emosional.

d. Press release, yaitu siaran pers sebagai publisitas, yaitu media yang banyak digunakan dalam kegiatan humas untuk menyebarkan berita. e. Special event, yaitu sebagai suatu kegiatan humas yang penting dan

memuaskan banyak orang untuk ikut serta dalam suatu kesempatan, yang mampu meningkatkan pengetahuan dan selera publik, seperti pameran, lokakarya, open house dan lainnya. Dalam kegiatan ini humas biasanya mengundang media atau pers meliputnya.

f. Press luncheon, yaitu pejabat humas yang mengadakan jamuan makan

siang bagi para wakil media massa/wartawan, sehingga pada kesempatan ini pihak pers bisa berjumpa dengan top manajemen perusahaan/lembaga guna mendengarkan perkembangan lembaga tersebut.

g. Wawancara pers ,yaitu wawancara yang sifatnya lebih pribadi, lebih individual. Humas atau pimpinan puncak yang diwawancarai hanya berhadapan dengan wartawan atau reporter yang bersangkutan. Meskipun pejabat tersebut diwawancarai seusai meresmikan suatu acara oleh banyak wartawan, tetap saja wawancara tersebut bersifat individu.

Secara lebih terperinci, pakar humas internasional, Cutlip, Center dan Canfield, menjelaskan 5 fungsi utama humas dalam sebuah lembaga antara lain: (1) menunjang aktivitas utama manajemen dalam mencapai tujuan bersama; (2) membina hubungan yang harmonis antara organisasi dengan publiknya yang merupakan khalayak sasaran; (3) mengidentifikasi segala sesuatu yang berkaitan dengan opini, persepsi, dan tanggapan masyarakat terhadap organisasi yang diwakilinya, atau sebaliknya; (4) melayani kegiatan publiknya dan memberikan sumbang saran kepada pimpinan manajemen demi tujuan dan manfaat bersama; serta (5) menciptakan komunikasi dua arah timbal balik, dan mengatur arus informasi, publikasi serta pesan dari organisasi ke publiknya atau sebaliknya, demi terciptanya citra positif bagi kedua belah pihak (Ruslan, 2008: 19).

Selain itu dengan memperhatikan perkembangan dan tuntutan dalam era transparansi, globalisasi, demokratisasi, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka praktisi hubungan masyarakat, khususnya pejabat humas dilingkungan pemerintahan dalam pelayanan informasi publik, perlu melakukan reposisi dan meningkatkan peran serta fungsinya. Sehingga untuk melakukan reposisi dan meningkatkan peran dan fungsi tersebut, praktisi hubungan masyarakat di lingkungan pemerintahan, disamping memiliki dan berkemampuan dalam pengelolan bidang kehumasan, dituntut juga adanya kepekaan dalam pelaksanaan tugasnya berdasarkan prinsip-prinsip batas normal, budaya dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Gambar

Gambar tersebut menunjukkan, organisasi menyampaikan informasi, gagasan atau  citra  melalui  media  massa  kepada  publik

Referensi

Dokumen terkait

Pada gambar 15 terlihat gambaran mikroskopik testis ikan opudi yang normal dengan terlihatnya beberapa sel-sel germinal seperti sel spermatosit primer, sel

Dari tabel 4.1.3 Deskriptif Ekuitas diatas, menunjukan bahwa nilai tertinggi dari Ekuitas pada tahun 2014 yang menjadi sampel penelitian adalah sebesar Rp 22524 milyar pada PT

Sedangkan kekhawatirkan yang berhubungan dengan penampilan pribadi, pada umumnya dirasakan dalam tahun-tahun pertengahan dewasa awal (27-35 tahun), sebab di usia

Kajian di Hospital St James Dublin Ireland mendapati kos yang tinggi diperlukan untuk merawat penyakit diabetis melitus yang mempunyai komplikasi diabetic foot

Dalam Komentar Umum No.3 Komite memberikan perhatian pada kewajiban Dari semua Negara untuk mengambil langkah-langkah secara individu dan melalui bantuan internasional dan

Setelah dilakukan analisis korelasi pearson dan regresi sederhana dengan menggunakan SPSS versi 20.0 maka didapatkan hasil Sig 0,000 < 0,05 dimana Ho ditolak

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam tentang pemisahan lembaga pengawas dari Bank Sentral (BI) dengan

Respon seseorang dengan orang lain memiliki perbedaan meskipun objek yang dilihat atau dikajinya sama. Perbedaan tersebut tentunya dilatar belakangi oleh pengetahuan orang